STRATEGI DAN METODOLOGI RANCANG BANGUN
a. New Seattle Public Library
New Seattle Public Library merupakan gedung perustakaan baru dari Seattle Public Library yang dibuka pada 23 Mei 2004, dengan pengunjung 8000 orang tiap hari. Koleksi yang ada berjumlah 1,45 juta meliputi koleksi buku, penerbitan pemerintah, koleksi periodikal, koleksi audio visual serta koleksi yang bisa diakses secara online.
Arsitek principal adalah Rem Koolhaas dan Joshua Ramus of the Office of Metropolitan Architecture (OMA). Bangunan ini didesain bukan hanya menjadi ikon bangunan formal pemerintah namun juga fungsional, dilengkapi pelayanan lengkap yang user-friendly dan merupakan gabungan dari formal dan informal spaces. Koolhas melihat perpustakaan yang baru seperti sebuah “penjaga buku”, tempat untuk memperlihatkan informasi baru, sebuah tempat untuk gagasan, diskusi, refleksi sebuah kehadiran yang dinamis.
Tampilan luar didominasi oleh kaca dan struktur baja diagonal yang membentuk massa segibanyak yang dinamis.
am
b ar 2.2 Eksterior New Seattle Public Library
Sumber : www.google.com (diakses tahun 2008) Bangunan perpustakaan ini dibagi ke dalam delapan lapis
layer(lantai), dengan ukuran yang bervariasi berdasarkan fungsinya.
Gambar 2.3 pembagian lantai/lapis layer New Seattle Public Library
Sumber : www.arcspace.com (diakses tanggal 26/04/08, pukul 13:00) Interior perpustakaan jauh dari kesan “formal” perpustakaan pada
umumnya dan terlihat lebih dinamis. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan warna cerah dan motif lantai dinamis serta suasana ruang baca yang lebih dinamis-tidak kaku. Ruang di dalam perpustakaan banyak “berisi” public space, yang memungkinkan aktivitas selain membaca bisa dilakukan. Seperti “ngobrol” atau bersantai. Namun juga tetap menyediakan tempat baca personal yang sifatnya lebih privat.
Gambar 2.4 Interior ruang baca kelompok -”ngobrol” (kiri) dan ruang baca personal (kanan) New Seattle Public Library Sumber : www.arcspace.com (diakses tanggal 26/04/08, pukul 13:00)
Koleksi perpustakaan ditata secara formal (penataan koleksi pada perpustakaan pada umumnya) dan juga secara dinamis sehingga terlihat tidak kaku.
Gambar 2.5 Penataan koleksi dinamis (kiri) dan penataan koleksi secara formal (kanan). Sumber: www.arcspace.com (diakses tanggal 26/04/08, pukul 13:00)
Ruang-ruang seperti ruang untuk kegiatan anak/childrens terlihat dinamis dengan permainan warna dan gambar yang menarik, simpel tapi bagus. Penggunaan warna-warna terang dan mencolok pada interior membuat suasana ruang menjadi lebih dinamis-atraktif-tidak kaku seperti kebanyakan
perpustakaan pada umumnya. Gambar 2.6 Suasana interior dinamis
Sumber : www.google.com (diakses tahun 2008) Di dalam perpustakaan juga terdapat ruang penunjang seperti e-library
dan shops
Gambar 2.7 E-library(kiri) dan shops(kanan). Sumber : www.google.com (diakses tahun 2008)
b. Mount Angel Library
Mount Angel library merupakan perpustakaan rancangan Alvar Alto yang didesain dengan style modern. Bangunan ini terletak di St.Benedict, Oregon yang selesai dibangun tahun 1970.
Tampilan eksterior bangunan terlihat cukup dinamis walaupun masih terlihat formal. Tampilan eksterior terbentuk dari denah yang mirip dengan kipas, denah dibuat dengan mengikuti kontur pada tapak.
Gambar 2.8 Tampilan eksterior(atas), denah (tengah) dan potongan (bawah) Mount Angel Library Sumber : www.google.com (diakses tanggal 20/09/08 pukul 9:31)
Dalam desainnya Alto menekankan pada pencahayaan, baik natural maupun artifisial. Seperti bentuk denah yang didesain dengan memperhatikan lintasan matahari untuk pemasukan cahaya alami melalui clerestori pada atap untuk menerangi ruang dalamnya. Interior ruang terlihat soft dengan warna-warna yang tidak terlalu mencolok.
Gambar 2.9 Clerestori yang menerangi ruangan dalam perpustakaan
Sumber : www.google.com (diakses tanggal 20/09/08
pukul 9:25) Koleksi ditata dengan mengikuti bentuk denah dengan ruang baca
disampingnya (lihat gambar 2.8). Ruang baca diletakan dekat dengan sumber cahaya, baik dekat jendela maupun clerestori untuk mendapat penerangan yang cukup, sebaliknya rak ditempatkan menjauh dari jendela agar koleksi tidak terkena sinar matahari langsung. Namun suasana perpustakaan masih terkesan formal.
Gambar 2.10 Ruang koleksi dan ruang baca Sumber : www.arcspace.com (diakses tanggal 20/09/08 pukul 9:25
BAB III TINJAUAN KOTA SURAKARTA
A. Tinjauan Fisik
1. Kondisi Geografis
Kota Solo terletak di dataran rendah dengan ketinggian kurang lebih 92 meter diatas permukaan air laut dan kemiringan rata- rata (0,3)%, yang berarti lebih rendah atau hampir sama tingginya dengan permukaan sungai Bengawan Solo. Selain Bengawan Solo dilalui juga beberapa sungai, yaitu Kali Pepe, Kali Anyar dan Kali Jenes yang semuanya bermuara di Bengawan Solo. Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º45’15”- 110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km² dengan batas-batas sebagai berikut :
Kabupaten
Karanganyar
Kabupaten Kabupaten Sukoharjo
Sukoharjo & Kabupaten
Karanganyar
Kabupaten Sukoharjo &
Gambar 3.1 Peta Surakarta Kabupaten Karanganyar
2. Pemerintah Daerah
Surakarta merupakan salah satu bentuk pemerintahan kotamadya yang secara administratif membawahi lima wilayah kecamatan, yaitu: Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon, Banjarsari, dan Serengan, serta 51 kelurahan.
3. Keadaan Cuaca
Kota Solo mempunyai suhu udara maksimum 32,4 C dan suhu udara minimum 21,6 C. Sedangkan tekanan udara rata-rata adalah 1008,74 mbs dengan kelembaban udara 79 %. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan arah angin 188 serta beriklim panas.
4. Penduduk
Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2003 adalah 552.542 jiwa terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan. Sex ratio nya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduk sebesar 66%. Peningkatan jumlah penduduk di kota ini disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi.
5. Perkembangan Fungsi Kota
Wilayah kotamadya Dati II Surakarta, merupakan kota yang sudah dapat dikatakan mapan, mempunyai banyak peranan dan fungsi sebagai kota pemerintahan, perdagangan, industri, pendidikan, pariwisata, olahraga serta sosial budaya. Seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1 fungsi dan skala pelayanan Kotamadya Dati II Surakarta
No. Fungsi kota Skala pelayanan
1. Pemerintahan Lokal dan Regional
2. Industri Lokal, Regional dan Nasional
3. Pendidikan Lokal, Regional dan Nasional
4. Pariwisata & Sosial Lokal, Regional dan Internasional Budaya
5. Perdagangan Lokal dan Regional
6. Pusat Olahraga Lokal, Regional dan Nasional Sumber: Perda no. 8/1993 dan pengolahan studio
6. Rencana Umum Tata Ruang Kota
a. Fungsi dan Peran Kota Surakarta
Fungsi dan peran Kota Surakarta ditetapkan dan ditegaskan sebagai berikut :
· Fungsi khusus guna pengembangan Trikrida Utama, yang diharapkan menjadi jati diri kota, yaitu pengembangan pariwisata, budaya dan olahraga.
· Fungsi umum, yaitu guna pembangunan sektor-sektor industri, pendidikan dan pusat administrasi.
· Peran kawasan sebagai Pusat Kota Wilayah Perkotaan Surakarta, sedang peran makro bersama-sama kawasan perkotaan di
sekitarnya sebagai pusat pertumbuhan Propinsi Jawa Tengah bagian Tenggara.
b. Beberapa Strategi Pengembangan
Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan dan perkiraan- perkiraan perkembangan kota ditetapkan strategi dan kebijaksanaan baru.
Adapun strategi dan kebijaksanaan dari sektor perdagangan dan jasa adalah sebagai berikut :
1) Strategi
a) Mengembangkan berbagai kegiatan perdagangan dan jasa dalam berbagai macam komoditi dengan berbagai skala internasional, nasional, dan lokal termasuk pedagang kaki lima dan sektor informal lainnya sesuai dengan pengembangan ruang kotanya.
b) Mengembangkan pusat-pusat perdagangan pasar besar (grosir) dan pasar-pasar khusus serta pasar-pasar induk.
c) Menyebarkan kegiatan perdagangan dan jasa dari pusat kota ke sub-sub pusat kota yang ditetapkan.
2) Kebijaksanaan
a) Pengadaan fasilitas perdagangan dan jasa yang memadai dan bertaraf internasional, regional, lokal serta lingkungan.
b) Memberikan kemudahan bagi sektor-sektor swasta untuk mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa sesuai dengan pengembangan ruang kotanya.
c) Pengadaan fasilitas-fasilitas perdagangan partai besar dan pasar-pasar khusus serta fasilitas-fasilitas bagi pedagang kaki lima dan sektor informal lainnya yang telah ditentukan lokasinya (jalan, kawasan maupun bangunan).
d) Merintis pengembangan kerjasama dengan Pemda tetangga dalam investasi, penarikan retribusi, dan pengelolaan pasar- pasar khusus. Misalnya: Pasar induk komoditi pertanian, bahan bangunan dan sebagainya. Secara umum kebijakan dan strategi tersebut memberikan kesempatan pengembangan kegiatan maupun pengembangan fisik bagi sektor perdagangan dan jasa sekaligus sebagai dukungan bagi kegiatan pengembangan yang ada.
7. Rencana Pembagian Satuan Wilayah Pengembangan
RUTRK sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan memuat rencana pembagian satuan wilayah pengembangan. Wilayah Kota Surakarta dibagi menjadi 4 wilayah pengembangan. Keempat wilayah pengembangan tersebut terbagi dalam 10 Sub Wilayah Pengembangan (SWP).
Tabel 3.2 Kebijakan Orientasi dan Dominasi Tata Guna Lahan
No
SWP
Orientasi dan Tata Guna Tanah
1 SWP I Daerah Perdagangan dan Jalur Hijau
2 SWP II Daerah Komersial dan Pusat Pemerintah
3 SWP III
Daerah Perdagangan
4 SWP IV Daerah Fasilitas Sosial dan Fasilitas Pendidikan
5 SWP V Daerah fasilitas Sosial dan Fasilitas Pendidikan
6 SWP VI Daerah fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
7 SWP VII Daerah fasilitas Sosial dan Perumahan
8 SWP VIII Daerah fasilitas Sosial dan Penyangga
9 SWP IX Daerah fasilitas Sosial dan Industri
10 SWP X Daerah fasilitas Sosial dan Perumahan
VII
IX X
VI IV
II VIII
III
8. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota
Rencana Pemanfaatan Ruang Kota mencakup arah
Gambar 3.2 Peta Pembagian SWP
pemanfaatan ruang kota yang menggambarkan lokasi intensitas tiap (Sumber RUTRK Solo 1993-2013)
bangunan. Kegiatan-kegiatan yang disediakan ruangnya dalam wilayah Kota Dati II Surakarta mengacu pada pengembangan delapan fungsi di masa mendatang, antara lain : areal pariwisata, puasat pengembangan kebudayaan, areal olah raga. Areal perluasan dan pembangunan pendidikan. Kedelapan fungsi tersebut akan dikembangkan hingga tahun 2013, merupakan kegiatan utama Kotamadya Surakarta.
9. Rencana Stuktur Tingkat Pelayanan Kota
Dalam Permendagri Nomor 2 tahun 1987, yang dimaksud dengan Rencana Struktur Tingkat Pelayanan Kota mencakup arahan tata jenjang fungsi-fungsi pelayanan di dalam kota, yang merupakan rumusan kebujaksanaan tentang pusat-pusat pelayanan kegiatan kota berdasarkan jenis, intensitas, kapasitas, dan lokasi pelayanan.
Dalam perumusan RUTRK Kota Dati II Surakarta tahun 1993 – 2013, akan diatur tata jenjang fungsi-fungsi kegiatan dalam wilayah administrasi Kota Surakarta. Jenjang kegiatan tersebut disusun sesuai dengan penetapan dan fungsi kota, yang telah dirinci dalam skala Dalam perumusan RUTRK Kota Dati II Surakarta tahun 1993 – 2013, akan diatur tata jenjang fungsi-fungsi kegiatan dalam wilayah administrasi Kota Surakarta. Jenjang kegiatan tersebut disusun sesuai dengan penetapan dan fungsi kota, yang telah dirinci dalam skala
Konsep rencana struktur pelayanan kegiatan kota ini disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan :
1) Potensi lokasi untuk menampung kegiatan-kegiatan berdasar jenis kegiatan dan skalanya,
2) Keterkaitan antar jenjang kegiatan, dan
3) Sifat fleksibilitas kegiatan perkotaan Fungsi-fungsi kegiatan tersebut dikelompokkan sesuai dengan kegiatan dalam Rencana Pemanfaatan Ruang Kota, berdasar faktor- faktor seperti jaringan dan fungsi jalan, ketersedian lahan, jarak dari pusat kota, dan kegiatan-kegiatan yang ada. (sumber : Rencana Umum Tata Ruang Kota Surakarta tahun 1993 - 2013 ) BAB III)
B. Kondisi Peyandang cacat netra di surakarta
1. Jumlah
Jumlah penyandang cacat tunanetra di eks Karesidenan Surakarta (Surakarta, Karang Anyar, Sragen, Sukoharjo, Klaten, Boyolali dan Wonogiri) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Jumlah penyandang cacat tunanetra di eks Karesidenan Surakarta TAHUN
Sumber : Kator Statistik Surakarta
- Pertumbuhanya sebesar 3,3 % /tahun (anak-anak usia < 14 tahun) dan
4,8%/tahun (dewasa>14 tahun)
- Dari jumlah tersebut 55% adalah laki-laki dan 45% adalah wanita - 50% daripenderita cacatnetra tersebut berada di Kotamadya Surakarta
(tahun 2006)
2. Kondisi Fisik Pelayanan
Secara umum, kondisi fisik fasilitas pendidikan (Sekolah Luar Biasa) masih mengejar pada pemenuhan kebutuhan dasar belajar mengajar, seperti kelas yang dipakai, halaman sekadarnya yang kadangkala dialihfungsikan sebagai tempat parkir dan ruang penunjang lain yang sekiranya dibutuhkan. Bahkan perpustakaan untuk kalangan sendiri (intern) yang layak secara fisik sama sekali belum ada. Padahal, pada umumnya rentang pelayanan dari SLB-SLB tersebut adalah se eks karesidenan surakarta.
3. Aspek Kebutuhan
Dari tabel diatas di daerah se eks Karesidenan Surakarta tahun 2006 terdapat 10.528 penderita tunanetra (50%nya berada di Kotamadya Surakarta) dan kurang lebih 80% diantaranya berusia sekolah. Dari data informasi keadaan SLB A, baik negeri maupun swasta, anak berusia sekolah yang tertampung tercatat baru 5.000 anak, tanpa fasilitas enunjang proses belajar mengajar (baca : perpustakaan), yang layak dan memadai. (Sumber: Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Kotamadya Surakarta) Padahal menurut studi literatur Sulistyo Basuki, (Pengantar Ilmu Perpustakaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991) Perbandingan antara fasilitas perustakaan dengan pemakai adalah 1:4.500 (1 perpustakaan mewakili 4500 orang pemakai), dengan jumlah koleksi 10.000-50.000 volume.
Berangkat dari kenyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa masih dibutuhkan wadah baru sebagai penunjang proses belajar mengajar bagi para penyandang tunanetra.
4. Aspek Lingkungan dan Tempat
Kotamadya Surakarta yang terdiri dari 5 kecamatan dan 51 kelurahan sudah sangat terkenal dengan berbagai sebutan, antara lain Kotamadya Surakarta yang terdiri dari 5 kecamatan dan 51 kelurahan sudah sangat terkenal dengan berbagai sebutan, antara lain
5. Bentuk Wadah
Dengan adanya kurikulum 1994 yang dilaksanakan mulai tahun 1995, secara bertahap dipastikan akan terjadi perubahan-perubahan juga pada Sekolah Luar Biasa A. Ataupun dibangunya fasilitas fisik penunjang proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum yang mengacu pada data dan fakta yang ada. Wadah-wadah baru pendidikan luar biasa itu adalah perpustakaan untuk penyandang tunanetra. Di mana perpustakaan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun menjadi bagian dari Sekolah Luar Biasa yang berfungsi sebagai wadah bagi para penyandang tunanetra untuk membuka cakrawala wawasan dan menambah pengetahuan, berkumpul atau bersosialisasi, berkomunikasi antar sesama penyandang tunanetra dan dengan masyarakat serta lingkungan. Dimana fungsi-fungsi tersebut bermuara pada satu tujuan, yaitu : mengangkat harkat, derajat dan martabat penyandang tunanetra serta menghilangkan hambatan komunikasi dan sosialisasi.
C. Eksistensi dan Relevansi Surakarta sebagai Lokasi
Pada tahun 1960 di Surakarta didirikan POBI (Perkumulan Orang Boeta se Indonesia) yang meruakan wadah bagi penyandang tunanetra se Indonesia yang mempunyai tujuan memperoleh pengakuan atas eksistensinya sebagai penderita cacat. Pada tahun 1966, POBI memindahkan kantornya ke ibukota Jakarta untuk memudahkan gerak perjuangan dan pelayananya. Disamping itu ada juga panti Rehabilitasi Cacat Netra yang bergabung di bawah Yayasan Pendidikan Anak Cacat Prof. Dr. Soeharso. Yang pada tahun 1970 Pada tahun 1960 di Surakarta didirikan POBI (Perkumulan Orang Boeta se Indonesia) yang meruakan wadah bagi penyandang tunanetra se Indonesia yang mempunyai tujuan memperoleh pengakuan atas eksistensinya sebagai penderita cacat. Pada tahun 1966, POBI memindahkan kantornya ke ibukota Jakarta untuk memudahkan gerak perjuangan dan pelayananya. Disamping itu ada juga panti Rehabilitasi Cacat Netra yang bergabung di bawah Yayasan Pendidikan Anak Cacat Prof. Dr. Soeharso. Yang pada tahun 1970
D. Preseden Fasilitas Tunanetra di Surakarta
1. UPT Panti Tunanetra dan Tuna rungu Wicara ”Bhakti Chandrasa” Surakarta
a. Lokasi
Lokasi Panti Tunanetra dan Tuna rungu Wicara ”Bhakti Chandrasa” Surakarta berada di Jl. Dr. Radjiman no.662, Jongke, Surakarta. Batas-batas bangunan sebagai berikut :
Sebelah utara
: Panti Wreda
Sebelah timur : Jl. Dr. Radjiman Sebelah selatan
: perkampungan warga
Sebelah barat
: perkampungan warga
Gambar 3.3 Panti Bhakti Chandrasa
Sumber : Dokumen Pribadi (survei lapangan, 2009)
b. Kegiatan
Kegiatan utama yang diwadahi panti ini adalah kegiatan Rehabilitasi dan pelatihan. Para Tunanetra dan Tunarungu wicara dilatih untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan, walaupun mereka memiliki keterbatasan fisik. Dengan memanfaatkan indera indera yang tersisa.
Selain kegiatan yang bersifat Rehabilitasi, panti ini juga memberikan pelatihan ketrampilan pada para penyandang cacat. Diantaranya massage atau pijat, bermusik, menjahit dan memasak.
c. Kondisi fisik bangunan
Berupa masa jamak 1 lantai memanjang kebelakang. Bangunan 2 lantai hanya terdapat pada bagian depan, yaitu bangunan pengelola yang juga berfungsi sebagai penerima. Penataan massa dari bangunan dibuat sederhana untuk membuat sirkulasi yang sederhana linier menerus.
Untuk menuju fasilitas – fasilitas pelatihan, pengunjung masuk melalui bagian kiri bangunan dipandu oleh paving blok, kemudian handrail sebagai pengarah jalur sirkulasi pada selasar.
Gambar 3.4 Jalur-jalur sirkulasi Sumber : Dokumen Pribadi (survei lapangan, 2009)
Tunanetra bergerak masuk dengan menggunakan tongkat (mengikuti arah pola lantai keramik) atau berpegangan pada handrail, lalu meraba setiap dinding untuk mencari ruangan yang mereka tuju. Dengan keterbatasan mereka pada indera penglihatan, seorang tunanetra rata rata memiliki daya ingat yang kuat, untuk itu digunakan pembedaan pola tekstur dinding untuk identifikasi tiap ruang.
Gambar 3.5 Dinding Raba
Sumber : Dokumen Pribadi (survei lapangan, 2009)
Dinding raba bertekstur ini dibuat pada tiap dinding samping kanan pintu dari setiap ruangan, lalu dibagian bawah jendela terdapat sebuah papan braile yang bertuliskan nama ruangan.
2. SLB/A-YKAB SURAKARTA
SLB/A-YKAB SURAKARTA adalah sebuah fasilitas pendidikan yang khusus mewadahi para tunanetra. SLB ini menyediakan jenjang pendidikan mulai dari TKLB, SDLB, SMPLB, sampai SMALB.
Gambar 3.5 SLB/A-YKAB Surakarta
Sumber : Dokumen Pribadi (survei lapangan, 2009)
SLB ini terletak di jl. HOS Cokroaminoto no. 43 jagalan Surakarta, terletak di tepi jalan dengan kapasitas kendaraan yang padat ketika pagi dan sore hari karena fasilitas ini terletak diantara pabrik dan perkantoran sehingga lalu lintas menjadi ramai pada jam berangkat dan pulang kerja.
Meskipun mayoritas penggunanya adalah tunanetra, namun pada bangunan ini kurang menunjukan aksesibilitas yang sesuai untuk tunanetra. Namun ada beberapa usaha dari pengelola bangunan ini sendiri untuk dapat mempermudah aksesibilitas bagi para murid tunanetra yaitu dengan memberikan signing berupa kertas berhuruf braile pada pintu setiap ruang untuk identifikasi, pada aula/ lapangan indor mereka mencoba menggunakan warna warna yang kontras untuk mempermudah tunanetra parsial.
Gambar 3.6 Prasarana SLB/A-YKAB Surakarta, kiri- kanan :
pintu dengan signing braile, r. Serbaguna , area sirkulasi
Sumber : Dokumen Pribadi (survei lapangan, 2009)
Untuk Penataan massa dan pola sirkulasi masih sama dengan sekolah – sekolah pada umumnya, tidak menyesuaikan aksesibilitas tunanetra.
Tidak terlihat adanya ramp, handrail dan jalur pemandu.
E. Perpustakaan Umum di Surakarta
1. Lokasi
Lokasi Perpustakaan Umum Kota Surakarta atau Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta berada di Jl.Kepatihan Surakarta, tepatnya di Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Batas-batas bangunan sebagai berikut :
Sebelah utara
: Masjid Al Fatih, Kepatihan
Sebelah timur : Jl. Kepatihan Sebelah selatan
: perkampungan warga
Sebelah barat
: perkampungan warga
Bangunan perpustakaan sekarang adalah bekas SDN Kepatihan. Jalan di depan perpustakaan tidak dilalui oleh kendaraan umum. Lokasi hanya bisa dicapai dengan kendaraan pribadi.
Gambar 3.7 Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta Sumber : Dokumen Pribadi
(survei lapangan, 2008)
2. Pelaku
Pelaku kegiatan di Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Surakarta dibedakan menjadi dua, yakni pengunjung dan pengelola.
a. Pengunjung
Komposisi pengunjung adalah pelajar SD, SLTP, SLTA, Mahasiswa, Pegawai dan Umum. Pengunjung terbanyak adalah kalangan masyarakat umum.
Tabel 3.4 Jumlah Pengunjung Perpustakaan Umum Kota Surakarta.
TOTAL Jumlah Pengunjung
Rata-Rata Perhari
Sumber :Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Surakarta, 2008
b. Pengelola
Kepala Kant or Arsip Dan Perpust akaan Daerah Surakart a
Kelompok Jabat an Sub. Bagian Tat a Usaha Fungsional
Seksi Pelayanan Pengelolaan
Seksi
Seksi Teknis
Pemakai Perpust akaan Arsip
Perpust akaan
Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi Kantor Arsip dan Perpustakaan daerah Surakarta Sumber : Kantor Arsip dan Perpustakaan daerah Surakarta, 2008 Jumlah keseluruhan pegawai saat ini adalah 32 orang, dengan rincian
sebagai berikut : Kepala
: 1 orang
Kelompok Jabatan Fungsional : 5 orang
Sub. Bagian Tata Usaha
: 9 orang
Seksi Pengelolaan Arsip
: 5 orang
Seksi Teknis Perpustakaan
: 6 orang
Seksi Pelayanan Pemakai Perpustakaan : 7 orang
3. Kegiatan
a. Macam kegiatan Kegiatan di dalam perpustakaan dibagi menjadi dua, yakni kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung dan pengelola.
· Kegiatan Pengunjung, meliputi : mencari buku, membaca buku, melakukan peminjaman dan pengembalian buku, mencari informasi,
registrasi, fotokopi. · Kegiatan Pengelola, meliputi
: kegiatan pembinaan koleksi, kegiatan pelayanan kepada masyarakat dan kegiatan administrasi.
b. Waktu kegiatan Kegiatan di perpustakaan berlangsung dari hari Senin-Sabtu.
· Pagi dan siang - Senin – Kamis, pukul 08.00-15.00 wib - Jumat, pukul 08.00-11.00 wib
- Sabtu, pukul 08.00-12.00 wib · Sore dan malam
- Selasa – Kamis, pukul 16.30-19.00 wib
c. Kegiatan pelayanan dan sistem pelayanan Kegiatan pelayanan yang dilakukan kepada pengunjung perpustakaan meliputi kegiatan pelayanan sirkulasi (peminjaman dan pengembalian bahan pustaka), penelusuran pustaka, registrasi dan pelayanan informasi kepada pengunjung.
Sistem pelayanan yang diterapkan kepada pengunjung dibedakan menjadi dua, yakni : · Sistem pelayanan terbuka (open access) diterapkan pada ruang koleksi
umum dan ruang koleksi berkala. Dengan sistem ini, pengunjung bisa umum dan ruang koleksi berkala. Dengan sistem ini, pengunjung bisa
· Sistem pelayanan tertutup (closed access) diterapkan pada ruang koleksi referensi. Yakni pencarian dan pengambilan bahan pustaka di ruang koleksi yang diinginkan pengunjung harus melalui/dilakukan
oleh pegawai perpustakaan.
4. Koleksi
Macam dan jenis koleksi yang dimiliki Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta meliputi koleksi umum yang terdiri dari koleksi fiksi dan nonfiksi, koleksi referensi, koleksi khusus (Belanda), koleksi audiovisual (video, CD) dan koleksi periodikal ( majalah, surat kabar/koran, buletin). Berikut Jenis dan jumlah koleksi perpustakaan. Tabel 3.5 Jumlah koleksi buku Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta sd. Bulan Mei 2007
Keterangan Fiksi
6800 Data buku hilang/rusak Nonfiksi
25.032 terhitung dari tahun Referensi
6.898 1971 s/d maret 2006 BELANDA
2.335 Buku rusak : 4.178 eks. Hilang : 4.985 eks. Jumlah : 9.163 eks.
Sumber :Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Surakarta Jumlah koleksi audiovisual dan periodikal tidak terinventarisir. Pengadaan koleksi perpustakaan diperoleh dari pembelian, pertukaran, hadiah dan sumbangan. Data mengenai pertambahan koleksi pertahun tidak diketahui secara pasti karena tidak terinventarisir secara jelas. Berikut data jumlah sumbangan pada tahun 2006 dan 2007.
