Pemanfaatan Dregs Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Dengan Variasi Kaolin Dan Abu Sekam Padi.

(1)

PEMANFAATAN DREGS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK DENGAN VARIASI KAOLIN DAN ABU SEKAM PADI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

oleh

EKA MINDA LESTARI

040801015


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN DREGS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK DENGAN VARIASI KAOLIN DAN ABU SEKAM PADI

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKA MINDA LESTARI

Nomor Induk Mahasiswa : 040801015

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Juni 2009

Diketahui/Disetujui oleh Pembimbing Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua

DR. Marhaposan Situmorang Dra. Zuriah Sitorus, MS NIP : 131 810 771 NIP : 131 415 966


(3)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN DREGS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK DENGAN VARIASI KAOLIN DAN ABU SEKAM PADI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juni 2009


(4)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ibu Dra. Zuriah Sitorus, MS selaku pembimbing Akademik, Bapak Pander dan Bapak Saragih selaku pembimbing di Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan (BARISTANDINDAG) yang telah memberikan panduan dan arahan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, M.Si., Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan semua Dosen pada Departemen Fisika FMIPA USU khususnya kepada Bapak Drs. Bisman P, MEng,Sc selaku penasehat akademik saya , Pegawai di FMIPA USU, rekan-rekan fisika semuanya khususnya angkatan 2004, Kak Pepi serta adik-adik sejurusan fisika yang telah mendukung dan membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, ucapan terima kasih yang teristimewa saya tujukan kepada orang tua saya tersayang Bapak Minarto, SP dan Ibu Siti Nuramah, adik-adik saya Dwi Rahmanarsih, Tri Zulfi Winanda, Catur Hidayatullah dan Panca Taufiqurrahman, Nenek Leginem dan Almarhum Kakek Sagimin serta Abang tercinta Harzian Chaniago yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini..Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Wassalam


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan tujuan pemanfaatan salah satu limbah padat pulp yaitu ampas (dregs) dalam pembuatan keramik dengan variasi penambahan kaolin 60 %, 45%, 30%, 15%, 0 %, (berat) dan abu sekam padi sebesar 10% pada temperatur 600°C. Sampel keramik dibentuk dengan cara dry pressing pada tekanan 5000kgf. Dari hasil pengujian diperoleh porositas 33,94%-41,6%, densitas 1,20g/cm3 – 1,31g/cm3, kuat tekan 2,28MPa-22,94MPa dan susut bakar sebesar 1,05%-1,66%. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa keramik dapat dibuat dengan memanfaatkan salah satu limbah padat pulp berupa ampas (dregs) dengan penambahan kaolin 15%-60% dan abu sekam padi 10%.


(7)

ABSTRACT

The research about ceramics from solid waste result from factory of pulp as raw material has been made by addition 60 %, 45%, 30%, 15%, 0 % (weight) of kaolin and 10 % of Rice’s ash at temperature 6000C. The sample of ceramics has been made by dry pressing method and giving pressure up to 5000kgf. The result of analysis obtained that value of porosity 33,94% - 41,6%, density 1,20g/cm3 – 1,31g/cm3, compressive strength 2,28MPa – 22,94MPa and fired shrinkage 1,05% - 1,66%. This result show that ceramics can be made from solid waste result factory of pulp by addition 15% - 60% of kaolin and 10% of rice’s ash.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Tempat Penelitian 4


(9)

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Keramik 5

2.1.1 Pengertian Keramik 5

2.1.2 Bahan Dasar Keramk 6

2.1.3 Jenis-Jenis Keramik 8

2.1.4 Sifat-Sifat Keramik 9

2.1.5 Kegunaan Keramik 10

2.2 Bahan Baku 10 2.2.1 Limbah Padat Pulp 10 2.2.2 Kaolin (Al2O3 2SiO2 2H2O) 13

2.2.3 Sekam Padi 15 2.3 Proses Pembentukan Keramik 16 2.3.1 Preparasi Serbuk 17 2.3.2 Pembentukan 17 2.3.3 Pengeringan 18 2.3.4 Pembakaran (Sintering) 19 2.4 Pengujian Sampel 21 2.4.1 Porositas 21

2.4.2 Densitas 21


(10)

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 24

3.1.1 Peralatan 24

3.1.2 Bahan 24

3.2 Diagram Alir Penelitian 25

3.2.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji 25

3.3 Prosedur Pembuatan Sampel Uji 26

3.3.1 Persiapan Bahan 26

3.3.2 Pencampuran Bahan 26

3.3.3 Pencetakan/Pembentukan Sampel 27

3.3.4 Pengeringan 28

3.3.5 Pembakaran (Sintering) 28

3.4 Prosedur Pengujian Sampel 28

3.4.1 Pengujian Porositas 29

3.4.2 Pengujian Densitas 29

3.4.3 Pengujian Kuat Tekan 29

3.4.4 Pengujian Susut Bakar 29

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 30

4.1.1 Hasil Pengujian Porositas 30

4.1.2 Hasil Pengujian Densitas 31

4.1.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan 32


(11)

4.2 Pembahasan 35

4.2.1 Pengujian Porositas 35

4.2.2 Pengujian Densitas 36

4.2.3 Pengujian Kuat Tekan 37

4.2.4 Pengujian Susut Bakar 38

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 41

Daftar Pustaka 42


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Limbah Padat Pulp 12 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kaolin 13 Tabel 2.3 Komposisi Komposisi Kimia Abu Sekam Padi 15 Tabel 3.1 Komposisi Campuran Limbah Padat Pulp Dregs, Kaolin

dan Abu Sekam Padi 27

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Porositas 30 Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Densitas 31 Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kuat Tekan 32 Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Susut Bakar 33


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Perubahan struktur pada saat proses pembuatan keramik 16 Gambar 3.1 Cetakan Sampel Uji Berbentuk Silinder 28 Gambar 4.1 Grafik Porositas terhadap Persentase Komposisi Kaolin 35 Gambar 4.2 Grafik Densitas terhadap Persentase Komposisi Kaolin 36 Gambar 4.3 Grafik Kuat tekan terhadap Persentase Komposisi Kaolin 37 Gambar 4.3 Grafik Susut Bakar terhadap Persentase Komposisi Kaolin 38


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan tujuan pemanfaatan salah satu limbah padat pulp yaitu ampas (dregs) dalam pembuatan keramik dengan variasi penambahan kaolin 60 %, 45%, 30%, 15%, 0 %, (berat) dan abu sekam padi sebesar 10% pada temperatur 600°C. Sampel keramik dibentuk dengan cara dry pressing pada tekanan 5000kgf. Dari hasil pengujian diperoleh porositas 33,94%-41,6%, densitas 1,20g/cm3 – 1,31g/cm3, kuat tekan 2,28MPa-22,94MPa dan susut bakar sebesar 1,05%-1,66%. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa keramik dapat dibuat dengan memanfaatkan salah satu limbah padat pulp berupa ampas (dregs) dengan penambahan kaolin 15%-60% dan abu sekam padi 10%.


