METODELOGI PENELITIAN
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sub Laboratorium Kimia UPT Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Juli- November 2011.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
a. Peralatan gelas
b. Spektrofotometer XRD (Shimadzu XRD-6000)
commit to user
d. Spektrofotometer FT-IR (Shimadzu PC 8201)
e. Spektrofotometer XRF (JEOL Element Analyzer JSX-3211)
f. Furnace (Thermolyne 48000)
g. Neraca analisis(Sartorius BP 110, maksimum 110 g; minimum 0,001 g)
h. Oven (Memmert)
i. Penangas air j. Lampu Halogen (Osram, 35 watt; 12 volt) k. Stop watch l. Magnetic stirer m. Statif dan Klem n. Termometer 150 o C o. Pemanas (Hot plate) p. Spatula
2. Bahan yang digunakan
a. Titanium Tetraisopropoksida (TTIP) p.a ( Merck )
b. Cr(NO 3 ) 3 .9H 2 O
(Merck)
c. Urea
(Merck)
d. Asam Asetat glasial (CH 3 COOH) 98,5 % (Merck)
e. Aquades (Lab. Kimia Pusat FMIPA UNS)
f. Zat warna Rhodamin B
(Merck)
commit to user
h. Kertas Indikator Universal
D. Prosedur Penelitian
1. Preparasi TiO 2 Larutan TTIP dihidrolisis dengan asam asetat berlebih untuk memelihara suspensi dari partikel terhadap aglomerasi. 10 ml TTIP di hidrolisis dengan asam asetat pH 2 sebanyak 100 ml. Setelah itu suhu larutan diturunkan menjadi
10-15 °C hingga terbentuk suspensi sol TiO 2 transparan (bening) pada akhir tahapan hidrolisis. Campuran TiO 2 selanjutnya dipanaskan pada suhu maksimum
90 °C diatas pemanas (hot plate) hingga terbentuk suspensi sol TiO 2 . Kemudian suspensi sol TiO 2 dipanaskan 150 °C selama 24 jam (over night) di dalam oven hingga terbentuk xerogel TiO 2 berwarna putih. Selanjutnya xerogel TiO 2 akan di
gunakan sebagai stock untuk preparasi komposit maupun karakterisasi. Dalam
pembuatan standar xerogel TiO 2 dikalsinasi selama 4 jam dengan variasi suhu
150 °C, 300 °C, 400 °C, 500 °C, 600 °C, dan 700 °C dengan kecepatan furnace
10 ˚C/menit. Kemudian dari hasil kalsinasi dilakukan karakterisasi yang digunakan sebagai standar.
2. Preparasi Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3
0,8 gram TiO 2 di tambahkan dengan 4 gram Cr(NO 3 ) 3 .9H 2 0 dan 3 gram urea yang telah di larutkan dalam 100 ml aquades. Campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnetik hingga homogen. Campuran tersebut kemudian di panaskan pada suhu 110 °C selama 2 hari. Setelah terbentuk serbuk, kemudian powder tersebut di kalsinasi dengan variasi suhu 300 °C, 400 °C, 500 °C, 600 °C, dan 700 °C yang masing – masing selama 4 jam dengan kecepatan furnace 10 ˚C
/menit. Kemudian masing – masing komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 yang terbentuk di karakterisasi.
commit to user
Karakterisasi dengan difraksi sinar-X dilakukan untuk menentukan fase kristal dan kristalinitas material, karakterisasi dengan spektrofotometer Infra Merah di lakukan untuk membuktikan adanya serapan bilangan gelombang dari
TiO 2 maupun Cr 2 O 3 dan karakterisasi XRF untuk mengetahui komposisi antara
TiO 2 dan Cr 2 O 3 .
4. Fotodegradasi Zat Warna Rhodamin B Sampel standar TiO 2 dan komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 dari berbagai hasil variasi
suhu kalsinasi di masukkan ke dalam erlenmeyer masing – masing 0,01 gram
TiO 2 -Cr 2 O 3 ditambah 25 ml Rhodamin B 5 ppm dan di lakukan pengadukan.
