SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUBOSUKAWONOSRATEN ERA DESENTRALISASI FISKAL

SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUBOSUKAWONOSRATEN ERA DESENTRALISASI FISKAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Diajukan Oleh :

MASYHUDI NIM.F0108086

EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ABSTRACT

This study aims to analyze the economic growth in fiscal decentralization Subosukowonosraten for 9-year implementation period, from the year 2002-2010. Variables examined in this study in which economic growth proxy with a Gross Regional Domestic Product (GDP). Then the variables of the fiscal decentralization variable Regional Income (PAD), the General Allocation Fund (DAU), Natural Resources Revenue (DBH) and Labor (TK). Analysis tools used in this study is Random Effect, after the model selection test.

The results of this study showed some variable has positive and statistically significant for Economic Growth in all cities / districts in Subosukawonosraten, Regional Income (PAD) and Natural Resources Revenue (DBH). Whereas the other variables have a positive but not statistically significant for Economic Growth in all the cities / district in Subosukawonosraten are the General Allocation Fund (DAU) and Labor (TK).

Keywords : Economic Growth, Fiscal Decentralization, Random Effect Model

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi di Subosukowonosraten era desentralisasi fiskal selama 9 tahun periode pelaksanaan, yaitu dari tahun 2002-2010. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini dimana pertumbuhan ekonomi diproksi menjadi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kemudian variabel dari desentralisasi fiskal yaitu variabel Pendapatan Asli Daerah(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Tenaga Kerja(TK). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random Effect, setelah dilakukan uji pemilihan model.

Hasil penelitian ini menujukkan sebagian variabel menjukkan berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PDRB, yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Sedangkan variabel yang lain berpengaruh positif tetapi tidak signifikan secara statistik terhadap PDRB adalah Dana Alokasi Umum dan Tenaga Kerja.

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal dan Random Effect.

HALAMAN MOTTO

“ Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar

mereka beribadah kepada-ku.“

(QS Az Zariyat, 51:56)

“ Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah, niscaya dia (Allah) akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

(QS Muhammad, 47 :7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

DENGAN PENUH RASA SYUKUR ALHAMDULILLAH KARYA SAYA PERSEMBAHKAN KEPADA :

v (Alm) BAPAK SAYA v IBU YANG SELALU MEMBERIKAN DOA DENGAN PENUH

CINTA DAN SAYANG v KEDUA KAKAK SAYA DAN ADIK SAYA YANG

MEMBERIKAN DORONGAN DAN SEMANGAT

v KEPADA PEMBIMIBING SKRIPSI SAYA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis pajatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat iman dan islam, hidayah dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Pertumbuhan Ekonomi di

Subosukawonosraten Era Desentralisasi Fiskal. “

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakulstas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan dan motovasi dari berbagai pihak langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Wisnu Untoro, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs.Supriyono M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dengan ijin yang diberikan. 3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Izza Mafrurah, S.E, M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis untuk kepentingan skripsi ini. 5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakustas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan dan pelayanan penulis. 6. Keluarga yang senantiasa selalu medoakan, memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis. 7. Temen-temen Kampung Girirejo (WASCOM) 8. Keluarga besar BPPI FE UNS dan Alumninya. Keep Istiqomah. Merajut Ukhuwah Tegakkan Dakwah. 9. Keluarga Besar Pesma Ar Royyan Surakarta dan para Ustadz pesma Ar Royyan yang selalu memberikan doa, memberikan dorongan dan arahan kepada penulis. 10. Syukron, David, Faris, Zulfikar ayo segera menyusul. 11. Anggel, Lucky, Hananto, Hakim, Rozi, Punto, Addin dll angkatan 09,

10, 11 ayo semangat kuliah n berdakwah. 12. Teman – teman angkatan 08 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna pembaca dan dapat mengambil manfaat atas apa yang baik dan berguna dalam skripsi ini.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 11

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 12

1.5 Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori ............................................................................ 14

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 14

2.1.1.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi ................................ 14

2.1.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................... 17

2.1.1.2.1 Teori Ekonomi Klasik ....................................... 17

2.1.1.2.2 Teori Harrod-Domar ........................................ 19

2.1.1.2.3 Teori Neo Klasik Solow-Swan ........................... 23

2.1.1.2.4 Teori Rostow ................................................... 25

2.2 Desentralisasi Fiskal .................................................................... 25

2.2.1 Definisi Desentralisasi Fiskal .............................................. 25

2.2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal ......................... 28

2.2.3 Tujuan Desentralisasi Fiskal ............................................... 29

2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................... 30

2.4 Kerangka Pemeikiran Teoritis ..................................................... 34

2.5 Kerangka Teori ............................................................................ 36

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penenltitan dan Definisi Operasional ............................ 36

3.1.1 Variabel Penelitian ............................................................ 36

3.1.2 Definisi Operasional .......................................................... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 39

3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 40

3.4 Metode Analisis .......................................................................... 41

3.5 Alat Analisis ................................................................................ 41

3.6 Estimasi Model Regresi ............................................................... 42

3.7 Pengujian Model ......................................................................... 42

3.7.1 Uji F ................................................................................... 43

3.7.2 Uji Hausman ...................................................................... 43

3.8 Uji Asumsi Klasik ......................................................................... 44

3.9 Pengujian Statistik ...................................................................... 46

3.9.1 Uji Koefisien Determinasi ................................................... 46

3.9.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F Statistik) ............................. 47

3.9.3 Uji Signifikansi Individual (Uji t) .......................................... 48

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian .......................................................... 50

4.1.1 Kota Surakarta .................................................................. 50

4.1.1.1 Keadaan Geografis ................................................... 50

4.1.1.2 Penduduk ................................................................. 50

4.1.2 Kabupaten Boyolali ............................................................ 51

4.1.2.1 Keadaan Geografis ................................................... 51

4.1.2.2 Penduduk ................................................................. 52

4.1.3 Kabupaten Sukoharjo ........................................................ 52

4.1.3.1 Keadaan Geografis ................................................... 52

4.1.3.2 Penduduk ................................................................. 53

4.1.4 Kabupaten Karanganyar .................................................... 53

4.1.4.1 Keadaan Geografis ................................................... 53

4.1.4.2 Penduduk ................................................................. 54

4.1.5 Kabupaten Wonogiri .......................................................... 54

4.1.5.1 Keadaan Geografis ................................................... 54

4.1.5.2 Penduduk ................................................................. 55

4.1.6 Kabupaten Sragen ............................................................. 56

4.1.6.1 Keadaan Geografis ................................................... 56

4.1.6.2 Penduduk ................................................................. 57

4.1.7 Kabupaten Klaten .............................................................. 57

4.1.7.1 Keadaan Geografis ................................................... 57

4.1.7.2 Penduduk ................................................................. 58

4.2 Deskripsi Data Variabel Penelitian .............................................. 58

4.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ........................... 58

4.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................................... 60

4.2.3 Dana Alokasi Umum (DAU) ................................................ 61

4.2.4 Dana Badi Hasil (DBH) ........................................................ 62

4.2.5.Tenaga Kerja (TK) .............................................................. 63

