Model teknologi pada sistem kemitraan agroindustri ayam broiler

(1)

MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN

AGROINDUSTRI AYAM

BROILER

Sulistyo Sidik Purnomo

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN

AGROINDUSTRI AYAM

BROILER

Sulistyo Sidik Purnomo

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN

AGROINDUSTRI AYAM

BROILER

Oleh :

Sulistyo Sidik Purnomo

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebelumnya dalam bentuk apapun oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun. Kutipan dari semua sumber data dan informasi yang berasal dari orang lain yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2011

Sulistyo Sidik Purnomo NRP: F 361030081


(5)

ABSTRAK

SULISTYO SIDIK PURNOMO. Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, MACHFUD, dan ASNATH M. FUAH.

Manajemen teknologi yang telah muncul sebagai isu penting dalam pengelolaan perusahaan, terdiri dari empat komponen teknologi, yaitu perangkat teknologi (technoware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware), disingkat THIO. Berbagai faktor kunci tertentu terkandung dalam setiap komponen teknologi yang berpengaruh kepada pencapaian keberhasilan usaha, khususnya usaha ternak plasma pada kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor kunci setiap komponen terhadap tingkat keberhasilan usaha plasma dalam kemitraan ayam ras pedaging (broiler) pola PIR. Metode survai lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder dari perusahaan inti. Analisis data menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM).

Dalam penelitian dikaji data yang dikumpulkan dari dua puluh tujuh peternak plasma dengan kinerja baik di wilayah kabupaten-kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu pada sistem kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) yang dibina oleh PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) yang merupakan perusahaan intinya. Hasil analisis terhadap teknologi yang diterapkan STA bernilai baik, sehingga layak untuk menyokong keberhasilan kemitraan usaha yang dijalankannya.

Beberapa faktor kunci yang berpengaruh kuat terhadap keberhasilan kemitraan adalah keuntungan bersih, jangka waktu penerimaan, dan pertumbuhan produktivitas. Pada komponen Technoware terdapat tiga peubah laten yaitu kandang, pemeliharaan ayam, dan pengendalian hama serta penyakit, masing-masing dipengaruhi oleh tinggi kandang (180 m), dan dinding kandang 200 m); tingkat kematian (mortalitas) ayam, dan feed convertion ratio (FCR) yang tidak melebihi standar dari perusahaan inti; dan sistem pemeliharaan kandang.

Komponen Humanware dipengaruhi oleh kemampuan teknis, motivasi, suka tantangan, rasa bertanggung-jawab, penetapan tujuan prestasi, kesediaan menerima perubahan, dan kedisiplinan bekerja. Komponen Inforware dipengaruhi oleh jenis sumber informasi, informasi internal, informasi eksternal, validitas informasi dan data, kemudahan mendapatkan informasi, biaya untuk memperoleh informasi, saluran komunikasi, kepercayaan terhadap sumber informasi, nilai informasi, dan umpan balik. Komponen Orgaware dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, motivasi diri, dorongan untuk berprestasi, kedewasaan, pendelegasian tugas dan tanggung jawab, kemandirian bekerja, perencanaan, pemikiran strategis, kebanggaan dalam kemitraan, peluang pengembangan, kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis, orientasi teknologi, keinginan bermitra dan keseimbangan insentif dan resiko.

Dari segi finansial, pola usaha kemitraan dalam budidaya ayam broiler lebih menguntungkan dari pada pola mandiri. Pola usaha kemitraan lebih terjamin keberlangsungan, dan keberkelanjutannya. Laba rata-rata per tahun, resiko kerugian, batas bawah keuntungan, NPV, dan masa pengembalian modal investasi dari pemeliharaan 5.000 ekor ayam per siklus produksi pada pola usaha kemitraan adalah


(6)

ABSTRACT

SULISTYO SIDIK PURNOMO. Technology Model in Broiler Agroindustry Partnership System. Supervised by E. GUMBIRA SA’ID, MACHFUD, and ASNATH M. FUAH.

Technology management has in the last few years emerged as an important issue in companies. This kind of management encompasses four technological components, namely technoware, humanware, inforware and orgaware which are simply abbreviated as THIO. Each technological component contains various specified key factors which allegedly influence the attainment of a business success, particularly in a plasma broiler poultry breeder managed under the supervision as well as management of what so-called Perusahaan Inti Rakyat (PIR) or a core company.

This study was aimed at unveiling the influence of the key factors belonging to each technological component toward the attainment of the business success in a plasma broiler supervised by the core company on the PIR. Field survey method by means of questionnaires were used to collect primary and secondary data of the core company whilst Structural Equation Modelling (SEM) method was used to analyze the data.

During 2007-2009 period, field study was conducted to collect data from 27 well-managed plasma broiler in West Java’s regencies of Karawang, Subang and Indramayu under the supervision of PT Sahabat Ternak Abadi (STA) as a main company. Data analysis revealed that the technologies applied by STA were absolutely good and important to support the success of partnership being accomplished.

Some of the key factors having significant influences on the partnership being accomplished were apparently the net profit, payback period and productivity growth.

The Technoware component comprises three latent variables, i.e., the cage, the chicken treatment, and pest as well as disease control. Each latent variable was influenced by cage size included height (180 cm) and wall (200 cm), chicken’s mortality rate, feed conversion ratio (FCR) which in live with standard applied by main company, and cage management.

The humanware component was determined by human technical ability, motivation, curiosity, sense of responsibility, goal-setting, readiness for changes, and work discipline. Meanwhile the inforware component was dictated by the type of information sources, internal information, external information, validity of the information and data, access to as well as ease of acquiring the information, information cost, communication channel, trust toward the information source, information value, and feed-back.

Factors influencing the orgaware component is leadership style, self-motivation, drive for achievement, maturity, tasks assignment, responsibility, independence in work, planning ability, strategic thinking, pride in partnership, development opportunity, sensitivity to changes in business, technology orientation, willingness to be in a partnership with and balance in incentives and risks.

Based on financial analyses, partnership enterprises is more beneficial than a self- managed broiler enterprises in the case of longevity and continuity. A farmer with 5,000 broilers per production cycle which were managed under the partnership pattern resulted in an annual average profit, losses, lower limit of profit, NPV and payback period of Rp33,991,776.30, 0.000058, Rp 33,987,866.20, Rp211,239,574.00 and four (4) years, respectively, whilst the self-managed pattern of the same production cycle produce in Rp29,577,620.00, 0,0000977, Rp29,571,840.00, Rp151,459,522.00 and six (6) years,


(7)

Judul Disertasi : Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler Nama : Sulistyo Sidik Purnomo

NRP : F 361030081

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, M.A.Dev. Ketua

Dr. Ir. Machfud, M.S Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, M.S. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blora pada tanggal 3 Maret 1963 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dari ayah Radi yang selama bekerja mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar dan ibu Sulasi. Tahun 1981 penulis menempuh kuliah pada Fakultas Peternakan program S1 UGM, dan lulus pada tahun 1985, dengan judul Skripsi : “Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Reproduksi Kelinci Albino Lokal”. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana (S2) Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB dengan beasiswa BPPS Dikti (tahun 2000), dan menamatkannya pada tahun 2003, dengan tesis berjudul :”Optimasi Formulasi Ransum Ayam Broiler Starter”. Pada tahun yang sama setelah lulus S2 (2003),

penulis berkesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama. Beasiswa diperoleh dari BPPS Dikti (tahun 2004). Penulis pernah mendapat kesempatan untuk mengikuti Kursus Calon Dosen Kewiraan (SUSCADOSWIR) Angkatan XXXVII LEMHANNAS, pada tahun 1995. Pengalaman dalam pengabdian kepada masyarakat, penulis pernah menjadi Pengurus (Ketua) Koperasi Unit Desa (KUD) di Karawang pada tahun 1986-1991.

Penulis bekerja sebagai dosen Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten dan dipekerjakan di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) sejak tahun 1988 dengan pangkat dan jabatan terakhir Pembina Tk.1/IVb, Lektor Kepala. Dua artikel berjudul Analisis Elemen-elemen Orgaware Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler dan Potensi Kemitraan dalam Budidaya Ternak Ayam Broiler pada PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) telah diterbitkan pada Majalah Ilmiah SOLUSI, serta dua judul artikel lainnya akan segera terbit pada jurnal lainnya. Sebuah artikel lain dengan judul The Feasibility of Self-Supported and Partnership Enterprise in Broiler Industries telah disajikan dan dimuat dalam proceeding dari Konferensi Internasional ke-3 Keberlanjutan dan Kesinambungan Hewan Ternak untuk Negara-negara Berkembang di Thailand. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan tema Manajemen Teknologi dipilih dan dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 yang berjudul Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan terutama kepada komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, sebagai ketua, Dr. Ir. Machfud,M.S, dan Dr. Ir. Asnath M. Fuah, M.S sebagai anggota, sekaligus sebagai dosen penguji dalam ujian lisan prakualifikasi kandidat doktor yang telah banyak meluangkan waktu dan tidak kenal lelah dalam memberi saran dan bimbingan, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran selaku dosen penguji dalam ujian lisan prakualifikasi kandidat doktor sekaligus sebagai ketua Program Studi dan Ibu Prof.Dr.Ir. Ani Suryani,DEA, yang pernah menjabat sebagai sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian Pasca Sarjana IPB. Penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof. Dr. Erika Laconi, Dr. Ir. Sukardi, Dr. Ir. Taufiq, sebagai dosen penguji pada ujian Tertutup, juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S., dan Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.S., sebagai penguji luar pembimbing pada ujian terbuka. Penetapan kelulusan dari beliau-beliaulah sehingga penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi program Doktor (S3) ini, sejak dinyatakan lulus dalam ujian prelim sebelumnya.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jemmi Wijaya dan Bapak Ir. Filhasny Yunus dari PT. Charoen Pokphand, Ltd., Bapak Drh.Darmansyah, Bapak Ir. Parlindungan, Bapak Ir. Suyatno, beserta seluruh staf PT. Sahabat Ternak Abadi (STA), dan kepada dua puluh tujuh peternak plasma sebagai responden yang telah memberi dukungan, kesempatan penelitian, kerjasama yang baik dalam membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Dra. Atiek Nugrohowati, ananda Yanis Rahmasari Putri dan Tantyo Rahmawan, atas kesetiaan dan dukungannya selama ini, serta kepada ayahanda Radi, ibunda Sulasi, ayahanda mertua Slamet Moeasir dan ibunda mertua Soesparti, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak diperlukan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini menjadi sebuah karya yang berharga dan bermanfaat.

