Pemanfaatan Nata De Coco Dalam Pembuatan Tablet Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.)

(1)

PEMANFAATAN NATA DE COCO DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.)

SKRIPSI

OLEH: RAHMAWATI NIM 071524052

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PEMANFAATAN NATA DE COCO DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: RAHMAWATI NIM 071524052

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi

PEMANFAATAN NATA DE COCO DALAM PEMBUATAN TABLET EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.)

OLEH: RAHMAWATI NIM 071524052

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: September 2010 Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.) (

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001 Dr. Karsono, Apt.)

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.) Pembimbing II, NIP 195504241983031003

(Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.) (

NIP 195709091985112001 NIP 195109081985031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt)

(

NIP 195011171980022001 Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt)

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karuniaNya yang luar biasa besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Raja Muhammad Yatim, dan Ibunda Nuruma, Kakanda Agus Suprianto, S.Farm., Apt. serta Adinda Nur Afriani Amd.Keb yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas serta sarana.

2. Ibu Dr. Marlinne Nainggolan M.S., Apt sebagai penasehat akademik, sebagai pembimbing serta sebagai Kepala Laboratorium Fitokimia, terima kasih atas segala arahan dan nasehat, membimbing serta memberi seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.

3. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga M.S., Apt sebagai pembimbing dan selaku Kepala Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan Steril yang telah membimbing dan mengarahkan selama melakukan penelitian hingga


(5)

selesainya penulisan skripsi ini dan terima kasih atas seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.

4. Bapak dan Ibu Panitia Penguji atas segala arahan dan masukan yang sangat berarti dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis dalam perkuliahan.

6. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku Kepala Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan Solid dan staf atas seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.

Penulis paham bahwa tulisan ini masih jauh dari titik kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaannya. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, September 2010 Penulis,


(6)

Pemanfaatan Nata De Coco Dalam Pembuatan

Tablet Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan nata de coco dalam pembuatan tablet ekstrak etanol daun ruku ruku (Ocimum sanctum L.). Kandungan utama nata adalah selulosa yang dapat dibuat menjadi mikrokristal selulosa. Mikrokristal selulosa dapat dipakai sebagai bahan penyalut, pengikat dan pengisi tablet, zat pensuspensi serta penghantar obat dalam sistem pelepasan terkontrol. Salah satu eksipien yang banyak digunakan dalam proses cetak langsung adalah mikrokristal selulosa, karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan waktu hancur tablet juga relatif singkat.

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi serbuk daun ruku-ruku dengan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator, kemudian ekstrak yang diperoleh dikarakterisasi. Pembuatan nata de coco menggunakan air kelapa sebagai media tumbuh bakteri Acetobacter xylinum, sedangkan mikrokristal selulosa dibuat dari nata de coco. Ekstrak dijerapkan pada matriks nata de coco dan pada mikrokristal selulosa selama 24 jam kemudian dikeringkan. Kedua massa dicampur dengan perbandingan 1:1 kemudian di uji pre formulasi lalu dicetak langsung menjadi tablet dengan diameter 13 mm.

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak diperoleh kadar air 14,657%, kadar abu total 13,831%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 29,935%, kadar sari yang larut dalam air 19,396%, kadar sari yang larut dalam etanol 14,662%. Ekstrak daun ruku-ruku dapat diformulasi menjadi sediaan tablet menggunakan nata de coco sebagai matriks dan mikrokristal selulosa sebagai bahan tambahan. Sediaan tablet yang dibuat memenuhi persyaratan pre formulasi dan evaluasi tablet. Hasil uji preformulasi massa granul diperoleh waktu alir 6,04 detik, sudut diam 31,44o, indeks tap 8,00%. Hasil evaluasi tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku diperoleh waktu hancur 12,09 menit, kekerasan 6,4 kg, friabilitas 0,78% dan keseragaman bobot A1 0,70%, A2 0,55% dan B1 0,70%.


(7)

Utilization of Nata De Coco In The Preparation of Ruku-ruku leaves Ethanol extract tablets (Ocimum Sanctum L.)

Abstract

A research on the utilization of nata de coco in tablet manufacturing ethanol extract of ruku-ruku leaves (Ocimum Sanctum L.). The main content of nata de coco, while microcrystalline cellulose is cellulose derived from nata de coco is a bacterial cellulose. Can be used as a coating material, tablet binders and fillers, substances as well as suspending agent and drug delivery in controlled drug release system. One of the excipients commonly used in the direct print process is microcrystalline cellulose, because it has the power tie a very good tablet and tablet disintegration time was also relatively short.

Extract preparation was done by maceration basil leaf powder with 80% ethanol, maserat obtained was concentrated by rotary evaporator. Extracts obtained were characterized which include determining water content, total ash, ash insoluble in acid, the concentration of juice soluble in water, ethanol soluble extract content. Making nata de coco, microcrystalline cellulose manufacture of nata de coco and manufacture tablets by direct compression method that is by adsorp condensed into a matrix extract of nata de coco and microcrystalline cellulose for one night and then dried in drying chamber. Granule mass is mixed and then molded into test preformulasi tablets with a diameter of 13 mm.

Inspection results obtained extracts moisture characterization of 14,657%, 13,831% total ash content, ash content that does not dissolve in acid 29,935%, the concentration of water-soluble extract 19,396%, the concentration of juice soluble in ethanol 14,662%. Basil leaf extract can be formulated into tablets using a nata de coco and microcrystalline cellulose as an additive. Tablets are designed to meet the requirements of pre tablet formulation and evaluation. Granule mass preformulasi test results obtained by the flow time of 6,04 seconds, 31,44 o quiet corner, tap the index 8,00%. Results of evaluation of ethanol extract tablets basil leaves obtained disintegration time 12,09 minutes, 6.4 kg hardness, friability uniformity of 0,78% and 0,70% weight of A1, A2, B1 0,55% and 0,70%.

Keywords: Ruku-ruku leaves extract, nata de coco, microcrystalline cellulose, tablets.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ... iii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK... vi

DAFTAR ISI... . viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Tumbuhan Ruku-ruku... 5

2.1.1 Sinonim... 5

2.1.2 Klasifikasi... 5

2.1.3 Morfologi... 5

2.1.4 Kandungan Kimia... 6


(9)

2.2 Nata De Coco... 6

2.3 Metode Ekstraksi... 10

2.4 Uraian Tablet... 12

2.4.1 Komponen Tablet... 15

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet... 17

2.4.3 Uji Preformulasi... 20

2.4.4 Evaluasi Tablet... 21

2.5 Disolusi... 22

2.6 Spektrofotometri Visible... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

3.1 Alat-alat ... 26

3.2 Bahan ... 27

3.3 Penyiapan Serbuk Daun Ruku-ruku ... 27

3.3.1 Pengumpulan Sampel... 27

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 27

3.3.3 Pengolahan Sampel ... 27

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol ... 28

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak ... 28

3.5.1 Penetapan Kadar Air ... 28

3.5.2 Penetapan Kadar Abu Total. ... 29

3.5.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam... 29

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 30

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 30


(10)

3.7 Pembuatan Nata De Coco ... 31

3.8 Karakterisasi Nata De Coco ... 31

3.8.1 Susut Pengeringan ... 31

3.8.2 Pengujian Daya Serap Air ... 31

3.8.3 Uji Berat Jenis ... 32

3.9 Pembuatan Mikrokristal Selulosa Nata De Coco ... 32

3.10 Karakterisasi Mikrokristal Selulosa ... 32

3.10.1 Uji Keputihan ... 32

3.10.2 Uji Berat Jenis Nyata ... 33

3.11 Pembuatan Matriks Nata De Coco ... 33

3.12 Pembuatan Tablet Daun Ruku-ruku ... 33

3.13 Uji Preformulasi ... 35

3.13.1 Sudut Diam ... 36

3.13.2 Waktu Alir ... 36

3.13.3 Indeks Tap ... 36

3.14 Evaluasi Tablet ... 37

3.14.1 Keseragaman Bobot ... 37

3.14.2 Uji Kekerasan Tablet ... 38

3.14.3 Uji Friabilitas ... 38

3.14.4 Waktu Hancur ... 38

3.15 Pembuatan Kurva Serapan Dan Kurva Kalibrasi Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Dalam MediumAir... 39

