Sistematika Penulisan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

16 surat kabar, situs internet, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. 4. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan Library Research akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang berpedoman kepada bagaimana implementasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92PUU-X2012 dalam proses legislatif yang ada. Analisa deskriptif artinya penulis semaksimal mungkin berupaya untuk memaparkan data-data yang sebenarnya. Metode deduktif artinya berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia tentang implementasi kewenangan Mahkamah Konstitusi yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan dari data-data yang diperoleh dari penelitian. Metode induktif artinya dari data-data khusus mengenai implementasi kewenangan Mahkamah Konstitusi akan dapat ditarik suatu kesimpulan umum yang akan digunakan dalam pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis. Oleh karena itu, untuk memudahkan pembahasan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN, yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai 17 mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan. BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA, terdiri dari pembahasan mengenai : Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan DPD di Indonesia dan kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi BAB III PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD NOMOR 27 TAHUN 2009 DI LEMBAGA MAHKAMAH KONSTITUSI , yang terdiri dari : Subjectum litis dan Objectum litis dalam pengujian Undang-Undang Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 dalam Hal Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, petitum dalam pengujian Undang- Undang Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 dan amar putusan Mahkamah Konstitusi dalam Hal Pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 92PUU-X2012 BAB IV IMPLEMEENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92PUU-X2012 TERHADAP UNDANG-UNDANG MPR, DPR, DPD dan DPRD NOMOR 17 TAHUN 2014, yang secara khusus membahas tentang : Terciptanya Proses Legislasi Model Tripartit Dalam Kehidupan Legislatif di Indonesia , Kedudukan Dan Peran DPD Pasca Lahirnya Undang-Undang MPR, DPR, DPD Dan DPRD Nomor 17 Tahun 2014. BAB V : PENUTUP, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran 18 BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Secara konstitusional, DPD diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi daerah. Kewenangan DPD diatur dalam pasal 22C dan pasal 22D UUD 1945, dan sesungguhnya peluang dalam mengoptimalkan peran DPD masih ada. Kewenangan DPD dapat mengajukan Rancangan Undang- Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah 29 DPD juga ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, . 29 Pasal 22 D Ayat 1 UUD Negara RI 1945. 19 pendidikan dan agama 30 dan terakhir dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. 31 Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, fungsi DPD lainnya adalah fungsi pertimbangan, dimana fungsi ini berkenaan dengan rancangan undang- undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 32 I Dewa Gede Palguna juga mengatakan bahwa DPD juga memiliki fungsi konsultasi atau fungsi pertimbangan. DPD diberi wewenang untuk melakukan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN serta Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 33 Pengaturan wewenang DPD dalam UUD 1945 diatur secara beriringan dengan tugas DPD yang diatur dalam Pasal 224 sampai dengan Pasal 226 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Sebagai kelanjutan dari fungsi pertimbangan, DPD memiliki tugas dan wewenang dalam fungsi pertimbangan 30 Pasal 22 D Ayat 2 UUD Negara RI 1945. 31 Pasal 22 D Ayat 3 UUD Negara RI 1945. 32 Sri Soemantri Martosoewignjo, Makalah Focus Group Discussion “Kedudukan dan Peranan Dewan Perwakilan Daerah DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Jakarta, 28 Januari 2003, Yogyakarta, 24 Maret 2003, dan Semarang. 33 I Dewa Gede Palguna, Makalah Focus Group Discussion “Kedudukan dan Peranan Dewan Perwakilan Daerah DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Semarang. 20 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Pasal 224 ayat 1 huruf d, yaitu 34 Terkait fungsi pengawasan, Ruang lingkup fungsi pengawasan DPD dilakukan terhadap menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang- Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak,pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti, dengan demikian hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPD diteruskan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan akhir. : “memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama” Terbatasnya ruang lingkup fungsi dan wewenang yang dimiliki DPD, menyebabkan keberadaan DPD sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan subordinasi dari DPR. 35 Hal pengawasan yang dimiliki DPD ini diatur pada pasal 224 Ayat 1 huruf f dalam Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009, yaitu 36 menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. : 34 Lihat Pasal 224 Ayat 1 huruf d pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. 35 Salmon E.M. Nirahua, Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia , Jurnal Hukum, Volume 18, nomor 4 Oktober, 2011, Hal 14 . 36 Lihat Pasal 224 Ayat 1 huruf f pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. 21

B. Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan Undang-