4.3 Hasil dan Analisis Kuantitatif ....................................................... 64

4.3.1 Analisis Data Panel ............................................................ 64

4.3.1.1 Hasil Estimasi Data Panel .......................................... 64

4.3.2 Hasil Uji Pemilihan Model .................................................. 67

4.3.2.1 Hasil Uji F Statistik .................................................... 67

4.3.2.2 Hasil Uji Hausman .................................................... 68

4.3.3 Hasil Estimasi ..................................................................... 69

4.3.4 Pengujian Statistik ............................................................. 70

4.3.4.1 Uji t Statistik ............................................................. 70

4.3.4.1.1 Variabel Log PAD ............................................. 70

4.3.4.1.2 Variabel Log DAU ............................................ 71

4.3.4.1.3 Variabel Log DBH ............................................. 71

4.3.4.1.4 Variabel Log TK ............................................... 71

4.3.4.2 Uji F .......................................................................... 72

4.3.4.3 Uji Koefisien Determinasi ......................................... 72

4.3.5 Uji Asumsi Klasik ................................................................ 73

4.4.1 Model Persamaan Kota/Kabupaten ................................... 75

4.4.1.1 Persamaan Kota Surakarta ....................................... 76

4.4.1.2 Persamaan Kabupaten Boyolali ................................ 76

4.4.1.3 Persamaan Kabupaten Sukoharjo ............................. 76

4.4.1.4 Persamaan Kabupaten Karanganyar ......................... 76

4.4.1.5 Persamaan Kabupaten Wonogiri .............................. 76

4.4.1.6 Persamaan Kabupaten Sragen .................................. 76

4.4.1.7 Persamaan Kabupaten Klaten ................................... 77

4.4.2 Pengaruh masing-masing Variabel Terhdadap PDRB .......... 77

4.4.2.1 Pengaruh PAD terhadap PDRB .................................. 77

4.4.2.2 Pengaruh DAU terhadap PDRB ................................. 78

4.4.2.3 Pengaruh DBH terhadap PDRB .................................. 78

4.4.2.4 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap PDRB .................... 79

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 80

5.2 Saran .......................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1 Dana Perimbangan 2002-2010 .....................................................

Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Jateng dan Subosukawonosraten ............

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta 2002-2010 ..............................

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali 2002-2010 ......................

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Sukoharjo 2002-2010 ...................

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar 2002-2010 ...............

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Kabupaten Wonogiri 2002-2010 .....................

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Kabupaten Sragen 2002-2010 ……............... 57

Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Kabupaten Klaten 2002-2010 ……................

Tabel 4.8 PDRB ADHK 2000 Subosukawonosraten

2002-2010 (dalam juta) .....................................................................

Tabel 4.9 PAD Subosukawonosraten 2002-2010 (dalam juta) ....................

Tabel 4.10 DAU Subosukawonosraten 2002-2010 (dalam juta) .................

Tabel 4.11 DBH Subosukawonosraten 2002-2010 (dalam juta) .................

Tabel 4.12 Tenaga Kerja Subosukawonosraten 2002-2010 .........................

Tabel 4.13 Hasil estimasi data panel Subosukowonosraten

Tahun 2002-2010 ...............................................................................

65

Tabel 4.14 Hasil Uji Hausman .....................................................................

68

Tabel 4.15 Hasil estimasi dengan metode Random Effect ..........................

69

Tabel 4.16 Hasil Uji t statistik .....................................................................

70

Tabel 4.17 Hasil Uji F statistik ....................................................................

72

Tabel 4. 18 Perbandingan Temuan Empirik dengan Hipotesis Penelitian. ...

75

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Perkembangan DAK, DAU, DBH Tahun 2002-2010 .................... 5

Gambar 1.2 Perkembangan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2002- 2010 .................................................................................. 7

Gambar 1.3 Perkembangan PDRB SUBOSUKAWONOSRATEN .................. 9

Gambar 2.1 Kerangaka Pemikiran Teoritis ....................................................... 34

ABSTRACT

ANALISYS ECONOMIC GROWTH SUBOSUKAWONOSRATEN IN FISCAL DECENTRALIZATION

MASYHUDI F0108086

This study aims to analyze the economic growth in fiscal decentralization Subosukowonosraten for 9-year implementation period, from the year 2002-2010. Variables examined in this study in which economic growth proxy with a Gross Regional Domestic Product (GDP). Then the variables of the fiscal decentralization variable Regional Income (PAD), the General Allocation Fund (DAU), Natural Resources Revenue (DBH) and Labor (TK). Analysis tools used in this study is Random Effect, after the model selection test.

