Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

  Kabupaten Sukoharjo khususnya Kecamatan Nguter merupakan sentra penjualan jamu tradisional dan sudah mempunyai pelanggan sampai ke luar Jawa. Usaha ini merupakan salah satu komoditi unggulan daerah ini dan cukup memberikan kontribusi positif bagi pengembangan daerah. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang mempunyai pekerjaan pada industri ini, apakah sebagai pengusaha pengolahan jamu ataupun sebagai penjual saja. Jadi dampak langsungnya adalah terciptanya lapangan kerja dan mengurangi pengangguran karena pada industri jamu tradisional ini tidak diperlukan keahlian khusus, walaupun bagi pemilik usaha, pengetahuan mengenai manajemen usaha dan proses produksi tetap diperlukan. Jika seorang pengusaha jamu memiliki 20 orang tenaga kerja, dan diasumsikan di Kabupaten Sukoharjo terdapat 60 pengusaha (termasuk pengecer), maka tenaga kerja yang terserap dapat mencapai 1.200 orang. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga kerja yang menjadi pemasok bahan baku jamusimplisia. Pengusaha jamu tradisional menyebutkan bahwa sekitar

  30 dari masyarakat Nguter bekerja pada komoditi jamu tradisional.

  Usaha jamu tradisional juga memberikan pendapatan bagi petani atau pemasok tanaman bahan jamu. Jika bahan baku yang digunakan rata-rata adalah 12.000 kg per bulan yang setara dengan Rp 90.000.000,- (Lampiran 3), dan diasumsikan ada 20 pengusaha jamu yang melakukan proses penggilingan bahan jamu, maka nilai penjualan bahan baku jamu adalah Rp 1.800.000.000,- per bulan atau Rp 21.600.000.000,- per tahun. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang relatif besar sebagai omzet penjualan bagi petani atau pemasok tanaman bahan jamu.

  Bagi pengusaha jamu, usaha ini cukup dapat menghidupi keluarga, terbukti dengan semakin banyaknya pengusaha yang bermunculan sejak awal pendiriannya sekitar 20 tahun yang lalu. Pengusaha pun mengaku dapat menyisihkan pendapatannya untuk ditabung walaupun jumlahnya mengalami fluktuasi tergantung kondisi pasar.

  Beberapa pengusaha pernah mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak seperti BBPOM, KOJAI, Deperindag, dan produsen jamu besar dalam bentuk konsultasi dan seminar sehingga usaha jamu ini dapat mengalami peningkatan dalam hal kualitas jamu maupun penjualan. Dengan adanya pembinaan-pembinaan tersebut, kualitas sumberdaya manusia di daerah ini dapat meningkat dengan bertambahnya pengetahuan dari seminar dan pelatihan maupun dari pengalaman bekerja di industri jamu tradisional.

  Usaha jamu tradisional ini pun memberikan kontribusi pendapatan bagi daerah yaitu dari sektor pajak. Jika seorang pengusaha jamu membayar

  pajak Rp 25.000.000,- setiap tahun, dan diasumsikan ada 20 pengusaha jamu yang melakukan proses penggilingan bahan jamu, maka setiap tahun pajak Rp 25.000.000,- setiap tahun, dan diasumsikan ada 20 pengusaha jamu yang melakukan proses penggilingan bahan jamu, maka setiap tahun

  Tetapi ada beberapa keluhan dari pengusaha maupun tokoh masyarakat mengenai belum adanya kebijakan atau pembinaan dari pemerintah daerah ataupun instansi terkait yang secara nyata mendukung usaha ini. Misalnya mengenai kemudahan permodalan, kemudahan perizinan khususnya izin edar, pembinaan dalam penanaman bahan baku sendiri, serta kebijakan mengenai sanitasi dan higiene tempat umum (gudang, pasar, dan lain-lain). Sebagai contoh, pasar yang menjual jamu dan pasar yang menjual ternak masih disatukan. Hal ini secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kualitas jamu yang dijual.

  Secara umum untuk aspek ekonomi dan sosial, usaha jamu tradisional mempunyai peran yang cukup strategis dalam menopang perekonomian nasional pada umumnya dan masyarakat setempat pada khususnya. Untuk masa yang akan datang diharapkan Desa Nguter dapat menjadi aset wisata andalan di Sukoharjo sebagai pusat penjualan jamu tradisional.

b. Dampak Lingkungan

  Proses pengolahan jamu tradisional dalam bentuk serbukmenghasilkan limbah berupa limbah padat dan gas. Limbah padat adalahampas jamu yang dihasilkan dari proses penggilingan simplisia maupunpenyaringan serbuk jamu. Sedangkan limbah berupa gas adalah asap yangdikeluarkan dari mesin penggerak pada saat proses penggilingandilakukan. Dari proses pengolahan jamu ini tidak dihasilkan limbah cairkarena bahan baku simplisia sudah diterima dalam bentuk kering sehinggatidak perlu dicuci lagi. Dampak lingkungan lain yang terjadi adalahsuara bising (polusi suara) yang diakibatkan oleh mesin penggerak yangsedang dijalankan.

  Ampas jamu yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan sekitarkarena dimasukkan ke dalam karung. Ampas ini dapat dijual kembali(untuk pakan ternak atau pemanfaatan lain). Limbah asap dan suarabising yang dihasilkan oleh mesin penggerak dapat dikurangi denganmembuat pipa cerobong yang tinggi sekitar 5 meter sehingga tidakmengganggu masyarakat sekitar. Kenyataannya asap yang dihasilkan tidakpekat dan suara yang ditimbulkan pun tidak terlalu bising. Pada lokasiusaha tercium aroma jamu dari proses penggilingan dan ceceran serbukjamu yang senantiasa dibersihkan secara berkala.

  Secara umum, industri ini tidak memberikandampak lingkungan yang mengganggu ataupun berbahaya bagi masyarakatsekitar lokasi usaha. Sebelum pendirian usaha ini pun pengusaha harusmendapatkan izin HO yang dikeluarkan oleh Pemda setempat yaitu izingangguan yang mendapatkan persetujuan dari tetangga kanan, kiri, depandan belakang. Dengan demikian Secara umum, industri ini tidak memberikandampak lingkungan yang mengganggu ataupun berbahaya bagi masyarakatsekitar lokasi usaha. Sebelum pendirian usaha ini pun pengusaha harusmendapatkan izin HO yang dikeluarkan oleh Pemda setempat yaitu izingangguan yang mendapatkan persetujuan dari tetangga kanan, kiri, depandan belakang. Dengan demikian