Sumber Hukum Jual Beli

14 kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. 6

B. Sumber Hukum Jual Beli

Tidak sedikit kaum muslim yang lalai mempelajari hukum jual beli, bahkan melupakannya, sehingga tidak memperdulikan apakah yang dilakukan dalam jual beli itu haram atau tidak. Keadaan seperti itu merupakan kesalahan besar yang harus dicegah, agar semua kalangan yang bergerak pada bidang perdagangan mampu membedakan mana yang dibolehkan dan mana yang tidak. Bagi mereka yang terjun dalam dunia usaha, khususnya perdagangan atau transaksi jual beli, berkewajiban mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mengakibatkan jual beli tersebut sah atau tidak. Ini bertujuan supaya usaha dilakukan sah secara hukum terhindar dari hal-hal yang tidak dibenarkan. Jual beli disyariatkan berdasarkan Al- Qur‟an, Sunah, Ijma‟, dan Qiyas yaitu: 1. Al-Qur‟an diantaranya: a. Surah al-Baqarah 2 ayat 275                                                   رق لا : ۷۳ Artinya : “Orang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan 6 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, , Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002, hal. 69 15 lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang- orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. orang yang kembali mengambil riba, Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 7 Ayat di atas juga dipahami untuk melakukan jual beli dengan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam Islam dan tidak melakukan apa yang dilarang dalam Islam. b. Surah al-Baqarah 2 ayat 188                   رق لا : Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, Padahal kamu mengetahui. c. Surah an-Nisa‟4 ayat 29                           ءاسنلا ۴ : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan 7 Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal. 71 16 perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Berdasarkan surat al-Baqarah ayat 188 dan an-Nisa ayat 29 bahwa keharusan mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan tidak melakukan apa yang diistilahkan oleh ayat di atas dengan batil, yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati. Penggunaan kata makan dalam kedua ayat diatas untuk melarang memperoleh harta secara batil dikarenakan kebutuhan pokok manusia adalah makan.Kalau makan yang merupakan kebutuhan pokok itu terlarang memperolehnya dengan batil, maka tentu lebih terlarang lagi bila perolehan dengan batil menyangkut kebutuhan sekunder maupun tersier. Selanjutnya dalam surat an- Nisa‟ ayat 29 menekankan juga keharusan adanya keelaan kedua belah pihak, atau yang diistilahkan ض رت ع م م.Walaupun kerelaan adalah sesuatu tersembunyi dilubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul atau apa saja yang dikenal adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan. 8 2. As-Sunah م سو ي ع ه ى ص يب , ع ه يضر عف ر ب ةع فر ع : ق ؟ بيط بس س مك ح ححصو ر زب ور .روربم عيب ك و , ديب جر ع 9 8 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hal. 413 9 Al Hafiz Ibn Hajar Asqalani, Bulughul Maram min Adillatul Ahkam, Surabaya : Hidayat, tt, hal. 165 17 “Rifa‟ah bin Rafi‟ mengatakan bahwasannya Nabi saw. Ketika ditanya usaha apa yang terbaik. Jawab Nabi saw: Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan tiap jual beli yang halal. H.R. Al-Bazzar dan disyahkan oleh Al-Hakim Berdasarkan hadis di atas, Nabi saw telah menghalalkan pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri. Maksud dari pekerjaan dengan tangannya sendiri disini adalah sendiri untuk melakukan perniagaan atau jual beli. Jadi jual beli merupakan pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Nabi saw. 3. Ijma‟ Jumhur ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan manusia tidak mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. 10 Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap orang harus mengetahui apa saja yang dapat mengakibatkan suatu perdagangan atau jual beli itu sah secara hukum. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Allah swt mengharamkan adanya riba dan usaha yang paling baik adalah usaha yang dihasilkan dari tangannya sendiri, tentunya dari hasil usaha yang halal pula. Dari beberapa ayat-ayat Al- Qur‟an, sabda Rasul dan ijma‟ di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum jual beli itu mubah boleh.Akan tetapi hukum jual beli bisa berubah dalam situasi tertentu. 10 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000, hal. 114 18 Menurut Imam Al-Syathibi ahli fikih Mazhab Maliki dalam buku Nasroen Haroen, hukum jual beli bisa menjadi wajib ketika situasi tertentu, beliau mencontohkan dengan situasi ketika terjadi praktek penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik, ketika hal ini terjadi maka pemerintah boleh memaksa para pedagang untuk menjual barang-barang dengan harga pasar sebelum terjadi kenaikan harga, dan pedagang wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah. 11 Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum jual beli dibentuk guna untuk mengetahui hal- hal apa saja yang dapat mengakibatkan jual beli tersebut menjadi sah atau tidak. Adapun yang disyariatkan untuk hukum jual beli berdasarkan Al- Qur‟an, Al-Sunnah, ijma‟ dan qiyas. Jika berdasarkan Al-Qur‟an disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 275 yang menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, surah al-Baqarah ayat, 188 dan surah an- Nisa‟ ayat 29. Jika menurut Al-Sunnah, Nabi saw menghalalkan perdagangan atau jual beli sebagai pekerjaan sendiri, dimana seseorang bekerja dengan usahanya sendiri yaitu perniagaan dan jual beli. Ijma di dapat dari jumhur ulama yang menyatakan jual beli diperbolehkan dengan alasan manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain, namun tidak boleh lepas dari yang disyaratkan 11 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000, hal. 114 19 Al- Qur‟an dan hadis sehingga jual beli atau perniagaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan syriat Islam.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli