1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat Islam dalam mensosialisasikan ajaran agama Islam dengan menggunakan berbagai macam cara, agar agama Islam dan ajarannya tetap
tegak di dunia sampai akhir zaman. Kewajiban menegakkan dan melestarikan ajaran agama Islam tersebut, tentunya menyangkut segala aspek kehidupan
manusia secara luas, baik merupakan amal duniawi maupun pencarian bekal untuk kehidupan akhirat yang dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat
sampai kapanpun. Hukum Islam mengatur peri kehidupan manusia secara menyeluruh,
mencakup segala aspeknya. Hubungan manusia dengan Allah di atur dalam bidang ibadah sedangkan hubungan manusia dengan manusia di atur dalam
bidang muamalat
1
dalam arti luas, baik dalam jual-beli, pewarisan, perjanjian- perjanjian, hukum ketatanegaraan, hubungan antar negara, kepidanaan,
peradilan dan lain sebagainya. Keseluruhan dari aturan-aturan ini telah tertuang dalam hukum muammalat, karena sebagaimana diketahui bahwa
sekecil apapun amal perbuatan manusia di dunia pasti akan dimintai pertanggung jawaban kelak di kehidupan setelah mati.
1
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muammalat Hukum Perdata Islam Yogyakarta: UII Press, 2000, h. 11
2
Hubungan antara sesame manusia berkaitan dengan harta ini dibicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqh karena kecendrungan manusia
kepada harta itu begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan sesamanya, kalau tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak stabilan dalam
pergaulan hidup antara sesame manusia. Disamping itu penggunaan harta dapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah yang
berkaitan dengan harta itu. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial, yaitu
makhluk yang memiliki kodrat hidup bermasyarakat maka sudah semestinya jika mereka akan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya dalam
bentuk hubungan guna mencukupi segala kebutuhannya.
2
Sejarah dunia telah membuktikan, bahwa manusia tidak akan pernah bisa lepas dari pergaulan yang mengatur hubungan antara sesamanya di dalam
segala keperluannya
3
karena sejak dilahirkan sampai meninggal dunia manusia selalu mengadakan hubungan dengan manusia lain. Hubungan itu
timbul berkenaan dengan pemenuhan kebuttuhan jasmani dan rohaninya. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia selalu mewujudkan
dalam suatu kegiatan yang lazim disebut sebagai “tingkah laku”. Tingkah laku yang kelihatan sehari-hari terjadi sebagai hasil proses dari adanya minat yang
2
H. Faturahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, bag. I, cet I, Jakarta: Balai Pustaka, 1997 hlm. 40
3
Abdullah Siddiq al-Haji, Inti Dasar Hukum Dagam Islam, Cet I, Jakarta: Balai Pustaka, 1993 hlm. 55
3
diniatkan dalam suatu gerak untuk pemenuhan kebutuhan saat tertentu. Di dalam kegiatan itulah pada umumnya manusia melakukan kontak dengan
manusia lainnya. Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari
memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan baik.
Dalam jual beli, Islam juga telah menentukan aturan-aturan sehingga timbullah suatu perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terhadap
peralihan hak atas suatu benda barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli baik itu secara langsung maupun secara tidak tanpa perantara. Maka
dalam jual beli tidak lepas dari rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Oleh karena itu, dalam praktek jual beli harus dikerjakan berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang sudah digariskan oleh Islam. Sehubungan dengan hal itu, Islam sangat menekankan agar dalam
bertransaksi harus didasari i‟tikad yang baik, karena hal ini memberikan pedoman kepada umatnya untuk selalu berupaya semaksimal mungkin dalam
usahanya, sehingga di antara kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Manusia sebagai makhluk individual yang memiliki berbagai keperluan
hidup, manusia telah disediakan Allah swt berbagai benda yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang
beragam tersebut tidak mungkin hanya akan diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan, dengan kata lain ia harus bekerja sama dengan orang lain.
4
Syari‟at juga mengatur larangan memperoleh harta dengan jalan batil seperti perjudian, riba, penipuan dalam jual beli, dan mengharamkan riba.
Oleh karena itu, bunga transaksi tersebut bukanlah cara yang dibenarkan untuk memperoleh dan mengembangkan harta. Batasan antara perkara yang
halal dan haram sangatlah jelas. Hal ini telah dinyatakan dalam firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
Artimya: Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Dari ayat tersebut, Allah melarang mencampurkan yang hak dengan yang batil dalam semua perkara, terdapat batas yang jelas terhadap keduanya.
Sesungguhnya segala yang halal dan yang haram telah dijelaskan-Nya, serta sesuatu yang ada di antara keduanya syubhat yang mana kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya. Prinsip pokok dalam Islam adalah mengerjakan kedua hal yang ada didunia dan diakhirat, kecuali segala seuatu
yang telah diharamkan dalam Al- Qur‟an dan Hadis Nabi. Larangan tersebut
sangatlah terbatas jumlahnya, baik berupa barang maupun perbuatan. Dalam praktek jual beli di masyarakat, kadangkala tidak
mengindahkan hal-hal yang sekiranya dapat merugikan satu sama lain. Kerugian tersebut ada kalanya berkaitan dengan obyek ataupun terhadap
harga. Kerugian ini disebabkan karena ketidaktahuan ataupun kesamaran dari
5
jual beli tersebut. Paktek jual beli emas yang terjadi pada masa sekarang, yaitu jual beli yang mengandung unsur ketidaktahuan atau kesamaran terhadap
obyek yang telah diperjualbelikan, baik penjual maupun pembeli tidak dapat memastikan wujud dari obyek yang diperjualbelikan berdasarkan tujuan akad,
yakni jual beli emas dengan sistem “investasi”. Kegiatan jual beli tersebut sudah terbiasa dilakukan dan sudah menjadi adat atau kebiasaan oleh
masyarakat, sehingga hal tersebut suatu hal yang wajar dan dapat diterima secara umum. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang
“Pandangan Empat Imam Mazhab Dan Ulama Kontemporer Tentang Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai
”. B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu adanya pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk
mengefektifkan dan memudahkan pengelolahan data, maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar
pembahasan tentang pandangan ulama empat imam mazhab dan ulama kontemporer tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : a.
Bagaimanakah pandangan Empat Imam mazhab tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai?
6
b. Bagaimana relevansi fatwa DSN-MUI nomor: 77DSN-MUIV2010 dan
pandangan Ulama kontemporer tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai dengan pendapat para ulama empat mazhab?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan para empat Imam mazhab
tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai b.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi fatwa DSN-MUI nomor: 77DSN-MUIV2010 dan pandangan Ulama kontemporer tentang
hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai dengan pendapat para ulama empat mazhab
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi masyarakat
dalam hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai, dilihat dari segi manfaat dan mudharat dalam jual beli tersebut.
b. Dapat mendorong masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan
syariat Islam. c.
Dapat menjadi bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan sumber daya alam yang
dimonopoli oleh seorang, atau pihak tertentu.
7
D.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan library research yaitu membaca atau meneliti buku-buku yang menurut uraian berkenaan
dengan kepustakaan.
4
Penelitian deskripsi dari obyek-obyek yang diamati yaitu jenis penelitian studi yang relevan dengan pokok-pokok
permasalahan dan diupayakan jalan penyelesaiannya 2.
Sumber Data Sumber-sumber penelitian ini dapat dibedakan kepada dua jenis
sumber data: data primer dan data sekunder. a.
Sumber Data Primer Data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku fikih para
imam empat mazhab, fatwa DSNMUI No.77DSN-MUIV2010 tentang Kebolehan Jual-Beli Emas Secara Tidak Tunai, dan buku-
buku karya ulama kontemporer. b.
Sumber Data Sekunder Data sekunder merupakan jenis data yang dapat dijadikan sebagai
pendukung data pokok atau merupakan sumber data yang mendukung dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada data
primer.
5
Dalam penelitian ini, sumber data sekundernya berupa buku-
4
Kartini Kartono, MetodologiSosial, Bandung : MandarMaju, 1991, hlm 32
5
Saifudin Anwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: PustakaPelajar, 1998, hlm.91
8
buku, dokumen-dokumen, karya-karya, atau tulisan-tulisan yang berhubungan atau relevan dengan kajian ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumen dan literatur yang berupa buku-buku, tulisan dan fatwa DSN-MUI tentang jual
beli emas.Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu menelaah dokumen-dokumen yang
tertulis, baik data primer maupun sekunder. Kemudian hasil telaahan itu dicatat dalam komputer sebagai alat bantu pengumpulan data.