- Sumbangan pada tahun 2006 = 329 eksemplar, 330 judul. - Sumbangan pada tahun 2007 = 2096 eksemplar, 1048 judul.
Dari sini pertambahan jumlah koleksi pertahun dapat diasumsikan sebagai berikut : Jika diambil pertambahan koleksi pertahun 2096 eksemplar dan jumlah koleksi tahun 2007 ditetapkan 41.065 eksemplar. Maka pertambahan tiap tahun adalah sekitar 5 %. Jika pertahun buku yang hilang/rusak diasumsikan 0,5 % (berdasarakan Data buku hilang/rusak terhitung dari tahun 1971 s/d maret 2006). Maka pertambahan buku pertahun setelah dikurangi buku yang hilang atau rusak adalah 4,5 %
5. Ruang
Lantai 1 berisi ruang pelayanan perpustakaan, ruang sirkulasi (peminjaman dan pengembalian koleksi), ruang penitipan tas, ruang koleksi umum dan periodikal, ruang koleksi referensi dan bahasa asing, kamar kecil/KM, gudang, parkir karyawan dan pengunjung. Lantai 2 berisi ruang pimpinan, ruang tata usaha, ruang kasi arsip, ruang teknis perpustakaan, ruang rapat.
Gambar 3.8 Denah Lantai 1 Perpustakaan Sumber : Survei, 2009
Gambar 3.9 Denah Lantai 2 Perpustakaan Sumber : Survei, 2009
Gambar 3.10 Foto Perpustakaan, Kiri-Kanan, Atas-Bawah : Halaman, R.Katalog, R.Sirkulasi, R.Baca, R. Koleksi Umum, R.Koleksi Referensi, R.TU, R. Teknis Perpustakaan, R.Rapat Sumber : Survei, 2009
6. Urgensi Permasalahan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dibawah ini adalah beberapa permasalahan yang ditemui.
a. Ruangan terlalu sempit sehingga penataan perabot (rak buku)terlalu dekat. Hal ini menjadikan jalur sirkulasi (orang dan bahan pustaka) ”terbatas” sehingga menggangu pergerakan.
b. Jumlah ruangan yang ada sekarang ini tidak bisa menampung seluruh jumlah koleksi yang dimiliki maupun untuk penambahan fasilitas penunjang lainnya.
c. Perpustakaan Daerah Surakarta tidak memiliki fasilitas penunjang seperti ruang pertemuan/seminar.
d. Luasan lahan sekarang tidak bisa mendukung perbaikan fasilitas perpustakaan di masa sekarang (melengkapi ruang) maupun masa mendatang (penambahan ruang).
e. Tampilan bangunan (interior dan eksterior) yang tidak representatif-tidak menarik.
f. Lokasi kurang strategis. Tidak berada pada rute pergerakan, pencapaian hanya bisa dengan kendaraan pribadi, kurang dikenal masyarakat.
F. Lokasi dan Site Standard
Berikut ini acuan Penentuan Lokasi suatu perpustakaan menurut De Joseph Chiara. dan John Callender (1994). Perpustakaan adalah organisasi yang melayani masyarakat. Maka dari itu, sebaiknya terletak pada lokasi sentral. dimana memudahkan akses bagi komunitas terbesar pembacanya dan pencari informasi yang berkepentingan. Prinsip ini bukanlah suatu prinsip baru, akan tetapi didapat dari riset administrator perpustakaan umum yang berpengalaman.
Lokasi di pusat biasanya diasosiasikan dengan jumlah toko retail yang padat,nbangunan kantor, bank, perhentian kendaraan Umum dan fasilitas parkir. Ini berarti suatu perpustakaan sebaiknya terletak di dekat pusat komunitas aktivitas umum, seperti pusat perbelanjaan atau bisnis. Suatu perpustakaan harus mempertimbangkan lokasi terbaik untuk menjaring public.
Pentingnya lokasi di pusat kola dikuatkan oleh pernyataan berikut. Suatu lokasi yang mudah diakses adalah persyaratan Untuk menarik sejumlah orang. Maka suatu perpustakaan harus berada pada lokasi dimana orang berkumpul, di jantung perbelanjaan, atau distrik bisnis. Bukan pada lokasi yang terpisah, atau jauh seperti taman, pusat pemerintahan atau tepi jalan yang sepi. (Charles M Nlohrhardt and Ralph A Ulveling, "Public Libraries", Architectural Record, December 1952, p 152)
The American Library association's standards for public library service juga menekankan pada kebutuhan akan " Kemudahan akses- Tak perlu dipertanyakan, suatu lokasi yang dapat memberikan kemudahan akses pada sejumlah orang banyak, adalah dasar dari suksesnya setiap perpustakaan baru.
memang, lokasi perpustakaan yang terletak di jantung perbelanjaan dan distrik bisnis akan membutuhkan dana lebih besar, memang, lokasi perpustakaan yang terletak di jantung perbelanjaan dan distrik bisnis akan membutuhkan dana lebih besar,
Intinya, penggunaan perpustakaan secara maksimal dapat diarlikan biaya pelayanan yang lebih rendah, dan Lokasi yang terletak secara strategis dapat diartikan penggimaun.yang maksimal.
BAB IV PERPUSTAKAAN TUNANETRA YANG DIRENCANAKAN
A. Pengertian
merupakan tempat yang ditujukan bagi tunanetra untuk memperoleh informasi dalam berbagai format yang dapat diakses meskipun dalarn keterbatasan visual sehingga tidak kalah dengan mereka yang normal. Fasilitas yang direncanakan antara lain: Ruing koleksi Braille, format besar, periodik dan referensi, Ruang Baca, Ruang Audio Visual lengkap dengan peralatan CCTV dan Kurzweill Personal Reader. Ruang Internet, Ruang serbaguna, Ruang seminar. Ruang Konsultasi, Kafetaria dan Halte. Pendekatan desain yang dipakai adalah pendekatan perilaku tunanetra yang mana berpengaruh terhadap perancangan massa bangunan, program ruang, sirkulasi, material, tata cahaya, penataan dan pemilihan perabot.
B. Fungsi dan Tujuan
1. Fungsi
a. Bagi tuna netra
Dapat memperoleh informasi seluas-luasnya yang dilengkapi sarana dan prasarana yang mendukung aktifitas mereka, antara lain sebagai:
1) pusat informasi dan pendidikan non formal yang terjangkau bagi seluruh lapisan dan golongan sosial
2) pusat layanan multi media bagi tuna netra
3) tempat untuk belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas positif
4) pusat diskusi formal dan nonformal serta tempat sosialisasi komunitas tuna netra yang juga menunjang perkembangan mental secara psikis
5) Fungsi budaya, yakni memperluas jaringan pengembangkan apresiasi terhadap budaya dan karya tulis. Dengan adanya pameran buku dan
non buku, seminar, Story telling bagi anak-anak, serta layanan audio- visual, Perpustakaan ini dapat herfungsi secara budaya.
6) Sebagai Resource Center. Resource center adalah pusat pencetakan 6) Sebagai Resource Center. Resource center adalah pusat pencetakan
7) Sebagai pelestari (mengolah, merawat, dan melestarikan) bahan pustaka khususnya yang berformat khusus, baik berupa buku braille, buku cetak maupun karya rekam.
b. Bagi masyarakat umum
1) pusat informasi khususnya mengenai tuna netra dan carat
2) Sarana untuk mereka yang ingin belajar menggunakan fasilitas khusus
untuk membantu saudara/keluarga mereka yang tuna netra
3) Sarana bagi sukarelawan untuk membantu mereka yang tuna netra
4) Sebagai lapangan kerja baru
2. Tujuan
a. Menyediakan fasilitas informatif yang memadai secara fisik maupun psikologis untuk penyandang tuna netra maupun cacat sehingga mereka dapat menikmati dan memperoleh informasi yang setara dengan mereka yang normal
b. Meningkatkan kualitas intelektual kaum tuna netra dan cacat
c. Menyediakan suatu tempat dimana kaum tuna netra dan cacat dapat bertemu, bersosialisasi dan bertukar pikiran secara positif
d. Mewujudkan iklim masyarakat belajar dan aktif membaca bagi kalangan orang tua, anak, maupun masyarakat tuna netra
e. Meningkatkan kepedulian dan partisipasi orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan informal.
f. Membantu masyarakat yang mernbutuhkan segala informasi berkenaan dengan tuna netra dan cacat f. Membantu masyarakat yang mernbutuhkan segala informasi berkenaan dengan tuna netra dan cacat
h. Menyimpan, merawat. melestarikan bahan pustaka dalam format khusus untuk mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan
i. Membantu produksi dan pegadaan bahan pustaka (dalam format khusus) bagi masyarakat tuna netra dan cacat yang kurang mampu secara ekonomi maupun bagi SLB yang masih sedikit/ belum memiliki perpustakaan/ bahan pustaka yang memadai untuk kepentingan belajar mengajar baik formal maupun nonformal.
C. Pelaku dan Kegiatan
3. Pelaku
a. Pengunjung
Pelaku kegiatan di dalam perpustakaan dikelompokan menjadi dua, yakni pengunjung dan pengelola. Pengunjung perpustakaan yakni para penyandang tunanetra, baik parsial maupun total dari segala umur (anak- anak, remaja, dewasa). Jika ditinjau dari lingkup pelayananya perpustakaan ini direncanakan memiliki skala propinsi, berusaha melayani masyarakat tunanetra di jawa tengah namun tidak menutup kesempatan bagi masyarakat seluruh Indonesia.
Jumlah populasi penduduk tuna netra di jawa Tengah tahun 2008 menurut Dinas Sosial Propinsi Jawa tengah: 49785 orang — 50 000 orang Jumlah pengunjung perpustakaan menurut Time Saver Standard
75 orang + 3 orang per 1000 populasi:
75 + (3 x 50) = 225 orang Masyarakat umum / keluarga / relasi Diasumsikan 30 % dari pengunjung tuna netra 225 * 30% = 67 orang Total pengunjung 225 +67 = ±292 orang 75 + (3 x 50) = 225 orang Masyarakat umum / keluarga / relasi Diasumsikan 30 % dari pengunjung tuna netra 225 * 30% = 67 orang Total pengunjung 225 +67 = ±292 orang
Pengelola perpustakaan adalah pegawai Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta yang sudah berkompetensi melayani para penyandang tunanetra, dengan pertimbangan bahwa Perpustakaan Tunanetra Surakarta adalah perpustakaan umum milik pemerintah daerah atau nonswasta yang pengelolaannya dilakukan oleh pegawai pemerintah daerah. Pengelola perpustakaan terdiri dari kepala/pimpinan perpustakaan, kelompok jabatan fungsional, sub.bagian tata usaha, seksi pengelolaan arsip, seksi teknis perpustakaan dan seksi pelayanan pemakai perpustakaan.
4. Kegiatan
b. Pengelompokan Kegiatan
Kegiatan di dalam perpustakaan dikelompokan berdasarkan klasifikasi kegiatan yang dilakukan pengguna perpustakaan (pengunjung dan pengelola), sebagai berikut.
· Kegiatan penerimaan, meliputi : datang-pergi/masuk-keluar perpustakaan,
duduk-diskusi-pertemuan nonformal, penyimpanan/penitipan barang. · Kegiatan informasi perpustakaan, meliputi : pelayanan informasi- registrasi,
peminjaman/pengembalian pustaka, pelayanan referensi, pelayanan koleksi khusus, pelayanan koleksi pandang dengar (audiovisual), penelusuran bahan pustaka melalui katalog, pembacaan cerita anak/mendongeng, membaca koleksi, diskusi, penyimpanan koleksi.
pelayanan
· Kegiatan penunjang, meliputi : seminar, pameran, bowsing internet, makan-minum.
· Kegiatan pengelolaan oleh pegawai perpustakaan, meliputi : pengorganisasian, administrasi, pengadaan-pengelolaan-perawatan koleksi, pengelolaan-perawatan arsip, pertemuan formal pengelola,
monitoring keamanan.
· Kegiatan servis, meliputi : menaruh kendaraan/parkir, penerimaan dan pengiriman barang (loading-unloading), penyimpanan barang,
monitoring keamanan, metabolisme, ibadah, mekanikal-elektrikal.
c. Waktu Kegiatan
Perpustakaan ini dibuka untuk melayani masyarakat pada tiap hari kerja dari senin sampai Jumat mulai pukul 9.00 sampai 18.00 WIB, sedangkan pada hari sabtu dibuka setengah hari, mulai pukul
09.00 sampai 15.00. Pada hari minggu perpustakaan tutup.
d. Sistem Pelayanan
Direncanakan suatu sistem pelayanan yang mandiri sekalipun sasaran utamanya adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik. menurut hasil survey di lapangan, kaum tuna netra dan cacat di Indonesia sejak sedini mungkin dilatih untuk mandiri dan tidak tergantung pada alat atau orang lain. Oleh karena itu digunakan system pelayanan terbuka (open acces) yang memungngkinkan pengunjung untuk mencari dan memilih koleksi yang diinginkan secara mandiri. Kecuali untuk penyandang cacat yang belum mandiri perpustakaan menyediakan petugas khusus untuk membimbing mereka. Pada koleksi tertentu yang seperti koleksi audio visual diberlakukankan close acces dimana pengunjung harus dilayani oleh petugas untuk memperoleh/meminjam koleksi yang diinginkan
D. Koleksi Perpustakaan
Jenis dan macam koleksi perpustakaan disesuaikan dengan koleksi yang dimiliki oleh Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta.