Bogor, Oktober 2011 Sulistyo Sidik Purnomo


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 7

Tujuan Penelitian ... 9

Manfaat Penelitian ... 10

Ruang Lingkup Penelitian ... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Teknologi ... Pola Kemitraan dan Manajemen Rantai Pasokan ... Komponen-komponen Teknologi (Technoware, Humanware, Infor-ware, Orgaware) ... 13 16 27 Strategi Bisnis ... 71

Pendekatan Sistem ... 80

Model ………...…………... 82

Model Persamaan Struktural (SEM) …………...……….. 87

Penelitian Terdahulu yang Relevan ... ……...….. 90

3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual ....... 93

Tahapan Penelitian ... 96

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan ...……….. 115

Sistem Kemitraan Pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) Ayam Broiler . 117 Audit Teknologi Perusahaan Inti (STA) dan Perusahaan Penyokong (CPIN) ... 120

Potensi Kemitraan ... 140

Analisis Komponen Teknologi (Technoware, Humanware, Inforware, Orgaware) ...… 145 Analisis Komponen Teknologi Usaha Plasma dalam Satu Kesatuan ... Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging ……….. Sintesis Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler ………. 178 210 226 5 KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan ………...……… 233

Saran ………...………. 235


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.

2.

Daftar Pemeriksaan dalam Model Audit Teknologi/TAM (Khalil 2000) ………. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Industri Alat Transportasi (Womack et al. 1990) ………...

18

26 3. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang

Broiler Bobot Panen Satu sampai dengan Dua kg ………. 37 4. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang

Broiler Bobot Panen Rata-rata di Atas Dua kg………. . 38 5. Program Pencahayaan Kandang Intermitten (terang-gelap)

sampai dengan Umur Ayam 42 hari ………. 38 6. Suhu dan Kelembaban Ruangan Kandang yang Sesuai bagi

Broiler ……… 40

7. Kepadatan Ayam Berdasarkan Bobot Hidup Saat Panen .. 40 8. Konsumsi Air Minum untuk Seribu Ekor Ayam (pada suhu

210C) ………. 42

9. Mutu Air Minum yang dapat Ditolerir bagi Budidaya Broiler . 43 10. Perkembangan Populasi Ayam Broiler Nasional Tahun

2000-2008 ………... 69 11. Populasi Ayam Broiler Nasional Pada Setiap Propinsi …. 70 12. Tujuan, Aktivitas, dan Keluaran Penelitian ……… 96 13. Indikator penerapan teknologi pada usaha ternak ayam broiler

melalui pola kemitraan ………. 103 14.

15.

Peubah Laten, Indikator, Lambang dan Nama Peubah

Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler pada Program LISREL dengan skala pengukurannya ...

Hasil Audit Teknologi Untuk Lingkungan Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………..

108

123


(12)

Halaman 16. 17. 18. 19. 20. 21.

Hasil Audit Teknologi Untuk Kategorisasi Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………. Hasil Audit Teknologi Untuk Pasar dan pesaing PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………. Hasil Audit Teknologi Untuk Inovasi Proses PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ……… Hasil Audit Teknologi Untuk Fungsi Nilai Tambah PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ……… Hasil Audit Teknologi Untuk Akuisisi dan Eksploitasi Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Usaha Ayam

Broiler ………....

128 132 132 134 136 141 22. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware dalam

Pola Usaha Kemitraan ……… 146

23. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen

Technoware ………. 149

24.

25.

Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliharaan Ayam sebanyak 5.000 ekor ……… Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware dalam Pola Usaha Kemitraan ………...

154

160 26. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen

Humanware ……… ………. 161

27. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware dalam

Pola Usaha Kemitraan ……… 168

28. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen

Inforware ……….. 169

29. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Orgaware dalam


(13)

Halaman 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.

Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen

Orgaware ……….……….

Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Peubah Endogen dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ………. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler………. Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliha-raan Ayam sebanyak 5.000 ekor ……… Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler………. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler………. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Orgaware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler………. Kebutuhan Modal Investasi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) ………... Kebutuhan Modal Kerja Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) ……… Perhitungan Laba/Rugi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) ………... Nilai Keuntungan Rata-rata Usaha Ternak Ayam Broiler Pola Mandiri dan Kemitraan Tahun 2004-2008 ………. Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging dari Aspek Finansial ……….. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler ………..

175 181 189 192 194 199 203 212 214 217 220 222 229


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.

2. 3.

Ruang Lingkup Penelitian ………. Struktur Model Audit Teknologi/TAM(Khalil 2000) .... Konsep Sistem Agribisnis Ayam Ras ...

12 17 22 4. 5. 6.

Penyebaran Anak Ayam Akibat Suhu Indukan ……….. Input-output Simulasi Model ... Karangka Pemikiran Diskriptif Model Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler dalam Kemitraan ...

36 86

95 7. Prosedur Penelitian Model Teknologi pada Sistem

Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler ……….. 98 8. Diagram alir analisis model teknologi usaha ternak ayam

broiler melalui kemitraan pola PIR ………. 101

9. Indikator kriteria kinerja usaha dalam kemitraan ... 112 10. Kemitraan Pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR)

Agroindustri Ayam Broiler ………. 118 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Pemetaan Teknologi Usaha Plasma dalam Sistem

Kemitraan Ayam Ras Pedaging (broiler) ……… Struktur Organisasi PT.Sahabat Ternak Abadi (STA) …. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………... …………... Kesenjangan Nilai Penaksiran Rata-rata Terhadap Nilai Harapan dari Ke-enam Kategori Teknologi pada STA dan CPIN (2009) ……… Peta Teknologi Usaha Inti dalam Sistem Kemitraan Ayam Ras Pedaging (broiler) ………. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware dan Kontribusi Pengaruhnya

terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ...…….

121 123 124 137 144 151


(15)

Halaman 17. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor

Kunci Humanware dan Kontribusi Pengaruhnya

terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ……….. 167 18. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor

Kunci Inforware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap

Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ....………. 172 19.

20.

21.

Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Orgaware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ……….. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware, Humanware, Inforware,Orgaware dan Estimasi Pengaruhnya pada Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler ……….. Struktur Model Teknologi Kemitraan/MTK Pola PIR Ayam Broiler ………

176

180


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Formulir Perjanjian Kerjasama Kemitraan PT. Sahabat Ternak

Abadi (STA) ... 248 2. Perhitungan Laba/Rugi Usaha Ternak Broiler Pola Mandiri dan

Kemitraan Tahun 2005-2009 ... 255

3. Daftar Nama Peternak Plasma Terpilih (Responden) ... 265

4. Hasil Analisis Lisrel 8.3 Terhadap Faktor-faktor Kunci Keberhasilan


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut (2010), teknologi terkait erat dengan pembangunan global, yang memiliki manfaat dan risiko yang cukup kompleks. Teknologi mempunyai kekuatan besar dan berfungsi sebagai penggerak (driver) majunya pembangunan ekonomi global. Pada periode pengembangan ekonomi yang pesat saat ini, teknologi telah menjadi aset penting dalam suatu organisasi, terutama di perusahaan, sehingga manajemen teknologi muncul sebagai isu

Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2001) dan Sharif (2006), manajemen teknologi terkait dengan pengelolaan dalam empat komponen teknologi yaitu perangkat keras (technoware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware), disingkat THIO. Komponen technoware adalah komponen teknologi atau fasilitas fisik yang memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional transformasi dalam proses input menjadi produk baru atau obyek. Komponen humanware

adalah komponen teknologi yang memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi. Komponen inforware adalah komponen teknologi, berwujud dokumen ilmu pengetahuan atau fakta yang mempercepat proses pembelajaran, mempersingkat waktu operasional, dan penghematan sumber daya. Komponen orgaware adalah komponen teknologi penting dalam pengelolaan perusahaan.


(18)

(berwujud kerangka kerja organisasi) yang mengkoordinasikan semua aktifitas produksi dan prosedur di suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penerapan teknologi yang tepat diperlukan untuk membantu meningkatkan keberhasilan usaha. Ke-empat komponen teknologi (THIO) saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kecanggihan technoware perusahaan dapat terwujud jika didukung tingkat kemampuan humanware yang tinggi, sedangkan kecanggihan

orgaware dapat terwujud jika didukung tingkat kemampuan humanware dan

inforware yang tinggi. Dengan demikian kombinasi yang tepat dari keempat komponen teknologi tersebut diperlukan dalam penerapannya.

Bidang peternakan, khususnya unggas, mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan. Salah satu komoditas yang dihasilkan usaha perunggasan adalah daging, yang merupakan sumber protein hewani utama, disamping susu dan telur. Sumber protein hewani berhubungan dengan kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan menjaga sel darah merah tidak mudah pecah (Daryanto 2009). Tingkat konsumsi sumber protein hewani oleh masyarakat merupakan salah satu faktor penentu mutu pangannya.

Terdapat hubungan yang erat antara konsumsi protein hewani dan mutu sumber daya manusia. Mutu sumberdaya manusia yang dicirikan oleh tingkat harapan hidupnya, ditentukan oleh mutu pangan yang dikonsumsinya. Mutu pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini menyebabkan Indonesia berada di posisi 111 dari 181 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan indeks 0,734. Jika


(19)

dibandingkan dengan indeks tahun 2006, mengalami kenaikan adalah 0,005, tetapi masih lebih rendah dari Filipina di posisi ke-106 dengan indeks 0,751 (UNDP 2009).

Untuk meningkatkan mutu pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, peningkatan konsumsi protein melalui konsumsi daging oleh masyarakat merupakan hal penting dalam rangka peningkatan mutu sumberdaya manusia (Daryanto 2009). Tingkat konsumsi daging oleh masyarakat umumnya berkorelasi positif terhadap Gross Domestic Product (GDP) per kapita. Semakin tinggi GDP per kapita, tingkat konsumsi daging oleh masyarakat yang bersangkutan semakin tinggi. Menurut data Food Agriculture Organization/FAO (2006), rata-rata konsumsi daging penduduk Indonesia adalah 4,5 kg/kapita/tahun, Malaysia (38,5), Thailand (14), Filipina (8,5), dan Singapura (28) (Daryanto 2009). Menurut UNCTAD (2008), GDP per kapita di Asia (termasuk Indonesia) mengalami pertumbuhan rata-rata 6,2 persen per tahun sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Bila diasumsikan bahwa peningkatan GDP akan meningkatkan daya beli dan konsumsi daging, maka pertumbuhan GDP akan meningkatkan konsumsi daging penduduk Indonesia.