6
4. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode Komparatif.
Metode komparatif ini digunakan untuk membandingkan fatwa DSN-MUI dan ulama kontemporer tentang kebolehan jual-beli emas secara tidak
tunai dengan pendapat ulama empat madzhab. 5.
Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum.
6
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993, hal. 131
9
E.
Review Terdahulu
1. Siti Mubarokah 2103109 yang berjudul “Analisis Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 28DSN-MUIIII2002 tentang Jual Beli Mata Uang al-
Sharf”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jual beli mata uang harus dilakukan secara tunai dan nilainya harus sama. Artinya
masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan mata uang pada saat yang bersamaan. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai
tukar pada saat transaksi dan secara tunai. Transaksi ini akan berubah menjadi haram apabila transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan dan
penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati. Fatwa relevan dengan
pendapat ulama mazhab, transaksi jual beli mata uang disyari‟atkan nilainya sama dan transaksi dilakukan secara tunai sesuai dengan akad yang dilakukan.
2. Mudrikah 2102185 yang berjudul “Persepsi Ulama Karanggede Tentang
Praktek Penukaran Emas Di Toko Emas Pasar Karanggede Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali”. Membahas tentang Pertukaran al-sharf
antara emas dengan emas hukumnya tidak boleh, kecuali memenuhi syarat- syarat dalam pertukaran barang sejenis yaitu: sepadan sama timbangannya,
dan takarannya, dan sama nilainya, spontan seketika itu juga, saling bisa diserahkan terimakan. Adapun praktek penukaran emas tersebut dilakukan
10
oleh pedagang emas dengan pembeli. Faktor yang menjadi motivasi masyarakat untuk melakukan praktek penukaran emas dengan emas tersebut
karena: Masyarakat merasa bosan dengan modelnya Masyarakat ingin menukarkan emas yang lebih besar ukuran gramnya timbangannya ,
Biasanya oleh masyarakat, emas dijadikan barang simpanan untuk di tabung. Pendapat sebagian ulama di Kecamatan Karanggede Kabupaten
Boyolali, bahwa praktek penukaran emas dengan emas tidak sah. Namun praktek penukaran emas tersebut sudah menjadi adat atau kebiasaan dari
masyarakat sejak dulu, sehingga sulit untuk dihilangkan. Praktek penukaran emas dengan emas di Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali tidak
sesuai dengan hukum Islam, karena syarat-syarat yang ada dalam penukaran barang sejenis banyak yang belum dipenuhi oleh kedua belah pihak.
F.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu menetapkan suatu kerangka dasar penulisan. Secara garis besar dapat
memberikan gambaran sebagai berikut: Bab Pertama, penulis memaparkan tentang pendahuluan yang
berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu,
sistematika penulisan skripsi.
11
Bab kedua, membahas tentang pengertian jual beli dalam Islam meliputi pengertian jual beli, sumber hukum jual beli, rukun dan syarat jual
beli, macam-macam jual beli, dan jual beli yang dilarang dalam Islam Bab ketiga, membahas tentang profil ulama empat imam mazhab dan
ulama kontemporer serta istinbat hukum masing-masing Bab keempat, menjelaskan analisis penelitian tentang hukum praktek
jual beli emas secara tidak tunai menurut para imam mazhab empat dan ulama kontemporer, analisis pandangan ulama empat imam mazhab tentang hukum
praktek jual beli emas secara tidak tunai, dan analisis terhadap relevansi fatwa DSN-MUI Nomor: 77 DSN-MUIV 2010, Yusuf al-Qardhawy, Ibnu Qayyim
dan Ibnu Timiyah dengan pendapat para ulama mazhab. Bab kelima, mengemukakan kesimpulan yang diperoleh pada bab-bab
sebelumnya disertai dengan pemberian saran-saran yang konstruktif sehubungan dengan masalah yang ditemui sebagai bahan pertimbangan bagi
perusahaan penulis laiannya untuk perbaikan lebih lanjut.
12
BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM