Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
sehingga dapat bermamfaat untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam tubuh kesatuan aparat Polri.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil penelitian dan pemikiran peneliti sendiri. Topik permasalahan dalam skripsi ini sengaja dipilih dan ditulis,
oleh karena sepengetahuan peneliti pokok bahasan ini merupakan hal baru dan sedang marak terjadi belakangan ini. Setelah penulis memeriksa judul-judul
skripsi yang ada di FH USU, maka judul skripsi ini belum ada yang bmembuatnya, walaupun ada peneliti yakin sudut pembahasannya berbeda.
Dimana isi skripsi ini peneliti ambil dari berbagai buku, media cetak, maupun media elektronik serta dari hasil riset yang langsung peneliti lakukan melalui
pengumpulan data dan wawancara di Kepolisian Sumatera Utara Polda Sumut
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia Untuk menyamakan persepsi tentang pengertian kepolisian republik indonesia,
terlebih dahulu dikemukaakan pengertian polisi. Istilah polisi pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, politea yang berarti pemerintahan negara Yunani
terdiri dari kota-kota yang disebut dengan polis, pada waktu itu pengertian polisi menyangkut segala urusan pemerintahan termasuk urusan agama atau
dengan kata lain pengertian polisi adalah urusan pemerintahan. Pengertian polisi tersebut pada waktu urusan pemerintahan masih sederhana dan belum seperti
sekarang ini.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Dari istilah politea dan polis kemudian timbul istilah lapoli, police Inggris, polzei Jerman, dan polisi Indonesia.
Charles Reith dalam bukunnya yang berjudul The Blind Eye of History mengemukakan pengertian polisi dalam bahasa Inggris: ”Police Indonesia the
English Language came to mean of planning for improving ordering communal existence”
9
Dari arti kata polisi yang telah diketengahkan, kalau didalami lebih jauh, akan memberikan berbagai pengertian. Para cendikiawan dibidang Kepolisian
sampai pada kesimpulan bahwa dalam kata polisi terdapat tiga pengertian yang yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau susunan
kehidupan masyarakat. Pengertian ini berpanggkal tolak dari pemikiran, bahwa manusia adalah mahluk sosial, hidup berkelompok, membuat aturan-aturan` yang
disepakati bersama. Ternyata diantara kelompok itu ada yang tidak mau mematuhi aturan bersam sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk
memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok yang telah melanggar. Dari pemikiran ini kemudian timbul Polisi, baik organnya maupun tugasnya untuk
memperbaiki dan menugaskan tatasusunan kehidupan masyarakat tersebut. Pada abad ke-14 dan 15 oleh karena perkembangan zaman, urusan dan
kegiatan keagamaan menjadi semakin banyak, sehingga perlu diselenggarakan secara khusus. Akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha politea, maka
dengan istilah politea atau polisi tinggal meliputi usaha dan urusan keduniaan saja.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
dalam penggunaan sehari-hari sering tercampur aduk dan melahirkan berbagai konotasi. Tiga arti kata polisi adalah ; 1. Polisi sebagai fungsi, 2. Polisi sebagai
organ Kenegaraan dan, 3. Polisi sebagai pejabat atau petugas. Yang banyak disebut sehari-hari memang polisi dalam arti petugas atau
pejabat. Karena merekalah yang sehari-hari berkiprah dan berhadapan langsung dengan masyarakat. Pada mulanya dulu polisi itu berarti orang yang kuat dan
dapat menjaga keselamatan dan ketemtraman kelompoknya. Namun dalam bentuk polis atau negara kota, polisi sudah harus dibedakan dengan masyarakat biasa,
agar rakyat jelas bahwa pada merekalahlah rakyat minta perlindungan, dapatb mengadukan keluhannya dan seterusnya dengan diberi atribut tertentu. Tersirat
juga maksud bahwa dengan atribut-atribut khusus dapat segera terlihat bahwa polisi punya kewewnangan menegakkan aturan dan melindungi masyarakat.
Pembedaan atribut dengan segala maknanya itu, berkembang terus, sehingga dikemudian hari melahirkan bayak variasi. Setiap negara memberikan atribut yang
berbeda-beda sesuai dengan budaya dan estetika yang mereka kehendaki. Atribut itu secara phisik berbentuk seragam baju, kelengkapan dan tanda-tanda atau
simbul-simbul yang merupakan tanda pengenal mereka. Beberapa negara bahkan memberikan atribut yang berbeda-beda bagi setiap daerah atau negara bagian.
10
Seiring perkembangan zaman dengan demikian pengertian polisi juga mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
Waulaupun mengalami perkembangan mengenai polisi, namun ide dasar
9
Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Jakarta, 2005 Penerbit Prestasii Pustaka Publisher, hal 5.
10
. Jend. Pol. Purn Etika Kepolisian, hal 56.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
keberadaan polisi tidak berubah yaitu urusan mengenai pemeliharaan pemerintahan.
Perkembangan pemerintahan sekarang yang semakin komplek, maka pengertuian kepolisian juga mengalami perkembangan. Pengertian kepolisian
dirumuskan secara limitatib dalam pasal 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu: kepolisian adalah segala hal ikwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
11
Struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak centralistis, tetapi lebih bersifat decentralistis menurut daerah keresidenan. Yang diatur secara sentral
adalah penyelenggaraan administrasi mengenai personalia, perlengkapan dan
2. Sejarah Tentang Kesatuan Polri
Kepolisian Republik Indonesia sebelum mencapai bentuk seperti saat ini mempunyai sejarah yang panjang yang dimulai dengan:
2. 1. Zaman Penjajahan Belanda Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi dan hubungan tata cara kerja
kepolisian pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda kepolisian tidak pernah di
bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang
berkantor ”Hoofd van de Dienst der Algemene Polifie” yang hanya bertugas di
bidang administrasipembinaan, seperti kepegawaian, pendidikan terutama SPN Sekolah Polisi Negeri di Sukabumi, dan perlengkapan kepolisian.