The results of this study showed some variable has positive and statistically significant for Economic Growth in all cities / districts in Subosukawonosraten, Regional Income (PAD) and Natural Resources Revenue (DBH). Whereas the other variables have a positive but not statistically significant for Economic Growth in all the cities / district in Subosukawonosraten are the General Allocation Fund (DAU) and Labor (TK).

Keywords : Economic Growth, Fiscal Decentralization, Random Effect Model

ABSTRAKSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DISUBOSUKAWONOSRATEN ERA DESENTRALISASI FISKAL

MASYHUDI F0108086

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi di Subosukowonosraten era desentralisasi fiskal selama 9 tahun periode pelaksanaan, yaitu dari tahun 2002-2010. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini dimana pertumbuhan ekonomi diproksi menjadi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kemudian variabel dari desentralisasi fiskal yaitu variabel Pendapatan Asli Daerah(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Tenaga Kerja(TK). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random Effect, setelah dilakukan uji pemilihan model.

Hasil penelitian ini menujukkan sebagian variabel menjukkan berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PDRB, yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Sedangkan variabel yang lain berpengaruh positif tetapi tidak signifikan secara statistik terhadap PDRB adalah Dana Alokasi Umum dan Tenaga Kerja.

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal dan Random Effect.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan topik yang masih menarik untuk diteliti sampai saat ini. Hal ini dikarenakan setelah adanya UU tentang otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenagan untuk mengatur perekonomiannya sendiri, masih banyak daerah yang belum menunjukkan perubahan yang signifikan dengan adanya kebijakan tersebut.

Hakikat otonomi adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia yang otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi terbaik yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal (Faisal, 2002). Penerapan otonomi daerah bertujuan untuk mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi yang dimiliki daerah sehingga dapat meningkatkan perokonomian di daerah yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional.

Tahap pertama dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Daerah yang mengatakan bahwa secara resmi berlaku sejak 01 januari 2001 dan selambat-lambatnya otonomi daerah secara efektif dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2001. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaaan sumber-sumber pembiayaan, dikeluarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mulai berlaku tanggal 19 Mei 1999.

Otonomi daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat Otonomi daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

Fase kedua Otonomi Daerah ditandai dengan adanya reformasi dalam kebiijakan keuangan negara melalui penetapan tiga peraturan di bidang keuangan negara. Ketiga peraturan tersebut adalah UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang mengiringinya serta pro dan kontra.

Berbagai usaha pun dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan amandemen UU Otonomi Daerah. Proses ini merupakan awal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing-masing digantikan oleh UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 rahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan Berbagai usaha pun dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan amandemen UU Otonomi Daerah. Proses ini merupakan awal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing-masing digantikan oleh UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 rahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

Hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih, 2003 dalam Sianturi, 2011). Dengan adanya otonomi daerah ini maka Daerah tidak lagi sekedar menjalankan intruksi pemerintah pusat, tetapi benar- benar mempunyai keleluasaan untuk meningkatkan kreatifitas dalam mengembangkan potensi. Otonomi daerah tidak hanya berhenti pada pembagian dana pembangunan yang relatif adil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan, tetapi keberhasilan otonomi daerah juga diukur dari seberapa besar porsi sumbangan masyarakat lokal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh sebab itu, implementasi otonomi daerah tidak hanya tanggung jawab pemerintah daerah, yakni bupati atau walikota serta perangkat daerah lainnya, tetapi juga seluruh masyarakat lokal di tiap-tiap daerah ( Saragih, 2003 dalam Sianturi, 2011).

