Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

(1)

KETERAMPILAN MENYIMAK SISWA

KELAS V MIN 15 BINTARO

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Nurmalinda

NIM. 109018300040

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

NURMALINDA (109018300040), “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Ceritasiswa Kelas V Min 15 Bintaro Jakarta Selatan”. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cara menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif teknik

Two Stay Two Stray terhadap keterampilan menyimak cerita siswa. Penelitian ini dilakukan di MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2012/2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian The One Group Pretest-Posttest Design. Sampel dalam penelitian ini adalah tujuh puluh delapan siswa yang terdiri dari tiga puluh sembilan siswa untuk kelas eksperimen dan tiga puluh sembilan siswa untuk kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes yang berbentuk soal uraian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keterampilan menyimak siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dan dilihat dari hasil rata-rata, siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray mendapat nilai rata-rata lebih tinggi dibanding siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Two Stay Two Stray, Keterampilan Menyimak.


(6)

ii

NURMALINDA (109018300040), “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Ceritasiswa Kelas V Min 15 Bintaro Jakarta Selatan”. Skripsi of Department of Elementary School Teacher Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, 2013.

This research is aimed to get a deep understanding about the use of cooperative learning, specifically in Two Stay Two Stray technique on students’ listening story comprehension. This research was conducted at MIN 15 Bintaro Tangerang Selatan academic year 2012/2013. The research method used in this research was a quasi-experimental study with The One Group Pretest-Posttest Design. The sample in this research was 78 students, consisting of 39 students from the experimental class and 39 students from the control class. The research instrument used in this research was essay questions. The result of the study revealed that students’ listening comprehension taught by using Two Stay Two Stray technique was better than by using conventional teaching. It could be seen from the mean scores in the class that was taught by using Two Stay Two Stray technique was higher than the class that was taught by using conventional teaching.

Keywords : Cooperative Leraning, Two Stay Two Stray, Listening Comprehension.


(7)

iii

telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifai’I M.Ed, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sekaligus dosen pembimbing.

3. Ibu Hindun, M.Pd, dosen pembimbing yang telah memberi masukan, ilmu, semangat, dan arahan yang amat bermanfaat kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Seluruh staf dan dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.

5. Bapak A. Taufiqillah S.Ag., M.M, kepala MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan yang telah memberikan izin serta bimbingan, dan masukan selama penelitian.

6. Para siswa dan siswi MIN 15 Bintaro khususnya VA dan VB yang telah banyak membantu selama proses penelitian berlangsung.

7. Teristimewa kepada Ayah dan Ibuku, Bapak Asiandi dan Ibu Saida yang tidak henti-hentinya memberikan do’a, melimpahkan kasih


(8)

iv

tersayang Muhammad Fachri, Ayu Nurhalyzah, dan Muhammad Azhar Arbian yang selalu memberi semangat dan mendoakan selama penulisan skripsi ini.

8. Rizky Chairani, Diah Nuriza, Yanita Puspitasari, dan Maria Ulfah, sahabat tersayang yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi selama penulisan skripsi ini.

9. Deswinda, Anike, Nurfaizah, Nety, Haffas, Didin, Awal, dan Frendi yang selalu memberikan semangat serta tempat berkeluh kesah.

10. Teman-teman PGMI B 2009 yang telah memberikan semangat dan pengaruh positif dalam menyusun skripsi ini.

11. Adik-adik kelas PGMI yang telah membantu, memberi semangat dan mendoakan selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di HMI Cab. Ciputat khususnya HMI Komtar, HMI Komfaksy, dan DEMA UIN Jakarta yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mengajarkan dan memberikan pengalaman penulis dalam berorganisasi serta memberikan semangat penulis dalam menyusun skripsi.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tidak ada gading yang tak retak, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta, Februari 2014


(9)

v

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan teoretis ... 8

1. Hakikat Keterampilan Menyimak Cerita ... 8

a. Pengertian Menyimak ... 8

b. Tahap – Tahap Menyimak ... 8

c. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar ... 10

d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Menyimak ... 11

e. Unsur – Unsur Menyimak ... 14

f. Definisi Cerita ... 15

2. Hakikat Model Pembelajaran ... 16

a. Pengertian Model Pembelajaran ... 16

b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 16


(10)

vi

f. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 22

g. Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray ... 23

h. Langkah-Langkah Model – Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray ... 24

i. Kelebihan dan Kekurangan Two Stay Two Stray ... 26

B. KERANGKA BERPIKIR ... 27

C. PENELITIAN YANG RELEVAN ... 38

D. HIPOTESIS PENELITIAN ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode dan Desain Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

a. Populasi ... 34

b. Sampel ... 34

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Teknik Pengolahan Data ... 36

a. Uji Validitas ... 36

b. Uji Reliabilitas ... 36

c. Taraf Kesukaran ... 37

d. Daya Pembeda ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 38

a. Uji Prasyarat Analisis ... 38


(11)

vii

C. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 46

D. Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 50

E. Analisis Data ... 54

F. Pengajuan Hipotesis ... 57

G. Pembahasan ... 59

H. Keterbatasan Peneltitian ... 61

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

viii

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif 20 - 21

Tabel 3.1 Indeks Taraf Kesukaran 33

Tabel 3.2 Indeks Daya Pembeda 33

Tabel 4.1 Daftar Nilai Pretest Dan Posttest Kelas Eksperimen 39-40 Table 4.2 Daftar Nilai Pretest Dan Posttest Kelas Kontrol 40-42 Table 4.3 Deskripsi Data Statistik Nilai Pretest Kelas Eksperimen 42 Table 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Eksperimen 43 Table 4.5 Deskripsi Data Statistik Nilai Pretest Kelas Kelas Kontrol 44 Table 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Kontrol 45 Table 4.7 Deskripsi Data Statistik Nilai Posttest Kelas Eksperimen 46 Table 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Eksperimen 47 Table 4.9 Deskripsi Data Statistik Nilai Posttest Kelas Kontrol 48 Table 4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kontrol 49 Table 4.11 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol 50 Table 4.12 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol 51 Table 4.13 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Ekperimen Dan Kelas Kontrol 52 Table 4.14 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol 53


(13)

ix Lampiran 1 Wawancara Guru

Lampiran 2 Kisi – Kisi Instrumen Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Kunci Jawaban Instrumen Penelitian Lampiran 5 Silabus Pembelajaran

Lampiran 6 Materi Ajar

Lampiran 7 RPP Kelas Eksperimen pertemuan ke-I Lampiran 8 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan ke-II Lampiran 9 RPP Kelas Kontrol Pertemuan ke-I Lampiran 10 RPP Kelas Kontrol Pertemuan ke-II

Lampiran 11 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-I Kelas Eksperimen Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-II Kelas Eksperimen Lampiran 13 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-I Kelas Kontrol Lampiran 14 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-II Kelas Kontrol Lampiran 15 Cerita Rakyat Untuk Lembar Kerja Siswa

Lampiran 16 Cerita Rakyat Untuk Pretest-Posttest Lampiran 17 Pedoman Penskoran

Lampiran 18 Hasil Uji Validitas Lampiran 19 Soal Pretest Dan Posttest

Lampiran 20 Nilai Hasil Belajar Siswa Eksperimen dan Kontrol Lampiran 21 Kegiatan Belajar Mengajar


(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subjek pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri, salah satunya dengan menyelenggarakan proses pembelajaran yang memadai. Proses pembelajaran dapat berlangsung pada pendidikan formal maupun non formal. Bahkan dikenal pula dengan istilah

“long life education” atau pendidikan sepanjang hayat, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja.