Koleksi perpustakaan terdiri dari koleksi anak, koleksi umum, koleksi referensi, koleksi berkala, koleksi khusus (koleksi belanda) dan koleksi audiovisual. Koleksi umum ini menampung jenis koleksi remaja, pemuda dan dewasa, pengelompokannya dijadikan satu karena Koleksi perpustakaan terdiri dari koleksi anak, koleksi umum, koleksi referensi, koleksi berkala, koleksi khusus (koleksi belanda) dan koleksi audiovisual. Koleksi umum ini menampung jenis koleksi remaja, pemuda dan dewasa, pengelompokannya dijadikan satu karena
Pengadaan koleksi perpustakaan diperoleh dari pembelian, pertukaran, hadiah dan sumbangan. Jumlah Koleksi buku Perpustakaan ini dihitung sesuai dengan jumlah populasi yang dilayani. Ketentuan standard: jumlah koleksi koleksi buku : 21/2 -23/4 buku / 35000- 100000 populasi. Dari ketentuan tersebut, untuk populasi 50 000 orang diambil 23/4 buku / orang. Maka:
Buku cetak standard 25 % : 20625 Buku Braille 30 %
: 24750 Buku elektronik 15%
: 12375 Buku cetakan besar1O%
: 8250 Koleksi referensi 10%
: 8250 Koleksi khusus (regional) 8%
: 60 Peta dan atlas 2%
Koleksi anak-anak: 30% dari total koleksi, yakni 41250 copy, terdiri dari Buku cetak standard 25 %
: 10312 Buku Braille 30 %
: 12375 Buku elektronik 15%
Buku cetakan besar 10%
Koleksi referensi 10%
: 4125 Koleksi Musik : 5% dari total koleksi : 6875
Buku musik Braille Koleksi Audio visual : 5% dari total koleksi 6875
Untuk Koleksi penerbitan berkala tidak dihitung dari total koleksi perpustakaan karena sifatnya yang kumulatif, sesuai dengan frekuensi penerbitan majalah dan Koran tertentu.
BAB V ANALISA PENDEKATAN KONSEP
E. ANALISA MAKRO
a. Analisa Lokasi dan Site a. Pedoman pemilihan site :
1) Site terletak harus prominent. Lebih baik berupa Suatu pojok dari persimpangan dimana perpustakaan dapat mudah terlihat. Penggunaan maksimum diperoleh dari jendela display dan view interior yang terlihat.
2) Ketinggian site kurang lebih sama dengan ketinggian jalan 3) Site cukup luas untuk rencana perluasan, akses kendaraan servis, kendaraan
perpustakaan dan sejumlah ruang luar 4) Site sebaiknya memiliki sisi yang menghadap utara untuk menghindari
pancaran sinar matahari, atau setidaknya menghadap timur adalah pilihan kedua. Akan tetapi orientasi site sebenarnya bukan hal yang mutlak dalam
pemilihan site, karena saat ini control temperatur aktif dapat dipergunakan untuk meminimalkan problem matahari.
5) Area servis yang persegi untuk memudahkan pengawasan. Disini dimaksudkan, bentukan tapak yang persegi Memungkinkan bentuk bangunan yang persegi pula,
6) Site sebaiknya memiliki struktur tanah yang sama.
b. Alasan Pemilihan Site
Dari acuan tersebut di atas, Lokasi perpustakaan tuna netra dipilih di kawasan Surakarta, daerah manahan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut
1) Lokasi yang berada di tengah kota, di dekat pusat perbelanjaan, distrik bisnis, dan tempat berkumpulnya masyarakat.
2) Akses yang mudah dicapai, merupakan jalan arteri sekunder yakni jalan adi sucipto.
3) Menurut Rencana Detail Tata Ruang, kota (RDTRK) Unit pengembangan daerah manahan diperuntukkan untuk pemukiman, dan fasilitas umum. Perpustakaan Tuna Netra adalah salah satu bangunan fasilitas umum yang bergerak di bidang jasa.
4) Lokasi dekat dengan komunitas masyarakat yang menjadi sasaran utama 4) Lokasi dekat dengan komunitas masyarakat yang menjadi sasaran utama
c. Lokasi dan Site
Lokasi perpustakaan dipilih berada di tengah kota, di dekat pusat perbelanjaan, distrik bisnis, dan tempat berkumpulnya masyarakat.dan mudah dicapai oleh para tunanetra baik jalan kaki, menggunakan kendaraan umum maupun pribadi (kemudahan akses). Lokasi juga dekat dengan komunitas masyarakat yang menjadi sasaran utama perpustakaan. Perlu diketahui, Lokasi ini dekat dengan SLB A , juga dekat dengan tempat rehabilitasi tunanetra.
Dari sini, lokasi yang dipilih berada di daerah Manahan. Yakni di sekitar Kompleks Stadion Manahan. Di Kota Solo, Kompleks Stadion Manahan cukup dikenal oleh banyak orang. Selain itu lokasi ini telah menjadi salah
LOKASI TERPILIH
satu tempat “jujukan“ berkumpul bagi warga Kota Solo dan nonSolo. karena Terletak dekat fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan daya tarik masyarakat yang menguntungkan satu tempat “jujukan“ berkumpul bagi warga Kota Solo dan nonSolo. karena Terletak dekat fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan daya tarik masyarakat yang menguntungkan
Site yang dipilih berada tepat di depan pintu masuk utama Kompleks Stadion Manahan bagian depan. Bagian pintu masuk utama Kompleks Stadion Manahan (taman depan) merupakan ”konsentrasi” tempat orang berkumpul. Pemilihan site di sini bertujuan agar bangunan perpustakaan lebih dikenal masyarakat dan bisa menjadi pusat perhatian. Pencapaian ke site mudah, bisa diakses dengan kendaraan umum dan bisa dari tiga sisi jalan namun kebisingan rendah karena tidak berada pada jalur lalu-lintas yang padat.
Kompleks stadion
Manahan solo
Site terpilih
utara
Gambar 5.1 Lokasi Site Terpilih Sumber : foto udara diambil dari www.googleearth.com
d. Data Site :
· Lokasi site : Kampung Gremet, Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta.
· Batas-batas site : Utara
: Jl. Adi Sucipto, Kompleks Stadion Manahan
Selatan : Jl. Manyar V (jalan lingkungan), rumah tinggal Timur : Rumah Tinggal Barat
: Jl. Sumbing (jalan lingkungan), rumah tinggal
· Ukuran site : Panjang site 100 m, lebar 85 m, luasan site ± 8500 m². Jalur lambat di sebelah utara site memiliki lebar 4 meter, lebar Jl.Sumbing
sekitar 7 meter, lebar Jl.Manyar V sekitar 4 meter dan lebar Jl.Adi Sucipto sekitar 16 meter.
· Peraturan bangunan : Untuk bangunan fasilitas umum dengan ketinggian bangunan 3-4 lantai,
ALD (angka lantai dasar)= 35-40% luas lahan, ART/ARH (angka ruang hijau) = 38-60 % luas lahan, ARP (angka ruang parkir) = 18-20 % luas lahan. (sumber : Dinas Tata Kota Surakarta)
Gambar 5.2 Site terpilih yang digambar ulang Sumber : dokumen pribadi
Gambar 5.3 (dari kiri-kanan, pandangan 1-3) situasi taman depan Manahan, jalan Adi Sucipto, pandangan ke site. Sumber : Dokumen pribadi
Gambar 5.4 (dari kiri-kanan, pandangan 4-6) Jalan di depan site, Jl. Sumbing, Jl.
Manyar V Sumber : Dokumen pribadi
Gambar 5.5 (dari kiri-kanan, pandangan 7-9, pandangan dari site) pandangan ke taman depan, pandangan ke arah timur, pandangan ke arah barat laut. Sumber : Dokumen pribadi
b. Analisa Pencapaian
i. Dasar Pertimbangan · Kemudahan akses · Tidak membahayakan pengguna (tunanetra) · Keteraturan
· Pencapaian ke zona publik lebih mudah · Sirkulasi yang sederhana dan tidak membingungkan
Dalam pertimbangan pencapaian, menggunakan 2 alternatif, yaitu
Gambar 5.6 Alternatif Pencapaian Sumber: Analisa
Alternatif 1 Alternatif 2 Antara Maen Entrance Antara Maen Entrance
masuk dan keluar menjadi masuk dan keluar di area satu, tidak dipisahkan yang berbeda
Kriteria
Bobot
Alternatif I
Alternatif II
Kemudahan akses
berdasarkan pertimbangan, maka alternatif I dapat mewakili bentuk pencapaian dalam kawasan Perpustakan tunanetra, dimana penggunanya adalah tunanetra, sirkulasi harus jelas, teratur, sederhana dan dipisahkan antara sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki
ii. Rekomendasi
Side entrance, untuk keluar masuk kendaraan
yang memakai kendaraan umumi disediakan halte untuk pencapaian pejalan kak
Gambar 5.7 Pencapaian Site
keluar masuk kendaraan Maen entrance untuk
Sumber: Analisa
dan user
c. Analisa View dan Orientasi
Menentukan arah orientasi bangunan yang terbaik bagi Perpustakaan Tunanetra nantinya, dengan mempertimbangkan View from site dan view to site
Orientasi semua massa mengarah ke Jl Adi sucipto (mempermudah sirkulasi dan pencapaiian)
Ekpose bangunan (memaksimalkan view ke luar site
View from site
Gambar 5.8 Kondisi View Site Sumber: Analisa
i. Dasar Pertimbangan · View to site
· View from site · Keadaan sekitar site · Alur sirkulasi (memutar) · Arah pencapaian masuk kedalam site · Objek bangunan yang menarik
ii. Rekomendasi
Orientasi bangunan menghadap Jl Adi sucipto yang merupakan
akses utama menuju ke perpustakaan dengan view stadion Manahan.
Stadion manahan merupakan tempat yang selau ramai digunakan tempat bekumpul orang solo. Keberadaan bangunan di lokasi in akani sangat menarik perhatian orang sekitar jika memeksimalkan ekspos ke arah manahan
Orientasi semua massa mengarah ke Jl Adi sucipto (mempermudah sirkulasi
dan pencapaiian)
Ekpose bangunan (memaksimalkan view ke luar site
Gambar 5.9 View dan Orientasi Sumber: Analisa
memaksimalkan ekspos pengolahan site ke arah manahan
d. Analisa Sirkulasi site
Menentukan konsep sirkulasi eksternal (luar bangunan) yang ideal, agar tidak terjadi Cross Circulation antara sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki dan sesuai dengan konsep keteraturan dan kesederhanaan.
i. Dasar Pertimbangan · Hirarki jaringan jalan · Keamanan dan kelancaran sirkulasi
· Aktifitas kegiatan perpustakaan · Bentuk massa bangunan (jamak) · kenyamanan pengguna (tunanetra)
· menghindari crossing
ii. Rekomendasi massa bangunan jamak mampu mengurangi sirkulasi vertikal, karena menyulitkan tunanetra - memisahkan antara sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki - area sirkulasi kendaraan diletakan di bagian timur site, area sirkulasi pejalan kaki di bagian barat berbatasan langsung dengan main entrance
Dipilih Lokasi sepanjang Jl. Adi sucipto
area sirkulasi
area sirkulasi
kendaraan
pejalan kaki
Gambar 5.10 Sirkulasi Site
HALTEi
Sumber: Analisa
e. Analisa Kebisingan
Dalam perencanaan sebuah perpustakaan, analisa kebisingan sangatlah penting. Sebagai Identifikasi sumber kebisingan yang ada di sekitar site, dan meminimalisr tingkat kebisingan hubunganya dengan penzoningan.
daerah denga n tingkat kebisingan rendah (aktifitas masyarakat)
Daerah dengan tingkat kebisingan sedang
Daerah dengan tingkat kebisingan tinggi (keramaian lalu lintas jalan raya adi suciptoi
Gambar 5.11 Analisa Kebisingan Sumber: Analisa
i. Dasar Pertimbangan · Arah sumber kebisingan
· Kegiatan yang membutuhkan tingkat konsentrasi tinggi · Minimalisir tingkat kebisingan · Penzoningan site
ii. Alternatif Cara Meminimalisir Kebisingan Penzoningan Ruang (alternatif I) Dilakukan dengan meletakkan ruang-ruang yang bersifat privat dan membutuhkan ketenangan berada di bagain belakang site (bagian selatan) Memberikan Jarak (alternatif II) Dengan cara memberikan jarak antara bangunan dengan jalan raya, yaitu adi sucipto Pembedaan Ketinggian (alternatif III) Dengan cara memberikan pembedaan ketinggian antara site dengan jalan raya, gua mereduksi tingkat kebisingan
Alternatif I Alternatif II Alternatif III Efektifitas
Kriteria
Bobot
3 2 3 2 Kesesuaian dengan kondisi site
3 3 3 3 Kesesuaian dengan kondisi lingkungan sekitar 3 3 3 3
Kesesuaian dengan penzoningan 3 3 3 3
Jumlah
Keterangan Nilai
Keterangan Bobot
3 : Sangat Baik
3 : Menentukan
2 : Baik
2 : Kurang Menentukan
1 ; Kurang Baik
iii. Hasil Berdasarkan Scoring Pertimbangan, dari beberapa alternatif, dapat diterapkan semuanya ke dalam rancangan Perpustakaan tunanetra, sehingga antara satu alternatif dengan alternatif yang lain dapat saling mendukung satu sama lain
Ruang-ruang yang membutuhkan ketenangan tinggi diletakan di bagian belakang site (R baca)
Gambar 5.12 Respon kebisingan Sumber: Analisa
Antara jalan raya dengan site, diberikan ketinggian yang berbeda (pemantulan suara bising)
F. ANALISA MIKRO
1. Analisa Peruangan
a. Kebutuhan Ruang
ditentukan berdasarkan pengelompokan kegiatan yang diwadahi, sebagai berikut.
Kebutuhan ruang
perpustakaan
1) Kegiatan Penerimaan
Tabel 5.2 Kebutuhan ruang kegiatan penerimaan
Jenis kegiatan Ruang
Datang-pergi/masuk-keluar
Plaza Entrance Hall
Ruang duduk Ruang sirkulasi umum-informasi
Pelayanan informasi-registrasi Ruang sirkulasi umum dan anak Penyimpanan/penitipan barang Ruang loker
Sumber : Analisa
2) Kegiatan Perpustakaan
Tabel 5.3 Kebutuhan ruang kegiatan informasi perpustakaan
Jenis kegiatan Ruang
Pelayanan referensi Ruang pelayanan referensi
Pelayanan koleksi khusus Ruang pelayanan koleksi khusus Pelayanan koleksi pandang
Ruang pelayanan koleksi pandang dengar (audio-visual)
dengar (audio-visual) Pencarian bahan pustaka
Ruang katalog online umum dan melalui katalog
anak
Bercerita/mendongeng Ruang dongeng anak Membaca koleksi-diskusi
Ruang baca koleksi anak Ruang baca koleksi umum (remaja-dewasa) Ruang baca koleksi berkala Ruang baca koleksi referensi Ruang baca koleksi khusus Ruang baca audio-visual
Penimpanan koleksi Ruang koleksi anak Ruang koleksi umum (remaja- dewasa) Ruang koleksi berkala Ruang koleksi referensi Ruang koleksi khusus Ruang koleksi audio visual
Sumber : Analisa
3) Kegiatan Penunjang
Tabel 5.4 Kebutuhan ruang kegiatan penunjang
Jenis kegiatan Ruang
Mengikuti Seminar/pertemuan Ruang serba guna
Panggung R. operator R. Belakang panggung R. petugas Gudang peralatan Toilet pria Toilet wanita
Makan dan minum
Kafetaria Pantry
Pameran Ruang pameran Konsultasi
Ruang konseling Mengenal jenis – jenis
Taman flora braile
tanaman Toko buku mini Membeli buku Sumber : Analisa
4) Kegiatan Pengelolaan
Tabel 5.5 Kebutuhan ruang kegiatan pengelolaan
Jenis kegiatan Ruang kegiatan
Pengorganisasian Ruang pimpinan Ruang kelompok jabatan
Administrasi
fungsional
Pengadaan-pengelolaan- Ruang tata usaha perawatan koleksi
Ruang seksi teknis perpustakaan, Pengelolaan-perawatan arsip
Ruang fumigasi Pertemuan formal
Ruang kearsipan Monitoring keamanan
Ruang rapat Ruang monitor keamanan
Sumber : Analisa
5) Kegiatan Servis
Tabel 5.6 Kebutuhan ruang kegiatan servis
Jenis kegiatan Ruang kegiatan
Mekanikal-elektrikal
R. Gardu PLN R. Panel R. trafo R. Generator R. mesin AC R. Tandon dan pompa
R. Kontrol
Penerimaan/pengiriman barang Loading dock Ibadah
Mushola dan wudu
Penyimpanan barang
Monitoring keamanan
Pos satpam
menunggu
R. Sopir
Sumber : Analisa
b. Luas Ruang
1) Kegiatan Penerimaan
no ruang
sirkulasi luas 1 entrance hall
kapasitas
standard
lobby 2 19.370populasi 9m /1000 populasi (LBD) 10% 191.763 ruang duduk
10% 30 informasi-registrasi 2 5 org 4.2 m /org
20org
ass
10% 23.1 r penitipan barang 2 4 lernari 4.8 m /lemari
30% 24.96 r sirkulasi &
2m /org (PP)
r telepon urnum 2 4 org 1m /org (PP) 10% 4.4 total
2) Kegiatan Perpustakaan
RUANG RAK KOLEKSI Luas rak untuk buku
2.00 x 0.3 m = 0.60 m2
standard Sebuah rak buku dapat menampung 250 buah buku (250 copy)
Sebuah buku braille dan cetakan besar memerlukan space 3 kali lipat dari buku cetak standard (menurut survey) sehingga kapasitas rak buku braille dan cetakan besar : 1/3 rak standard = 80 copy
Sebuah buku elektronik memerlukan space 2 kali lipat dari buku cetak standard sehingga kapasitas buku elektronik : 1/2 rak standard = 125 copy
Koleksi referensi diasumsikan memiliki space yang sama dengan buku braille untuk audio musik diasumsikan 1 lemari cukup menampung 1000 copy
Maka untuk mendapatkan luasan rak buku yang dibutuhkan : (jumlah buku : kapasitas rak) x 0.6 + sirkulasi 30 % Maka untuk mendapatkan luasan rak buku yang dibutuhkan : (jumlah buku : kapasitas rak) x 0.6 + sirkulasi 30 %
copy
buku cetak standard
30% 64.35 buku braille
copy 250 buku/Iemari (LBD)
30% 241.3125 buku bicara/elektronik
copy 80 buku/lemari
30% 77.22 buku cetakan besar
copy 125 buku/lemari
30% 80.4375 koleksi referensi
copy 80 buku/lemari
30% 80.4375 koleksi spesial
copy 80 buku/lemari
copy 80 buku/Iernari (LBD)
koleksi peta dan atlas 2 1650 copy 50 m (asurnsi)
3 r.rak koleksi anak-anak
copy
buku cetak standard
30% 32.17344 buku Braille
copy 250 buku/lemari (LBD)
30% 120.65625 buku elektronik
copy
80 buku/lemari
30% 38.60688 buku cetakan besar
copy
125 buku/lemari
30% 40.21875 koleksi referensi
copy
80 buku/lemari
copy 80
buku/lemari (LBD)
4 r.rak koleksi musik
80 buku/lemari
60.3281 Koleksi penerbitan berkala
(survey)
Koran Dalam 1 minggu terdapat 7 eksemplar yang dijadikan 1 bendel Dalam 1 bulan ada 4 bendel. Dalam 1 tahun (12bulan) ada 48 bendel.
selama 10 tahun terdapat 48 x 10 tahun = 480 bendel Diasumsikan sebuah rak dapat menampung 10 bendel. Sehingga diperlukan 48
rak Luasan tiap rak 1,5 m 2 Majalah
Majalah akan dibendel tiap 4 bulan sehingga dalam 1 tahun ada 3 bendel Diasumsikan ada 5 judul, maka dalam 1 tahun ada 5 x 3 bendel= 15 bendel Dalam 10 tahun ada 150 bendel Kapasitas rak mencukupi untuk 20 bendel sehingga diperlukan 7,5rak
Luasan tiap rak 1,5 m 2
5 r. penerbitan berkala koran 2 48 rak 1,5 m /rak
10% 79.2 majalah 2 7,5 rak 1,5 m /rak
RUANG BACA jumlah kapasitas tempat duduk disesuaikan dengan jumlah pengunjung, yakni 225 buah sesuai dengan jumlah buku yang tersedia. maka kapasitas tempat duduk untuk: anak-anak dan remaja
68 kursi
dewasa dan referensi
135 kursi
ruang musik dan avi
23 kursi
tempat duduk untuk 1 orang rata-rata 2,3 m 2
6 r baca r baca anak dan remaja 2 68 kursi 2.3 m /orang(LBD)
30% 203.32 r baca dewasa dan
referensi
30% 403.65 ruang baca/dengar musik 2 23 kursi 2.3 m /orang(LBD)
135 kursi 2 2.3 m /orang(LBD)
30% 68.77 r. baca bebas 2 50 orang 2.3 m /orang(LBD)
RUANG KATALOG Sebuah lemari katalog terdiri dari 30 laci ( 5 horisontal, 6 vertikal) Sebuah laci dapat menampung 1000 kartu. (LBD) Berarti sebuah lemari dapat menampung 30 x 1000 kartu = 30 000 kartu Sebuah buku biasanya memiliki 3 kartu
Maka total jumlah katalog : dewasa
48000 buku →
144000 katalog
anak-anak dan remaja
24000 buku →
72000 katalog
koleksi musik
4000 buku →
12000 katalog
koleksi audio visual
jumlah lemari yang dibutuhkan :jurnlah katalog : kapasitas lemari
Sebuah lemari memerlukan space sebesar 3 m 2 (termasuk sirkulasi dan meja konsultasi) Untuk perangkat komputer per bagian ditambahkan luasan 4 rn 2
7 r. katalog r katalog anak dan remaja
ktlg/lemari, @ 3m2/lemari (LBD) 11.2 r katalog dewasa
ktlg/lemari, @ 3m2/lemari
(LBD) 18.4 (LBD) 18.4
12000 katalog
ktlg/lemari, @ 3m2/lemari (LBD)
8 r audio visual
10% 8.8 r katalog avi
r petugas 2 2 orang 4 m /orang (PP)
30000 ktlg/lemari, @ 3m2/lemari (LBD) 5.2 r penvimpanan
12000 katalog
30 r koleksi kaset
asumsi
30% 12.636 r koleksi video
18000 copy
1000 koleksi/lemari (assi)
30% 8.424 r dengar bersama 2 20 org 2.5 m /orang
12000 copy
1000 koleksi/lemari (ass)
r kurzweil personal reader 2 10 org 4 m /alat (ass)
30% 52 r pemutaran film 2 25 org 1 m /orang
r. close circuit TV 2 10 org 4 m /alat (ass)
30% 32.5 total
9 r internet
r internet umum 2 10 komp 4 m /komp (assi)
r internet tuna netra 2 10 komp 4 m /komp (ass)
10 r diskusi dan seminar 2 25 org/ruang 2 m /orang (LBD)
total
11 area anak r bermain dan kratifitas
40 r pemutaran cerita anak 2 10 anak 3m /anak (LBD)
asumsi
30% 39 r komputer anak 2 5 komp 2.4 m /komp (ass) 30%
15.6 kelas anak 2 20 anak 3m /anak (LBD)
30% 78 total
TOILET Kebutuhan Toilet (LBD) Pria
WC
min 2 buah/ 200orang, kemudian 1 buah setiap 100 orang berikutnya min 2 buah/1000
Urinoir orang wastafel 1 buah/ 60 orang
Untuk ± 150 pengunjung pria dibutuhkan 2 WC (@1.5 m2), 2 urinal (@ 0.6 m2) , dan 3 wastafel (@ 1.2 m2) Total 7.8 m2 Wanita
WC
min 2 buah/ 75orang, kemudian1 buah setiap
50 orang berikutnya
Untuk ± 150 pengunjung wanita dibutuhkan 4 WC (@ 1.5 m2) dan 3 wastafel (@
1.2 m2) Total 9.6 m2
11 toilet toilet pria 2 150 orang 7.8 m /toilet (LBD)
20% 9.36 toilet wanita 2 150 orang 9.6 m /toilet (LBD)
3) Kegiatan Pengelolaan
TABEL FASILITAS PENGELOLA no 2 ruang kapasitas standard sirkulasi Luas (m )
1 R.pimpinan
R. Kepala Perpustakaan 2 1 org 30 m /orang (LBD) 10% 33 R. Wakil Kepala 2 1 org 18 m /orang (LBD)
10% 19.8 R. Sekretaris 2 1 org 10 m /orang (LBD)
10% 11 R. Rapat 2 50 org 2m /orang (LBD)
10% 110 R. Tamu 2 5 org 2m /orang (LBD)
2 R. Administrasi R. Kepala Bagian 2 1 org 15 m /orang (LBD)
R.staff tats usaha 2 3 org 9 m /orang (LBD)
R.arsip 2 2 org 9 m /orang (LBD)
R.keuangan 2 2 org 9 m /orang (LBD)
3 Pengolahan Pustaka 2 R.kepala bagian 1 org 15 m /orang (LBD)
10% 16.5 2 Unit Pengadaan 2 org 15 m /orang (LBD)
10% 33 2 Seleksi bahan pustaka 2 org 12 m /orang (LBD)
10% 26.4 2 Pengolahan bhn Pustaka 2 org 12 m /orang (LBD)
10% 26.4 2 Unit Konservasi 2 org 12 m /orang (LBD)
10% 26.4 2 R. Penarnpungan dan jilid 5 org 12 m /orang (LBD)
10% 66 Studio rekarnan
3 org 2 12 m /orang (LBD)
4 Unit teknis R. kepala bagian 2 1 org 15 m /orang (LBD)
10% 16.5 Humas 2 1 org 9m /orang (LBD)
10% 9.9 Unit sirkulasi & distribusi 2 2 org 7m /orang (LBD)
10% 15.4 Informasi &
Komputerisasi
10% 26.4 Unit penerbitan 2 10 org 12 m /orang (LBD) 10%
2 org 2 12 m /orang (LBD)
132 Dokumentasi 2 1 org 7m /orang (LBD)
10% 7.7 Sie pameran 2 1 org 7m /orang (LBD)
10% 7.7 Sie bimbingan perpus 2 1 org 7 rn /orang (LBD)
5 Unit Layanan publik
R. Kepala bagian 2 1org 15 m /orang (LBD) 10% 16.5 Unit perpus. dewasa
10% 38.5 Unit perpus anak 2 5 org 7m /orang (LBD)
1org
2 7m /orang (LBD)
10% 38.5 Unit komputer &
teknologi 2 2 org 12 m /orang (LBD) 10% 26.4 Unit audio visual 2 5 org 7m /orang (LBD)
10% 38.5 Unit referensi 2 1 org 7m /orang (LBD)
5 Unit Pembinaan R. Kepala Bagian 2 1 org 15 m /orang (LBD)
10% 16.5 Sumber days manusia 2 1 org 7m /orang (LBD)
10% 7.7 Unit penyuluhan 2 1 org 7m /orang (LBD)
10% 7.7 Layanan konseling 2 1 org 7m /orang (LBD)
6 R. Karyawan R. Istirahat 2 35 org 3m /orang (LBD) 20%
126 Loker 2 2 lemari 4.8 m /lernari (PP)
30% 12.48 Toilet pria 2 35 org 7.8 m /toilet (LBD)
20% 9.36 Toilet wanita 2 35 org 6.6 m /toilet (LBD)
4) Kegiatan Penunjang
TABEL FASILITAS PENUNJANG TABEL FASILITAS PENUNJANG
10% 165 Panggung 2 10% luas r u a n g 165 m
16.5 R. operator 2 2 orang 12 m /orang (PP)
20% 28.8 R. belakang panggung 2 10% luas ruang 300 m
R. petugas 2 4m /orang (PP) 10% 8.8 Gudang peralatan 2 2 orang 15 m /orang (PP)
2 orang
toilet pria 2 150 orang 7.8 m /toilet (LBD) 20% 9.36 toilet wanita 2 150 orang 9.6 m /toilet (LBD)
2 Kafetaria 2 100 orang 1m /orang (PP) 20% 120
Pantry 2 120 m 12 3 R pameran 2 200 orang 1.2 m /orang (PP)
10%,luas kfetaria
10% 264 5 R. konseling 2 2 orang 4m /orang (ass)
10% 8.8 6 Taman flora braille
200 (taman haca)
Ass
7 Toko buku Mini 2 50-80 m (LBD) 80 954.78
5) Kegiatan Servis
TABEL FASILITAS SERVIS no
sirkulasi luas
I Mekanikal Elektrikal R..gardu PLN
10 R. panel
20 R. trafo
20 R. Generator
50 R. mesin AC
50 R. Tandon dan pompa
50 R. Kontrol
2 Loading dock 2 2 van 35 m /van (LBD) 30% 91 3 Mushola
9 4 Gudang 2 2 buah 20 m /buah
asss
40 5 Pantry
10 6 Pos keamanan 2 2 buah 6m /org, @ 2 orang
ass
7 R.Sopir
10 orang
2m 2 /or
. g 20 2 total(m ) 404
TOTAL LUAS BANGUNAN: 5140.87
TABEL FASILITAS PARKIR
Menurut Peraturan Daerah wilayah Kota Surakarta untuk bangunan fasilitas umum:
2 Tiap 40 m 2 bangunan disediakan ternpat parkir 25 m
Total luas bangunan adalah 5665.96 m 2
Maka:
2 Luas fasilitas parkir yang dibutuhkan: (5665.96 : 40) x 25 m 2 3541.225 m 80% fasilitas parkir dialokasikan untuk mobil 2 2832.98 m
20% untuk sepeda motor = 2 708.245 m
REKAPITULASI
subtotal Total
L U A S BANGUNAN 2 (m ) (1112) Luas Fasilitas Publik
Luas Fasilitas Pengelola
Luas Fasilitas Penunjang
Luas Fasilitas Service
Luas Fasilitas Parking 3530.43
Luas Total 8671.29
Menurut RDTRK, KDB 40-60%, Jika diambil KDB 50 %, dan luas bangunan 5140.87, maka:
Luas Lahan maksimal yang dibutuhkan 5140.87 x 100150 = 10281.74 m 2
Keterangan: PP
: Pedoman Pembakuan Gedung Perpus Umum Wilayah
LBD : Libraries : a briefing and design guide Ass
: Asumsi
c. Analisa Tata Ruang
1) Penzoningan Ruang
a) Zona Publik dan Semi Publik Pada zona ini diletakkan main entrance, Halte kendaraan umum (Angkutan Kota, Taksi dan Becak), yang kemudian dihubungkan dengan pedestrian ways menuju main entrance. Selain itu Ruang Internet, Toko buku, Cafeteria dan Ruang baca bebas juga ditempatkan pada zona ini. Di Lantai2 dan 3, untuk Zona public dan semi public ditempati oleh Ruang Serba Guna, Ruang Pamer, Ruang Seminar dan Ruang konsultasi. Pada bagian tengah site, diletakkan Taman Flora Braille yang sekaligus difungsikan sebagai Taman Baca.
b) Zona Semi Private Zona Semi Private ditujukan untuk area yang membtuhkan ketenangan dan privasi namun masih dapat diakses oleh public. Pada site zona ini terletak di bagian tengah, dikelilingi zona public, semi public dan private. Pada zona ini diletakkan Ruangan Pengelola. Karena Letaknya yang berada di tengah bangunan, zona ini dapat terhindar dari kebisingan dan sekaligus juga dapat mengakses seluruh zona public dan semi public yang ada di sekitarnya. Sedangkan bagi pengunjung yang bcrkepentingan dengan pengelola (tamu, sukarelawan, dll) disediakan akses untuk menuju zona pengelola.
c) Zona Private Zona Private disini bukan mengacu pada zona yang tidak boleti dimasuki oleh public, tetapi dimaksudkan untuk menyebut area perpustakaan dimana pada area ini pengunjung yang masuk harus melewati kontrol petugas lebih dahulu. Seperti menunjukkan kartu keanggotaan atau mencatatkan identitas pada counter registrasi. Area Perpustakaan sebagai daerah yang paling utama diletakkan pada zona ini dengan pertimbangan perpustakaan sangat membutuhkan privasi, dan penjagaan keamanan koleksinya. Dan terutama harus diletakkan pada daerah yang cukup penting. Selain itu ketenangan yang terjaga juga lebih c) Zona Private Zona Private disini bukan mengacu pada zona yang tidak boleti dimasuki oleh public, tetapi dimaksudkan untuk menyebut area perpustakaan dimana pada area ini pengunjung yang masuk harus melewati kontrol petugas lebih dahulu. Seperti menunjukkan kartu keanggotaan atau mencatatkan identitas pada counter registrasi. Area Perpustakaan sebagai daerah yang paling utama diletakkan pada zona ini dengan pertimbangan perpustakaan sangat membutuhkan privasi, dan penjagaan keamanan koleksinya. Dan terutama harus diletakkan pada daerah yang cukup penting. Selain itu ketenangan yang terjaga juga lebih
d) Zona Service Mekanikal Elektrikal dan Loading Dock ( Loading basah dan Loading buku) keduanya terletak di basement. dengan peletakkan loading dock di basement, secara otomatis service tidak terlihat oleh pengunjiung, memperlancar kegiatan
mengganggu keindahan.
zone semi privat
zone semi publik
(area baca perpustakaan zone privat
zone publik
Zone Servis
Gambar 5.13 Penzoningan Bangunan Sumber: Analisa
2) Pendekatan Sirkulasi Bangunan
Pendekatan sirkulasi bangunan bertujuan untuk merancang system sirkulasi dan transportasi dalam bangunan perpustakaan yang sesuai untuk bangunan perpustakaan sebagai bangunan untuk tunanetra.
Untuk menunjang kelancaran transportasi dalam bangunan diperlukan system sirkulasi yang baik. Ada beberapa alternatif untuk pola sistem sirkulasi horizontal:
1) Pola Linier Bentuk paling dasar dari
penyusunan rak buku dalam perpustakaan. Rak-rak disusun berjajar hingga membentuk barisan linier
2) Pola Grid Pengembangan selanjutnya, barisan
rak buku disusun membentuk jaringan grid. Tujuannya adalah untuk memudahkan akses dan pengaturan koleksi. Pola ini memiliki kelemahan, yaitu monoton
dan dapat mengakibatkan disorientasi.
3) Pola Radial Berbeda dengan pola grid, pola
radial memiliki arah orientasi yang jelas, polanya dapat berkembang, tidak monoton. Namun sulit melakukan kategorisasi dan pengaturan koleksi dalam pola radial.
4) Pola Klaster Pola cluster mengkombinasikan
pola grid dengan pola radial. Dengan menggunakan pola ini, pengaturan kategori menjadi lebih mudah, karena terbagi kedalam bagian-bagian yang terpisah. Masing-masing bagian memiliki pusat untuk memudahkan
orientasi. Namun juga tetap mempertahankan sifat grid yang
memudahkan pengaturan koleksi.
Pergerakan yang sesuai dengan konsep teratur dan sederhana adalah pergerakan yang memiliki pola linier. Dipilih gabungan antara pola linier dan radial. Pergerakan linier dan radial dapat dimanipulasikan membenluk Pergerakan yang sesuai dengan konsep teratur dan sederhana adalah pergerakan yang memiliki pola linier. Dipilih gabungan antara pola linier dan radial. Pergerakan linier dan radial dapat dimanipulasikan membenluk
2. Analisa Tampilan bangunan
a. Pendekatan Massa / bentuk bangunan
Bentuk geometris adalah wujud yang paling beraturan. Maka dalam perancangan bentuk dasar gubahan massa akan digunakan bentuk geometris. Ada beberapa Alternatif bentuk geometris beraturan:
· Lingkaran bersifat memusat pada suatu titik atau menyebar. Bagi tunanetra tidak menguntungkan karena lingkaran tidak mcmiliki patokan (awal dan akhir) dan
polanya yang menyebar memungkinkan pergerakan ke segala arah (semakin banyak arah, semakin kompleks dan sukar dihafal)
· Segi banyak beraturan (memiliki sisi dan sudut sama) harnpir sama dengan lingkaran, akan menimbulkan pergerakan ke beberapa arah.
· Segitiga Akan menyebabkan pergerakan menyerong (kurang dari90 °) yang kurang menguntungkan bagi tunanetra (hasil survey)
· Segi empat Segi empat murni mcminjukkan sesuatu yang rasionil, murni, bentuk yang statis,
netral dan tidak memiliki arah tertentu. Bentuk segi empat lainnya adalah variasi bentuk bujur sangkar yang berubah dengan penambahan tinggi atau lebarnya.
Dipilih bentuk segi empat variasi, karena: Untuk tunanetra, akan lebih mudah bergerak dalam tatanan segi empat yang pergerakannya tegak lurus (bersudut 90o). Sedangkan dimensi yang bervariasi untuk menyesuaikan dengan program ruang suatu perpustakaan.
Gambar 5.14 Alternatif bentuk Geometris
b. Sumber: Analisa Komposisi Massa
Platonic solid Dari wujud dasar dapat digeser menjadi ruang yang memiliki bentuk tegas, teratur dan mudah dikenal. Bentuk ini disebut Platonic Solid. Platonic Solid dari segi empat (bujursangkar) adalah kubus, kubus adalah bentuk yang sangat mudah dikenal. Variasinya dapat berupa balok. Dalam bangunan banyak digunakan bentukan balok tersebut. Bentuk Beraturan Bentuk Beraturan adalah bentuk yang hubungan antar bagiannya tersusun dengan konsisten. Umumnya bersifat stabil dan simetris terhadap satu sumbu / lebih. Kemudian setelah ditentukan sumbunya, dibuat pola grid sejajar kedua sumbu. Selanjutnya bentuk-bentuk kubus/balok diletakkan secara stabil pada kedua sumbu yang saling tegak lurus.
Permassaan
Dengan dasar pertimbangan
∙Sifat dan tuntutan kegiatan ∙Kesederhanaan flow dan lay out ∙Kesesuaian dengan penyandang Tuna Netra
Di tentukan dua alternative, yaitu : · Massa Tunggal
(-) Ruang yang terbentuk: `Penggunaan ruang optimal
`hubungan tidak langsung `lay out dan flow komplek
(-) Struktur kompleks (+) efisien luasan bangunan (-) Memerlukan faktor keamanan lebih
Gambar 5.15 Gubahan massa Sumber: Analisa
· Massa Jamak (+) Ruang yang terbentuk: `hubungan langsung
`kegiatan dapat dikelompokkan sesuai sifat dan jenisnya secara tegas
`lay out dan flow sederhana
(+) Struktur sederhana (-) membutuhkan luasan lebih banya
Gambar 5.16 Gubahan Massa
(+) pengelompokan ruang funsi sejenis mudah Sumber: Analisa
Berdasarkan beberapa pertimbangan, massa jamak paling ideal dalam pengembangan massa bangunan perpustakaan tunanetra, massa jamak mampu mengakomodir kegiatan para penyandang tuna netra yang sangat membutuhkan kesedehanaan flow dan lay out ruang akibat tidak adanya indra penglihatan. Massa jamak dipilih untuk mewadahi fungsi yang berbeda, untuk memisahkan kegiatan antar fungsi. karena fungsi perpustakaan sangat membutuhkan ketenangan namun terdapat juga fungsi-fungsi lain yang mungkin dapat mengganggu.
c. Fasad bangunan
Sesuai dengan konsep sederhana dan teratur maka Tampilan pada bangunan tidak banyak menggunakan Warna maupun permainan bidang garis yang berlebihan. Perubahan bentuk yang teratur dan konsisten.Atas dasar pertimbangan klimatologi dan integritas lingkungan, bentukan atap juga menggunakan bentuk atap limasan untuk menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar, dengan kemiringan 45 o sebagai respon terhadap matahari yakni menghindari sinar langsung dan mencegah terjadinya tampias saat hujan.
Untuk pemakaian Warna, bangunan hanya mengunakan 2 Warna. yakni abu-abu dan kuning.
Klimatologi dan Kode dan identitas integritas lingkungan
Warna kuning merupakan warna yang umum sebagai kode orientasi dan mobilitas bagi tunanetra partial (visual impairment people). Warna kuning ini biasanya dipakai pada tactile paving yang meunjukkan adanya persimpangan jalan atau jalur khusus tunanetra di tempat-tempat umum. Warna kuning dipilih sebagai warna Petunjuk tunanetra karena pada umumnya kontras dengan lingungan sekelilingnya sehingga mudah terlihat oleh tunanetra partial.
Gambar 5.17 Tampilan Bangunan
Warna abu-abu dalam panduan menentukan warna kontras adalah warna Sumber: Analisa
yang paling kontras dengan warna kuning. Maka agar warna bangunan terlihat kontras dan memudahkan bagi tunanetra partial dalam mengenali lingkungannnya, dipakailah kombinasi kedua warna ini.
Warna kuning terutama diapikasikan pada kolom-kolom, kusen pinto dan jendela, railing serta elemen bangunan yang memiliki potensi tak terlihat oleh tunanetra partial jika warnanya tidak kontras. Sedangkan warna abu-abu dipakai sebagai background Warna kuning, sehingga pada umumnya elemen bangunan yang berupa bidang berwarna abu-abu.
d. Pendekatan Sistem Struktur
Dasar Pertimbangan: · Kondisi tanah.
· Bentuk dan dimensi vertikal bangunan. · Kesesuaian dengan karakter bangunan. · Pengaruh terhadap lingkungan sekitar. · Kesederhanaan dan keteraturan
1) Sub Struktur
a) Analisa Dengan ketinggian bangunan yang cukup tinggi dan jenis tanah yang tidak terlalu keras, alternatif pondasi yang akan digunakan yaitu:
· Footplat Mampu mendukung bangunan berlantai banyak, cocok untuk
jenis tanah yang tidak terlalu keras, tidak perlu menggali tanah terlalu dalam.
Gambar 5.18 Pondasi footplat sumber: dokumen pribadi
cx
· Sumuran Mendukung bangunan berlantai banyak, dapat digunakan pada berbagai jenis tanah, dimensi yang besar dan banyak
membuang tanah galian.