(15)

ABSTRACT

The research about ceramics from solid waste result from factory of pulp as raw material has been made by addition 60 %, 45%, 30%, 15%, 0 % (weight) of kaolin and 10 % of Rice’s ash at temperature 6000C. The sample of ceramics has been made by dry pressing method and giving pressure up to 5000kgf. The result of analysis obtained that value of porosity 33,94% - 41,6%, density 1,20g/cm3 – 1,31g/cm3, compressive strength 2,28MPa – 22,94MPa and fired shrinkage 1,05% - 1,66%. This result show that ceramics can be made from solid waste result factory of pulp by addition 15% - 60% of kaolin and 10% of rice’s ash.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan pengetahuan dan teknologi begitu pesatnya, demikian juga halnya dengan perkembangan teknologi keramik. Di masa lampau, bahkan sebelum Masehi, keramik sudah dikenal dan sampai saat ini keadaannya masih utuh dan sepertinya tidak termakan usia atau pelapukan. Pada masa itu keramik masih dibuat dari bahan baku alam, yaitu tanah liat atau lempung yang dibakar secara tradisional dalam bentuk kendi, piring, mangkok, periuk, dan lain sebagainya.

Akhir-akhir ini, keramik telah dapat dibuat dan dibentuk dengan bermacam-macam cara yang disesuaikan dengan tujuan dalam penggunaannya. Hal ini mendorong para peneliti yang khusus membidangi keramik melakukan penelitian dalam pembuatan keramik dengan bahan baku yang beraneka ragam sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada, salah satunya dengan memanfaatkan limbah industri pulp.

Limbah pulp diperoleh dari sisa pengolahan industri pulp. Limbah ini terdiri atas dua bentuk yaitu padat dan cair. Limbah-limbah tersebut pastinya harus dibuang, tetapi dalam proses pembuangannya tentu saja tidak boleh sembarangan karena limbah-limbah ini dapat mencemari lingkungan, apalagi jika tidak diolah sesuai dengan ketentuan dan syarat pembuangan limbah. Saat ini, limbah pulp yang berbentuk padat mulai diselidiki potensinya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku material, antara lain material keramik.


(17)

Hal ini tentu saja dapat mengurangi resiko pembuangan limbah tersebut terhadap lingkungan dan dapat meningkatkan perekonomian.

Limbah padat pulp terdiri atas tiga jenis, yaitu: 1. Pasir (Grits)

2. Ampas (Dregs)

3. Lumpur Hidup (Bio Sludge)

Pasir (grits) adalah bahan yang mengandung bata dan pasir yang kandungannya berupa hidroksida tetapi bahan ini tidak bereaksi antara cairan hijau (green liquor) dan kapur tohor. Ampas (dregs) adalah bahan yang merupakan endapan dari cairan hijau (green liquor) yaitu bubur (smelt) yang dilarutkan dengan natrium hidroksida (NaOH) dimana bahan ini mengandung silika dan karbon residu organik yang tidak terbakar dalam ketel (boiler). Bahan ini juga kaya akan karbon. Sedangkan lumpur hidup (bio sludge) adalah campuran dari endapan cair yang kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati.

Sesuai dengan kandungan masing-masing bahan tersebut di atas, maka penelitian ini hanya memanfaatkan limbah padat pulp dregs saja karena mengandung silika yang cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik. Limbah ini diperoleh dari PT. Toba Pulp Lestari (TPL) Porsea. Selain limbah padat pulp dregs tersebut, penelitian ini juga menggunakan kaolin dan abu sekam padi sebagai tambahan bahan baku dalam pembuatan keramik.


(18)

1.2. Batasan Masalah

Untuk membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa batasan sebagai berikut :

1. Komposisi bahan baku dengan perbandingan antara limbah padat pulp dregs, kaolin dan abu sekam padi dalam satuan persen berat yaitu : (60 : 30 : 10), (45 : 45 :10), (30 : 60 : 10), (15 : 75 : 10) dan (0 : 90 : 10) pada suhu 600 °C dengan penahanan selama satu jam.

2. Karakterisasi produk meliputi : pengujian porositas, densitas, kuat tekan dan susut bakar.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memanfaatkan limbah padat pulp dregs sebagai bahan baku pada pembuatan keramik.

2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi antara limbah padat pulp dregs dan kaolin terhadap keramik yang dihasilkan.

3. Untuk mengetahui kualitas keramik yang dihasilkan dengan suhu yang rendah.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pemanfaatan limbah padat pulp dregs dalam pembuatan keramik.


(19)

1.5. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BARISTANDINDAG (Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan) Medan, yaitu di Laboratorium Pasir Cetak dan Laboratorium Uji Mekanik yang terletak di kawasan industri Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II merupakan pemaparan dari tinjauan pustaka mengenai keramik, jenis-jenis keramik, sifat-sifat keramik, bahan baku yang dipakai, proses pembentukan keramik serta pengujian yang dilakukan.

BAB III merupakan metodologi penelitian yang mencakup alat dan bahan yang digunakan dan prosedur penelitian dan pengujian sampel.

BAB IV merupakan hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB V merupakan kesimpulan dari penelitian dan saran dari penulis untuk peneliti berikutnya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keramik

2.1.1. Pengertian Keramik

Kalau kita berbicara tentang keramik, maka yang terbayang adalah alat-alat rumah tangga, bahan bangunan, atau guci keramik Cina, padahal perkembangan keramik sudah lebih maju. Asal kata keramik berasal dari bahasa Yunani “keramos” yang berarti periuk atau belanga yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Secara sederhana keramik adalah suatu benda atau barang yang terbuat dari tanah liat atau lempung yang diproses sedemikian rupa kemudian dibakar. Hal ini menunjukkan bahwa keramik itu hanya dapat dibuat dari tanah liat atau lempung, padahal saat ini telah dilakukan penelitian untuk membuat keramik dari bahan baku lainnya dengan teknik pembuatan yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Maka dibuatlah pengertian dari keramik yang terbaru yaitu bahan padat nonorganik yang merupakan campuran metal dan non metal yang terikat secara ionik dan kovalen.

Keramik memiliki struktur organik dan non organik seperti gelas tetapi kebanyakan memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik selalu kompleks dan dibedakan oleh adanya batas butir (grain boundaries), renik (pores), ketidakmurnian dan kondisi multifasa yang membuatnya lebih bervariasi. Pada daerah batas butir energi bertambah sehingga ketidakmurnian cenderung berkumpul di sana. Ketidakmurnian merupakan fasa kedua dan ketiga, antara partikel penyusun (konstituen) ke dalam batas butir. Dengan adanya penambahan ketidakmurnian dan zat aditif lainnya, mikrostruktur dapat berubah, jika diamati pada batas butirnya maupun porositasnya. Kondisi mikrostruktur ini menggambarkan keadaan terhadap sifat fisis dan kimia dari keramik.