Program pengajaran di lembaga pendidikan diatur dalam UU No.20 tahun 2003, begitu pula dengan Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia telah diterapkan dalam kurikulum. Pembaharuan-pembaharuan dalam kurikulum telah terlaksana, dari mulai kurikulum 1994 sampai dengan kurikulum 2013. Saat ini semua lembaga pendidikan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi dasar siswa sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia itu sendiri. Hakikat fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Penguasaan bahasa yang baik akan mempermudah proses komunikasi dan memberikan kepercayaan diri bagi seseorang untuk berekspresi dan bersosialisasi.

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah-sekolah terdiri dari empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Empat keterampilan tersebut saling mempengaruhi untuk bersosaliasi, dari empat keterampilan tersebut maka


(15)

peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa.

Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa bukan pengajaran tentang bahasa semata. Keterampilan berbahasa tersebut yaitu keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) dan keterampilan produktif (menulis dan berbicara). Pengajaran bahasa diawali dengan pengajaran keterampilan reseptif dan kemudian dilanjutkan dengan pengajaran produktif untuk tahap selanjutnya, yang kemudian keempat keterampilan tersebut dapat bersatu padu sebagai kegiatan berbahasa yang terpadu.

Salah satu keterampilan berbahasa yang harus kita latih adalah keterampilan menyimak. Disadari atau tidak, setiap hari hari kita tidak pernah luput dari kegiatan menyimak karena menyimak merupakan sendi pertama dalam mempelajari bahasa. Sebelum anak berbicara, yang pertama dilakukan adalah menyimak atau medengarkan. Begitu pula saat dia belajar membaca dan menulis, pertama-tama dia menyimak dan hasil yang disimaknya selama ini akan diinterpretasikan dalam bentuk tulisan.

Kegiatan menyimak mempunyai tujuan yang berbeda-beda, tetapi tujuan utamanya untuk mendapatkan suatu informasi. Keterampilan menyimak perlu konsentrasi tinggi dan harus dapat menghiraukan gangguan-gangguan yang ada. Dalam kegiatan pembelajaran keterampilan menyimak tidak mudah dilakukan oleh para siswa jika mereka tidak dapat mengabaikan faktor-faktor yang dapat menghambat terjadinya proses menyimak. Banyak faktor yang dapat menghambat terjadinya proses menyimak dengan baik, yaitu faktor internal yang ditimbulkan dari dalam diri siswa/penyimak seperti gangguan kesehatan dan tidak berkonsentrasi. Faktor lain, timbul dari faktor eksternal siswa, seperti kondisi kelas yang


(16)

kurang kondusif, cuaca yang tidak mendukung dan suara-suara yang dapat mengganggu konsentrasi seperti suara kendaraan.

Hal tersebut senada dengan kenyataan yang ada, yakni hasil belajar siswa dalam pembelajaran menyimak masih rendah, karena adanya siswa yang tidak memiliki keberanian dalam mengungkapkan kembali apa yang dijelaskan oleh guru, kosakata yang digunakan ketika menjelaskan kembali masih tidak jelas, dan kurangnya motivasi dan aksi dari siswa dalam pembelajaran menyimak. Selain faktor dari siswa, terdapat juga faktor dari guru yaitu belum efektifnya model pengajaran yang digunakan. Dalam proses belajar mengajar, biasanya guru hanya menggunakan teknik dikte (imla) pada pengajaran mengungkapkan kembali isi cerita dalam pengajaran menyimak, sehingga siswa cenderung merasa bosan dalam menerima pengajaran menyimak Dalam pembelajaran menyimak siswa tidak hanya semata-mata menyimak lalu ditinggalkan begitu saja, tetapi siswa juga harus mampu menjabarkan kembali apa yang disampaikan atau dijelaskan oleh guru.

Guru sebagai pengelola proses belajar dan salah satu sumber belajar memang memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Sehingga guru menciptakan tantangan baru dalam belajar agar siswa antusias dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi dalam proses pembelajaran. Menurut Sudjana, salah satu pembelajaran yang berhasil diantaranya dilihat dari kadar kegiatan siswa belajar. Makin tinggi kegiatan siswa, makin tinggi peluang berhasilnya pengajaran. Ini berarti guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan dan metode yang banyak meibatkan keaktifan siswa dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial.


(17)

Berkaitan dengan hal tersebut, peranan guru sebagai salah satu komponen pembelajaran sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Untuk itu, guru harus menentukan bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat. Salah satu metode yang dapat melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran kelompok.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pembelajaran menyimak pada bidang studi bahasa Indonesia, diantaranya guru harus lebih dapat memahami siswa secara psikologis. Seperti diketahui bahwa siswa lebih suka bertanya pada temannya daripada bertanya pada guru, dari titik ini guru dapat mengarahkan siswa untuk belajar secara kelompok dengan teman-temannya. Pembelajaran kelompok sejak dahulu sudah dilaksanakan, tapi masih belum efektif. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi bahasa Indonesia di MIN 15 Bintaro, beliau mengatakan pembelajaran tidak efektif dikarenakan pembelajaran kelompok hanya didominasi oleh siswa yang pandai. Dan kerjasama antar siswa tidak terjalin dengan rapih, dan penguasaan materi yang minim.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu variasi dari model pembelajaran dimana siswa belajar dengan kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang heterogen sehingga mereka saling memabntu antara satu siswa dengan siswa yang lainnya. Dalam pembelajaran siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif.

Ada beberapa macam teknik kooperatif learning yang dapat diterapkan, salah satunya Two Stay Two Stray. Teknik Two Stay Two Stray

dalam satu kelompok terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi bagi tamunya dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok lain yang secara terpisah. Pembelajaran dengan


(18)

menggunakan model Two Stay Two Stray ini belum pernah diterapkan pada MIN 15 Bintaro.

Model pembelajaran teknik Two Stay Two Stray menekankan pada pemberian dan pencarian informasi kepada kelompok lain. Dengan begitu tentunya siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Selain itu, tujuan penggunaan model pembelajaran ini adalah guna meningkatkan keterampilan belajar siswa dalam menyimak cerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengajukan judul tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam menyimak materi pelajaran masih sangat rendah.

2. Siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan kembali penjelasan atau materi yang telah disampaikan guru.

3. Guru tidak menggunakan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa.

4. Model pembelajaran konvensional yang tidak efektif


(19)

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis dalam hal ini membatasi permasalahan pada:

1. Kemampuan siswa dalam menyimak materi pelajaran masih sangat rendah.

2. Guru tidak menggunakan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif teknik

Two Stay Two Stray terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian Bagi Siswa

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

Bagi Guru

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi atau masukan untuk memperoleh gambaran mengenai model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dalam meningkatkan keterampilan menyimak cerita siswa sehingga dapat dijadikan alternatif pembelajaran disekolah.


(20)

Bagi Sekolah

1.Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah dasar sebagai perbaikan dan mengembangkan mutu pendidikan.


(21)

8

A. Landasan Teoretis

1. Hakikat Keterampilan Menyimak Cerita a. Pengertian Menyimak

Keterampilan menyimak adalah salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Pada waktu proses pembelajaran, keterampilan ini jelas mendominasi aktivitas ssiwa atau mahasiswa dibanding keterampilan lainnya.1 Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.2

b. Tahap-tahap Menyimak

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan menyimak pada para siswa sekolah dasar, Ruth G.Strickland (dalam Henry Guntur Tarigan) menyimpulkan adanya sembilan tahap menyimak, mulai dari yang ridak berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh. Kesembilan tahap itu dapat dilukiskan sebagai berikut:

1

Op.cit., Iskandar Wassid h.227

2

Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,


(22)

Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya.

Menyimak dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal diluar pembicaraan.

Setengah menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak.

Menyimak serapan karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting.

Menyimak sekali-kali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak; perhatian secara seksama berganti dengan keasyikan lain; hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja.

Menyimak asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan yang mengakibatkan sang penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan sang pembicara.

Menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan membuat komentar ataupun mengajukan pertanyaan;

Menyimak secara seksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara.

Menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara.3

3Ibid


(23)

c. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar

Tujuan utama pengajaran bahasa ialah agar para siswa terampil berbahasa, dalam pengertian terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis.

Khusus mengenai keterampilan menyimak, terdapat uraian sebagai berikut :

Taman Kanak-Kanak (4 - 6 tahun) :

 Menyimak pada teman-teman sebaya dalam kelompok, kelompok bermain

 Mengembangkan waktu perhatian yang amat panjang terhadap cerita atau dongeng.

 Dapat mengingat petunjuk-petunjuk dan pesan-pesan yang sederhana.

Kelas Satu ( 5 - 7 tahun) :

 Menyimak untuk menjelaskan atau menjernihkan pikiran atau untuk dapat mendapatkan jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan.

 Dapat mengulangi secara tepat sesuatu yang telah didengarnya  Menyimak bunyi-bunyi tertentu pada kata-kata dan lingkungan

Kelas Dua ( 6 - 8 tahun ) :

 Menyimak dengan kemampuan memilih yang meningkat

 Membuat saran-saran, usul-usul, dan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk mengecek pengertiannya.

 Sadar akan situasi, kapan sebaiknya menyimak, kapan pula sebaiknya tidak usah menyimak.


(24)

Kelas Tiga dan Empat ( 7 - 10 tahun ) :

 Sungguh-sungguh sadar akan nilai menyimak sebagai suatu sumber informasi dan sumber kesenangan.

 Menyimak pada laporan orang lain, pita rekaman laporan mereka sendiri, dan siaran-siaran radio dengan maksud tertentuserta dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan hal itu.

 Memperlihatkan keangkuhan dengan kata-kata atau ekspresi – ekspresi yang tidak mereka pahami maknanya.

Kelas Lima dan Enam ( 9 - 12 tahun )

 Menyimak secara kritis terhadap kekeliruan - kekeliruan, kesalahan – kesalahan – kesalahan, propaganda – propaganda, dan petunjuk – petunjuk yang keliru.

 Menyimak pada aneka ragam cerita, puisi, rima kata-kata, dan memperoleh kesenangan dalam menemui tipe-tipe baru.4

d. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Menyimak 1) Faktor lingkungan

Para guru harus menyadari benar betapa besar pengaruh lingkungan terhadap keberhasilan menyimak khususnya keberhasilan belajar para siswa pada umumnya; baik yang menyangkut lingkungan fisik ruangan kelas, maupun yang berkaitan dengan suasana sosial kelas.

2) Faktor fisik

Lingkungan fisik juga mungkin sekali turut bertanggung jawab atas ketidakefektifan menyimak seseorang. Ruangan mungkin

4Ibid


(25)

sekali terlalu panas, lembap, ataupun terlalu dingin, suara atau bunyi bising yang mengganggu dari jalan, dari kamar sebelah, atau dari beberapa ruangan tempat penyimak berada. Disekolah, para guru hendaklah dengan cermat dan teliti mempersiapkan suatu lingkungan kelas belajar yang tidak mudah mendatangkan bagi kegiatan menyimak.

3) Faktor psikologis

Faktor-faktor psikologis mencakup masalah-masalah antara lain: a. Prasangka dan kurangnya simpati terhadap para pembicara dengan aneka sebab dan alasan

b. Keegosentrisan dan asyiknya terhadap minat pribadi serta masalah pribadi

c. Kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tiadanya perhatian sama sekali terhadap pokok pembicaraan

d. Sikap yang tidak layak terhadap sekolah, terhadap guru, terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap pembicara

Faktor psikologis yang baik dapat memberikan pengaruh yang baik, dan faktor psikologis yang negatif memberi pengaruh yang buruk terhadap kegiatan menyimak. Guru yang bijaksana akan meningkatkan serta memanfaatkan faktor psikologis yang positif ini; dan sebaliknya, guru harus mengurangi serta mencegah timbulnya faktor psikologis yang negatif bagi penyimak.

4) Faktor pengalaman

Pengalaman merupakan suatu faktor penting dalam kegiatan menyimak. Kosa kata simak juga turut mempengaruhi kualitas menyimak. Makna-makna yang dipancarkan oleh kata-kata asing


(26)

cenderung untuk mengurangi serta menyingkirkan perhatian para siswa.

5) Faktor sikap

Pada dasarnya manusia hidup mempunyai dua sikap utama mengenai segala hal, yaitu sikap menerima dan sikap menolak, orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi bersikap menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan menguntungkan baginya. Kedua hal ini memberi dampak bagi penyimak, masing-masing dampak positif dan dampak negatif. Sebagai pendidik, tentunya para guru akan memilih dan menanmkan dampak positif kepada anak didiknya dari segala bahan yang disajikannya, khususnya bahan simakan. Menyajikan pelajaran dengan baik dengan materi yang menarik, ditambah lagi dengan penampilan yang mengasikkan dan mengagumkan, jelas sangat menguntungkan dan sekaligus juga membentuk sikap yang positif kepada para siswa

6) Faktor Motivasi

Motivasi merupakan salah satu butir penentu keberhasilan seseorang. Kalau kita sebagai penyimak tidak yakin bahwa kita akan memperoleh sesuatu yang berharga dan berguna dari suatu penyimakan, sedikit sekali kemungkinan bahwa kita akan mau, apalagi bergairah, menyimak pada sesuatu apabila kita sedang melamun, mengantuk, atau tidur-tiduran.

7) Faktor jenis kelamin

Beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda, dan cara memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda pula. Sebagai guru harus lebih bijaksana mengahadapi para siswa putra dan siswa putri dalam kegiatan menyimak dalam keadaan kelas,


(27)

misalnya dalam pemilihan bahan dan cara mengevaluasi keberhasilan keaktifan atau kegiatan menyimak itu.