· Tiang Pancang
Gambar 5.19 Pondasi sumuran
Mendukung bangunan berlantai banyak dengan beban yang sumber: dokumen pribadi
berat, cocok untuk tanah yang cukup keras, penggalian tanah untuk pondasi cukup dalam.
Gambar 5.20 Pondasi tiang pancang sumber: dokumen pribadi
b) Hasil Analisa Bangunan perpustakaan memiliki ketinggian 4 lantai, pondasi yang dipilih
adalah pondasi sumuran dengan pertimbangan jenis pondasi ini sesuai dengan ketinggian tersebut dan memiliki kemampuan cukup kuat dalam menahan beban besar.
2) Super Struktur
a) Analisa · Struktur Rangka
- Bentuk dan sistemnya cukup sederhana - Fleksibilitas penggunaan ruang cukup tinggi. - Memungkinkan buka-bukaan yang cukup banyak. - Ketinggian bangunan yang dicapai kurang maksimal. - Lay out ruang yang teratur
Gambar 5.21 Struktur rangka sumber: dokumen pribadi Gambar 5.21 Struktur rangka sumber: dokumen pribadi
menggunakan pembatas ruang yang permanen dan fungsi bangunan berlantai banyak, maka super struktur yang digunakan adalah struktur rangka. Pemilihan system grid ini sesuai dengan konsep awal yaitu keteraturan. Dengan adanya keteraturan peletakan kolom dan balok, maka akan mempermudah tunanetra dalam mengakses ruangan tersebut.
3) Upper Struktur
a) Analisa Struktur Atap Untuk struktur atap terdapat beberapa alternatif struktur, yaitu:
· Struktur rangka baja Bentangan relatif besar, kemungkinan variasi bentuk atap lebih luas.
Gambar 5.22 Struktur rangka baja sumber: dokumen pribadi
· Struktur kabel
Dapat menahan atap dengan bentangan besar.
Gambar 5.23 Struktur kabel sumber: dokumen pribadi
· Struktur beton bertulang Bentangan besar dan kemungkinan variasi bentuk atap cukup
luas · Space frame
Bentangan relatif besar, kemungkinan variasi bentuk atap lebih luas.
Gambar 5.24 Struktur Space Frame Sumber: dokumen pribadi
· Struktur rangka kayu Bentangan relatif kecil dan variasi bentuk terbatas.
b) Hasil Analisa Struktur Atap Untuk menciptakan tampilan yang sederhana dan teratur yaitu bentuk limasan, digunakan struktur rangka baja. Struktur kabel dan space Frame digunakan juga pada bagian-bagian tertentu yang memerlukan penanganan khusus.
4) Elemen Ruangan
Dasar pertimbangan: · Berfungsi sebagai stimulant bagi tunanera · mendukung bentuk eksterior dan interior
· mudah perawatanya · Menjamin keamanan dan keselamatan tunanetra
Maka dipilih elemen ruangan yaitu
a) Dinding Untuk elemen dinding digunakan pasangan batu bata dengan kombinasi pintu dan jendela. Pada tiap bagian sisi kanan atau kiri pintu terdapat dinding raba yang berfungsi sebagi identifikasi ruang pada bagian sudut - sudut tertentu menggunakan dinding pemantul suara untuk membantu tuna netra mengetahui jarak dan batas ruang. Dinding bagian luar menggunakan batu bata karena lazim digunakan serta memiliki waktu penghantaran panas cukup lama (4jam, lebar dinding 15cm) selain juga digunakan bahan aliminium komposit untuk menciptakan model dinding yang fleksibel. Untuk a) Dinding Untuk elemen dinding digunakan pasangan batu bata dengan kombinasi pintu dan jendela. Pada tiap bagian sisi kanan atau kiri pintu terdapat dinding raba yang berfungsi sebagi identifikasi ruang pada bagian sudut - sudut tertentu menggunakan dinding pemantul suara untuk membantu tuna netra mengetahui jarak dan batas ruang. Dinding bagian luar menggunakan batu bata karena lazim digunakan serta memiliki waktu penghantaran panas cukup lama (4jam, lebar dinding 15cm) selain juga digunakan bahan aliminium komposit untuk menciptakan model dinding yang fleksibel. Untuk
b) Lantai Tunanetra parsial pada umumnya memiliki perilaku sama dengan tunanetra total. hanya saja masih selain bantuan tongkat mereka juga menggeserkan kaki jika berjalan dan bergerak mencari warna serta cahaya. Untuk itu digunakan Tactile paving memiliki warna petunjuk yang kontras. misalnya blister surface berwarna kuning dan Corduray hazard tactile paving berwarna merah. Pada entrance dan meja informasi dipasang iluminasi yang cukup. Pembedaan tekstur elemen dan warna lantai untuk memudahkan orientasi mobilitas bagi tunanetra. Proses berjalan tunanetra: Berjalan lurus ke depan dengan mengayunkan tongkat ke kiri dan ke kanan secara geser. Tekstur lantai berikutnya , yakni guidance path surface, menuntun tunanetra menuju ruang tertentu dengan terlebih dahulu melalui papan petunjuk.Disediakan petunjuk bagi tunanetra saat ia mendekati sign board berupa tacticle paving yang mengisyaratkan adanya signing. Tactile paving ini berwarna kuning cerah agar mudah dikenali tunanetra partial.
3. Utilitas
Sumber air bersih, listrik, pencahayaan dan penghawaan ruang dioptimalkan dengan mengambil sumber dari alam yang berlimpah jumlahnya. Pengelolaan limbah dilakukan secara mandiri agar tidak mencemari lingkungan.
a. Sistem Jaringan Air Bersih
Pengadaan air bersih bersumber dari PDAM dan air sumur. Distribusi air bersih menggunakan sistem down feed distribution dengan pertimbangan kemudahan dalam distribusi dan penghematan listrik.
Bagan 5.1 Skema Jaringan Air Bersih Sumber : Analisa
b. Sistem Jaringan Sanitasi dan Drainase
Pengolahan limbah meliputi pembuangan air kotor/sanitasi (limbah padat, cair dan dapur) dan air hujan/drainase. Pembuangan air kotor memanfaatkan sistem pembuangan kota, setelah melalui sumur peresapan mandiri agar tidak terlalu membebani saluran pembuangan kota. Air buangan dari wastafel, wudu maupun pantry (limbah cair) diolah untuk dimanfaatkan kembali (reuse and recyle).
Pembuangan air hujan pada atap bangunan yang menggunakan dag menggunakan saluran drainase, sedangkan pada atap miring tanpa melalui saluran drainase (talang air) agar air hujan lebih cepat turun ke bawah dan menghindari kerusakan talang. Pembuangan air hujan pada tapak menggunakan saluran drainase yang dialirkan menuju riool kota.
Bagan 5.2 Skema jaringan air kotor (atas) dan air hujan (bawah) Sumber : Analisa
c. Sistem Jaringan Listrik dan telekomunikasi
1) Analisa Penyediaan Energi Listrik § PLN
Sumber listrik utama yang digunakan berasal dari gardu PLN. Kemudian sumber sekundernya menggunakan generator yang digunakan ketika arus dari PLN terganggu. Apabila terjadi kerusakan pada pendistribusian listrik dari PLN, maka akan diganti dengan menggunakan sistem standby emergency power (SEB) dari genset. Instalasi listrik di dalam bangunan secara umum dibagi 2 jenis, yaitu:
a) Instalasi untuk penerang Instalasi yang mendistribusikan energi listrik untuk seluruh jaringan peralatan penerangan baik di dalam maupun di luar bangunan.
b) Instalasi untuk power Instalasi yang mendistribusikan listrik untuk alat-alat elektronik lainnya seperti lift, AC, escalator, pompa dan sebagainya.
Panel skunder Distribusi
PLN
Meteran
Panel utama
Panel skunder Distribusi
Genset
Bagan 5.3 Analisa penyediaan listrik PLN Hasil Analisa sumber: analisa penulis
Sumber energi yang digunakan untuk bangunan Perpustakaan tunanetra surakarta yang direncanakan menggunakan PLN. Sumber listrik cadangan lain adalah generator set yang dilengkapi ATS (Automatic Transfer Switch). Genset ini merupakan alternatif terakhir yang dipakai setelah listrik dari PLN.
2) Analisa Utilitas Telekomunikasi dan Sound system Sistem jaringan telekomunikasi yang digunakan dalam gedung dikelompokkan dalam dua bagian, sistem komunikasi intern dan extern.
a) Intern Menggunakan telepon PABX (Private Automatic Branch Exchange ),
eksternal dan menghubungkan komunikasi dengan internet melalui operator.
melayani
komunikasi
b) Ekstern Komunikasi pegawai di dalam bangunan dengan pihak luar, menggunakan telepon dan fax.
Telepon Lokal
PT. Telkom Panel Kontrol
Operator Faks Internet
SLJJ/SLI Untuk sound system di gunakan pada ruang kurzweil, avi dan Bagan 5.4 Analisa jaringan
ruang-ruang yang membutuhkan sound system. komunikasi
sumber: analisa penulis
d. Sistem Penghawaan Ruang
Sistem Penghawaan menggunakan system penghawaan aktif, kecuali pada selasar zona kornersial. Sistem AC yang digunakan adalah system AC central. Ruang mesin AC terletak di basement, sehingga perlu dihubungkan delngan cooling tower.
karena bangunan cukup luas dan letak massanya terpisah antara bangunan utama dan bangunan penunjang, maka system AC dibagi karena bangunan cukup luas dan letak massanya terpisah antara bangunan utama dan bangunan penunjang, maka system AC dibagi
Mesin
Panel
AHU & Panel tiap AC ruang
Cooling Tower
ducting ducting Suplay
Return
e. Sistem Penerangan Ruang
Untuk keperluan penerangan perpustakaan diperlukan sumber cahaya yang konstan untuk memenuhi standar penerangan aktivitas membaca. Untuk bagian-bagian bangunan yang tidak terjangkau penerangan alami digunakan sistem pencahayaan buatan.
Kemudian untuk memaksimalkan pencahayaan alami dalam bangunan di desain sumur cahaya (light well) yang dapat membawa masuk cahaya dari tooftop kedalam bangunan. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas pencahayaan alami harus dapat dikontrol untuk memenuhi standar yang ditetapkan dan tidak mengakibatkan silau (glare) yang dapat menggangu kenyamanan aktivitas membaca.
f. Analisa Sistem Keamanan (Pengamanan Kebakaran dan Petir)
1) Analisa Pengamanan Kebakaran Dasar Pertimbangan Untuk mendapatkan sistem pengamanan terhadap bahaya kebakaran, faktor yang menentukan adalah: § Fungsi bangunan. § Luasan bangunan. § Peralatan yang ada di dalam bangunan yang dapat memicu
terjadinya kebakaran. Analisa Sistem yang biasa digunakan yaitu:
a) Sistem Fire Alarm Berfungsi untuk mengetahui dan memperingatkan terjadinya bahaya kebakaran. Jenis alarm ini menggunakan dua sistem, yaitu a) Sistem Fire Alarm Berfungsi untuk mengetahui dan memperingatkan terjadinya bahaya kebakaran. Jenis alarm ini menggunakan dua sistem, yaitu
b) Sistem Sprinkler Air Berfungsi mencegah terjadinya kebakaran pada radius tertentu untuk melokalisir kebakaran. Sprinkler air berfungsi apabila dipicu oleh heat and smoke detector yang memberikan pesan ke junction box . Setiap sprinkler juga dilengkapi dengan sensor untuk mengetahui lokasi kebakaran.
c) Fire Estinguisher Berupa tabung karbondioksida portable untuk memadamkan api secara manual oleh manusia. Tempatkan di tempat-tempat strategis yang mudah dan dikenali serta di tempat yang memiliki resiko kebakaran yang tinggi.
d) Indoor Hydrant Berupa gulungan selang dan hydrant sebagai sumber airnya, digunakan untuk memadamkan api yang cukup besar. Diletakan di tempat-tempat strategis yang mudah dan dikenali serta di tempat yang memiliki resiko kebakaran yang tinggi. Sumber air hydrant diambil dari ground tank yang dipompa dengan pompa hydrant.
e) Outdoor Hydrant Dihubungkan pada pipa ground tank dan pompa hydrant untuk mendapatkan kepastian sumber air dan tekanan air yang memadai.
f) Tangga Darurat Lebar tangga direncanakan mampu digunakan untuk 2-3 orang yang berjalan bersampingan.
Hasil analisa Dari analisa di atas, maka dapat diketahui kebutuhan pengamanan terhadap bahaya kebakaran: § Dalam ruangan
Menggunakan fire alarm, sprinkler air, fire estinguisher, indoor hydrant dan tangga darurat.
§ Luar Ruangan Menggunakan outdoor hydrant.
2) Analisa Pengamanan Bahaya Petir Dasar Pertimbangan § Kemampuan untuk melindungi gedung dari sambaran petir. § Tidak menyebabkan efek elektrifikasi atau flashover pada saat
penangkal petir mengalirkan arus listrik ke grounding. § Pemasangannya tidak mengganggu penampilan bangunan. Analisa
Macam sistem penangkal petir yang sering digunakan:
Sistem Faradday Prinsip
Sistem Franklin
Bila terjadi petir akan Tiang-tiang faraday yang
kerja
terjadi ionisasi di awan. berjarak kurang lebih 20 Loncatan ion-ion dapat m (antar tiang) terletak di ditahan oleh preventor sekeliling
bangunan sehingga tidak mengenai untuk
melindungi
bangunan.
Radius bangunan dari sambaran
perlindungan
sama petir.
dengan tinggi preventor.
Keuntungan Harganya lebih murah Sifat perlindungan lebih
dibandingkan
sistem baik karena aliran listrik
Faradday.
langsung dialirkan ke ground di tanah.
Kerugian
Bila suatu saat ion-ion Lebih mahal pada preventor tersebut dibandingkan
sistem habis atau berkurang, Franklin. maka
Tabel Tabel alternatif pemilihan sistem pengamanan bahaya petir sumber: Utilitas Bangunan, Ir. Hartono Poerbo, M Arch Hasil
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka sistem yang digunakan adalah sistem Faradday. Sistem Faradday berupa tiang setinggi 50 cm. Tiang-tiang ini dipasang di puncak bangunan atau atap, kemudian dihubungkan dengan kawat yang dimasukkan ke dalam pipa yang tidak memiliki kemampuan menghantarkan listrik (pipa paralon), dan kemudian dihubungkan dengan ground. Pada ujung ground diberi kolam air untuk memperbesar penghantaran listrik ke tanah.
BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Pada bab ini akan dirumuskan konsep perencanaan dan perancangan sebagai dasar dalam perancangan Perpustakaan Tunanetra Surakarta, dengan pendekatan pada perilaku tunanetra untuk mempermudah aksesibilitas .
A. Konsep perencanaan Perpustakaan Tunanetra Surakarta direncanakan sebagai pusat
informasi bagi tuna netra dalam lingkup provinsi yaitu jawa tengah. Direncanakan dengan pendekatan pada perilaku tunanetra untuk mempermudah aksesibilitas penggunanya yaitu tunanetra. Penekanan aksesibilitas dalam bangunan perpustakaan bisa menjawab tantangan ini. Dengan melakukan pendekatan pada perilaku tunanetra maka konsep yang digunakan dalam bangunan ini ialah konsep sederhana dan teratur.
B. Konsep perancangan
1. Konsep site Site yang dipilih berada tepat di depan pintu masuk utama
Kompleks Stadion Manahan bagian depan. Bagian pintu masuk utama Kompleks Stadion Manahan (taman depan) merupakan ”konsentrasi” tempat orang berkumpul. Pemilihan site di sini bertujuan agar bangunan perpustakaan lebih dikenal masyarakat dan bisa menjadi pusat perhatian. Pencapaian ke site mudah, bisa diakses dengan kendaraan umum dan bisa dari tiga sisi jalan namun kebisingan rendah karena tidak berada pada jalur lalu-lintas yang padat.
2. Konsep peruangan
a. Kebutuhan Ruang Fasilitas Publik
Kebutuhan ruang
Besaran (m²)
Entrance hall
Ruang rak koleksi dewasa
Ruang rak koleksi anak-anak 271.874 Ruang rak koleksi musik
Ruang penerbitan berkala
Ruang baca
Ruang katalog
Ruang audio visual
Ruang internet
Ruang diskusi dan seminar 130 area anak
toilet
Fasilitas Pengelola
Kebutuhan ruang
Besaran (m²)
R.pimpinan
R. Administrasi
Pengolahan Pustaka
Unit teknis
Unit Layanan publik
Unit Pembinaan
R. Karyawan
Fasilitas Penunjang
Kebutuhan ruang
Besaran (m²)
Ruang serba guna
R pameran
R. konseling
Taman flora braille
Toko buku Mini
Fasilitas Service
Kebutuhan ruang
Besaran (m²)
Mekanikal Elektrikal
Loading dock
Mushola
Gudang
Pantry
Pos keamanan
R.Sopir
subtotal
Total
LUAS BANGUNAN
(m2)
Luas Fasilitas Publik
Luas Fasilitas Pengelola
Luas Fasilitas Penunjang
Luas Fasilitas Service
Luas Fasilitas Parking
Luas Total
b. Konsep tata ruang
e) Zona Publik dan Semi Publik Pada zona ini diletakkan main entrance, Halte kendarazin umum (Angkutan Kota, Taksi dan Becak), yang kemudian dihubungkan dengan pedestrian ways menuju main entrance. Selain itu Ruang Internet, Toko buku, Cafeteria dan Ruang baca bebas juga ditempatkan pada zona ini. Di Lantai2 dan 3, untuk Zona public dan semi public ditempati oleh Ruang Serba Guna, Ruang Pamer, Ruang Seminar dan Ruang konsultasi.
Pada bagian tengah site, diletakkan Taman Flora Braille yang sekaligus difun-sikan sebagai Taman Baca.
f) Zona Semi Private Zona Semi Private ditujukan untuk area yang membtuhkan ketenangan dan privasi namun masih dapat diakses oleh public. Pada site zona ini terletak di bagian tengah, dikelilingi zona public, semi public dan private.
Pada zona ini diletakkan Ruangan Pengelola. Karena Letaknya yang berada di tengah bangunan, zona ini dapat terhindar dari kebisingan dan sekaligus juga dapat mengakses seluruh zona public Pada zona ini diletakkan Ruangan Pengelola. Karena Letaknya yang berada di tengah bangunan, zona ini dapat terhindar dari kebisingan dan sekaligus juga dapat mengakses seluruh zona public
g) Zona Private Zona Private disini bukan mengacu pada zona yang tidak boleti dimasuki oleh public, tetapi dimaksudkan untuk menyebut area perpustakaan dimana pada area ini pengunjung yang masuk harus melewati kontrol petugas lebih dahulu. Seperti menunjukkan kartu keanggotaan atau mencatatkan identitas pada counter registrasi.
Area Perpustakaan sebagai daerah yang paling utama diletakkan pada zona ini dengan pertimbangan perpustakaan sangat membutuhkan privasi, dan penjagaan keamanan koleksinya. Dan terutama harus diletakkan pada daerah yang cukup penting. Selain itu ketenangan yang terjaga juga lebih mendukung orientasi bagi tunanetra dibandingkan area yang ramai.
Disini, unik menjaga ketenangan area perpustakaan zona ini tcrletak pada bagian site yang berbatasan dengan kapling tetangga yang berupa rumah tinggal sehingga tidak ada kebisingan yang berarti seperti halnya jika diletakkan dekat tepi jalan.
h) Zona Service Mekanikal Elektrikal dan Loading Dock ( Loading basah dan Loading buku) keduanya terletak di basement. dengan peletakkan loading dock di basement, secara otomatis service tidak terlihat oleh h) Zona Service Mekanikal Elektrikal dan Loading Dock ( Loading basah dan Loading buku) keduanya terletak di basement. dengan peletakkan loading dock di basement, secara otomatis service tidak terlihat oleh
c. Sirkulasi pengunjung Pergerakan yang sesuai dengan konsep teratur dan sederhana
adalah pergerakan yang memiliki pola linier. Pergerakan linier dapat dimanipulasikan membenluk suatu ruang dirnana tunanetra hanya dihadapkan pada situ pilihan jalur yang yang jika diikuti akan kembali ke titik semula dimana peijalanannya dimulai.
3. Tampilan Bangunan Sesuai dengan konsep sederhana dan teratur maka Tampilan
pada bangunan tidak banyak mengounakan Warna maupun permainan bidang garis yang berlebihan. Perubahan bentuk yang teratur dan konsisten Bentukan atap juga menggunakan bentuk sederhana yang sesuai dengan daerah tropis dan budaya lokal yakni atap joglo dengan kemiringanan 30°.
Untuk pemakaian Warna, bangunan hanya mengunakan 2 Warna. yakni abu-abu dan kuning.
Struktur menggunakan system rangka yang tersusun dalam pola grid yang teratur. Pemilihan system grid ini sesuai dengan konsep awal yaitu ketraturan. Dengan adanya keteraturan peletakan kolom dan balok, maka akan mempermudah tunanetra dalam mengakses ruangan tersebut.
Adapun spesifikasi bangunan perpustakaan Tunanetra adalah sebagai berikut:
Penutup Atap: Memakai penutu atap tegola dengan sudut kcmiringan atap 30°
Konstruksi atap, : Atap bangunan entrance hall menggunakan struktur space
frame yang dilapis plat beton pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian tengah terdapat konstruksi pyramid space frame ditutup dengan tempered glass. Pernilihan konstruksi ini dimaksudkan agar ruangan dibawahnya bebas kolom
Atap bangunan utama perpustakaan menggunakan konstruksi rangka batang baja karena bentangnya yang cukup besar (±45meter) Atap perisai yang lain menggunakan konstruksi profit baja IWF Atap bangunan penghubung antarmassa menggunakan dak
beton Konstruksi dinding menggunakan struktur dinding pengisi yang tidak memikul beban.
Konstruksi lantai Untuk lantai ruang luar menggunakan material beton. Untuk
ruing dalam menggunakan material lantai linoleum. Material ini dipilih karena dapat memberikan ketenangan, harganya relative murah dan nyaman untuk pemakaian lama.
pada perencanaan lantai juga direncanakan jalur-jalur tunanetra yang terbuat dari beton (untuk ruang luar) dan bahan rubber (untuk ruang dalam)
4. Konsep Utilitas Bangunan Sebuah bangunan yang pengguna utamanya adalah tunanetra
memerlukan penanganan jaringan utilitas yang khusus dibandingkan penataan utilitas pada bangunan lain. Konsep uilitas dari bangunan ini harus sesuai dengan konsep sederhana dan teratur, agar utilitas tersebut memerlukan penanganan jaringan utilitas yang khusus dibandingkan penataan utilitas pada bangunan lain. Konsep uilitas dari bangunan ini harus sesuai dengan konsep sederhana dan teratur, agar utilitas tersebut
a. Sistem air bersih Sumber air bersih yang digunakan berasal dari dua sumber
yaitu sumur artesis dan jaringan kota (PAM). Karena site terletak di tengah kota, dan dikanan-kiri site sudah terdapat bangunan berlantai banyak, maka penggunaan sumur artesis harus diminimalisir karena penggunaan sumur artesis yang belebihan dapat mengeringkan persediaan air tanah. sumber utama yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bangunan adalah berasal dari jaringan kota.
Sumber air bersih alternatif yang dapat dimanfaatkan adalah air hujan. Yang ditampung dari atap.
b. Sistem listrik Sumber utama energi listrik dipasok dari jaringan kota (PLN).
Disediakan pula sebagai cadangan dua buah generator (genset) untuk kebutuhan darurat. Genset mem-backup 80% dari total penggunaan energi listrik dalam bangunan.
c. Sistem Penerangan Ruang Untuk keperluan penerangan perpustakaan diperlukan sumber
cahaya yang konstan untuk memenuhi standar penerangan aktivitas membaca. Untuk bagian-bagian bangunan yang tidak terjangkau penerangan alami digunakan sistem pencahayaan buatan.
Kemudian untuk memaksimalkan pencahayaan alami dalam bangunan di desain sumur cahaya (light well) yang dapat membawa masuk cahaya dari tooftop kedalam bangunan. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas pencahayaan alami harus dapat dikontrol untuk memenuhi standar yang ditetapkan dan tidak mengakibatkan silau (glare) yang dapat menggangu kenyamanan aktivitas membaca.
d. Sistem penghawaan
Sistem Penghawaan menggunakan system penghawaan aktif, kecuali pada selasar zona kornersial. Sistem AC yang digunakan adalah system AC central. Ruang mesin AC terletak di basement, sehingga perlu dihubungkan delngan cooling tower.
karena bangunan cukup luas dan letak massanya terpisah antara bangunan utama dan bangunan penunjang, maka system AC dibagi menjadi 2 zona. Terdapat ruang AHU dan panel AC di tiap zona.Skema system AC adalah sebagai berikut:
Mesin
Panel
AHU & Panel tiap AC ruang
Cooling Tower
e. Sistem penanggulangan kebakaran Karena fungsi bangunan adalah perpustakaan, maka alat
pemadam api jika terjadi kebakaran bukan berupa air. Digunakan pemadam kebakaran berupa serbuk. Serbuk tersebut diletakkan pada tabung yang dihubungkan dengan beberapa titik sprinkler. Titik sprinkler diatur bejarak tiap 3 meter pada ruang perpustakaan.
Pada ruang perpustakaan (4 lantai) juga terdapat tangga kebakaran untuk evakuasi pengunjung. Karena sebagian besar pengguna bangunan adalah tunanetra, maka perlu dipertimbangkan petunjuk kebakaran yang dapat diakses tunanetra. Untuk itudigunakan alarm kebakaran
Alat Bantu evakuasi lainnya antara lain: · Hidran halaman, 2 buah. terletak di dekat entrance dan pada bagian belakang bangunan. Masing-masing terhubung
dengan tendon bawah.
· PAR (Pemadam api ringan) ada di tiap titik-titik penting terutama di zona komersial yang tidak menggunakan system
sprinkler.
f. Sistem Transportasi Vertikal Untuk pencapaian ke bangunan yang lebih tinggi dari
ketinggian jalan (0.00) digunakan rampa pada pedestrian ways dengan gradien 1:20 untuk mengantisipasi adanya pengguna kursi roda.
Untuk transportasi vertikal dalam bangunan digunakan lift. Dipilih lift daripada ramp alas dasar efisiensi ruang,. Selain itu lokasi naik-turun dapat dipertahankan di tempat yang sama tidak seperti halnya jika digunakan escalator.
Desain lift dibuat khusus sehinga tombol dapat dijangkau mereka yang menggunakan kursi roda. Pada tombol juga terdapat angka dalam bentuk Braille dan speaker yang memberi informasi secara auditori sehingga mempermudah penggunaaan oleh tunanetra.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, Michael.(1999).Webster New World College dictionary. Newyork: Macmillan. Basuki, Sulistyo. (1994).Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cohen, Aaron and Cohen, Elaine. (1979). Designing and Space Planning For Libraries : A Behavorial Guides. New York : R. R Bowker. Co De Chiara. Joseph and Callender, John. (1994). Time Saver Standard for
Building Types.(3 rd ed.). New York : Mc Graw-Hill. Sorensen, Robert J. (1979). Design for Accesibility. New York : Mc
Graw-Hill Five Merseyside District Councils and Merseytravel.(2002).Code of Practice on acces and Mobility. Avaible: <http://www.scpm.salford.ac.uk/surface/mcop/index.htm>
Utah State Library Division. (2000) Library for the Blind and Disabled. Avaible: < http://library.utah.gov/aboutusblind.html > Mitranet
Mitranet_or_id2 Avaible: <http:www.mitranet.or.id/indonesia/index.asp> NJS (2003). New Jersey Library for the Blind and Handicapped.
(2003).
Available: < http://www2.njstatelib.org/lbh/aboutlbh.htm > NLB Online. (2000). National Library for the Blind2. Available: < http://www.nlb-online.html > NLS.(1996). Eligibility of Blind and Other Physically Handicapped Persons for Loan of Library Materials. Available: < http://www.loc.gov/nls/index.html >