MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

(1)

Khairuntika

ABSTRAK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al- Kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh Khairuntika

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif TSTS dibandingkan pembelajaran diskusi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung dengan sampel siswa kelas VIII C dan VIII D yang diambil menggunakan teknik

purposive random sampling. Berdasarkan analisis data yang diperoleh melalui uji

Mann-Whitney terhadap kemampuan representasi matematis siswa, dengan

menganalisis skor pencapaian (gain), dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa yang menggunakan pembelajaran TSTS menunjukan hasil yang lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran dengan metode diskusi, baik dalam peningkatan kemampuan representasi matematis, rata-rata pencapaian indikator representasi, serta pembentukan karakter dan keterampilan sosial siswa.


(2)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Al- Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh Khairuntika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 08 Juni 1993 sebagai anak ke empat dari pasangan Bapak Chairuddin,S.Pd. dan Ibu Sri Nursyamsiah,S.Pd.

Penulis telah menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak(TK) Aisyiyah Bustanul Athfal Banjar Negeri pada tahun 1998, pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Banjar Negeri pada tahun 2004, pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 06 Talang Padang pada tahun 2007, dan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Pada tahun 2013 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumbon, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat dan mengikuti program Pengalaman Praktek Lapangan (PPL) di SMP N Satu Atap 01 Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat. Penulis menyelesaikan studinya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung setelah menulis skripsi dengan judul ”Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)”. Dalam menyelesaikan skripsinya penulis melakukan penelitian di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT dan dengan segala

kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ayahanda Chairuddin dan Ibunda Sri Nursyamsiah tercinta yang selalu

berjuang untuk membesarkan dan mendidikku dengan kasih sayang yang

luar biasa, yang selalu mengajarkan keikhlasan, serta selalu menempaku

untuk kuat dalam menghadapi terjalnya kehidupan.

Mbak Fitriati Hasanah dan Abang, mbak Siti Komariah dan Abang, mas

Nurdin Hidayat, serta keponakanku tersayang Najwa Azizah, Aqila

Lazulfa Ulya, dan Nibras Abid Al Hakim. Terimakasih atas doa,

dukungun, kasih sayang, dan semangatnya sehingga penulis dapat kuat

untuk menyelesaikan skripsi ini.

Sahabat-sahabat dan orang yang kucintai.


(8)

Moto

Hanya mereka yang berfikir secara mendalamlah yang

mampu memahami dan akan berada pada posisi yang lebih

baik.


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

Skripsi yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)” ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Dengan segala keterbataan pengetahuan yang dimiliki penulis, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu perlu koreksi dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk, kritik, saran, dan partisipasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karea itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Abah Chairuddindan Ibu Sri Nursyamsiah yang selalu mendidik, mendukung, mendoakan, memberikan motivasi, nasihat,


(10)

iii

semangat, serta kasih sayangnya kepada penulis. Jasa kalian tak dapat terbalas dengan apapun dan sampai kapanppun.

2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung.

7. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lampung.

8. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu Dra. Hj. Sri Purwaningsih selaku kepala SMP Al-Kautsar Bandarlampung. 10.Ibu Hj. Berta Khoiriyati, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak


(11)

iv

11.Mbakku tercinta Fitriati Hasanah dan Siti Komariah, serta Amasku Nurdin Hidayat yang selalu memberikan motivasi, nasihat, semangat, dan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12.Keponakanku Najwa Azizah, Aqila Lazulfa Ulya, dan Nibras Abid Al Hakim,

yang selalu membuatku tersenyum. Kalian adalah penghibur bagi penulis. 13.Sabahat seperjuangan penulis yang sejak SMA tidur di bawah atap dan di atas

ranjang yang sama dengan penulis, Selvi Yulianti,S.H. yang selalu bersama-sama , memberikan semangat, dan dukungan kepada penulis. Semoga persahabatan ini tetap terjaga.

14.Sahabat-sahabat tercinta, Anggi Oktaviarini Komara, Anniya Mutiara Tsani, Ardiyanti, Desy Pratiwi Herdyen, Elfira Puspita Wardani, Engla Ocatavia Aidi, dan Rika Ridayanti, yang selalu memberikan semangat, kritik, saran, dan ide-ide kreatifnya, serta mewarnai kehidupan kampusku. Semoga persahabatan ini menyatukan kita sampai dikemudian hari. Sukses untuk kita. 15.Keluarga besar Ambalan Satya Ginung Dharma, Kak Edvin dan Mb Dini, Kak

Dian, Kak Roni, Kak Hardian, Kak Syahrul, Junia, serta adik-adik angkatan 16, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22 yang telah memberikan pengalaman yang begitu luar biasa kepada penulis. Pengalaman yang tidak akan penulis dapatkan dalam pendidikan formal.

16.Satria Ariasena yang selalu mendoakan, mendukung, memotivasi, dan mendengarkan keluh kesah penulis. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk mengisi hari-hari bersamaku.

17.Sahabat sekosanku, Sinta dan Arum, terimakasih telah bersama-sama merasakan kehidupan sebagai anak kosan, terimakasih atas segala bantuan,


(12)

v

dan dukungannya. Tak lupa terima kasih kepada Mas Tono dan Teteh kosan yang selalu mendukung dan memotivasi penulis selama ini.

18.Masyarakat Bumbon khususnya pihak-pihak yang telah membantu penulis saat KKN dan PPL, Pak Peratin, Pak toni, Pak Kadus Sidodadi, Cilimus, Bumbon, Way Sluang, Gerday, dan Petakhuan, Guru di SMP N Satu Atap 01 Batu Brak, serta abang-abang semuanya, Bang Eli, Bang Badrun, Bang Penda, Bang Rudi, Bang Aceng, Cak Agus, Cak Ipul, Bang Ion, Bang Rafat, dan Bang Dayat, maupun pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 19.Sahabat SMA ku Nila, Andhara, Haifa, Ninis, Febia, Lely, Arifah, dan seluruh

teman-teman AKATSUKI maupun teman-teman ASDAM.

20.Siswa-siswi SMP N Satu Atap 01 Batu Brak dan SMP Al- Kautsar Bandar Lampung.

21.Teman-teman Pendidikan Matematika 2010 dan Kakak-Kakak Pendidikan Matematika 2009,2008,2007.