8) Faktor Peranan Dalam Masyarakat

Kemauan menyimak dapat juga dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Sebagai guru dan pendidik, kita ingin sekali menyimak ceramah, kuliah, atau siaran-siaran radio dan televisi yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pengajaran baik di tanah air kita maupun luar negeri. Sebagai seorang berpendidikan (mahasiswa), kita diharapkan dapat menyimak lebih seksama dan penuh perhatian.5

e. Unsur-unsur Menyimak

Unsur-unsur dasar menyimak ialah sebagai berikut :

1. Pembicara, yang dimaksud pembicara adalah orang yang menyampaikan pesan yang berupa informasi yang dibutuhkan oleh penyimak. Dalam komunikasi lisan, pembicara ialah nara sumber pembawa pesan, sedang lawan bicara ialah orang yang menerima pesan.

2. Penyimak, penyimak yang baik ialah yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas. Jika penyimak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas, ia dapat melakukan kegiatan menyimak dengan baik. Selain itu, penyimak yang baik ialah penyimak yang dapat melakukan kegiatan menyimak dengan intensif.

3. Bahan simakan, bahan simakan merupaakn unsur penting dalam komunikasi lisan, terutama dalam menyimak. Yang dimaksud dengan bahan simakan ialah pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Bahan simakan itu dapat berupa konsep, gagasan, atau informasi. Jika pembicara tidak

5


(28)

menyampaikan bahan siamakan dengan baik, pesan itu tidak dapat diserap oleh penyimak yang mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam berkomunikasi.

4. Bahasa lisan, bahasa lisan merupakan media yang dipakai untuk menyimak. Pembicara menyampaikan gagasan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan tuturan yang disampaikan pembicara dan dianggap penyimak melalui alat pendengaran. Untuk menyampaikan gagasan, pembicara dapat memilih kata-kata, kalimat, lagu, gaya yang paling tepat untuk mewadahi gagasan agar ia dapat menyampaikan gagasan.6

f. Definisi Cerita

Cerita sama dengan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian).7 Bercerita cenderung interaksinya searah, yakni dari pembicara, kepada pendengar. Sebaliknya pendengar tidak berkesempatan berinteraksi dengan pembicara.

Fungsi cerita :

1. Sarana menyampaikan pesan seperti menjelaskan sesuatu hal, kejadian, peristiwa, dan sebagainya kepada pendengar.

2. Dapat meningkatkan keterampilan berbahasa.8

6

Isah Cahyani dan Hodijah. Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar,

(Bandung: UPI PRESS, 2007), cet.1, h. 28

7

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta:Universitas Terbuka, 2005), cet.17, h.6.5

8


(29)

2. Hakikat Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, moetode, dan teknik pembelajran.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran, termasuk didalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Adapun menurut Soekamto, model pembelajaran.

b. PengertianPembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran aktif yang menekankan aktivitas siswa bersama-sama secara kelompok dan tidak individual. Siswa secara berkelompok mengembangkan kecakapan hidupnya, seperti menemukan dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, berfikir logis, berkomunikasi efektif, dan bekerja sama.9

Menurut Nuruhayati (dalam Rusman) ,pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar kooperatif, siswa belajar dengan anggota lainnya.10 Dalam model ini

9

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV WACANA PRIMA, 2009), h.54

10

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,


(30)

siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

Eggen and Kauchak (dalam Trianto, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.11 Senada dengan Eggen and Kauchak, Lie (dalam Made Wena,2009) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari. Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain.12

Sejauh ini, pembelajaran kooperatif dipercaya sebagai pembelajaran yang efektif bagi semua siswa, pembelajaran yang menjadi bagian integratif bagi perubahan paradigma sekolah saat ini, dan pembelajaran yang mendorong terwujudnya interaksi dan kerjasama yang sehat diantara guru-guru yang terbiasa bekerja secara terpisah dari orang lain.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran

11

Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), cet.1, h.42.

12

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta:Bumi Aksara,2009), Cet.1, h.189


(31)

kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. 13

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Terdapat tiga fungsi manajemen, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai control, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

13


(32)

3. Kemauan Untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

4. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mancapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.14

d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah ketika siswa belajar dalam kelompok mereka dapat saling menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat dan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok sehingga melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan, yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Salah satu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan

14


(33)

hubungan kelompok yang lebih baik diantara para siswa, pada saat yang sama juga dapat membantu siswa memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Pembelajaran kooperatif mempunyai efek terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial.

Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki karena manusia adalah makhluk sosial.15

e. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa prinsip yang membedakannya dengan pelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajarannya yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Ada empat prinsip dalam pembelajaran kooperatif, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

15

Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif. (Surabaya: University Press, 2001), Cet.2, h. 7-10


(34)

1) Prinsip Ketergantungan Positif

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantng kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantugan.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sebagai tugasnya.

3) Interaksi Tatap Muka

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap angota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Partisipasi dan Komunikasi Aktif

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan. Oleh sebab itu, sebelum melakukan koperatif, guru harus membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan cara memberi


(35)

kesempatan siswa menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggap baik dan berguna.16

f. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1

Table 2.1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase-2

Menyajikan informasi

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok - kelompok belajar

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan

16

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2009), h.102


(36)

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase-5 Evaluasi

Fase-6

Memberikan penghargaan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.17

g. Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay Two Stray (TSTS) atau “Dua Tinggal Dua Tamu”. Teknik Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak usia didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu dapat memberikan

17

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), Ed.1, Cet.4, h.66-67


(37)

kesempatan kepada siswa untuk membagikan informasi dengan kelompok lain.18

Struktur Two Stray Two Stay memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Dalam kondisi ini siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

3. Langkah – langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray:

 Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat sebagaimana bisa

 Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama.

 Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masin-masing bertamu kedua anggota dari kelompok lain.

 Dua orang yang “tinggal” dalam kelompok bertugas mensharing

informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka.

 “Tamu” mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan

melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.  Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil

pekerjaan mereka semua.19

18

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), Cet.IV, h.61

19

Miftahul Huda, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011)


(38)

Agus Suprijono (dalam Agus Supriyono) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain untuk saling berkomunikasi, kemudian anggota kelompok yang tidak mendapatkan tugas sebagai duta atau tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut, lalu dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik siswa yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokan dan membahas hasil kerja yang mereka tunaikan.20

Dalam pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray

guru berperan sebagai pembimbing dan pengarah jalannya proses pembelajaran. Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan ketika bertukar informasi dan berdiskusi dengan temannya. Setelah pelaksanaan teknik Two Stay Two Stray

siswa bersama guru membahas pekerjaan kelompok dan membuat kesimpulan, sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana sesuai tujuan yang ingin dicapai.

20

Agus Supriyono, Cooperative learning Teori dan Aplikasi Paikem,


(39)

h. Kelebihan dan Kekurangan Two Stay Two Stray

Model pembelajaran Two Stay Two Stray memiliki kelebihan antara lain:

1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan 2) Belajar siswa lebih bermakna

3) Lebih berorientasi pada keaktifan berfikir siswa 4) Meningkatkan motivasi dan belajar siswa

5) Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah

6) Memberikan kesempata kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya

7) Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap temannya 8) Meningkatkan motivasi belajar

Sedangkan kekurangan model pembelajaran Two Stay Two Stray

adalah:

1) Membutuhkan waktu yang lama

2) Siswa cenderung tidak mau belajar kelompok, terutama yang terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.

3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana, dan tenaga)

4) Seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, dan siswa yang kurang pandai memiliki kesemapatan yang sedikit untuk mengeluarkan pendapat.


(40)

B.Kerangka Berpikir

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek.

Keterampilan menyimak

Keterampilan berbicara

Keterampilan membaca

Keterampilan menulis

Keterampilan menyimak cerita bagi peserta didik

Kesulitan mengungkapkan kembali isi cerita

Kurangnya motivasi Pendidik menggunakan teknik dikte (imla)

Memilih model

pembelajaran yang bisa meningkatkan

keterampilan menyimak.

Model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray

Meningkatkan keterampilan belajar siswa dalam menyimak cerita.


(41)

C. Penelitian Yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Siswa peneliti mengutip penelitian yang relevan yaitu:

a. Penelitian terdahulu yang relevan di bidang pendidikan, yaitu: penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif yang diterapkan di antaranya : Fitriah Ulfah dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa di Mts Al Falah, Grogol Utara, Jakarta Barat tahun 2010. Persamaan penelitian Fitriah Ulfah dengan skripsi ini yaitu menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray, sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian Fitria Ulfah meneliti mata pelajaran Matematika di Mts Al Falah, sedangkan penelitian ini meneliti mata pelajaran Bahasa Indonesia di MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan, peneliti ingin mengetahui apakah keberhasilan metode ini dapat diimplementasikan pada semua mata pelajaran.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fitriah dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Koperatif dengan Teknik Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di MTs Mathlaul Anwar Bogor tahun 2011. Penelitian Nurul Fitriah memiliki persamaan dengan skripsi ini yaitu menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Adapun perbedaannya yaitu pada penelitian Nurul Fitrian meneliti pada mata pelajaran IPS di MTs Mathlaul Anwar dengan menggunakan metode penelitian kelas atau Classroom Action Research, sedangkan penelitian ini meneliti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di MIN 15 Bintaro dengan metode Quasi Eksperimen.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Ita Qamariah dengan judul Upaya Meningkatkan Keterampilan Berargumentasi Pendidikan Agama Islam


(42)

dengan Metode Two Stay Two Stray pada Siswa Kelas XI di SMA Al Muniroh Ujung Pangkah Gresik, Jawa Timur pada tahun 2010 menunjukkan dari hasil kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Metode Two Stay Two Stray memiliki dampak positif dalam meningkatkan keterampilan berargumentasi siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu rata-rata siklus I (6,2%), dan siklus II (8,6%). Sedangkan penggunaan Metode

Two Stay Two Stray di SMA Al Muniroh Ujung Pangkah Gresik termasuk kategori cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil presentasi yang diperoleh sebesar (49,3%) dan keterampilan berargumentasi siswa menunjukkan presentasi sebesar (41,7%). Persamaan penelitian Ita Qamariah dengan skripsi ini yaitu menggunakan model pembelajaran

Two Stay Two Stray, sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian Ita Qamariah meneliti pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk peningkatan keterampilan berargumentasi siswa dengan metode Penelitian Tindakan Kelas. Sedangkan penelitian ini meneliti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk pemahaman siswa terhadap keterampilan menyimak cerita dengan menggunakan Metode Quasi Eksperimen.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Diyah Saraswati dengan judul Penerapan Pembelajaran Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Minat pada mata pelajaran Matematika di kelas VIII SMPN 5 Pemalang, Jawa Tengah tahun 2012 menunjukkan hasil penelitiannya bahwa presentasi minat belajar siswa sebelum diterapkan model Two Stay Two Stray sebesar 15, 8 %. Sedangkan presentasi minat belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray

sebesar 31,58%, sedangkan peserta didik yang sangat berminat pada kelas ekspositori sebesar 18,42%. Persamaan penelitian Diyah Saraswati dengan skripsi ini yaitu menggunakan model pembelajaran Two Stay


(43)

Two Stray. Adapun perbedaannya yaitu pada penelitian Diyah Saraswati meneliti mata pelajaran Matematika di kelas VIII SMPN 5 Pemalang, sedangkan penelitian ini meneliti mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk pemahaman keterampilan menyimak cerita siswa di MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan, peneliti ingin mengetahui apakah keberhasilan model ini dapat diimplementasikan pada semua mata pelajaran.

e. Penelitian yang dilakukan oleh Nanang Khuzaini dengan judul Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray) Pokok Bahasan Trigonometri Siswa Kelas XB MAN Godean Yogyakarta tahun

2012 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari 66,73 % pada siklus I menjadi 79,60 pada siklus II. Penelitian Nanang Khuzaini dengan skripsi ini yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray. Adapun perbedaannya yaitu penelitian Nanang Khuzaini meneliti mata pelajaran Matematika di MAN Godean Yogyakarta untuk peningkatan minat dan prestasi, sedangkan penelitian ini meneliti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan terhadap keterampilan menyimak cerita.


(44)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan deskripsi teoretis yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Ho : tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan.

H1 : terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan


(45)

32

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014 yaitu pada tanggal 4 November – 4 Desember 2013. Adapun tahapan-tahapannya meliputi:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah membuat judul, pembuatan proposal, pembuatan instrumen penelitian, permohonan izin ke sekolah yang direncanakan sebagai tempat penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah uji coba instrumen dan pengambilan data di lapangan.

3. Tahap penyusunan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah pengolahan data dan konsultasi untuk menyusun laporan dan persiapan ujian.

B. METODE DAN DESAIN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian quasi eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 . Kelompok yang dikenai tindakan atau

treatment disebut kelompok eksperimen (Experimental Group), sedangkan kelompok lain yang tidak dikenai tindakan atau treatment disebut kelompok kontrol (Control Group).2 Dalam penelitian ini kelompok eksperimen

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet.VIII, h.77

2


(46)

memperoleh perlakuan khusus yaitu dengan menerapkan model pembelajaran

Two Stay Two Stray, sedangkan kelompok kontrol dengan menerapkan model pembelajaran konvensional

Desain penelitian yang digunakan yaitu Desain penelitian ini menggunakan Non Randomized Subject Pretest-Posttest Only .3 Pada desain ini, kelompok eksperimen maupun kelompok kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Model desainnya adalah:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Pretest

Eksperimen

T

XE

T

Kontrol

-Keterangan:

XE : Perlakuan yang diberi Model pembelaran kooperatif teknik Two Stay

Two Stray

T : Tes yang diberikan pada kedua kelompok

Berdasarkan tabel dan keterangan diatas, perlakuan yang dimaksud yaitu dapat berupa penggunaan metode mengajar tertentu, model penilaian, dan sebagainya.4 Pretest yang diberikan adalah tes baku untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan instruksional. Setelah treatment atau

3

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2011), Cet.I, h.77

4


(47)

perlakuan diberikan (diajar dengan metode A dalam periode tertentu) diadakan posttest. (Posttest ini bisa sama dengan pretest atau yang seperti/setaraf pretest).5

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN a. Populasi

Menurut Hadari Nawawi (dalam S. Margono) populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karekteristik tertentu di dalam suatu penelitian.6

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.7 Sampel ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V-A berjumlah 39 siswa dan kelas V-B berjumlah 39 siswa MIN 15 Bintaro semester genap tahun pelajaran 2012/2013 .

D. VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu:

1. Variabel Model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray . Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel independen (bebas) yakni masukan yang memberi pengaruh terhadap hasil, variabel ini disimbolkan dengan huruf X.

5

Moh Kasiram, op.cit., h.215

6

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), h. 118 7


(48)

2. Variabel kemampuan menyimak cerita. Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel dependen (terikat) yakni hasil sebagai pengaruh variabel independen, variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam suatu penelitian untuk memperoleh data diperlukan teknik atau cara pengumpulan data. Pada penelitian ini cara yang digunakan untuk memperoleh data yaitu menggunakan tes.

1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.8 Tes yang dipergunakan adalah tes tertulis, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara tertulis tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang diberikan secara tertulis pula.9 Dalam penelitian ini tes yang digunakan berupa

pretest dan postest. Pretest adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan postest adalah tes hasil belajar sesudah menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Tes tersebut berupa tes keterampilan menyimak cerita siswa kelas V MIN 15 Bintaro, Jakarta Selatan, pada pokok bahasan Cerita Rakyat yang berbentuk uraian.

F. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal uraian pada konsep cerita rakyat untuk

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2006) cet.XIII, h.150

9


(49)

mengetahui kemampuan menyimak siswa. Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu instrumen di uji cobakan kepada kelas VI (enam) untuk mengetahui nilai validitas dan reliabilitas instrumen.

G. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes ini terlebih dahulu diujicobakan kepada responden diluar kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal.

a. Uji Validitas

Validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penafsiran hasil tes sesuai dengan penggunaan tujuan tes. Validitas terkait dengan ranah yang akan diukur dengan alat yang dipakai untuk mengukur serta skor hasil pengukurannya.10 Setelah dilakukan uji validitas pada tiap-tiap butir soal dengan menggunakan ANATES uraian versi 4.0.5, maka didapat 10 butir soal yang valid dari 12 soal yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, dan 12 yang akan diujikan sebagai soal pretest dan posttest siswa. (Hasil Pengolahan Data Terlampir Pada Lampiran 18)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat evaluasi, menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang jika tes tersebut sudah dapat memberikan hasil yang tetap.11 Adapun perhitungannya menggunakan ANATES uraian versi 4.0.5. hasil pengujian reliabilitas tes yang telah dilakukan menghasilkan nilai koefisien

10

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2012), cet.3, h.152

11

Suharsismi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,2007), Cet.VII, h.86


(50)

reliabilitas internal seluruh item sebesar 0,64. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. (Hasil Pengolahan Data Terlampir Pada Lampiran 18)

c. Taraf Kesukaran

Uji taraf kesukaran instrumen bertujuan mengetahui soal-soal yang mudah, sedang, dan sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.12 Adapun perhitungannya menggunakan ANATES uraian versi 4.0.5.

Menurut ketentuan yang sering diikuti, taraf kesukaran diklasifikasikan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.2

Indeks Taraf Kesukaran

Nilai (P) Kategori

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 - 1,00 Mudah

d. Daya Pembeda

Daya beda butir soal (item discrimination) merupakan suatu pernyataan tentang seberapa besar daya sebuah butir soal dapat membedakan kemampuan antara peserta kelompok tinggi dan kelompok rendah.13 Adapun perhitungannya menggunakan program ANATES uraian Versi 4.0.5.

12

Ibid., h.207

13


(51)

Klarifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3. 3 Indeks Daya Pembeda Daya beda soal Keterangan

0,00-0,20 Jelek

0,21-0,40 Cukup

0,41-0,70 Baik

0,71-1,00 Baik sekali

H. TEKNIK ANALISIS DATA

Untuk mendapatkan hipotesis penelitian dari data yang diperoleh,dilakukan perhitungan statistik dan membandingkan kemampuan menyimak cerita siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Perhitungan statistik meliputi uji persyaratan analisis dan uji hipotesis. Uji persyaratan analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homonegitas.

a. Uji Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada dua kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahui normalitas data, dalam peneliltian ini peneliti menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0.

Adapun kriteria pengujiannya adalah jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) > 0,05, maka data berdistribusi normal, tetapi jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.


(52)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Untuk mengetahui homogenitas suatu data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0 pada Analiyze-Compare Means-One-way ANOVA.

3. Uji Hipotesis (Uji-t)

Untuk uji hipotesis, peneliti menggunakan program computer

SPSS 16.0 pada Paired Sample T-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini.

Adapun kriteria pengujiannya adalah jika nilai signifikansi t-test lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis diterima, tetapi jika nilai signifikansi t-test lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis ditolak.

I. HIPOTESIS STATISTIK

Dalam penelitian ini hipotesis statistik yang digunakan adalah:

2 1

:

o

H

2 1 1:  H

1

 : Nilai rata-rata keterampilan menyimak cerita siswa yang diberi pembelajaran Two Stay Two Stray.

2

 : Nilai rata-rata keterampilan menyimak cerita siswa yang diberi pembelajaran konvensional.


(53)

40

A. Profil Sekolah

1. Sejarah Singkat Berdirinya MIN Bintaro

Sebelum lahirnya MIN Bintaro, ada proses perjuangan yang cukup panjang yang melibatkan guru, orangtua siswa dan warga sekitar tempat berdirinya MIN Bintaro, yaitu di kelurahan Bintaro Kecamatan Pesanggrahan

MIN Bintaro sebelumnya merupakan kelas jauh (KJ) dari MIN Petukangan Selatan. Sejak berdirinya pada tahun 1996 MIN Bintaro dan MIN Petukangan Selatan di pimpin oleh satu orang kepala madrasah. Baru pada tahun 2004 MIN Bintaro dinyatakan mandiri berdasarkan SK Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta. Sejak Tahun 2004 MIN Bintaro dipimpin oleh Kepala Madrasahnya, Bapak Asim S.Ag.

Ada perjuangan yang tidak boleh dilupakan, beberapa orang guru yang boleh dikatakan penggagas berdirinya MIN Bintaro, yang pada waktu itu menjadi guru dan kepala madrasah si MIN Petukangan Selatan, yaitu Bapak Abd. Rosyid, Bapak A.Taufiqillah, dan Bapak Muhimin, merekalah yang berulang kali mengusulkan agar dibangun gedung untuk MIN Bintaro. Setelah berdirinya gedung untuk MIN Bintaro, mereka jualah yang berjuang mencari siswa, membersihkan gedung dari semak belukar, dan yang lebih berat lagi menyelesaikan sengketa jalan menuju MIN Bintaro, Antara Depag, warga sekitar asli dan ahli waris masing mengklaim tanah milik mereka.