(21)

2.1.2. Bahan Dasar Keramik

Pada dasarnya bahan dasar keramik antara lain : 1. Tanah Liat (lempung)

Tanah liat (lempung) sebagai bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan salah satu bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70% atau 80% dari kulit bumi terdiri dari batuan merupakan sumber tanah liat. Tanah liat banyak ditemukan di areal pertanian terutama persawahan. Dilihat dari sudut ilmu kimia, tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus: Al2O3 2SiO2 2H2O dengan perbandingan berat dari

unsur-unsurnya: Oksida Silinium (SiO2) 47%, Oksida Aluminium (Al2O3) 39%, dan Air

(H2O) 14%.

Tanah liat memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras, sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan tanah liat (lempung) sebagai bahan baku pembuatan bata dan gerabah.

2. Kaolin (Al2O3 2SiO2 2H2O)

` Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer digunakan


(22)

Kaolin adalah bahan keramik yang harus dicampur dengan bahan lainnya, misalnya ball clay. Hal ini dilakukan untuk menambah keplastisan dan mengurangi ketahanan api karena bahan ini bersifat kurang plastis dan sangat tahan api. Titik lelehnya lebih kurang 1800°C. Kaolin digunakan untuk membuat gerabah, porselin dan tegel.

3. Kuarsa (SiO2 )

Kuarsa (mineral silica) adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan keramik dan banyak terdapat di permukaan bumi (sekitar 60%). Bentuk umum fasa kristal kuarsa adalah tridimit, quartz dan kristobalit, tergantung pada temperaturnya. Jenis kristal silica yang ada di alam adalah kuarsa, sedangkan tridimit dan kristobalit jarang dijumpai. Kuarsa memiliki keplastisan rendah dan titik lebur tinggi sekitar 1728°C, tetapi hasil pembakarannya kuat dan keras. Bahan baku kuarsa dapat diperoleh dari batuan atau pasir kuarsa dengan kandungan silica tinggi.

4. Feldspat

Feldspat adalah suatu kelompok mineral yang berasal dari batu karang yang ditumbuk dan dapat memberikan sampai 25 % flux (pelebur) pada badan keramik. Bila keramik dibakar, feldspat akan meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu sama lain. Pada saat membeku, bahan ini memberikan kekuatan pada badan keramik. Feldspat tidak larut dalam air, mengandung alumina, silica dan flux yang digunakan untuk membuat gelasir suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan harus dicampur dengan kaolin. Bahan ini banyak dipakai dalam keramik halus, gelas dan email.


(23)

2.1.3. Jenis- Jenis Keramik

Sampai saat ini, telah bermacam-macam keramik yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada. Pengelompokannya didasari atas beberapa kriteria, antara lain :

1. Berdasarkan teknik pembuatannya, keramik dibedakan atas dua jenis, yaitu : a. Keramik kuno

Keramik kuno adalah keramik yang terbuat dari tanah liat (lempung) yang dibakar dengan teknik pembuatan sangat sederhana dan peralatan yang dipakai sangat tradisional. Keramik jenis ini biasanya berupa alat-alat rumah tangga seperti guci, gerabah , kendi, belanga, dan lain-lain.

b. Keramik Modern (Fine Ceramics)

Keramik modern adalah keramik yang terbuat dari bahan tertentu selain tanah liat atau lempung yang teknik pengerjaannya sesuai kemajuan teknologi dan peralatan yang dipakai juga lebih modern (canggih). Penggunaannya tidak terbatas hanya peralatan rumah tangga tetapi telah meluas ke berbagai bidang, misalnya konstruksi, elektronika dan sebagainya.

2. Berdasarkan sifat dan kegunaannya, keramik terbagi atas enam jenis yaitu : a. Keramik konstruksi

Keramik konstruksi adalah keramik yang digunakan untuk bahan konstruksi bangunan karena sifatnya yang keras, kuat dan tidak korosi. Contohnya, tegel,


(24)

c. Keramik Elektronik

Keramik elektronik adalah keramik yang digunakan sebagai bahan komponen elektronika karena sifat listriknya dapat menjadi isolator, semikonduktor, konduktor bahkan superkonduktor. Contohnya, resistor, kapasitor dan dioda.

d. Keramik Optik

Keramik optik adalah keramik yang terbuat dari bahan gelas dan dapat tembus cahaya. Contohnya, kaca jendela, peralatan gelas, gelas optik dan serat optik. e. Keramik Refraktori

Keramik refraktori adalah keramik yang tahan api atau tahan terhadap suhu yang tinggi dan banyak mengandung silika. Biasanya keramik jenis ini banyak digunakan sebagai bahan tungku pada industri dengan temperatur tinggi, misalnya industri peleburan besi dan baja.

f. Komposit Keramik

Komposit keramik adalah keramik yang diperkuat dengan matriks yang diproses pada suhu bakar rendah dan biasanya digunakan sebagai bahan bangunan konstruksi ringan.

2.1.4. Sifat-Sifat Keramik

Sifat-sifat dari keramik dipengaruhi oleh perubahan mikrostruktur pada batas butiran maupun pada porositasnya. Sifat-sifat keramik antara lain :

a. Keras, kuat, tetapi bersifat getas atau mudah pecah. b. Tahan terhadap korosi.

c. Kapasitas panas yang baik dan konduktivitas panas yang rendah.

d. Sifat listriknya dapat menjadi isolator, semikonduktor, konduktor bahkan superkonduktor.


(25)

2.1.5. Kegunaan Keramik

Keramik banyak digunakan dalam berbagai bidang terutama dalam bidang konstruksi dan rumah tangga. Pada umumnya keramik banyak dipakai sebagai peralatan rumah tangga seperti periuk, belanga, kendi dan berbagai jenis gerabah lainnya. Selain itu banyak pula yang menggunaannya sebagai barang-barang seni dan dekorasi, misalnya guci, vas bunga, piring dan gelas hias. Bahan-bahan bangunan juga banyak yang terbuat dari keramik seperti batu bata, tegel, ubin dan sebagainya.

Karena sifatnya yang tahan panas, tidak korosi dan bersifat isolator, keramik digunakan sebagai bahan pembuatan komponen elektronika misalnya untuk resistor, kondensator dan dioda.

2.2. Bahan Baku

2.2.1. Limbah Padat Pulp

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Seiring dengan peningkatan industri, juga akan terjadi peningkatan jumlah limbah. Bermacam limbah industri yang dapat mencemari lingkungan antara lain: limbah industri tekstil, limbah agroindustri (limbah kelapa sawit, limbah industri karet remah dan lateks pekat, limbah industri tapioka, dan limbah pabrik pulp dan kertas),


(26)

Dampak dari kegiatan industri yang berpengaruh buruk tersebut terutama disebabkan oleh bahan-bahan pencemar yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik industri. Bahan-bahan buangan tersebut dapat mencemari udara, perairan, dan tanah terutama disekitar kawasan industri tersebut.

Pulp (bubur kertas) merupakan susunan yang terdiri dari komponen-komponen senyawa organik, antara lain : selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif dan lignin dalam jumlah kecil. Sumber utama serat selulosa sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas) diperoleh dari biomassa seperti kayu, jerami, batang tebu, bambu, dan lain-lain. Secara kimia, kandungan tiap zat berbeda-beda. Unsur-unsur kimia yang terdapat di dalamnya terdiri dari karbon, oksigen, hidrogen dan sejumlah kecil nitrogen.

Kayu merupakan komponen utama untuk pembuatan pulp. Jenis kayu yang digunakan dalam industri kertas ada 2 jenis yaitu:

1. Hardwood (serat pendek), contoh: meranti

2. Softwood (serat panjang), contoh: pinus, akasia, eukaliptus.

Proses pembuatan pulp (bubur) bertujuan untuk memisahkan serat-serat selulosa dari komponen lain yang tidak diinginkan yang terdapat dalam bahan berserat selulosa menjadi individu-individu serat.

Limbah padat pulp adalah limbah yang diperoleh dari sisa-sisa pengolahan industri pulp. Limbah ini berupa pasir (grits), ampas (dregs), dan lumpur hidup (bio sludge).Grits berasal dari proses pemisahan antara selulosa dan zat kapur sebelum kayu dimasak dan tidak bereaksi antara cairan hijau (green liquor) dan kapur tohor, berwarna coklat muda, kandungan utamanya pasir yang mengandung hidroksida. Grits mempunyai densitas 1,88 g/cm3. Komposisi kimia dari grits ditunjukkan pada tabel 2.1.


(27)

Ampas (dregs) adalah material padat yang berwarna abu-abu kecoklatan yang merupakan bahan endapan dari cairan hijau (green liquor) yaitu bubur (smelt) yang dilarutkan dengan natrium hidroksida (NaOH). Kandungannya silika dan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler, bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi. Dregs mempunyai densitas 1,92 g/cm3. Komposisi kimia dari dregs ditunjukkan pada tabel 2.1.

Lumpur hidup (bio sludge) merupakan limbah dari proses pembuatan pulp dan industri kertas yang berupa campuran dari endapan limbah cair, berwarna cokelat kehitaman, kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati. Biosludge mempunyai densitas 1,65 g/cm2

No

.

Komposisi kimia limbah padat pulp yaitu grits dan dregs PT. TPL Porsea dapat dilihat pada tabel (2.1) berikut ini:

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Limbah Padat Pulp

Parameter

Komposisi (% berat)

Grit Dreg

1 Al2O3 24,74 26,35


(28)

6 CaO 2,12 2,30

7 Fe2O3 2,62 2,34

8 TiO2 3,38 3,31

(Sumber :Fani Besprina)

2.2.2. Kaolin (Al2O3 2SiO2 2H2O)

Kaolin adalah salah satu jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit yang terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih, dan mengandung mineral kaolinit Al2Si2O5(OH)4 sebagai bagian yang terbesar, sehingga

kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih.

Dilihat dari sifat dan keadaan bahan, kaolin berwarna putih karena kandungan besinya sangat rendah, plastis, berbutir kasar, massa jenis 2,60-2,63 g/cm3

0

, titik lebur 1850 C, daya hantar panas dan listrik yang rendah. Kaolin juga mempunyai tingkat keplastisan yang rendah sehingga taraf penyusutan dan kekuatan keringnya pun lebih rendah dan sangat tahan api. Oleh karena itu kaolin tidak dapat dipakai begitu saja untuk membuat barang-barang keramik, melainkan harus dicampur dahulu dengan bahan lain. Komposisi kimia dari kaolin dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kaolin

No Komponen % berat

1 SiO2 71,20


(29)

3 Fe2O3 2,00

4 TiO2 0,26

5 CaO 0,15

6 MgO 3,55

7 K2O 0,27

8 Na2O 0,51

9 LOI 8,70

Sumber: Fani Besprina

Kaolin banyak dipakai dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan pembantu. Hal ini karena adanya sifat-sifat kaolin seperti kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas yang rendah, dan lain-lain. Dalam industri, kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater), pengisi (filler), barang-barang tahan api dan isolator. Penggunaan kaolin yang utama adalah dalam industri-industri kertas, keramik, cat, karet/ban, plastik, semen, pestisida, pupuk, absorbent, kosmetik, pasta gigi, detergent, tekstil, dan lain-lain.

Kaolin ini juga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi, seperti:

a. Keramik halus (gerabah putih atau white-earthenware) dan porselen, baik sebagai salah satu komponen dalam badan maupun gelasir


(30)

2.2.3. Sekam Padi

Sekam padi merupakan salah satu limbah dari produk pertanian. Sekam padi atau kulit padi adalah bagian terluar dari butir padi yang menjadi hasil sampingan saaat proses penggilingan padi dilakukan sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam padi yang dihasilkan saat sekam tersebut dibakar.

Sekam padi mengandung abu yang mempunyai kandungan silica yang tinggi dan selulosa yang menghasilkan karbon ketika terdekomposisi secara termal. Namun bila pembakaran dilakukan secara terus menerus pada suhu di atas 650°C akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya fasa kristobalit dan tridimit dari silica sekam akan terbentuk. Komposisi kimia adari abu sekam padi dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 2.3 Komposisi kimia abu sekam padi

No Komponen

Jumlah {dalam % berat

kering) 1 SiO2 86,90 – 97,30

2 K2O 0,58 – 2,50

3 Na2O 0,01 – 1,75

4 CaO 0,20 – 1,50

5 MgO 0,12 – 1,96

6 Fe2O3 0,01 – 0,54


(31)

7 P2O5 0,20 – 2,85

8 SO3 0,10 – 1,13

9 Cl 0,01 – 0,42

(Sumber: Rina Wardany)

2.3. Proses Pembentukan Keramik

Material keramik umumnya berupa senyawa polikristal yang proses pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap yaitu: Preparasi serbuk, pembentukan, pengeringan dan pembakaran (sintering). Pada proses pembentukan keramik terjadi perubahan structural dari butiran-butirannya yang semula renggang menjadi padat dan memiliki batas butiran (saat terjadi sintering), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut :

Pembentukan Sintering

Serbuk Bahan Baku Produk yang dibentuk Produk yang telah disinter

Gambar 2.1. Perubahan struktur pada proses pembuatan keramik


(32)

Karena pada keramik tradisional hanya memerlukan bahan baku alam dengan kemurnian yang tidak perlu tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik teknik diperlukan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan aplikasinya.

