Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Presentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 23 Gambar 8. Perkembangan Capaian Kinerja Ketersediaan Obat dan Vaksin Gambar 9. Perkembangan Capaian Kinerja Instalasi Farmasi KabKota Sesuai Standar Kondisi yang dicapai: Persentase penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan target 2011 sebesar 65, realisasinya sebesar 82. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 24 Capaian indikator Presentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 126 Permasalahan:  Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.  Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.  Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang memadaisesuai standar karena masalah pendanaan.  SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas obat.  Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupatenkota dalam mengalokasikan anggaan bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah. Usul Pemecahan Masalah:  Memfasilitasi Dinas Kesehatan KabupatenKota untuk mengadvokasi Pemda setempat terkait pembiayaan obat.  Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat melalui DAKsumber lainnya.  Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi KabupatenKota  Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut pengelolaan obat.  Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota.  Upaya peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 25 Kondisi yang dicapai : Persentase Instalasi Farmasi KabKota sesuai standar target 2011 sebesar 65, realisasinya sebesar 71 Capaian indikator Presentase Instalasi Farmasi KabupatenKota sesuai standar dari 497 KabupatenKota hanya 353 KabupatenKota yang Instalasi Farmasinya sesuai standar atau sebesar 71 yang sesuai standar. Permasalahan:  Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.  Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.  Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang memadaisesuai standar karena masalah pendanaan.  SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas obat.  Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupatenkota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah. Usul Pemecahan Masalah:  Memfasilitasi Dinas Kesehatan KabupatenKota untuk mengadvokasi Pemda setempat terkait pembiayaan obat.  Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat melalui DAKsumber lainnya.  Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi KabupatenKota  Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut pengelolaan obat. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 26  Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota.  Upaya peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin. 2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga PKRT. Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut tercantum dalam tabel 7 dibawah ini: Tabel 7. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA TARGET 2011 REALISASI 2011 CAPAIAN 1. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat 80 84,93 106,16 2. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik 45 65,91 146,47 3.Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi 55 58,95 107,18 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 27 Tabel 8. Kinerja Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Alat Kesehatan tahun 2010-2011 Indikator 2010 2011 Target Realisasi Target Realisasi Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat - - 80 84,93 Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik 60 60,00 45 65,91 Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi 50 50,00 55 58,95 Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatankhasiat dan mutu 70 70,00 - - Gambar 10. Perkembangan Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang memenuhi CPAKB Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 28 Gambar 11. Perkembangan Sarana Distribusi Alkes yang memenuhi persyaratan distribusi Kondisi yang dicapai:  Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanaan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling dilakukan di 14 propinsi dengan jumlah sampel sebanyak 292 alat kesehatan dan PKRT yang diprioritaskan sesuai dengan pedoman teknis pelaksanaan sampling dan pengujian alat kesehatan dan PKRT. Produk yang disampling secara acak diasumsikan merupakan representasi dari keseluruhan produk yang beredar. Hasil pengujian sampling pada laboratorium terakreditasi diperoleh 248 sampel memenuhi syarat. Pencapain hasil indikator persentasi alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanaan, mutu dan manfaat target 80 , realisasi 84.93  Hasil monitoring yang telah dilakukan terhadap 44 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT di 13 propinsi di Indonesia yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik adalah sejumlah 29 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 29 produksi yang baik. Prinsip-prinsip yang menjadi fokus monitoring adalah sebagai berikut sistem manajemen mutu; tanggung jawab menajemen; pengelolaan sumber dana; realisasi produksi; pengukuran, analis dan perbekalan. Hasil pencapaian indikator persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik target 45 , realisasi 65.91 .  