22.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandarlampung, September 2014 Penulis,


(13)

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Kemampuan Representasi Matematis ... 10

2. Pembelajaran dengan Metode Diskusi ... 13

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) 15 B. Kerangka Pikir ... 18

C. Anggapan Dasar ... 21

D. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 23


(14)

vii

B. Desain Penelitian ... 24

C. Data Penelitian ... 24

D. Instrumen Penelitian ... 25

E. Tahap-tahap Penelitian ... 29

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis data ... 30

H. Pengujian Hipotesis ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

1. Analisis Kemampuan Awal Representasi Matematis Siswa ... 37

2. Analisis Kemampuan Representasi Matematis Siswa Setelah Pembelajaran ... 39

3. Analisis Indeks Gain Kemampuan representasi Matematis Siswa .... 41

4. Pencapaian perilaku Berkarakter dan Keterampilan Sosial Siswa ... 44

B. Pembahasan ... 46

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(15)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis ...12

Tabel 3.1 Desain Penelitian ...24

Tabel 3.2 Validitas Butir Item Soal ...26

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ...27

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 28

Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data awal Kemampuan Representasi Matematis ... 32

Tabel 3.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks gain Kemampuan Representasi Matematis ... 32

Tabel 4.1 Data AwalKemampuan Representasi Matematis Siswa ... 37

Tabel 4.2 Pencapaian Indikator Representasi Matematis Siswa Kelas Two Stay Two Stray (TSTS)... 39

Tabel 4.3 Pencapaian Indikator Representasi Matematis Siswa Kelas Diskusi 39 Tabel 4.4 Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Setelah Pembelajaran ... 40

Tabel 4.5 Pencapaian Indikator Representasi Matematis Siswa Kelas Two Stay Two Stray (TSTS) ... 40

Tabel 4.6 Pencapaian Indikator Representasi Matematis Siswa Kelas Diskusi 41 Tabel 4.7 Indeks Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 42

Tabel 4.8 Hasil Uji mann Whitney Data Indeks Gain Representasi Matematis ... 42

Tabel 4.9 Rekapitulasi Ketercapaian perilaku Berkarakter Siswa kelas Eksperimen Pertemuan Ke-2 (dalam %) ... 44


(16)

ix

Tabel 4.10 Rekapitulasi Ketercapaian perilaku Berkarakter Siswa kelas


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 58

A.2 Lembar Kerja Siswa ... 106

B.Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Pretest dan Post test ... 132

B.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis .. 134

B.3 Soal Pretest dan Post test ... 135

B.4 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Post test ... 136

B.5 Lembar Penilaian Diri ... 140

C.Analisis Data C.1 Uji Validitas Instrumen ... 144

C.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 145

C.3 Tingkat Kesukaran Instrumen ... 146

C.4 Daya Pembeda Instrumen ... 147

C.5 Data Kemampuan AwalKelas TSTS ... 148

C.6 Data kemampuan Awal Kelas Diskusi ... 149

C.7 Uji Normalitas Tes Awal Kelas TSTS ... 150

C.8 Uji Normalitas Tes Awal Kelas Diskusi ... 154

C.9 Uji Homogenitas Varians Tes Awal ... 158

C.10 Uji t’ Tes Awal ... 159

C.11 Pencapaian Indikator Pretest kemampuan Representasi Matematis Kelas TSTS ... 161

C.12 Pencapaian Indikator Pretest kemampuan Representasi Matematis Kelas Diskusi ... 162


(18)

xi

C.13 Data Kemampuan Akhir Kelas TSTS ... 163

C.14 Data Kemampuan Akhir Kelas Diskusi ... 164

C.15 Pencapaian Indikator Posttest kemampuan Representasi Matematis Kelas TSTS ... 165

C.16 Pencapaian Indikator Posttest kemampuan Representasi Matematis Kelas Diskusi ... 166

C.17 Data Gain Kelas TSTS ... 167

C.18 Data Gain Kelas Diskusi ... 168

C.19 Uji Normalitas Data Gain Kelas TSTS ... 169

C.20 Uji Normalitas Data Gain Kelas Diskusi ... 173

C.21 Uji mann Whitney Data Gain ... 177

C.22 Rekapitulasi Pembelajaran Berkarakter Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-2 ... 180

C.23 Rekapitulasi Pembelajaran Berkarakter Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-8 ... 183

D.Lain-lain D.1 Surat Keterangan Penelitian ... 186


(19)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara untuk mewujudkan tujuan negara tersebut adalah melalui pendidikan. Berdasarkan penjelasan atas Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan potensi serta kepribadian mereka.

Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya guna menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif. Melalui pendidikan, manusia


(20)

2 dapat mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Terdapat beberapa mata pelajaran yang perlu disampaikan kepada peserta didik agar setiap peserta didik mampu menghadapi setiap perubahan. Salah satu mata pelajaran yang pertlu disampaikan adalah mata pelajaran matematika. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu universal dan perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Matematika juga merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Untuk menguasai dan menciptakan suatu teknologi di masa depan, maka diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Dengan demikian, matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia guna menghadapi perkembangan zaman.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menyatakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Dengan demikian peserta didik akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah-masalah matematis yang diberikan guru. Akan tetapi pada kenyataannya sebagian besar peserta didik menganggap bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang sulit dan membosankan, dan hanya sedikit sekali peserta didik yang menyukai mata pelajaran matematika. Hal


(21)

3 ini terjadi karena dalam proses pembelajaran matematika guru menggunakan metode belajar yang cenderung monoton dan tidak bervariasi. Sebagai contoh, metode yang digunakan adalah metode diskusi.

Pembelajaran dengan metode diskusi yang selalu diulang-ulang dan tidak variatif membuat peserta didik bosan dalam kegiatan belajar. Hal ini terjadi karena peserta didik selalu melakukan aktivitas yang sama yakni berdiskusi dalam kelompoknya dan membahas apa yang didiskusikan bersama dengan guru. Seharusnya guru dapat menggunakan metode atau model pembelajaran yang lebih variatif agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga peserta didik akan selalu aktif dan terus memunculkan ide kreatifnya dalam menyelesaikan masalah matematis yang diberikan dengan merepresentasikan masalah tersebut kedalam bentuk lain seperti ekspresi matematis, kata-kata, ataupun teks tertulis.