2.3.1. Preparasi Serbuk

Pada proses preparasi serbuk, beberapa factor yang menentukan sifat produk keramik adalah : kemurnian bahan, homogenitas dan kehalusan serbuk. Teknik preparasi serbuk keramik dapat dikelompokkan 3 macam yaitu : konvensional, kimia basah/larutan dan preparasi dalam fasa gas.

Salah satu diantaranya yang diterapkan adalah teknik konvensional. Teknik ini berupa pencampuran padat-padatan (solid-solid mixing) yang umumnya digunakan pada industri keramik. Proses penghalusan dan homogenisasi dilakukan dengan alat penggiling yaitu ball mill.

2.3.2. Proses Pembentukan

Sebelum pembentukan, terlebih dahulu dilakukan pencampuran (mixing) untuk mendapatkan campuran material bahan baku keramik dengan pengaturan komposisi dan ukuran butir hingga homogen. Proses pencampuran ini dapat meningkatkan densitas dan mengurangi porositas yang terdapat dalam keramik tersebut.

Pada umumnya pembentukan keramik dilakukan dengan pengadukan serbuk dengan air plastis, selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan sampai kering tertentu.


(33)

Ada beberapa proses atau cara pembentukan keramik, diantaranya: a. Cetak Tekan Kering (Dry Pressing)

Metode ini merupakan pembentukan terhadap serbuk halus yang mengandung sedikit air atau penambahan bahan organik dengan pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan menjadi produk padat yang kuat. Pada metode ini bahan (serbuk) dicampur dengan air (7-10 %) agar tetap lembab sehingga menambah sifat plastis bahan. Proses pembentukan ini cocok digunakan untuk membuat bentuk yang sederhana dan tebal sehingga banyak digunakan oleh pabrik refraktori untuk menghaslkan produk-produk seperti ubin lantai dan dinding. b. Cetak Dorong (Extrussion Molding)

Pembentukan keramik dengan metode ini dilakukan untuk bahan yang memiliki plastisitas yang tinggi, dengan cara mendorong bahan plastis (kadar air antara 12-20%) melalui ruang kosong sehingga diperoleh bentuk dengan penampang melintang yang tetap. Metode ini digunakan pada pembentukan batu bata, pipa, dan tegel berlubang.

c. Cetak Tekan dengan Karet (Rubber Mold Pressing)

Pembentukan terhadap serbuk halus dengan menggunakan pembungkus yang terbuat dari karet serta diberi tekanan ke keseluruh permukaan karet, dan menghasilkan bahan yang padat.


(34)

Pada penelitian ini diterapkan proses pembentukan dengan cara cetak tekan kering (dry pressing).

2.3.3. Pengeringan

Pada umumnya, pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lainnya dari bahan padat, sehinnggga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol, karena melibatkan penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan shrinkage atau tekanan gas dapat menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan. Pada sistem pengeringan, energi panas harus melewati permukaan produk, yang selanjutnya akan menghasilkan uap air. Selama pengeringan, pemanasan akan meningkatkan tekanan uap air dari cairan dan kapasitas penyerapan dari udara kering.

Benda-benda yang akan dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika masih basah, kemungkinan akan terjadi ledakan uap air sewaktu dibakar, sehngga dapat terjadi keretakan. Mengeringkan benda keramik berarti menghilangkan apa yang disebut air plastisnya saja, sedangkan air yang terikat dalam molekul bahan keramik (air kimia) hanya dapat dihilangkan melalui pembakaran. Proses pengeringan dapat juga diikuti dengan proses penyusutan.

Kerusakan seperti cacat/retak dapat terjadi pada saat pengeringan karena pencampuran bahannya yang tidak homogen dan pengeringan yang tidak sama pada bagian-bagiannya. sehingga terjadi tegangan-tegangan antara bagian-bagian tersebut. Permukaaan yang retak tersebut menunjukkan permukaaan bahan yang rapuh. Kelebihan kadar air dapat juga membuat permukaan produk menjadi lengkung, retak dan keporiannya meningkat.


(35)

Lengkungan dihasilkan oleh pengeringan yang tidak merata dan terjadi penyusutan sehingga bentuknya berubah.

2.3.4. Pembakaran dan Sintering

Pembakaran adalah suatu perlakuan yang utama dalam pembuatan bahan keramik. Tujuan dari pembakaran ini adalah untuk mengaglomerasi partikel kedalam bentuk massa koheren melalui proses sintering. Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh atraksi molekul dalam bentuk padat dengan perlakuan panas dan menyebabkan kekuatan pada massa serbuk. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses sintering dapat berlangsung apabila :

1. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.

2. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.

Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energi minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau di atas energi aktivasi untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya.


(36)

3. Tahapan pertengahan sintering : pori-pori dan ukuran butiran mulai membesar. 4. Tahapan akhir sintering : pada tahapan ini batas butir bergerak dan terjadi

pembesaran ukuran butiran dan sekaligus terjadi penyusutan.

2.4 Pengujian Sampel 2.4.1 Porositas

Porositas dinyatakan dalam % yang menghubungkan antar volume pori terbuka terhadap volume benda keseluruhan. Pengujian porositas dilakukan dengan cara: sampel yang telah dibakar, ditimbang massanya (m ) kemudian direndam k

dalam air selama 2 hari dan ditimbang massa basahnya (m ). Untuk menentukan b

porositas dapat dihitung menggunakan rumus :

Porositas (%) = x 1 x100% V m m air b k b ρ

...(2.1) Dengan:

k

m = Massa kering benda uji (gram)

b

m = Massa basah benda uji, setelah direndam dalam air selama 2x24 jam (gram)

b

V = Volum benda uji (cm3

air

ρ

)

= Massa jenis air  3

cm gr

2.4.2 Densitas

Tujuan pengujian densitas pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan atau kepadatan dari suatu bahan. Densitas didefenisikan sebagai perbandingan massa benda uji dengan volumenya.


(37)

Pengujian densitas dilakukan dengan cara menimbang massa dan volume sampel yang telah dibakar. Densitas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Densitas

( )

ρ =

b k

V m

...(2.2)

Dengan:

k

m = Massa kering benda uji (gr)

b

V = Volume benda uji (gr3

A P

fc =

)

2.4.3 Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan dengan cara menyalakan alat UTM (Universal Testing Machine), kemudian memposisikan jarum skala gaya pada skala 0. Sampel keramik diletakkan pada dasar alat UTM. Setelah itu dinyalakan tombol penekan. Ketika sampel sudah menunjukkan keadaan retak (tampak pada penglihatan mata) maka tombol penekan UTM dimatikan.