11
. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
keuangan dari satuan polisi umum di Departemen Binneland Bestuur dapat di samakan dengan Departemen Dalam Negeri saat ini
Wewenang operasional Kepolisian ada pada Residen yang di bantu oleh Asisten Residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada Procoreuer General
Jaksa Agung. Pada masa hidia belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian seperti Veld politie polisi lapangan, stans politie polisi kota, cultur
politie polisi pertanian, bestur politie polisi pamong praja dan lain-lain. Dalam suatu daerah keresidenan terdapat satuan polisi umum yang bertugas
di kota-kota dan anggota-angaota polisi pamong praja bestuur politie yang bertugas di luar kota, seperti kecamatan, kewedanan, dan kantor kabupaten, yang
anggota-anggotaanya dari agen-agen polisi dan mentri polisi umum di pinpin oleh Hokkomisaris Polisi berkebangsaan belanda dan polisi pamong praja di
pinpin oleh BupatiKepala daerah kebangsaan pribumi. `polisi pamong praja ini mempunyai corak yang berbeda dengan polisi umum, karena waulaupun
merewka berpakaian seragam dinas tetapi mereka tidak berpendidikan khusus kepolisian dan tidak terikat oleh disiplin kepolisian yang ketat. Mereka diangkat
dan diberhentikan oleh bupati, jadi mereka ini lebih merupakan alat kekuasaan bupati danpamong pegawai praja daripada alat u ntuk memperhatikan dan
keamanan umum.
12
Sejalan dengan administrasi negara bpada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya
pribumi tidak diperkenankan Hood Agent bintara Inspektur van politie dan Commisaris van Politie. Untuk pribumuoi selama menjjadi agen polisi, Asisten
12
Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, hal 109.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Wedana dan Wedana Polisi. Demikian pula dalam praktek peradilan pidana terdapat perbedaan Kandgrecht dan Raad van Justitie.
Yang memegang pinpinan polisi preventif dan represif seluruh daerah Hindia Belanda adalah precenteor general dapat di samakan dengan Jaksa
Agung satr ini dikota Batavia Jakarta sekarang yang dibantu oleh suatu dinas reserse umum, dimana intruksi-intruksi mengenai kepolisian disampaikan
langsung kepada residen.
13
Mengenai susunan pangkat polisi umum diatur dengan tambahan lembaran negara No. 11737 dan No. 14046 sebagai berikut:
Sejak tahun 1941 satuan morachouse satuan tentara yang melakukan tugas polisi umum diganti oleh satuan voldpolite polisi lapangan, karena polisi
ternyata hanya dapat mengamankan kota-kota saja, tetapi mereka tidak cakap membrantas kejahatan yang terjadi di desa-desa. Mengenai wewenang, hak dan
tugas polisi ini di camtumkan secara terperinci di dalam HIR Herziene Indiesh Reglement.
14
1. Hokomisaris Polisi
2. K omisaris Polisi ke-1
3. Wedana Polisi
4. Komisaris Polisi ke-2
5. Hopinspektur Polisi
6. Asisten Wedana Polisi
7. Inspektur Polisi kelas-1
13
Loc id hal 15.
14
M. Karya, Hukum Kepolisian, hal 43.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
8. Inspektur Polisi kelas-2
9. Menteri Polisi kelas-1
10. Menteri-Polisi
11. Hopagen kelas-1Hopreserse kelas-1
12. Hopagen kelas-2Hopreserse kelas-2
13. Hopposis Komandan
14. Poshis Komandan kelas-1Reserse kelas-1
15. Poshis Komandan kelas-2Reserse kelas-2
16. Agen Polisi ke-1Murid Reserse
17. Agen Polisi kelas-2
2. 1. Zaman Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, pemerintah kepolisian Jepang
membagi Indonesia kedalam lingkungan kekuasaan yaitu: 1.
Jawa dan Madura yang berkedudukan di Jakarta 2.
Sumatera yang berkedudukan di Bukit Tinggi 3.
Indonesia bagian Timur yang berkedudukan di Makasar 4.
Kalimantan yang berkedudukan di Makasar
15
Dalam masa ini banyak anggota Kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi banggsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian
di Jakarta di namakan Keisatsu Bu dan kepalanya keisatsu Elucho.
15
. Wearsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, hal 78.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Tiap-tiap kantor polisi didaerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang
disebut Sidookaan yang dalam praktek lebih berkuasa dari kepala polisi. Beda dengan zaman Hindia Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa
pendudukan Jepang yang berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga meminpin organisasi yang disebut Keibodan semacam Hancip
Selama pendudukan Jepang struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak berubah, tetapi terjadi beberapa perubahan yang bersifat prinsipil,
diantaranya: 1.
Kepolisian di Sumatera, Jawa dan Madura dipimpin oleh Cian Bucho Kepala Bagian keamanan, yang berkedudukan di kantor Gonseikan di
Jakarta secara hierarki dia membawahi Sychia Bucho Kepala kepolisian keresidenan
2. Urusan kepolisian di kejaksaan disatukan dalam suatu tangan yaitu
ditangan Syuchion Bucho tersebut 3.
Polisi pamong praja tidak lagi diberi wewenang kepolisian maka tidak diberi wewenang untuk menangkap dan menyidik orang secara formil
masih ada 4.
Untuk memperkuat kepolisian dibentuk kesatuan tenaga yang disebut pasukan keamanan keibodan semacam hancip diseluruh Jawa dan
Madura pimpinan atas organisasi ini dipegang oleh kepolisian
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
5. Dalam tubuh organisasi kepolisian dibentuk satuan baru yaitu pusaka
Tokobetsu Keisatsu Toi polisi istimewa nyang merupakan pusaka tempur untuk membantu danmemperkuat satuan polisi umum.
16
2. 3. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan perundang-
undangan Hindia Belanda, termasuk mengenai mengenai kepolisian, seperti tercamtum dalam peraturan peralihan UUD1945.
Kekuatan aksi rakyat tersebut terletak pada adanya backing senjata api dari polisi sebagai satu-satunya yang diperbolehkan oleh Jepang untuk memegang senpi.
Tindakan itu memberi pengaruh yang besar pada waktu akan membentuk kepolisian Republik Indonesia, satuan polisi tersebut tidak dibubarkan, tetapi
dikkukhkan menjadi polisi Republik Indonesia. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945 Kepolisian Republik Indonesia ditetapkan masih dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dengan
sebutan Jawatan Kepolisian Negara. Kepala kepolisian Negara untuk pertama kali dipertanyakan kepada Raden Said
Soekanto Tjokknodiatonodjo.
