Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

(1)

PADA KONSEP ARCHAEBACTERIA DAN EUBACTERIA

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh: ANNISA NIM. 1110016100029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ii

pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Kota Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian randomized posttest-only control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak (random). Sampel penelitian berjumlah 37 siswa untuk kelas eksperimen dan 37 siswa untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes pilihan ganda dan non-tes berupa lembar observasi aktivitas siswa. Hasil analisis data nilai post-test menggunakan uji-t diperoleh t-hitung sebesar 4.18 dan t-tabel pada taraf signifikan 5% sebesar 1,997. Karena t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria terhadap hasil belajar siswa.

Kata Kunci : Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS), Guided Note Taking (GNT), Hasil Belajar.


(6)

Two Stray (TSTS) with Guided Note Taking (GNT) to Students Learning Achievement on Archaebacteria and Eubacteria Concept. Skripsi, Biological Education Program, Natural Sciences Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta.

This research aims to know the Influence of Cooperative Technique Two Stay Two Stray (TSTS) with Guided Note Taking (GNT) to Students’ Learning Achievement on Archaebacteria and Eubacteria Concept. This research was conducted at SMAN 1 Kota Tangerang Selatan in 2014/2015. The research methodology was quasi experiment with randomized posttest-only control group design. Samples were the class X MIA 3 and X MIA 4 who were collected by purposive sampling technique. There were 37 students of X MIA 3 as experimental class and 37 students of X MIA 4 as control class that was exercised randomly. The instruments of this research were multiple choice test and non test in the form

of student’s observation sheet. Obtained data were analysis by t-test. T-test result

of average difference post-test showed that there is a significant difference between learning result of both groups ( 4.18 > 1.997 with degree 5 % as significant). So, it can be stated that implementation of cooperative technique Two Stay Two Stray (TSTS) with Guided Note Taking (GNT) on Archaebacteria and Eubacteria concept affected the learning achievement.

Keyword : Cooperative Technique Two Stay Two Stray, Guided Note Taking, Learning Achievement.


(7)

Untuk Orang Tuaku

yang selalu megharapkan anak-anaknya lebih baik dari generasinya

“Allah akan meninggikan orang

-orang yang beriman diantaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat

(Q.S. Al-Mujadalah: 11)

“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki

-laki maupun

muslim perempuan”

(HR. Ibnu Abdil Barr)

“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu,

niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surge”

(HR. Turmudzi)

“Barangsiapa yang me

nghendaki kehidupan duniamaka wajib

baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki

kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang

siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”

(HR. Turmudzi)

Balasan terhadap segala kebaikan orang tuamu takkan tergantikan, kecuali dengan membuat generasi setelahmu lebih baik dari hasil didikan orangtuamu…


(8)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tsumma Alhamdulillah, tsumma Alhamdulillah. Puja dan syukur selayaknya kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk beraktivitas, khususnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan karya Ilmiah berupa Skripsi yang ada di tangan Anda ini. Keselamatan dan kesejahteraan semoga dicurahkan bagi umat-Nya yang senantiasa mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa kita panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai penunjuk jalan menuju kebenaran yang hakiki, kepada keluarga, sahabat-sahabat, dan kepada seluruh kaum muslim hingga akhir zaman kelak. Amin.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada

Konsep Archaebacteria dan Eubacteria”. Dalam penyelesaiannya, tentu tidak dapat terlepas dari jasa-jasa berbagai pihak, yang senantiasa membimbing dan mendukung penulis dalam menjalankan setiap kegiatan penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan jazakumullah khairan katsiran dan terimakasih kepada:

1. Ayahanda Jafar Sidik dan Ibunda Acih selaku orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dan bimbingan, serta doa yang tiada henti-hentinya, baik secara materi maupun moral.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

3. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Zulfiani M.Pd selaku Ketua Program Studi pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).


(9)

5. Nengsih Juanengasih, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang memberikan arahan dan bimbingan dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi.

6. Meiry Fadhilah Noor, M.Si selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi, serta dalam pelaksanaan perkuliahan. 7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Biologi yang telah memberikan

ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti perkuliahan. 8. Drs. H. Sujana, M.Pd selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Kota Tangerang

Selatan, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

9. Hadi Prastyo, S.Si selaku guru pamong yang senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian berlangsung.

10. Teman-teman seperjuangan, yakni mahasiswa pendidikan Biologi angkatan 2010 dan muslimah-muslimah yang tergabung dalam harokah Hizbut Tahrir Indonesia, jazakumullah atas dukungan dan do’anya, sehingga selama penelitian ini berlangsung, kewajiban lain penulis kepada Allah masih tetap berjalan.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pelaksanaan dan pelaporan skripsi ini. Terimakasih atas doa dan dukungannya.

Tiada gading yang tak retak. Begitulah kiranya laporan ini masih penuh dengan ketidaksempurnaan di berbagai sudut. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini menjadi salah satu bukti eksistensi penulis bagi generasi selanjutnya dan pembaca pada umumnya, serta menjadi ladang pahala untuk mendapatkan ridho-Nya.

Jakarta Selatan, Maret 2015


(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

LEMBAR PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Pembelajaran Kooperatif ... 8

2. Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray ... 11

3. Strategi Guided Note Taking ... 11

4. Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray dengan Guided Note Taking ... 15

5. Hasil Belajar ... 17

6. Tinjauan Materi Archaebacteria dan Eubacteria ... 18

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 20


(11)

D. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Metode dan Desain Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Instrumen Penelitian... 29

1. Tes Penguasaan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria ... 29

2. Lembar Observasi ... 30

F. Kalibrasi Instrumen ... 32

1. Uji Validitas ... 33

2. Uji Reliabilitas ... 33

3. Uji Taraf Kesukaran ... 34

4. Uji Daya Diskriminasi... 34

G. Teknik Analisis Data ... 35

1. Uji Prasyarat ... 35

a) Uji Normalitas ... 35

b) Uji Homogenitas ... 37

2. Uji Hipotesis ... 37

H. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Belajar ... 39

1. Data Nilai Post-test ... 39

2. Data Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 40

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 41

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Homogenitas ... 42

C. Pengujian Hipotesis ... 43


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 50 B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(13)

vi

3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Desain Perlakuan Menggunakan TSTS dengan GNT ... 27

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Pilihan Ganda ... 30

3.4 Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi Siswa ... 31

3.5 Kriteria Sikap Siswa ... 32

3.6 Kriteria Reliabilitas ... 33

3.7 Kriteria Kesukaran Soal ... 34

4.1 Rekapitulasi Data Nilai Post-test pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39

4.2 Rekapitulasi Hasil Observasi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40

4.3 Hasil Uji Normalitas Data ... 42

4.4 Hasil Uji Homogenitas Data ... 43


(14)

vii

1 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara ... 56

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 62

3 Kisi-Kisi Instrumen Penguasaan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria .. 162

4 Lembar Penilaian Antar Peserta Didik ... 184

5 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 185

6 Soal Post-test ... 188

7 Nilai Post-test ... 195

8 Deskripsi Data Post-test ... 197

9 Rekapitulasi Penilaian Antar Peserta Didik ... 202

10 Pengujian Normalitas Data Post-test ... 206

11 Pengujian Homogenitas Data Post-test ... 209

12 Uji Hipotesis Data Post-test ... 211

13 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 214


(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang unik dibandingkan mahluk lain. Keunikannya terletak pada otak yang dapat difungsikan untuk berfikir. Dengan bantuan panca indera dan informasi yang tersimpan sebelumnya, otak dapat memproses keduanya serta menghasilkan suatu kesimpulan. Kesimpulan yang dimiliki dapat menjadi semakin kompleks dan beragam, kemudian ia membentuk suatu pemahaman pada diri seseorang. Dengan pemahaman tersebut manusia akan memanfaatkan alam semesta dan menciptakan berbagai macam teknologi untuk menyelesaikan masalah yang timbul sehari-hari.