Persamaan kuat tekan :

...(2.3) dengan:


(38)

2.4.4 Susut Bakar

Susut Bakar adalah perubahan dimensi atau volume bahan yang telah dibakar. Salah satu parameter yang menunjukkan terjadinya proses sintering adalah penyusutan akibat adanya perubahan mikrostruktur (butir atau batas butir). Sebelum dan sesudah dibakar, diameter sampel diukur dengan jangka sorong. Persamaan yang dipakai untuk menentukan besarnya susut bakar adalah:

Susut Bakar (%) =

0 1 0

d d

d

x 100 % ...(2.4)

dengan:

d0 = Diameter sampel uji sebelum dibakar (mm)


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:

1. Ball Mill berfungsi untuk menghancurkan atau menggiling bahan yang masih kasar agar halus dan mudah diayak

2. Neraca Analitik berfungsi untuk mengukur berat bahan dan sampel 3. Jangka sorong berfungsi untuk mengukur diameter dan tinggi sampel 4. Ayakan 200 mesh berfungsi untuk mengayak/menyaring butiran bahan 5. Mixer berfungsi untuk mencampur bahan-bahan agar merata (homogen) 6. Cetakan berbentuk silinder dengan ukuran diameter 5 cm dan tinggi 2,5 cm 7. Tungku berfungsi untuk membakar sampel

8. Alat penekan cetakan (press hydrolic) berfungsi untuk mencetak sampel

9. UTM (Universal Tensile Machine) berfungsi untuk pengujian kuat tekan sampel

3.1.2 Bahan-bahan


(40)

3.2. Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji

- Porositas - Densitas - Kuat tekan - Susut bakar

Dregs Kaolin Abu sekam

padi

Air Plastisan PENGHALUSAN

(Ball Mill)

PENGAYAKAN (200 MESH)

PENIMBANGAN

PENCAMPURAN (Mixer)

PENCETAKAN (Cetak Tekan 5000 kgf)

PENGUJIAN SAMPEL UJI

ANALISA DATA PEMBAKARAN (600°C, penahanan 1 jam)

HASIL PENGERINGAN


(41)

3.3 Prosedur Pembuatan Sampel Uji 3.3.1 Persiapan Bahan

Langkah pertama yang dilakukan sebelum membuat sampel adalah mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan sampel uji, antara lain :

a. Limbah padat pulp dregs yang masih kasar terlebih dahulu dihancurkan dengan ball mill supaya halus kemudian diayak/disaring menggunakan ayakan 200 mesh sampai terbentuk serbuk halus (powder).

b. Kaolin dihancurkan dengan ball mill dan dihaluskan kemudian diayak menggunakan ayakan 200 mesh sampai terbentuk serbuk halus (powder). c. Sekam padi dibakar sampai menjadi abu kemudian diayak dengan ayakan

200 mesh sampai terbentuk serbuk halus (powder).

3.3.2 Pencampuran Bahan

a. Setelah bahan-bahan dipersiapkan, kemudian masing-masing ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. (seperti pada tabel Tabel 3.1)

b. Selanjutnya, masing-masing komposisi bahan dicampur menggunakan mixer agar merata (homogen) kemudian dicampur dengan air secukupnya dan diaduk kembali sampai merata sehingga mudah untuk dicetak.


(42)

Tabel 3.1 Komposisi Campuran Limbah Padat Pulp Dregs, Kaolin dan Abu sekam padi

Kode Sampel Uji

Komposisi Campuran Sampel Uji

Dregs (%)

Kaolin (%)

Abu sekam padi

(%)

A 30 60 10

B 45 45 10

C 60 30 10

D 75 15 10

E 90 0 10

Keterangan Kode Sampel Uji :

A. Dregs 30%, Kaolin 60%,Abu sekam padi 10% B. Dregs 45%, Kaolin 45%, Abu sekam padi 10% C. Dregs 60%, Kaolin 30%, Abu sekam padi 10% D. Dregs 75%, Kaolin 15%, Abu sekam padi 10% E. Dregs 90%, Kaolin 0 %, Abu sekam padi 10%

3.3.3 Pencetakan / Pembentukan Sampel

Pencetakan sampel uji dilakukan dengan alat cetak tekan (press hydrolic) dan menggunakan metode dry pressing. Serbuk yang telah dicampur merata dituang ke dalam cetakan berbentuk silider dengan ukuran diameter = 5 cm dan tinggi 2,5 cm kemudian ditekan dengan beban sebesar 5000 kgf selama 60 detik hingga padat.


(43)

d = 5 cm

t = 2,5 cm

Gambar 3.1 Cetakan sampel uji berbentuk silinder

3.3.4 Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan dengan cara didiamkan di suhu ruangan selama 1 hari dan tidak sampai terkena sinar matahari langsung.

3.3.5 Pembakaran dan Sintering

Proses sintering merupakan tahapan yang sangat penting dalam menentukan sifat-sifat produk keramik. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering adalah jenis bahan, komposisi bahan, dan ukuran partikel.

Sebelum melakukan proses ini, terlebih dahulu diukur diameter sampel dengan jangka sorong, sebagai data untuk uji susut bakar. Kemudian dimasukkan ke tungku pembakaran dengan suhu 600 0C dan waktu penahanan 1 jam. Hal ini ditujukan agar keramik yang dihasilkan tidak hancur.


(44)

3.4.2 Pengujian Densitas

Pengujian densitas dilakukan dengan cara terlebih dahulu menimbang massa dan volume sampel setelah dibakar, kemudian dihitung menggunakan persamaan 2.2.

3.4.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan menggunakan UTM (Universal Tensile Machine) untuk mengukur batas kekuatan sampel saat ditekan dengan beban (beban maksimum) sampai sampel tersebut retak. Kemudian dilakukan perhitungan dengan persamaan 2.3 setelah dicari tekanan dan luas bidang permukaan sampel.

3.4.4 Pengujian Susut Bakar

Pengujian susut bakar dilakukan menggunakan persamaan 2.4, terlebih dahulu diukur diameter sampel sebelum dibakar dan setelah dibakar dengan memakai jangka sorong.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pengujian Porositas

Hasil pengujian porositas yang diperoleh dari persamaan 2.1 dapat dilihat pada ฀able berikut :

Tabel 4.1 Data hasil pengujian porositas

Kode Sampel Uji Massa Kering (mk Massa Basah (m

) (gr) b

Porositas (%) ) (gr) Rata-rata (%) A 64,5 65,6 65 84,5 86,8 85,4 40,53 42,93 41,34 41,6 B 65 65 63,5 85,5 85,5 83 41,41 41,41 39,42 40,74 C 65 64 80 80 32,18


(46)

E 60,5 61,3 59,7 80 81,5 79,5 39,02 40,45 39,65 39,70

4.1.2 Hasil Pengujian Densitas

Hasil pengujian densitas yang diperoleh dari persamaan 2.2 dapat dilihat pada ฀ampl berikut :