Representasi merupakan ungkapan dari suatu ide matematika yang ditampilkan peserta didik sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut. Representasi memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika, karena dengan representasi peserta didik akan lebih mudah dalam mengomunikasikan ide-ide matematis sehingga masalah-masalah matematis yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik oleh peserta didik. Dengan demikian, peserta didik secara tidak langsung harus merepresentasikan masalah-masalah matematis ke dalam bentuk lain agar masalah tersebut dapat dipahami dan dapat ditemukan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun pada kenyataannya kemampuan peserta didik dalam merepresentasikan masalah matematis masih tergolong rendah.


(22)

4 Hasil survey TIMSS 2011 menunjukan bahwa kemampuan matematis di Indonesia berdaya saing rendah dengan negara-negara lain. Indonesia berada diurutan ke 38 dari 42 negara yang disurvey dengan rata-rata skor di Indonesia untuk kelas VIII adalah 386. Skor ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2007, dimana saat itu Indonesia menempati peringkat 33 dari 49 negara dengan skor 397. Sedangkan dalam studi ini skor rata-rata internasional yang harus dicapai adalah 500. Wardhani (2011: 1) menyatakan hasil survey kemampuan matematika yang masih rendah tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satu penyebabnya antara lain siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik soal-soal pada TIMSS yang substansinya menuntut penalaran, argumentasi, dan kreatifitas dalam menyelesaikannya. Wardhani (2011: 22) juga menyatakan soal-soal TIMSS secara lebih spesifiknya mengukur kemampuan siswa dalam memilih, merepresentasikan, memodelkan, menerapkan, maupun memecahkan masalah. Sesuai dengan karakteristik soal-soal TIMSS, dapat dilihat bahwa kemampuan representasi matematis siswa di Indonesia masih rendah.

Rendahnya kemampuan representasi matematis siswa juga terjadi di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Hal ini didapat berdasarkan hasil observasi kelas dan wawancara dengan guru bidang studi matematika kelas VIII di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang diterapkan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung belum variatif, masih berupa pembelajaran dengan metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Siswa di SMP Al-Kautsar sudah terbiasa berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil, akan tetapi diskusi yang digunakan adalah diskusi biasa yakni siswa berdiskusi


(23)

5 dan membahas apa yang didiskusikan bersama guru. Sedangkan berdasarkan observasi kelas diketahui bahwa dalam proses pembelajaran siswa cenderung tidak dapat diam ditempat duduknya dan lebih senang untuk berpindah-pindah tempat untuk sekedar bertanya tentang pelajaran ataupun mengganggu temannya yang serius belajar. Selain itu, rendahnya kemampuan representasi matematis siswa ini dapat dilihat dari tes awal kemampuan representasi matematis siswa di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Hal ini ditunjukkan melalui jawaban beberapa siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan representasi yang diberikan dengan contoh soal sebagai berikut:

“Rayhan sedang bermain-main di atas tanah basah. Ia membuat jejak kaki pada tanah basah tersebut. Rayhan menapakkan kakinya ke arah Selatan sebanyak 5 kali, kemudian dilanjutkan ke arah Timur sebanyak 12 kali. Dalam menapakkan kakinya, Rayhan menempelkan tumit kaki kirinya pada ujung kaki kanannya, kemudian tumit kaki kanannya ditempelkan pada ujung kaki kirinya, dan seterusnya. Berapa kali Rayhan harus menapakkan kakinya jika ia mulai berjalan langsung tanpa berbelok dari tempat semula ke tempat terakhir?”

Contoh jawaban-jawaban dari siswa adalah sebagai berikut: Siswa 1:

52 + 122 = 25 + 144 = 169 = 169 = 13

5

12


(24)

6 Siswa 2:

Ke arah selatan: 5 kali = 52 = 25 Ke arah timur : 12 kali = + 122 = 169 52 + 122 = 25 + 144 = 169 = 169 = 13

Siswa 3:

122 + 52 = 199 + 25 = 169 = 13

Melihat pentingnya representasi matematis bagi siswa dan masih rendahnya kemampuan representasi matematis siswa di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung, maka untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan melalui suatu representasi. Pembelajaran kooperatif juga memberikan efek terhadap sikap penerimaan atas perbedaan antar-individu, baik ras, keragaman budaya, jenis kelamin, sosial-ekonomi, dan lain sebagainya. Selain itu yang terpenting, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Keterampilan ini sangat dibutuhkan siswa saat nanti terjun ke dalam masyarakat. Melihat karakteristik siswa SMP Al-Kautsar Bandar Lampung, salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah tipe

Two Stay Two Stray (TSTS).

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang yang terdiri dari latar belakang yang berbeda, baik


(25)

7 jenis kelamin, agama, suku, dan kemampuan akademik untuk bekerja sama, saling membantu, dan pelaksanaannya dilakukan dengan langkah-langkah: kelompok, tinggal dan bertamu, berbagi, dan kelompok. Dengan aktivitas tersebut siswa dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014 yang kondisi siswanya kurang dapat merepresentasikan ide matematisnya dengan baik.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan

representasi matematis siswa?”

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, diajukan pertanyaan penelitian “apakah kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa dengan metode diskusi?”.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.


(26)

8

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sum-bangan kajian teoritis pembelajaran matematika khususnya terkait model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dilihat dari kemampuan representasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi siswa, guru matematika, dan peneliti lain.

1. Bagi siswa diharapkan dengan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa maka siswa dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam matematika.

2. Bagi guru diharapkan penelitian ini berguna sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

(TSTS) dan hubungannya dengan representasi matematis siswa.

3. Bagi peneliti lain diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan atau referensi pada penelitian yang sejenis.

E.Ruang lingkup penelitian

1. Peningkatan dalam hal ini merupakan daya yang ditimbulkan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan representasi matematis siswa. Pembelajaran TSTS dikatakan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa apabila


(27)

9 peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran TSTS lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan metode diskusi.

2. Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan untuk mengungkapkan suatu ide matematika yang ditampilkan sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut dan dapat diukur melalui indikator kemampuan representasi matematis yakni 1) Siswa dapat membuat gambar pola-pola geometri untuk memperjelas masalah; 2) Siswa dapat membuat model matematika; dan 3) Siswa dapat menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.