Pengembangan potensi berfikir dapat dilakukan dengan cara menciptakan interaksi dan kerjasama. Interaksi dan kerjasama merupakan fitrah manusia untuk menjaga eksistensi dan kelestarian dirinya di dunia ini. Namun selain kedua manfaat tersebut, interaksi dan kerjasama menyebabkan pula terpenuhinya kebutuhan untuk berfikir.1 Melalui interaksi dan kerjasama seseorang dapat belajar mengenai cara berfikir orang lain ketika menghadapi suatu masalah. Dengan demikian, interaksi dan kerjasama dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir seseorang.

Sekolah dengan berbagai perangkatnya merupakan sarana yang menunjang terjadinya interaksi dan kerjasama pada siswa. Salah satu perangkat tersebut adalah sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru berperan penting dalam menciptakan suasana yang interaktif dan kerjasama positif saat mengajar mata pelajaran tertentu.

Biologi merupakan mata pelajaran yang menjadi salah satu sarana interaksi dan kerjasama siswa. Dalam mengajarkannya, para guru Biologi tidak hanya

1

Robert E. Slavin, Cooperatie Learning Theory, Research, and Practice, (Massachusetts: Allyn and Bacon, 1995), p. 2.


(16)

menggunakan model-model pembelajaran berbasis ilmiah seperti model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM), namun menggunakan pula berbagai model pembelajaran lain. Penggunaan model-model pembelajaran tersebut dapat memfasilitasi siswa untuk berinteraksi dengan sesamanya sehingga menimbulkan kematangan berfikir siswa. Salah satu model pembelajaran Biologi yang memfasilitasi interaksi dan kerjasama siswa adalah pembelajaran dengan teknik kooperatif (cooperative learning). Dalam pembelajaran kooperatif para siswa diajak untuk diskusi antar teman dan mencapai tujuan secara bersama-sama.2 Hal ini menimbulkan efek positif pada aspek kognitif karena siswa dapat menjadikan temannya sebagai sumber belajar. Selain itu secara sosial siswa dapat menjalin kerjasama yang baik dan melatih keterampilan sosial. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi di SMAN 1 Kota Tangerang Selatan dan SMAN 8 Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan cooperative learning kurang kondusif. Tidak semua siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran yang guru instruksikan. Sebagian siswa serius mengikuti pembelajaran, namun sebagian lagi bersifat pasif dan asyik dengan dirinya sendiri atau dengan kelampoknya. Pada akhirnya siswa mengalami kesulitan dalam mencapai hasil belajar yang baik, khususnya dalam aspek pengetahuan dan aspek sikap saat berdiskusi. Dengan demikian dibutuhkan teknik kooperatif yang tepat yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal.3

Terdapat banyak jenis teknik kooperatif yang dapat diterapkan guru dalam proses pembelajaran Biologi. Diantaranya adalah make a match, bertukar pasangan, Two Stay Two Stray (TSTS), Think-Pair-Share (TPS), dan lain-lain. Dari berbagai teknik kooperatif tersebut TSTS merupakan teknik yang tepat dalam memfasilitasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam TSTS, semua anggota kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Siswa diberi tugas untuk menggali informasi sendiri dan diberi

2

Roy Killen, Effective Teaching Strategies: Lesson from Research and Practice, (Melbourne: Cengage Learning, 1947), p. 212.

3


(17)

kesempatan untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa juga diberi kesempatan untuk membagi informasi dengan kelompok selain kelompoknya dan menjadikannya sebagai sumber belajar. Dalam TSTS para siswa bukan hanya saling mendukung dalam kelompoknya, namun saling mendukung pula kelompok lain yang ditemui. Mekanisme bertamu dalam TSTS memungkinkan adanya kerja sama, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang lebih luas jangkauannya. Oleh karena itu, TSTS dapat menjadi solusi atas permasalahan keaktifan siswa dalam pengajaran.

Teknik kooperatif TSTS merupakan teknik yang membagi siswa menjadi kelompok-kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang anggota. Para anggota dalam masing-masing kelompok diberi tugas oleh guru untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas bersama-sama. Namun tidak hanya berdiskusi dalam kelompoknya, dua orang anggota akan diminta bertamu ke dua kelompok lain sebagai delegasi untuk bertukar informasi. Sementara itu, dua orang yang tinggal dalam kelompok akan menerima delegasi dari dua kelompok lain untuk menginformasikan hasil diskusi dalam kelompoknya. Selanjutnya, tamu akan kembali ke kelompoknya untuk membahas dan membandingkan hasil pekerjaan mereka semua.4 Dengan demikian, mekanisme TSTS memberikan kesempatan siswa untuk saling berinteraksi dan bekerja sama secara efektif. Namun dalam penerapannya TSTS memiliki kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan agar tujuan belajar bisa tercapai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hamiddin pada tahun 2012 yang berjudul “Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy”, ia menemukan bahwa penerapan TSTS memiliki empat kelemahan, yakni sebagai berikut: 1) Butuh usaha ekstra untuk mendorong kelompok agar bekerja sama dan membantu yang lain; 2) Butuh waktu yang lebih untuk mengontrol dan memonitor aktivitas kelompok; 3) Kelompok satu tidak memberikan informasi dengan baik dan timbal balik yang bagus kepada kelompok yang lain; 4) Siswa membutuhkan banyak

4

Miftahul Huda, Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 140-141.


(18)

waktu untuk melengkapi tugas mereka.5 Agar penerapan TSTS dapat berjalan dengan baik, kelemahan-kelemahan yang timbul dalam TSTS perlu diatasi. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang tepat sehingga siswa bisa lebih aktif bekerja sama dengan efektif dan terkontrol, baik dalam kelompok maupun antar kelompok.

Guided Note Taking (GNT) dianggap dapat dijadikan solusi untuk mengontrol aktivitas diskusi siswa agar berjalan dengan lebih baik. Guided Note Taking atau mengambil catatan secara terbimbing dapat mendukung pengembangan pembelajaran kooperatif.6 Mekanisme GNT menginstruksikan siswa untuk membuat catatan ketika seseorang menyajikan pembelajaran dalam bentuk ceramah .7 Siswa akan secara aktif memperhatikan penjelasan presentator dari awal hingga akhir karena ditugaskan mencatat beberapa titik penting dari apa yang dijelaskan presentator. Presentator yang dimaksud biasanya adalah guru di kelas yang menjelaskan materi pelajaran. Sementara itu, siswa secara aktif memperhatikan guru dan membuat catatan di tempat duduk masing-masing.8 GNT dapat mendukung penerapan teknik kooperatif TSTS, terutama dalam mengatasi kelemahan poin pertama dan ketiga yakni dalam hal membantu kerja sama dan membagi informasi. Dengan menggunakan strategi GNT, tiap kelompok siswa ditugaskan untuk membuat lembar catatan yang belum lengkap. Lembar tersebut selanjutnya akan digunakan saat diskusi antar kelompok agar para siswa memperhatikan penjelasan yang disampaikan lawan bicaranya. Hal ini dapat terjadi karena siswa memiliki tugas untuk mencatat kata-kata penting pada wilayah-wilayah tertentu. Saat siswa kembali berkumpul dalam kelompoknya, mereka akan ditugaskan untuk merangkum hasil diskusi secara keseluruhan. Dengan adanya tugas demikian diharapkan kegiatan diskusi siswa dalam teknik kooperatif TSTS akan terkontrol, dan hasil belajar siswa dapat tercapai.

5

Hamiddin, Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy, Jurnal Vydia Karya I, 2012, h. 6-7.

6

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 102.

7

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), h. 123.

8


(19)

Bahasan mengenai bakteri pada materi Archaebacteria dan Eubacteria sudah tidak begitu asing dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, karena peranannya, masyarakat (siswa pada khususnya) sudah memiliki persepsi negatif terhadap bakteri.9 Dengan berbekal pengalaman dan informasi siswa sebagai pengetahuan awal, metode diskusi kelompok dapat diterapkan pada konsep ini.10 Penerapan teknik kooperatif TSTS diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam mempelajari materi Archaebacteria dan Eubacteria dan mencapai hasil belajar yang maksimal. Teknik kooperatif TSTS dilengkapi GNT dapat memfasilitasi siswa tidak hanya dari segi pengetahuan dan pemahaman, namun juga dari aspek sikap. Melalui teknik ini siswa akan saling bertukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan yang dimilikinya mengenai materi yang dibahas. Selain itu, tugas kooperatif berupa catatan terbimbing dapat menyebabkan anggota kelompok bekerja bersama-sama.11 Hal ini akan melatih kedisiplinan, kerjasama, dan tanggung jawab siswa. Dengan demikian, diharapkan hasil belajar siswa dapat menjadi maksimal dengan penggunaan GNT dalam teknik kooperatif TSTS di kelas.

Berasal dari latar belakang tersebut, penelitian mengenai penerapan strategi GNT dalam teknik kooperatif TSTS untuk mengontrol diskusi siswa agar berjalan dengan lebih baik perlu dilaksanakan dengan mengambil judul: “Pengaruh Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking

(GNT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Archaebacteria dan

Eubacteria.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dikemukakan beberapa masalah, yakni sebagai berikut:

9

PDPERSI, Inilah Fakta tentang Kuman, 2014, h.1, (www.pdpersi.co.id) 10

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 242-243.


(20)

1. Pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan cooperative learning kurang kondusif.

2. Terdapat kelemahan dalam penerapan Two Stay Two Stray (TSTS) yang perlu diatasi.

3. Hasil belajar siswa kurang optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan fokus pada kelas yang memiliki karakter kognitif yang relatif sama namun memiliki karakter sikap diskusi yang kurang terkontrol.

2. Konsep yang digunakan adalah Archaebacteria dan Eubacteria

3. Hasil belajar siswa yang diperhatikan adalah aspek kognitif, mencakup ranah C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Aspek kognitif siswa diukur dengan menggunakan lembar soal pilihan ganda

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut: “Apakah teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa?”

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria.


(21)

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat dalam hal sebagai berikut:

1. Menambah khazanah ilmu pendidikan dalam bidang strategi pembelajaran mengenai pengaruh penggunaan GNT yang diaplikasikan dalam TSTS

2. Memberi rujukan mengenai penerapan GNT yang diaplikasikan dalam TSTS pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria

3. Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan


(22)

8

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

Bagian ini memaparkan konsep-konsep penting yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti meliputi pembelajaran kooperatif, teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS), strategi Guided Note Taking (GNT), strategi TSTS dengan GNT, hasil belajar, serta tinjauan materi Archaebacteria dan Eubacteria.

1. Pembelajaran Kooperatif

Definisi mengenai pembelajaran kooperatif telah banyak dikemukakan oleh pakar pendidikan. Dilihat dari asal katanya, kooperatif berasal dari kata kooperasi yang artinya bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.1 Slavin menyebutkan bahwa: “Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn

academic content”.2 Artinya, pembelajaran kooperatif merupakan sarana bekerja

sama beberapa orang siswa untuk menyelesaikan materi-materi pembelajaran. Sementara itu, Miftahul Huda menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan “Metode pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar”.3

Senada dengan pendapat-pendapat di atas, Made Wena pun menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar

1

David W. Johnson, Roger T. Johnson, dan Edythe Johnson Holubec, Colaborative Learning

(Bandung: Nusa Media, 2010), h. 4. 2

Robert E. Slavin, Coopertive learning, (Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995), p. 2. 3

Miftahul Huda, Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan,


(23)

yang lainnya”.4

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada kerjasama siswa dalam kelompok kecil untuk mendapatkan hasil belajar.

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri khusus. Pertama, untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa melakukan aktivitas belajar dalam kelompok secara kooperatif. Kedua, kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang heterogen secara kognitif, ras, suku, kelamin, dan budaya. Ketiga, penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.5

Inti dari pembelajaran dengan teknik kooperatif adalah adanya saling mendukung di antara siswa agar mencapai keberhasilan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, terdapat tiga konsep penting dalam pembelajaran kooperatif yang harus ada pada siswa sebagai tim, yakni:

a. Adanya penghargaan bagi tim.

b. Adanya tanggung jawab secara individual. Setiap anggota memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.6 Hal ini berdampak pada adanya kekompakan kelompok, karena keberhasilan akan terjadi jika semua anggota melakukan tanggung jawabnya.

c. Para siswa memiliki kesempatan sukses yang sama.7

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang pro-akademik di antara para siswa. Norma-norma akademik inilah yang akan berpengaruh penting terhadap keberhasilan pencapaian siswa dalam belajar.8 Namun, bukan hanya menambah pencapaian siswa, pembelajaran kooperatif juga

4

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 190.

5

Tukiran Taniredja, Efi Miftah Haridli, dan Sri Harmianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 56-57.

6

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 56.

7

Robert E. Slavin, Cooperative Learning:Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 10.

8


(24)

dapat menciptakan kebahagiaan, lingkungan yang pro-sosial di kelas, dimana kelebihannya yang penting adalah dalam hal afektif dan interpersonal.9

Masitoh dan Laksmi Dewi mengungkapkan beberapa kelebihan atau keunggulan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran lain. Pembelajaran kooperatif dapat membuat suasana belajar kelompok menjadi menyenangkan, keikutsertaan siswa dalam belajar menjadi optimal, keterampilan berkomunikasi terasah, menambah informasi, suasana gotong royong dan berbagi menjadi lebih besar kemungkinannya saat struktur kooperatif dijalankan. Selain itu, hubungan siswa menjadi terjalin, tingkat penerimaan siswa dengan siswa lain lebih terbuka, sifat percaya diri, tanggung jawab, dan hormat pada sesama semakin meningkat, serta motivasi internal menjadi semakin kokoh.10

Berbagai keutamaan yang dimiliki oleh pembelajaran kooperatif mengakibatkan model pembelajaran dengan kelompok kerja yang berskala kecil tersebut sudah sejak dahulu kala digunakan oleh guru di sekolah-sekolah. Pembelajaran secara kooperatif mendorong agar siswa melakukan proses belajar dan memecahkan masalah bersama-sama. Metode ini menjadi lebih popular lagi beberapa puluh tahun terakhir dan menjadi bahan penelitian yang menarik di sejumlah Negara, termasuk diantaranya United States.11 Saat ini hasil-hasil penelitian yang menunjukkan efektifnya pembelajaran secara kooperatif telah banyak ditemukan, termasuk di Indonesia. Salah satu pembelajaran kooperatif yang banyak digunakan masyarakat akademik adalah teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS).

9

Robert E. Slavin, Coopertive learning: Theory, Research, and Practice, (Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995), p. 50.

10

Masitoh dan Laksi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Agama, 2009), h. 248-249.

11

Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching Evidence and Practice, (London: Sage, 2005), h. 52.


(25)

2. Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray

Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan bagian dari teknik pembelajaran kooperatif. TSTS dipelopori oleh Spencer Kagan pada tahun 1992.12 Model pembelajaran ini memiliki keunggulan, yakni memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.13 Aktivitas TSTS ini mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan analitis dalam kelompok.14

Teknik kooperatif TSTS dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini. Pertama, siswa bekerja sama dalam kelompok berempat sebagaimana biasa. Guru kemudian memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama. Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua anggota dari kelompok lain. Dua orang yang “tinggal” dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka.“Tamu” mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.15

3. Strategi Guided Note Taking

Catatan terbimbing (Guided Note Taking) berasal dari kata catatan dan terbimbing. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata catatan berasal dari kata catat. Kata catatan merujuk pada (1) hasil mencatat, (2) peringatan; syarat, dan (3) kata-kata di dalam sebuah buku yang masih perlu dijelaskan. Sementara kata terbimbing memiliki kata dasar bimbing yang artinya (1) pimpin;

12

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 60.

13

Tukiran, op. cit., h. 121. 14

Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 235.

15

Miftahul Huda, Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan,


(26)

asuh dan (2) tuntun.16 Jika digabungkan, kata catatan terbimbing merujuk pada hasil mencatat seseorang yang diambil dengan cara dituntun oleh orang lain. Dalam pembelajaran di kelas, seseorang yang dimaksud biasanya adalah siswa, sementara orang lain yang membimbing adalah guru.

Catatan terbimbing merupakan catatan atau slide dalam versi yang sudah dimodifikasi oleh guru yang menghendaki agar siswa mengisi informasi-informasi yang hilang ketika ceramah sedang berlangsung.17 Informasi yang hilang merupakan poin-poin kunci, sehingga siswa harus mendengarkan secara serius ceramah yang guru sampaikan untuk mengisi poin kunci tersebut. Informasi-informasi yang hilang menentukan kapan dan dimana siswa harus mencatat. Dengan demikian, siswa membuat catatan secara khusus di tempat dan topik yang guru harapkan.

Mencatat merupakan kunci keberhasilan dalam belajar.18 Saat ujian akan berlangsung, catatan yang telah dibuat siswa saat pembelajaran berlangsung biasa dijadikan sebagai referensi utama untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari di kelas. Oleh karena itu, mencatat secara efektif perlu dilakukan oleh siswa karena memiliki dampak yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar. Tidak setiap catatan yang dibuat oleh seseorang merupakan catatan yang dapat mewakili kebutuhannya mencatat. Banyak orang gagal dalam mencatat karena tidak mencatat secara efektif apa yang seharusya dicatat. Kesalahan yang paling umum dilakukan adalah mencatat semua yang dibahas oleh pembicara. Hal ini sangat tidak efektif, karena pada kenyataannya pencatat tidak mendengarkan informasi dan tidak membuat koneksi dengan pengetahuan dan subjek yang ada.19 Akhirnya, pencatat bagaikan tape recorder yang hanya merekam semua pembicaraan tanpa ada makna yang didapatkan.

16

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988).

17

Jennifer L. Austin, Melissa Lee, dan Jeffrey P. Carr, The Effect of Guided Note on Undergraduate Student s’ Recording the Lecture Content, Journal of Instructional Psychology,

Vol 31: 4, t.t, h. 314. 18

Paryati Sudarman, Belajar Efektif di Perguruan Tinggi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), h. 100.

19


(27)

Tujuan utama dari mencatat adalah mendapatkan poin-poin kunci, konsep-konsep utama, dan kaitan antar keduanya.20 Seseorang yang melakukan kegiatan mencatat perlu terdapat poin-poin kunci, konsep-konsep utama, dan kaitan antara keduanya dalam catatan yang ia buat. Dengan demikian, ia dapat disebut sebagai orang yang benar dalam membuat catatan.

Seseorang perlu mengetahui teknik-teknik yang tepat untuk mendapatkan poin-poin penting dalam membuat catatan. Agar catatan yang dibuat bersifat efektif, terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk membantu siswa seperti diungkapkan oleh Bobbi DePorter & Mike Hernacki. Pertama, dengarkan secara aktif informasi kunci. Kedua, perhatikan dengan cermat petunjuk-petunjuk mengenai informasi kunci yang ada pada buku catatan atau melalui pembicara. Ketiga, ikuti dan berpartisipasilah dalam forum dengan cara bertanya atau berpendapat. Keempat, tinjaulah terlebih dahulu topik pembicaraan yang akan dibahas, sehingga saat mendengar dan mencatat dapat lebih tepat mengaitkan pembahasan. Kelima, buatlah pembicaraan yang auditorial menjadi visual pada informasi yang mesti diingat dengan membuat simbol-simbol. Kenam, buatlah catatan itu mudah dilihat.21

“Begitu pikiran bekerja, tangan bergerak”.22 Hal ini pula yang harus dilakukan dalam kegiatan mencatat. Sebelum kegiatan mencatat dilakukan, siswa atau peserta dalam sebuah pembicaraan harus mendengarkan terlebih dahulu poin-poin penting, ide, dan fakta yang disampaikan. Memperhatikan apa saja yang dijelaskan oleh pembicara adalah satu-satunya jalan agar otak pendengar dapat memikirkan apa yang dijelaskan oleh pembicara. Setelah mengetahui poin penting apa yang pembicara sampaikan, barulah membuat catatan.

Catatan yang berguna adalah catatan yang memuat ide-ide pokok suatu bahasan.23 Siswa perlu mengetahui dan membedakan antara ide pokok dengan

20

Bobby DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), h. 150.

21

Ibid, h. 166-170. 22

Sukino, Menulis itu Mudah Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal, (Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS, 2010), h. 1.

23

Jeanne Ellice Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,


(28)

ide-ide penjelas. Ide-ide pokok yang disampaikan dalam bentuk ceramah dapat diketahui dari beberapa indikasi seperti saat pembicara mengulang-ulang ide atau tema tertentu, atau jika terdapat informasi yang dicatat di papan tulis, sementara hal lainnya tidak. Indikasi adanya ide-ide pokok juga bisa didapat saat pembicara membicarakan konsep-konsep dasar dan step-step yang menjadi pijakan bagi informasi lainnya. Namun selain itu, poin inti juga dapat diambil dengan mudah saat pembicara menyatakan poin-poin utama secara eksplisit.24

Mencatat akan memiliki manfaat jika dilakukan dengan benar. Beberapa manfaat dari mencatat adalah dapat meningkatkan daya ingat untuk memahami konsep dan menguatkan pemahaman terhadap pelajaran, membantu untuk mencari makna, pola, koneksi, dan hubungan antar konsep, serta membantu konsentrasi Catatan yang baik juga dapat memperbaiki kesempatan siswa untuk mendapatkan nilai yang bagus dalam tes atau tugas-tugas.25

Guru dapat membantu siswa untuk membuat catatan secara efektif. Di dalam kelas, guru dapat membantu dengan menggunakan strategi pembelajaran tertentu. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah Guided Note Taking (GNT) atau catatan terbimbing.

GNT atau mengambil catatan secara terbimbing merupakan bagian dari strategi pembelajaran aktif. Dalam strategi ini, pengajar bertugas untuk menyediakan handout berupa bagan, skema, atau yang lainnya yang dapat membimbing peserta didik untuk membuat catatan selama pengajar menyampaikan materi pelajaran.26 Penggunaan strategi ini dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan potensi siswa sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan, serta dapat menjaga perhatian siswa dalam proses pembelajaran.27

Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan GNT sebagai strategi pembelajaran adalah sebagai berikut. Pertama, guru membuat handout

24

Shelley O`Hara, op. cit., h. 58. 25

Ibid., h. 68-69. 26

Hisyam Zaini, Barmawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 32.

27

Umi Machmudah dan Abdul Wahab Risyidi, Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), h. 63.


(29)

berupa ringkasan poin-poin utama dari materi pelajaran yang akan disampaikan dengan strategi ceramah. Guru sengaja menghilangkan poin-poin yang dianggap penting dalam ringkasan tersebut, sehingga ringkasan yang akan diberikan tidak lengkap. Selanjutnya guru membagikan bahan ajar (handout) yang telah dibuat kepada peserta didik. Guru dapat menerangkan bahwa ia sengaja mengosongkan sebagian poin-poin penting tersebut agar siswa berkonsentrasi saat pembelajaran dilaksanakan. Setelah selesai memaparkan materi, guru meminta peserta didik untuk membacakan hasil catatannya. Terakhir, guru melakukan proses evaluasi hasil kerja siswa.28 Langkah tersebut dapat divariasikan melalui beberapa cara, seperti disarankan oleh Melvin L. Silberman sebagai berikut:

a. Guru dapat membagikan sebuah kertas yang didalamnya terdapat sub-sub topik utama dari materi yang akan guru sampaikan dengan memberikan ruang kosong yang agak luas untuk siswa mencatat. Siswa kemudian dapat mengisinya dengan penjelasan yang ia tangkap saat guru memaparkan materi tersebut.

b. Guru dapat membagi pelajaran menjadi beberapa fragmen dan meminta siswa untuk memperhatikan penuh penjelasan yang guru sampaikan tanpa mencatat. Tiap akhir fragmen, guru meminta siswa untuk mengisi handout yang guru sediakan atau siswa secara mandiri menulis catatan tanpa bantuan guru.29

4. Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray dengan Strategi Guided Note Taking

Teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki kesamaan dengan strategi Guided Note Taking (GNT) dalam prinsip pembelajarannya. Dalam teknik TSTS, setelah siswa berdiskusi dalam kelompoknya, dua siswa akan “bertamu” ke dua kelompok yang lain. Sementara itu, dua orang yang “tinggal” dalam kelompoknya bertugas untuk menerima “tamu” dan membagi informasi kepada

28

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 105.

29

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Bandung: Nusamedia & Nuansa Media, 2013), h 123-125.


(30)

“tamu” yang datang pada kelompoknya.30

Pada langkah “bertamu” dan menerima “tamu” tersebut terdapat pembagian tugas yang jelas. Setiap individu siswa memiliki tanggung jawab masing-masing. Siswa yang “tinggal” dalam kelompoknya bertugas untuk membagi informasi kepada kelompok lain. Sementara siswa yang “bertamu” bertugas untuk menerima informasi dari kelompok yang didatanginya dan hasilnya akan dibahas dalam kelompoknya. Pada prinsipnya terdapat pemberi informasi dan penerima informasi.

Tahapan GNT memiliki prinsip yang sama dengan TSTS, yakni terdapat pihak pemberi informasi dan pihak penerima informasi. Namun perbedaannya terletak pada tugas pemberi informasi. Pemberi informasi bukan hanya bertugas untuk menyampaikan materi, namun juga bertugas untuk membuat catatan terbimbing bagi penerima informasi. Sementara itu, penerima informasi bertugas untuk membuat catatan ketika pemberi informasi menjelaskan materi.31 Oleh karena itu, aktivitas GNT dapat disisipkan dalam penerapan TSTS. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran yang meyatukan unsur GNT dan TSTS:

Pertama, siswa membentuk kelompok yang berjumlah empat orang seperti biasa. Selanjutnya guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas serta membuat catatan yang tidak lengkap mengenai materi yang dikerjakan. Catatan yang tidak lengkap akan digunakan dalam langkah selanjutnya saat menerima “tamu”.

Setelah diskusi selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua anggota dari kelompok lain. Dua orang yang “tinggal” dalam kelompok bertugas memberikan catatan yang tidak lengkap kepada “tamu”. “Tamu” diminta untuk memperhatikan dan melengkapi catatan tersebut saat dua orang yang “tinggal” membagi informasi. Dua orang yang “tinggal” kemudian membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada tamu. “Tamu” kemudian mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.