Selain itu, dalam pelaksanaanya desentralisasi fiskal tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan kemampuan finansial yang cukup memadai oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu dengan adanya amandemen UU Otonomi Daerah melalui UU Nomor 32 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, diharapkan nantinya akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sumber penerimaan Selain itu, dalam pelaksanaanya desentralisasi fiskal tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan kemampuan finansial yang cukup memadai oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu dengan adanya amandemen UU Otonomi Daerah melalui UU Nomor 32 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, diharapkan nantinya akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sumber penerimaan

Desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai dengan ditandai proses pengalihan sumber keuangan bagi daerah dalam jumlah yang sangat signifikan. Pada awal desentralisasi fiskal tahun 2002, transfer ke daerah berupa Dana Perimbangan hanya sebesar Rp 71,81 trilyun, dan meningkat sebesar 7,4 persen di tahun 2003 menjadi Rp.77,1 trilyun. Tahun 2008 Dana Perimbangan mencapai Rp. 263,4 trilyun atau meningkat sebesar 9,2 persen dari tahun sebelumnya. Sampai tahun 2010 besarnya Dana Perimbangan telah mencapai 292.2 trilyun. Secara jelas, besarnya transfer ke daerah dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 1.1. Dana Perimbangan Tahun 2002-2010

Sumber : www.tkp2e-dak.org (data diolah) Sementara itu pada gambar 1.1, porsi DBH menunjukkan trend yang

semakin baik. Tahun 2010 DBH mencapai Rp. 78,6 trilyun bahkan transfer DBH ini tahun 2002, 2003, 2004 belum dialokasiakan ke dalam dana perimbangan untuk pemerintah daerah. Begitu juga jika dilihat pada transfer DAK tahun 2010

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DAPER 71.8 77.1 83.9 127 216.2 241.1 263.4 276.4 292.2 Growth 0

Sumber : www.tkp2e-dak.org (data diolah)

Gambar 1.1 Perkembangan DAK, DAU, DBH Tahun 2002-2010

Dengan semakin tingginya dana perimbangan yang diberikan kepada daerah diharpakan daerah bisa menjalankan dan mengelola daerahnya sesuai dengan tujuan dari desentralisasi.

Meski terjadi eforia terhadap kebijakan desentralisasi, implementasi desentralisasi fiskal di kabupaten/kota di Jawa Tengah hingga saat ini belum Meski terjadi eforia terhadap kebijakan desentralisasi, implementasi desentralisasi fiskal di kabupaten/kota di Jawa Tengah hingga saat ini belum

Pada gambar 1.2 bisa dilihat bahwa pada kurun waktu 2002 – 2010 belum semua kabupaten / kota di Jawa Tengah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang baik. Dari tahun 2002-2010 dimana era desentralisasi fiskal yang sudah dimulai dari sejak tahun 2001, ternyata hanya beberapa kabupaten yang memiliki PDRB tinggi, yaitu : Kabupaten Cilacap yang rata-rata PDRB-nya diatas 10 triliun, Kabupaten Kudus yang juga rata-rata PDRB-nya diatas 10 triliun, dan Kota Semarang yang paling tinggi PDRB-nya diatas Rp. 17 triliun.

Sumber : BPS, (data diolah )

Gambar 1.2 Perkembangan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2002-2010

Untuk wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN pelaksanan sendiri desentralisasi fiskal juga belum terlihat kontribusinya. Hal ini jika dilihat dari indikator PDRB riil, proporsi pendapatan riil di SUBOSUKAWONOSRATEN menunjukkan angka yang relatif kecil yaitu hanya sekitar 19 % dibandingkan pendapatan riil Provinsi Jawa Tengah dan cenderung mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar 19,89% pada tahun 2007 dan 19,65 pada tahun 2010.

Tabel 1.2 Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto Jawa Tengah dan SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2002-2010

Tahun

PDRB Jawa

19.65 Sumber : BPS, (data diolah)

SUBOSUKAWONOSRATEN terdiri dari 7 kaupaten/kota yaitu Kota

Klaten, masing-masing kabupaten/kota juga belum menunjukkan hasil yang positif dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal. Hal ini terlihat dari PDRB masing-masing Kabupaten/Kota di SUBOSUKAWONOSRATEN. Secara lebih jelas bisa dilihat pada gambar berikut:

Sumber : BPS, (data diolah)

Gambar 1.3 Perkembangan PDRB SUBOSUKAWONOSRATEN

Dari gambar 1.3 diatas bisa dilihat jumlah PDRB tertinggi dari tahun 2002-2010 adalah Kabupaten Karanganyar sejumlah Rp. 40.032.293.080.000 kemudian diikuti oleh Kaupaten Klaten sejumlah Rp. 38.358.314.570.000, kemudian Kabupaten Sukoharjo sejumlah Rp. 37.574.782.170.000, kemudian

Kota Surakarta sejumlah Rp. 37.107.403.730.000, kemudian Kabupaten Boyolali sejumlah Rp. 32.647.111.030.000, kemudian Kaupaten Wonogiri Sejumlah Rp. 23.022.533.160.000, dan yang terendah adalah Kaupaten Sragen dengan jumlah PDRB sebesar Rp. 22.382.625.770.000

Berdasarkan kondisi diatas, dimana kebijakan desentralisasi fiskal belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan di SUBOSUKAWONOSRATEN; maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh masalah hal tersebut dengan judul, “ Analisis Pertumbuhan Ekonomi di

SUBOSUKAWONOSRATEN Era Desentralisasi Fiskal”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam studi ini, ada hal penting yang melatarbelakangi peneliti untuk menggali lebih jauh tentang pelaksanaan desentralisasi fiskal di SUBOSUKAWONOSRATEN yaitu kebijakan desentralisasi diyakini dapat membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah.

Bedasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

a. Apakah ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010?

b. Apakah ada pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010? b. Apakah ada pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010?

d. Apakah ada pengaruh antara tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010.

b. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desenralisasi fiskal tahun 2002-2010.

c. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010.

d. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN era desentralisasi fiskal tahun 2002-2010.

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini berguna bagi semua pihak, terutama yaitu :

a. Untuk informasi dan masukan kepada pemerintah khususnya di SUBOSUKAWONOSRATEN, sebagai bahan pertimbangan dalam a. Untuk informasi dan masukan kepada pemerintah khususnya di SUBOSUKAWONOSRATEN, sebagai bahan pertimbangan dalam

b. Memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan pengetahuan khususnya dalam pengembangan teori-teori ekonomi yang berkaitan dengan sektor publik.

c. Untuk referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “ ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUBOSUKAWONOSRATEN ERA DESENTRALISASI FISKAL” akan dibagi dalam beberapa bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I . PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, serta tujuan

dan kegunaan penelitian. Latar belakang menjelaskan informasi yang relevan untuk membantu pokok permasalahan, bersifat umum khusus. Rumusan masalah menjelaskan suatu keadaan, fenomena, atau konsep yang masih memerlukan pemecahan melalui suatu penelitian. Tujuan menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan hipotesis yang diajukan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab kedua akan diuraikan landasan teoritis yang menjelaskan teori-

teori yang mendukung perumusan hipotesis, yang didukung dengan penelitian terdahulu. Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang apa yang seharusnya, sehingga timbul hipotesis (dugaan awal teori yang mendukung perumusan hipotesis, yang didukung dengan penelitian terdahulu. Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang apa yang seharusnya, sehingga timbul hipotesis (dugaan awal

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ketiga dijelaskan mengenai operasional yang mendeskripsikan

variabel-variabel dalam penelitian. Jenis dan sumber data mendeskripsikan jenis data dan variabel-variabel penelitian, berupa data sekunder. Metode analisis mendeskripsikan jenis atau model analisis dan mekanisme alat analisis yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab keempat duraikan tentang deskripsi objek penelitian yang secara

deskriptif dibahas variabel-variabel yang berkaitan dengan maslah penelitian. Analisis data dilakukan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Setelah data dianalisis, dalam pembahasan dijelaskan implikasi dari hasil analisis data dan interpretasi yang dibuat dalam penelitian.

