Biaya Operasional

2. Biaya Operasional

  Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam memproduksi jamu tradisional. Besarnya biaya operasional ini tergantung pada jumlah yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah bahan baku yang diproduksi maka biaya operasional akan semakin tinggi. Oleh karena itu, biaya operasional umumnya merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Tetapi selain biaya tidak tetap, biaya operasional juga meliputi biaya overhead yang merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya dan sifatnya tidak langsung.

  Biaya variabel diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas 80, pada tahun kedua beroperasi pada kapasitas 90. Baru pada tahun ketiga dan seterusnya usaha jamu tradisional beroperasi pada kapasitas penuh (100). Kebutuhan biaya operasional untuk industri jamu tradisional pada kapasitas 100 besarnya mencapai Rp. 146.200.000. Besarnya biaya operasional untuk masing- masing komponen sebagaimana tergambar pada Tabel 5.3.

  Tabel 5.3. Kebutuhan Biaya Operasional Per Bulan

  No

  Uraian

  Jumlah Biaya (Rp)

  1 Biaya bahan baku

  Biaya bahan

  pembantu Biaya bahan

  pengemas

  4 Biaya overhead

  Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen biaya paling besar adalah bahan baku yang besarnya mencapai 62,26 dari seluruh biaya operasional. Biaya overhead termasuk didalamnya biaya untuk tenaga kerja karena Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen biaya paling besar adalah bahan baku yang besarnya mencapai 62,26 dari seluruh biaya operasional. Biaya overhead termasuk didalamnya biaya untuk tenaga kerja karena

  e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Kebutuhan dana untuk industri jamu tradisional ini terdiri dari modal

  investasi dan modal kerja yang diperoleh dari pembiayaan perbankan dan dana sendiri. Secara keseluruhan besarnya dana untuk investasi dan modal kerja usaha jamu tradisional mencapai Rp 563.781.000. Kebutuhan dana untuk investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.

  Tabel 5.4. Rincian Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja

  No

  Rincian Biaya Proyek

  Alternatif-1

  Alternatif-2

  1 Dana Investasi

  a. Pembiayaan

  b. Dana Sendiri

  Jumlah Dana Investasi

  2 Dana Modal Kerja

  a. Pembiayaan

  b. Dana Sendiri

  Jumlah Dana Modal Kerja

  3 Total Biaya Proyek

  a. Pembiayaan

  b. Dana Sendiri

  Jumlah Biaya Proyek

  Dari Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa untuk kebutuhan investasi dibutuhkan dana sebesar Rp 417.581.000. Sedangkan untuk kebutuhan modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp 146.200.000. Modal kerja tersebut adalah modal kerja yang diperlukan selama satu bulan produksi. Hal ini disebabkan karena segera setelah proses produksi dilakukan, jamu tersebut dapat langsung dijual. Dengan demikian pada bulan kedua, usaha ini dapat berjalan tanpa bantuan modal kerja karena sudah ada dana dari hasil penjualan pada bulan pertama.

  Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan alternatif pertama (start up), komponen biaya investasi yang memperoleh pembiayaan bankLKS hanya untuk pengadaan kendaraan, mesin dan peralatan usaha industri jamu tradisional. Sedangkan komponen yang lain diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing). Pembiayaan kebutuhan dana tersebut akan diterima pada masa konstruksi. Pada alternatif kedua (running), semua biaya Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan alternatif pertama (start up), komponen biaya investasi yang memperoleh pembiayaan bankLKS hanya untuk pengadaan kendaraan, mesin dan peralatan usaha industri jamu tradisional. Sedangkan komponen yang lain diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing). Pembiayaan kebutuhan dana tersebut akan diterima pada masa konstruksi. Pada alternatif kedua (running), semua biaya

  Kebutuhan biaya operasional baik untuk contoh perhitungan pada alternatif pertama dan kedua, pembiayaan dari perbankanLKS hanya untuk pembeliaan bahan baku. Kebutuhan komponen-komponen biaya operasional yang lainnya juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.

  perhitungan kelayakan

  diasumsikan secara tetap dengan cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus produksinya

  f. Pendapatan Produksi jamu yang dihasilkan berupa beragam jenis jamu yang dijual dalam

  bentuk sudah dikemas ataupun berupa bubuk bahan jamu. Harga jual untuk jamu dalam bentuk kemasan berkisar antara Rp. 850 sampai dengan Rp. 5000 tergantung jenis jamu yang diproduksi (Lampiran 6). Sementara bubuk jamu dijual seharga Rp. 4000 sampai Rp 40.000 per kilogram tergantung jenis bubuk jamu yang dijual. Jenis produk yang dihasilkan secara rinci diuraikan pada Lampiran 7 dan untuk proyeksi biaya dan pendapatan dapat dilihat pada Lampiran 8.