3.15.1 Pembuatan Larutan Induk Baku ... 39

3.15.2 Pembuatan Kurva Serapan ... 39


(11)

3.16 Uji Disolusi ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil karakterisasi Ekstrak Etanol ... 41

4.2 Hasil Pembuatan Nata De Coco ... 42

4.3 Hasil Karakterisasi Nata De Coco ... 44

4.4 Hasil Pembuatan Dan Karakterisasi Mikrokristal Selulosa ... 44

4.5 Hasil Pembuatan Dan Karakterisasi Matriks Nata De Coco.... 45

4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Tablet ... 45

4.7 Hasil Uji Preformulasi Tablet ... 45

4.8 Hasil Evaluasi Tablet ... 47

4.9 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum.... 48

4.9.1 Hasil Penentuan Kurva Kalibrasi ... 49

4.10 Hasil Uji Disolusi ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persyaratan Keseragaman Bobot ... 37

Tabel 2. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol ... 42

Tabel 3. Hasil pembuatan nata de coco... 43

Tabel 4. Hasil Karakterisasi Nata De Coco... 44

Tabel 5. Data Uji Preformulasi... 46

Tabel 6. Data Uji Evaluasi Tabel ... 47

Tabel 7. Data Kalibrasi Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Dalam Medium Air Pada Panjang Gelombang 672 nm... 49

Tabel 8. Data Uji Disolusi Tablet Etanol Daun Ruku-ruku Dalam Medium Air Pada Panjang Gelombang 672 nm... 51

Tabel 9. Hasil Persen Kumulatif Rata-rata Uji Disolusi Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku... 52


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kurva Kalibrasi Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Dalam

Pelarut Air Secara Spektrofotometri Visible Pada Panjang

Gelombang 672 nm... 28 Gambar 2. Grafik Disolusi Tablet Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Dalam Medium Air Secara Spektrofotometri Visible Pada


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan... 59 Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)... 60 Lampiran 3. Gambar Daun Ruku-ruku Dan Serbuk Daun Ruku-ruku.... 61 Lampiran 4. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku ... 62 Lampiran 5. Contoh Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakteristik

Ekstrak... 66 Lampiran 6. Contoh Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Nata

De Coco... 68 Lampiran 7.Gambar Nata De Coco Basah, Nata De Coco 1 X 1, Nata

De Coco 1 X 1 Setelah Di Freeze Dryer.. ... ... 71 Lampiran 8.Gambar Matriks Nata De Coco Dan Hasil Penjerapan

Ekstrak Ke Dalam Matriks Nata De Coco... 72 Lampiran 9.Gambar Mikrokristal Selulosa Dan Hasil Penjerapan

Ekstrak Ke Dalam Mikrokristal Selulosa... 73 Lampiran 10.Gambar Sediaan Tablet Ekstrak Daun Ruku-ruku

Dan Alat Uji Disolusi... 74 Lampiran 11. Gambar Alat Uji Waktu Alir Dan Uji sudut Diam

Dan Alat Uji Indeks Tap... 75 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Konversi Dosis Ekstrak Etanol Daun

Ruku-ruku Terhadap Dosis Tubuh Manusia... 76 Lampiran 13. Contoh Perhitungan Bahan Tablet... 77 Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kaseragaman Bobot... 78


(15)

Pemanfaatan Nata De Coco Dalam Pembuatan

Tablet Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan nata de coco dalam pembuatan tablet ekstrak etanol daun ruku ruku (Ocimum sanctum L.). Kandungan utama nata adalah selulosa yang dapat dibuat menjadi mikrokristal selulosa. Mikrokristal selulosa dapat dipakai sebagai bahan penyalut, pengikat dan pengisi tablet, zat pensuspensi serta penghantar obat dalam sistem pelepasan terkontrol. Salah satu eksipien yang banyak digunakan dalam proses cetak langsung adalah mikrokristal selulosa, karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan waktu hancur tablet juga relatif singkat.

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi serbuk daun ruku-ruku dengan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator, kemudian ekstrak yang diperoleh dikarakterisasi. Pembuatan nata de coco menggunakan air kelapa sebagai media tumbuh bakteri Acetobacter xylinum, sedangkan mikrokristal selulosa dibuat dari nata de coco. Ekstrak dijerapkan pada matriks nata de coco dan pada mikrokristal selulosa selama 24 jam kemudian dikeringkan. Kedua massa dicampur dengan perbandingan 1:1 kemudian di uji pre formulasi lalu dicetak langsung menjadi tablet dengan diameter 13 mm.

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak diperoleh kadar air 14,657%, kadar abu total 13,831%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 29,935%, kadar sari yang larut dalam air 19,396%, kadar sari yang larut dalam etanol 14,662%. Ekstrak daun ruku-ruku dapat diformulasi menjadi sediaan tablet menggunakan nata de coco sebagai matriks dan mikrokristal selulosa sebagai bahan tambahan. Sediaan tablet yang dibuat memenuhi persyaratan pre formulasi dan evaluasi tablet. Hasil uji preformulasi massa granul diperoleh waktu alir 6,04 detik, sudut diam 31,44o, indeks tap 8,00%. Hasil evaluasi tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku diperoleh waktu hancur 12,09 menit, kekerasan 6,4 kg, friabilitas 0,78% dan keseragaman bobot A1 0,70%, A2 0,55% dan B1 0,70%.


(16)

Utilization of Nata De Coco In The Preparation of Ruku-ruku leaves Ethanol extract tablets (Ocimum Sanctum L.)

Abstract

A research on the utilization of nata de coco in tablet manufacturing ethanol extract of ruku-ruku leaves (Ocimum Sanctum L.). The main content of nata de coco, while microcrystalline cellulose is cellulose derived from nata de coco is a bacterial cellulose. Can be used as a coating material, tablet binders and fillers, substances as well as suspending agent and drug delivery in controlled drug release system. One of the excipients commonly used in the direct print process is microcrystalline cellulose, because it has the power tie a very good tablet and tablet disintegration time was also relatively short.

Extract preparation was done by maceration basil leaf powder with 80% ethanol, maserat obtained was concentrated by rotary evaporator. Extracts obtained were characterized which include determining water content, total ash, ash insoluble in acid, the concentration of juice soluble in water, ethanol soluble extract content. Making nata de coco, microcrystalline cellulose manufacture of nata de coco and manufacture tablets by direct compression method that is by adsorp condensed into a matrix extract of nata de coco and microcrystalline cellulose for one night and then dried in drying chamber. Granule mass is mixed and then molded into test preformulasi tablets with a diameter of 13 mm.

Inspection results obtained extracts moisture characterization of 14,657%, 13,831% total ash content, ash content that does not dissolve in acid 29,935%, the concentration of water-soluble extract 19,396%, the concentration of juice soluble in ethanol 14,662%. Basil leaf extract can be formulated into tablets using a nata de coco and microcrystalline cellulose as an additive. Tablets are designed to meet the requirements of pre tablet formulation and evaluation. Granule mass preformulasi test results obtained by the flow time of 6,04 seconds, 31,44 o quiet corner, tap the index 8,00%. Results of evaluation of ethanol extract tablets basil leaves obtained disintegration time 12,09 minutes, 6.4 kg hardness, friability uniformity of 0,78% and 0,70% weight of A1, A2, B1 0,55% and 0,70%.

Keywords: Ruku-ruku leaves extract, nata de coco, microcrystalline cellulose, tablets.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Nata de coco merupakan hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa Spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal (Saputra, 2009). Seperti halnya pembuatan beberapa makanan atau minuman hasil fermentasi, pembuatan nata memerlukan bibit yang disebut stater. Bibit nata de coco merupakan suspensi sel Acetobacter

xylinum (Anonim, 2008).

Kandungan utama nata de coco adalah selulosa (Bergenia, 1982). Selulosa bakteri (nata de coco) mempunyai beberapa keunggulan antara lain mempunyai kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, kekuatan tarik tinggi, elastis dan terbiodegradasi (Piluharto, 2003). Caparaga (2001) telah meneliti kemampuan absorpsi/adsorpsi zat organik nata de coco dalam bentuk larutan. Brown (1989) menyatakan bahwa absorptivitas yang tinggi dari nata de coco memungkinkan penggunaan selulosa bakteri (nata de coco) sebagai perawatan luka dan penghantar obat. Selain itu selulosa bakteri (nata de coco) dapat dipakai sebagai bahan penyalut, pengikat dan pengisi tablet, zat pensuspensi serta sebagai penghantar obat dalam sistem pelepasan obat terkontrol (Vandamme dkk., 1998).