Hasil monitoring yang telah dilakukan terhadap 95 sarana distribusi alat kesehatan didapatkan 56 sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi dan 39 sarana distribusi alat kesehatan yang kurang memenuhi persyaratan distribusi sehingga perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut. Aspek-aspek yang dilihat pada monitoring adalah organisasi; personalia; bangunan dan fasilitas; pengawasan produksi; pemusnahan produk; dokumentasi; penanganan produk recall dan retur . Hasil pencapaian indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi target 55 , realisasi 58.95 .  Sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT merupakan cabang atau sub distributor dari perusahaan induknya Permasalahan :  Kurangnya dana untuk pelaksanaan sampling dan pelaksanaan monitoring terhadap sarana produksidistribusi alat kesehatan dan PKRT.  Kurangnya fasilitas laboratorium penguji yang terakreditasi  Kurangnya kerjasama lintas sektor terhadap pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar di lapangan.  Kurangnya sosialisasi Permenkes di bidang alat kesehatan dan PKRT  Masih terdapat sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT yang belum memenuhi Cara Produksi Alat Kesehatan Yang Baik CPAKB dan Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik CDAKB yang Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 30 baik sehingga jaminan keamanan dan mutu alat kesehatan dan PKRT yang diproduksi belum optimal. Usul Pemecahan Masalah:  Dibentuknya kelompok kerja Pokja lintas sektor dalam penanganan alat kesehatan yang illegal dan tidak memenuhi syarat yang beredar di pasaran.  Ditingkatkannya dana untuk sampling alat kesehatan dan PKRT serta monitoring sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT  Ditingkatkannya koordinasi dengan laboratorium yang terakreditasi untuk meningkatkan kemampuannya menguji untuk penambahan jenis produk yang disampling.  Melakukan review terhadap instrument monitoring sarana produksidistribusi.  Sosialisasi Permenkes di bidang alat kesehatan dan PKRT kepada industri dan sarana distribusi alat kesehatan dan PKRT untuk meningkatkan kemampuannya dalam penerapan CPAKB dan CDAKB.  Perlunya penambahan SDM serta peningkatan kemampuannya. 3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut, terlihat pada tabel 9 dibawah ini: Tabel 9. Matriks Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA TARGET 2011 REALISASI 2011 CAPAIAN 1.Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 30 30.33 101 2.Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 15 15.15 101 3.Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 40 66.12 165.30 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 31 Tabel 10. Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2010-2011 Indikator 2010 2011 Target Realisasi Target Realisasi Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 25 25,30 30 30,33 Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 10 9,40 15 15,15 Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 30 42,00 40 66,12 Gambar 12. Perkembangan IFRS Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 32 Gambar 13. Perkembangan Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Gambar 14. Perkembangan POR di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 33 Kondisi yang dicapai: A. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar target 2011 sebesar 30, realisasi jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar sebanyak 165 rumah sakit dengan capaian indikator 30,33 perhitungan berdasarkan jumlah rumah sakit milik pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 544 RS SIRS tahun 2010. Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di instalasi farmasi rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut:  Advokasi kepada manajemen RS untuk pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik sesuai sandar  Melakukan pembekalan pelayanan farmasi klinik kepada Apoteker di Instalasi Farmasi RS  Penyusunan Standar dan pedoman serta sosialisasinya sebagai acuan apoteker di RS dalam melakukan farmasi klinik  Bersedianya 20 RS Pemerintah menjadi pusat pembelajaran pelayanan farmasi klinik untuk penyakit-penyakit tertentu  Membuat pilot project Pelayanan Informasi Obat PIO dan Pelayanan Farmasi Klinik serta software PIO untuk pelaksanaan pelayanan farmasi klinik sesuai standar B. Pada tahun 2011, persentase puskesmas perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15,15 yaitu sebanyak 448 puskesmas dari 2957 puskesmas perawatan di Indonesia  Telah dilaksanakan pilot project pelayanan kefarmasian untuk puskesmas di beberapa propinsi di Indonesia, baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun Dinas Kesehatan Provinsi melalui dana dekonsentrasi dan APBD  Melaksanakan pembekalan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan KabupatenKota melalui TOT peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 34 C. Persentase Penggunaan Obat Rasional POR di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah target 2011 sebesar 40, realisasi pencapaian POR di puskesmas sebesar 165,3 diperoleh dari semua puskesmas yang ada di 28 Propinsi. Dari capaian 165,3 tersebut diperoleh peningkatan POR sebesar 66,12 yang dilihat dari 3 indikator: Penggunaan injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator penggunaan injeksi pada myalgia.  Upaya peningkatan pemahaman POR telah dilakukan melalui penggerakan POR di Dinkes, telah dilakukan advokasi kepada Perguruan Tinggi Farmasi dan Sosialisasi POR kepada tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dasar. Permasalahan A. Rendahnya komitmen dari manajemen untuk pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit  Kompetensi SDM IFRS dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di RS belum memadai  Jumlah tenaga kefarmasian di RS masih belum sesuai dengan beban kerja  Belum seluruh RS yang bersedia sebagai pusat pembelajaran siap melaksanakan program tersebut. B. Mengacu pada PP No.51 tahun 2009, setiap pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Akan tetapi masih banyak puskesmas, termasuk puskesmas perawatan pelaksanaan pelayanan kefarmasian tidak dilakukan oleh tenaga kefarmasian Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 35  Belum optimalnya pelayanan kefarmasian, karena apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian yang ada masih terfokus pada pengelolaan obat  Belum adanya sistem pelaporan secara online untuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas C. Terbatas anggaran daerah sehingga dinkes propinsi belum dapat secara optimal menyelenggarakan pembinaan teknis tenaga kesehatan di Propinsi  Belum adanya koordinasi dengan APTFI dan Dikti untuk memasukkan konsep POR ke dalam Kurikulum Pendidikan farmasi  Kurangnya koordinasi dengan Promosi Kesehatan sehingga belum optimalnya pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional kepada Masyarakat. Usul Pemecahan Masalah: A. Melakukan sosialisasi standar dan pedoman tentang pelayanan farmasi klinik  Mengintensifkan upaya advokasi kepada manajemen RS  Melakukan peningkatan kompetensi SDM farmasi dalam pelayanan farmasi klinik di IFRS  Melakukan monitoring penggunaan Obat Generik di RS  Melakukan Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian kepada manajemen RS dan tenaga kefarmasian B. Penempatan tenaga kefarmasian terutama apoteker di puskesmas perawatan  Perlu dilakukan sosialisasi kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan KabKota tentang peran apoteker tenaga kefarmasian di puskesmas dalam peningkatan pelayanan kefarmasian  Pembuatan sistem pelaporan pelayanan kefarmasian untuk puskesmas secara online Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 36  Apoteker dituntut untuk melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar, minimal melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling C. Melakukan training kepada tenaga kesehatan agar POR lebih optimal  Melakukan advokasi kepada pemda untuk mendukung POR di Dinkes KabKota  Melakukan koordinasi tingkat propinsi untuk melakukan penggerakan POR  Penyebaran informasi tentang POR melalui pembuatan leaftet, banner, billboard dan audiovisual. 4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu produksi dan distribusi kefarmasian. 5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. 6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran keempat, kelima dan keenam terlihat pada tabel 11 dibawah ini: Tabel 11. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA TARGET 2011 REALISASI 2011 CAPAIAN 1.Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri 15 4 26.67 2.Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi 4 4 100 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 37 Tabel 12. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2010-2011 Indikator 2010 2011 Target Realisasi Target Realisasi Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri 5 jenis - 15 jenis 4 jenis Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi 2 standar - 4 standar 4 standar Kondisi yang dicapai:  Hingga bulan November 2011, baru berhasil diproduksi 4 ekstrak terfraksionasi bekerja sama dengan Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences.  Standar produk kefarmasian dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi pada tahun ini telah berhasil disusun yaitu Suplemen Farmakope Herbal Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, Kodeks Kosmetik Indonesia, Standar Pelayanan Perizinan Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Pedoman Pembinaan Industri Farmasi, Pedoman Pembinaan Industri Obat Tradisional, Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi, Pedoman Pembinaan Industri Rumah Tangga Pangan dan Pedoman Pembinaan Sarana Produksi Kosmetik. Permasalahan:  Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tidak mengalokasikan anggaran untuk pengembangan produksi bahan baku baik bahan baku obat maupun obat tradisional  Sumber dana yang tersedia hanya dapat digunakan untuk melakukan pertemuan, sosialisasi dan koordinasi serta inventarisasi hal-hal yang berhubungan dengan bahan obat dan obat tradisional.  Kurangnya koordinasi dan jejaring kerja dengan Lembaga penelitian maupun lembaga pendidikan di Indonesia, sementara institusi tersebut sudah dapat membuat beraneka ragam bahan obat dan obat tradisional, Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 38 baik produk sintesis, biofarmasi maupun herbal, namun masih dalam skala laboratorium dan masih mengalami kesulitan dalam melakukan peningkatan menjadi pilot maupun skala produksi. Usul Pemecahan Masalah:  Menyusun anggaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian untuk pengembangan produksi bahan baku obat dan bahan baku obat tradisional di tahun anggaran 2012.  Menyusun standar di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.  Koordinasi dengan stakeholder pengembangan obat dan bahan obat lembaga penelitian, lembaga pendidikan, IPMG maupun GP Farmasi dan obat tradisional lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan GP Jamu  Pembentukan POKJA Bahan Baku Obat dimana Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertindak sebagai ketua  Penyusunan Road Map Pengembangan Industri Farmasi, bekerja sama dengan IPMG  Penyusunan Grand Strategy pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional  Inventarisasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian dan lembaga pendidikan  Penentuan jenis item bahan baku obat yang dapat dikembangkan di tahun 2012  Pemantapan tingkat perencanaan penganggaran dalam pengembangan produksi bahan baku baik bahan baku obat maupun obat tradisional Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 39 7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Tabel 13. Matriks Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA TARGET 2011 REALISASI 2011 CAPAIAN 1.Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan 85 85 100 2.Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi 70 90.92 129.88 3.Jumlah rancangan regulasi yang disusun 10 12 120 Tabel 14. Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2011 Indikator 2010 2011 Target Realisasi Target Realisasi Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sesuai usulan, pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia dan prasarana, pertanggungjawaban keuangan yang sesuai SAI dan peraturan perundang-undangan 80 80,00 - - Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan - - 85 85,00 Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan 60 67,29 70 90,92 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 40 Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi Jumlah rancangan regulasi yang disusun - - 10 rancangan 12 rancangan Gambar 15. Perkembangan Pelaksanaan Dekonsentrasi Kondisi yang dicapai:  Dalam rangka mendukung program kefarmasian dan alkes, telah diselesaikan 85 dokumen anggaran yang diperlukan. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satker terkait dalam melengkapi kebutuhan dokumen perencanaan dan melakukan perencanaan berbasis bukti  Dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, telah dicapai dukungan manajemen dan pelaksanaan program sebesar 90,92. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat pengendalian, evaluasi, pelaksanaan daministrasi keuangan dan pengelolaan perlengkapan sesuai ketentuan pada pelaksanaan dekonsentrasi sehingga target yang telah ditetapkan dapat tercapai.  