Secara berurutan, kepala sekolah yang pernah memimpin MIN Bintaro adalah sebagai berikut:

a. Drs. Abdul Rosyid : 1997 – 1999 b. H. Moh. Noor Hasan : 2000 – 2004 c. Asim, S.Ag : 2004 – 2008


(54)

d. Drs. H. Cecep Suhendi : 2009 – 2010

e. A. Taufiqillah, S.Ag : 2010 – Sampai Sekarang 2. Lokasi Sekolah

MIN 15 Bintaro terletak di Jalan Mawar Raya Nomor 1 RT 002/013, Jakarta Selatan 12330.

3. Visi dan Misi

Visi MIN 15 Bintaro:

“Terwujudnya lembaga pendidikan dasar yang kompeten dalam pembinaan imtaq sertta berkualitas dalam pengembangan ilmu,

sejalan kemajuan iptek”.

Indikator Visi:

a. Terwujudnya lingkungan madrasah yang islami

b. Terwujudnya lingkungan madrasah yang kondusif untuk terciptanya proses pembelajaran yang inovatif

c. Terwujudnya peningkatan sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan)

d. Meningkatnya proses pembelajaran yang memanfaatkan kemajuan IPTEK

e. Terwujudnya rencana induk pengembangan sarana prasarana pendidikan

f. Terwujudnya peningkatan kualitas lulusan dalam akademik maupun non akademik

g. Terwujudnya madrasah sebagai pusat pembelajaran, pusat disiplin, pusat kebudayaan, dan pusat dakwah.


(55)

Misi MIN 15 Bintaro:

a. Menanamkan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia melalui pengamalan ajaran agama.

b. Mengoptimalkan proses KBM dan Bimbingan Keagamaan.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 15 Bintaro, Jakarta Selatan sebanyak empat kali pertemuan terhadap dua kelompok siswa di kelas V, yaitu kelas Va sebagai kelas eksperimen dan kelas Vb sebagai kelas kontrol. Sampel yang digunakan sebanyak tujuh puuh delapan siswa, tiga puluh sembilan siswa di kelas eksperimen dan tiga puluh sembilan di kelas kontrol. Kelas Va sebagai kelas kontrol melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia secara koonvensional dan kelas Vb sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik

Two stay two stray.

Materi yang diajarkan adalah materi tentang cerita rakyat. Untuk mengetahui kemampuan keterampilan menyimak siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia, terdapat tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang diberikan kepada kedua kelompok kelas.

Instrumen penelitian adalah tes berbentuk uraian dengan jumlah 10 butir soal yang telah melalui proses validasi. Kedua kelas diteliti yaitu kelas Vb sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two stay two stray dan kelas Va sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional diberikan tes soal tentang cerita rakyat yang sama. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui perbedaan hasil belajar kemampuan menyimak Bahasa Indonesia dari kedua kelas tersebut.

Berikut akan disajikan data hasil penelitian berupa hasil perhitungan akhir. Data pada penelitian ini adalah data yang terkumpul dari tes yang telah diberikan kepada siswa MIN 15


(56)

Bintaro Jakarta Selatan, berupa data hasil tes keterampilan menyimak yang dilaksanakan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest).

Tabel 4.1

Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen No Nama Pretest Posttest

1 AA 42.5 50

2 AB 52.5 85

3 AC 80 90

4 AD 75 77.5

5 AE 75 92.5

6 AF 37.5 40

7 AG 57.5 82.5

8 AH 37.5 80

9 AI 70 75

10 AJ 40 55

11 AK 55 77.5

12 AL 40 62.5

13 AM 50 50

14 AN 30 67.5

15 AO 35 75

16 AP 72.5 80

17 AQ 70 77.5

18 AR 37.5 57.5

19 AS 70 80

20 AT 60 67.5

21 AU 42.5 75

22 AV 40 77.5

23 AW 35 50


(57)

25 AZ 67.5 87.5

26 BA 47.5 65

27 BB 65 80

28 BC 62.5 75

29 BD 57.5 77.5

30 BE 37.5 50

31 BF 55 62.5

32 BG 67.5 82.5

33 BH 67.5 70

34 BI 50 67.5

35 BJ 67.5 67.5

36 BK 52.5 57.5

37 BL 30 50

38 BM 50 77.5

39 BN 42.5 50

Jumlah 2087 2920

Rata-Rata 53,52 74,87

Tabel 4.2

Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

No Nama Pretest Posttest

1 AA 50 67.5

2 AB 30 45

3 AC 52.5 85

4 AD 45 52.5

5 AE 37.5 82.5

6 AF 52.5 85

7 AG 55 55

8 AH 70 80


(58)

10 AJ 37.5 70

11 AK 62.5 65

12 AL 57.5 57.5

13 AM 50 60

14 AN 47.5 87.5

15 AO 75 80

16 AP 75 90

17 AQ 52.5 82.5

18 AR 55 67.5

19 AS 30 52.5

20 AT 42.5 42.5

21 AU 45 70

22 AV 37.5 55

23 AW 70 77.5

24 AY 52.5 75

25 AZ 60 65

26 BA 62.5 65

27 BB 42.5 55

28 BC 37.5 50

29 BD 70 85

30 BE 62.5 90

31 BF 47.5 65

32 BG 50 82.5

33 BH 42.5 50

34 BI 40 57.5

35 BJ 27.5 40

36 BK 60 82.5

37 BL 42.5 50

38 BM 65 82.5

39 BN 50 60


(59)

Rata-Rata 51,34 63,65

C. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray. Nilai yang diperoleh siswa dari pretest

yang dilakukan terhadap kelompok Two stay two stray dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Deskripsi Data Statistik Nilai Pretest Kelas Eksperimen

N Valid 39

Missing 0

Mean 53.52

Median 52.50

Mode 37.50

Std. Deviation 1.428

Variance 204.1

Range 50.00

Minimum 30.00

Maximum 80.00

Sum 2087

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa untuk hasil kelompok eksperimen diperoleh data sebanyak 39 dengan jumlah 2087. Nilai rata-rata pretest kelompok eksperimen adalah 53,52 dengan varians 204,1dan standar deviasi sebesar 1,428. Nilai tertinggi dikelas eksperimen adalah 80,00 dan nilai terendahnya yaitu 30,00. Nilai tengah pada kelas eksperimen adalah 52,50 dan modus pada data pretest kelompok eksperimen yaitu 37,50.

Data statistik yang dihasilkan, dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut:


(60)

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Eksperimen

Nilai Frekuensi Frekuensi %

27,5 1 2.6

30 2 5.1

37,5 4 10.3

40 1 2.6

42,5 4 10.3

45 2 5.1

47,5 2 5.1

50 4 10.3

52,5 4 10.3

55 2 5.1

57,5 1 2.6

60 3 7.7

62,5 3 7.7

65 1 2.6

70 3 7.7

72,5 2 5.1

75 2 5.1

80 1 2.6

Total 39 100.0

Selain bentuk tabel data pretest kelompok eksperimen, juga disajikan dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut :


(61)

Gambar 4.1

Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

27.5 30 37.5 40 42.5 45 47.5 50 52.5 55 57.5 60 62.5 65 70 72.5 75 80

Tabel 4.5

Deskripsi Data Statistik Nilai Pretest Kelas Kontrol

N Valid 39

Missing 0

Mean 51.34

Median 50.00

Mode 37.50

Std. Deviation 1.237

Variance 153.2

Range 47.50

Minimum 27.50

Maximum 75.00

Sum 2002

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa untuk hasil kelompok kontrol diperoleh data sebanyak 39 dengan jumlah 2002. Nilai rata-rata pretest kelompok kontrol adalah 51,54 dengan varians 153,2 dan standar deviasi sebesar 1,237. Nilai tertinggi dikelas kontrol adalah 75,00 dan nilai terendahnya yaitu 27,50. Nilai tengah pada kelas kontrol adalah 50,00 dan modus pada data pretest kelompok kontrol yaitu 37,50.