Berdasarkan laporan BPS (2009) dan Daryanto (2009), pada tahun 2007, sub sektor peternakan memberikan kontribusi cukup nyata, yakni 4,51% dari sumbangan sektor pertanian sebesar 4,3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, sektor peternakan menjadi salah satu sektor yang perlu ditingkatkan peranannya dalam perekonomian nasional, melalui pengembangan industri peternakan, khususnya budidaya ayam broiler.


(20)

Namun, kebutuhan daging unggas dengan mutu tinggi belum dapat dipenuhi, disebabkan beberapa kendala yang dialami oleh peternak, antara lain : 1) Skala usaha umumnya kecil dengan kapasitas pemeliharaan rata-rata 5.000 ekor per siklus produksi per peternak; 2) Skala usaha kecil (termasuk di dalamnya peternakan rakyat) umumnya didukung sumberdaya manusia dengan keterampilan rendah; 3) Keterbatasan dalam permodalan, penguasaan teknologi, manajemen, pemasaran hasil, dan akses terhadap pelayanan pendukung (Hafsah 2000; Sumardjo et al. 2004). Dampak dari kendala yang dihadapi adalah munculnya ancaman-ancaman berupa penyakit, fluktuasi harga produk, fluktuasi harga sarana produksi, ketidak pastian pasar, keuntungan yang belum optimal, dan hal-hal lain yang kurang menguntungkan bagi usaha.

Kondisi tersebut mengakibatkan mutu dan kuantitas pasokan ayam broiler

berfluktuatif, serta kontinuitas pasokan tidak dapat dijamin. Bahkan, ekspor daging ayam dalam bentuk segar beku oleh Indonesia ke negara lain seperti Jepang sempat terhenti pada tahun 2004 karena adanya wabah Avian Influenza

(AI), dan baru dapat dibuka kembali setelah beberapa persyaratan dan prosedur tertentu dipenuhi (Deptan 2006). Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanganan secara seksama dan terus menerus perlu dilakukan terhadap ancaman wabah AI dan penyakit lainnya melalui penerapan sistem biosekuriti yang ketat mulai dari pembibitan, penetasan, kandang, pabrik pakan dan tempat pemotongan ayam. Disamping hal tersebut, upaya-upaya pengembangan agroindustri ayam ras pedaging perlu diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan keberlanjutan usaha (Hasyim et al. 2005).


(21)

Tantangan pengembangan agroindustri ayam broiler semakin besar pada era globalisasi saat ini yang meliputi : 1) produksi yang kompetitif, 2) globalisasi nilai sosial dan humanisasi pasar, dan 3) perubahan fundamental preferensi konsumen (Saragih 1998; Sumardjo et al. 2004). Menurut UNCTAD (1997), untuk mencapai keberhasilan dalam pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha-usaha ekspor daging unggas di negara-negara berkembang diperlukan sistem yang cocok, yaitu integrasi vertikal yang diartikan sebagai suatu usaha pola kemitraan antara usaha hulu sampai hilir. Melalui sistem tersebut diharapkan dapat menghasilkan produk berupa daging yang bermutu baik secara konsisten karena dalam sistem tersebut terdapat proses alih teknologi dari perusahaan mitra kepada peternak plasma. Keberhasilan tersebut juga ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah dan hasil-hasil pertaniannya untuk diproses menjadi produk konsumsi yang beragam dan dapat memenuhi selera konsumen. Hal tersebut hampir selalu melibatkan para

agrotechnopreneur dalam pemanfaatan kemampuan dan kapasitas teknologi di bidang agribisnis dan agroindustri (Gumbira-Sa’id 2009).

Usaha yang menerapkan pola kemitraan secara efektif akan berhasil apabila kemitraan tersebut didasarkan pada prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hak dan kewajiban para pihak yang bermitra harus dilaksanakan secara konsisten (Gumbira-Sa’id 2001).

Sistem kemitraan ayam broiler pola PIR, melibatkan para pihak. Pihak yang terlibat langsung yakni perusahaan inti sebagai penanggung-jawab utama, dan peternak plasma sebagai anggotanya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan


(22)

yang dimiliki dan posisi teknologi yang diterapkan oleh perusahaan inti dan perusahaan penyokong perlu dilakukan audit teknologi terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan demikian, informasi yang diperoleh dapat memperkuat asumsi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut berkemampuan tinggi untuk melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai perusahaan inti dan perusahaan penyokong.

Salah satu perusahaan di Indonesia yang telah berhasil mengembangkan peternakan ayam pedaging terpadu adalah Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) yang berdiri tahun 1972. Sejak tahun 1997, CPIN mengembangkan usahanya pada sektor pengolahan daging unggas. Berdasarkan Laporan Tahunan CPIN (2009), produksi pakan dan day old chick (DOC) merupakan produk utama CPIN disamping ayam olahan. Penguasaan pasar dalam negeri adalah 39% untuk pakan dan 37% untuk DOC, menjadikan CPIN sebagai pemimpin pasar sejak tahun 1990-an di Indonesia. Kedua produk tersebut merupakan sarana produksi utama dalam usaha ternak ayam broiler. Keberhasilan usaha CPIN dalam produksi pakan ternak dan DOC tersebut, didukung adanya sistem kemitraan khususnya ayam broiler pola PIR. CPIN bermitra usaha dengan STA (PT. Sahabat Ternak Abadi), yaitu salah satu perusahaan perunggasan di Indonesia yang menjalankan bisnisnya melalui sistem kemitraan pola PIR. Dalam sistem kemitraan tersebut, STA bertindak sebagai perusahaan inti dan CPIN sebagai perusahaan penyokong sarana produksi ternaknya (sapronak/pakan dan DOC).

Untuk mendapatkan informasi tingkat teknologi usaha yang tepat untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam bermitra, maka perlu dilakukan kajian


(23)

yang mendalam tentang beberapa komponen teknologi yang terdiri dari komponen technoware, humanware, inforware, dan orgaware/ THIO pada peternak plasma. Jika model teknologi tersebut dapat diwujudkan, maka dapat membantu perusahaan mitra dalam membina peternak plasmanya untuk lebih berhasil.

B. Permasalahan

Kinerja sektor pertanian pada tahun 2007 meningkat cukup tajam sebesar 4,3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan dua tahun sebelumnya yang hanya 0,12% dan 0,56% (Daryanto 2009). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Melalui program-program yang difokuskan pada pemenuhan konsumsi daging oleh masyarakat. Tantangan yang dihadapi adalah masih rendahnya konsumsi daging penduduk Indonesia yaitu 4,5 kg/kap/tahun, lebih rendah jika dibandingkan Negara-negara Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura. Tingkat konsumsi daging yang rendah tersebut berkaitan erat dengan tingkat PDB yang relatif masih rendah (FAO 2006, diacu dalam Daryanto 2009).

Seiring dengan pertumbuhan PDB sebesar 6,5% pada tahun 2008 dan pentingnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB, terdapat peluang besar untuk membangun agroindustri yang lebih berhasil. Berdasarkan pertimbangan bahwa potensi agroindustri khususnya yang berbasis ternak ayam broiler cukup besar dalam perekonomian nasional, pengembangan bisnis dengan sistem yang


(24)

tepat perlu dilakukan. Menurut UNCTAD (1997) dan Soemardjo et al. (2004), sistem agribisnis yang cocok adalah integrasi vertikal atau koordinasi vertikal.

Koordinasi vertikal pada usaha ternak broiler melibatkan beberapa lembaga yang berkaitan secara vertikal dan memberikan sumbangan dalam proses produksi, yakni perusahaan pembibitan dan penetasan, pabrik pakan ternak, perusahaan obat hewan, peternak, perusahaan pemotongan ayam (Rumah Potong Ayam disingkat RPA), perusahaan pengolahan dan pemasarannya (USDA 2003; Sumardjo et al. 2004). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai tingkat risiko kegagalan yang berbeda, dan risiko kegagalan yang paling tinggi dialami oleh peternak. Sebagai penghasil ayam pedaging hidup, beberapa kendala ataupun kelemahan yang dialami terdiri dari kasus penyakit, lemahnya permodalan dan rendahnya keterampilan peternak termasuk teknologi sebagaimana yang dilaporkan oleh Santosa (2009). Pada usaha ayam broiler sistem kemitraan dengan pola PIR, diharapkan terjadi transfer teknologi, aliran modal kerja, dan transfer keterampilan manajemen dari perusahaan ke peternakan rakyat, sehingga usaha lebih berhasil.

Menurut Hafsah (2000), potensi keberhasilan dalam kemitraan cukup menjanjikan dengan syarat pengusaha kecil yang bermitra dengan pengusaha besar mampu untuk saling mengisi dan berkomitmen, sehingga terjalin kemitraan yang berkelanjutan. Pola kemitraan jangka pendek memerlukan strategi agar dapat diarahkan mencapai pola kemitraan jangka panjang sehingga dapat member keuntungan pada pihak yang bermitra terutama dalam hal peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha. Kinerja kemitraan dapat dicapai dengan


(25)

menggunakan suatu metode yang dirancang dan disepakati oleh pihak yang bermitra.

Dalam usaha peternakan, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan termasuk variabel-variabel penentu yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu pada tahap perencanaan usaha pola kemitraan dengan sasaran keberhasilan jangka pendek maupun jangka panjang dibutuhkan informasi tentang variabel-variabel kunci penentu keberhasilan. Sampai saat ini informasi tentang variabel-variabel kunci bagi perusahaan mitra dan peternak belum tersedia, termasuk kriteria-kriteria kinerja kemitraan usaha secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi variabel-variabel kunci dari teknologi yang terdiri dari empat komponen THIO pada usaha ternak ayam broiler plasma. Hasil yang diperoleh merupakan informasi yang berguna untuk perancangan model teknologi pada usaha ternak plasma dalam sistem kemitraan.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan suatu model teknologi yang melibatkan faktor-faktor penentu dalam usaha pola kemitraan ayam ras pedaging sehingga dapat memberikan solusi optimal dalam implementasi kemitraan agroindustri ayam ras pedaging (broiler). Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Melakukan audit teknologi untuk mendapatkan informasi posisi teknologi yang dimiliki suatu Perusahaan-Inti dalam sistem kemitraan ayam broiler


(26)

2. Menemukan variabel-variabel kunci keberhasilan usaha plasma dalam sistem kemitraan ayam broiler pola Perusahaan-Inti Rakyat (PIR) pada masing-masing komponen teknologi, meliputi : technoware, humanware, inforware,

dan orgaware.