BAB V : PENUTUP Bab kelima merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan penyajian secara singkat apa yang telah diperoleh dari pembahasan dan saran sebagai masukan pada penelitian mendatang. Saran-saran diajukan untuk perbaikan pelaksanaan praktek dilapangan dan perbaikan penelitian berikutnya berdasarkan penerapan teori yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam menganalisis Pertumbuhan Ekonomi di Subosukawonosraten Era Desentralisasi Fiskal, mendasarkan pada teori-teori yang relevan sehingga mendukung tercapainya penelitian yang ilmiah. Dasar teori yang di gunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah teori tentang pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi fiskal. Teori-teori ini yang akan dijadikan peneliti sebagai dasar pemikiran dan menjadi acuan dalam melakukan penelitian.

Selain itu, agar secara empiris dapat dihubungkan dengan hasil-hasil penelitian sejenis atau yang memiliki topik yang hampir sama, maka dilengkapi juga dengan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut sekaligus menjadi acuan dan komparasi dalam penelitian ini.

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Siagian (2010) Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu neagara untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat.

Robinson Tarigan (2006:46) menjelaskan pengertian pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai Robinson Tarigan (2006:46) menjelaskan pengertian pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai

Menurut Boediono dalam Tarigan (2006:46) “ Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita jangka panjang.” Jadi, presentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari presentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu berlanjut.

Menurut Kuznets dalam Jhinghan (1996:72) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Secara khusus Kuznets menjelaskan pertumbuhan ekonomi harus memiliki 3 kompenen : pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barnag; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajad pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideology sehingga inovasi yang dihasilkan ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Selain itu, Kuznets menetukan cirri-ciri pertumbuhan ekonomi ada

6, yaitu:

a. Laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita a. Laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita

c. Laju perubahan structural yang tinggi

d. Urbanisasi

e. Ekspansi negara maju

f. Arus barang, modal dan orang antar bangsa

Jhinghan (1996) menjelaskan faktor-faktor pertumbuhan ekonomi, yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Yang tersamsuk faktor ekonomi adalah sumber alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi, pembagian kerja dan skala produksi. Sedangkan faktor non ekonomi adalah faktor sosial, faktor manusia, faktor politik dan administratif.

Todaro (2000) menjelaskan ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa.

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi yang dibagi menjadi 3 yaitu kemajuan teknologi netral, modal.

2.1.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1.2.1 Teori Ekonomi Klasik

Orang yang pertama kali membahas pertumuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smith (1723-1790) yang memahas

Causes of The Wealth Nations. Yang inti ajarannya adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik dilakukan. Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan, yaitu dimulai dari masa perburuan, masa berternak, masa bercocok tanam, perdagangan dan perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi.

Dalam hal ini Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input (masukan) bagi proses produksi, pembagian kerja merupakan titik sentral pembahasan, dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Spesialisasi yang dilakukan oleh tiap-tiap pelaku ekonomi tidak lepas dari faktor-faktor pendorong yaitu : (1) peningkatan ketrampilan kerja, dan (2) penemuan mesin-mesin yang menghemat tenaga kerja.spesialisasi akan terjadi jika tahap pembangunan ekonomi talah menuju ke sistem perekonomian modern yang kapitalistik.

Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yangdirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, memawa ekonomi kepada kondisi fuul employment, dan menjamin pertumbuhan Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yangdirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, memawa ekonomi kepada kondisi fuul employment, dan menjamin pertumbuhan

Pemerintah tidak terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidka perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat aturan main yang memeri kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Dalam hal ini pemeintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar.

Jhon Maynard Keynes (1936) mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung.

2.1.1.2.2 Teori Harrod – Domar

Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Evseyu Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori ini mengembangkan analisis Keynes dengan memasukkan masalah-masalah ekonomi jangka panjang, serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Evseyu Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori ini mengembangkan analisis Keynes dengan memasukkan masalah-masalah ekonomi jangka panjang, serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar

Teori Harrod-Domar mendasarkan pada asumsi-asumsi

yaitu:

1. Perekonomian bersifat tertutup,

2. Hasrat menabung (MPS=S) adalah konstan,

3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap(constant return to scale)

4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sma dengan tingkat pertumuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan yaitu :

g = k = n, dimana :g = Growth (tingkat pertumuhan output) k = Capital( tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja.