3. Pembelajaran dengan metode diskusi adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok-kelompoknya untuk berdiskusi mengumpulkan maupun bertukar pendapat, membuat kesimpulan, dan menyelesaikan masalah-masalah matematis yang diberikan guru secara bersama-sama.

4. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang yang terdiri kemampuan akademik yang berbeda untuk bekerja sama, saling membantu, dan pelaksanaannya dilakukan dengan langkah-langkah: kelompok, tinggal dan bertamu, berbagi, dan kelompok.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori

1. Kemampuan Representasi Matematis

Representasi merupakan ungkapan dari suatu ide matematika yang ditampilkan peserta didik sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34) yang mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematis yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya.

Hudiono (2005: 19) menyatakan bahwa kemampuan representasi dapat mendukung siswa dalam memahami konsep-konsep matematika yang dipelajari dan keterkaitannya; untuk mengomunikasikan ide-ide matematika siswa; untuk lebih mengenal keterkaitan (koneksi) diantara konsep-konsep matematika; ataupun menerapkan matematika pada permasalahan matematik realistik melalui pemodelan. Hutagaol (2013: 91) meyebutkan representasi matematis yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk memahami suatu konsep matematika ataupun dalam upayanya untuk mencari sesuatu solusi


(29)

11 dari masalah yang sedang dihadapinya Dengan demikian representasi dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa untuk memahami konsep-konsep tertentu maupun untuk mengomunikasikan ide-ide matematis guna menyelesaikan masalah.

Effendi (2012: 2) menyatakan kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Representasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman akan konsep dan keterkaitan antarkonsep matematika yang mereka miliki melalui membuat, membandingkan, dan menggunakan representasi. Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa, representasi juga membantu siswa dalam mengkomunikasikan pemikiran mereka.. Peranan representasi tersebut dijelaskan pula oleh NCTM (2000: 280)

“Representation is central to the study of mathematics. Student can develop

and deepen their understanding of mathematical concepts and relationships as they create, compare, and use various representations. Representations

also help students communicate their thinking”.

Kemampuan representasi matematis siswa dapat di ukur melalui beberapa indikator kemampuan representasi matematis. Indikator representasi matematis siswa menurut amelia (2013: 20) adalah sebagai berikut:

a. Representasi visual.

b. persamaan atau ekspresi matematis. c. kata-kata atau teks tertulis.


(30)

12 Suryana (2012: 41) juga memberikan indikator-indikator kemampuan representasi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Indikator Kemampuan Representasi Matematis

No Representasi Bentuk-bentuk operasional 1 Representasi visual

a. Diagram, tabel, atau grafik

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi diagram, grafik, atau tabel

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri

 Membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2 Persamaan atau ekspresi

matematis

 Membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan

 Membuat konjektur dari suatu pola bilangan

 Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis

3 Kata-kata atau teks tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menuliskan interpretasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis

Dari penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan untuk mengungkapkan suatu ide matematika yang ditampilkan sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut dan dapat diukur melalui indikator kemampuan representasi matematis yakni 1) Siswa dapat membuat gambar pola-pola geometri untuk memperjelas masalah; 2) Siswa dapat membuat persamaan atau ekspresi matematis; dan 3) Siswa dapat menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.


(31)

13

b. Pembelajaran dengan Metode Diskusi

Ramayulis (1994: 141) menyatakan bahwa diskusi merupakan kata yang berasal

dari bahasa Latin yaitu “discussus” yang mempunyai arti memeriksa dan

menyelidiki. Dalam pengertian umum diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar infomasi, mempertahankan pendapat dan memacahkan masalah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suryosubroto (2009: 167) bahwa diskusi merupakan suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok untuk saling tukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.

Suryosubroto (2009: 167) juga menjelaskan bahwa metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau penyusunan berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Syafaruddin (2006: 164) menyatakan bahwa metode diskusi pada hakikatnya berpusat kepada peserta didik, dimana kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan diskusi yang tidak terstruktur hingga kepada kegiataan yang terstruktur dimana guru dapat bertindak keras dan otokratis. Dan persoalan dan masalah-masalah yang didiskusikan sesuai dengan mata pelajaran/materi pokok. Dengan diskusi para murid akan bekerja keras,


(32)

14 bekerja sama berusaha memecahkan masalah dengan mengajukan pendapat dan argumentasi yang tepat.

Guru memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode diskusi. Suryosubroto (2009: 170) menyatakan beberapa peranan guru dalam diskusi yakni sebagai ahli, sebagai pengawas, sebagai pendorong. Sebagai ahli guru harus mengetahui lebih banyak hal daripada siswanya, selain itu guru juga harus mengawasi dan memberikan penilaian jalannya diskusi. Sebagai pendorong guru berperan untuk mendorong setiap anggota kelompok dalam menciptakan dan mengembankan kreativitas setiap siswa seoptimal mungkin. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode diskusi adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok-kelompoknya untuk berdiskusi mengumpulkan maupun bertukar pendapat, membuat kesimpulan, dan menyelesaikan masalah-masalah matematis yang diberikan guru secara bersama-sama.

Proses pembelajaran yang menggunakan metode diskusi memiliki beberapa keuntungan. Suryosubroto (2009: 172) menyebutkan lima keuntungan metode diskusi, yakni:

1. Metode diskusi melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses belajar.

2. Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajarannya masing-masing.

3. Metode diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berfikir dan sikap ilmiah.

4. Dengan mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa akan memperoleh kepercayaan akan (kemampuan) diri sendiri.

