4.2.6 Efisiensi termal brake
Efisiensi termal brake brake thermal eficiency,
b
η merupakan perbandingan antara daya keluaran aktual terhadap laju panas rata–rata yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Efisiensi termal brake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
b
η = LHV
m P
f B
. . 3600
dimana:
b
η = Efisiensi termal brake LHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar kJkg
Dalam pengujian ini diasumsikan gas buang yang keluar dari knalpot mesin uji masih mengandung uap air uap air yang terbentuk dari proses
pembakaran bahan bakar yang belum sempat mengalami kondensasi didalam silinder sebelum langkah buang terjadi sehingga kalor laten kondensasi uap air
tidak diperhitungkan sebagai nilai kalor pembakaran bahan bakar LHV, Low Heating Value. Hal ini berarti untuk mendapatkan nilai LHV, maka nilai kalor
bahan bakar yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya HHV, High Heating Value dengan menggunakan bom kalorimeter harus dikurangkan dengan
besarnya kalor laten kondensasi uap air yang terbentuk dari proses pembakaran. LHV = HHV – Qlc
Dimana : Qlc = kalor laten kondensasi uap air.
Dengan mengasumsikan tekanan parsial yang terjadi pada knalpot mesin uji adalah sebesar 20 kNm
2
tekanan parsial yang umumnya terjadi pada knalpot motor bakar, maka dari tabel uap diperoleh besarnya kalor laten kondensasi uap
air yaitu sebesar 2400 kJkg [Lit.9 hal 12]. Bila diasumsikan pembakaran yang terjadi adalah pembakaran sempurna maka besarnya uap air yang terbentuk dari
pembakaran bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Berat H dalam bahan bakar = .
.
Z Y
X
O H
C MR
H AR
y x 100
dimana : x,y, dan z
= konstanta jumlah atom AR H
= Berat atom Hidrogen
Z Y
X
O H
C MR
= Berat molekul
Z Y
X
O H
C
Massa air yang terbentuk = ½
x
y
x
berat H dalam bahan bakar
x
massa bahan bakar
Pada tabel 2.2, diperoleh jenis dan persentase komposisi asam-asam lemak pembentuk metil ester. Berdasarkan reaksi transesterifikasi gbr. 2.1, dengan
mengubah masing-masing asam lemak tersebut kedalam bentuk metil esternya maka diperoleh jumlah kandungan hidrogen dan persentase beratnya untuk tiap
metil ester pembentuk biodiesel sehingga jumlah air yang terbentuk tiap satu satuan massa biodiesel dapat dihitung.
Total massa air yang terbentuk =
× ×
× ×
Σ bakar
bahan massa
lemak asam
ester dalammetil
H berat
y 2
1
Hasil perhitungan total massa air yang terbentuk dari pembakaran tiap satu kilogram 1 kg biodiesel pada proses pembakaran sempurna dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.7 Jumlah air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg biodiesel
Jenis asam lemak
dalam biodies
el Bentuk Metil Ester
Jum lah
Hid roge
n berat
Hidrog en
Jumlah H
2
O yang terbentuk
Lauric C12
1,83 CH
3
CH
2 10
COOCH
3
26 12,15
0,028905 kg
Myristic C14
1,90 CH
3
CH
2 12
COOCH
3
30
12,397
0,035331 kg
Palmitic C16 : 0
40,09 CH
3
CH
2 14
COOCH
3
34
12,593
0,858251 kg
Stearic C18 : 0
4,32 CH
3
CH
2 16
COOCH3 38
12,752
0,104668 kg
Oleic C18 : 1
41,13 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOCH
3
36
12,1621
0,900402 kg
Linoleic C18 : 2
10,73 CH
3
CH
2 4
CH=CHCH
2
CH=CHCH
2 7
COOCH
3
34
11,565
0,210957 kg
Total H
2
O yang terbentuk dari pembakaran 1 kg biodiesel
2,138514 kg
Dengan diperolehnya massa air yang terbentuk, maka dapat dihitung besarnya kalor laten kondensasi uap air dari proses pembaran tiap 1 kg.
Q
lc
= 2400 kjkg . 2,138514 = 5132,434 kjkg
Sehingga besarnya CV untuk biodiesel B100 dapat dihitung sebagai berikut : CV = HHV
100 B
- Q
lc 100
B
= 37759,61224 kJkg – 5132,434 kJkg = 32627,17824 kJkg
Harga CV untuk solar C
12
H
26
dihitung dengan cara yang sama : berat H dalam solar=
26
12
. H
MRC ARH
y X100
= 100
1 .
26 12
. 12
1 .
26 X
+ = 15,29
Jumlah uap air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg solar : kg
kg 9877
, 1
1 100
29 ,
15 26
2 1
= ⋅
⋅ ⋅
Kalor laten kondensasi uap air dari pembakaran tiap 1 kg solar :
lc
q
solar
= 2400 kjkg .1,9877 kg = 4770,48 kj per 1 kg solar
Besarnya CV solar : CV
solar
= HHV
solar
- Q
lc solar
= 44797,54 kjkg – 4770,48 kjkg = 40027,06 kjkg
Sedangkan harga CV untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara biodiesel B100 dengan solar dihitung dengan rumus pendekatan berikut :
CV
Bxx
= HHV
BXX
- { B.Q
lc 100
B
- S.Q
lc solar
} Dimana :
B = Persentase biodiesel dalam bahan bakar campuran S = Persentase solar dalam bahan bakar campuran
Untuk B10, B = 0,1 dan S = 0,9 CV
10 B
= HHV
10 B
- {0,1
lc
Q ⋅
100 B
+ 0,9
lc
Q ⋅
solar
} = 49031,15 kjkg – {0,1
} 48
, 4770
9 ,
434 ,
5132 kg
kj kg
kj ⋅
+ ⋅
= 44224,4746 kjkg
Dengan cara perhitungan yang sama untuk bahan bakar biodiesel B20, maka hasil perhitungan harga CV untuk B20 = 44126,0246 kjkg
Setelah diperoleh harga CV untuk masing-masing bahan bakar maka dapat dihitung besarnya efisiensi termal brake
b
η . •
Untuk Biodiesel B10, beban 10 kg pada putaran 1000 rpm
b
η = 3600
4746 ,
44224 739
, 246
, 3
× ⋅
kg kj
jam kg
kW = 0,3575
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung efisiensi termal brake masing-masing bahan bakar pada tiap variasi beban dan putaran. Hasil
perhitungan efisiensi termal brake dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan untuk efisiensi termal brake
Beban kg
Putaran rpm
Efisiensi termal brake
Solar Biodiesel B-10 Biodiesel B-20
10
1000 29.20
35.75 37.14
1400 30.48
34.77 35.20
1800 30.33
33.50 33.93
2200 24.97
27.91 32.20
2600 24.97
31.24 31.99
2800 26.08
32.22 31.01
25
1000 65.59
72.71 86.34
1400 80.45
72.42 78.94
1800 76.48
70.05 73.65
2200 75.64
62.68 66.27
2600 67.89
61.66 65.37
2800 67.23
63.29 63.78
• Pada pembebanan 10 kg, BTE terendah terjadi pada solar pada putaran
2600 rpm yaitu sebesar 24,97. Sedangkan BTE tertinggi terjadi pada biodiesel B20 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 37,14.
• Pada pembebanan 25 kg, BTE terendah terjadi pada biodiesel B10 pada
putaran 2600 rpm yaitu sebesar 61,66. Sedangkan BTE tertinggi terjadi pada biodiesel B20 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 86,34.
Efisiensi termal brake terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada beban 10 kg dan putaran mesin 2600 rpm yaitu sebesar 24,97.
sedangkan efisiensi termal brake tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar biodiesel B20 pada beban 25 kg dan putaran mesin 1000 rpm yaitu
sebesar 86,34. Efisiensi termal dari biodiesel relatif lebih besar dari efisiensi termal solar,
hal ini dapat ditunjukkan dengan lebih besarnya nilai kalor dari biodiesel dibandingkan dengan solar.
Kenaikan putaran poros pada beban konstan cenderung mengurangi efisiensi termal, untuk beban konstan daya efektif daya efektif yang dihasilkan
relatif konstan dan kenaikan putaran poros akan mempersingkat waktu proses pencampuran bahan bakar–udara, sehingga pembakaran berlangsung kurang baik,
hal ini akan menghasilkan energi pembakaran yang lebih kecil dan cenderung mengurangi efisiensi termal.
Pada kondisi penambahan beban pada putaran poros konstan akan terjadi penambahan kandungan oksigen yang terikat pada biodiesel sebanding dengan
penambahan massa bahan bakar, hal ini akan menyebabkan semakin banyak bahan bakar yang terbakar dan daya efektif yang lebih besar, sehingga
meningkatkan efisiensi termal. Perbandingan efisiensi termal brake masing-masing bahan bakar pada tiap
variasi beban dan putaran dapat dilihat pada grafik yang terletak pada gambar 4.13 dan gambar 4.14
Gambar 4.13 Grafik BTE vs putaran untuk beban 10 kg
Gambar 4.14 Grafik BTE vs putaran untuk beban 25 kg
4.3 Pengujian Emisi Gas Buang