(18)

Yanuar dkk, (2003) telah melakukan preparasi dan karakterisasi dari selulosa mikrokristal nata de coco sebagai bahan pembantu pembuatan tablet. Ternyata hasil karakterisasi mikrokristalin selulosa jika dibandingkan dengan avicel pH 102 yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet mempunyai spektrum inframerah dan sinar-X yang mirip, serta mempunyai rumus kimia yang sama yaitu (C6H10O5)n.

Mikrokristal selulosa merupakan salah satu eksipien yang banyak digunakan dalam proses pembuatan tablet cetak langsung, karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan waktu hancur yang relatif singkat. Mikrokristal selulosa yang beredar di pasaran adalah produk impor sehingga berakibat pada mahalnya produk tablet yang dihasilkan, sedangkan mikrokristal selulosa yang berasal dari nata de coco harganya lebih murah. Mikrokristal selulosa adalah hasil olahan dari selulosa alami yang dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari tumbuhan atau hasil fermentasi. Selulosa bakteri (nata de coco) identik dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan, tetapi selulosa yang berasal dari nata de coco mempunyai kelebihan dibanding dengan sumber selulosa lain, karena tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Yanuar dkk, 2006).

Pengobatan dengan cara tradisional semakin populer baik di dalam maupun di luar negeri. Bagi penduduk Indonesia, keberadaan obat tradisional bukan merupakan hal yang baru, selain bahan bakunya tersedia di negara kita juga cara penggunaanya sudah diajarkan secara turun temurun. Obat tradisional pada umumnya tidak menimbulkan efek samping seperti halnya obat-obat dari bahan kimia. Pendayagunaan obat tradisional merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan penduduk dibidang kesehatan, sehingga perlu diupayakan


(19)

pengenalan, pengujian khasiat dan keamanan obat tradisional (Wijayakusuma, 2007).

Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), merupakan tanaman semak dengan tinggi 30-150 cm, berdaun tunggal, berakar tunggang, batangnya berkayu, mempunyai bulu hijau. Tanaman ini dikenal dengan nama daerah kemangi hutan, lampes (Sunda), uku-uku (Bali), kemangek (Madura), lufe-lufe (Ternate) (Puspita,2007).

Darmiati, (2007) telah menguji efek antiradang terhadap ekstrak etanol daun ruku-ruku dengan dosis 75 mg/Kg BB menunjukkan hasil yang sama dengan pembanding indometasin 10 mg/Kg BB pada telapak kaki tikus yang diinduksi dengan karagenan 1%.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam rangka pengembangan obat tradisional penulis tertarik membuat ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum

sanctum, L.) yang diformulasikan menjadi sediaan obat dalam bentuk tablet

menggunakan matrik nata de coco dan mikrokristal selulosa yang dibuat dari nata de coco sebagai bahan tambahan.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dari daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L) mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid/steroid, tanin dan saponin.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah nata de coco dan mikrokristal selulosa dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku? 2. Apakah sediaan tablet yang dibuat memenuhi persyaratan pre formulasi


(20)

1.3Hipotesis

1. Nata de coco dan mikrokristal selulosa dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku

2. Sediaan yang dibuat memenuhi persyaratan pre formulasi dan evaluasi tablet.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk membuat sediaan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku dengan menggunakan nata de coco dan mikrokristal selulosa sebagai bahan tambahan.

2. Untuk membuat sediaan tablet yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku yang memenuhi persyaratan uji pre formulasi dan evaluasi tablet.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan diperoleh sediaan tablet yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku menggunakan nata de coco dan mikrokristal sebagai bahan tambahan yang diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Ruku-ruku 2.1.1 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) adalah: Ocimum

tenuiflorum L., dengan nama daerah: Ruku-ruku, ruruku (Sumatera), klampes,

lampes, kemangen, kemanghi, ko-roko (Jawa), Uku-uku (Nusa Tenggara), balakama (Sulawesi), lufe-lufe, kemangi utan (Maluku) (Depkes, 1995)b.

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Sharma (1993) dan Tjitrosoepomo (2002), tumbuhan ruku-ruku dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Sympetalae Bangsa : Tubiflorae Suku : Labiatae Marga : Ocimum

Spesies : Ocimum sanctum L. 2.1.3 Morfologi

Tumbuhan ini termasuk terna atau perdu, biasanya bercabang banyak dan mempunyai bau khas aromatis, rasa agak pedas dan warnanya hijau sampai hijau kecoklatan. Helaian daun bentuk jorong memanjang, ujung runcing, pangkal daun


(22)

runcing/tumpul/membundar, tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal, daging daun tipis, dan permukaan daun berambut halus (Depkes, 1995)b.

2.1.4 Kandungan kimia

Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mengandung minyak atsiri 2%, tanin 4,6%, flavonoid, streoid/triterfenoid (Depkes, 1995)b. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dari daun ruku-ruku (Ocimi sancti L.) adalah adanya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, triterpenoida/steroida, tanin, dan saponin (Darmiati, 2007).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional infusa dari daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) ini digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan pencuci luka. Sari dari daun tumbuhan digunakan sebagai peluruh dahak, peluruh haid, peluruh kentut, pencegah mual, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, pereda kejang, laksatif, dan secara eksternal digunakan untuk reumatik. Sedangkan biji digunakan sebagai pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh keringat dan pereda kejang (Christine, 1985); karminatif, dan antipiretik (Depkes, 1995)b.

2.2 Nata de Coco

Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai natare, yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tahu, atau sari buah (nanas, melon, markisa, pisang, jeruk, jambu biji, stroberi, dan lain-lain). Pemberian nama untuk nata tergantung dari bahan baku yang digunakan. Nata de


(23)

pinna untuk yang berasal dari nanas, nata de tomato untuk tomat, serta nata de soya yang dibuat dari limbah tahu (Anonim, 2009)b.

Nata de coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri

Acetobacter xylinum termasuk genus Acetobacter. Bakteri Acetobacter xylinum

bersifat Gram negatip, aerob, berbentuk batang pendek atau kokus (Anonim, 2010)b.

Bakteri ini secara alami dapat ditemukan pada sari tanaman bergula yang telah mengalami fermentasi atau pada sayuran dan buah-buahan bergula yang sudah membusuk. Bila mikroba ini ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, organisme ini dapat mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media berupa benang-benang yang bersama dengan polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata (Anonim, 2009)b.

Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa, dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata (Anonim, 2008).


(24)

Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh

Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk

membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa (Anonim, 2010)b.

Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organik, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium sulfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organik, bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain (Anonim, 2008).

Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata de coco yaitu kondisi peralatan serta ruangan yang cukup steril. Apabila kondisi ruangan kurang steril sehingga memungkinkan sirkulasi udara berjalan seperti biasa maka peluang untuk terjadinya kontaminasi pada nata yang diproduksi cukup besar, begitu pula jika peralatan yang digunakan kurang steril maka juga dapat menimbulkan kontaminasi kerusakan pada lapisan nata yang diproduksi (Anonim, 2009)a.

Proses bagaimana sebenarnnya aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata de coco seperti diuraikan dibawah ini. Proses terbentuk-nya


(25)

nata de coco adalah sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, dan keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator seperti Ca2+, Mg2+. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa (Anonim, 2008).

Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada

optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum pada suhu 28°–31°C. Bakteri ini sangat memerlukan

oksigen. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glasial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan ( Anonim, 2010)a.

Nutrisi yang terkandung dalam air kelapa antara lain : gula sukrosa 1,28%, sumber mineral yang beragam antara lain Mg2+ 3,54 gr/L, serta adanya faktor pendukung pertumbuhan merupakan senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (Acetobacter xylinum) (Anonim, 2010)b. Jika dilihat dari sudut gizinya, nata ini sangat miskin zat gizi. Kandungan gizi nata yang dihidangkan dengan sirup adalah sebagai berikut: 67,7 persen air, 0,2 persen lemak, 12 mg kalsium, 5 mg zat besi, 2 mg fosfor, sedikit vitamin B1, sedikit protein, serta hanya 0,01 mikrogram riboflavin per 100 gramnya (Anonim, 2008).


(26)

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, dan flavonoida, dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan mempermudah pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt, 1995):

1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

2.

3.

Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang.

4.

Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi keing dan mudah digosokkan.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, yaitu :

Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah


(27)

cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006). M

2. Perkolasi

aserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979; Ditjen POM, 2000).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi


(28)

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).

6. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000; Syamsuni, 2006).

7. Dekok

Dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan air bersuhu kamar atau dengan air bersuhu > 90oC sambil diaduk berulang-ulang dalam pemanasan air selama 30 menit. Perbedaannya dengan infus, rebusan disari panas-panas (Voigt, 1995). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Uraian Tablet

Nama tablet (Tabuletta, Tabletta) berasal dari kata tabuletta lempeng pipih, papan tipis. Beberapa farmakope mencantumkkan tablet dengan nama kompresi (Comprimere = dicetak bersama), juga sebagai komprimat, yang sekaligus menunjukkan cara pembuatannya (Voigt, 1995).


(29)

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Depkes, 1995)a.

Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Ansel, 1989).

Pada umunya tablet adalah bentuk obat untuk orang dewasa yang paling luas diterima karena berbagai keuntungan sebagai berikut (Siregar, 2010):

1. Harga pada umumnya relatif cukup murah dibandingkan dengan semua bentuk sediaan oral lainnya.

2. Bentuk sediaan yang paling ringan dan paling kompak dari pada semua bentuk sediaan oral.

3. Pada umumnya, pengemasan dan pengiriman sediaan tablet paling mudah dan murah.

4. Sediaan tablet dapat diformulasikan untuk memberi kemungkinan pelepasan zat aktif tertentu, seperti sediaan enterik atau pelepasan diperlambat atau lepas-terkendali.

5. Sediaan tablet lebih cocok untuk produksi skala besar dari pada bentuk unit oral lainnya karena mesin rotari berkapasitas besar dan juga peralatan lainnya.


(30)

6. Sifat tablet yang mendasar adalah mudah dibawa, bentuk kompak, stabilitas yang memadai, ekonomis dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, segera tersedia, mudah diberikan, memastikan kesan psikologis yang baik bagi penerimaan hampir semua pasien.

7. Rasa obat yang pahit atau tidak menyenangkan dibuat agar dapat diterima dan bahkan enak dengan menutup keseluruhan tablet atau granul tablet dengan suatu salut pelindung yang cocok.

8. Keuntungan tablet yang nyata adalah kemudahan dalam pemberian dosis yang akurat. Dosis dapat didistribusikan secara seragam dalam keseluruhan tablet untuk memberi kemudahan dalam pemberian dosis yang akurat apabila tablet dipotong menjadi dua bagian atau lebih untuk pemberian pada anak-anak.

Selain keuntungan tablet yang besar, terdapat juga keterbatasan sediaan tablet sebagai berikut (Banker dan Anderson, 1994):

1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi atau rendahnya berat jenis.

2. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau tinggi, absorpsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat cukup.

3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengkapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)


(31)

atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang terbaik serta lebih murah.

2.4.1 Komponen Tablet

Semua eksipien tablet harus memenuhi kriteria tertentu dalam formulasi, seperti tertera dibawah ini, yaitu eksipien harus:

1. Tidak toksik dan dapat diterima oleh lembaga regulator semua negara tempat produk tablet dipasarkan.

2. Tersedia secara komersial dalam tinngkat kualitas yang dapat diterima disemua negara tempat produk tablet dibuat.

3. Tersedia dengan biaya rendah yang dapat diterima.

4. Tidak kontraindikasi oleh bahan itu sendiri (misalnya sukrosa) atau komponennya (misalnya natrium) untuk populasi tertentu (misalnya pasien penyakit gula atau pasien hipertensi).

5. Inert secara fisiologi

6. Stabil secara fisik dan kimia, baik tunggal dan /atau dalam kombinasi dengan zat aktif dan komponen tablet lainnya.

7. Bebas dari kandungan mikrobiologis yang tidak dapat diterima.

8. Kompatibel dengan zat warna (tidak memberikan penampilan tak pantas). 9. Tidak mempunyai pengaruh buruk pada ketersediaan hayati zat aktif

dalam tablet.

10.Disetujui secara langsung sebagai zat tambahan makanan jika sediaan obat juga digolongkan sebagai makanan (berbagai sediaan vitamin tertentu). Tablet oral yang konvensional di samping zat aktif biasanya terdiri dari salah satu atau lebih zat-zat berikut yang berfungsi sebagai: pengisi, pengikat,


(32)

penghancur, dan pelincir. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat warna, zat perasa, dan pemanis pada tablet kunyah (Banker dan Anderson, 1994).

a. Pengisi

Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak (Syamsuni, 2006). Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit dan sulit dikempa. Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (Depkes, 1995)a, dekstrosa, manitol, sorbitol, sukrosa, dan selulosa mikrokristal. Selulosa mikrokristal ini sering disebut Avicel, suatu zat dapat dicetak langsung. Ada dua kualitas tablet: PH 101 (serbuk) dan PH 102 (granul). Sifat mengalirnya baik dan sifat-sifat pencetakan langsungnya bagus sekali. Avicel bersifat unik, karena pada saat menghasilkan kohesi gumpalan, zat ini juga bertindak sebagai zat penghancur (Banker dan Anderson, 1994).

b. Pengikat

Berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu mengranulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, dan karboksimetilselulosa. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulosa mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung (Depkes, 1995)a.

c. Penghancur

Berfungsi untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah (Banker dan Anderson,


(33)

1994). Disintegran tablet yang paling banyak digunakan adalah pati. Pati dan selulosa yang termodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang (Depkes, 1995)a. Bahan lain yang digunakan sebagai pengembang yaitu : amilum, gom, derivat selulosa, dan clays (Soekemi, dkk., 1987).

d. Pelincir

Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis, dan Avicel. Avicel selain sebagai bahan pengisi dapat juga berfungsi sebagai bahan pengikat, bahan penghancur maupun sebagai lubrikan, sehingga sering digunakan untuk mencetak tablet secara langsung (Soekemi, dkk., 1987).

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Depkes, 1995)a.

a. Granulasi basah

Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak kembali untuk


(34)

memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian dicetak dengan mesin tablet (Syamsuni, 2006).

Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul (Banker dan Anderson, 1994).

Keuntungan metode granulasi basah adalah memperoleh aliran yang baik, meningkatkan kompressibilitas, untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan komponen campuran selama proses, dan distribusi keseragaman kandungan. Kekurangan metode granulasi basah adalah banyaknya tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini (Andayana, 2009).

b. Granulasi kering

Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006).

Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah karena tidak stabil atau peka terhadap panas dan /atau lembap atau juga tidak mungkin dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat mengalir bebas, dan /atau dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk dikempa


(35)

langsung. Sebagai contoh, acetosal dan vitamin pada umumnya dibuat menjadi tablet dengan granulasi kering (Banker dan Anderson, 1989).

Keuntungan metode granulasi kering adalah peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu, baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab, mempercapat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat. Kekurangan metode granulasi kering adalah memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug, tidak dapat mendistribusi zat warna seragam, proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Andayana, 2009).

c. Kempa Langsung

Pembuatan tablet dengan mengempa langsung adalah dengan mencampur zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan lebih awal terlebih dahulu (Andayana, 2009). Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, desintegran, dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam kedalam lubang kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Siregar, 2010).

Kemajuan pesat kempa langsung dipicu oleh penemuan eksipien mikrokristalin selulosa (Avicel PH mikrokristalin cellulose) walaupun laktosa kering beku sudah ditemukan satu tahun sebelumnya. Keduanya sering digunakan dalam bentuk campuran dalam formulasi tablet kempa langsung. Eksipien kempa langsung yang sering dikatakan sebagai pengisi-pengikat sudah digunakan sejak beberapa puluh tahun terakhir. Keuntungan proses kempa langsung adalah lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit, prosesnya singkat karena proses


(36)

yang dilakukan lebih sedikit maka waktu yang diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga lebih sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab, waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul tetapi lanngsung menjadi partikel. Kerugian metode kempa langsung adalah sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat mudah mengalir, kompressibilitas yang baik, kohesifitas dan adhesifitas yang baik (Andayana, 2009).

2.4.3 Uji Preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977).

Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995). Granul yang mempunyai sifat yang baik mempunyai sudut diam lebih kecil dari 35o (Cartensen, 1977).

Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat


(37)

volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).

2.4.4 Evaluasi Tablet a. Kekerasan tablet

Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan dan peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan dinyatakan dalam kg adalah tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg (Soekemi, dkk., 1987).

Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi

die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya

nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat (Banker dan Anderson, 1994).

b. Friabilitas

Tablet mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan. Selain itu, capping juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, dengan menjatuhkan tablet sejauh 6 inci pada setiap putaran, yang dijalankan sebanyak


(38)

100 putaran. Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5 sampai 1% (Banker dan Anderson, 1994).

Kerenyahan tablet dapat dipengaruhi oleh kandungan air dari granul dan produk akhir. Granul yang sangat kering dan hanya mengandung sedikit sekali persentase kelembapan, sering sekali menghasilkan tablet yang renyah daripada granul yang kadar kelembapannya 2 sampai 4% (Banker dan Anderson, 1994).

c. Waktu hancur

Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Waktu hancur menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 (Banker dan Anderson, 1994). Hancurnya tablet tidak berarti sempurna larutnya bahan obat dalam tablet. Tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit (Soekemi, dkk., 1987). Kebanyakan bahan pelicin bersifat hidrofob, bahan pelicin yang berlebihan akan memperlambat waktu hancur. Tablet dengan rongga-rongga yang besar akan mudah dimasuki air sehingga hancur lebih cepat daripada tablet yang keras dengan rongga-rongga yang kecil (Soekemi, dkk., 1987).

2.5 Disolusi

Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses suatu solid melarut (Siregar, 2010). Cara pengujian disolusi tablet dan kapsul, juga persyaratan yang harus dipenuhi dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Yang diukur adalah jumlah zat berkhasiat yang larut dalam satu satuan waktu dengan alat dissolution tester (Soekemi, dkk., 1987).


(39)

Bentuk sediaan farmasetik solid dan bentuk sediaan sistem terdispersi solid dalam cairan setelah dikonsumsi kepada seseorang akan terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif kedalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respon klinis. Garis besar tahapan yang dilalui suatu sediaan tablet/ kapsul setelah dikonsumsi adalah (Siregar, 2010):

1. Pembasahan sediaan tablet/kapsul.

2. Penetrasi media cairan ke dalam sediaan tablet/ kapsul 3. Tablet/ kapsul terdisintegrasi dan mengeluarkan granul 4. Deagregasi granul dan mengeluarkan partikel halus

5. Terjadi disolusi zat aktif dari partikel halus ke dalam media cair 6. Absorpsi zat aktif pada tempat absorpsi

7. Zat aktif berada dalam sirkulasi sistemik

8. Zat aktif bekerja dan memberi efek farmakologis 9. Efek farmakologis menyebabkan respon biologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi zat aktif:

1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif meliputi karakteristik fase solid, polimorfisa, karakteristik partikel, kelarutan zat aktif dan pembentukan garam (Siregar, 2010).

2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan meliputi eksipien atau zat tambahan, zat pengisi, desintegran, pengikat, lubrikan, antiadherent, glidan, pengaruh surfaktan, dan pengaruh zat pewarna larut-air pada laju disolusi (Siregar, 2010).


(40)

3. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan meliputi metode granulasi/ prosedur pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif-eksipien, pengaruh gaya kempa, dan pengaruh penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).

4. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi meliputi eksentrisitas gerakan pengaduk, vibrasi/ getaran, intensitas pengadukan, dan kesejajaran unsur pengadukan (Siregar, 2010).

5. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji disolusi yaitu pH media disolusi, suhu media disolusi, viskositas media disolusi dan tegangan permukaan media disolusi (Siregar, 2010).

2.6 Spektrofotometri Visible

Spektrofotometri ultraviolet – visible digunakan untuk analisa kualitatif ataupun kuantitatif suatu senyawa. Absorpsi cahaya ultraviolet maupun cahaya tampak mengakibatkan transisi elektron, yaitu perubahan elektron-elektron dari orbital dasar berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Penyerapan radiasi ultraviolet atau sinar tampak tergantung pada mudahnya transisi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk transisi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul-molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap panjang gelombang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Supaya


(41)

terjadi absorpsi, perbedaan energi antara dua tingkat energi harus setara dengan energi foton yang diserap (Rohman, 2007).

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan Steril, dan Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan Solid Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Metodologi penelitian ini dimulai dengan mengumpul sampel, pengolahan sampel, pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, pembuatan nata de coco, karakterisasi nata de coco, pembuatan mikrokristal selulosa dari nata de coco, karakterisasi mikrokristal selulosa serta pembuatan sediaan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku secara cetak langsung.

3.1Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, alat destilasi penetapan kadar air, alat uji sudut diam dan alat uji waktu alir, alat indeks tap, aluminium foil, ayakan mesh 60 dan 100, blender (Philips), desikator, disintegration tester, disolution tester, freeze dryer (Modulyo, Edward, serial No. 3985), inkubator (Gallenkamp), jangka sorong, laminar air

flow cabinet (Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Sanyo), lemari pengering,

mesin cetak tablet single punch (Atelier), mortir dan stamfer, neraca analitik (Sartorius), neraca kasar (Ohaus), wadah plastik, oven listrik (Fisher Scientific), pH indikator (Merck), spektrofotometer visible (Dynamic), stopwatch, strong

Cobb hardness tester (Erweka), tanur, termometer, dan vacum evaporator


(43)

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), bahan kimia berupa asam asetat 25%, avicel pH 102, etanol (hasil destilasi), NaOH, toluen dan urea. Air kelapa yang masak optimal (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda), akuades, gula pasir, stater

Acetobacter xylinum, nata de coco dan mikrokristal selulosa.

3.3 Penyiapan Serbuk Daun Ruku-ruku

Penyiapan serbuk daun ruku-ruku meliputi pengumpulan sampel, dan pembuatan serbuk daun ruku-ruku.

3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) yang masih segar berwarna hijau tua (tidak terlau tua dan tidak terlalu muda), yang diambil dari Jalan Selamat No.80, Kecamatan Medan Amplas, Kota madya Medan, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan daun ruku-ruku dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor (Frans, 2007).

3.3.3 Pengolahan Sampel

Daun ruku-ruku dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian dikeringkan di udara terbuka dan terlindung dari cahaya matahari. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering pada suhu 50oC.


(44)

Sampel yang telah kering dan rapuh diserbuk kemudian disimpan dalam wadah bersih.

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol

Pembuatan ekstrak daun ruku-ruku dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%.

Sebanyak 2 kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap dan ditambahkan pelarut etanol 80% sampai serbuk terendam sempurna, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diperas dan disaring. Ampas ditambahkan cairan penyari sampai terendam sempurna, ditutup dan disimpan di tempat sejuk yang terlindung dari cahaya selama 2 hari sambil sering diaduk, kemudian diperas dan disaring. Remaserasi ini dilakukan sebanyak tiga kali. Seluruh maserat digabungkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental (Anief, 1997).

3.5Karakterisasi Ekstrak

Pemeriksaan karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air dan penetapan kadar sari larut dalam etanol.

3.5.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena). Alat penetapan kadar air terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml.


(45)

Cara kerja:

Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml akuades, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g ekstrak yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah jenuh. Penyulingan dilanjutkan selama 15 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1992). 3.5.2 Penetapan Kadar Abu Total

Zat ditimbang sebanyak ± 2 g dengan seksama dan dimasukkan ke dalam krus porselin bertutup yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap (Ditjen POM, 2000).

3.5.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya (Ditjen POM, 2000).


(46)

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g ekstrak dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam akuades sampai 1000 ml) dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring, sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap (Depkes, 1995)b.

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g ekstrak dimaserasi selama 24 jam dalm 100 ml etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap (Depkes, 1995)b.

