Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Islam Kontemporer (Studipadapegadaiansyariahcabangdaanmogot-Tangerang)

(1)

i

JUAL BELI EMAS SECARA KREDIT MENURUT PERSPEKTIF

ISLAM KONTEMPORER

(StudiPadaPegadaianSyariahCabangDaanMogot-Tangerang)

DiajukanKepadaFakultasSyariahdanHukum UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperolehGelar

SarjanaEkonomiSyariah (S.E. Sy)

OLEH:

AIDA RACHMAN

106046101592

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN-SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

i ABSTRAK

Aida Rachman. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Islam Kontemporer di PegadaianSyariah, Skripsi Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme jual beli emas secara tidak tunai di Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot serta pandangannya terhadap hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analistis dan penelitian ini didapat dari data wawancara dengan pimpinan cabang danmenggunakan data sekunder dari literatur kepustakaan, buku-buku dan sumber lainnya yang sesuai dengans kripsi ini.

Emas dalam perkembangannya merupakan salah satu investasi yang menarik dikalangan masyarakat saat ini, penyimpanannya yang mudahdan liquid membuatemas semakindigemari masyarakat sebagai alat investasi yang populer. Emas tersedia dalam berbaga imacam bentuk, mulai dari batangan, koin logam, perhiasan, dan lain sebagainya.

Dengan memahami kondisi pasar yang terjadi di masyarakat, maka pihak PegadaianSyariah dengan tegas mengeluarkan produk investasi emas yang selanjutnya dikenal dengan MULIA.Dengan dikeluarkannya produk tersebut, maka pihak Pegadaian Syariah disamping bertujuan untuk mengedepankan layanan publik yang sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip syariah juga mengharapkan keuntungan yang akandiperoleh dari produk MULIA ini.


(4)

ii

KATA PENGANTAR





Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“JUAL BELI EMA SECARA KREDIT MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

KONTEMPORER ( Studi pada Pegadaian Syariah cabang Daan Mogot” sebagai bagian dari tugas akademis di Program studi Muamalat Kosentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan terbaik umat manusia hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk penghargaan yang tak terlukiskan, penulis ingin menuangkan dalam bentuk ucapan terimakasih kepada:

1) Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan baktinya kepada kami selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat. Terima kasih atas bimbingan dan motivasi yang tidak pernah padam mengalir kepada penulis. Semua kesempatan dan pengalaman bersama ibu adalah motivasi terbesar penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.


(5)

iii

3) Mu‟min Rauf, M.Ag., Selaku Sekretaris Program Studi Muamalat. Terimakasih untuk semua motivasi yang telah Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4) Dr.Djawahir Hejazziey SH, MA., pembimbingskripsi yang telah menuangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5) Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA., Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

6) Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu dan akhlak yang tiada ternilai harganya kepada penulis selama di bangku kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7) Segenap pihak Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot-Tangerang, khususnya ibu Tri Hartati selaku Manager cabang yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8) Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9) Orang tua tercinta dan tersayang H. Rachman Sugandi, Bunda tercinta dan tersayang, Hj. Saanti Istilah yang tiada pernah berhenti untuk selalu


(6)

iv

mencurahkan do‟anya serta nasihat dan motivasi kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10)Keluarga besar ku tecinta yang telah mendukung dan memberiku semangat serta doa yang tulus kepada penulis.

11)Suamiku tercinta Mus Munanto yang selalu mendampingi saat penelitian sampai penyelesaian skripsi ini

12)Teman-teman Perbankan Syariah kelas A angkatan 2006, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada penulis. Terimakasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini berbagi cerita, suka dan duka. Bagi penulis itulah pengalaman berharga yang takkan pernah terlupakan.

13)Temanku tersayang Laila Nihayati dan Yoyoh Rodiah yang selalu mendampingi sampai selesainya skripsi ini

14)Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak, Semoga Allah membalas kebaikan tersebut dengan balasan yang berlipat ganda, Amin.

Jakarta, 07 Januari 2014


(7)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK………i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Penelitian Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Review Studi Terdahulu ... 5

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Jual Beli ... 11

B. Kredit ... 17

BAB III DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Pengertian Gadai………...31

B. Sejarah berdirinya Pegadaian Syariah ... 33

C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah ... 35


(8)

vi

E. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah ... 37

F. Mekanisme Pegadaian Syariah ... 39

G. Pemanfaatan Barang Gadai ... 42

H. Struktur Organisasi ... 48

BAB IV ANALISA PEMBAHASAN A. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Hukum Islam ... 49

B. Mekanisme Jual Beli Emas Secara Kredit di Pegadaian Syariah 57 C. Analisa... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran-Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA………75


(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad saw dipilih sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup masyarakat, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalat). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah saw, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim,

Rasulullah saw bersabda, “kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”. Maka

upaya untuk mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Selanjutnya kebijakan-kebijakan Rasulullah saw menjadi pedoman oleh para penggantinya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib dalam memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Qur‟an dan Al-Hadits digunakan sebagai dasar teori ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata kehidupan ekonomi Negara.

Sistem ekonomi Islam merupakan suatu rahmat yang tak ternilai harganya bagi umat manusia. Apabila sistem tersebut dilaksanakan secara menyeluruh dan


(10)

sesuai dengan ajarannya, maka sistem ini akan menjadi sarana yang sangat berguna bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Namun demikian, demi suksesnya pengoperasian sistem ini, maka mutlak diperlukan landasan ajaran dan ajaran Islam. Pengoperasian sistem ini mempunyai hubungan yang erat dengan ajaran agama, ideologi dan budaya Islam sehingga tidak boleh terpisahkan dari landasan agama.

Islam telah mengatur masalah jual beli, dari zaman ke zaman jual beli untuk perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat.Baik itu dari segi metodenya maupun dari segi praktik pelaksanaannya sehingga kondisi tersebut membuka suatu peluang terjadinya sistem jual beli kredit.Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat kita.Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat dikota-kota besar, tetapi sampai di pelosok desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer.Jual beli secara kredit telah diatur oleh beberapa lembaga keuangan seperti bank maupun non bank. Pegadaian syariah dalam hal ini menawarkan produk investasi yang disebut dengan MULIA (Murabahah Emas Logam Mulia Investasi Abadi). Yaitu pegadaian memfasilitasi jual beli emas batangan.Bisa dengan tunai ataupun secara kredit dengan maksimal 36 bulan.

Dengan berlangsungnya praktek pembiayaan jual beli emas yang terjadi pada sektor pegadaian syariah, maka hal tersebut tentulah sangat meringankan para masyarakat untuk bisa memiliki logam mulia dengan membayarnya secara cicilan.


(11)

Akan tetapi apakah semua prosedur serta mekanisme yang terjadi di dalam lembaga keuangan syariah tersebut telah benar-benar sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Syariat Islam? Karena sebagai ummat Islam sudah sepatutnya kita melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Syariat Islam.

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas, maka penulis merasa perlu mengadakan penelitian yang mendalam terhadap pembiayaan murabahah emas yang terjadi pada sektor perbankan syariah, sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul:

Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Hukum Islam.

(Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot” )

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan penulis rumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana jual beli emas secara kredit menurut hukum Islam ?

b. Bagaimana mekanisme transaksi jual beli emas secara kredit di pegadaian syariah?

2. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penulisan skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan dan membatasi masalah pada transaksi jual beli emas secara kredit menurut hukum Islam, serta bagaimana mekanisme transaksi jual beli emas secara kredit di pegadaian syariah


(12)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penulisan skripsi dengan tema diatas antara lain :

1. Untuk mengetahui kebolehan praktik jual beli emas secara kredit menurut hukum islam

2. Untuk mengetahui mekanisme transaksi jual beli emas secara kredit di Pegadaian Syariah

Manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi Akademisi

Sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan mengetahui produk pegadaian syariah yang dipelajari dalam perkuliahan dan dapat diterapkan pada perusahaan yang diteliti, oleh penulis, bagi pihak lain sebagai bahan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang jual beli emas di Pegadaian Syariah dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. Dan semoga bermanfaat untuk memperkaya hasanah kepustakaan khususnya pada bidang yang penulis teliti.

2. Bagi Praktisi

Sebagai inovasi produk bagi lembaga pegadaian syariah untuk meningkatkan pangsa pasar dan sebagai sarana pemberdayaan manusia dalam pembangunan Negara dimasa mendatang.


(13)

Sebagai Pengetahuan mengenai produk investasi emas MULIA di Pegadaian Syariah dan tertarik untuk membeli produk tersebut.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan kajian kajian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai fenomena yang berkaitan dengan penelitian yang penulis angkat, antara lain :

1. Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas di Pegadaian Syariah - Dila Larantika ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2010)

Skripsi Ini Memfokuskan Pada Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas di Pegadaian Syariah Khususnya Cabang Cinere.

2. Analisis Pengaruh Penyaluran Pembiayaan Murabahah terhadap Likuiditas Bank DKI Syariah- Purwanto ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)

Skripsi ini memfokuskan pembahasan mengenai mekanisme praktek pembiayaan murabahah yang terjadi di bank DKI Syariah, kemudian mengukur tingkat likuiditas, serta pengaruh penyaluran pembiayaan terhadap likuiditas Bank DKI Syariah.

3. Strategi Pembiayaan Murabahah Dalam Peningkatan Jumlah Pendapan di Lembaga Keuangan Mikro Syariah - Emi Jamaniatul Hijriyah ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)


(14)

Skripsi ini memfokuskan pembahasan mengenai bagaimana strategi yang dilakukan oleh LKMS-Alhidayah dalam meningkatkan jumlah pendapatan dalam pembiayaan Murabahah.

4. Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI NO. 43/DSN-MUI/204 Tentang

Ta’widh Pda Pembiayaan Murabahah di PT. Bank Syariah Bukopin- Muis Hidayat( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)

skripsi ini menjelaskan tentang proses ta‟widh atau ganti rugi atas biaya biaya

yang telah dikeluarkan oleh bank. Yang dalam prosesnya tentu pembiayaan ini berhubungan dengan pembiayaan bermasalah yang terjadi didalamnya dan dana yang dikumpulkan tersebut masuk sebagai pendapatan bank syariah. 5. Analisis Akad Pembiayaan Murabahah terhadap Hotel Natama

Padangsidimpuan- Imam Abdul Hadi ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2010)

skripsi ini membahas tentang bagaiman tercapainya akad murabahah tersebut dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad yang dijalankan tersebut terhadap objek yang berkaitan.

6. Analisis hukum kontrak terhadap pembiayaan akad mudharabah studi pada BMT-AL AZHAR - Khoirul Anwar Kholid ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)

Skripsi ini membahas tentang analisis hukum kontrak terhadap pembiayaan akad mudharah.


(15)

E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Pegadaian Syariah cabang Daan Mogot

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan dimana penulis langsung melakukan penelitian terhadap Pegadaian Syariah Daan Mogot. Sekaligus menggunakan bahan kepustakaan (library research) yakni penelusuran kepustakaan, dimana penulis memperoleh data dengan mengumpulkan dan mempelajari sumber-sumber yang berkaitan dengan judul skripsi diatas, yakni buku-buku, surat kabar, majalah, makalah hingga situs internet.

Sedangkan penelitian ini bersifat deskristif analisitis yakni menggambarkan data dan informasi lapangan berdasarkan sebagaimana adanya pada waktu penelitian dilakukan, kemudian di analisa secara mendalam.

b. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:


(16)

1) Data Primer

Yaitu data utama yang diambil/diminta dari sumber pertama yakni internal data dalam bentuk dokumentasi/data-data tertulis di Pegadaian Syariah Daan Mogot.

2) Data Sekunder

Dalam penelitian penulis melakukan studi kepustakaan

(Library Reseach) yaitu dengan mempelajari buku kepustakaan,

literatur, buletin, majalah serta materi kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan masalah ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Didalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan beberapa teknik tertentu, yaitu:

a. Observasi

Yakni mengamati dan melihat lebih dekat pelaksanaan jual beli emas yang dilakukan di Pegadaian Syariah Daan Mogot

b. Wawancara:

Yakni teknik tanya jawab secara lisan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan terbuka. Sehingga diperoleh jawaban yang peneliti inginkan dari pihak Pegadaian Syariah Daan Mogot

c. Studi Dokumentasi

Yakni pengumpulan data-data yang diperlukan dengan cara mencari data dokumentasi tentang Pegadaian Syariah Daan Mogot.


(17)

3. Instrument Pengumpulan Data

Instrumen Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar penelitian menjadi sistematis dan mudah. Dalam hal ini peneliti mengunakan alat bantu seperti panduan pengamatan, panduan observasi, pedoman wawancara, dan sebagainya yang mendukung penelitian ini.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini adalah menggunakan Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

pendahuluan yang meliputi. Latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas tentang teori jual beli, kredit.

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Yaitu membahas profil Pegadaian Syariah cabang Daan Mogot. Pada bab ini memuat tentang definisi gadai , sejarah singkat Pegadaian


(18)

Syariah , visi, misi,produk jasa pegadaian syariah, mekanisme gadai syariah, pemanfaatan barang gadai dan struktur organisasi

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini membahas tentang mekanisme jual beli emas secara kredit di pegadaian syariah, pandangannya menurut perspektif Islam, dan Analisa

BAB V PENUTUP

Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari berbagai temuan yang disertai dengan saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini.


(19)

11 A. Jual Beli

1. Definisi Jual Beli

al-bai‟ (menjual) menurut bahasa berarti“ mermpertukarkan sesuatu

dengan sesuatu “. Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan hart, sedangkan secara terminologis, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ulama fiqh. Sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu atau menukar sesuatu dengan sepadan menurut cara yang dibenarkan. Definisi lain

dikemukakan ulama Malikiyyah, Syafi‟iyah, Hanabilah bahwa jual beli yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.1

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.2

1

Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),edisi 1, cet 1, h 101

2


(20)

2. Dasar Hukum Jual Beli

a. Al-Qur’an

Firman Allah QS. Al-Baqarah/2 : 275

...







 ....

“.... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”(QS. Al-Baqarah/ 2: 275)

b. Al-Hadits

Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.(HR. Ibnu Majah)3

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus di penuhi sehingga

jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟.Dalam menentukan rukun jual

beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Rukun jual beli menurut ulama hanafiyah hanya satu, yaitu ijab dan Kabul.Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha / taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual

3 Syafi‟i, antonio. Bank Syariah: dari teori ke praktik, cetakan pertama (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 102


(21)

beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan Kabul atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.4

Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu :

a. Ada orang yang berakad atau al‟muta‟qaidain (penjual dan pembeli)

b. Ada sighat (lafal ijab dan Kabul)

c. Ada barang yang dibeli.

d. Ada nilai tukar pengganti barang

Adapun syarat sah jual beli antara lain sebagai berikut :5

a. Saling rela antara kedua belah pihak.

b. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad yaitu orang yang telah baligh, berakal dan mengerti.

c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak.

d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama. e. Objek transaksi adalah barang yang bisa diserahterimakan.

4Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group),edisi 1, cet 2, h 71

5

Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), edisi 1, cet 1, h 104


(22)

f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad. g. Harga harus jelas saat transaksi.

4. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang

Jual beli yang dilarang terbagi dua :Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli.6

a. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun. Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut :

1) Jual barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan, maka haram juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan khamr (minuman yang memabukkan).

2) Jual beli yang belum jelas

Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli.Yang dimaksud samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya,

6

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),edisi 1, cet 2, h 80


(23)

maupun ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang dilarang karena samar-samar antara lain:

(a). Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya menjual ikan dikolam/laut.

3) Jual beli bersyarat

Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau unsur- unsur yang merugikan dan dilarang oleh agama.

4) Jual beli yang menimbulkan kemadharatan

Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemadharatan, kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib, buku-buku bacaan porno, dan lain sebagainya, karena memperjualbelikan barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.

5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya

Maka tidak sah segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan, dan hukumnya adalah haram.Seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan induknya.

6) Jual beli Muhaqalah yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau diladang. Hal ini dilarang karena masih samar-samar. 7) Jual beli mukhadharah yaitu jual beli buah-buahan yang masih hijau,


(24)

8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya seseorang menyentuh sehelai kain diwaktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain ini. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu pihak.

9) Jual beli munabadzah yaitu jual beli secara lempar melempar.

Seperti seseorang berkata : ” lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab Kabul.

10)Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah sedang ukurannya dengan ditimbang sehingga akan merugikan pemilik padi kering.

b. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait.

1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar

Apabila ada dua orang masih tawar menawar atas sesuatu barang, maka terlarang bagi orang lain membeli barang itu, sebelum penawar pertama diputuskan.


(25)

Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai kepasar agar dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia kemudian menjual dipasar dengan harga yang juga lebih murah.

3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut. 4) Jual beli barang rampasan atau curian.

B. Kredit

1. Definisi Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti kepercayaan.7atau dalam bahasa latin “creditum”yang berarti kepercayaan atau kebenaran, atau credo, yang berarti I believe, I trust. Saya percaya atau saya menaruh kepercayaan.8Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Kredit menurut istilah adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada

7

Rachman F dan Maya F. Manajemen Perkreditan Bank Umum: Teori, Masalah Kebijakan dan Aplikasinya, ( Bandung : Alfabeta, 2013 ), h. 15

8

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cet ke 3 h. 32


(26)

waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang. Sedangkan dalam syariah kredit dikenal dengan pembiayaan yaitu menyediakan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain mengembalikan pembiayaan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.9

Dalam bukunnya Sahruwardi K Lubis berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah suatu pembelian yang dilakukan terhadap sesuatu barang yang pembayaran harga barang tersebut dilakukan secara berangsur-angsur sesuai dengan tahapan pembayaran yang telah disepakati kedua belah pihak yaitu antara penjual ataupun pembeli.10

Al-amien Ahmed mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan jual beli kredit (bai‟ at-taqhsith) adalah menjual sesuatu dengan pembayaran yang diangsur dengan cicilan tertentu, pada waktu tertentu, dan lebih mahal dari pada pembayaran kontan.11

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana

9

Ahmad Gozali, Serba-Serbi Kredit Syariah: Jangan Ada Bunga Diantara Kita, ( Jakarta : PT Elex Media Koputindo, 2005)

10

Sahruwardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2000 ), h. 142

11

Al Amien Ahmad, Jual Bel Kredit, Bagaimana Hukumnya?(Jakarta : Gema Insani Press, 1998


(27)

pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.12

Para ulama menyebutkan beberapa poin penting yang berkenaan dengan jual beli, yaitu sebagai berikut :13

a. Dalam jual beli ini penjual tidak diperbolehkan membuat kesepakatan tertulis didalam akad dengan pembeli bahwa ia berhak mendapat tambahan harga yang terpisah dari harga barang yang ada, dimana harga tambahan itu akan berkaitan erat dengan waktu pembayaran. Baik tambahan harga itu sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

b. Apabila orang yang berhutang ( pembeli) terlambat membayar cicilan dari waktu yang telah ditentukan, maka tidak boleh mengharuskannya untuk membayar tambahan dari hutang yang sudah ada, baik dengan syarat yang sudah ada ataupun tanpa syarat, karena hal itu termasuk riba yang diharamkan.

c. Penjual tidak berhak menarik kepemilikan barang dari tangan pembeli setelah terjadi jual beli, namun penjual dibolehkan member syarat kepada pembeli untuk menggadaikan barang kepadanya untuk menjamin haknya dalam melunasi cicilan-cicilan yang tertunda.

d. Boleh memberi tambahan harga pada barang yang pembayarannya ditunda dari barang yang dibayar secara langsung ( cash).

12

Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.13

13


(28)

e. Diharamkan bagi orang yang berhutang untuk menunda-nunda

kewajibannya membayar cicilan, walaupun demikian syari‟at tidak

membolehkan si penjual untuk member syarat kepada pembeli agar membayar ganti rugi jika ia terlambat menunaikan kewajibannya (pembayaran cicilan).

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli kredit adalah membeli suatu barang yang diberikan kepercayaan untuk membayar secara mengangsur atau secara cicilan dalam jangka waktu yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Dimana boleh memberi tambahan harga pada barang yang pembayarannya ditunda dari barang yang dibayar secara langsung ( cash ). Akan tetapi diharamkan bagi orang yang berhutang untuk menunda-nunda kewajibannya dalam membayar cicilan tersebut.

2. Jenis Jenis Kredit

Terdapat beberapa pendapat dalam pengelompokkan jenis kredit, namun pada umumnya dikelompokkan berdasarkan :14

a. Penggunaanya

Menurut penggunaaanya, kredit dibagi menjadi dua yaitu :

14Desi Arthesa, Bank dan Lembaga Bukan Bank,( Jakarta: PT. Indeks Kelompok Grramedia,2006), h.175


(29)

1) Kredit Konsumtif, ditunjuk kepada nasabah yang memerlukan dana untuk kebutuhan konsumsi.

2) Kredit Produktif, kredit yang digunakan untuk keperluan produksi atau usahanya.

b. Keperluan Produksinya

Menurut keperluan produksinya, kredit dibagi menjadi dua yaitu :

1) Kredit Modal Kerja, ditunjuk kepada nasabah yang mengalami kekurangan modal kerja untuk pengembangan usahanya.

2) Kredit Investasi, ditujukan kepada nasabah yang membutuhkan barang modal untuk pertumbuhan usahanya.

c. Jangka Waktunya

Menurut jangka waktunya, kredit dibagi menjadi tiga, yaitu :

1) Kredit Jangka Pendek, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka waktu hingga satu tahun atau tidak lebih dari satu tahun.

2) Kredit Jangka Menengah, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka waktu antara satu hingga tiga tahun.

3) Kredit Jangka Panjang, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka waktu lebih dari tiga tahun.

d. Cara Penggunaan

Menurut cara penggunaannya kredit dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Kredit Rekening Koran Bebas, yaitu jenis kredit dimana debitur


(30)

pemakaian tidak dibatasi, namun disesuaikan dengan maksimum kredit yang diberikan.

2) Kredit Rekening Koran Terbatas, yaitu jenis kredit dimana debitur menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening Koran, namun terdapat pembatasan dalam pemakaiannya.

3) Kredit Rekening Koran Aflopend, yaitu jenis kredit dimana penarikan dilakukan sekaligus pada waktu penarikan pertama dan pembayaran dilakukan secara mengangsur.

4) Kredit Revolving, yaitu jenis kredit dengan penarikan yang sama dengan rekening Koran bebas, namun dibedakan menurut cara pemakaiannya.

3. Fungsi Kredit

Dalam kehidupan perekonomian yang modern , bank memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu organisasi-organisasi bank selalu diikutsertakan dalam menentukan kebijakan dibidang moneter, pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang diberikan oleh bank mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya dibidang ekonomi.


(31)

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut :15

a. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang

1)Para pemilik uang/ modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

2)Para pemilik uang / modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

b. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet, dan wesel, sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro, bilyet, dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula.

c. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang

Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi

15

Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.16-17


(32)

meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredi maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit.Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.

d. Kredit sebagai salah satu alat stabilisasi ekonomi

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain :

1) Pengendalian inflasi 2) Peningkatan ekspor

3) Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat

Untuk menekan laju inflasi, pemerintah melaksanakan kebijakan uang ketat (tigh money policy) melalui pemberian kredit yang selektif dan terarah, untuk melindungi usaha-usaha yang bersifat non-spekulatif.

Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan kualitatif dan kuantitatif.Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di ekspor.Kebijakan tersebut telah berhasil dengan baik.

e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha

Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dibidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat


(33)

mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional

Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga Negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit kepada Negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.


(34)

Sedangkan menurut Muhammad Muslehuddin Fungsi utama kredit adalah memberi kemungkinan kepada seorang pengusaha untuk memulai suatu usaha secara besar-besaran ( skala besar). Kredit digunakan untuk menggerakkan modal yang ada dan memungkinkan dimulainya produksi sebelum berkembangnya permintaan, yaitu peningkatan penjualan hasil produksi kepada konsumen.16

4. Tujuan Kredit

Dalam membahas tujuan kredit, kita tidak dapat melepaskan diri dari falsafah yang dianut oleh suatu Negara.Di Negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh Negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yang sebesar-besarnya.

Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut, tersimpul

16

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004) cet ke-3, h.36


(35)

unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan ( profitability) dari suatu kredit. Kedua faktor tersebut saling berkaitan.

Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar-benar terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan/ profitability yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.

Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dengan demikian maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development untuk : 17

a. Turut menyukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan

b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat memperluas usahanya

Dari tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan adanya kepentingan yang seimbang antara :

a. Kepentingan pemerintah b. Kepentigan masyarakat

17

Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.14-15


(36)

c. Kepentingan pemilik modal (pengusaha)

Didalam buku hukum perjanjian kredit. Hazniel harun mengemukakan bahwa tujuan kredit adalah sebagai berikut :18

a. Sistem kredit meringankan masyarakat kecil didalam hal memperoleh barang dengan cara yang sah. Hal ini ditempuh karena alasan keuangan yang digunakan untuk berbagai macam kebutuhan yang lainnya, sementara barang yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat.

b. Untuk menjaga keseimbangan antara orang mampu dengan orang yang tidak mampu.

Dari penjelasan diatas tujuan kredit menurut hukum Islam adalah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi seseorang yang membutuhkan suatu barang sementara ia tidak memiliki uang untuk membayarnya secara tunai. Maka dengan cara kredit inilah untuk bisa memiliki barang tersebut.

5. Faktor-faktor Jual Beli Kredit

Kebanyakan masyarakat yang melakukan transaksi pembelian barang dengan sistem kredit telah memasyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah, walaupun ada masyarakat tingkat ekonomimya golongan menengah ke atas melakukan transaksi pembelian barang dengan sistem kredit tersebut.

18


(37)

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya masyarakat yang melakukan transaksi tersebut, diantara faktor-faktor itu antara lain :

a. Kebutuhan

Seorang konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu

produk atau jasa pada situasi “shortage” ( kebutuhan yang timbul karena

konsumen tidak memiliki produk atau jasa tertentu) maupun “unfulfilled

desire” (kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa saat ini).19

b. Kebiasaan

Didalam membahas perilaku konsumen berarti membahas tentang tingkah laku manusia, sehingga perilaku konsumen ditentukan oleh kebudayaan yang tercermin pada tata cara kehidupan, kebiasan, dan tradisi.

Kebiasan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang tanpa adanya unsur paksaan.20Kebiasaan merupakan pola perilaku atau perbuatan yang dipelajari dan ditandai dengan penampilan yang telah mantap dan berlangsung secara otomatis.21

Kebiasaan masyarakat bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat yang lain, karena merupakan cara efektif dan efisien dalam memberikan

19

Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, ( Jatim : Banyumedia Publishing, 2005), edisi pertama

20

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta, Balai Pustaka )

21


(38)

perubahan. Masyarakat yang melakukan dengan menggunakan sistem kredit memberikan suatu kemanfaatan, maka masyarakat yang lainya pun ikut, sehingga menjadikan suatu adat.


(39)

31 A. Pengertian Gadai

Gadai dalam bahasa arab disebut ar-rahn. Secara etimologi, kata ar-rahn

berarti tetap, kekal, dan jaminan.Akad ar-rahn dalam istilah hukukm positif disebut dengan barang jaminan/agunan.22

Gadai menurut kamus istilah fiqih adalah suatu akad (perjanjian) hutang piutang (uang) dengan jaminan suatu benda barang sebagai penguat (jaminan) kepercayaan utang piutang tersebut.Nilai barang yang digadaikan lebih rendah dari yang semestinya, sehingga apabila hutang tersebut tidak terbayar, maka barang tersebut bisa dijadikan sebagai tebusannya.23

Menurut Muhammad Muslehuddin gadai merupakan penyerahan suatu benda atau jasa dari seorang debitur kepada seorang kreditur sebagai jaminan atas uang yang dipinjamnya.24

Untuk mendefinisikannya dengan harta: harta yang dijadikan pemiliknya

sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat. Adapun yang dijadikan barang

agunan bukan saja bersifat materi, tetapi juga yang bersifat manfaat.Benda yang

22

AH Azharudin Latief, Fiqh Muamalah,( Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005 ), h.154

23M.Abdul Mujieb Mabruri Tholhah Syafi‟ah AM.

Kamus Istilah Fiqh,( Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994 ) cet.1

24

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004) cet ke-3, h.30


(40)

dijadikan barang jaminan (agunan) tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi boleh juga penyerahannya secara hukum.

Ulama Fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn :

a.Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mendefinisikan ar-rahn dengan menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan pembayar hutang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutang itu.

b.Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian.

c.Menurut Ulama Malikiyah adalah Harta yang dijadikan oleh pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat. Menurutnya harta tersebut bukan saja berupa materi, namun juga berupa manfaat. Harta yang diserahkannya tersebut penyerahannya tidak secara aktual, tetapi bisa secara hukum. Misalnya, menyerahkan sawah sebagai jaminan, maka yang diserahi jaminan, maka yang diserahkan sebagai jaminan adalah sertifikasinya.

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa ar-rahn dibolehkan dalam Islam berdasarkan Al-Quran dan sunah rasul. Dalam Al Quran surat AlBaqarah/2:283 Mereka sepakat menyatakan bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan atau tidak, asalkan barang jaminan itu bisa langsung dikuasai ( al-qabdh ) secara hukum oleh pemberi piutang. Ar-rahn dibolehkan karena banyak kemaslahatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.


(41)

B. Sejarah Berdirinya Pegadaian Syariah

Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga.Hampir semua perjanjian dibidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak Negara yang telah mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini diatas kemiskinan Negara lain sehingga terus menerus terjadi kesenjangan. Pengalaman dibawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama ratusan tahun membuktikan ketidakmampuannya untuk menjembatani kesenjangan ini.

Cikal bakal lembaga gadai berasal dari italia yang kemudian berkembang ke seluruh dataran Eropa. Di Indonesia terbitnya PP/10 Tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pegadaian, satu hal yang perlu dicermati, bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP/103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi pegadaian pra-Fatwa MUI Tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep Islam meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat rahmat Allah SWT.Dan setelah melaui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian Unit


(42)

Layanan Gadai Islam sebagai langkah awal pembentukan divisi yang menangani kegiatan usaha Syariah.25

Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian.Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis Islam yang disebut Pegadaian Islam. Pada dasarnya, produk-produk berbasis Islam memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk Karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atau jasa atau bagi hasil. Pegadaian Islam atau dikenal dengan Pegadaian Syariah dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharabah ( bagi hasil ). Karena nasabah dalam menggunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah, atau tambahan modal kerja, penggunaan metode mudharabah belum tepat pemakaiannya. Oleh karena itu, Pegadaian Syariah menggunakan metode Fee Based Income ( FBI).

Konsep operasi Pegadaian Syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS ) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS

25

Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis,


(43)

ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS ) Cabang Dewi Sartika dibulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian ULGS di Surabaya, Makassar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta ditahun yang sama hingga September 2003. Masih ditahun yang sama pula, empat kantor cabang Pegadaian di Aceh di konversi menjadi Pegadaian Syariah.26

C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah

Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep Pegadaian Syariah juga mengacu kepada Syariah Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, adapun landasan yang dipakai adalah :

a. Al-Quran Surat Al-Baqarah/2 : 283





































































2

282

Artinya : jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)

26

Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis,


(44)

Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS: Al Baqarah/2:283)

b. Al-Hadits

Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a berkata :

“ Dari A‟masy dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah R.A bahwa nabi Muhammad SAW membeli makanan dari orang yahudi dengan cara ditangguhkan pembayarannya kemudian nabi menggadaikan baju

besinya.”27

Dari diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dan non muslim dalam bermuamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar hutangnya sekalipun kepada non muslim.

D. Visi dan Misi28

Pegadaian Syariah Mempunyai visi antara lain :

1. Sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah kebawah.

Sedangkan Misi Pegadaian Syariah yaitu :

27

Al-Imam Al-Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, ( Beirut , Maktabah Ashriyah, 1997), Jilid 2, h.643

28


(45)

1. Memberikan pembiayaan yang tercepat, termudah, aman dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. 3. Membantu Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

golongan menengah kebawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan.

E. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah

Pegadaian Syariah dalam menunjang usahanya memiliki produk dan jasa sebagai berikut :

1. Produk Pembiayaan

a. MULIA ( Murabahah Emas Logam Mulia Investasi Abadi )

Layanan penjualan Logam Mulia kepada masyarakat secara tunai atau angsuran dengan proses cepat dan dalam jangka waktu yang fleksibelyaitu pegadaian memfasilitasi jual beli emas batangan, bisa dengan cara kredit dengan maksimal 36 bulan maupun secara tunai. b. AR-RAHN

Yaitu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dipungut biaya administrasi dan ijaroh (biaya


(46)

jasa simpan danpemeliharaan barang jaminan). Pegadaian Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan agunan berupa emas perhiasan, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor.

c. ARRUM ( AR-RAHN untuk Usaha Mikro Kecil )

Yaitu pembiayaan untuk usaha mikro kecil dan pengembaliannya secara angsuran dengan menggunakan jaminan BPKB motor/mobil.

d. KRASIDA ( Kredit Angsuran dengan Sistem Gadai )

Kredit (pinjaman) angsuran bulanan yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan sistem gadai. KRASIDA merupakan solusi terpercaya untuk mendapatkan

fasilitas kredit yang cepat, mudah dan murah. 2. Produk Jasa

a. KUCICA ( KIRIMAN UANG CARA INSTAN, CEPAT, DAN AMAN ) Yaitu suatu produk pengiriman uang dalam dan luar negeri yang bekerja sama dengan western union.

b. MULTI PEMBAYARAN ONLINE

Yaitu Layanan pembayaran berbagai tagihan bulanan seperti Listrik, Telepon, PDAM dan lain sebagainya secara online di outlet Pegadaian di


(47)

seluruh Indonesia. Merupakan solusi pembayaran cepat yang memberi kemudahan nasabah dalam bertransaksi tanpa harus memiliki rekening di bank.

c. JASA TAKSIRAN

Yaitu pemberian pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mengetahui seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki seperti emas, berlian, batu permata dan lainnya.Biaya dikenakan 1% dari harga taksiran. d. JASA TITIPAN

Layanan kepada nasabah yang ingin menitipkan barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan emas, berlian, surat berharga, maupun kendaraan bermotor dengan biaya terjangkau.

F. Mekanisme Pegadaian Syariah

Mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya ditempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan


(48)

tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga disini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang

hanya sebagai “ lipstick “yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.29

Gambar Ilustrasi Mekanisme Pegadaian Syariah

Arta geraknya

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan fotocopy tanda pengenal. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan seebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan)

29

Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuanagan Islam :Tinjauan Teoritis dan Praktis,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010) Edisi ke 1, Cet ke 1, h. 280

Marhun Bih

( Hutang )

Rahiin

Murtahin

( Pegadaian )

Marhun

( Barang )

2. Pemberian hutang

1. Akad Transaksi


(49)

dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian.Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah 90% dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:

1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.

2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp. 90,- (Sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp. 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.

3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk :30

a. Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapanpun sebelum jangka waktu empat bulan.

b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi.

c. Atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

30

Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuanagan Islam :Tinjauan Teoritis dan Praktis,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010) Edisi ke 1, Cet ke 1, h. 282


(50)

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan itu, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

Aspek Islam tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah untuk mem-backup modal kerja.

G. Pemanfaatan Barang Gadai

Para ulama sepakat mengatakan bahwa barang yang dijadikan barang jaminan tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena tindakan itu termasuk tindakan yang menyia-nyiakan harta yang dilarang Rasulullah SAW. Akan tetapi, bolehkah pihak pemegang barang jaminan


(51)

memanfaatkan barang jaminan itu, sekalipun mendapat izin dari pemilik barang jaminan ?dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat para ulama.31

1. Pendapat Ulama Syafi‟iyah

Artinya : Manfaat yang diperoleh dari barang gadaian atau mengambil manfaat dengan barang gadaian, semuanya hak yang menggadaikan, walaupun barang gadaian itu dibawah tangan yang menerima gadai. Maka ketika diambil manfaat dari barang itu, dikembalikan dahulu kepada yang menggadaikan, terkecuali kalau mungkin dihasilkan manfaatnya dibawah tangan yang menerima gadai. Jika yang menerima gadai tidak percaya akan dikembalikan lagi barang itu kepadanya,

hendaklah diadakan saksi ketika dikembalikan sebentar itu.32

Ulama syafi‟iyah berpendapat, sekalipun pemilik barang itu

mengizinkannya, pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan itu.Karena apabila barang jaminan itu dimanfaatkan, maka hasil pemanfaatan itu merupakan riba yang dilakukan syara‟, sekalipun diizinkan dan diridhai pemilik barang. Bahkan menurut mereka, ridha dan izin dalam hal ini lebih cenderung dalam keadaan terpaksa, karena khawatir tidak akan mendapatkan uang yang akan dipinjam itu.

2. Pendapat Ulama Mazhab Imam Malik

31

Harun Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama , 2007 ),h.256

32

Abdurrahhman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arabaah, ( Beirut : Daar al Ihya Al Turats al Arabi, 1991 ), Jilid 3, h.187


(52)

Ulama mazhab Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh menerima gadai, jika gadai itu terjadi disebabkann oleh qardh ( hutang-piutang ) sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh Al-Muamalah

„Ala Mazhab Imam Malik :

Artinya : “ Tidak boleh mengsyaratkan pengambilan manfaat pada gadai

qardg ( hutang ), karena akan menyebabkan pinjaman yang menarik

manfaat, dan perbuatan seperti itu tidak boleh ( dilarang )”.33

Mereka juga berpendapat bahwa penerima gadai boleh memanfaatkan barang barang gadai dengan syarat-syarat tertentu, mereka mengemukakan tiga syarat, yaitu

1) Bahwa pinjaman itu dibayarkan tidak atas sifat qardh, tetapi untuk urusan dagang, contohnya : seseorang menjual sebidang tanah kepada seseorang dengan harga yang akan dibayar dalam batas waktu tertentu dan menerima suatu tanggungan untuk harga tanah tersebut,(ini dianggap sebagai suatu pinjaman).

2) Bahwa faedah atau kegunaan itu dijadikan syarat sewaktu pinjaman dilakukan dengan pemegang gadai.

3) Waktu atau kegunaan yang demikian telah ditetapkan dengan jelas.34

33

Hasan Kamil Al-Mathluwi, Fiqh Al-Muamalah „ala Mazhab al Imam Malik, ( Kairo :

Al-Majli al „A‟la li asy-Syu‟un al-Islamiyah, tth), h.157

34

Teungku Muhammad Hasbi As Siddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997) Cet ke-1 h.371


(53)

3. Pendapat Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal

Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :

Artinya : “ barang gadaian dapat berupa hewan yang dapat ditunggangi

atau dapat diperah susunya atau bukan berupa hewan, apabila barang berupa hewan tunggangan atau perahan maka penerima gadai boleh memanfaatkan dengan menunggang atau memerah susunya tanpa seizin dari pemiliknya (pemberi gadai) berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai. Dan penerima gadai harus memanfaatkan barang gadaian dengan adil (sesuai dengan biaya yang dikeluarkan)”35

Ulama Mazhab Hanbali juga membolehkan penerima gadai untuk memanfaatkan hewan yang tidak ditunggangi dan tidak diperah susunya dengan seizin pemberi gadai, tanpa adanya penggantian dengan ketentuan akad gadai bukan qardh.Tetapi jika akad tersebut berdasarkan qardh, maka penerima gadai dilarang memanfaatkan barang itu walaupun seizin pemberi gadai.

35

Al-Imam Al Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, shahih bukhari ( Beirut, Maktabah Ashiriyah, 1997 ), Jilid 2, h.757


(54)

4. Pendapat Ulama Mazhab Imam Abu Hanifah Ulama Mazhab Hanafi mengatakan :

Artinya : “ Tidak boleh bagi pemberi gadai untuk memanfaatkan

barang gadaian dengan cara bagaimanapun kecuali atas seizin

penerima gadai”.

Adapun ulama Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu hewan ternak, maka pihak pemberi piutang (pemegang barang jaminan) boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik barang.

Dari pendapat para ulama fiqh diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap hadits nabi SAW.

Nasrun Harun menyatakan pendapatnya pada bukunya yang berjudul

fiqh muamalah.Beliau menyatakan bahwa ar-rahn yang dikemukakan

para ulama fiqh klasik hanya bersifat pribadi.Artinya, utang piutang itu hanya terjadi antara seorang yang memerlukan dengan seorang yang memiliki kelebihan harta.Di zaman sekarang, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, ar-rahn tidak saja berlaku antar pribadi, melainkan juga antara pribadi dengan lembaga-lembaga keuangan, seperti bank.Untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan, pihak bank juga menuntut barang jaminan yang boleh


(55)

dipegang bank sebagai jaminan atas kredit itu.Barang jaminan ini, dalam istilah bank disebut dengan Personal Guarantee.Personal Guarantee ini sejalan dengan al-marhun yang berlaku dalam akad al-rahn.Yang dibicarakan para ulama klasik.Perbedaannya hanya terletak pada pembayaran hutang yang ditentukan oleh bank.Kredit dibank, biasanya harus dibayar sekaligus dengan bunga uang yang ditentukan oleh bank. Oleh sebab itu, jumlah uang yang harus dibayar orang yang berhutang akan lebih besar dari uang yang dipinjam dari bank. Dengan demikian, Mustafa Az-Zarqa, persoalan utang (bunga bank) yang berlaku di bank yang mewajibkan adanya Personal Guarantee, terkait dengan penambahan hutang.Persoalan ini, oleh ulama fiqh, dibahas dalam persoalan riba, yaitu apakah bunga sebagai tambahan hutang dibank itu termasuk riba atau tidak.


(56)

H. Struktur Organisasi

DEWAN PENGAWAS Bambang Prajitno,

Raksakamahi, Kentut Sethyon, Djoko Hendratto, Wiranto

DIREKTUR UTAMA Chandra Pratama DIREKTUR KEUANGAN Budiyanto DIREKTUR OPERASI Moch Edi Prayitono

DIREKTUR PENGEMBANGA N USAHA Wassir Djuhar DIREKTUR UMUM DAN SDM Sumanto Hadi DIVISI AKUNTANSI DIVISI TRESURI DIVISI GADAI USAHA DIVISI USAHA LAIN DIVISI SYARIAH DIVISI LITBANG &PEMASARAN DIVISI MANAJEMEN RESIKO DIVISI TEKNOLOGI INFORMASI DIVISI SDM DIVISI LOGISTIK DIVISI DIKLAT

KEPALA SPI KANTOR WILAYAH SEKRETARIS

PERUSAHAAN

KANTOR CABANG GADAI

KANTOR CABANG SYARIAH


(57)

49

A. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Hukum Islam

Membeli barang dengan angsuran atau agunan adalah salah satu pemandangan yang lazim ditemui di masyarakat Indonesia dan sebagian negara lain. Praktik jual beli dengan sistem itu dianggap sebagai cara alternatif memperoleh sesuatu yang diinginkan secara mudah dan ringan.

Tetapi, timbul persoalan tatkala barang yang dijadikan objek komersial itu ialah emas dan perak.Praktik muamalat jual beli keduanya yang dilakukan secara non-tunai di masa Rasulullah, tidak diperbolehkan

Emas merupakan salah satu investasi yang menarik dikalangan masyarakat saat ini. Akan tetapi pada mekanismenya terdapat banyak perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Mengenai kebolehan jual beli emas secara tidak tunai, terdapat perbedaan pendapat antara lain:

1. Menurut Syaikh „Al Jumu‟ah, mufti al-Diyar al-Mishriyah, Kalim


(58)

Boleh jual beli emas dan perak yang telah dibuat atau disiapkan untuk dibuat dengan angsuran pada saat ini di mana keduanya tidak lagi diperlakukan sebagai media pertukaran di masyarakat dan keduanya telah menjadi barang (sil‟ah) sebagaimana barang lainnya yang diperjualbelikan dengan pembayaran tunai dan tangguh. Pada keduanya tidak terdapat gambar dinar dan dirham yang dalam (pertukarannya) disyaratkan tunai dan diserahterimakan sebagaimana dikemukakan dalam hadist riwayat Abu Sa‟id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali dengan ukuran yang sama, dan janganlah menjual emas yang gha‟ib (tidak diserahkan saat itu) dengan emas yang tunai.” (HR. al-Bukhari).Hadist ini mengandung „illat bahwa emas dan perak merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat.Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut karena hukum


(59)

Atas dasar itu, maka tiada larangan syara‟ untuk menjualbelikan emas

yang telah disiapkan untuk dibuat dengan angsuran.36

2. Menurut Dr. Khalid Muslih dalam Hukmu Ba‟i al-Dzahab bi Nuqud bi

al-Taqsith:37

36Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Syaikh „Ali

Jumu‟ah, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 4-5

37

Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 5


(60)

Secara global terdapat dua pendapat ulama tentang jual emas dengan uang kertas secara angsuran:39

Pendapat pertama: haram: ini adalah pendapat mayoritas ulama, dengan

argumen (istidlal) berbeda-beda. Argumen paling menonjol dalam pendapat ini adalah bahwa uang kertas dan emas merupakan tsaman (harga, uang): sedangkan

tsaman tidak boleh diperjualbelikan kecuali secara tunai. Hal ini berdasarkan

hadist „Ubadah bin al-Shamit bahwa Nabi saw bersabda, Jika jenis (harta ribawi) ini berbeda, maka jualbelikanlah sesuai kehendakmu apabila dilakukan secara tunai.

Pendapat kedua: boleh (jual beli emas dengan angsuran). Pendapat ini di

dukung oleh sejumlah fuqaha masa kini: di antara yang paling menonjol adalah Syekh Abdurrahman As-Sa‟di. Meskipun mereka berbeda dalam memberikan argumen (istidhlal) bagi pandangan tersebut, hanya saja argumen yang menjadi landasan utama mereka adalah pendapat yang dikemukakan oleh Syeikh al-Islami Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim mengenai kebolehan jual beli perhiasan (terbuat emas) dengan emas, dengan pembayaran tangguh. Mengenai hal ini Ibnu Taymiyyah menyatakan dalam kitab al-Ikhtiyarat (lihat „Ala‟ al-Din Abu

38

Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai , h. 5- 6

39


(61)

Hasan al-Ba‟liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn

Taimiyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqomah, 2005, h. 146)

“Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan

jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).

Ibnu Qayyim menjelaskan lebih lanjut: “Perhiasan (dari emas atau perak)

yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba (dalam pertukaran atau jual beli), sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. Hal itu karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas) tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan bahkan telah dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak ada larangan

untuk memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama...”.40

40

Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 7


(62)

3. Menurut Syaikh „Abd al-Hamid Syauqiy al-Jibaly dalam Bai‟ al-Dzahab bi

al-Taqsith:41

أ‌-ب

‌-ت

‌-ث

41Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al

-Hamid Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 7


(63)

Mengenai hukum jual beli emas secara angsuran, ulama berbeda pendapat sebagai berikut:42

a. Dilarang; dan ini pendapat mayoritas fuqaha, dari mazhab Hanafi, Maliki,

Syafi‟i, dan Hambali.

b. Boleh; dan ini pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama

kontemporer yang sependapat.43

Ulama yang melarang mengungkapkan dalil dengan keumuman hadist-hadist tentang riba‟, yang antara lain menegaskan: “Janganlah engkau

menjual emas dengan emas, dan perak dengan perak, kecuali secara tunai.”

Mereka menyatakan, emas dan perak adalah tsaman (harga, alat pembayaran, uang), yang tidak boleh dipertukarkan secara angsuran maupun

tangguh, karena hal itu menyebabkan riba‟.

Sementara itu, ulama yang mengatakan boleh mengemukakan dalil sebagai berikut:

a. Bahwa emas dan perak adalah barang (sil‟ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat pembayaran, uang).

b. Manusia sangat membutuhkan untuk melakukan jual beli emas. Apabila tidak diperbolehkan jual beli emas secara angsuran, maka rusaklah kemaslahatan manusia dan mereka akan mengalami kesulitan.

42Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al

-Hamid Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 8

43


(64)

c. Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan berubah menjadi seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan tsaman (harga, alat

pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba‟ (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak

terjadi riba‟ (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan

barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama.

d. Sekiranya pintu (jual beli emas secara angsuran) ini ditutup, maka tertutuplah pintu utang piutang, masyarakat akan mengalami kesulitan yang tidak terkira.44

4. Pendapat As-Syaikh Nashirudin Al Albani dalam kitab Al-hadits As-shahihah Jilid 5 hal. 419-427 no.2326

Dalam kitab As-Shahihah jilid 5, terbitan Maktabah Al Ma‟arif

Riyadh, hadits no. 2326 tentang “Jual Beli dengan Kredit”, beliau

menyebutkan adanya tiga pendapat di kalangan para ulama. Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang tidak memperbolehkan menjual dengan kredit apabila harganya berbeda dengan harga kontan (yaitu lebih mahal). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Abi Hurairah yang

diriwayatkan oleh An Nasa‟i dan At Tirmidzi, bahwa Rasulullah melarang

transaksi jual beli (2 harga) dalam satu transaksi jual beli.45

44

Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al-Hamid Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 8-9

45 As-Syaikh Nashirudin Al Albani, Silsilah Alhadits Ash-Shohihah, ( Riyadh : Maktabah


(65)

Dari Abu Huroiroh dari Rasulullah bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”(HR. Turmudli 1331, Nasa‟I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)

As Syaikh Al Albani menjelaskan, maksud larangan dalam hadits tersebut adalah larangan adanya dua harga dalam satu transaksi jual beli, seperti perkataan seorang penjual kepada pembeli: Jika kamu membeli dengan kontan maka harganya sekian, dan apabila kredit maka harganya sekian (yakni lebih tinggi).

B. Mekanisme Jual Beli Emas Secara Kredit di Pegadaian Syariah

Logam mulia memiliki berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia, selain memiliki nilai estetis yang tinggi juga merupakan jenis investasi yang nilainya stabil, likuid dan aman secara riil.

Dalam rangka memfasilitasi kebutuhan masyarakat, pegadaian syariah menawarkan produk MULIA dimana pegadaian syariah menjual emas batangan secara tunai maupun kredit dengan jangka waktu tertentu, fleksibel dengan akad murabahah dan rahn.

Dalam mekanisme pembiayaan MULIA adalah pegadaian syariah membiayai pembelian barang berupa emas batangan yang dipesan oleh nasabah atau pembeli kepada supplier. Pembelian barang oleh nasabah dilakukan dengan sistem pembayaran tangguh. dalam praktiknya, pegadaian membelikan barang yang diperlukan nasabah atas nama pegadaian. Pada saat yang bersamaan, pegadaian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah


(66)

keuntungan untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu. Kemudian emas tersebut dijadikan jaminan untuk pelunasan sisa hutang nasabah kepada pihak Pegadaian Syariah. Setelah semua sisa hutang nasabah lunas,maka emas logam mulia beserta dokumennya diserahkan kepada nasabah.

Alur Pembiayaan MULIA 1 2

4 3

Keterangan :

1. Nasabah melakukan akad jual beli dengan pihak pegadaian bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli melakukan negosiasi

2. Pegadaian melakukan pembelian barang ke supplier sesuai pesanan pembeli

3. Supplier mengirimkan barang ke pihak pegadaian


(67)

4. Pegadaian menyerahkan barang pesanan nasabah apabila pembayaran telah lunas.

Persyaratan MULIA

1. Menyerahkan Fotocopy KTP/Identitas resmi 2. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga 3. Mengisi Formulir Aplikasi Mulia 4. Menyerahkan uang muka

5. Menandatangani akad MULIA

Adapun prosedur pembiayaan MULIA adalah sebagai berikut :

1. Nasabah datang ke Pegadaian Syariah untuk melakukan jual beli emas logam mulia dengan pembiayaan MULIA

2. Nasabah menyerahkan ktp dan kartu keluarga

3. Petugas menyerahkan formulir persetujuan pembiayaan MULIA 4. Nasabah menyerahkan uang muka sebesar 25% dari harga emas

5. Apabila pembayaran dilakukan secara angsur, maka petugas menyerahkan form perjanjian akad MULIA yang didalamnya meliputi dua akad yaitu murabahah dan akad rahn

6. Kedua belah pihak menandatangani perjanjian dan logam mulia akan diterima nasabah setelah nasabah melunasi hutang pembeliaannya.


(68)

Komponen-komponen yang diperhitungkan dalam pembelian emas secara kredit di pegadaian syariah adalah sebagai berikut

1. Harga

Dalam hal ini, harga yang dimaksud adalah harga perolehan dari emas batangan yang akan kita beli. Acuan harga yang digunakan oleh pegadaian syariah adalah harga dari PT ANTAM.Pada prinsipnya, ketika kita melakukan pembelian secara kredit, sebenarnya pihak pegadaian syariah langsung membelikan emas batangan di ANTAM. Pihak pegadaian syariah akan menutup kekurangan dana terlebih dahulu dan menyimpan emas yang mereka beli. Emas tersebut baru akan diserahkan kepada kita pada saat kita berhasil melunasi pembayaran.

2. Margin

Margin merupakan keuntungan yang menjadi hak pihak pegadaian syariah atas jasa meminjamkan sebagian dana kepada kita untuk membeli emas batangan. Jika pembelian secara tunai, besar margin keuntungan yang menjadi hak pihak pegadaian syariah adalah 3% dari harga perolehan. Jika kita membeli secara kredit, besar margin yang disyaratkan pegadaian syariah adalah 6% untuk jangka waktu pinjaman dana selama 6 bulan dan 12% untuk jangka waktu pinjaman dana selama 12 bulan.


(69)

3. Biaya Administrasi

Biaya administrasi merupakan biaya yang dibebankan kepada nasabah oleh pegadaian syariah sebesar Rp.50.000 ribu untuk setiap transaksi.

4. Pembayaran Awal (DP)

awal ini menunjukan keseriusan kita dalam mengajukan pembiayaan. Dalam kasus pembelian emas batangan ini, besarnya pembayaran awal sebesar 25% dari harga perolehan ditambah biaya administrasi.

5. Angsuran

Angsuran adalah sejumlah dana yang harus kita bayarkan secara rutin tiap bulan untuk melakukan usaha pelunasan dari emas batangan yang telah kita beli. Angka angsuran ini kita dapatkan dari besarnya biaya perolehan dikurangi dengan DP kemudian dibagi dengan jangka waktu yang kita inginkan.Jangka angsuran yang bisa kita pilih untuk melakukan pembelian emas batang secara kredit di pegadaian syariah adalah 6 bulan atau 12 bulan.

Simulasi Pembelian MULIA

Nasabah membeli 1 keping logam mulia ( emas ) seberat 5 gram dengan asumsi harga Rp. 2.605.000, maka :


(1)

Pertanyaan kepada Pegadaian Syariah mengenai Murabahah Emas Logam Mulia Investasi Abadi (MULIA)

Tempat : Pegadaian Syariah

Jl. Tampak Siring Blok K5-H/5 Daan Mogot Hari & Tanggal : Senin, 16 September 2013

Pewawancara : Aida Rachman

Narasumber : Ibu Tri Hartati, Pimpinan Cabang

1. Produk-produk apa saja yang ditawarkan oleh Pegadaian Syariah Syariah? a. Produk Pembiayaan, terdiri dari :

1) MULIA 2) AR-RAHN 3) ARRUM 4) KRASIDA 5) KRASIDA 6) KREASI

b. Produk Jasa, terdiri dari : 1) KUCICA

2) MULTI PEMBAYARAN ONLINE 3) JASA TAKSIRAN


(2)

c. Apa akad yang digunakan dalam pembiayaan MULIA di Pegadaian Syariah?

Mengenai akad yang terjadi dalam pembiayaan MULIA, kami menggunakan akad Murabahan dan rahn,

d. Bagaimana mekanisme dan prosedur mengenai jual beli emas yang terdapat di Pegadaian Syariah ini?

6. Menyerahkan Fotocopy KTP/Identitas resmi 7. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga 8. Mengisi Formulir Aplikasi Mulia 9. Menyerahkan uang muka

10.Menandatangani akad MULIA

e. Dalam transaksi yang mengandung risiko tinggi seperti transaksi jual beli emas (MULIA) ini, apakah Pegadaian Syariah menetapkan jaminan kepada nasabah?

Mengenai jaminan terhadap transaksi jual beli emas (MULIA) ini, dalam praktiknya Pegadaian Syariah memang menggunakan jaminan/ agunan, dimana emas yang sudah dibeli oleh pihak pegadaian tidak langsung diberikan kepada nasabah melainkan disimpan sampai sisa hutang pembiayaan MULIA telah diselesaikan.

f. Mengenai target konsumen yang dicapai, kepada siapa produk MULIA ini ditujukan?


(3)

Mengenai segmentasi pasar yang dituju, pada umumnya produk MULIA ini ditujukan untuk semua kalangan masyarakat hanya saja yang lebih ditekankan adalah kepada masyarakat yang berpenghasilan tetap (karyawan/ pegawai) atau pengusaha.

g. Apa saja strategi yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah dalam rangka menjalankan promosi terhadap peningkatan MULIA ini?

Mengenai strategi yang dijalankan oleh Pegadaian Syariah diantaranya adalah dengan melakukan Open Table yaitu dengan membuka Stand Pendaftaran Pegadaian Syariah pada event-event tertentu juga melalui media internet yang sifatnya melayani masyarakat umum juga memberikan kemudahan kepada masyarakat. Melalui strategi ini diharapkan akan mendatangkan calon nasabah yang tertarik kepada Pegadaian Syariah pada umumnya, dan para nasabah yang tertarik dengan investasi dalam bentuk emas (logam mulia) khususnya.

Pewawancara Narasumber

Aida Rachman Tri Hartati, SE Pimpinan Cabang


(4)

(5)

(6)