Tabel 4.2 Data hasil pengujian densitas

Kode Sampel Uji Massa kering (mk Volume ฀ample (cm³) ) (gr) Densitas (gr/cm³) Rata-rata (gr/cm³) A 64,5 65,6 65 49,3376 49,3770 49,3376 1,30 1,32 1,31 1,31 B 65 65 63,5 49,4952 49,4952 49,4557 1,31 1,31 1,28 1,30 C 65 64 63,5 49,6125 29,6925 49,6530 1,31 1,28 1,26 1,28


(47)

D 65,2 65,5 65,4 49,7715 49,8110 49,8110 1,30 1,31 1,31 1,30 E 60,5 61,3 59,7 49,9694 49,9298 49,9298 1,21 1,22 1,19 1,20

4.1.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan

Hasil pengujian kuat tekan yang diukur dengan alat Universal Testing Machine

(UTM) dan dihitung menggunakan persamaan 2.3 dapat dilihat pada ฀able berikut :

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan

Kode Sampel Uji Beban maksimum (P) (kgf) Beban maksimum (P) (N) Luas (A) (cm²) Tekanan (F) (kgf/cm²) Tekanan (F) (Mpa) Rata-rata (Mpa) A 1500 1100 1350 14700 10780 13230 19,73 19,75 19,73 76,02 55,69 68,42 7,45 5,46 6,70 6,53


(48)

C 4150 4950 4850 40670 48510 47530 19,84 19,87 19,86 209,17 249,12 244,20 20,49 24,41 23,93 22,94 D 3750 3850 3750 36750 37730 36750 19,90 19,92 19,92 188,44 193,27 188,25 18,46 18,94 18,44 18,61 E 450 450 500 4410 4410 4900 19,98 19,97 19,97 22,52 22,52 25,03 2,20 2,20 2,45 2,28

4.1.4 Hasil Pengujian Susut Bakar

Hasil pengujian susut bakar yang diperoleh dengan persamaan 2.4 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Data hasil pengujian susut bakar

Kode sampel uji Diameter awal (d0 Diameter akhir (d

) (cm) 1

Susut Bakar (%) ) (cm)

Rata-rata (%)

A 5,1

5,015 5,016 5,015 1,67 1,67 1,67 1,66

B 5,1

5,022 5,022 5,021 1,52 1,52 1,54 1,52


(49)

C 5,1

5,029 5,032 5,031

1,39 1,33 1,35

1,35

D 5,1

5,037 5,039 5,039

1,23 1,19 1,19

1,20

E

5,1

5,046 5,045 5,045

1,05 1,07 1,07

1,05


(50)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengujian Porositas

Gambar 4.1 Grafik Porositas Terhadap Persentase Komposisi Kaolin

Dari tabel hasil pengujian porositas diperoleh bahwa pada sample uji A, B, C, D dan E dengan persentase kaolin 60%, 45%, 30%, 15% dan 0 % berturut-turut adalah 41,6%, 40,74%, 33,93%, 38,08% dan 39,70%.

Dari grafik terlihat bahwa pada sampel uji E, D dan C porositasnya semakin menurun, tetapi pada sample A dan B porositasnya naik. Hal ini terjadi karena adanya ikatan yang kurang kuat saat pencampuran bahan antara kaolin dan dregs sehingga pada saat terjadi pembakaran, pori-pori membesar dan merenggang.


(51)

4.2.2 Pengujian Densitas

Gambar 4.2 Grafik Densitas Terhadap Persentase Komposisi Kaolin

Dari tabel hasil pengujian densitas diperoleh densitas pada persentase kaolin 60%, 45%, 30%, 15% dan 0 % berturut-turut adalah 1,31 g/cm3 , 1,30 g/cm3 , 1,28 g/cm3 , 1,30 g/cm3 dan 1,73 g/cm3. Densitas terbesar diperoleh pada sampel A dengan komposisi kaolin 60%,dregs 30% dan abu sekam padi 10% yaitu 1,31 g/cm3.

Semakin kecil persentase kaolin maka densitasnya semakin besar, tetapi pada grafik terlihat bahwa pada sampel D terjadi kenaikan. Hal ini disebabkan karena saat pembakaran butiran-butiran dalam bahan tersebut merenggang sehingga terjadi penambahan massa sampel dan volume sampel.


(52)

4.2.3 Pengujian Kuat Tekan

Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan Terhadap Persentase Komposisi Kaolin

Dari tabel hasil pengujian kuat tekan diperoleh kuat tekan pada persentase kaolin 60%, 45%, 30%, 15%, dan 0 % berturut-turut adalah 6,53MPa, 8,67MPa, 20,94MPa,18,61 MPa dan 2,28MPa. Kuat tekan tertinggi yaitu 20,94MPa dengan komposisi kaolin 30 % dan dregs 60%. Sedangkan kuat tekan terendah yaitu 2,28 MPa dengan komposisi kaolin 0 % dan dregs 90 %.

Dari grafik terlihat bahwa pada sampel E, D dan C kuat tekannya semakin besar tetapi pada sampel A dan B terjadi penurunan yang sangat drastis. Hal ini terjadi karena komposisi bahan antara kaolin dan dregs kurang sesuai. Terlalu banyak kaolin dan terlalu banyak dregs mengakibatkan ikatan antar butirannya tidak kuat sehingga kuat tekannya rendah.


(53)

4.2.4 Pengujian Susut Bakar

Gambar 4.4 Grafik Susut Bakar Terhadap Persentase Kaolin

Dari grafik terlihat bahwa pada sampel A dengan persentase kaolin 60% , dregs 30% dan abu sekam padi 10% susut bakarnya 1,66%. Pada sampel B dengan persentase kaolin 45%, dregs 45% dan abu sekam padi 10 %, susut bakarnya 1,52 %. Pada sampel C dengan persentase kaolin 30%, dregs 60% dan abu sekam padi 10 %, susut bakarnya 1,35 %. Pada sampel D dengan persentase kaolin 15%, dregs 75% dan abu sekam padi 10 %, susut bakarnya 1,20 %. Pada sampel E dengan persentase 0 % kaolin, 90% dregs dan 10% abu sekam padi, susut bakarnya 1,05% Penyusutan


(54)

Dilihat dari komposisinya, limbah padat dregs adalah bahan yang kaya akan karbon karena tidak bereaksi, sehingga pada saat pembakaran, sampel dengan komposisi limbahnya cukup besar, akan cepat terbakar atau menguap. Persentase kaolin yang kecil dapat mengakibatkan kaolin tidak mampu berperan sebagai pengikat. Selain komposisi, suhu pembakaran juga mempengaruhi terbentuknya keramik. Tidak tercapainya suhu sinter dan waktu pembakaran yang terlalu singkat membuat proses sintering tidak terjadi secara maksimal.