Dalam rangka mendukung pelaksanaan program kefarmasian dan alat kesehatan telah disusun 10 rancangan regulasi dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 41 2 Peraturan Menteri Kesehatan bidang farmasi dan alat kesehatan, yang terdiri dari:  Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi  Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika  Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Antiretroviral  Permenkes Nomor 889MenkesPerV2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian  Permenkes Nomor 1148MenkesPerVI2011 tentang Pedagang Besar Farmasi  Rancangan Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan  Rancangan Permenkes tentang Izin Industri Obat Tradisional dan Usaha Obat Tradisional  Rancangan Permenkes tentang Pemasukan Obat, Obat Tradisional dan Makanan serta Alat Kesehatan Melalui Skema Khusus Special Acces Scheme  Rancangan Permenkes tentag Instalasi Farmasi Pemerintah  Rancangan Permenkes tentang Batas Maksimum Melamin dalam Pangan  Rancangan Permenkes tentang Batas Cemaran Radiasi Dalam Pangan Upaya yang dilakukan dalam mencapai target indikator tersebut adalah dengan melakukan pengkaijan berbagai peraturan perundang-undangan dan kajian teknis terkait dengan bidang kefarmasian dan alkes, serta koordinasi dengan lintas sektor terkait dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Permasalahan:  Keterbatasan waktu dalam penyelesaian dokumen anggaran kelengkapan dokumen pendukung perencanaan  Ketepatan pelaporan dari satker pelaksana masih belum optimal.  Kurangnya SDM yang kompeten dalam bidang perancangan peraturan perundang-undangan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 42 Usul Pemecahan Masalah:  Mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang penyusunan peraturan perundang-undangan legal drafting bagi SDM di bidang hukum berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Organisasi dan Kementerian Hukum dan HAM  Mengoptimalkan tenaga kefarmasian yang ada Gambar 16. Rapat konsultasi Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 43

C. SUMBER DAYA

Dalam mencapai kinerjanya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didukung Sumber Daya Anggaran.

a. Kantor Pusat

Anggaran DIPA kantor pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 adalah Rp. 1.424.578.873.000 dengan realisasi sebesar Rp. 1.291.379.966.563 90,65. Terdapat perubahan anggaran kantor pusat Ditjen Binfar dan Alkes dari Penetapan Kinerja yang telah ditetapkan pada tahun 2011 yaitu Rp. 1.424.486.581.000. Hal ini disebabkan pada bulan Juni dan Juli 2011, terdapat dana hibah dari WHO sebesar Rp. 102.942.000 pada DIPA Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes, yang terealisasi sebesar Rp. 92.292.000 dan sisanya telah dikembalikan kepada WHO sebesar Rp. 10.650.000. Dana tersebut digunakan untuk 2 kegiatan yaitu:  Kunjungan Democratic People’s Republic of Korea ke Rumah Sakit RS. Kanker Darmais, RSCM, RS. Fatmawati, RS. Hasan Sadikin dan RSUD Tangerang dalam rangka meninjau pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.  Workshop Regional Advisor WHO Tabel 15. Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 SATUAN KERJA ALOKASI REALISASI Rp. Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes 611,292,292,000 566,481,251,380 92,67 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 769,135,400,000 687,220,530,402 89,35 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 16,000,000,000 15,195,955,922 94.97 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 16,000,000,000 12,486,828,270 78,04 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 44 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 12,151,181,000 9,995,400,589 82,26 JUMLAH 1,424,578,873,000 1,291,379,966,563 90,65

b. Dana Dekonsentrasi

Realisasi dana dekonsentrasi sebesar Rp. 24.734.791.627 dari alokasi sebesar Rp. 26.400.000.000 yang terdiri dari 33 Satker. Alokasi dana dan realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti diuraikan pada tabel di bawah ini: Tabel 16. Alokasi dan Realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 NO NAMA SATKER ALOKASI Rp REALISASI Rp SISA DANA Rp 1 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 346,880,000 303,999,000 87.64 42,881,000 2 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 1,019,533,000 860,012,500 84.35 159,520,500 3 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 1,216,947,000 1,203,807,675 98.92 13,139,325 4 Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta 531,601,000 494,343,771 92.99 37,257,229 5 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 1,411,265,000 1,213,832,356 86.01 197,432,644 6 Dinas Kesehatan Provinsi NAD 688,902,000 639,452,600 92.82 49,449,400 7 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 1,151,616,000 1,128,146,030 97.96 23,469,970 8 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat 839,471,000 705,468,957 84.04 134,002,043