17
16
. D.P.M Sitompul, dan Edwardsyah, Hukum Kepolisian di Indonesia.
17
. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, hal . 103
Tujuan tugas kepolisian Republik Indonesia terkndung dalam sumber rencana polisi negara berupa lukisan:
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
1. Nama lambang ; rastra kotama, poplisi adalah abdi utama dari nusa dan
bangsa. Seorang abdi akan melakukan kesalahan besar kalau bersikap sebagai penguasa.
2. Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.
3. Tiang dan nyala obor ; penegasan bahwa tugas polisi disamping sebagai
penerang dan sesuluh bagi masyrakyat, juga bermakna penyadaran hati Nurani rakyat agar selalu sadar akan pentingnya KamTibmas yang mantap.
4. Pancana obor ; 17 sudu belapis 4 dan 5, bermakna Polri berperan langsung
pada proses kemerdekaandan sekaligus pernyataan bahwa Polri terlepas dari perjuangan Bangsa Indonesia.
5. Tangkai padi dan kapas adalah gambaran dan cita-cita bangsa yang adil
dimana Polri harus ikut berupaya mewujudkannya. 6.
Tiga bintang diatas merupakan lambang dari Tribrata, pedoman hidup seorang polisi dan Polri keseluruhan.
7. Warna kuning emas ; lambang kebesaran jiwa dan keagungan hati segenap
prajurit Polri. 8.
Warna hitam ; sebagai dasar dan latar belakang, bermakna lambang keadilan pengabdian dan sikap tenang dan mantap yang bermakna pula harapan agar
Polri selalu tidak goyah pada situasi dan kondisi apapun, tenang, memiliki integritas yang tingi dan prima, agar dapat selalu berpikir jernih, bersih dan
selalu tepat dalam mengambil keputusan.
18
18
. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Hal. 108.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Pimpinan negara memangdang perlu menarik Polri dari kementerian dalam negeri, maka dengan Penetapan Pemerintah No. IISD1946 tanggal 25 Juni yang
menetapkan bahwa sejak 1 Juni 1946 Jabatan Kepolisia Negara langsung di bawah Perdana Menteri. Hal ini menurut Perdan Menteri Sutan Syahrin adalah
untuk memudahkan penyusunan kembali tugas organisasi-organisai Polri sesuai dengan azas-azas baru kepolisian Negara merdeka yang demokratis. Penetapan ini
merupakan momen bersejarah bagi Polri dan di peringati setiap tahun sebagai hari Bhayangkara.
2. 4. Periode Di bawah Naungan UUD Sementara Republik Indonesia Pada waktu negara kesatuan Republi Indonesia 1950 secara resmi berdiri
ada dua masalah yang di hadapi oleh Kepolisia Republik Indonesia, yakni soal status dan soal struktur. Mengenai status tidak ditemukan kesulitan, dengan
adanya pasal peralihhan dari UUDS yang memberi legalisasi untuk kembali ke status Penetapan Pemerintah No. IISD1946. Lain halnya dengan masalah
struktur karena adanya perubahan dari Negara Federasi yang mempunyai status yang berbeda-beda menjadi Negara Kesatuan yang mempunyai Kepolisian secara
Nasional, tetapi karena sebelumnya terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 Kepolisian Republik Indonesia Serikat RIS yang berintikan
Kepolisia Republik Indonesia telah meleburkan diri dengan Negara-negara bagian yang menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia Proklamasi dan
juga karena sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 anggota Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia telah terikat dalam suatu badan yang
disebut persatuan pegawai Polisi Republik Indonesia, maka pembentukan
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
kepolisian Nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak menemui kesulitan.
Pada tanggal 1 Juli 1955 Kepolisian Negara meresmikan Tribrata sebagai pedoman hidupnya yang berisikan sebagai:
19
1. Berbakti kepaa Nusa dan Bangsa dengan penuh ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kami Polisi Indonesia:
2. Menjujung tingi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasiladan UUD 1945. 3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan penuh
keiklasan untuk mewujudkan keamanandan ketertiban. 2. 5. Periode Setelah Kembali ke UUD 1945, Era Orde Baru Sampai Tahun 1999
Sejarah panjang kepolisian banyak diwarnai dengan kisah legendris pembrantasan kejahatan, karena pada abad pertengahan upaya-upaya agar polisi
dalam menegakkan hukum harus manusiwai, menggerakkan revolusi dan pemerintahan sebagai bagian dari perrjuangan menegakkan Hak Asasi Manusia.
Keinginan Kepolisian untuk mempunyai Menteri dan Departemen terkabul dengan keluarnya surat keputusan Presiden tertanggal 13 Juli 1959 No. 159 yang
mengankat R.S Sekanto Tjokra diat Madjo Kepala Kepolisian Negara menjadi Perdana Menteri, tetapi pada kementerian keamanan Nasional yang didalamnya
juga termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
19
. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisia di Indonesia, Hal. 62.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Pada tanggal 30 Juni 1961 lahirlah Undang-undang pokok Kepolisian Negara yang antara lain berisi:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara Penegak Hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam Negeri perincian
tugas tersebut adalah: a.
Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. b.
Mencegah dan membrantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat.
c. Memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam.
d. Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk
memberi perlindungsan dan pertolongan. e.
Mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara.
2. Melaksanakan tugas-tugas khsus lain yang di beri kepadanya oleh satuan peraturan negara.
3. Kepolisian negara masuk ke dalam unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI dengan sebutan Angkatan Kepolisian Republik
Indonesia AKRI dan ikut pula dalam pertahanan negara.
20
Dalam perjuangan orde baru untuk kembali kepada pelaksanaan undang- undang dasar 1945 secara mirni an konsekuen maka pada tanggal 1 Juni 1969
dikeluarkan Keputusan Presuden No. 521969 yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Indonesia dalamrangka
20
. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001, Hal. 104.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
normalisasi dan fungsionalisasi semua aparatur dan pemerintah dan angkatan- angkatan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pada dasarnya keputusan Presiden tersebut menegaskan kedudukan organik dan tanggungjawab Kepolisian Republik Indnesia yang sederajat dengan
Angkatan-Angkatan Darat, Laut, Udara sebagai unsur Angkatan bersenjata dalam departemen Hankam.