Erlenmeyer di tutup dengan plastik transparan, selanjutnya di sinari dengan sinar Visibel dalam reaktor dengan variasi waktu 0, 30, 60, 120, dan 180 menit. Kemudian masing-masing larutan di analisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 400-800 nm.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Data yang diambil untuk karakterisasi standar TiO 2 dan komposit TiO 2 - Cr 2 O 3 dengan menggunakan X-Ray Diffraction, FT-IR, dan X-Ray Fluoresence. X-Ray Diffraction akan didapatkan nilai 2 θ komposit untuk identifikasi hasil sintesis sistem kristal dan untuk mengetahui rasio anatase dan rutile. Karakterisasi gugus fungsional untuk mengetahui struktur digunakan FT-IR. Data
komposisi TiO 2 dan Cr 2 O 3 dalam komposit diketahui dengan menggunakan X-Ray
Fluoresence . Aplikasi komposit untuk fotodegradasi zat warna Rhodamin B diambil data absorbansi sesudah dan sebelum treatmen fotokatalis berdasarkan variasi waktu penyinaran sinar visibel dengan menggunakan spektroskopi UV- Vis.
commit to user
Pola difraksi sinar X dari komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 akan dianalisa secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan dengan membandingkan
harga 2 θ dan I/I 1 dari spektrum difraksi komposit hasil sintesis dengan spektrum
difraksi standar JCPDS (Joint Commite Powder Difraction Standart). Analisa
kuantitatif dilakukan dengan menghitung rasio anatase dan rutile. Sedangkan untuk modifikasi TiO 2 -Cr 2 O 3 dapat dicari difraktogram pada jurnal yang menganalisis senyawa yang sama. Analisa degragasi zat warna Rhodamin B sebelum dan sesudah penyinaran sinar visibel dilakukan dengan mengukur serapan panjang gelombang menggunakan spektroskopi UV-Vis. Pengurangan nilai absorbansi menunjukkan adanya degradasi zat warna Rhodamin B akibat fotodegradasi oleh material fotokatalis.
commit to user
HASIL DAN PEMBAHASAN
F. Sintesis TiO 2 (Titanium Dioksida)
Sintesis material TiO 2 yang dilakukan melalui proses sol-gel seperti
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih et al. (2007). Jika menginginkan bentuk kristal anatase lebih banyak dibandingkan dengan rutile atau bentuk
brookite pada hasil sintesis TiO 2 maka diperlukan optimasi kondisi sintesis dan strategi – strategi tertentu. Bahan awal dalam sintesis TiO 2 adalah TTIP (Titanium
Tetraisopropoksida) yang dimasukkan ke dalam asam asetat glasial dalam suasana asam (pH = 2) dan dibawah suhu kamar dimana asam asetat glasial diletakkan pada gelas beker yang berada pada penangas berisi es batu. Penambahan TTIP ke dalam asam asetat glasial dilakukan dalam suhu rendah skitar 10 - 15 o C dengan
harapan agar tidak terjadi aglomerasi pada TTIP. Campuran tersebut kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan pengaduk magnetik hingga campuran bening. Campuran tersebut kemudian dipanaskan secara bertahap sampai suhu 90
C untuk pembentukan suspensi sol gel hingga asam asetat pada campuran tersebut menguap. Setelah terbentuk suspensi sol gel untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik dan sisa pelarut dilakukan pemanasan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 150 o
C. Langkah terakhir yang dilakukan adalah perlakuan termal pada variasi suhu kalsinasi yaitu 150 o
C, dan 700 o C selama 4 jam sehingga dihasilkan kristal TiO 2 . Reaksi secara keseluruhan dari sintesis TiO 2 dari TTIP dapat ditunjukkan dengan reaksi:
Ti(iPr) 4 + CH 3 COOH
2 xerogel TiO 2 variasi suhu Serbuk TiO 2 (anatase/rutile)
commit to user
G. Sintesis Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3
Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 disintesis dengan metode wet impregnation seperti
penelitian yang dilakukan oleh Riyas et al. (2002) yang dilakukan dengan dua tahapan yaitu penambahan akuades sebagai pelarut dan pemanasan, sedangkan
pembuatan Cr 2 O 3 mengacu pada penelitian yang dilakukan Music et al. (1999). Langkah awal sintesis komposit ini dengan cara 4 gram Cr(NO 3 ) 3 .9H 2 O
dilarutkan dalam akuades dengan pengadukkan magnetik hingga homogen kemudian diikuti penambahan urea sebanyak 3 gram yang diaduk dengan pengaduk magnetik setelah homogen ditambah dengan 0,8 gram xerogel TiO 2
dengan pengadukkan magnetik selama 1 jam. Garam Cr(NO 3 ) 3 .9H 2 O dan urea sebagai bahan awal Cr 2 O 3 dengan Cr yang memiliki muatan 3+. Material Cr 2 O 3 berikatan pada permukaan TiO 2 dengan cara gugus hidroksil pada permukaan TiO 2 berinteraksi dengan Cr 3+ sedangan Cr 3+ dan H 2 O bereaksi menghasilkan Cr(OH) 3 . Campuran tersebut dikeringkan dalam oven selama 2 hari pada suhu 110
o C untuk menguapkan pelarut dan menghilangkan pengotor - pengotor organik, selanjutnya dikalsinasi dengan variasi suhu 300 o
700 o C selama 4 jam sehingga dihasilkan komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 .
Mekanisme pertumbuhan Cr 2 O 3 yang ditambahkan pada TiO 2 secara skematik dapat dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut:
Cr 3+ + 3H 2 O Cr(OH) 3 + 3H + (NH 2 ) 2 CO + 3H 2 O 2NH 4 + + 2OH - +CO 2 Cr(OH) 3 CrOOH
Cr 2 O 3
Cr 2 O 3 + Xerogel TiO 2 110 o C Xerogel komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 Xerogel komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 variasi suhu Powder Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3
Penambahan urea dapat mempercepat hidrolisis ion Cr 3+ untuk pengendapan hidroksida. Perlakuan hidrotermal merubah Cr(OH) 3 menjadi CrOOH yang selanjutnya bertransisi menjadi Cr 2 O 3 dikarenakan Cr 2 O 3 lebih tahan
terhadap suhu tinggi seperti pada penelitian Music et al. (1999).
commit to user
1. Difraksi Sinar-X (XRD) Analisa dengan difraksi sinar-X menggunakan radiasi Cu Kα
(λ = 1,54060 Å) dilakukan untuk mengetahui kristalinitas TiO 2 dan komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 . Hasil analisa XRD tersebut kemudian dibandingkan dengan JCPDS (Joint Commite Powder Diffraction Standart) dan jurnal yang bersangkutan.
Gambar 6. Spektra difraksi sinar-X dari TiO 2 murni dengan variasi suhu 150 o C- 700 o C
Hasil analisa XRD untuk TiO 2 murni dapat ditunjukkan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut menunjukkan perbandingan difraktogram TiO 2 murni
dengan variasi suhu. Pada spektra difraksi sinar-X TiO 2 murni suhu 150 o
C dan 300 o C belum banyak informasi yang dapat diperoleh karena pada suhu ini TiO 2
tas(a.u
.)
