Torsi Konsumsi bahan bakar spesifik

4.2.2 Torsi

Pada tabel 4.3 dapat dilihat besarnya torsi untuk masing–masing pengujian daya mesin baik dengan menggunakan bahan bakar biodiesel B10, biodiesel B20 maupun solar murni pada berbagai kondisi pembebanan dan putaran. Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk torsi Beban kg Putaran rpm Torsi Nm Solar Biodiesel B-10 Biodiesel B-20 10 1000 32 31 31 1400 43 32 32 1800 47.5 33.5 33.5 2200 48 35.5 35.5 2600 48 36.5 36.5 2800 48 37.5 37.5 25 1000 75.5 76 76.5 1400 78 79.5 80 1800 81 82.5 83 2200 84 86.5 86.5 2600 87 88.5 88.5 2800 88 89 87 • Pada pembebanan 10 kg gambar 4.4, torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Biodiesel B10 dan Biodiesel B20 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 31 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1800 rpm sebesar 47,5 N.m. • Pada pembebanan 25 kg gambar 4.5, torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm yaitu 75,5 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel B10 pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 89 N.m. Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar Biodiesel B10 pada beban 10 kg pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 31 N.m. Sedangkan torsi tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar Biodiesel B10 pada beban 25 kg pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 89 N.m. Tabel torsi vs putaran pada beban 10 kg 10 20 30 40 50 60 1000 1400 1800 2200 2600 2800 Putaran rpm T o rs i N m Solar B10 B20 Gambar 4.4 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 10 kg. Tabel torsi vs putaran pada beban 25 kg 65 70 75 80 85 90 95 1000 1400 1800 2200 2600 2800 Putaran rpm T o rs i N m Solar B10 B20 Gambar 4.5 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 25 kg

4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik

Konsumsi bahan bakar spesifik Specific fuel consumption, Sfc dari masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Sfc = B f P x m 3 . 10 dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik gkW.h . f m = laju aliran bahan bakar kgjam Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar . f m dihitung dengan persamaan berikut : 3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f − = dimana : f sg = spesific gravity biodiesel = 0,8624 f V = Volume bahan bakar yang diuji dalam hal ini 100 ml. f t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji detik. Harga f sg untuk biodiesel B100 adalah 0,88 dan untuk solar 0,82 – 0,87 tabel 2.1, diambil 0,845, sedangkan untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara biodiesel dengan solar, harga f sg -nya dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan berikut : f sg Bxx = B x 0,88 + S x 0,845 Dengan: B = Persentase kandungan biodiesel dalam bahan bakar campuran S = Persentase kandungan solar dalam bahan bakar campuran Untuk biodiesel B10 dengan persentase biodiesel 0,1 dan solar 0,9 maka : f sg B10 = 0,1 x 0,88 + 0,9 x 0,845 = 0,8485 Dengan memasukkan harga f sg = 0,8485, harga f t yang diambil dari percobaan sebelumnya harga f V yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan bakar untuk pengujian dengan menggunakan Biodiesel B10 : Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm . f m = 343 10 . 8 8485 , 3 − x x 3600 = 0,891 kg jam Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung harga konsumsi bahan bakar spesifiknya Sfc. Untuk pengujian dengan menggunakan Biodiesel B10 : Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm Sfc = 959 , 7 10 891 , 3 x = 111,893 gkWh Dengan cara yang sama untuk setiap jenis pengujian, pada putaran dan beban yang bervariasi, maka hasil perhitungan Sfc untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk Sfc Beban kg Putaran rpm Sfc gkWh Solar Biodiesel B-10 Biodiesel B-20 10 1000 227.853 219.748 302.39 1400 234.230 231.861 288.88 1800 243.106 240.484 290.82 2200 291.808 253.415 352.94 2600 260.505 255.094 352.22 2800 252.561 263.172 337.83 25 1000 111.893 94.536 126.66 1400 112.482 103.371 109.45 1800 116.227 110.763 114.67 2200 129.899 123.131 116.33 2600 132.049 124.794 133.07 2800 128.629 127.914 131.10 • Pada pembebanan 10 kg gambar 4.5, Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan biodiesel B20 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 219,748 gkWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi saat menggunakan solar pada putaran 2200 rpm yaitu sebesar 352,94 gkWh. • Pada pembebanan 20 kg gambar 4.10, Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan biodiesel B20 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 94,536 gkWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi pada saat mesin menggunakan solar pada putaran 2600 rpm sebesar 133,07 gkWh. Besarnya Sfc sangat dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar lihat Tabel 4.1, semakin besar nilai kalor bahan bakar maka Sfc semakin kecil dan sebaliknya. Adanya kecendrungan peningkatan Sfc dengan kenaikan putaran poros pada beban konstan disebabkan oleh waktu periode persiapan pembakaran yang pendek, sehingga pencampuran bahan bakar dengan udara tidak berlangsung dengan baik. Penambahan beban pada putaran poros konstan sedikit mengurangi Sfc karena adanya kandungan oksigen yang terikat langsung pada biodiesel membantu pembakaran, sehingga pembakaran berlangsung relatif lebih baik. Perbandingan harga Sfc untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.6 dan gambar 4.7. Tabel Sfc vs putaran pada beban 10 kg 50 100 150 200 250 300 350 400 1000 1400 1800 2200 2600 2800 Putaran rpm S fc g k w h Solar B10 B20 Gambar 4.6 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 10 kg. Tabel Sfc vs putaran pada beban 25 kg 20 40 60 80 100 120 140 1000 1400 1800 2200 2600 2800 Putaran rpm S fc g k w h Solar B10 B20 Gambar 4.7 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 25 kg.

4.2.4 Rasio perbandingan udara bahan bakar AFR