Usaha-usaha kearah peningkatan pelaksanaan tugas terus dilaksanakan dengan dikeluarkannaya Keputusan Presisen No. 80 tahun 1969, tentang ABRI
sebagai bagian organik departemen hankam bserta tugas dan tanggung jawabnya yang diikuti dengan Keputusan MenhankamPangab No. Kep.A385VIII1970
yang menetapkan tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Kepolisian Republik Indonesia.
Dengan Surat Keputusan Menhamkam Pangab tanggal 6 Juni 1972 No. SKPB436VI1972 di tetapkan bahwa tanda pangkat dan nama-nama
kepangkatan bagi ke empat Angkatan Darat, Laut, Udara. Dan Kepolisian di samakan, sehingga nomor nama-nama kepanggkatan Polri menjadi:
21
1. Jendral Polisi Perwira Tinggi
2. Letnan Jendral Polisi
3. Mayor Jendral Polisi
4. Brigadir Jendral Polisi
5. Kolonel Polisi Perwira Menengah
6. Letnan Kolonel Polisi
21
. M. Karya. Ibid, Hal.50.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
7. Mayor Polisi
8. Kapten Polisi Perwira Menengah
9. Letnan Satu Polisi
10. Letnan Dua Polisi
11. Pembantu Letnan Satu Bintara Tinggi
12. Pembantu Letnan Dua
13. Sersan Kepala
14. Sersan Mayor
15. Sersan Satu
16. Sersan Dua
17. Kopral Kepala
18. Kopral Satu
19. Kopral Dua
20. Prajurit Kepala
21. Prajurit Satu
22. Prajurit Dua
22
Analisa tentang kelemahan Polri sebenarnya sudah lama dilakukan bahkan sejak dua dekade yang silam. Sebagaimana Presiden Soeharto dalam RAPIM
ABRI 1979 menyatakan bahwa: Bahwa perlu dikaji secara mendalam tentang menurunnya citra Polri dan wibawa Polri selaku pelindung dan pengayom
masyrakat terutam dalam dua hal yang sangat dominan. Yaitu menurunnya kemampuan teknis khas Kepolisian dalam pelayanan masyarakat.
23
22
Skripsi, Morgong Situmorang, Fakultas Hukum USU 2005, Hal 15.
23
Anton Tabah, Membangun Polri Yang Kuat, Hal. 31.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Kelemahan profesional berarti kelemahan sangat prinsipil bagi sebuah lembaga institusi Polri. Bicara profesional ada batasan menarik dari pakar
kepolisian AS. Donald C. Whitlam, yang membagi kriteria profesi sebagai
berikut:
24
1. Menggunakan teori ilmu pengetahuan untuk pekerjaannya. 2. Keahlian yang didasarkan pada pelatihan dan pendidikan berjangka
panjang. 3. Pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya.
4. Memiliki otonomi dan cara mengontrol peilaku anggota profesi. 5. Mengembangkan kelompok asosiasi seperti The International Chief Of
Police Association yang cukup terkenal. 6. Memiliki kode etik sebagai pedoman melakukan profesinya.
7. Memilih profesinya sebagai pengabdian bedasrkan panggilan jiwanya. 8. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
2. 6. Periode Reformasi dan Globalisasi Reformasi menuntut intropeksi dan evaluasi yang objektif serta jujur alam
keadaan dewasa ini diakibatkan oleh perkembangan masa lampau. Artinya reformasi tidak hanya sebagai koreksi total dari penyimpangan pemerintahan Orde
Baru, tetapi juga harus merupakan langkah strategis guna menghadapi era globalisasi dengan segala permasalahannya.
Kemandirian Polri di awali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah di pandang dan di sikapi
24
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai Abdi Negara yang Profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan
Nasional kearah masyarakat yang demokratis, aman, tertib, adil, dansejahtera. Kemandirian Polri di maksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang
tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangka ketatanegaraan dan pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh
termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri di kelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Polri sebagai pengembang fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara,
masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam.
25
1. Apek Struktural: mencakup perubahan kelembagaan kepolisian dalam
ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-
perubahan melalui tiga aspek yaitu:
2. Aspek Instrumental: mencakup filosopi visi, misi dan tujuan, doktrin
keuangan, kompensasai, kemampauan fungsu danb iptek. 3. Aspek Kultural: adalah muara dari perubahan aspek struktural dan
istrumental, karena semua harus trewujud dalam bentuk kwalitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan
25
. Internet, www Mabes Polri. Com.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
manajerial, sistem reukruitmen, pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. Berkenaan dengan uraian tugas
tersebut , maka Polri akan terus melakukan perubahan dan penataaan baik di bidang pembinaaan maupun operasional serta pembangunan kekuatan
sejalan dengan upaya reformasi. Visi dan Misi Skep1067VI2001. 01- Juni 2001
Adapun Visi Polri adalah: Terwujudnya Polri yang mampu menjadi pelindung,pengayom, dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-
sama masyarakat, sebagai penegak hukum yang profesional dan proporsional yang selalu menjungjung supremasi hukum san hak azasi manusia, pemeliharaan
keamanan dan ketdertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.
Misi Polri Berdasarkan uraian visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian
tentang jabatan misi Polri kedepan adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat meliputi aspek securiti, surety, safety, dan peace.
2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya represifdan
preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat law abiding citizenship.
3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap
mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 5.
Mengelola sumber daya manusia Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja
sama mencapai kesejahteraan masyarakat. 6.
Meningkatkan upaya konsolidasi kedalaminternal Polri sebagai upaya menyamakan visi dan misi Polri ke depan.
7. Memelihara solidaritas institusi Polri dan sebagai pengaruh eskternal
yang sangat merugikan organisasi. 8.
Melanjutkan operasi pemulihan keamaanan dibeberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Republik Indonesia
9. Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari
masyarakat yang berbhineka tunggal ika.
a. Bidang Kamtibmas
Sasaran:
1. Tercapainya situasi kamtibmas yang kondusif bagi penyelenggaraan pembangunan Nasional.
2. Terciptanya proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan bebas KKN dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
3. Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan kemampuan profsoinal yang tinggi serta mampu bertiundak tegas dan adil
dan berwibawa. 4. Kesadaran hukum dan kepatutan hukum masyarakat yang meningkat yang
terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap Bintamtibmas yang semakin tinggi.
5. Kinerja Polri yang lebih profesional dengan menjunjung tinggi nilaiu-nilai sehingga disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk
mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib. b. Bidang Keamanan Dalam Negeri
1. Tercapainya kerukunan antar umat beragama dalam kerangka interaksi sosial yang intensif serta tumbuhnya kesadaran berbangsa guna menjamin
keutuhan bangsa yang berbhineka tuinggal ika. 2. Tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia yang Berdasrkan
Pancasila dan UUD 1945. Periode 1 April 1999 Reformasi berdasarkan surat keputusan Kapolri
No. Pol.: SKEP1259X2000 Tertanggal 3 Oktober 2000 nama-nama kepangkatan Polri menjadi:
1. Bhangkara Dua Bhrada
Tantama 2.
Bhangkara Satu Bharatu 3.
Bhangkara Kepala Bharata 4.
Arjun Brigadir Polisi Dua Abribda 5.
Arjun Brigadir Polisi Satu Abribtu
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
6. Arjun Brigadir Polisi Kepala Abribka
7. Brigadir Polisi Dua Bripda
Bintara 8.
Brigadir Polisi Satu 9.
Brigadir Polisi Brigadir 10.
Brigadir Polisi Kepala Bripka 11.
Arjun Inspektur Polisi Dua Aipda Bintara Tinggi
12. Arjun Inspektur Polisi Satu Aiptu
13. Inspektur Polisi Dua Ipda
14. Inspektur Polisi Satu Iptu
15. Arjun Komisaris Polisi AKP
16. Komisaris Polisi Kompol
Perwira Menengah 17.
Arjun Komisaris Polisi AKBP 18.
Komisaris Besar Polisi Kombes 19.
Brigadir Jenderal Polisi Brigjempol Pewira Tinggi
20. Inspektur Jendral Polisi Irjenpol
21. Komisaris Jendral Polisi Komjempol
22. Jendral Polisi
26
Perkembangan global reformasi Polri seharusnya sudah dimulai sejak globalisasi era kesejagatan bergulir Indonesia awal 1980-an. Tapi benar kata
filosof Masyur Shakesphere, pembanguna hukum disuatu Negara sering lamban, apabila tidak didukung political yang baik. Pernyataan Shakesphere memang
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
sudah ribuaan tahun silam, tetapi aktualisasinya relevan untuk dijadikan bahan analisis permasalahan dimasa kini.
Dimasa sekarang di abad universialisasi, tindakan polisi dalam menegakkan hukum itu, telah dipagari dengan ketat oleh asas-asas Hak Asasi
Manusia yang tertuang dalam KUHP, dari mulai tindakan penyelidikan, penggerrebekan, penangkapan, peyidikan, ivestigasi sampai pada peradilannya.
Seketat itupun, masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Polisi. Untuk itulah polisi memang harus meningkatkan profesionalismenya, agar dengan
praktek kejahatan dapat beradu kepiwaian bukan semata-mata menyalahgunakan kekuasaan. Dengan tingginya Ilmu dengan Teknologi Kepolisian saat ini rasanya
proses memberdayakan petugas-petugas Polri dibidang tugas represif ini optimis untuk dapat diwujudkan manakala terdapat niat dan tekat kuat untuk
mewujudkannya.
27
Memperhatikan fungsi Kepolisian tersebut diatas jelas bahwa tugas Kepolisian tersebut hanya sampai pada keamanan dan ketertiban masyarakat
3. Fungsi dan Tugas Pokok Polri
3.1. Fungsi Kepolisia Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan
salah satu tugas fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penertiban hukum, perlindugan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
26
Hasil Wawancara dengan Bapak AKP A. Hutabarat. Bid Propam Subbid Provos bidang Gakkum, Polda Sumut. Jumat, 29 Pebruari 2008 Pukul 10.00 Wib.
27
Jend Pol Purn Kunarto MBA, Perilaku Organisasi Polri, Hal. 110-111.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
dalam arti seluas-luasnya. Kepolisian mempunyai dua fungsi utama, menurut C.H Niew huis untuk melaksanakan tugas pokok itu polisi mempunyai dua fungsi
utama yaitu:
28
1. Fungsi Preventif untuk pencegahan, yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi Negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban
dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan pada hakikatnya dapat
mengamcam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. 2. Fungsi Represif atau pengendalian, yang berarti bahwa polisi itu
berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana dan menangkap pelaku-pelakunya dan kepada penyidikyustisi untuk penghukuman.
Sehubungan dengan kedua fungsi tersebut, maka dalam organisasi Kepolisian dibagi dua macam Kepolisian dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing yaitu: a.
Polisi Administratif Polisi keamanan yang disebut juga dengan ”Service Publik ”, Polisi tertib,
Polisi berseragam. Tugas Polisi ini pada umumnya memberikan pelayanan umum, bantuan atau penolongan kepada masyarakat, menegakkan hukum yang bersifat
mengatur baik dari pusat maupun daerah dan menjaga ketertibaan. Mengingat tugasnya yang sangat luas maka tindakannya tidak selalu berdasar wetdelijk,
tetapi cukup dengan rectdelijk. Sedangkan orientasinya adalah pelayanan dan
28
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
kesetaraan, oleh karena itu pengawasannya ada pada pejabat-pejabat pemerintah baik dari pusat maupun daerah.
b. Polisi Peradilan atau Reserse Tugas umumnya menegakkan hukum pidana, mencari pelaku,
mengumpulkan bukti-bukti dan nantinya diproses di pengadilan. Oleh karena tugasnya itu, polisi ini disebut ”La Politice Judiciaire”. Mengingat tugasnya
bersifat represif yang dilakukan secara rahasia dengan menggunakan teknik-teknik reserse seperti pengamatan, observasi maka polisi ini disebut polisi
yang tidak beruniform. Karena dalam tugasnya selalu menggunakan pakaian preman, di Indonesia Polisi ini disebut Reserse reserse kriminal, reserse
narkotika. Polisi peradilan berbeda tugasnya dengan polisi administratif. Polisi
yudicial ini tindakannya selalu berdasarkan undang-undang ketentuan-ketentuan hukum pidan dan kitab undang-undang hukum acara pidana. Polisi ini tugasnya
ditujukan untuk menegakkan hukum pidana. Namun demikian Polisi mempunyai satu tujuan yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dimaksud dengan keamanan dan ketertiban masyarakat telah diatur secara jelas dalam pasal 1 angka 5 UU No. 2 Tahun 2002 adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu syarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional yang ditandai oleh terjaganya
keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuam membina dan mengembankangkan poensi dan
kekuatan masyarakat dalam menyangkal, mencegah dan menanggulangi segala
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
bentuk pelanngaran hukum dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
3.2. Tugas Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Agar supaya fungsi Kepolisian itu dapat terwujud maka polisi harus
dilengkapi dengan tugas dan wewenang. Dalam pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 diatur mengenai tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun
tugas Kepolisia adalah:
29
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Tugas Kepolisian tersebut dapat dikatakan berjalan apabila fungsi kepolisian terwujud, namun tugas pokok Kepolisian Negara tersebut diberikan
kewenangan. Dalam pasal 15 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian mengatur mengenai Kepolisian yaitu:
1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
a. meminta laporan dan atau pengaduan;
b. membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganngu ketertiban umum; c.
mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d.
mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengamcam persatuan dan kesatuan banggsa;
29
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisia Negara Republik Indonesia.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administatif kepolisian; f.
melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. melakukan tindakan pertama ditempat kejadian;
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang; i.
mencari keterangan dan barang bukti; j.
menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional; k.
mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instasi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. menerima dan menyipan barang teman untuk sementara waktu;
2. Kepolisian Negara Republik I ndonesia sesuwai dengan pasal 15 ayat 2
mempunyaimwewenang: a.
memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b. melaksanakan registrasi dan identifikasai kendraan bermotor;
c. mmberikan surat izin mengemudi bermotor;
d. memberikan pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
an senjata tajam; f.
memberikan izin operasional dan dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha dibidang jasa pengamanan;
g. memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisia khusus dan
petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h.
melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan membrantas kejahatan internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dan koordinasi instansi terkait; j.
mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian Internasional;
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam ruang lingkup tugas
kepolisian; 3.
Tata cara pelaksanaan sebagaimana dimakasud dalam ayat 2 huruf a dan b diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas kepolisian Negara di bidang penegakan hukum pidana mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam
pasal 16 yaitu:
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang
untuk: a.
melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan; b. melarang setiap orang meninggalakan dan memasuki tempat kejadian
perkara untuk kerpentigan penyidikan; c.
membantu dan menghadapkan orang kepada penyidik dalamrangka penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka maupun
saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidan;
k. memberikan petunjuk dan bantuan kepada penyidikm pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan;
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf i adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dimaksud jika memenuhi syarat sebagai
berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
a. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan; b. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatan;
c. pertimbangan yang layak berdasarkan keadan yang memaksa dan;
d. menghormati hak asasi manusia. Dalam melaksanakan kewenangan tersebut Kepolisian Negara Republik
Indonesia tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan kewenangannya.
4. Pengertian Tindak Pidana
Diatas telah diutarakan bahwa salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menegakkan hukum. Karena secara jelas disebutkan
dalam penjelasan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
pada sistem pemerintahan negara angka 1 adalah ”Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum Rechts Staat”. Hal ini mengandung maksud bahwa
segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum, begitu juga bagi kehidupan masyarakat tidak terlepas dari aturan hukum Rule of Law.
Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Negara berarti menangani tindak pidana mulai dari tingkat penyelidikan sampai pada penyidikan
selesai, baik yang dilakukan anggota masyarakat maupun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena hukum pidana sasarannya adalah pada
perbuatan yang dapat dipidanakan. Mengenai istilah perbuatan yang dapat dipidana atau ”tindak pidana”
dengan seiring berjalannya waktu, dimulai dari awal kemerdekaan sanpai sekarang mengalami beberapa perubahan,misalnya:
30
a. Peristiwa pidana UUD1950 pasal 14 ayat 1
b. Perbuatan pidana Undang-Undang No. 1 Tahun 1951, Undang-Undang
mengenai tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kesatuan daerah pengadilan sipil, pasal 5 ayat 3b
c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum UUD No. 2 Tahun1951
tentang: ”perbuatan ordonantie trjdelijke by zendere straf bepalingen” S. 1988-17 dan Undang-Undang Republik Indonesia dahulu No. 8 Tahun
1948 pasal 3
30
Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1Yayaan Sudarto, Hal. 38.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
d. Hal yang dapat diamcanm dengan hukuman, dan perbuatan yang dapat
dikenakan dengan hukuman Undang –Undang Darurat No. 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan pasal 19,21,22
e. Tindak pidana undang-undang darurat No. 7 tahun 1955 tentang
pengusutan dan penyidikan tindak pidana ekonomi, pasal 1 Memperhatikan istilah-istilah tindak pidana yang dikemukakan diatas ada
kecenderungan pembentukan undang-undang sekarang sudah relatif akan tetapi dalam menggunakan istilah ”tindak pidana” sampai sekarang para sarjana hukum
pidana masih banyak menggunakan istilah yang berbeda-beda, namun hal itu tidak menjadi masalah karena yang terpenting adalah mengetahui maksudnya. Dalam
penulisan ini disamakan istilah ”tindak pidana” Tindak pidana merupakan hal yang mendasar dalam hukum pidana. Dalam
kehidupan sehari-hari istilah tindak pidana sudah sering dibicarakan. Bahkan tidak hanya dibicarakan, tetapi sering sekali menjadi perbuatan yang kerap sekali
menjadi perbuatan yang tercipta didalam masyarakat baik secara individu maupun berkelompok tentunya. Yang dalam bahasa Belanda disebut Het Strafbaar feit.
Untuk defenisi tersebut, Muliatno guru besar UGM, menganggap lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan pidana dalam pidatonya yang berjudul:
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban hukum perdata, 1955. Beliau berpendapat bahwa perbuatan itu adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atas
barang sesuatu yang dilakukan. Selanjutnya dikatakan: ”perbuatan ini menunjukkan baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat jadi
mempunyai makna yang abstrak” . Kemudian E.Utrech menggunakan istilah
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
peristiwa pidana, ada juga penulis menggunakan istilah delik. Menurut Muiatno memisahkan antara pengertian pidana dengan pertanggungjawaban pidana.