2-Theta (degree)
= rutile = anatase
700 °C 600 °C
400 °C
500 °C
150°C
300°C
commit to user
kristal mulai terbentuk, dari gambar spektra hasil XRD diketahui muncul puncak
yang mengindikasikan TiO 2 anatase yang ditunjukkan dengan puncak di daerah 2θ = 25,35 o (d 101 = 3,5091 Å), 2θ = 37,95 o (d 004 = 2,3679 Å), dan 2θ = 48,15 o (d 200
= 1,8874 Å), 2θ = 54,86 o (d 211 = 1,6716 Å) dan 2θ = 55,01 o (d 211 = 1,6674 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 782-486, Pada suhu 500 o
C mulai muncul puncak yang mengindikasikan TiO 2 rutile yang ditunjukkan dengan puncak
daerah 2θ = 27,50 o (d 110 =3,2394 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 870-710, puncak rutile ini pada suhu 600 o
C dan 700 o
C intensitasnya semakin tinggi
sedangkan pada puncak 2θ = 25,35 o (d 101 = 3,5091 Å) intensitasnya semakin
rendah yang berarti semakin tinggi suhu semakin banyak TiO 2 anatase yang terkonversi menjadi rutile dikarenakan rutile merupakan bentuk stabil dari TiO 2 . Pada suhu 600 o
C kristalinitas kristal yang terbentuk semakin baik sehingga
puncak-puncak yang terbentuk semakin terlihat jelas, muncul puncak-puncak baru
yang mengindikasikan TiO 2 rutile dan TiO 2 anatase. TiO 2 rutile ditunjukkan
dengan puncak di da erah 2θ = 36,10 o (d 101 = 2,4849 Å), 2θ = 39,20 o (d 200 = 2,2952 Å), 2θ = 41,25 o (d 111 = 2,1857 Å), 2θ = 44,05 o (d 210 = 2,0531 Å), 2θ = 54,36 o (d 211 = 1,6858 Å), 2θ = 56,66 o (d 220 = 1,6227 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 870-
710 sedangkan TiO 2 anatase dit unjukkan dengan puncak di daerah 2θ = 37,05 o
(d 004 = 2,48493 Å) dan 2θ = 38,55 o (d 112 = 2,3324 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 782-486. Pada suhu 700 o
C puncak-puncak yang mengindikasikan TiO 2 anatase intensitasnya menurun drastis dan sebagian puncak TiO 2 anatase menghilang sedangkan puncak yang mengindikasikan TiO 2 rutile semakin tinggi intensitasnya.
commit to user
Untuk mengetahui persentase pembentukan masing-masing fase TiO 2 murni dapat ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Persentase relatif fase anatase dan fase rutile pada standar TiO 2 murni pada variasi suhu kalsinasi.
Tabel 1. Rasio A/R pada TiO 2 Murni
TiO ₂
variasi suhu kalsinasi
Dari diagram batang dan tabel diatas menunjukkan bahwa pada suhu termal 400 o C dihasilkan TiO 2 anatase yang besar yaitu 100 % sedangan dengan
bertambahnya suhu kalsinasi maka dapat meningkatkan perubahan bentuk fase
TiO 2 anatase menjadi fase TiO 2 rutile . Dapat disimpulkan bahwa TiO 2 anatase
tidak tahan terhadap suhu yang tinggi yang ditandai dengan perubahan bentuk dari fase anatase ke fase rutile yang semakin meningkat pada suhu kalsinasi 500 o C- 700 o C.
commit to user
Gambar 8. Spektra difraksi sinar-X dari material hasil sintesis dengan variasi
suhu 300 o C -700 o C.
Tabel 2. Standar JCPDS dari Cr ₂O₃ dan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) ₂O₃ sebagai Pembanding
serta Komposit Hasil Sintesis.
024 116 Cr ₂O₃ JCPDS No. 381-479
24,494° 33,597° 36,196° 41,48°
50,22° 54,852° (Ti 0,12 Cr 0,88 ) ₂O₃
JCPDS No.820-211
24,431° 33,503° 36,1° 41,363° 50,07° 54,678° Komposit Hasil
Sintesis
24,600° 33,502° 36,302° 41,553° 50,154° 54,805°
Analisa XRD material hasil sintesis dapat ditunjukkan pada Gambar 8.