3.6 Pembuatan Stater

Sebanyak 2 liter air kelapa disaring dengan saringan yang dilapisi kain halus sehingga terpisah dari kotoran. Air kelapa dididihkan sambil terus diaduk, ditambahkan urea sebanyak 10 g, gula pasir sebanyak 400 g, diaduk hingga larutan tercampur merata, setelah mendidih 15 menit angkat larutan dan dibiarkan dingin dalam laminar air flow cabinet, kemudian ditambahkan asam asetat 25% diaduk hingga merata sampai diperoleh pH 3−4. Larutan tersebut dituang kedalam 5 buah erlenmeyer 500 ml yang sudah steril sebanyak 400 ml, kemudian ditambahkan stater Acetobacter xylinum ke dalam masing-masing erlenmeyer


(47)

sebanyak 80 ml (20%), ditutup dengan kapas yang dibalut kain kasa. Inkubasi dan dibiarkan selama satu minggu, maka di permukaan media akan terbentuk lapisan berwarna putih. Berarti, stater sudah jadi dan siap digunakan (Warisno, 2004). 3.7Pembuatan Nata De Coco

Sebanyak 5 liter air kelapa disaring dengan saringan yang dilapisi kain halus sehingga terpisah dari kotoran. Air kelapa didihkan sambil terus diaduk, ditambahkan urea sebanyak 25 g, gula pasir 500 g, diaduk hingga larutan tercampur merata, setelah mendidih 15 menit angkat larutan dan dibiarkan dingin

laminar air flow cabinet, kemudian ditambahkan asam asetat 25% diaduk hingga

merata sampai diperoleh pH 3−4. L arutan tersebut ke dalam 10 loyang plastik, setiap loyang diisi 500 ml larutan dan ditambahkan stater (berisi Acetobacter

xylinum) 50 ml untuk setiap loyang kemudian ditutup dengan kertas perkamen

bersih, inkubasi selama 12 hari (Warisno, 2004). 3.8 Karakterisasi Nata De Coco

3.8.1 Susut Pengeringan

Nata de coco dipotong dadu dengan ukuran 1x1 cm, ditimbang berat basahnya, di freeze dryer pada suhu −40oC selama 24 jam kemudian dikeringkan di oven pada temperatur 105°C selama 30 menit, didinginkan, ditimbang sampai berat konstan.

3.8.2 Uji Daya Serap Air

Pengujian daya serap air dilakukan dengan cara nata de coco yang telah kering direndam ke dalam air pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian ditimbang beratnya.


(48)

3.8.3 Uji Berat Jenis

Pengujian berat jenis dilakukan dengan cara nata de coco dipotong 1x1 cm yang diambil dari berbagai wadah, ditimbang kemudian hasilnya dibagi dengan volume.

3.9 Pembuatan Mikrokristal Selulosa

Nata de coco yang berupa lempengan sebanyak 2 kg ditiriskan dan dipotong-potong kemudian nata de coco dihancurkan sampai menjadi bubur dan dikeringkan pada 95°C selama 12 jam. Serbuk yang telah kering disebut serbuk selulosa kemudian dihaluskan lagi untuk tahap selanjutnya.

Serbuk selulosa dididihkan dalam air panas kemudian disaring dan dipisahkan bagian larut dan tidak larut. Bagian yang tidak larut dididihkan dengan natrium hidroksida 2% selama 10−15 menit dan dipisah kan lagi dengan cara penyaringan. Residu yang diproleh dicuci dengan akuades sampai pH 6−7. Kemudian residu tersebut direndam dengan natrium hidroksida 18% selama 10−15 menit, dan residu dipisahkan dengan penyaringan. Residu dicuci lagi dengan akuades hingga pH 6−7 dan dikeringkan pada oven 50 oC, residu yang diperoleh disebut sebagai α-selulosa.

Serbuk α-selulosa dihidrolisis menggunakan asam klorida 2,5 N dengan pendidihan selama 10−15 menit kemudian disaring. Residu yang diperoleh dinetralkan dengan akuades kemudian dikeringkan dan dihaluskan secara mekanik selanjutnya disebut sebagai selulosa mikrokristal (Yanuar dkk, 2003).

3.10 Karakterisasi Mikrokristal Selulosa 3.10.1 Uji Keputihan


(49)

3.10.2 Uji Berat Jenis Nyata

Ke dalam gelas ukur 10 ml dimasukkan 1 g mikrokristal selulosa. Baca volume. Kemudian di mampatkan/dihentakkan sebanyak 20X. Baca volume akhir. 3.11 Pembuatan Matriks Nata De Coco

Nata de coco di cuci dengan NaOH 0,2 N kemudian dibilas dengan akuades hingga diperoleh pH netral (6−7) dan ditiriskan. Nata de coco dipotong-potong kemudian di freeze dryer sampai kering pada suhu −40oC selama ± 24 jam selanjutnya dihaluskan dengan blender.

3.12 Pembuatan Tablet Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Darmiati, 2007) bahwa ekstrak etanol daun ruku-ruku yang efektif sebagai antiradang adalah dosis 75 mg/kg BB tikus dan setelah dikonversikan ke dosis manusia diperoleh 833,33mg ekstrak sekali pakai. Maka untuk pembuatan tablet dibuat menjadi 2 tablet dengan masing-masing tablet mengandung ekstrak etanol 422,5 mg (2 tablet = 845 mg). Contoh perhitungan konversi dosis dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 76.

1. Penjerapan ekstrak etanol daun ruku-ruku ke dalam nata de coco - Berat Nata de coco kering 10,565 g

- Berat ekstrak 52,825 g

- Total berat matriks nata + ekstrak 63,34 g Caranya:

Sebanyak 52,825 g ekstrak daun ruku-ruku dilarutkan dalam etanol 80% sedikit demi sedikit sampai larutan jenuh dan dijerapkan ke dalam matriks nata de coco sebanyak 10,565 g selama 24 jam, kemudian dikeringkan dalam lemari pengering lalu dihaluskan dengan blender hingga diperoleh massa matriks nata de


(50)

coco ekstrak. Jadi jumlah ekstrak yang terjerap ke dalam matriks nata de coco = 52,825/63,34 X 100% = 83,3%.

2. Penjerapan ekstrak etanol daun ruku-ruku ke dalam mikrokristal selulosa - Berat mikrokristal selulosa 12,131 g

- Berat ekstrak 10,619 g

- Total berat mikrokristal selulosa+ekstrak 22,72 g Caranya:

Sebanyak 10,619 g ekstrak daun ruku-ruku dilarutkan dalam etanol 80% sedikit demi sedikit sampai larutan jenuh dan dijerapkan ke dalam mikrokristal selulosa sebanyak 12,131 g selama 24 jam, kemudian di keringkan dalam lemari pengering sehingga diperoleh massa mikrokristal selulosa ekstrak. Jadi jumlah ekstrak yang terjerap ke dalam mikrokristal selulosa = 10,619/22,72 X 100% = 46,7%

Hasil dari orientasi kekerasan untuk pembuatan tablet ekstrak daun ruku-ruku dengan bobot 650 mg (mengandung 422,5 mg ekstrak) memberikan hasil yang paling baik adalah dengan perbandingan 1:1 (matriks nata de coco ekstrak : mikrokristal selulosa ekstrak) dengan kekerasan tablet 6,5 kg. Formula sediaan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku dibuat dengan metode cetak langsung, bobot 650 mg untuk satu tablet dengan diameter 13 mm.

3. Perhitungan Bahan untuk 50 tablet

- Massa nata de coco ekstrak = 50 X 325 mg = 16250 mg

- Untuk mengetahui jumlah ekstrak yang terjerap ke dalam nata de coco ekstrak = 83,3% X 325 mg = 270,8 mg ekstrak.


(51)

- Untuk mengetahui jumlah matriks nata de coco yang dijerap oleh ekstrak = 325 mg − 270,8 mg = 54,2 mg.

- Massa mikrokristal selulosa ekstrak = 50 X 325 mg =16250 mg

- Untuk mengetahui jumlah ekstrak yang terjerap ke dalam mikrokristal selulosa ekstrak = 46,7% X 325 mg = 151,7 mg ekstrak.

- Untuk mengetahui jumlah mikrokristal selulosa yang dijerap oleh ekstrak = 325 mg − 151,7 mg = 173,3 mg.

