Sistem Pengelolaan Parkir Warga Tanpa Izin UPT Perparkiran

5.4.1 Mekanisme Pengelolaan dan Legitimasi Kebijakan Pengelolaan

  Mekanisme pengelolaan parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran tentunya berbeda dengan parkir lainnya. Pengelolaan ini datang dari kesepakatan antara juru parkir dengan warga, biasanya tokoh penting di wilayah tersebut. Seperti kesepakatan antara ketua RT atau ketua RW dengan pemilik lahan dan juru parkir. Pada kenyataannya penulis menemui fakta dilapangan bahwa pada titik parkir di jalan Pattimura dikelola oleh RT setempat, RT 02 Krajan. Pada model parkir ini biasanya kekuatan dipegang oleh tokoh masyarakat bukan dari UPT Perparkiran.

  Awal mula menjadi juru parkir memiliki ciri khas yang berbeda dari parkir yang lainnya. Pada model ini persyaratan tidak terlalu mengikat seperti parkir berizin pada umumnya. Persyaratan – persyaratan

  tersebut hanya sebuah formalitas semata seperti kartu tanda penduduk 39 . Kartu pengenal ini diharapkan mampu mengidentifikasi juru parkir ketika

  39 Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017 39 Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017

  mas JS sebagai juru parkir sebgai berikut 40 .:

  “Selama iki, ga ono syarat syarat khusus, ora ribet, mung modal nekat gelem kerjo we dadi. Yo kui aku kae nawakke awakku. Mbiyen ki pertama aku ki kumpul mbe konco-konco, konco pitik, konco manuk, crito-crito eneng lahan sing meh di “dol” soale butuh duit, dadi tak genteni. Mergo kui parkir ilegal, aku gentenine sak karepku dewe. Dadi kancaku kerjo parkir kono kui meh leren kerjone, lha meh memberikan pekerjaan kui neng aku, tapi aku kudu ngei pesangon kasarane, dadi kui sing di jenengke nggenteni lahan. Selama 3 tahun aku kerja, ora ono masalah karo wong kampung, mergo aku setor 75 rb kui neng RT ne, dadi kasarane aku kebal mergo dekengan pak RT kono, sing penting duit lancar. Untuk jam kerja aku mulai kerja setengah 6 sampe jam 10 aku sudah pulang, walaupun kerja bisa sampe jam 12”

  Dari awal mula terjadi proses perparkiran sudah kontras dari peraturan yang ditetapkan oleh UPT Perparkiran yang mengatakan bahwa transaksi jual beli lahan itu dilarang. Pengelolaan ini berlanjut pada sisi seseorang atau tokoh yang memiliki power di wilayah tersebut. Ketua RT

  02 Krajan merupakan salah satu orang yang memiliki power tersebut. Mas JS mengutarakan bahwa selama bekerja tidak pernah menuai masalah atau kritikan dari masyarakat setempat.

  Pertama dilihat dari jawaban yang diuraikan bahwa kekuatan terbesar dibelakang juru parkir adalah Ketua RT. Disini ketua RT memegang kuasa atas penerimaan retribusi tiap bulannya. Menurut pengakuannya retribusi ini menjadi pendapatan wilayah tersebut dan

  40 Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017 40 Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017

  Berlanjut pada pengelolaan berikutnya adalah sistem kerja, sistem kerja ini tidak melihat waktu seperti parkir lainnya. Mas JS menerangkan tiap harinya ia bekerja hanya beberapa jam saja. Penulis lebih dalam bertanya bagaimana relasi yang terjalin antara UPT Perparkiran dengan parkir model warga ini. Dari pengakuan Mas JS selama hampir 3 tahun bekerja tidak ada keterikatan dengan UPT Perparkiran. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :

  “Durung tau. Sakjeke aku kerjo 3 tahun neng kono durung tau di tekani wong UPT Perparkiran opo dishub- belum pernah, selama aku kerja 3 tahun disana belum pernah didatangi oleh UPT parkir apa dishub”

  Pernyataan yang diungkapkan oleh Mas JS bisa disimpulkan bahwa parkir tersebut memang tidak ada keterikatan ataupun perhatian dari UPT Perpakiran.

5.4.2 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

  Dijelaskan diawal bahwa pengelolaan ini berbasis dan tertuju pada warga. Alur setoran dan konskwensi ini mengalir ke arah warga atau tokoh yang menaungi. Penulis menemui salah satu juru parkir yang tidak terdaftar resmi di UPT Perparkiran. Penulis berbincang bincang dan mencari tahu bagaimana pengelolaan juru parkir liar, apakah sama, ataukah memiliki perbedaan jauh. Penulis menemui salah satu juru parkir liar yang bekerja di Jl Patimura Kota Salatiga. Pada bagian ini penulis menerangkan salah satu pengelolaan parkir liar di Salatiga

  Sistem setoran juga berbeda dari parkir pada umumnya. Juru parkir liar memiliki tanggungan perbulan, bukan perhari. Sedangkan sistem Sistem setoran juga berbeda dari parkir pada umumnya. Juru parkir liar memiliki tanggungan perbulan, bukan perhari. Sedangkan sistem

  kepada lingkungan sekitar, hal ini dijelaskan Mas JS sebagai berikut 41 :

  “Pertama lokasine aku parkir disamping persis Jl Patimura. Hargane kui Rp. 500.000 per 5

  bulan sekali kui khusus buat pemilik toko, kalo masalah setoran kui masuknya kekampung, sebesar Rp. 75.000 per bulan. Untuk masalah pendapatan kalau aku, tinggal pendapatan perhari dapat berapa, ibarat perhari entuk Rp. 40.000 ya itu hasilku”

  Alur pengelolaan dan konskwensi ini menuju warga setempat. Hubungan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

  Bagan 5.5 Bagan Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

  WargaLingkungan