Pendapat ini masuk kedalam pandangan yang realitas mengenai perbuatan pidana, pandangan ini adalah penyimpangan dari pandangan yang monistis yang dianggap
kuno. Pandangan monistis ini melihat keseluruhan syarat untuk adnya pidana itu kesemuanya merupakan sipat dari perbuatan.
Dibawah ini akan diberikan pendapat dari ahli hukum pidana mengenai rumusan tindak pidana antara lain:
a. D. Simon
D. Simon: Strafbaar feit adalah: ”een staffbaar gestellde, onrechtmatige met schuld verband staande handeling van een toere keningsvatbaar person
31
1. perbuatan manusia positif atau negatif : berbuat atau tidak berbuat atau mebiarkan
. Jadi unsur-unsur strafbaarfeit adalah:
2. diamcam dengan pidana straafbaargesteld 3. melawan hukum onrecmatig
4. dilakukan dengan kesalahan wet schuld in verband stund 5. oleh orang yang mampu bertanggung jawab toerekeningsvaat baar person
D. Simon menyebut adanya unsur objektif dan unsur subjekif dari straafbaarfeit. Yang disebut dengan unsur objektif adalah: perbuatan orang, akibat
yang timbul dari perbuatan itu, mungkin ada perbuatan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat ”openbaar atau dimuka umum”.
b. Van hamel
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Van hamel
32
c. Vos
merumuskan strafbaar feit itu sama dengan yang dirumuskan oleh simon, hanya ditambahkan dengan kalimat ”tindakan ,manusia
bersifat dapat dipidana”.
Vos
33
d. Pompe
merumuskan: strafbaar feit adalah suatu kelakuan gedraging manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diamcam dengan pidana.
Pompe
34
1. Pendapat Moeljatno dan Ruslan Saleh
merumuskan: strafbaar feit adalah suatu pelanggaran kaidah penggangguan ketertiban hukum, terhadap manusia pelaku mempunyai
kesalahan yang mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan mejamin kesejahteraan umum.
Kalau dilihat rumusan-runmusan para sarjana tersebut tentunya ada
perbedaan satu sama lain, waulaupun pada intinya mereka memberikan suatu rumusan yang menyatakan perbuatan ang melawan hukum. Istilah-istilah tersebut
tentunya sudah digunakan dalam perundang-undangan Indonesia. Diantara sarjana Indonesia tentunya ada yang memberikan pendapat
mengapa memilih istilah tersebut sebagai terjemahan dari strafbaar dan feit yang kemudian diterjemahkan. Beberapa pendapat sarjana itu antara lain:
Prof . Moeljatno
35
a. Hukum, maka di hukum berarti: berech, diadili, yang sama sekali tidak mesti
berhubungan dengan straf, pidana karena perbuatan-perbuatan : memakai istilah ”perbuatan pidana” dengan alasan dan
pertimbangan sebagai berikut:
31
Sudarto, 1990 Hukum Pidana 1 Yayasan Sudarto, Semarang. Hal. 38.
32
Van hamel dalam buku karangan: E.Y. kanter, S. R.Sianturi, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 205
33
Ibid
34
Ibid
35
Moeljatno dalam buku karangan: E. Y Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 206
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
perdatapundiadili. Maka beliau memilih untuk memakai istilah pidan sehingga singkatan dari yang dapat dipidan.
b. Perkataan perbuatan sudah lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari seperti perbuatan tak senonoh, perbuatan jahat dansebagainya dan juga sebagai istilah
teknisseperti perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad. Perkataan yang melakukan maupun pada akibatnya. Sedangkan perkataan peristiwa tidak
menunjukkan, bahwa yang menimbulkannya adalah ”handeling” atau ”degraging” seseorang, mungkin juga hewan atau alam. Dan perkataan tidak
berarti langkah dan baru alam bentuk tindak tanduk tingkah laku. 2.
Pendapat Utrecht Utrect menunjukkuan pemakaian istilah peristiwa pidana, karena istilah
peristiwa itu meliputi perbuatan handeling atau doen, positif atau melalaikan verzuim atau nalaku atau niet - doen, negatif maupun akibatnya.
3. Pendapat Satochid
Satochid kartanegara
36
a. Moeljatno, memberikan rumusan terhadap tindak pidana sebagai
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan
Satochid memakai istilah perbuatan pidana, karena istilah tindak tindakan, meliputi pengertian melakukan atau berbuat actieve
handeling dan atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan passieve handeling. Kemudian para sarjana tersebut
memberikan rumusan tehadap tindak pidana tersebut antara lain:
36
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tak boleh atau mengghambat akan tercapainya tata tertib dalam pergaulan masyarakat yang dicita-
citakan oleh mayarakatn itu.
37
b. T. Tresna mengatakan tindak pidana merupakan sesuatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang- undang atau peraturan-perturan lainnya, terhadap perbuatan mana
diadakan tindakan penghukuman. . makna perbuatan pidana secara mutlakl
yang termasuk unsur formil, yaitui mencocoki rumusan undang- undang dan unsur materiil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita
mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek sifat melawan hukum.
38
c. Wirjono Projodikoro, merumuskan tindak pidana sebagai suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelaku itu harus dikatakan merupakan ”subjek”tindak pidana.
39
Sungguhpun telah banyak rumusan yang telah untuk memberikan batasan defenisi suatu tindak pidana, namun tentu perlu diperhatikan untuk menguraikan
adanya unsur-unsur yang melatar belakangi pengertian tersebut. Seperti yang telah diuraikan diatas istilah tindak dari tindak pidana adalah merupakan singkatan dari
tindakan atau penindakan. Artinya adalah orang yang telah melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu disebut petindak. Mungkin suatu
tindakan dapat dilakukan oleh seseorang dari satu golongan jenis kelamin saja
37
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggunjawaban dalam Hukum Pidana, Yayasan penebit Gajah Mada. Yogyakarta, 1995, hal. 17.