3. Mengetahui tingkat kelayakan usaha dari segi finansial pada peternak plasma dalam sistem kemitraan ayam broiler pola Perusahaan-Inti Rakyat (PIR). 4. Melakukan sintesis model teknologi pada sistem kemitraan pola PIR ayam

broiler.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan rujukan ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam usaha budidaya ayam ras pedaging melalui pola kemitraan.

2. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran tentang usaha pengem-bangan kemitraan agroindustri berbasis ternak ayam ras pedaging (broiler). 3. Manajemen teknologi yang dikembangkan diharapkan dapat membantu dalam

penyusunan rencana kemitraan oleh perusahaan inti agroindustri berbasis ternak ayam ras pedaging (broiler).

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan informasi secara menyeluruh, serta terpadu tentang faktor-faktor penentu keberhasilan usaha ternak plasma dalam kemitraan industri ternak ayam ras pedaging (broiler) yang berkategori berhasil.


(27)

2. Audit teknologi terhadap perusahaan inti dan perusahaan penyokongnya yang dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut berkemampuan tinggi dalam perannya sebagai perusahaan inti pada kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR).

3. Analisa dibatasi pada pengembangan industri peternakan berbasis ayam ras pedaging (broiler) yang terkait dengan peternakan rakyat melalui kemitraan inti-plasma.

Ruang lingkup penelitian di atas diilustrasikan dalam bagan alur berdasarkan komponen masukan, proses, sasaran, dan keluaran (Gambar 1). Daftar pertanyaan dibuat terdiri dari tiga bagian sesuai dengan peruntukannya yaitu : 1) Audit teknologi, 2) Potensi kemitraan, dan 3) Variabel-variabel kunci. Daftar pertanyaan untuk audit teknologi didasarkan pada wilayah penaksiran sesuai Technology Audit Model/TAM (Khalil 2000) terhadap teknologi yang dimiliki perusahaan inti, meliputi technoware, humanware, inforware, dan orgaware (THIO). Daftar pertanyaan untuk mengukur potensi kemitraan didasarkan pada metode Womack et al. (1990), dan daftar pertanyaan terhadap peternak plasma didasarkan dari faktor-faktor penentu keberhasilan usaha terhadap peternak plasma dalam kemitraan industri ternak ayam ras pedaging (broiler) yang berkategori berhasil dan dianalisis dengan metode Structural Equation Modelling (SEM).

Data hasil survei lapangan tersebut dikelompokkan sebagai masukan. Proses pengolahan data mencakup audit teknologi perusahaan inti, analisis potensi kemitraan, analisis pengaruh faktor-faktor penentu keberhasilan kemitraan, dan analisis finansial usaha plasma (Gambar 1). Keluaran dari proses tersebut adalah


(28)

informasi posisi teknologi perusahaan inti dengan kemampuan yang handal untuk melaksanakan kewajibannya sebagai perusahaan inti, kemitraan dengan kategori baik, model teknologi usaha plasma dengan kandungan variabel-variabel kunci yang berpengaruh kuat terhadap keberhasilan, dan usaha plasma ternak broiler yang layak secara finansial seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.

Masukan

Metode

Keluaran

-Posisi teknologi di perusahaan inti -Penerapan

manajemen teknologi meliputi technoware, humanware,

inforware, dan

orgaware (THIO) -Administrasi

keuangan usaha ternak plasma ayam

broiler yang berhasil pada pola PIR

Gambar 1. Ruang Lingkup Penelitian Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler

Sasaran -Kemampuan yang handal perusahaan inti -Kemitraan dengan kategori baik -Model teknologi usaha plasma dengan kandung-an faktor-faktor kunci berpengaruh kuat -Usaha plasma

ternak broiler

yang layak secara finansial -Audit teknologi perusahaan inti -Analisis potensi kemitraan -Analisis pengaruh faktor penentu keberhasilan dan struktural variabel laten -Analisis Finansial -Survei lapangan terhadap usaha plasma ayam

broiler yang berhasil pada pola PIR

-Metode Structural Equation

Modelling (SEM) - Faktor-faktor kunci keberhasilan usaha plasma ternak

broiler pola PIR


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Teknologi

Definisi umum teknologi adalah segala daya dan upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia berdasarkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan manusia melalui rancang bangun suatu produk dan proses yang baru, atau pencarian ilmu yang baru, sehingga tercapai taraf hidup yang lebih baik. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh besar terhadap manajemen operasi, dan penerapannya memerlukan pengetahuan tentang manajemen teknologi (Handoko 2000; Gumbira-Sa’id et al. 2001).

Terdapat dua kategori umum mengenai teknologi, yaitu 1) teknologi keras, meliputi ilmu pengetahuan alam, rekayasa teknik, dan matematika; 2) teknologi lunak, meliputi ilmu dan proses bisnis yang mengarah kepada produk-produk yang layak jual. Pengembangan teknologi dalam bidang agribisnis harus dilaksanakan selaras antara empat komponen teknologi (THIO) dan kondisi budaya masyarakat Indonesia (Gumbira-Sa’id 2001). Menurut Gaynor (1991), manajemen teknologi merupakan keterkaitan antara perekayasaan, ilmu pengetahuan, dan manajemen perencanaan, pengembangan, dan penerapan teknologi yang handal untuk membentuk dan menyempurnakan strategi dan tujuan operasi organisasi. THIO berinteraksi secara dinamis dan simultan dalam rangka keberhasilan kinerja perusahaan. Mengabaikan salah satu komponen akan


(30)

melemahkan kemampuan perusahaan dalam persaingan bisnis. Kombinasi komponen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan berbeda tergantung jenis produksi dan jasanya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan teknologi (THIO) yang tepat (Gumbira-Sa’id et al. 2001).

Menurut Khalil (2000), analisis kekuatan dan kelemahan suatu teknologi yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau pemeriksaan teknologi perlu dilakukan untuk membantu mengetahui posisi teknologi perusahaan dalam persaingannya. Analisis tersebut meliputi teknologi produk, teknologi produksi, teknologi jasa, dan teknologi pemasaran. Selain itu, secara umum tujuan pelaksanaan audit teknologi adalah untuk memanfaatkan secara maksimal penggunaan teknologi serta mengurangi dampak negatifnya (Djajadiningrat et al. 2007).

Garcia-Arreola (1996), diacu dalam Khalil (2000), mengembangkan model audit teknologi (TAM) yang mencakup wilayah penting yang harus dipertimbangkan dalam audit teknologi

1. Lingkungan teknologi. Strategi yang berhasil biasanya diterapkan dalam lingkungan yang memelihara kelompok kerja, kreativitas, dan fleksibilitas. . Tujuan TAM adalah : 1) untuk menetapkan status teknologi, 2) untuk mengoptimalkan peluang yang dimiliki,

dan 3) untuk memperoleh kapabilitas perusahaan yang lebih kuat. TAM terdiri dari tiga tingkat model, dengan masing-masing tingkat berisi fungsi yang lebih khusus. Tingkat pertama terdiri dari enam kategori. Pada tingkat kedua terdapat dua puluh wilayah penilaian, sedangkan pada tingkat ketiga (terakhir) terdapat empat puluh tiga elemen penilaian. Model TAM (Garcia-Arreola 1996, diacu dalam Khalil 2000), berbasis pada enam kategori seperti diuraikan di bawah ini :


(31)

Faktor-faktor lingkungan bisnis yang diuji termasuk kepemimpinan, adopsi strategi, struktur organisasi, budaya teknologi, dan manajemen sumber daya manusia.

2. Kategorisasi teknologi. Hal yang penting untuk dievaluasi adalah tingkat pengetahuan perusahaan dan apresiasi teknologinya, yaitu teknologi canggih, dan teknologi yang inovatif (baru).

3. Pasar dan pesaing. Hubungan antara pemasok, saluran distribusi,

pelanggan, dan pesaing dapat berubah dengan kreasi dan adopsi teknologi baru. Keputusan bisnis mencakup harga, seleksi saluran distribusi, kedudukan produk, dan lain-lain.

4. Proses inovasi. Inovasi yang terjadi memberikan kondisi yang lebih layak bagi perusahaan. Keputusan bisnis dalam area ini adalah alokasi sumber daya, sistem penggajian, waktu pelepasan produk, dan lain-lain.

5. Fungsi nilai tambah. Teknologi yang dibawa ke pasar melalui aktivitas rantai nilai tambah yang menambah nilai produk akhir, seperti penelitian dan pengembangan, pabrik, penjualan, dan distribusi. Mutu dan fleksibilitas diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar. Evaluasi keputusan bisnis dalam area ini termasuk tinjauan investasi modal, mekanisme pembuatan kebijaksanaan, struktur organisasi, pembiayaan, metodologis, dan lain-lain. 6. Akuisisi dan eksploitasi teknologi. Keefektifan teknologi tergantung pada

keberhasilan dalam penerapannya. Keputusan bisnis untuk akuisisi dan eksploitasi teknologi berpatokan pada keberhasilan organisasi, yang mencakup modal investasi, seleksi pasangan aliansi, dan sebagainya.


(32)

Pada Gambar 2 diperlihatkan struktur TAM yang berisi kategori, wilayah penilaian, dan elemen-elemen penilaian. Audit teknologi berdasarkan keenam kategori yang terindikasi tersebut di atas akan sangat kompleks prosesnya. Daftar pemeriksaan pada Tabel 1 dapat membantu auditor melalui proses TAM. Pada setiap elemen dibuat pertanyaan dengan penilaian secara kuantitatif berskala lima, dari sangat baik sampai dengan rendah. Skala 5 adalah sangat baik, 4 baik, 3 rata-rata, 2 di bawah rata-rata, 1 rendah. Nilai secara keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan seluruh nilai dari masing-masing elemen. Audit teknologi diulang secara periodik, minimal sekali dalam setahun tergantung pada perencanaannya. Jika hasil audit tidak memuaskan, maka perusahaan yang diaudit tersebut disarankan untuk mengubah strategi kegiatannya.

B. Pola Kemitraan dan Manajemen Rantai Pasokan

Strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan membesarkan dinamakan kemitraan (Hafsah 2000). Menurut David (2002), kemitraan atau konsorsium sementara terbentuk dari adanya usaha patungan (joint venture) dua perusahaan atau lebih dengan tujuan kapitalisasi atau pemanfaatan beberapa peluang. Kemitraan terdiri dari organisasi yang terpisah dengan penguasaan modal dalam bentuk yang baru.


(33)

1.0 Lingkungan Teknologi

2.0 Kategorisasi Teknologi

3.0 Pesaing dan Pasar

4.0 Proses Inovasi 5.0 VAFS 6.0 TAEP

1.1 Pimpinan Ekskutif

- teknologi sebagai prioritas

- keterlibatan manajer

1.2 Strategi Teknologi

- Strategi Corporate - Tujuan

- Deployment

- Pembelajaran Organisasi - Komunikasi

- Perubahan manajemen

- Perekrutan - Pelatihan

2.1 Teknologi Produk

- Teknologi Internal - Teknologi Eksternal - Teknologi Dasar - KecenderunganTeknologi

2.2 Teknologi Proses

- Tekmologi Internal - Teknologi Eksternal - Teknologi Dasar - KecenderunganTeknologi

2.3 Teknologi Pemasaran

- Inovasi Pemasaran - Konsep

Produk-J

3.1 Kebutuhan Pasar

- Penaksiran Pasar - Teknologi Pemasaran

3.2 Kesiapan Pesaing

- Penaksiran Pesaing - Benchmarking 4.1 Gerakan Ide - Intrapreneurship - Entrepreneurship 4.2 Penggerak Teknologi

- Ilmu Pendorong - Pasar Penarik

4.3 Konsep Pasar

- Waktu Impas dan biaya impas

5.1 R dan D

- Tim

- Portofolio Jastifikasi - Analisis Berhasil/

Bangkrut

5.2 Operasional Teknologi

- Kemajuan Proses

5.3 Teknologi Peduli Lingkungan

- Produk hijau - Analisis penjualan

Produk

6.1 Akuisisi

- Metode akuisisi - Modal Investasi

6.2 Transfer Teknologi

- Prosedur Transfer - Transfer Tenaga

Kerja 6.3 Eksploitasi untuk Laba 6.4 Proteksi Teknologi 1.4 Budaya Teknologi

1.5 Tenaga Kerja 1.3 Struktur

Organisasi

- Bagan Organisasi - Kelompok kerja

Keterangan :

VAFs : Value Added Functions

TAEP : Technology Acquisition and Exploitation


(34)

Tabel 1. Daftar Pemeriksaan dalam Model Audit Teknologi/TAM(Khalil 2000)

Wilayah Penaksiran Elemen Peringkatan 1.1 Orientasi dan

Kepemimpinan puncak

1. Lingkungan Teknologi

-Teknologi merupakan prioritas utama dalam strategi bisnis.

-Keterlibatan manajer dalam budaya teknologi perusahaan.

Rendah Baik Sekali 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1.2 Strategi

teknologi

- Strategi perusahaan dalam pencapaian visi perusahaan.

1 2 3 4 5 -Tujuan dengan kemantapan standar teknologi 1 2 3 4 5

-Deployment : komunikasi dalam organisasi. 1 2 3 4 5 1.3 Struktur

Organisasi

- kejelasan bagan organisasi. 1 2 3 4 5 - kemandirian kelompok kerja. 1 2 3 4 5 1.4 Kemajuan

budaya teknologi

- Budaya sebagai faktor strategis 1 2 3 4 5 - Pembelajaran organisasi 1 2 3 4 5 - Kebebasan komunikasi dalam organisasi 1 2 3 4 5 1.5 Manusia

(tenaga kerja)

- Keefektifan perubahan manajemen. 1 2 3 4 5 - Perekrutantenaga kerja baru 1 2 3 4 5 - Pelatihan tenaga kerja. 1 2 3 4 5 - Empowerment : keterlibatan tenaga kerja 1 2 3 4 5 - Sistem penggajian 1 2 3 4 5

2. Kategrisasi Teknologi

2.1 Teknologi jasa/produk

- Teknologi internal kekuatan/ keberaniannya. 1 2 3 4 5 -Teknologi eksternal strategis 1 2 3 4 5 - Teknologi dasar dalam posisi persaingan 1 2 3 4 5 - Trends teknologi kompetensi utama 1 2 3 4 5 2.2 Teknologi

proses

-Teknologi internal untuk proses 1 2 3 4 5 -Teknologi eksternal untuk proses 1 2 3 4 5

-Penaksiran teknologi dasar 1 2 3 4 5 -Trends teknologi proses kunci produk utama 1 2 3 4 5 2.3 Teknologi

dalam pemasaran

-Inovasi pemasaran yang agresif 1 2 3 4 5 -Konsep produk-jasa kepuasan pelanggan. 1 2 3 4 5

3. Pasar dan pesaing

3.1 Keperluan pasar

- Sistem penaksiran pasar 1 2 3 4 5 -Teknologi pemasaran 1 2 3 4 5 3.2 Status pesaing - Penaksiran pesaing secara periodik 1 2 3 4 5 - Benchmarking proses-proses internal 1 2 3 4 5

4. Inovasi proses

4.1 Generasi ide - Intrapreneurship seluruh tingkat organisasi 1 2 3 4 5 -Enterpreneurship konsisten dengan strategi. 1 2 3 4 5 4.2 Penggerak

teknologi

- Ilmu pengetahuan pendorong 1 2 3 4 5 - Pasar penarik dari kesenjangan dan peluang

pasar

1 2 3 4 5 4.3 Konsep untuk

pasar

- Waktu impas dan biaya impas sesuai pasar 1 2 3 4 5

5. Fungsi nilai tambah


(35)

Tabel 1. Daftar Pemeriksaan dalam Audit TAM(Khalil 2000) (lanjutan)

Wilayah Penaksiran Elemen Peringkatan 5.2 Operasi - Perbaikan variabel penting dari proses 1 2 3 4 5 5.3 Teknologi

peduli lingkungan

- Proses dan produk hijau 1 2 3 4 5 - Analisis siklus hidup produk 1 2 3 4 5

6. Akuisisi dan eksploitasi

teknologi

6.1 Akuisisi Teknologi

- Metode akuisisi 1 2 3 4 5 - Ketepatan modal investasi 1 2 3 4 5 6.2 Transfer

teknologi

- Prosedur transfer 1 2 3 4 5 - Transfer tenaga kerja 1 2 3 4 5 6.3 Eksploitasi

untuk keuntungan

- Eksploitasi untuk keuntungan sesuai strategi

teknologi dan klasifikasi teknologi 1 2 3 4 5 6.4 Proteksi -Proteksi inovasi proses 1 2 3 4 5

Menurut Hunger dan Wheelen (2001), usaha patungan dari dua atau lebih organisasi secara terpisah adalah untuk tujuan-tujuan strategis berikut: 1) menciptakan kesatuan bisnis yang independen dan mengalokasi kepemilikan; 2) tanggungjawab operasional; 3) tanggungjawab atas risiko yang timbul; dan 4) imbalan finansial bagi tiap-tiap anggota, disertai perlindungan otonominya. Usaha patungan memberikan cara sementara untuk menggabungkan kekuatan-kekuatan mitra kerja sehingga dapat dicapai hasil bernilai lebih tinggi bagi kedua belah pihak.

Perencanaan pengembangan agroindustri berbasis ayam broiler yang berdaya saing di pasar global memerlukan koordinasi vertikal antar setiap tingkatan usaha di sepanjang rantai agroindustri ayam broiler. Melalui koordinasi vertikal setiap tantangan yang mungkin timbul, antara lain sebagai akibat dari fluktuasi harga bahan baku dan harga daging ayam di pasaran, maka keberlanjutan pasokan, jumlah pasokan, mutu produk, dan keterbatasan permodalan, dapat diatasi dengan baik. Selain itu, biaya transaksi dapat


(36)

dikurangi, dan biaya produksi ternak, serta harga produk olahan lebih rendah (USDA 2003).

Koordinasi vertikal tersebut akan membentuk manajemen rantai pasokan (supply chain management atau SCM) ayam broiler, didefinisikan sebagai konsepsi manajemen yang secara terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang memiliki kompetensi baik dari dalam maupun luar perusahaan untuk digabungkan menjadi satu rantai pasokan. Tujuannya adalah untuk memasuki sistem pasokan yang berdaya saing tinggi dan memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa dan informasi. Dengan demikian tercipta sumber nilai pelanggan yang bersifat spesifik (Miranda & Widjaja-Tunggal 2003).

Jaringan manajemen rantai pasokan melibatkan banyak perusahaan yang bersifat independen, namun sepakat untuk bekerja sama jangka panjang tanpa harus bersaing secara tidak sehat, sebagai dasar pengembangan keunggulan kompetitif kelompok. Pendekatannya ditekankan pada pengembangan kepercayaan, informasi dan minat bersama antar anggota kelompok (Gattorna & Walters 1996, diacu dalam Herman 2002). Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam SCM diharapkan dapat memperoleh manfaat nilai tambah secara adil sebagai akibat kegiatan bisnis melalui kemitraan tersebut. Definisi nilai tambah produk menurut Gumbira-Sa’id dan Intan (2000), adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah input pertanian menjadi produk pertanian, atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi


(37)

dalam bisnis dan tahap berikutnya identifikasi lokasi yang tepat agar setiap pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Menurut Lee

et al. (2011), pembaharuan teknologi informasi merupakan hal penting untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan rantai pasokan, namun tidak selalu diadopsi oleh para pihak yang bekerjasama, tergantung tingkat pengaruh keamanan terhadap efisiensi. Jika keamanan tidak cukup kuat pengaruhnya terhadap peningkatan efisiensi, kendala yang mungkin timbul adalah insentif yang tidak cukup untuk berinvestasi, sehingga diperlukan sekurang-kurangnya satu stakeholder

Ditinjau dari aspek sistem, agribisnis terdiri dari beberapa subsistem antara lain : 1) Subsistem Pengadaan dan penyaluran sarana produksi, 2) Subsistem produksi primer, 3) Subsistem pengolahan, 4) Sub-sistem pemasaran dan dilengkapi lembaga penunjang (Gumbira-Sa’id dan Intan 2001). Peternakan ayam ras sebagai suatu sistem agribisnis meliputi industri hulu hingga ke hilir. Agroindustri hulu peternakan berfungsi untuk memasok sarana produksi dalam budidaya ternak, yakni industri pembibitan, industri pakan, industri obat-obatan/vaksin, dan industri peralatan peternakan, serta kegiatan perdagangannya. Kegiatan agroindustri hilir adalah kegiatan pengolahan hasil ayam ras, beserta kegiatan perdagangannya. Gambar 3 memperlihatkan hubungan antar komponen dalam konsep sistem agribisnis ayam ras (Saragih 1998).

berinvestasi. Namun, jika keamanan cukup kuat pengaruhnya, sanksi terhadap pelanggaran keamanan akan lebih efektif tanpa pengadaan teknologi baru untuk mengendalikan ketidakpastian akibat intervensi eksternal.