5. Metode diskusi menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para siswa.


(33)

15 Tidak dapat dipungkiri bahwa dari beberapa keuntungan ataupun kelebihan susatu metode pembelajaran pasti terdapat kekurangan ataupun kelemahannya. Suryosubroto (2009: 173) mengemukakan pendapatnya tentang kelemahan metode diskusi yaiti: 1) tidak dapat diramalkan sebelumnya bagaimana hasil dari diskusi tersebut; 2) memerlukan keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya; 3) didominasi oleh siswa yang menonjol; 4) tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi; 5) diskusi yang mendalam membutuhkan waktu yang banyak, siswa tidak boleh merasa dikejar-kejar waktu; 6) apabila suasana diskusi hangat dan siswa sudah berani mengemukakan buah pikiran mereka, maka biasanya sulit untuk membatasi pokok masalahnya; 7) dalam diskusi sering terjadi murid kurang berani mengemukakan pendapat; dan 8) jumlah siswa dalam kelas yang terlalu besar akan memengaruhi kesempatan setiap siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Sanjaya (2007: 155) menambahkan bahwa dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak dikontrol akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.

c. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Model pembelajaran menurut Joyce (Trianto,2011: 5) adalah Suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Upaya pemilihan model pembelajaran berorientasi pada peningkatan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses


(34)

16 pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran kooperatif.

Sanjaya (2010: 241) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran dengan menggunakan model pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan, jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang di persyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan tersebut, jelas bahwa pembelajaran kooperatif menekankan peserta didik pada perilaku bersama. Dalam bekerja sama yang bertujuan untuk saling membantu satu sama lain, menghormati pendapat orang lain, dan selalu bekerja sama untuk menambah pengetahuannya. Lie (2008: 31) mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan antara lain 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan/individu; 3 tatap muka; 4) komunikasi antar


(35)

17 anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok. Tujuan dibentuknya kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dan koloboratif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki suatu tujuan yang sama guna memecahkan masalah-masalah yang diberikan oleh guru secara berkelompok dalam kelompok-kelompok kecil tersebut. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).

Isjoni (2009: 113) mengemukakan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) “Dua tinggal dua tamu” dikembangkan oleh Spencer Kagan dan biasa digunakan bersama dengan teknik pembelajaran Kepala Bernomor (Numbered Heads).

Menurut Huda (2012: 141) terdapat enam langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), yakni:

1. Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat sebagaimana biasa;

2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama;

3. Setelah selesai, 2 anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua anggota dari kelompok lain;

4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas men-sharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka;

5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain;


(36)

18 6. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan

mereka semua.

Pangaribuan (2013: 7) meyatakan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe

Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu (1) Terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas, (2) Siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dan (3) Dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan susah diatur saat proses belajar mengajar. Dijelaskan pula oleh Pangaribuan bahwa kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu memerlukan waktu yang lama jika tidak dapat mengontrol waktu dengan baik dan guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing dalam proses memberi dan mencari informasi materi (sebelum postest). Untuk mengatasi kelemahan tersebut, masing-masing unsur yang terlibat harus dapat mengontrol waktu agar pembelajaran yang dilakukan berjalan secara efektif.

Dari uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang yang terdiri kemampuan akademik yang berbeda untuk bekerja sama, saling membantu, dan pelaksanaannya dilakukan dengan langkah-langkah: kelompok, tinggal dan bertamu, berbagi, dan kelompok.

B.Kerangka Pikir

Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan untuk mengungkapkan suatu ide matematika yang ditampilkan sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut.


(37)

19 Upaya untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa tentunya tidak terlepas dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah adalah pembelajaran konvensional yang didominasi dengan metode ceramah dan hanya sedikit variasinya yakni dengan metode diskusi dan tanya jawab. Metode diskusi disini dilakukan dengan cara guru membagikan topik yang akan didiskusikan dan membahasnya bersama-sama. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok-kelompoknya untuk berdiskusi mengumpulkan maupun bertukar pendapat, membuat kesimpulan, dan menyelesaikan masalah-masalah matematis yang diberikan guru secara bersama-sama hanya dalam kelompok tersebut, sehingga siswa tidak dapat bertukar pendapat dan berkomunikasi dengan kelompok lain. Upaya meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas komunikasi siswa tersebut. Hanya dengan diskusi dalam kelompoknya, upaya komunikasi siswa sangat terbatas sehingga peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kurang baik.

Cara lain untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa dapat dilakukan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif membagi siswa ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif juga memberi kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk saling berdiskusi dan berinteraksi. Hal tersebut dapat diupayakan dengan menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray


(38)

20 Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang yang terdiri dari kemampuan akademik yang berbeda untuk bekerja sama, saling membantu. Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) diawali dengan bekerja sama dan mendiskusikan tugas yang diberikan guru dalam kelompok yang beranggotakan empat orang, selanjutnya dua orang masing-masing anggota kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu untuk mencari informasi ke kelompok lain sedangkan dua orang anggota kelompok yang tinggal mensharing informasi kepada tamunya.

Pada saat men-sharing informasi ke anggota kelompok lain, siswa harus merepresentasikan ide-ide matematisnya ke dalam bentuk lain seperti diagram, grafik, pola-pola geometri, membuat persamaan atau model matematika, membuat konjektur dari suatu bilangan, menyusun cerita, ataupun menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah agar informasi yang disampaikan dapat diterima anggota kelompok lainnya. Selanjutnya tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya masing-masing serta melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua sehingga tugas yang diberikan oleh guru dapat diselesaikan dengan baik. Pada saat menyampaikan laporan siswa juga dituntut untuk dapat merepresentasikan ide-ide matematisnya. Dengan demikian representasi matematis diperlukan siswa guna menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami.


(39)

21 Dengan mengikuti langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), kemampuan representasi matematis siswa diduga akan lebih tinggi dari kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode diskusi, karena seluruh siswa yang ada di dalam kelas dituntut untuk berpikir, siswa harus memikirkan solusi dari masalah-masalah matematika yang diberikan oleh guru sehingga keterampilan intelektual, sikap, dan keterampilan sosial siswa dapat berkembang. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP Al- Kautsar Bandar Lampung

C.Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMP Al-Kautsar Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan representasi matematis siswa selain model pembelajaran dikontrol sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil dan dapat diabaikan.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini dapat diuraikan kedalam dua bagian yakni:


(40)

22 1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa

2. Hipotesis Khusus

Kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) lebih tinggi dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan metode diskusi.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari delapan kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling. Sampel yang diambil pada penelitian ini berdasarkan pertimbangan peneliti dan guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung dengan terlebih dahulu mengeluarkan dua kelas yang kemampuan siswanya tinggi dari populasi dan hanya tersisa enam kelas dalam populasi, selanjutnya peneliti juga mempertimbangkan kelas yang diajar dengan guru yang sama sehingga pengalaman belajar siswanya juga sama. Dari enam kelas tersebut diambil dua kelas yang memiliki kemampuan yang sama. Kelas yang diambil adalah kelas VIIIc dan kelas VIIId. Selanjutnya dengan cara pengundian ditentukan kelas VIIIc dengan jumlah siswa 40 orang sebagai kelas kontrol (pembelajaran dengan metode diskusi) dan kelas VIIId dengan jumlah siswa 40 orang sebagai kelas eksperimen (pembelajaran dengan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)). Akan tetapi, jumlah siswa pada kelas eksperimen yang dimasukkan dalam perhitungan adalah 38 orang. Dua orang siswa dari kelas eksperimen tidak mengikuti posttest karena pada saat dilakukan posttest siswa tersebut telah pindah sekolah.


(42)

24

B.Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran TSTS dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu, menurut Hadjar (1999 : 117) pada penelitian ini penempatan subjek kedalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan masing-masing diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal representasi matematis siswa, kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan yakni menggunakan pembelajaran TSTS, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode diskusi. Setelah diberi perlakuan, masing-masing kelas diberi posttest

untuk mengetahui kemampuan representasi matematis siswa. Desain penelitian ini dapat digambarkan seperti Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain penelitian

Treatment group R O X1 O

Control group R O X2 O

Fraenkel dan Wallen (1993:248) Keterangan:

R = Pemilihan kelompok secara acak

O = Tes yang diberikan sebelum dan setelah perlakuan (pretest dan posttest) X1 = Perlakuan (model pembelajaran Two Stay Two Stray)

X2 = Perlakuan (pembelajaran dengan metode diskusi) C.Data Penelitian

Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes kemampuan representasi matematis yang diperoleh siswa sebelum dan sesudah


(43)

25 diberi perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah siswa mengikuti pembelajaran TSTS dan pembelajaran dengan metode diskusi.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes kemampuan representasi matematis siswa. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran (pretest

dan posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sesudah perlakuan dimaksudkan untuk melihat peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dan tes yang diberikan sebelum perlakuan dimaksudkan untuk melihat kemampuan awal representasi matematis siswa. Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal untuk mengukur kemampuan representasi matematis disusun dalam tes berupa soal uraian. Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator kemampuan representasi matematis. Sebelum soal tes digunakan untuk pretest dan posttest terlebih dahulu soal diuji cobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

1. Validitas

Teknik yang digunakan untuk menguji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi product moment (Widoyoko, 2012:137) dengan angka kasar sebagai berikut :

= −


(44)

26 Keterangan:

: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N : Jumlah siswa

: Jumlah skor pada siswa pada tiap butir soal

: jumlah skor total siswa

: Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir dengan total skor siswa

Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga kritik untuk validitas butir instrument yaitu 0,3. Artinya apabila ≥ 0,3, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko, 2012: 143). Berdasarkan perhitungan data hasil uji coba (Lampiran C.1) diperoleh validitas setiap butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Validitas Butir Soal

Nomor Soal 1 2 3 4

Koefisien 0,318 0,334 0,329 0,303 Interpretasi Valid Valid Valid Valid

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Crouncbach Alpha yaitu sebagai berikut :

11 = −

1 1− ��2

�2

Keterangan :

r11 = Nilai koefisien reliabilitas yang dicari

n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

��2 = Jumlah varians skor tiap-tiap item �2 = Varians total

Arikunto (2012:122)

Menurut Sudijono (2008: 209), apabila nilai koefisien reliabilitas (r11) lebih besar


(45)

27 yang tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,89. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga instrumen tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Lampiran C.2.

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Instrumen dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan Sudijono (2008:372) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus:

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

15 . 0 00

.

0 TK Sangat Sukar

30 . 0 16

.

0 TK Sukar

70 . 0 31

.

0 TK Sedang

85 . 0 71

.

0 TK Mudah

00 . 1 86

.

0 TK Sangat Mudah

Sudijono(2008:372) T T

I

J

TK


(46)

28

Setelah menghitung tingkat kesukaran, diperoleh bahwa instrumen tes kemam-puan representasi matematis memiliki tingkat kesukaran sedang (Lampiran C.3).

4. Daya Pembeda (DP)

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas ) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Suherman (2003:161) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

DP=X A-X B SMI

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu XA : rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

XB : rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal

SMI : skor maksimum ideal

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

DP ≤ 0.00 Sangat Jelek

0.00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0.40 Cukup

0.40 < DP ≤ 0.70 Baik

0.70 < DP ≤ 1.00 Sangat Baik


(47)

29

Setelah menghitung daya beda butir soal, diperoleh hasil bahwa soal tes memiliki daya pembeda yang cukup dan baik (Lampiran C.4). Setelah dilakukan perhitungan dapat diketahui bahwa instrumen tes kemampuan representasi matematis siswa telah memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu valid, memiliki reliabilitas tinggi, daya pembeda cukup dan baik, dan tingkat kesukaran sedang.

Oleh karena itu instrumen tes kemampuan representasi matematis tersebut telah layak digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa.

E.Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah : 1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandarlampung.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP ini dibuat sesuai dengan model yang akan digunakan selama penelitian ini, yaitu RPP dengan pembelajaran TSTS dan metode diskusi.

c. Memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai keadaan lapangan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

d. Melakukan validasi instrumen kepada pembimbing. e. Melakukan uji coba instrumen (23 Maret 2014)

f. Melakukan perbaikan instrumen setelah instrumen diujicobakan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melaksanakan pretest pada kelas kontrol (24 Maret 2014) dan pada kelas eksperimen (26 Maret 2014).


(48)

30 b. Memberikan perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran TSTS. Sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan metode diskusi. Perlakuan dilakukan selama satu bulan, yakni dari tanggal 25 Maret s.d 25 April 2014.

c. Mengadakan posttest pada kelas kontrol (23 April 2014) dan pada kelas eksperimen (26 April 2014)

3. Tahap Analisis Data

a. Menganilisis data hasil penelitian. b. Menyusun hasil penelitian.

c. Menyimpulkan hasil penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

G.Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari ha-sil pretest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan skor pencapaian (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Hake besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) = g, yaitu:

�= � � − � � �


(49)

31 Pengolahan dan analisis data kemampuan representasi matematis dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap skor awal dan peningkatan kemampuan siswa (gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji nor-malitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk untuk menentukan jenis uji hipotesis yang akan digunakan. Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:273). a. Hipotesis

� : Sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

�1 : Sampel yang berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

b. Taraf signifikan

� = 0,05

c. Statistik uji

2

1 2

   k i i i i hitung E E O x Keterangan:

�2 = harga Chi-kuadrat � = frekuensi observasi � = frekuensi harapan

= banyaknya kelas interval d. Keputusan uji

Tolak � jika �2 ≥ �21( 3)

Uji normalitas dilakukan terhadap data awal dan data indeks gain kemampuan representasi matematis siswa. Setelah dilakukan uji normalitas pada skor awal kemampuan representasi matematis didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.5.


(50)

32

Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Awal Kemampuan Representasi Matematis

Kelas ���� �� ��� �� Keterangan

TSTS 3,87 9,49 Normal

Diskusi 4,36 9,49 Normal

Berdasarkan Tabel 3.5, dapat diketahui bahwa data awal kemampuan representasi matematis pada kelas TSTS dan kelas diskusi memiliki �ℎ�2 < �2 . Pada taraf signifikansi dengan = 5% berarti H0 diterima. Jadi, data awal kemampuan

representasi matematis siswa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.7 dan C.8.

Uji normalitas juga dilakukan terhadap data indeks gain kemampuan representasi matematis, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain Kemampuan Representasi Matematis

Kelas ���� �� ��� �� Keterangan

TSTS 9,05 9,49 Normal

Diskusi 23,132 9,49 Tidak Normal

Berdasarkan Tabel 3.6, dapat diketahui bahwa data indeks gain kemampuan representasi matematis pada kelas TSTS memiliki �ℎ�2 < �2 . Pada taraf signifikansi dengan = 5% berarti H0 diterima. Sedangkan, data indeks gain

kemampuan representasi matematis pada kelas diskusi memiliki �ℎ�2 > �2 . Pada taraf signifikansi dengan= 5% berarti H

0 ditolak. Dengan

demikian, data indeks gain kemampuan representasi matematis pada kedua kelas tersebut tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.19 dan C.20.


(51)

33 2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan jenis uji hipotesis yang akan digunakan.

a. Hipotesis

� : �12 =�22(kedua populasi memiliki varians yang homogen)

�1 : �12 ≠ �22 (kedua populasi memiliki varians yang tidak homogen)

b. Taraf signifikan

� = 0,05

c. Statistika uji

= � � �

� � � �

d. Keputusan uji

Tolak hipotesis � jika ≥ 1 2 ( 1 2)

dengan 1 = 1−1 dan 2 = 2− 1. Sudjana (2005:249-250)

Berdasarkan hasil uji normalitas pada data awal kemampuan representasi matematis diketahui bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sehingga selanjutnya dilakukan uji homogenitas terhadap skor awal kemampuan representasi matematis. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh

Fhitung = 1,92 dan Ftabel = 1,71. Karena ℎ� > maka tolak H0. Hal ini

berarti data kedua populasi tidak sama, dilihat dari variansnya. Perhitungan selegkapnya pada Lampiran C.9. Sedangkan untuk data indeks gain tidak dilakukan uji homogenitas karena salah satu data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.


(52)

34

H.Pengujian Hipotesis

1) Uji Hipotesis untuk Skor Awal

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa data skor awal dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang tidak homogen. Apabila data yang diperoleh normal, tetapi tidak homogen maka digunakan statistik t’ dengan hipotesis uji sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2, (kemampuan awal representasi matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran TSTS sama dengan kemampuan awal representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi)

H1: μ1 > μ2, (kemampuan awal representasi matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran TSTS lebih tinggi dari kemampuan awal representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi)

Rumus yang digunakan menurut Sudjana (2005: 243) adalah sebagai berikut.

= −1 2

12/ 1 + 22/ 2

Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika ′ ≥ 1 1

+ 2 2

1+ 2 dan terima H0 untuk harga

t’ lainnya, dengan w1 = 12/ 1, w2 = 22/ 2, 1 = 1−� ,( 1−1), 2 = 1−� ,( 2−1)

dan taraf signifikan signifikan �= 5%. 2) Uji Hipotesis untuk Indeks Gain

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa data indeks gain dari salah satu sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Menurut Russefendi (1998: 401) apabila data berasal dari populasi yang


(53)

35 tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik. Uji non parametrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitney U dengan hipotesis sebagai berikut.

H0: tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran TSTS dengan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi.

H1: ada perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang

mengikuti pembelajaran TSTS dengan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi.

Dalam Russefendi (1998: 398), langkah-langkah pengujiannya adalah:

Pertama, skor-skor pada kedua kelompok sampel harus diurutkan dalam peringkat. Selanjutnya, menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

� = + ( + 1)

2 −

� = + ( + 1)

2 −

Keterangan:

na = jumlah sampel kelas eksperimen

nb = jumlah sampel kelas kontrol

= Rangking unsur a = Rangking unsur b

Statistik U yang digunakan adalah U yang nilainya lebih kecil. Jika nilai Uhitung ≥ Utabel, maka hipotesis nol diterima dan jika Uhitung < Utabel, maka hipotesis nol


(54)

36 melakukan uji Mann-Whitney U dengan kriteria uji adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari �= 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 146). Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi. Adapun analisis lanjutan tersebut melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.


(55)

53

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

1. Kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa dengan pembelajaran diskusi

2. Pencapaian setiap indikator kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan kemampuan representasi matematis siswa dengan pembelajaran diskusi

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam rangka mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. Akan tetapi, perlu memperhatikan pembagian waktu dalam proses pembelajaran karena model pembelajaran kooperatif tipe TSTS membutuhkan waktu yang cukup lama


(56)

54 dalam pelaksanaannya. Selain itu, keaktifan siswa dalam berkomunikasi juga perlu diperhatikan, karena jika siswa tidak aktif berkomunikasi pembelajaran yang dilakukan kurang optimal. Untuk meningkatkan kemampuan representasi tersebut hendaknya setiap soal kemampuan representasi matematis yang diberikan tidak hanya memuat satu indikator kemampuan representasi matematis saja.

2. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sebaiknya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar kondisi kelas kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(57)

55

DAFTAR PUSTAKA

Alhadad, Syarifah Fadillah. 2010. Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah Matematis dan Self Esteem siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Amelia, Alfiani. 2013. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Kognitif. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Tersedia (Online) : http://www.respository.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Arikunto, suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas: Jakarta.

Effendi, Leo Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian pendidikan UPI Volume 13No.2 Hal.2.Tersedia (Online) : http://jurnal.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Fraenkel, Jack R dan Norman E Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapura: McGraw-Hill

Hadjar, Ibnu. 1999. Dasar - dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hake, R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. Tersedia (Online) : http : // www. Physics.Indiana.edu [diakses 29 Desember 2013]

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Prestasi Pelajar Hudiono, Bambang. 2005. Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi


(58)

56

Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Tersedia (Online) : http://digilib.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Hutagaol, Kartini. 2013. Pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan Representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung Volume 2 No.1 Hal.91 Tersedia (Online) : http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id [diakses 29 Desember 2013]

Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.

National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for

School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Nugroho, Sigit. 2011. Dasar-dasar metode Statistika. Jakarta: Cikal Sakti

Pangaribuan, Rismawaty. 2013. Model kooperatif tipe two stay two stray meningkatkan aktivitas belajar PKn kelas IV SDN 11 Sungai Raya. Pontianak: Artikel penelitian Universitas Tanjung Pura Hal.7. Tersedia (Online) : http:// jurnal.untan.ac.id [diakses 29 Desember 2013]

Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sanjaya, Wina.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media

Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta


(59)

57

JICA-UPI.

Suryana, Andri. 2012. Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjut (advanced mathematical thinking) Dalam mata kuliah statistika matematika 1. Yogyakarta: Prosiding UNY MP41. Tersedia (Online) : http://eprints.uny. ac.id/7491/1/P%20-%205.pdf. [diakses 29 Desember 2013]

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Syafaruddin, Alwi. 2006. Metode Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya Tim penyusun. 2008. Undang- Undang Sisdiknas

TIMSS and PIRLS. 2011. Relationships Among Reading, Mathematics, and Science Achievement at the Fourth Grade-Implications for Early Learning Michael and Mullis: TIMSS & PIRLS International Study Center. [online]. Tersedia: http://timss.bc.edu [29 Desember 2103].

Trianto. 2011. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis. Jakarta: Prestasi Pustaka

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 13.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Wardhani,Sri. Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar (Belajar dari PISA dan TIMSS). Yogyakarta: Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(1)

36 melakukan uji Mann-Whitney U dengan kriteria uji adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari �= 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 146). Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diskusi. Adapun analisis lanjutan tersebut melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.


(2)

53

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

1. Kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa dengan pembelajaran diskusi

2. Pencapaian setiap indikator kemampuan representasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan kemampuan representasi matematis siswa dengan pembelajaran diskusi

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam rangka mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. Akan tetapi, perlu memperhatikan pembagian waktu dalam proses pembelajaran karena model pembelajaran kooperatif tipe TSTS membutuhkan waktu yang cukup lama


(3)

54 dalam pelaksanaannya. Selain itu, keaktifan siswa dalam berkomunikasi juga perlu diperhatikan, karena jika siswa tidak aktif berkomunikasi pembelajaran yang dilakukan kurang optimal. Untuk meningkatkan kemampuan representasi tersebut hendaknya setiap soal kemampuan representasi matematis yang diberikan tidak hanya memuat satu indikator kemampuan representasi matematis saja.

2. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sebaiknya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar kondisi kelas kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(4)

55

DAFTAR PUSTAKA

Alhadad, Syarifah Fadillah. 2010. Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah Matematis dan Self Esteem siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Amelia, Alfiani. 2013. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Kognitif. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Tersedia (Online) : http://www.respository.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Arikunto, suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas: Jakarta.

Effendi, Leo Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian pendidikan UPI Volume 13No.2 Hal.2.Tersedia (Online) : http://jurnal.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Fraenkel, Jack R dan Norman E Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapura: McGraw-Hill

Hadjar, Ibnu. 1999. Dasar - dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hake, R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. Tersedia (Online) : http : // www. Physics.Indiana.edu [diakses 29 Desember 2013]

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Prestasi Pelajar


(5)

56 Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Tersedia (Online) : http://digilib.upi.edu [diakses 29 Desember 2013]

Hutagaol, Kartini. 2013. Pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan Representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung Volume 2 No.1 Hal.91 Tersedia (Online) : http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id [diakses 29 Desember 2013]

Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.

National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Nugroho, Sigit. 2011. Dasar-dasar metode Statistika. Jakarta: Cikal Sakti

Pangaribuan, Rismawaty. 2013. Model kooperatif tipe two stay two stray meningkatkan aktivitas belajar PKn kelas IV SDN 11 Sungai Raya. Pontianak: Artikel penelitian Universitas Tanjung Pura Hal.7. Tersedia (Online) : http:// jurnal.untan.ac.id [diakses 29 Desember 2013]

Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sanjaya, Wina.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media

Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta


(6)

57 JICA-UPI.

Suryana, Andri. 2012. Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjut (advanced mathematical thinking) Dalam mata kuliah statistika matematika 1. Yogyakarta: Prosiding UNY MP41. Tersedia (Online) : http://eprints.uny. ac.id/7491/1/P%20-%205.pdf. [diakses 29 Desember 2013]

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Syafaruddin, Alwi. 2006. Metode Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya

Tim penyusun. 2008. Undang- Undang Sisdiknas

TIMSS and PIRLS. 2011. Relationships Among Reading, Mathematics, and Science Achievement at the Fourth Grade-Implications for Early Learning Michael and Mullis: TIMSS & PIRLS International Study Center. [online]. Tersedia: http://timss.bc.edu [29 Desember 2103].

Trianto. 2011. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis. Jakarta: Prestasi Pustaka

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 13.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Wardhani,Sri. Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar (Belajar dari PISA dan TIMSS). Yogyakarta: Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.