38
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
atau seseorang dari golongan yang bekerja pada negarapemerintahpegawai negeri, militer, nakhoda dan sebagainya, atau seseorang dari golongan lainnya.
Jadi suatu status atau kwlifikasi seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari ”barang siapa” atau seorang dari suatu golongan tertentu.
Aturan petindak dari suatu tindakan yang terjadi harus ada hubungan kejiwaan. Selain dari pada penggunaan salah satu bagian tubuh, panca indera atau alat tubuh
lainnya sehingga terwujud sesuatu tindakan. Hubungan kejiwaan itu adalah sedemikian rupa, dimana petindak dapat menilai tindakannya, dapat menentukan
apakah akan dilakukannya atau dihindarinya, dapat pula menginsyafi ketercelaan tindakan tersebut. Atau setidak-tidaknya oleh kepatutan masyarajkat memandang
bahwa tindakan itu adalah tercela. Bentuk hubungan kejiwaan itu dalam hukum pidan disebut kesengajaan an
kealpaan. Dengan pendek dapat dikatakan kepada petindak adanya unsur kesalahan. Tindakan yang dilakukan itu haruslah bersifat melawan hukum, dari
tindakan tersebut. Setiap tindakan bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi
hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung mauoun tidak langsung terkena tindakan itu.
Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang dipandang merugikan kepentingan umum dismping kepentingan prseorangan, dikehendaki
turun tangannya penguasa. Apabila penguasa itu tidak mau turun tangan maka tinakan-tindakan tersebut akan merupakan suatu kekacauan yang tidak akan habis
39
Wirjono, Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT.Eresco, Jakarta 1996, hal 45.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
–habisnya. Tidak dapat dijatuhkan pidana karena suatu perbuatan yang tidak termasuk dalm rumusan tindak piana. Ini tidak berarti bahwa selalu dapat
dijatuhkan pidana kalau perbuatan itu tercamtum dalam rumusan tindak pidana delik. Untuk itu diperlukan dua syarat sebagaimana yang telah disinggung
diatas, yaitu sifat melawan hukum dan dapat dicela. Dengan demikian rumusan tindak pidana menjadi jelas.
Sebagimana yang telah dijelaskan tadi bahwa suatu perbuatan pidana tisdak dapat dijatuhkan pidana kalau tidak bersifat melawan hukum. Sifat
melawan hukum dan sifat dapat dicela itu merupakan syarat umum untuk dapat dipidananya perbuatan, sekalipun tidak disebut dalam rumusan suatu tindak
pidana. Hal ini unsur yang berada diluar undang-undang atau yang tidak mtertulis. Pembuat undang- undang menjadikan sifat melawan hukum itu menjadi unsur-
unsur yang tertulis. Dalam suatu ketentuan pidana, pembuat undang-undang tidak selalu merumuskan perbuatan yang dapat dipidana saja.
Seseorang melakukan suatu mtindakan sesuai yang dikehenakinya, dan karenanya merugikan kepentingan umummasyarakat termasuk kepentingan
perseorangan. Lebih lengkap kiranya apabila harus ternyata bahwa tindakan tersebut terjadi pada suatu tempat,waktu, dan keadaan ditentukan. Artinya
dipandang dari suatu tempat, tindakan itu harus terjadi pada suatu tempat dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku. Dipandang dari sudut waktu tindakan itu
masih dirasakan sebagai suatu tinakan yang perlu diancam dengan pidana belum dalawarsa. Dipandang dari sudut keadaan tindakan itu harus terjadi pada suatu
keadaan dimana tindakan itu dipandang sebagai tindakan tercela. Dengan kata lain
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
suatu tindakan yang dilakukan diluar jangkauan berlakunya ketentuan pidana Indonesia, bukanlah merupakan suatu ketentuan tindak pidana Indonesia.
Dalam perbuatan manusia bukanlah hanya sebatas mempunyai keyakinan atau niat tetapi hanya melakukukan saja dapat dipidana. Perbuatan yang jelas
dapat dianggap sebagai perbuatan manusia dan perbuatan badan hukum. Dari uraian tersebut diatas secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur
dari tindak pidana yaitu: 1
Subjek 2
Kesalahan 3
Bersifat melawan hukum 4
Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan undang-undang dan terhadap pelanggarnya dikenakan pidana
5 waktu dan tempat keadaan
Dengan demikian dapatlah dirumuskan pengertian dan tindak pidana sebagai berikut:
Suatu tindakan atau perbuatan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang atau yang diharuskan dengan pidana oleh undang-undang dimana
perbuatan itu merupakan perbuatan melawan hukum dan disertai dengan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.
F. Metode Penelitian
Metode diartikan sebagai suatu jalan atau cara untuk mencapai sesuatu. Sebagaimana tentang cara penelitian harus dilakukan, maka petodologi penelitian
yang digunakan penulis mencakup antara lain:
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan penelitian hukum normatif yurdis normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan
perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menginventisir hukum positif yang berkaitan dengan hukum pidana di bidang permasalahan yang
dimaksud yaitu penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri dan menganalisa putusan pengadilan negeri untuk mengetahui bagaimana penerapan
hukum pidana terhadap permasalahan yang dimaksud. 2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara atau Polda Sumut. Tepatnya dibagaian Bid Propam sub bid Provos, Reserse Kriminal satker
I, Denma bagian senjata api, dan Logistik Polda Sumut. 3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian sebagai berikut: a. Librari research penelitian kepustajkaan yaitu dengan melakukan penelitian
terhadap berbagai sumber bacaan yakni buku-buku, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus, dan juga berita yang penulis peroleh dari media elektronik.
b. Field research penelitian lapangan yaitu dengan melakukan penelitian langsung kelapangan. Dalam hal ini penulis langgsung mengadakan penelitian ke
Polda Sumut dengan cara mlakukan wawancara. 4. Analisa Data
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri Studi : Di Polda Sumut, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam penelitian deskriptif maka data yang diperoleh dari penelitian langgsung kelapangan merupakan penjelasan terhadap penemuan yang ada
dilapangan. Dari penelitian data tersebut diatas, penulispun dapat memenuhi
pembahasan skripsi ini secara metode deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat universal kepada bentuk fakta yang bersifat representative
dari yang umum ke yang khusus.
G. Sistematika Penulisan