  Secara keseluruhan pendapatan yang diperoleh dari usaha industri jamu tradisional pada tahun pertama besarnya mencapai Rp. 1.611.168.000 untuk kapasitas produksi 80; tahun ke dua sebesar Rp 1.812.564.000 untuk kapasitas produksi 90 dan pada tahun ke tiga, keempat dan kelima pendapatan mencapai Rp 2.013.960.000 dengan kapasitas produksi 100. Proyeksi pendapatan selama 5 tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5. Sedangkan untuk usaha yang sudah berjalan, kapasitas produksi pada tahun

  1 diasumsikan sudah mencapai 100

  Tabel 5.5. Proyeksi Pendapatan Industri Jamu Tradisional

  Produksi Penerimaan

  B Penjualan

  (Ribuan Rp) (Ribuan Rp)

  Proyeksi rugi laba merupakan suatu gambaran potensi keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh dari suatu usaha atau proyek.

  Dari perhitungan menunjukkan bahwa usaha industri jamu tradisional mampu menghasilkan keuntungan. Pada tahun pertama usaha sudah dapat membubuhkan keuntungan, untuk alternatif pertama (usaha baru) sebesar Rp.54.506.056. Keuntungan ini terus meningkat setiap tahunnya sampai dicapai kapasitas produksi maksimum 100 pada tahun ke tiga proyek. Sedangkan untuk alternatif kedua (usaha yang sudah berjalan) keuntungan yang diperoleh pada tahun pertama adalah sebesar Rp. 157.406.542, dengan asumsi kapasitas produksi sejak tahun pertama telah mencapai 100 karena usaha tersebut sudah berjalan.

  Secara rata-rata margin keuntungan (profit margin) yang dapat diperoleh usaha jamu tradisional untuk alternatif pertama adalah 5,97 dan untuk alternatif kedua adalah 8,15 per tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.a (usaha baru) dan Lampiran 10.a (usaha sudah berjalan).

  h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Proyeksi arus kas dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan

  untuk memenuhi kewajiban keuangannya ke pihak lain dan tetap mendapatkan keuntungan (proyeksi arus kas masuk dan kas keluar). Proyeksi arus kas secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 9.b (alternatif-1) dan Lampiran 10.b (alternatif-2).

  Pada proyeksi arus kas dihitung beberapa pos biaya yang merupakan arus kas keluar yaitu biaya pemasarandistribusi, biaya promosi, dan biaya uji laboratorium untuk mendapatkan izin edar. Biaya promosidistribusi dan promosi merupakan biaya yang terkait dengan pemasaran produk. Sedangkan uji laboratorium diasumsikan dilakukan untuk 10 jenis produk setiap tahun dengan biaya per jenis produk adalah Rp 2.250.000. Sementara untuk arus kas masuk merupakan nilai hasil penjualan selama satu tahun.

  Evaluasi kelayakan untuk usaha industri jamu tradisional dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 9,5 p.a. untuk usaha baru dan 10 p.a untuk usaha yang sudah berjalan, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian Evaluasi kelayakan untuk usaha industri jamu tradisional dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 9,5 p.a. untuk usaha baru dan 10 p.a untuk usaha yang sudah berjalan, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian

  Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net BC Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib).

  i. Analisis Sensitivitas Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam pembiayaan usaha industri

  jamu tradisional adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan 2 (dua) contoh alternatif pembiayaan yaitu untuk usaha baru (start up) dan usaha yang sudah berjalan (running). Perhitungan secara rinci perolehan margin dapat dilihat pada Lampiran 9.c. (alternatif-1) dan Lampiran 10.c (alternatif-2)

  Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada baseline data (data rujukan) untuk setiap komponen usahasektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 11. Untuk tingkat margin pada contoh pembiayaan alternatif pertama bagi usaha baru ditetapkan sebesar 9,5 per tahun dan selama lima tahun pembiayaan margin yang diperoleh sebesar Rp. 154.289.500,. Sedangkan untuk alternatif kedua bagi usaha yang sudah berjalan tingkat margin ditetapkan sebesar

  10 per tahun dan besar perolehan margin selama satu tahun adalah Rp.9.103.500,00. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati.