10
sepengetahuan penulis bahwa topik permasalahan ini merupakan isu yang menghangat pembahasannya dalam masyarakat. Penulisan skripsi ini oleh penulis
adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Kalaupun sudah ada, penulis yakin bahwasanya substansi
pembahasannya adalah berbeda. Dalam skripsi ini, penulis mencoba mengarahkan pembahasannya ke arah Fungsi Legislasi DPD pasca lahirnya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tersebut. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipetanggungjawabkan secara
ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Sejarah DPD Sebagai Lembaga Negara
DPD Republik Indonesia lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil
sumpahnya. Pada awal pembentukan DPD, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap
jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga jauh
dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini pada masa itu.
19
Keberadaan Lembaga DPD sesungguhnya sudah lama terpikirkan sejak sebelum masa kemerdekaan. Gagasan ini sudah pernah dikemukakan oleh Moh.
19
Kaka Alvian Nasution. Buku Lengkap Lembaga-Lembaga Negara . jogjakarta. 2014. Hlm 107- 108 .
11
Yamin dalam rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Anggota DPD berasal dari setiap
provinsi sebanyak 4 orang. Dengan demikian, jumlah anggota DPD saat ini seharusnya 136 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir
bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpahjanji.
20
Pemikiran dari Moh. Yamin yang menggambarkan roh konstitusi kita sangat sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia dan kaidah-kaidah kehidupan
masyarakat negara modern. Lembaga pemegang kedaulatan rakyat merupakan perpaduan antara wakil rakyat dan wakil daerah yang dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam sejarah politik Indonesia era kemerdekaan, perwujudan pemikiran itu telah berkembang maju atau dinamis dari periode ke periode, dan pada tahun 1998,
dengan gerakan reformasi secara prinsip menemukan bentuknya yang mendasar dalam perubahan makna dan paradigma. Amandemen konstitusi yang sudah
dilakukan sebanyak empat kali di mana tampaknya akan terus berproses dalam rangka penyempurnaan telah melahirkan sistem perwakilan dalam dua lembaga,
yakni lembaga yang mewakili rakyat dan lembaga yang mewakili wilayah. Dalam konstitusi kita hasil amandemen bangunan kelembagaan yang berdaulat itu sangat
jelas, yakni yang mewakili rakyat melalui partai-partai politik adalah lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mewakili
rakyat melalui entitas daerah atau wilayah adalah lembaga DPD, yang anggota- anggotanya dipilih melalui jalur perseorangan.
Dilihat dari sejarah politik Indonesia modern, sebenarnya keberadaan
20
Ibid., hal.109 .
12
lembaga negara yang khusus mewakili kepentingan daerah bukanlah gagasan atau ide baru, karena sebelumnya Indonesia pernah memiliki senat semasa Republik
Indonesia Serikat RIS pada tahun 1949-1950. Keberadaan senat ini dibentuk karena bentuk negara Indonesia saat itu adalah negara federasi, dan pada saat itu
struktur parlemen Indonesia bersifat bikameral. Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS, selain keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat yang diatur
dalam Bab III Pasal 98 sampai dengan Pasal 121, juga ditentukan keberadaan Senat yang diatur dalam Bab II Pasal 80 sampai dengan Pasal 97.
21
21
Konstitusi Republik Serikat Bab II Pasal 80-97 dan Bab II Pasal 98-121 .
Setiap senat mewakili daerah-daerah bagian dan setiap daerah bagian mempunyai dua anggota
dalam senat Pasal 80 ayat 1 dan 2. Anggota senat ditunjuk oleh pemerintah daerah bagian dari daftar yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan
rakyat dan yang memuat tiga calon untuk tiap-tiap kursi. Pasca dibentuknya Negara Kesatuaan Republik Indonesia NKRI pada tanggal 17 Agustus 1950,
dengan sendirinya senat kemudian di hapus. Pada masa Orde Baru struktur kelembagaan MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Golongan dan
Utusan Daerah.Menurut Jimly adanya ketiga metode perwakilan tersebut didasarkan pada bahwa Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang
sangat luas wilayahnya dan sangat besar jumlah penduduknya. Oleh karena itu sejak awal UUD 1945 menganut prinsip “semua harus terwakili” yakni dengan
melembagakan ketiga prinsip perwakilan ; perwakilan politik politocal representation, perwakilan teritorial atau perwakilan daerah dan perwakilan
fungsional yang sama-sama tercermin dalam keanggotaan MPR-RI. Dalam
13
perkembangannya keberadaan Utusan Golongan dan Utusan Daerah dalam sejarah lembaga perwakilan di Indonesia banyak mengalami berbagai
penyimpangan sehingga tidak dapat berjalan secara efektif, tidak demokratis, bahkan justru tidak mencerminkan representasi utusan golongan dan utusan
daerah. Atas dasar itu maka diusulkan Utusan Golongan untuk dihapuskan karena konsep golongan yang dinilai masih sangat kabur dan selalu menimbulkan
manipulasi serta kericuhan politik. Persoalan-persoalan tersebut pada akhirnya menjadi bagian dari agenda reformasi, dimana struktur kelembagaan MPR
dirubah melalui proses amandemen terhadap UUD 1945.
22
2. Mahkamah Konstitusi