Jumlah ekstrak untuk satu tablet = 270,8 mg+ 151,7 mg = 422,5 mg. Jadi untuk memenuhi dosis ekstrak etanol daun ruku-ruku yang telah dikonversikan dari tikus ke manusia (833,33 mg ekstrak) dapat terpenuhi dengan dosis 2 tablet sekali minum dimana 422,5 X 2 tablet = 845 mg.

4. Massa matriks nata de coco ekstrak dicampur dengan massa mikrokristal selulosa ekstrak hingga homogen.

5. Massa yang diperoleh di uji pre formulasi dan dicetak menjadi tablet dengan diameter 13 mm secara cetak langsung

Berdasarkan keterangan diatas maka didapat formula dari tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku sebagai berikut:

R/ Ekstrak etanol daun ruku-ruku 422,5 mg Matriks nata de coco 54,2 mg

Mikrokristal selulosa 173,3 mg mf. tab dtd No. L

3.13 Uji Preformulasi

Uji preformulasi meliputi uji sudut diam, waktu alir dan indeks tap menurut Cartensen (1977).


(52)

3.13.1 Sudut Diam

Sebanyak 100 g campuran massa matriks nata de coco ekstrak dan massa mikrokristal selulosa ekstrak dituang perlahan-lahan ke dalam corong yang tertutup bagian bawahnya. Buka tutup corong secara perlahan biarkan granul mengalir sampai habis. Tinggi dan diameter tumpukan granul yang terbentuk diukur. Granul yang bersifat free flowing mempunyai sudut diam antara 20o−40o. Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana : θ = sudut diam

H = tinggi tumpukan granul (cm) D = diameter tumpukan granul (cm) 3.13.2 Waktu Alir

Sebanyak 100 g campuran massa matriks nata de coco ekstrak dan massa mikrokristal selulosa ekstrak dituang perlahan-lahan ke dalam corong yang tertutup bagian bawahnya. Buka tutup corong bersamaan dengan dihidupkannya

stopwatch, sampai semua granul mengalir habis. Dicatat waktu alir yang

dibutuhkan granul. Syarat waktu alir granul lebih kecil dari 10 detik. 3.13.3 Indeks Tap

Sebanyak 100 g campuran massa matriks nata de coco ekstrak dan massa mikrokristal selulosa ekstrak dimasukkan ke dalam gelas ukur volume 100 ml dan dicatat sebagai volume awalnya (V0), kemudian gelas ukur ditap (dihentakkan) dengan alat yang telah dimodifikasi dan diperoleh volume akhir (V). Syarat dari indeks tap yaitu lebih kecil dari 20%. Indeks tap dapat dihitung dengan rumus :


(53)

3.14 Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan meliputi uji kekerasan, uji friabilitas, uji waktu hancur, uji keragaman bobot, dan uji disolusi. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah tablet yang dihasilkan memenuhi syarat.

3.14.1 Keseragaman Bobot

Dimasukkan 20 tablet dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet kemudian ditimbang satu persatu, dan diambil 3 berat tablet yang berdeviasi tinggi.

Deviasi = (Bobot tablet)- (Bobot rata-rata) X 100% Bobot rata-rata

Tabel 1: Persyaratan keseragaman bobot

Bobot rata-rata

Penyimpangan

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg s/d 150 mg 10% 20%

151 mg s/d 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Persyaratan : Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B (Depkes, 1979).

% 100 1 0 x

V V I

  

 − =


(54)

3.14.2 Uji Kekerasan Tablet

Sebuah tablet diletakkan tegak lurus diantara anvil dan punch pada alat

Strong Cobb Hardness Tester. Tablet dijepit dengan memutar sekrup pengatur

sampai lampu tanda stop menyala. Kemudian tombol ditekan sampai tablet menjadi retak atau pecah. Dicatat angka yang ditunjukkan oleh jarum skala. Tablet memenuhi syarat bila kekerasan tablet antara 4–8 kg (Parrot, 1971).

3.14.3 Uji Friabilitas

Sebanyak 20 tablet ditimbang setelah dibersihkan dari debu. Dicatat beratnya (Wo). Seluruh tablet dimasukkan ke dalam alat Roche Friabilator. Lalu alat diput ar 100 kali (4 menit). Dalam alat terdapat tangan huruf S sehingga setiap alat berputar tablet akan terbawa ke atas, setelah mencapai ketinggian maksimal akan terbanting. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu, lalu ditimbang beratnya (W). Persentase friabilitas dihitung dengan rumus :

Tablet memenuhi syarat jika persentase kehilangan berat < 1% (Agoes, 2008).

3.14.4 Waktu Hancur

Dimasukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang pada alat

Disintegration Tester kemudian dimasukkan satu cakram pada tiap tabung.

Digunakan air bersuhu 37o ± 2o C sebagai media kemudian alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak tablet dinaik turunkan sampai tablet hancur. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal pada kasa. Tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit (Ditjen

Friabilitas = x100%

Wo W Wo


(55)

POM, 1979). Uji dilakukan pada 6 tablet. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya; tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus hancur semua (Depkes, 1995)a.

3.15 Pembuatan Kurva Serapan Dan Kurva Kalibrasi Ekstrak Etanol Daun Ruku ruku Dalam Medium Air

3.15.1 Pembuatan Larutan Induk Baku

Ditimbang 500 mg ekstrak etanol daun ruku-ruku, dimasukkam ke dalam labu tentukur 100 ml, diaduk sampai larut, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda. Konsentrasi ekstrak adalah 5000 mcg/ml.

3.15.2 Pembuatan Kurva Serapan

Dipipet 4 ml larutan induk baku di masukkan ke dalam labu tentukur 10 ml lalu, kemudian dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda. Konsentrasi ekstrak adalah 2000 mcg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 400−750 nm.

3.15.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan ekstrak dibuat berbagai konsentrasi yaitu 600, 800, 1000, 1200, 1500, 1700, 2000, 2300, 2500 dan 3000 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku 1,2; 1,6; 2; 2,4; 3; 3,4; 4; 4,6; 5; 6 ml ke dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 672 nm.

3.16 Uji Disolusi

Media disolusi : 300 ml akuades Alat tipe 2 : 50 rpm

Waktu : 8 jam Cara kerja :


(56)

Sebuah tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 300 ml media disolusi yang bersuhu 37o ± 0,5oC. Lalu gelembung dihilangkan dari permukaan tablet. Kemudian dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval waktu 5, 10, 15, 20, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, 390, 420, 450, 480 menit larutan dipipet sebanyak 5 ml pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dayung serta tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah media disolusi. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dan sebagai blanko digunakan media disolusi. Volume medium diusahakan tetap dengan menambahkan medium disolusi sebanyak 5 ml setelah pemipetan. (Depkes, 1995)a.


(57)

BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dari suku Labiateae (Frans, 2007). Hasil dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 59, gambar tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 2 hal 60.

Penyarian terhadap daun ruku-ruku dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan sampel sebanyak 10 kg menghasilkan 2,753 kg serbuk simplisia, dan dari 2 kg serbuk simplisia diperoleh ekstrak etanol kental 180 g.

4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol

Standarisasi ekstrak daun ruku-ruku belum tercantum dalam monografi tumbuhan (Materia Medika Indonesia). Hasil penetapan kadar air ekstrak daun ruku-ruku adalah 14,657%, jika dilihat standarisasi kadar air ekstrak kental secara umum sudah memenuhi persyaratan yaitu tidak melebihi 30% (Voigt, 1995). Hasil karakterisasi ekstrak daun ruku-ruku yang didapat ini diharapkan sebagai acuan guna pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol daun ruku-ruku dapat dilihat pada tabel 2 berikut, contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 66.


(58)

Tabel 2. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol

No. Penetapan Kadar (%) Persyaratan MMI

1. Kadar air 14,657 _

2. Kadar abu total 13,831 _

3. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

29,935 _

4. Kadar sari yang larut dalam air 19,396 _ 5. Kadar sari yang larut etanol 14,662 _

Penetapan kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang besarnya kandungan air di dalam ekstrak, karena tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya (penguraian secara kimia). Penetapan kadar sari larut dalam air dan etanol untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air etanol. Sedangkan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kandungan mineral yang ada pada ekstrak, kadar abu total yang tinggi menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik seperti logam-logam yang dalam jumlah yang tinggi dapat membahayakan kesehatan.