Pada gambar tersebut menunjukkan perbandingan difraktogram dengan variasi
commit to user
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan spektra hasil XRD pada suhu 300 o
C, tetapi pada suhu 400 o C memiliki puncak yang lebih tinggi dan runcing
bila dibandingkan dengan material hasil sintesis pada suhu 300 o
C, hal ini
dikarenakan semakin tinggi suhu akan mempengaruhi perkembangan kristal yang terbentuk. Pada suhu 400 o C kristal mulai terbentuk sedangkan pada suhu 300 o C masih dalam bentuk amorf sehingga puncak yang terbentuk tidak begitu runcing dan intensitasnya rendah, begitu juga dengan material hasil sintesis suhu 150 o C masih dalam bentuk amorf dan sangat higroskopis sehingga tidak dilakukan karakterisasi dengan XRD. Dari gambar spektra XRD material hasil sintesis suhu
300 o C dan 400 o C diketahui muncul puncak yang mengindikasikan Cr 2 O 3 yang
ditunjukkan dengan puncak 2θ di daerah 2θ = 24,60 o (d 102 = 3,6144 Å), 2θ = 36,30 o (d 110 =2,4717 Å), 2θ = 41,55 o (d 113 = 2,1707 Å), 2θ = 54,80 o (d 116 = 1,6730 Å) yang sesuai dengan standar JCPDS No. 381-479 (Tabel 2), sedangkan puncak pada 2θ = 33,50 o (d 104 = 2,6716 Å), 2θ = 50,15 o (d 024 = 1,8167 Å)
mengindikasikan puncak (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 sesuai dengan standar JCPDS No. 820-
211(Tabel 2). Pada penelitian Chen et al, (2009) dan Gallardo et al, (2008)
sebagian dari TiO 2 tersubtitusi dalam Cr 2 O 3 sehingga puncak yang terdeteksi sebagai (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 . Dari gambar spektra hasil XRD pada suhu 500 o C diketahui muncul puncak baru yang mengindikasikan kehadiran TiO 2 anatase
yang ditunjukkan dengan puncak di daerah 2θ = 25,30 o (d 101 = 3,5159Å) sesuai dengan standar JCPDS No.782-486. Dari gambar spektra hasil XRD pada suhu 600 o
C diketahui muncul dua puncak TiO 2 anatase yang ditunjukkan dengan
puncak di daerah 2θ = 25,35 o (d 101 = 3,5091 Å) dan 2θ = 48,05 o (d 200 = 1,8911Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 782-486, sedangkan pada suhu kalsinasi 700 o C
puncak TiO 2 anatase mulai menurun intensitasnya.
Bila dibanding dengan TiO 2 murni, TiO 2 dengan penambahan Cr 3+ meningkatkan kristalinitas yang ditunjukkan pada suhu 300 o
C telah terbentuk puncak-puncak yang lebih runcing sedangkan TiO 2 murni hanya terlihat satu puncak yang melebar yang di tunjukkan pada Gambar 6 dan 8. TiO 2 dengan
penambahan Cr 3+ juga mampu menahan pertumbuhan rutile pada suhu yang
commit to user
pada TiO 2 murni mulai muncul puncak rutile pada suhu 500 o C dan terlihat jelas pada suhu 600 o C-700 o C dengan puncak TiO 2 rutile yang intensitasnya semakin tinggi dan runcing dengan diikuti menurunnya intensitas pada puncak TiO 2 anatase . Dengan kata lain TiO 2 dengan penambahan Cr 3+ mempunyai ketahanan termal pada suhu tinggi dibanding dengan TiO 2 murni dengan ditunjukkan tidak terdapat puncak rutile dalam komposit sehingga penambahan Cr 3+ dapat menahan
kenaikkan ukuran kristal selama proses pemanasan berlangsung. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pirault et al. (2007) bahwa dengan penambahan Cr 3+ dapat menahan pertumbuhan ukuran kristal sehingga menahan perubahan bentuk kristal ke bentuk rutile yang memiliki ukuran kristal ~30 nm.
Untuk mengetahui persentase pembentukan masing-masing TiO 2 fase anatase , Cr 2 O 3 dan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 pada material hasil sintesis dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Presentase relatif TiO 2 fase anatase, Cr 2 O 3 dan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 pada
material hasil sintesis dengan variasi suhu kalsinasi.
commit to user
suhunya maka pembentukkan Cr 2 O 3 dan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 semakin meningkat sedangkan TiO 2 fase anatase juga meningkat dari suhu 500 o
C ke 600 o
C dan menurun pada suhu 700 o
C. Terjadinya pembentukkan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 dan Cr 2 O 3
akan mempengaruhi fotoaktivitas dalam mendegradasi Rhodamin B, dengan kata
lain pembentukkan (Ti 0,12 Cr 0,88 ) 2 O 3 dan Cr 2 O 3 juga dapat mempengaruhi fotoaktifitas seperti TiO 2 anatase dan lebih lanjut dijelaskan dalam aktivitas komposit dalam mendegradasi Rhodamin B.
2. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola yang khas sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi material tersebut dan juga menunjukkan keberadaan gugus-gugus fungsional utama dalam struktur senyawa yang diidentifikasi. Selain itu analisa FT-IR digunakan untuk memperkuat identifikasi dari XRD. Analisa dari FT-IR dengan membandingkan hasil
karakterisasi dari TiO 2 dan komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 sehingga didapatkan serapan- serapan khusus yang merupakan karakteristik keduanya.
commit to user
Gambar 10. Spektra FT-IR (a) TiO 2 murni (b) Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 pada suhu
400 o C
Hasil analisis dengan spektroskopi inframerah (FT-IR) TiO 2 murni ditunjukkan Gambar 10 (a). Sedangkan untuk komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 ditunjukkan Gambar 10 (b). Pada serapan pada bilangan gelombang 459,06 cm -1 yang
merupakan vibrasi Ti-O-Ti (Luu et al., 2010; Merouani et al., 2007), Sedangkan gelombang 536,21 cm -1 (a) dan 549.71cm -1 (b) yang merupakan vibrasi tekuk Ti-
O (Luu et al., 2010 ) . Bilangan gelombang pada 1531,78 cm -1 (a) dan 1625.99 cm -1 (b) menunjukan vibrasi tekuk dari –OH dan untuk serapan pada 2843,07 cm -1 (a) dan 2841.15 cm -1 (b) merupakan serapan lemah dari Ti-O. Pada bilangan gelombang 3406,72 cm -1 (a) dan 3404.36 cm -1 (b) menunjukkan vibrasi ulur
serapan Ti-OH (Luu et al., 2010; Balachandaran et al., 2011; Crisan et al., 2000).
Pada spektra FT-IR komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 yang ditunjukkan oleh
Gambar 12 (b). Pada spektra tersebut muncul serapan baru pada bilangan
(a )
(b)
2283.72
3406,72
2843,07
1531,78
3404.36
2841.15
1625.99
459
549
536,21
commit to user
et al ., 2011). Dengan adanya serapan tersebut mengidentifikasikan bahwa terbentuknya Cr 2 O 3.
3. X-Ray Flouresence (XRF)
Analisa dengan menggunakan fluoresensi sinar-X untuk menganalisis unsur-unsur atau senyawa dalam komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 dengan prinsip eksitasi
elektron dari kulit luar ke kulit dalam . Hasil dari fluoresensi sinar-X ditunjukkan
pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan adanya kandungan TiO 2 dan Cr 2 O 3 pada masing-masing komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 dengan variasi suhu kalsinasi. Pada analisa XRF ini terdapat kandungan selain TiO 2 dan Cr 2 O 3 dikarenakan
penggunaan beberapa senyawa untuk preparasi sampel dalam analisis XRF. Jika
dilihat dari Tabel 3. Cr 2 O 3 lebih dominan terhadap TiO 2 , karena Cr 2 O 3 lebih dominan sekitar dua kali dari TiO 2 sehingga dimungkinkan TiO 2 tersubstitusi dalam Cr 2 O 3. Untuk mengetahui lebih jelas komposisi persentase TiO 2 dan persentase Cr 2 O 3 dapat dilihat dari diagram batang perbandingan rasio TiO 2 dan Cr 2 O 3 pada komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 masing-masing variasi yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Tabel 3. Hasil Data Analis Fluoresensi Sinar-X Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3 dengan Variasi Suhu Kalsinasi
Suhu kalsinasi (˚C)
TiO ₂%
Cr ₂O₃ %
lain-lain %
400
30,75
68,99
0,26
500
30,72
69,01
0,27
600
30,79
68,65
0,56
700
30,25
68,94
0,81
commit to user
Gambar 11. Hasil analisa XRF pada komposit TiO 2 -Cr 2 O 3
I. Fotodegradasi Standar TiO 2 dan Komposit TiO 2 -Cr 2 O 3
1. Fotodegradasi Rhodamin B dengan Standar TiO 2 Uji aktivitas TiO 2 murni untuk degradasi Rhodamin B dengan variasi waktu dilakukan pada TiO 2 murni variasi suhu 400 o C - 700 o
C. Hasil degradasi Rhodamin B ditunjukkan Gambar 12-15. Sebanyak 0,01 gram TiO 2 murni
dimasukkan ke dalam 25 ml Rhodamin B 5 ppm yang kemudian disinari lampu halogen dalam reaktor dengan variasi waktu. Variasi waktu yang digunakan yaitu:
0 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit.
variasi suhu