30

Miftahul Huda, op. cit., h. 141. 31


(31)

Kegiatan selanjutnya yakni setiap kelompok membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua. Tahapan terakhir adalah klarifikasi jawaban kelompok oleh guru.

5. Hasil belajar

Definisi mengenai belajar telah diungkapkan oleh banyak pakar pendidikan. Beberapa pakar tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

Yatim Riyanto mendefinisikan belajar sebagai suatu proses untuk mengubah capaian fungsi-fungsi keterampilan, persepsi, emosi dan proses berfikir menjadi lebih baik.32 Sementara Purwanto mendefinisikan belajar sebagai “proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya”.33

Abin Syamsuddin Makmun menyimpulkan bahwa “konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu”.34

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada intinya merupakan aktivitas sadar siswa agar mengalami perubahan, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor, sehingga didapatkan kemampuan-kemampuan tertentu.

Proses pembelajaran akan dikatakan efektif apabila mewujudkan hasil atau capaian tertentu pada diri pembelajar.35 Hasil belajar adalah perubahan yang secara real dialami oleh siswa setelah melakukan proses belajar. Winkel menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.36

32

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 6.

33

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 38. 34

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 157.

35

Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar, (Jakarta: Universitas Negeri Padang, 2001), h. 82.

36


(32)

Hasil belajar siswa mencakup tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Semua ranah tersebut memiliki indikator ketercapaiannya sendiri sesuai dengan indikator kegiatan pembelajaran yang dilakukan sebelumnya.37 Hasil belajar tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat.38 Alat evaluasi yang baik mengedepankan sifat valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan memiliki makna.39 Pengukuran hasil belajar senantiasa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana penerimaan siswa atas pembelajaran yang telah berlangsung.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya oleh strategi pembelajaran yang diaplikasikan di dalam kelas.40 Efektivitas pembelajaran yang baik akan terjadi jika diterapkan strategi pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran yang baik dan efektif adalah strategi pembelajaran yang dapat menjamin kebutuhan belajar siswa, sesuai dengan tingkat pendidikan dan karekteristik siswa.41

Selain strategi pembelajaran di dalam kelas, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar, khususnya yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor tersebut yakni motivasi belajar yang sehat, adanya minat dan bakat, mengetahui tujuan yang hendak dicapai, mempersiapkan belajar dengan baik, serta adanya rencana kegiatan akademik dan disiplin diri.42 Ketika semua faktor tersebut tersedia, maka siswa akan belajar dengan efektif, serta mendapatkan hasil belajar yang optimal.

6. Tinjauan Materi Archaebacteria dan Eubacteria

Materi Archaebacteria dan Eubacteria yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan struktur kurikulum 2013. Materi ini diajarkan pada kelas X

37

Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 94. 38

Purwanto, op. cit., h. 44 39

Radno Harsanto, op. cit., h. 172. 40

Tengku Zahara Djaafar, op. cit., h. 86. 41

Tengku Zahara Djaafar, loc. cit.

42


(33)

SMA pada semester ganjil. Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada materi Archaebacteria dan Eubacteria:

Kompetensi inti pertama yang diharapkan ada pada siswa setelah mempelajari materi Archaebacteria dan Eubacteria adalah menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Kompetensi inti kedua yakni menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Kompetensi inti ketiga yang harus siswa miliki adalah memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Sementara itu, kompetensi inti keempat yang harus ada dalam diri siswa adalah mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Deskripsi lebih rinci mengenai kompetensi dasar siswa dalam mempelajari Archaebacteria dan Eubacteria ada dua. Pertama, siswa diharapkan dapat menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan Archaebacteria dan Eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. Kedua, siswa diharapkan dapat menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis.43

43

Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA-MA, (Jakarta: Kemdikbud, 2013), h. 148-150.


(34)

Materi Archaebacteria dan Eubacteria banyak memberikan fakta-fakta mengenai ciri-ciri, struktur, cara hidup, klasifikasi, cara reproduksi, dan peranan

Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, materi ini sudah familiar di tengah masyarakat karena peranannya, baik menguntungkan maupun merugikan. Penggunaan teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) diharapkan dapat meningkatkan aspek kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerjasama siswa serta penguasaan konsep siswa terhadap fakta-fakta Archaebacteria dan Eubacteria menjadi lebih mendalam.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang diterbitkan mengenai Two Stay Two Stray dan Guided Note Taking yang berfokus pada pengaruh keduanya terhadap hasil belajar sudah banyak dilakukan. Pengaruh keduanya terhadap hasil belajar telah secara meyakinkan dibuktikan pada beberapa penelitian, diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Purmiati R., Wakhid Akhdinirwanto, dan H. Ashari yang berjudul ”Penerapan Metode Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Peningkatan Aktivitas Belajar IPA Siswa di SMP Negeri 7 Purworejo” menunjukkan bahwa penerapan metode kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas VII D SMP N 7 Purworejo. Dan peningkatan aktivitas siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dari hasil observasi diketahui bahwa pada pra siklus, persentase aktivitas siswa rata-rata 40%. Pada sikus I menjadi 59,69%, dan pada siklus II menjadi 76,56%. Sedangkan hasil belajar siswa meningkat dari rata-rata 66,47 menjadi 72,81 pada silkus I, dan menjadi 78,75 pada siklus II.44

In Diyah Saraswati, Edy Soedjoko, dan Bambang Eko Susilo dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Minat” menyimpulkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran TSTS berbantuan Lembar Kerja Peserta Didik

44Purmiati R., Wakhid Akhdinirwanto, dan H. Ashari, “Penerapan Metode Kooperatif

Two Stay Two Stray untuk Peningkatan Aktivitas Belajar IPA Siswa di SMP Negeri 7 Purworejo”, Radiasi, Vol.1:1, 2012.


(35)

(LKPD) dan alat peraga dapat meningkatkan minat belajar peserta didik (kelas eksperimen 31,58% dan kelas kontrol 18,42%), (2) model pembelajaran TSTS berbantuan LKPD dan alat peraga dapat mencapai ketuntasan belajar baik individual maupun klasikal (kelas eksperimen 100% dan kelas kontrol 81,58%), (3) kemampuan pemahaman konsep peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS berbantuan LKPD dan alat peraga lebih baik dari peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model ekspositori (hal ini didapatkan berdasarkan uji perbedaan rata-rata kontrol dan eksperimen).45

Hamiddin dalam penelitian yang berjudul “Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy” menemukan bahwa strategi TSTS dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan pemahaman siswa dalam materi puisi/syair. Strategi TSTS pada siklus I dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap puisi sebanyak 16,3 dari nilai rata-rata sebelumnya 59,7 menjadi 76. Kemudian rata-rata skor siswa dalam siklus 2 adalah 80, naik 4 poin dari siklus I. Selain itu, keterlibatan aktivitas siswa di siklus 1 adalah 71%, atau sekitar 16-17 siswa yang aktif terlibat, kemudian pada siklus 2 keterlibatan aktivitas siswa adalah 86% atau sekitar 19-20 orang yang aktif terlibat.46

Nur Ida Fitriyah, Eling Purwantoyo, dan Chasnah juga pernah meneliti mengenai “Efektivitas Kooperatif Two Stay Two Stray terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa”. Mereka menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif TSTS efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi klasifikasi mahluk hidup di MTS Negeri Sulang. Hal ini dibuktikan dengan

45In Diyah Saraswati, Edy Soedjoko, dan Bambang Eko Susilo, “Penerapan Pembelajaran

Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Minat”, Unnes Journal of Matematics Education, Vol 1:1, 2012.