(38)

Kemitraan memiliki ciri dan karakteristik dasar yang berbeda berdasarkan jenis dan ukuran bisnis yang dikelola. Faktor-faktor kunci dalam kemitraan adalah : 1) Perpaduan antara berbagai pihak yang bermitra dengan proses-proses pasokan pelanggan; 2) Tingkat kerjasama yang tinggi di antara pihak yang bermitra; 3) Keterlibatan para pihak yang bermitra dalam tahap awal proyek; 4) Hubungan yang luas dari setiap pihak yang bermitra dengan para pelanggan yang berbeda; dan 5) Hubungan jangka panjang antara produsen dalam kemitraan dengan para pelanggan (Hermawati et al. 2002).

Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan para pihak terhadap pelaksanaan kegiatan dan etika bisnis (Hafsah 2000). Menurut Mariotti (1993) yang diacu Hafsah (2000), terdapat enam dasar etika bisnis

Subsistem agribisnis hulu ayam ras (produksi dan penyaluran sapronak) - Industri pembibitan - Industri pakan - Industri obat-obatan/

vaksin

- Industri peralatan

Subsistem agribisnis budidaya ayam ras

Usaha ternak ayam ras

Subsistem agribisnis hilir ayam ras

- Industri pengolahan - Kegiatan perdagangan

Gambar 3. Konsep Sistem Agribisnis Ayam Ras (Saragih 1998)

Subsistem jasa penunjang agribisnis

ayam ras - Transportasi - Perkreditan - Asuransi - Penelitian dan

pengembangan - Kebijakan Pemerintah


(39)

yang terbuka; 4) Adil; 5) Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra; dan 6) Keseimbangan antara insentif dan risiko. Jika enam dasar etika bisnis tersebut dapat dilaksanakan dalam kemitraan, maka keberhasilan dalam bermitra akan dapat dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Kemitraan dapat dikembangkan secara lebih luas dan berhasil, sesuai kriteria-kriteria yang disarankan oleh Gattorna dan Walters (1996) dalam Herman (2002), sebagai unsur penting dalam hubungan antar organisasi, meliputi hal-hal berikut :

1) Keunggulan individu : setiap mitra harus mempunyai kemampuan untuk dapat berkontribusi pada nilai hubungan dalam kemitraan.

2) Kepentingan : hubungan antar mitra harus sesuai dengan tujuan strategis setiap mitra.

3) Saling ketergantungan : harus ada kebutuhan dari setiap anggota kemitraan terhadap mitra lainnya. Secara ideal masing-masing sebaiknya mempunyai aset dan keahlian yang bersifat komplementer.

4) Penanaman modal : apabila masing-masing anggota menanam modal di perusahaan mitranya, maka diperlukan komitmen jangka panjang.

5) Informasi : informasi bersama merupakan bagian penting dari berhasil suatu kemitraan. Informasi meliputi tujuan spesifik dan individual, data teknis, data kinerja dan informasi tentang perubahan lingkungan.

6) Integrasi : setiap mitra mengembangkan hubungan dan fasilitas untuk mempermudah kerjasama, pada berbagai tingkatan organisasi sesuai keperluan.


(40)

7) Institusionalisasi : hubungan diformalkan dengan tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan yang jelas.

8) Integritas : setiap anggota harus memperlakukan mitranya dengan saling menghargai, jujur, dan saling mempercayai.

Menurut Gumbira-Sa’id (2001), prinsip-prinsip kemitraan sebagai pedoman dalam pembentukan dan operasi kemitraan, adalah : 1) saling ketergantungan dan saling membutuhkan; 2) saling menguntungkan antar para partisipan kemitraan; 3) transparansi; 4) kemitraan dibentuk berdasarkan perjanjian dan kesepakatan bersama dari semua partisipan; 5) alih pengetahuan dan pengalaman terutama untuk pembinaan; 6) pertukaran informasi; 7) berkeadilan; 8) kemitraan yang terbentuk harus dapat menjadi sarana untuk saling memperkuat dan saling melengkapi antar para partisipan kemitraan; 9) pemahaman harus mampu memberikan dorongan agar masing-masing partisipan memahami wewenang dan tanggung jawabnya; 10) para partisipan harus mampu dan mau melakukan proses belajar; 11) kemitraan yang terbentuk harus dilembagakan; dan 12) kemitraan yang terbentuk harus dapat dikelola dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang meliput i perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, evaluasi, dan pengendalian.

Menurut point

pemesanan kembali adalah dua tantangan utama dalam manajemen rantai pasokan persediaan, dapat melalui kredit bagi anggota hilir sehingga para pihak memiliki insentif untuk berpartisipasi berdasarkan daya tawar mereka, meningkatkan keuntungan jaringan secara keseluruhan serta profitabilitas


(41)

Menurut Hermawati et al. (2002), tingkat efektifitas kemitraan sangat ditentukan oleh besarnya tingkat interaksi antar unit yang bermitra. Interaksi tersebut umumnya mencakup unsur-unsur yang berhubungan dengan pasokan, antara lain : 1) Bahan baku; 2) Teknologi; 3) Modal kerja; 4) Bahan pendukung; dan 5) Tenaga kerja. Selanjutnya, aktifitas kemitraan dalam berbagai bentuk interaksi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, di bawah ini (Hermawati et al. 2002):

1) Elemen Produk, meliputi mutu, daya guna, isi produk, asesori, struktur,

ecolabel, sanitary and hygiene, phytosanitary dan kontinuitas,

2) Elemen Pemasaran, meliputi distribusi, harga, cara menyerahkan, cara pembayaran, lokasi dan waktu transaksi, lokasi dan waktu penyerahan, alat transportasi, alat promosi,

3) Elemen Budaya atau Etik, meliputi kepercayaan, tanggung jawab, dan pemenuhan komitmen,

4) Elemen Pelayanan, meliputi kecepatan dan ketepatan layanan, serta layanan purna-jual.

Womack et al. (1990) melakukan penelitian untuk mengukur potensi kemitraan mencapai keberhasilan pada industri alat angkut (vehicle) Jepang, menggunakan faktor-faktor kunci ke dalam tujuh belas faktor kunci seperti terlihat pada Tabel 2. Potensi keberhasilan kemitraan untuk dapat berhasil diukur berdasarkan jumlah nilai dari ketujuh belas faktor kunci tersebut. Nilai dibuat lima kategori (sangat kurang, kurang, rata-rata, baik, sangat baik) bagi setiap faktor kunci dan dikumpulkan melalui wawancara responden. Jika jumlah nilai kurang dari 30 maka tidak ada kemitraan, nilai di atas 30 sampai


(42)

dengan 50 berarti ada masalah dalam kemitraan, nilai di atas 50 sampai dengan 70 adalah kemitraan potensial, dan nilai di atas 70 adalah kemitraan yang baik.

Tabel 2. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Industri Alat Transportasi (Womack et al. 1990)

No. Faktor-faktor keberhasilan Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Memilih mitra

Keinginan untuk menjadi mitra Kepercayaan

Karakter dan etika Impian strategis Kecocokan budaya Arah yang konsisten Informasi bersama Tujuan dan minat bersama

Risiko ditanggung bersama secara adil Keuntungan dinikmati bersama secara adil Sumber daya cukup sesuai

Waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang Disponsori oleh manajemen puncak

Keterikatan pada ketentuan

Pengertian dasar yang sama tentang nilai yang dibawa oleh mitra ke dalam kemitraan

Aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan

Data dikumpulkan melalui wawancara, dan kelayakan untuk setiap faktor dinilai dengan tingkat skor : 1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = rata-rata 4 = baik 5 = sangat baik

Jumlah JF

Catatan : JF < 30 = tidak ada kemitraan, 30 < JF < 50 = ada masalah dalam kemitraan, 50 < JF < 70 = kemitraan potensial, JF > 70 = kemitraan yang baik.

Penerapan kemitraan di Indonesia selama ini meliputi berbagai pola, salah satu di antaranya adalah Pola-Plasma. Kemitraan dengan pola Inti-Plasma adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra (Hafsah 2000; Gumbira-Sa’id 2001). Klausul-klausul dalam ikatan perjanjian antara plasma dan inti sebaiknya merupakan hasil pembicaraan kedua pihak hingga tercipta sebuah solusi. Menurut Craig dan Grant (2002), dalam beberapa hal, hubungan kemitraan dirumuskan dalam kontrak tertulis yang memuat sifat dan tanggung


(43)

C. Komponen-komponen Teknologi

Pemilihan teknologi mempunyai dampak terhadap semua bagian operasi, terutama dalam desain pekerjaan (Handoko 2000). Pemilihan teknologi yang diperlukan dalam bisnis umumnya dipengaruhi hal-hal berikut : jenis teknologi (sederhana sampai dengan canggih), prospek, cara penerapan dan pasarnya, jumlah modal yang harus ditanamkan untuk setiap tahap pengembangan, cara penanaman modal, mutu, spesifikasi dan jenis produk, kapasitas produksi, mudah dalam operasionalnya, ketersediaan energi, telah teruji tingkat keberhasilannya, tidak mencemari lingkungan dan nilai tambah produk yang dihasilkan (Brown 1994; Hubeis 1997; Sutojo 2000; Gumbira-Sa’id dan Intan 2001).

Teknologi tepat guna mampu meningkatkan efisiensi kegiatan produksi, mempercepat proses produksi dan mengurangi jumlah limbah, sehingga dapat menekan harga pokok per satuan produk (Sutojo 2000). Menurut Wikipedia (2010), teknologi tepat guna adalah masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, sehingga dapat menghemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif yang minimal terhadap lingkungan. Istilah teknologi tepat guna umumnya digunakan untuk menjelaskan teknologi sederhana yang dianggap cocok bagi kurang berkembang di negara-negara industri maju, dan bercirikan solusi


(44)

Terdapat empat komponen tekonologi untuk mengkonversi input

menjadi output yaitu perangkat teknologi (technoware), sumber daya manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware) yang saling berkaitan satu komponen dengan komponen lainnya dalam satu kesatuan operasional perusahaan. Ke-empat komponen teknologi tersebut, disingkat THIO, diuraikan di bawah ini :

1. Perangkat Teknologi (Technoware)

Menurut Handoko (2000), pemilihan teknologi sering dipandang sebagai suatu masalah dalam penganggaran modal (capital budgeting) dan melibatkan manajemen operasi, manajemen puncak dan keuangan. Assauri (1999), menyatakan suatu perusahaan memiliki keunggulan bersaing jika produk yang dihasilkan mengikuti perkembangan kemajuan dan pelaksanaan produksi secara efektif dan efisien, serta mutu produk standar, sehingga dapat ditawarkan dengan harga yang lebih rendah atau harga yang bersaing.