(62)

Data statistik yang dihasilkan, dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Kontrol

Selain bentuk tabel data pretest kelompok kontrol, juga digambarkan ke dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut:

Nilai Frekuensi Frekuensi %

27,5 1 2.6

30 2 5.1

37,5 4 10.3

40 1 2.6

42,5 4 10.3

45 2 5.1

47,5 2 5.1

50 4 10.3

52,5 4 10.3

55 2 5.1

57,5 1 2.6

60 3 7.7

62,5 3 7.7

65 1 2.6

70 3 7.7

75 2 5.1


(63)

Gambar 4.2

Histogram Distribusi Frekuensi Nilai PretestKelompok Kontrol

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

27.5 30 37.5 40 42.5 45 47.5 50 52.5 55 57.5 60 62.5 65 70 75

D. Deskripsi Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Setelah dilaksanakan pretest dan dilanjutkan dengan 2 kali pertemuan, maka pada tahap terakhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis deskripsi data

posttest kelompok eksperimen dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.7

N Valid 39

Missing 0

Mean 74.87

Median 75.00

Mode 67.50

Std. Deviation 9.596

Variance 92.08

Range 42.50

Minimum 50.00

Maximum 92.50


(64)

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa untuk hasil kelompok eksperimen diperoleh data sebanyak 39 dengan jumlah 2920. Nilai rata-rata posttest kelompok eksperimen adalah 74,87 dengan varians 92,08 dan standar deviasi sebesar 9,596. Nilai tertinggi dikelas eksperimen adalah 92,50 dan nilai terendahnya yaitu 50,00. Nilai tengah pada kelas eksperimen adalah 75,00 dan modus pada data posttest kelompok eksperimen yaitu 67,50.

Data statistik yang dihasilkan, dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Eksperimen Nilai Frekuensi Frekuensi %

50 1 2.6

60 2 5.1

62,5 1 2.6

65 3 7.7

67,5 5 12.8

70 4 10.3

75 5 12.8

77,5 3 7.7

80 3 7.7

82,5 5 12.8

85 3 7.7

87,5 1 2.6

90 2 5.1

92,5 1 2.6


(65)

Selain bentuk tabel data posttest kelompok eksperimen, juga digambarkan ke dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut:

Gambar 4.3

Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelompok Eksperimen

0 1 2 3 4 5 6

50 60 62.5 65 67.5 70 75 77.5 80 82.5 85 87.5 90 92.5

East

Tabel 4.9

Deskripsi Data Statistik Nilai Posttest Kelas Kontrol

N Valid 39

Missing 0

Mean 63.65

Median 65.00

Mode 55.00

Std. Deviation 1.279

Variance 163.7

Range 52.50

Minimum 40.00

Maximum 92.50

Sum 2482

Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa untuk hasil

posttest kelompok kontrol diperoleh data sebanyak 39 dengan jumlah 2482. Nilai rata-rata posttest kelompok kontrol adalah 63,65


(66)

dengan varians 163.7 dan standar deviasi sebesar 1.279. Nilai tertinggi dikelas eksperimen adalah 92,50 dan nilai terendahnya yaitu 40,00. Nilai tengah pada kelas kontrol adalah 65,00 dan modus pada data posttest kelompok kontrol yaitu 55,00.

Data statistik yang dihasilkan, dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.10

Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kontrol Nilai Frekuensi Frekuensi %

40 1 2.6

42,5 1 2.6

45 1 2.6

50 4 10.3

52,5 2 5.1

55 5 12.8

57,5 3 7.7

62,5 2 5.1

65 5 12.8

67,5 2 5.1

70 2 5.1

72,5 1 2.6

75 4 10.3

77,5 1 2.6

80 1 2.6

82,5 1 2.6

85 1 2.6

87,5 1 2.6

92,5 1 2.6

Total 39 100.0

Selain bentuk tabel data posttest kelompok kontrol, juga digambarkan ke dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut:


(67)

Gambar 4.4

Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelompok Kontrol

0 1 2 3 4 5 6 40 4 2

.5 45 50

5 2 .5 55 5 7 .5 6 2 .5 65 6 7 .5 70 7 2 .5 75 7 7

.5 80 85

8 7 .5 9 2 .5

E. ANALISIS DATA

1. Uji Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas Pretest

Untuk menentukan normalitas, peneliti menggunakan SPSS 16 for Windows pada. Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Syarat suatu data dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi atau nilai > 0,05.

Hasil uji normalitas data pretest dari kedua sampel penelitian dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.11

Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

KELAS

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

PRETEST 1EKSPERIMEN .139 39 .056


(68)

KELAS

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

PRETEST 1EKSPERIMEN .139 39 .056

2KONTROL .078 39 .200*

Berdasarkan hasil uji normalitas data di atas menunjukkan bahwa hasil pretest kelompok eksperimen signifikansinya 0,056. Hal itu menunjukkan bahwa data berdistribusi normal karena signifikansinya 0,056 > 0,05. Begitu pun dengan hasil pretest

kelompok kontrol signifikansinya 0,200. Hal itu juga menunjukkan bahwa data berdistribusi normal karena signifikansinya 0,200 > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil pretest baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol keduanya berdistribusi normal

b. Uji Normalitas Posttest

Uji normalitas data posttest juga dilakukan untuk mengetahui apakah data tersbut berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dalam menghitung uji normalitas hasil posttest yang berfungsi untuk mengetahui sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.Syarat suatu data dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi atau nilai

> 0,05.

Hasil uji normalitas data posttest dari kedua sampel penelitian dapat disajikan dalam tabel berikut:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT PENULIS

Penulis bernama lengkap Nurmalinda adalah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Tempat dan tanggal lahir di Tangerang 02 Mei 1991. Penulis bertempat tinggal di jalan Haji Abdullah RT 004 RW 003 nomor 05, Kec. Kelapa Dua, Tangerang.

Penulis menempuh pendidikan di TK Kartika X (1996-1997). Melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pakulonan 1 (1997-2003). Melanjutkan pendidikannya menengah pertamanya di MTs Negeri 1 Tangerang (2003-2006), dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Tangerang (2006-2009).

Penulis aktif berkecimpung dalam organisasi kampus baik internal maupun eksternal. Pada tahun 2010-2012 penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan PGMI, tahun 2012-2013 penulis menjabat sebagai Bendahara Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta merangkap sebagai Kepala Bidang Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah, dan tahun 2013-2014 penulis tercatat sebagai Sekretaris Bidang Ekonomi Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini penulis tengah menjadi pengajar di SD Islam Al Kautsar, Bintaro.