Salah satu parameter yang menunjukkan terjadinya proses sintering adalah penyusutan, yang dapat dilihat dari berkurangnya ukuran volume atau diameter sampel setelah dibakar. Penyusutan terjadi akibat proses pemadatan dan pengurangan pori setelah sintering. Pada sampel keramik terjadi perubahan mikrostruktur (butir atau batas butir) sehingga berkurangnya ukuran dan jarak partikel dalam sampel.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variasi komposisi antara limbah padat pulp dregs yang diberi penambahan kaolin dan abu sekam padi sangat berpengaruh terhadap karakteristik keramik Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa pada persentase 60% limbah padat pulp dregs yang dicampurkan dengan kaolin 30% menghasilkan kuat tekan yang cukup besar yaitu sebesar 22,94 MPa. Sedangkan pada persentase campuran yang tidak menggunakan kaolin atau kaolinnya 0 %, kuat tekan yang dihasilkan sangat kecil yaitu 2,28 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kaolin sangat berpengaruh terhadap kekuatan keramik.

2. Penggunaan suhu pembakaran 600°C mengakibatkan keramik yang dihasilkan kurang sintering atau pengikatan massa partikel saat terjadinya sintering agar massa tersebut kuat satu sama lain tidak terjadi (karena sintering terjadi pada suhu 900°C) sehingga keramik yang dihasilkan kualitasnya kurang baik untuk bahan konstruksi seperti ubin dan tegel tetapi dapat digunakan sebagai batu bata maupun gerabah.


(56)

4. Penambahan abu sekam padi mengakibatkan kandungan silika pada keramik menjadi bertambah besar sehingga keramik yang dihasilkan memiliki pori-pori yang cukup banyak (dilihat dari nilai porositas yang dihasilkan).

5.2 Saran

1. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan limbah padat pulp dengan penambahan kaolin sebagai bahan pembuatan keramik dengan persentase yang berbeda untuk mendapatkan keramik dengan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik sehingga lebih bernilai ekonomis dan menguntungkan.

2. Sebaiknya suhu pembakaran diatas 6000C (sekitar 1000°C keatas)

3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan pengujian lainnya seperti uji kekerasan, koefisien ekspansi termal dan SEM (Scanning Electron Microscope).

dan waktu penahanannya divariasikan supaya keramik dapat mengalami proses sintering yang sempurna serta bahan yang digunakan dan komposisi bahan yang sesuai untuk suhu yang tinggi tersebut perlu diperhatikan sebab jika tidak sesuai keramik yang dihasilkan akan rapuh bahkan hancur saat dibakar.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ambar, 1997, Pengetahuan Keramik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Daryanto, 1994, Pengetahuan Teknik bangunan, Rineka Cipta, Jakarta

David K, Feldbeck, 1984, Strength and Fracture of Engineering Solids, Prentice-Hall, New Jersey

Harefa, Fani Besprina, 2009, Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Grits dan Dregs dengan Penambahan Kaolin Sebagai Bahan Pembuatan Keramik Konstruksi, Skripsi, Medan

Sembiring, Anwar Dharma, 2007, Teori Pengantar Keramik, Medan

Shackelford, James F, 1996, Introduction to Materials For Engineers, Fourth Edition, Prentice-Hall, New Jersey

Surdia T dan Saito S, 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta S Timoshenko, 1999, Dasar-Dasar Perhitungan Kekuatan Bahan, Restu Agung,

Jakarta

Van Vlack, Lawrence H, 1982, Materials For Engineering: Concept and Application, Addison Wesley Publishing Company, Massachusets

Van Vlack, Lawrence H, 2004, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, Edisi Keenam, Terjemahan Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta

Vernon, Jhon, 1992, Introduction to Engineering Materials, Third Edition, MacMillan Education, London

Wardany, Rina, 2001, Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Cordierite Berpori Sebagai Isolator Panas, Skripsi, Medan


(58)

LAMPIRAN 1

GAMBAR ALAT - ALAT PERCOBAAN

1. UTM ( Universal Testing Machine )

2. Tungku Pembakaran

3. Neraca Analitik dan Jangka Sorong


(59)

4. Press Hydrolic 5 Ton


(60)

LAMPIRAN 2

GAMBAR BAHAN-BAHAN PERCOBAAN

1. Kaolin


(61)

3. Abu Sekam Padi


(1)

4. Penambahan abu sekam padi mengakibatkan kandungan silika pada keramik menjadi bertambah besar sehingga keramik yang dihasilkan memiliki pori-pori yang cukup banyak (dilihat dari nilai porositas yang dihasilkan).

5.2 Saran

1. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan limbah padat pulp dengan penambahan kaolin sebagai bahan pembuatan keramik dengan persentase yang berbeda untuk mendapatkan keramik dengan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik sehingga lebih bernilai ekonomis dan menguntungkan.

2. Sebaiknya suhu pembakaran diatas 6000C (sekitar 1000°C keatas)

3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan pengujian lainnya seperti uji kekerasan, koefisien ekspansi termal dan SEM (Scanning Electron Microscope).

dan waktu penahanannya divariasikan supaya keramik dapat mengalami proses sintering yang sempurna serta bahan yang digunakan dan komposisi bahan yang sesuai untuk suhu yang tinggi tersebut perlu diperhatikan sebab jika tidak sesuai keramik yang dihasilkan akan rapuh bahkan hancur saat dibakar.


(2)

Astuti, Ambar, 1997, Pengetahuan Keramik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Daryanto, 1994, Pengetahuan Teknik bangunan, Rineka Cipta, Jakarta

David K, Feldbeck, 1984, Strength and Fracture of Engineering Solids, Prentice-Hall, New Jersey

Harefa, Fani Besprina, 2009, Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Grits dan Dregs dengan Penambahan Kaolin Sebagai Bahan Pembuatan Keramik Konstruksi, Skripsi, Medan

Sembiring, Anwar Dharma, 2007, Teori Pengantar Keramik, Medan

Shackelford, James F, 1996, Introduction to Materials For Engineers, Fourth Edition, Prentice-Hall, New Jersey

Surdia T dan Saito S, 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta S Timoshenko, 1999, Dasar-Dasar Perhitungan Kekuatan Bahan, Restu Agung,

Jakarta

Van Vlack, Lawrence H, 1982, Materials For Engineering: Concept and Application, Addison Wesley Publishing Company, Massachusets

Van Vlack, Lawrence H, 2004, Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material, Edisi Keenam, Terjemahan Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta

Vernon, Jhon, 1992, Introduction to Engineering Materials, Third Edition, MacMillan Education, London

Wardany, Rina, 2001, Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Cordierite Berpori Sebagai Isolator Panas, Skripsi, Medan


(3)

LAMPIRAN 1

GAMBAR ALAT - ALAT PERCOBAAN

1. UTM ( Universal Testing Machine )

2. Tungku Pembakaran

3. Neraca Analitik dan Jangka Sorong


(4)

(5)

LAMPIRAN 2

GAMBAR BAHAN-BAHAN PERCOBAAN

1. Kaolin


(6)