Menurut Hurun dan Setyanto (2002), teknologi rendah atau sederhana umumnya memiliki ciri peralatan sederhana, proses sederhana, tidak membutuhkan tingkat mutu sumber daya manusia yang tinggi serta diterapkan oleh industri kecil dan rumah tangga. Teknologi menengah atau madya umumnya bercirikan penggunaan mesin dan peralatan pada tingkat sederhana hingga semi otomatis, namun tenaga kerjanya relatif banyak dengan mutu sedang. Pada umumnya diterapkan oleh usaha kecil, menengah, koperasi dan rumah tangga. Teknologi tersebut mengarah kepada teknologi tepat guna. Teknologi tinggi umumnya bercirikan penggunaan mesin dan peralatan


(45)

otomatis sampai dengan ultra modern, sumber daya manusia bermutu tinggi, proses pengolahan dan tingkat kerumitan teknologi sangat tinggi. Teknologi tinggi, umumnya diterapkan oleh usaha skala menengah dan besar, karena membutuhkan investasi yang mahal. Usaha kecil menengah (UKM) yang umumnya menggunakan teknologi sederhana dan madya memiliki efisiensi yang lebih tinggi dan dapat berperan sebagai mitra untuk meningkatkan efisiensi usaha skala besar dan menengah.

Peternakan rakyat mempunyai peranan penting dalam sistem industri perunggasan di Indonesia yang umumnya menggunakan teknologi tepat guna dan berskala kecil. Salah satu strategi untuk meningkatkan efisiensinya adalah melalui kemitraan bisnis. Upaya yang dapat dilakukan peternak adalah mengkombinasikan manajemen budidaya yang efektif dan sarana produksi ternak (sapronak) yang baik. Baik tidaknya performa broiler

Semakin besar angka IP berarti semakin baik hasil produksinya.

diketahui dari perhitungan indeks performa (IP) yang memasukkan unsur rerata bobot, daya hidup, feed conversion ratio (FCR), dan umur ayam. IP merupakan gambaran / evaluasi menyeluruh atas keberhasilan peternak. FCR yang diraih peternak sebagai representasi mutu sapronak dan profesionalitas manajemen budidaya. FCR dapat dikonversi untuk menggambarkan korelasi antara biaya dengan semua hal, mulai dari mortalitas, pertumbuhan, dan hasil panen (Setyawan, 2009). Untuk menghitung IP dapat menggunakan manual CPIN (2007) dengan rumus sebagai berikut :

Rata-rata bobot panen x (100-persentase kematian)

IP = --- x 100 Rata-rata umur panen x FCR


(46)

a. Pemilihan Lokasi Peternakan

Persyaratan lokasi dan kandang peternakan yang ideal adalah : 1) lokasi terletak di daerah yang jauh dari keramaian atau pemukiman penduduk, 2) lokasi terpilih bersifat menetap, artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan, 3) mudah terjangkau sarana transportasi dan pusat-pusat pemasaran, 4) terdapat sumber air (Andhika 2008).

Secara fisik, kandang yang baik adalah bangunan yang disesuaikan dengan perlengkapan dan peralatannya, biaya rendah, tahan lama, dan dapat mengatur dan memodifikasi lingkungan dengan baik. Pengendalian fluktuasi udara di dalam kandang dengan baik akan memperbaiki FCR dan tingkat pertumbuhan ayam. Arah kandang dibuat membujur dari timur ke barat untuk mengurangi pengaruh langsung sinar matahari yang berlebihan (Cobb 2008).

b. Perkandangan

Kandang ayam pedaging dibuat berdasarkan sifat dan kemampuan ayamnya. Secara praktis kandang ayam pedaging dibuat mirip dengan kandang yang digunakan pada pembesaran ayam petelur komersial. Kandang ternak ayam yang ada di dunia umumnya adalah konvensional (open-sided), yaitu membebaskan aliran udara melalui kandang untuk tujuan ventilasi kandang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang adalah lantai kandang dengan sistem litter atau cage (North & Bell 1990).

Menurut Zulkifli dan Khatijah (1998), penggunaan kandang dengan lantai litter pada pemeliharaan ayam broiler dapat mencegah terjadinya lepuh


(47)

dada dan kaki. Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shakila dan Naidu (1998), menyatakan bahwa penggunaan bahan kulit kopi, kulit padi, potongan jerami, dan serbuk gergaji sebagai litter kandang dalam pemeliharaan ayam broiler, menghasilkan pertambahan bobot badan yang berbeda. Pertambahan bobot badan paling rendah ditunjukkan oleh ayam yang ditempatkan pada kandang dengan penggunaan serbuk gergaji, namun tidak terdapat perbedaan efisiensi pakan, dan tingkat kematian dari semua jenis perlakuan bahan dasar litter kandang.

Lebar kandang sebaiknya empat sampai tujuh meter, guna memudahkan pengawasan dan menjaga udara kandang tetap bersih dengan adanya sirkulasi udara secara baik. Dinding kandang dapat terbuat dari bahan kawat burung dengan tinggi maksimal 3 (tiga) meter, dan tinggi kandang disarankan maksimal 6 (enam) meter. Panjang kandang dipengaruhi kombinasi banyak faktor, disesuaikan dengan panjang lahan membujur dari arah timur ke barat (North & Bell 1990; Cobb 2008).

c. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam produksi ayam broiler meliput i alat persediaan air minum, tempat pakan, timbangan, alat sanitasi kandang dan peralatan, alat pemanas, alat pengangkut, alat penerangan, dan sekat kandang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan peralatan bagi peternak plasma (yang termasuk teknologi tepat guna) dijelaskan sebagai berikut (CPIN 2007; Cobb 2008) :


(48)

1) Sistem pemberian air minum

Menjaga kebersihan, ketersediaan air dengan temperatur normal dan tingkat aliran yang memadai merupakan perihal pokok untuk produksi unggas yang baik. Ayam dengan tingkat konsumsi air yang tidak memadai akan menurunkan konsumsi pakan dan berakibat performa ayam turun. Ayam seharusnya tidak berjalan lebih dari 2,5 m untuk mencapai air. Mutu air sangat penting bagi budidaya unggas, kepastian bahwa air minum tersebut mengandung mineral atau bahan organik yang dapat ditolerir bagi ayam harus selalu dijaga. Satu buah tangki berkapasitas 1.000 liter dan satu drum berkapasitas 100 liter diperlukan untuk menampung air minum sebelum dialirkan ke masing-masing tempat minum untuk setiap pemeliharaan 5.000 ekor. Pengisian tangki dapat menggunakan pompa air dengan kapasitas 100 l/menit.

Sistem pemberian air minum terdiri dari sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka menggunakan tempat minum berbentuk memanjang, ukuran 2,4 m (Trough), tipe kubah (Dome Type), dan cangkir (Cups), sistem tertutup menggunakan tempat minum berbentuk Drip-Type Nipples. Penggunaan tempat minum per seribu ekor sesuai tipenya secara berturut-turut adalah empat buah, enam belas buah, sembilan puluh empat buah dan sembilan puluh empat buah. Lebar sisi tempat minum untuk setiap ayam adalah 2 cm. Penggunaan tempat minum (bentuk kubah) yang ideal umumnya satu buah tempat minum untuk 50 sampai dengan 100 ekor. Penempatan tempat minum dalam kandang harus tepat, terutama pada pemeliharaan ayam masa awal.


(49)

terdiri dari Automatic satellite, Plasson, dan Plasson plastik pada produksi ayam broiler tidak berpengaruh terhadap bobot badan, konversi pakan, dan mortalitas ayam.

2) Sistem pemberian pakan

Ruang tempat pakan dalam sistem pemberian pakan merupakan hal mutlak untuk diperhatikan. Kekurangan ruang tempat pakan akan mengurangi tingkat pertumbuhan dan bobot ayam yang tidak merata. Distribusi pakan dan kedekatan tempat pakan dengan ayam adalah kunci untuk mencapai target tingkat konsumsi pakan. Tempat pakan dibuat dengan mempertimbangkan volume pakan dan meminimalkan pakan yang terbuang, serta penempatan dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan umur ayam untuk memastikan tumpahan minimum dan akses yang optimal bagi burung. Dasar tempat pakan harus sejajar dengan punggung ayam, dan tingginya diatur dengan rantai

Sistem pemberian pakan otomatis yang utama dan cocok bagi broiler

adalah : 1) Pan feeders dengan kapasitas 45-80 ekor per pan, 2) Flat chain

dengan kebutuhan 2,5 cm per ekor, dan 3) Tube feeders berdiameter 38 cm untuk 70 ekor (AA 2009). Menurut North dan Bell (1990), tempat pakan yang digunakan untuk membesarkan anak ayam broiler terdiri dari dua tahap; tahap pertama, tempat pakan digunakan untuk memberi makan anak ayam umur beberapa hari pertama (satu sampai empat hari), dalam bentuk : 1) kotak anak ayam, 2) tempat pakan khusus yang tertutup (Feeder lids), 3) tempat pakan plastik (Plastic feeders). Tahap kedua, jenis tempat pakan digunakan bagi anak ayam umur lima hari terdapat beberapa tipe, yaitu : 1) tempat pakan


(1)

ARAH 0.83 1.00 (0.16)

5.08

LIBAT -0.01 -0.01 1.00 (0.11) (0.12)

-0.07 -0.13

INOV -0.12 0.65 0.48 1.00 (0.17) (0.21) (0.14)

-0.69 3.06 3.35

PATUH -0.27 0.04 0.12 0.75 1.00 (0.11) (0.12) (0.08) (0.17)