Agar terdapat keseimbangan antara tabungan dan investasi harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh V (capital output ratio = rasio modal output).

Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. Karena s, v dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup sulit tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar, terdpat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.

Untuk perekonomian daerah, Harry W. Richardson mengatakan kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya faktor-faktor produksi /hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat memantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara local dapat disaurkan ke daerah-daerah lain yang tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat menyeimbangkan n dan g. Jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya mejadi sedikit longgar.

Syarat statistic bagi perekonomian terbuka:

S+M = I + X dapat dirumuskan menjadi: (s + m) Y = I + X atau:

Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah I dapat dirumuskan seagai impor daerah-daerah lain.

Ekspor daerah i = total impir daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal propensity to import) daerah-daerahj dari daerah i dikaitkan dengan tingkat pendapatan masing-masing setiap daerah j. Dengan demikian, Richardson dalam Tarigan, 2005:51) merumuskan persamaan pertumbuhan suatu wilayah adalah :

Catatan :

di mana

Berdasarkan rumus diatas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau

tinggi, dikehendaki agar

(tingkat tabungan) = tinggi, (impor)= tinggi, ekspor = kecil, (capital output ratio/COR) =

yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini, kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk dari setiap faktor diatas. Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan memutuhkan keduanya secara seimbang. Dalam praktiknya daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah dan hal ini memuat pertumbuhan antar daerah menjadi pincang. Artinya, daerah yang maju kian maju dan yang terelakang akan makin ketinggalan.

2.1.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Solow-Swan)

Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Roert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Austria. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsure kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi antara kapital(k) dan tenaga kerja(L).Menurut Solow-Swan tingkat Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Roert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Austria. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsure kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi antara kapital(k) dan tenaga kerja(L).Menurut Solow-Swan tingkat

Teori pertumbuhan Solow-Swan menggunakan pendekatan fungsi produksi yang berbentuk:

Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson (dalm Tarigan, 2006:53) kemudian menderivasikan rumus diatas menjadi sebagai berikut :

= Besarnya output = Besarnya pertumbuhan modal = Tingkat pertumbuhan tenaga kerja = Kemajuan teknologi

a = Bagian yang dihasilkan oleh faktor modal (1-a) = Bagian yang dihasilkan diluar modal

Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang menyamakan investasi dengan taungan (dalam kondisi full employment). Dengan demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa :

= Marginal productivity of capital

Jika p sudah tertentu dan a tetap konstan maka Y dan K

Syarat keseimbangan bagi keseluruhan sistem adalah :

Walaupun di suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi. Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal tenaga kerja (K/L). analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah tersebut.

2.1.1.2.4 Teori Rostow

Profesor W. W. Rostow memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu : (1) masyarakat tradisional, (2) prasyarat untuk tinggal landas, (3) tinggal landas, (4) dewasa, dan (5) masa konsumsi massal.

2.2 Desentralisasi Fiskal

2.2.1 Definisi Desentralisasi fiskal

Indonesia mulai menerapkan otonomi dan desentralisasi fiskal sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1 Indonesia mulai menerapkan otonomi dan desentralisasi fiskal sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1

Dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenag pemerintah, oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Prawirosetoto (2002) dalam Amin Pujiati menjelaskan bahwa Desentralisasi Fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran ( expenditure assignment.

Lebih lanjut Waluyo (2007) mengartikan desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah yang dilimpahkan.

Menurut Ebel dan Yilmaz (2002) dalam Siagian (2010) ada tiga bentuk /variasi desentralisasi, dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan daerah, yaitu:

a. Decontretation

Merupakan pelimpahan kewenangan dari agen-agen pemerintah pusat yang ada di ibukota negara kepada agen-agen daerah.

b. Delegation

Merupakan penunjukan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan tanggung jawab pada pemerintah pusat.

c. Devolution