4.2 Hasil Pembuatan Nata De Coco

Hasil pembuatan nata de coco diperoleh nata de coco memiliki bentuk padat, menyerupai gel, terapung pada bagian permukaan cairan, berwarna putih dan kenyal. Berat nata de coco pada masing-masing wadah bervariasi, yaitu rata-rata berat basah 369,4 g dan ketebalan rata-rata-rata-ratanya 0,709 cm. datanya sebagai berikut:


(59)

Tabel 3. Hasil pembuatan nata de coco

No Nata de coco

Berat basah (g) Ketebalan (cm)

1 361 0,65

2 366 0,71

3 356 0,57

4 374 0,77

5 381 0,84

6 363 0,61

7 398 0.95

8 369 0.68

9 374 0.75

10 352 0,56

Proses terbentuknya nata merupakan rangkaian aktifitas bakteri

Acetobacter xylinum dengan nutrien yang ada pada media cair, karena Acetobacter xylinum adalah bakteri yang memproduksi selulosa, maka nutrien

yang berperan adalah nutrien yang mengandung glukosa yaitu air kelapa dan gula pasir. Pada gula pasir, glukosa terbentuk melalui reaksi hidrolisis sukrosa dengan air. Glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa adalah glukosa dalam

bentuk β sehingga semua glukosa yang ada dalam bentuk α akan diubah dalam

bentuk β melalui enzim isomerase yang berada pada bakteri Acetobacter xylinum. Tahap berikutnya glukosa berikatan dengan glukosa lain melalui ikatan 1,4 β-glikosida. Tahap terakhir adalah tahap polimerisasi yaitu pembentukan


(60)

selulosa. Polimerisasi ini terjadi melalui enzim polimerisasi yang ada pada bakteri

Acetobacter xylinum (Piluharto, 2003).

4.3 Hasil karakterisasi nata de coco

Hasil karakterisasi nata de coco dapat dilihat pada Tabel 4 berikut, dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 68.

Tabel 4. Hasil Karakterisasi Nata De Coco

No. Parameter Hasil

1. Susut pengeringan 98,40%

2. Daya serap air 83,17%

3. Berat jenis 0,981 g/cm3

Uji susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui persentase air yang hilang selama proses pemanasan. Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen.

Uji daya serap air bertujuan untuk mengetahui kemampuan nata dalam menyerap air dan hubungannya dengan pengembangan. Sedangkan uji berat jenis bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari nata de coco itu sendiri.

4.4 Hasil Pembuatan Dan Hasil Karakterisasi Mikrokristal Selulosa

Sebanyak dua kilogram nata de coco basah di peroleh mikrokristal selulosa sebanyak 13,199 g. Mikrokristal selulosa yang diperoleh jika dibandingkan dengan avicel pH 102 secara visual terlihat bahwa avicel pH 102 lebih putih. Hal ini mungkin diakibatkan karena avicel pH 102 berasal dari selulosa tumbuhan sedangkan mikrokristal selulosa berasal dari selulosa bakteri.


(61)

Hasil uji berat jenis nyata dari 1 g mikrokriatal selulosa yg dimasukkan dalam gelas ukur 10 ml diketahui volumenya adalah = 2,25 ml. Jadi berat jenis nyata dari mikrokristal selulosa adalah bobot/volume yaitu 1 g / 2,25 ml = 0,444 g/ ml. 1 ml = cm3, maka dapat diketahui berat jenis nyata dari mikrokristal selulosa = 0,44 g/ cm3. Berat jenis yang diperoleh tidak sama dengan hasil yang dilakukan yanuar dkk yaitu 0,57−0,63 g/cm 3. Perbedaan ini terjadi mungkin akibat dari sumber nata de coco yang berbeda, dimana yanuar memperoleh nata secara komersial dari berbagai kualitas dan merek dagang sedangkan sumber nata yang diperoleh ini berasal dari pembuatan sendiri.

4.5 Hasil Pembuatan Matriks Nata De Coco

Dari 2,591 kg nata de coco basah yang telah dipotong halus menghasilkan 19,815 g serbuk nata de coco, tidak berbau dan berwarna putih. Gambar nata de coco kering dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 72.

4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Tablet

Tablet yang dihasilkan berwarna tablet coklat tua tidak mengalami caping, laminasi dan sticking. Penampilan tablet seperti yang terlihat pada lampiran 13 halaman 74.

4.7 Hasil Uji Pre formulasi

Pada proses formulasi sediaan tablet ekstrak etanol daun ruku-ruku digunakan metode cetak langsung. Dimana sebelum dicetak menjadi tablet, harus diuji pre formulasi massa granul. Hasil uji pre formulasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(1)

Lampiran 10. Gambar Sediaan Tablet Ekstrak Daun Ruku-ruku Dan Alat Uji Disolusi

Gambar 1. Sediaan Tablet Ekstrak Daun Ruku-ruku


(2)

Lampiran 11. Gambar Alat Uji Waktu Alir Dan Uji Sudut Diam Dan Alat Uji Indeks Tap

Gambar 13. Alat Uji Waktu Alir Dan Uji Sudut Diam


(3)

Lampiran 12. Contoh perhitungan Konversi Dosis Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Dosis Tubuh Manusia (Donatus, 1996)

Mencit 20 g Tikus 200 g Marmut 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g

1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g

0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 g

0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5 kg

0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg

0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Darmiati, 2007) bahwa ekstrak etanol daun ruku-ruku yang efektif sebagai antiradang adalah dosis 75 mg/kg BB menggunakan tikus dengan berat rata-rata 200 g, maka perhitungan konversi ke dosis manusia adalah:

=> 75 mg/kg BB = 75 X 0,2 = 15 mg/ 200 g

Konversi dosis ke manusia = 0,018

mg 15

= 833,33 mg

Jadi setelah dikonversikan ke dosis manusia diperoleh 833,33 mg ekstrak sekali pakai. Maka untuk pembuatan tablet dibuat menjadi 2 tablet dengan masing-masing tablet mengandung ekstrak etanol 422,5 mg (2 tablet = 845 mg), dengan demikian pemenuhan terhadap dosis ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap manusia dapat terpenuhi.


(4)

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 tablet = 13068 g

Berat rata-rata = berat seluruhnya/ berat 20 tablet = 13068/20

= 653,4 mg

No Bobot (mg) No Bobot (mg)

1 657 11 651

2 655 12 651

3 658 13 652

4 650 14 655

5 651 15 656

6 652 16 657

7 655 17 654

8 656 18 652

9 656 19 650


(5)

Lampiran 14. Contoh perhitungan deviasi tablet

Kemudian masing tablet dicari selisih bobotnya terhadap bobot rata-ratanya yaitu 657,2mg sebagai berikut :

No Bobot (mg) Deviasi (mg)

No Bobot (mg) Deviasi (mg)

1 657 – 653,4 3,6 11 651 – 653,4 2,4

2 655 – 653,4 1,6 12 651 – 653,4 2,4

3 658 – 653,4 4,6 13 652 – 653,4 1,4

4 650 – 653,4 3,4 14 655 – 653,4 1,6

5 651 – 653,4 2,4 15 656 – 653,4 2,6

6 652 – 653,4 1,4 16 657 – 653,4 3,6

7 655 – 653,4 1,6 17 654 – 653,4 0,6

8 656 – 653,4 2,6 18 652 – 653,4 1,4

9 656 – 653,4 2,6 19 650 – 653,4 3,4


(6)

Lampiran 14. (Lanjutan)

Dari selisih-selisih tersebut diambil yang mempunyai selisih dengan bobot rata-rata paling besar dan kedua besar, yaitu:

1. Tablet dengan berat 658 mg, yang mempunyai selisih 4,6 mg 2. Tablet dengan berat 657 mg, yang mempunyai selisih 3,6 mg Kemudian dicari harga A dan B yaitu :

A1 = x 100%

653,4 4 , 653 658− = 0,70%

A2 = x 100%

653,4 4 , 653 657− = 0,55%

B = x 100%

653,4 4 , 653 658− = 0,70%

Syarat Keseragaman Bobot Menurut FI Ed III (1979) :

Tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak ada satu tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B. Dimana nilai A = 5% dan B = 10%. Dengan demikian, tablet daun ruku-ruku memenuhi persyaratan keseragaman bobot.