-2.42 0.34 1.49 4.29

Covariance Matrix of Latent Variables

KF KO KKER KKEM KANDANG PLIHARA --- --- --- --- --- ---

KF 1.00

KO 0.50 1.00

KKER 0.11 -0.03 1.00

KKEM -0.12 -0.51 -0.08 1.00

KANDANG -0.38 -0.72 0.00 0.36 2.00 PLIHARA 0.68 0.75 0.13 -0.34 -0.68 1.00 PHP 0.19 0.72 0.05 -0.41 -0.10 0.28 KRE 0.17 0.24 0.13 -0.13 -0.39 0.25 PRES -0.21 0.22 -0.25 -0.14 -0.31 -0.19 AFILI -0.20 0.39 -0.29 -0.24 -0.33 -0.19 WIRA 0.00 0.18 -0.18 -0.09 -0.15 0.05 WAKTU -0.14 0.37 -0.27 -0.22 -0.22 -0.08 AKSES 0.32 0.00 0.09 0.06 0.42 0.39 KAIT 0.27 0.29 -0.08 -0.11 -0.07 0.45 KOM 0.12 0.41 -0.17 -0.21 -0.38 0.30 PIN -0.20 -0.27 -0.27 0.16 -0.28 -0.19 OTO -0.16 0.08 -0.22 -0.06 -0.46 -0.09 ARAH 0.21 0.58 -0.23 -0.29 -0.36 0.46 LIBAT -0.37 -0.07 -0.15 -0.02 0.14 -0.46 INOV 0.01 0.34 -0.13 -0.19 0.09 0.12 PATUH -0.04 0.09 -0.01 -0.06 0.38 -0.10 Covariance Matrix of Latent Variables

PHP KRE PRES AFILI WIRA WAKTU --- --- --- --- --- ---

PHP 2.00

KRE -0.09 1.00

PRES -0.27 0.40 1.00

AFILI 0.09 -0.04 0.74 1.95

WIRA -0.19 0.71 0.81 0.32 2.00

WAKTU 0.10 0.29 0.73 0.44 0.95 2.00 AKSES -0.01 0.01 -0.35 -0.57 0.23 -0.02 KAIT 0.00 0.06 0.20 -0.24 0.32 0.53


(2)

KOM -0.02 0.07 0.51 0.07 0.26 0.71 PIN -0.36 -0.12 0.63 0.33 0.28 0.91 OTO -0.38 0.45 0.97 0.52 0.69 0.81 ARAH 0.22 0.16 0.67 0.38 0.69 1.03 LIBAT -0.02 -0.30 0.19 0.39 -0.06 0.14 INOV -0.08 -0.33 -0.01 -0.11 0.23 0.61 PATUH -0.07 0.02 -0.01 -0.19 0.32 0.14 Covariance Matrix of Latent Variables

AKSES KAIT KOM PIN OTO ARAH --- --- --- --- --- ---

AKSES 1.00 KAIT 0.67 1.00

KOM 0.18 0.85 1.00 PIN -0.30 0.51 0.90 1.00

OTO -0.39 0.43 0.85 0.93 1.00

ARAH 0.25 0.92 1.04 1.00 0.83 1.00 LIBAT -0.18 -0.08 0.03 0.12 -0.01 -0.01 INOV 0.63 0.82 0.64 0.37 -0.12 0.65 PATUH 0.45 0.29 0.06 -0.23 -0.27 0.04 Covariance Matrix of Latent Variables

LIBAT INOV PATUH --- --- ---

LIBAT 1.00 INOV 0.48 1.00

PATUH 0.12 0.75 1.00

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 930

Minimum Fit Function Chi-Square = 1805.65 (P = 0.0)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 2049.75 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 1119.75

90 Percent Confidence Interval for NCP = (992.60 ; 1254.60)

Minimum Fit Function Value = 11.22

Population Discrepancy Function Value (F0) = 6.95 90 Percent Confidence Interval for F0 = (6.17 ; 7.79)

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.086 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.081 ; 0.092) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 15.79 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (15.00 ; 16.62) ECVI for Saturated Model = 14.61

ECVI for Independence Model = 21.30

Chi-Square for Independence Model with 1128 Degrees of Freedom = 3334.01 Independence AIC = 3430.01

Model AIC = 2541.75 Saturated AIC = 2352.00


(3)

Independence CAIC = 3626.21 Model CAIC = 3547.30 Saturated CAIC = 7159.01

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.25 Standardized RMR = 0.12

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.65 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.56 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.52

Normed Fit Index (NFI) = 0.46 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.52 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.38 Comparative Fit Index (CFI) = 0.60 Incremental Fit Index (IFI) = 0.64 Relative Fit Index (RFI) = 0.34

Critical N (CN) = 93.13

The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate Y20 KF 9.3 0.34

Y20 KKER 11.4 -0.37 Y24 KF 8.0 -1.01 X41 PRES 46.8 -24.33 X41 AFILI 9.7 -6.59 X41 WIRA 11.8 -8.36 X41 WAKTU 22.9 -10.34 X43 PHP 8.1 -0.22 X43 PRES 46.8 0.91 X43 AFILI 9.7 0.25 X43 WIRA 11.8 0.31 X43 WAKTU 22.9 0.39 X43 KOM 22.5 0.56 X43 PIN 53.1 0.75 X43 OTO 54.8 0.87 X43 ARAH 20.7 0.46 X44 PLIHARA 12.2 0.50 X44 AFILI 7.9 -0.64 X44 WIRA 10.7 0.41 X44 AKSES 12.7 0.56 X44 KAIT 10.9 0.49 X44 ARAH 11.0 0.48 X44 LIBAT 11.2 -0.45 X44 PATUH 9.0 0.39 X45 PLIHARA 15.1 -0.45 X45 AFILI 7.9 0.50 X45 WIRA 10.7 -0.32 X45 AKSES 13.5 -0.47 X45 KAIT 12.8 -0.43 X45 ARAH 13.6 -0.43 X45 LIBAT 13.5 0.40 X49 OTO 8.1 -23.93 X49 PATUH 8.3 11.71


(4)

X53 OTO 8.1 -8.63 X53 PATUH 8.3 4.22 X56 OTO 8.1 -9.09 X56 PATUH 8.3 4.45 X61 PHP 8.5 -0.23 X62 KRE 9.1 0.33 X65 INOV 11.6 0.38 X66 PHP 9.0 0.23 X66 PIN 10.1 -0.36 X66 OTO 12.1 -0.38 X66 PATUH 10.1 0.36 X68 INOV 14.8 -0.43 X68 PATUH 11.4 -0.37 X69 WIRA 9.6 -0.24 X71 PLIHARA 8.2 0.35 X71 AFILI 8.7 0.22 X71 OTO 11.5 -0.44 X72 KANDANG 9.4 0.25 X72 AFILI 11.9 -0.27 X72 AKSES 10.4 0.42 X72 KAIT 10.7 0.78 X74 KRE 9.1 0.33 X74 PRES 35.1 0.82 X74 AFILI 10.8 0.26 X74 WIRA 8.2 0.22 X74 WAKTU 12.2 0.32 X74 AKSES 27.2 -0.69 X74 KAIT 26.8 -1.26 X74 OTO 31.0 0.75 X74 INOV 8.7 -0.32 X76 INOV 10.6 0.33 X76 PATUH 10.0 0.37 X78 INOV 10.6 -0.55 X78 PATUH 10.0 -0.62 X81 WAKTU 8.9 0.42 X83 WAKTU 9.0 -0.29 X88 KANDANG 12.7 -7.89 X88 PRES 21.4 10.82 X88 KAIT 10.6 7.66 X88 KOM 24.9 10.51 X88 PIN 49.8 20.50 X88 OTO 63.5 23.96 X88 ARAH 52.8 20.45 X90 KANDANG 12.7 -0.28 X90 PRES 49.1 0.86 X90 WIRA 11.0 0.26 X90 WAKTU 28.1 0.42 X90 KAIT 26.9 0.63 X90 KOM 59.3 0.90 X90 PIN 49.8 0.74 X90 OTO 63.5 0.86 X90 ARAH 52.8 0.73 X94 PLIHARA 10.7 -1.35 X94 AKSES 15.3 -1.91 X94 KAIT 8.3 -1.60


(5)

X94 LIBAT 8.7 1.24 X95 PLIHARA 10.7 0.40 X95 AKSES 17.3 0.61 X95 KAIT 9.1 0.50 X95 LIBAT 8.7 -0.37 X100 PLIHARA 12.1 1.75 X100 AKSES 10.4 1.91 X100 KAIT 15.6 2.09 X100 KOM 8.4 1.41 X100 LIBAT 21.2 -2.15 X101 PLIHARA 12.1 -0.41 X101 AKSES 11.2 -0.47 X101 KAIT 16.1 -0.50 X101 KOM 8.5 -0.33 X101 LIBAT 21.2 0.50 KO WAKTU 10.9 11.14 KKER OTO 8.1 -0.47 KKER PATUH 8.3 0.23 KKEM KRE 11.4 -0.29 KKEM PRES 17.9 -0.42 KKEM AKSES 19.8 0.44 KKEM PIN 11.6 -0.28 KKEM OTO 23.3 -0.40 KKEM INOV 10.4 0.24 KKEM PATUH 9.8 0.26

The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate Y1 Y1 17.4 2.38

Y5 Y1 12.4 0.64 Y6 Y5 15.9 0.63 Y11 Y8 7.9 0.36 Y13 Y9 18.7 -0.58 Y20 Y11 12.0 -0.49 Y21 Y13 15.1 -0.58 X21 Y9 8.9 -0.37 X36 Y21 14.1 -0.48 X43 Y11 17.7 -0.60 X61 X36 10.2 -0.42 X62 X41 10.3 0.34 X65 X41 7.9 -0.28 X66 Y11 10.2 0.43 X66 X43 10.0 -0.46 X67 X56 9.4 -0.32 X69 X66 10.0 0.44 X71 Y9 9.1 0.39 X71 X49 9.3 0.34 X71 X68 9.5 -0.39 X72 Y9 10.3 -0.40 X72 Y13 12.4 0.48 X72 X49 8.0 -0.33 X72 X71 8.9 -0.39 X74 Y13 11.2 0.44 X76 Y20 11.3 0.47 X83 Y13 11.2 0.46


(6)

X83 X67 11.4 0.43 X86 X67 11.6 0.42 X90 X43 21.0 0.72 X94 X71 17.2 0.42 X95 Y11 13.4 -0.51 X100 Y11 10.3 0.34 X101 Y9 13.7 0.49 X101 X45 8.1 0.35

The Problem used 808392 Bytes (= 1.2% of Available Workspace) Time used: 87.219 Seconds