46

Hamiddin, “Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy”, Jurnal Vydia Karya I, Jilid 27:1, 2012.


(36)

presentase aktif dan sangat aktif siswa secara klasikal mencapai 86.67% dan ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 93.33%.47

Dwi Sulisworo dan Fadiyah Suryani juga meneliti mengenai TSTS dalam penelitian yang berjudul “The Effect of Cooperative Learning, Motivation and Information Technology Literacy to Achievement”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran, khususnya TSTS, dapat mempengaruhi prestasi belajar. Motivasi bisa digunakan untuk menjelaskan prestasi belajar itu, bukan literasi siswa terhadap teknologi informasi.48

Ika Nurdayanti, Sri Mulyani E. Susilowati, dan Sri Sukaesih dalam penelitian yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpikir Berpasangan Berempat dengan Bantuan Catatan Terbimbing Materi Pengelolaan Lingkungan” berkesimpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe berpikir berpasangan berempat dengan catatan terbimbing berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai KKM siswa kelompok eksperimen yang mencapai 100% sedang pada kelas kontrol mencapai 87%. Nilai KKM yang dimaksud adalah lebih dari 66.49

Christianti, Sudarmin, dan T. Subroto dalam penelitian yang berjudul “Model Pembelajaran Guided Note Taking Berbantuan Media Chemo-Edutainment pada Materi Pokok Koloid” menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan rata-rata hasil belajarnya. Persentase ketuntasan belajar klasikal kelas kontrol adalah 70% sementara ketuntasan belajar kelas eksperimen adalah 92.86%. Berdasarkan hasil pengambilan data non-tes, diketahui bahwa siswa merespon pembelajaran dengan

47

Nur Ida Fitriyah, Eling Purwayanto, dan Chasnah., “Efektivitas Kooperatif Two Stay Two Stray terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa”, Uness Journal of Biologi education, Vol. 2, 2012.

48Dwi Sulisworo dan Fadiyah Suryani, “The Effect of Cooperative Learning, Motivation and Information Technology Literacy to Achievement”, International Journal of Learning and Development, Vol. 4:2, 2014.

49Ika Nurdayanti, Sri Mulyani E. Susilawati, dan Sri Sukaesih, “Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpikir Berpasangan Berempat dengan Bantuan Catatan Terbimbing Materi Pengelolaan Lingkungan”, Uness Journal of Biology Education, Vol. 1:1, 2012.


(37)

positif karena Chemo-Edutainment (CET) bersifat menarik, menantang, dan menghibur.50

Tara L. Cornelius dan Jamie Owen-DeSchryver juga pernah meneliti mengenai catatan dengan judul “Differential Effect of Full and Partial Notes on Learning Outcomes and Attendance”. Mereka menemukan bahwa para siswa yang menerima catatan secara parsial lebih baik dalam ujian semester dan saat ujian akhir. Sementara siswa yang menerima catatan secara penuh memiliki nilai negatif dalam hal kehadiran.51

Jennifer L. Austin, Melissa Lee, dan Jeffrey P. Carr dalam penelitian yang berjudul “The Effect of Guided Note on Undergraduate Students’ Recording the Lecture Content” berdasarkan hasil observasi menemukan bahwa perkuliahan menggunakan slide dengan atau tanpa catatan terbimbing lebih baik daripada perkuliahan dengan ceramah (cara tradisional) dalam hal penangkapan mengenai titik penting dan contoh materi. Meski demikian, perbaikan kualitas catatan menjadi hal yang terobservasi di luar semua pengukuran dependen saat guided note digunakan. Penggunaan slide yang dilengkapi dengan catatan terbimbing menjadi alternatif solusi dalam pembelajaran yang efektif dan efisien.52

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan letak pentingnya penelitian ini dilakukan. Penelitian mengenai teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) ini merupakan penyelesaian atas masalah yang timbul dari proses penerapan teknik kooperatif TSTS yang kurang kondusif. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan keaktifan dan partisipasi siswa melalui pengontrolan kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerjasama siswa saat teknik TSTS dilangsungkan. Dengan menerapkan GNT pada teknik kooperatif TSTS, diharapkan siswa akan mendapatkan hasil belajar yang lebih mendalam.

50

Christianti, Sudarmin, dan T. Subroto, “Model Pembelajaran Guided Note Taking

Berbantuan Media Chemo-Edutainment pada Materi Pokok Koloid”, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol 1:1, 2012.

51

Tara L. Cornelius dan Jamie Owen-DeSchryver, “Differential Effect of Full and Partial Notes on Learning Outcomes and Attendance”, Teaching of Psychology, Vol 35, 2008.

52

Jennifer L. Austin, Melissa Lee, dan Jeffrey P. Carr, The Effect of Guided Note on Undergraduate Student s’ Recording the Lecture Content, Journal of Instructional Psychology,


(38)

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoretik terhadap model pembelajaran kooperatif khususnya teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS), kegiatan mencatat, strategi Guided Note Taking (GNT), dan hasil belajar, serta menganalisis keterkaitan antara keempatnya, peneliti dapat menyusun kerangka berpikir, yakni sebagai berikut.

Sebagai mahluk yang berpikir, manusia dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya melalui interaksi dan kerjasama. Sekolah memiliki peranan yang penting dalam menciptakan interaksi dan kerjasama yang positif di kalangan pelajar. Guru, khususnya dalam mata pelajaran biologi, dapat menciptakan interaksi dan kerjasama yang positif melalui pembelajaran di kelas.

Pembelajaran kooperatif dalam kelas lebih baik daripada pembelajaran individual karena para siswa bersaing atas nama kelompok, dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas belajarnya. Pada akhirnya, pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan suasana yang pro-akademik. Pembelajaran kooperatif banyak macamnya. Namun dalam mengaplikasikan berbagai strategi dan teknik pembelajaran kooperatif tersebut, sebagian guru mengalami permasalahan dalam hal partisipasi belajar siswa. Sebagian siswa bersifat aktif mengikuti instruksi guru, namun sebagian lainnya tidak mengikuti instruksi guru dan asyik dengan diri sendiri atau dengan kelompoknya. Oleh karena itu, diperlukan solusi atas permasalahan ini.

Salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif adalah teknik kooperatif TSTS. Teknik kooperatif TSTS merupakan teknik pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar berkelompok dengan jumlah anggota sebanyak empat orang, namun tetap memiliki tanggung jawab individual. Dengan teknik ini, para siswa bahkan dapat bersosialisasi dengan teman antar kelompok, dan bertanggung jawab atas kelompok lainnya. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat kelemahan yang perlu diperbaiki dalam menerapkan pembelajaran kooperatif TSTS. Kelemahan tersebut terletak pada lemahnya kerjasama kelompok serta lemahnya kualitas diskusi yang dilakukan kelompok dalam memberikan informasi kepada kelompok lain. Sehingga dalam menjalankannya,


(39)

seorang guru harus dapat mengontrol aktivitas diskusi siswa agar berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Strategi GNT dapat melengkapi penerapan teknik kooperatif TSTS. Strategi GNT merupakan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif dan memfasilitasi siswa agar mencatat secara efektif. Dalam strategi ini, pada prinsipnya setiap siswa mencatat secara terbimbing dengan mengisi bagian-bagian kosong sebuah handout saat presentator (biasanya guru) mengajar dengan teknik ceramah. Bagian-bagian kosong yang siswa isi merupakan poin-poin kunci, sehingga catatan tersebut dapat bermakna dan bermanfaat. Dengan diberikan tugas mencatat beberapa poin penting dalam TSTS, diharapkan kualitas diskusi siswa akan meningkat.

Kegiatan mencatat bagi siswa saat pembelajaran merupakan kegiatan aktif yang baik. Kegiatan mencatat yang siswa lakukan dapat menjaga konsentrasi selama pembelajaran berlangsung. Catatan yang telah dibuat juga dapat dijadikan bahan yang efektif untuk menghadapi ulangan atau ujian semester.

Belajar pada akhirnya akan mengubah seseorang, sehingga didapatkan kemampuan baru yang sebelumnya tidak dimiliki. Perubahan itu terjadi secara permanen, dan inilah yang disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar terjadi pada tiga ranah atau domain, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penerapan strategi pembelajaran di dalam kelas. Strategi GNT yang diaplikasikan pada teknik kooperatif TSTS diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan sebelumnya maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: ”Teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa”.


(40)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan yang terletak di Jl. Pendidikan No. 49 Ciputat pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilakukan di kelas X pada bulan November 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi-experimental designs). Jenis rancangan kuasi eksperimen ini diambil karena peneliti memberikan perlakuan tertentu dalam suatu kelompok penelitian. Perlakuan yang dimaksud adalah penerapan teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) (sebagai variabel bebas) terhadap hasil belajar (sebagai variabel kontrol) pada kelas eksperimen.1 Sedangkan kelas kontrol diberikan teknik kooperatif TSTS tanpa GNT. Adapun desain penelitian yang digunakan yakni randomized posttest-only control group design dengan bagan rancangan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Variabel bebas Pasca-tes

Acak A (KE) X O

Acak B (KK) - O

Keterangan:

KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol X : Perlakuan

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 19.


(41)

O : Post-test2

Desain perlakuan yang diberikan terhadap kelas ekspermen dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang terdapat pada TSTS dan GNT. Tahapan-tahapan tersebut dituangkan dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Desain perlakuan yang dilakukan pada kelas eksperimen secara singkat dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Desain Perlakuan Menggunakan TSTS dengan GNT

Tahapan TSTS GNT

1. Pembagian Kelompok

2. Diskusi Kelompok Kelompok menyiapkan guided note (tugas presentator) dengan bantuan LKS 1 dari guru. 3. Bertamu (Stay dan Stray) Stayer memberikan lembar

guided note dan menyampaikan informasi, sedangkan tamu (strayer) menerima lembar guided note dan menerima informasi

4. Kembali ke kelompok masing-masing untuk membahas hasil kerja. Guru memberi LKS 2 sebagai alat bantu pegumpulan hasil kerja kelompok.

5. Membacakan hasil kerja

kelompok

2

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 206.


(42)

C. Populasi dan Sampel

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu, yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.3 Populasi yang menjadi fokus peneliti adalah seluruh siswa di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan. Sampel adalah subset atau perwakilan dari populasi yang ingin peneliti generalisasi hasilnya.4 Pemilihan sampel yang akan menjadi kelas eksperimen dan kontrol dilakukan dengan cara purposive atau bertujuan. Hal ini untuk mendapatkan kelompok pengendali yang karakteristik kognitif keduanya relatif sama dan karakter afektif dalam diskusi kurang terkontrol.5 Sementara itu, pemilihan kedua kelas tersebut untuk menjadi kelas eksperimen ditentukan dengan cara pengacakan sesuai dengan desain penelitian yang telah diambil. Berdasarkan hasil sampling ditentukan bahwa kelas X MIA 3 menjadi kelas eksperimen sementara kelas X MIA 4 ditentukan menjadi kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi dan observasi. Tes prestasi digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan siswa dalam menguasai materi Archaebacteria dan Eubacteria setelah mendapatkan pembelajaran menggunakan teknik kooperatif TSTS dengan GNT.6 Tes dilakukan di akhir pembelajaran setelah perlakuan dicobakan pada siswa sesuai dengan desain penelitian yang ditentukan sebelumnya. Tes akhir atau disebut juga post-test digunakan untuk mengukur kompetensi apa yang telah siswa kuasai sesuai dengan indikator pembelajaran yang telah ditetapkan

3

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 117.

4

William Wiersma dan Stephen G. Jurs, Research Methods in Education Ninth Edition, (Boston: Allyn and Bacon, 2009), p. 325.

5

W. Lawrence Neuman, Basics of Socia Research Qualitative and Quantitative Approach Second Edition, (Boston, Allyn and Bacon, 2007), p. 142-144.

6


(43)

sebelumnya.7 Data post-test dari kelas eksperimen kemudian dibandingkan dengan kelas kontrol untuk melihat perbedaan hasil belajar keduanya.

Observasi digunakan untuk mengetahui sikap siswa dalam beraktivitas di kelas saat pembelajaran berlangsung.8 Aspek kegiatan yang diobservasi oleh peneliti adalah kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerjasama siswa saat belajar. Ketiga aspek sikap tersebut diambil karena berhubungan langsung penggunaan teknik TSTS yang bersifat kooperatif. Aktivitas siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol selanjutnya akan dibandingkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap aktivitas siswa di dalam kelas.

E. Instrumen Penelitian

Alat bantu atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua jenis, yakni soal-soal tes objektif tertulis dan lembar observasi.

1. Tes Penguasaan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria

Instrumen tes digunakan untuk mengukur perubahan penguasaan konsep siswa setelah dilakukan pembelajaran menggunakan teknik kooperatif TSTS dengan GNT pada kelas eksperimen. Instrumen tersebut juga digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol. Instrumen tes diberikan dalam bentuk soal-soal tes objektif tertulis berupa soal pilihan ganda (PG) dengan lima pilihan jawaban, yaitu; a, b, c, d, dan e sebanyak 50 soal. Ranah kognitif penguasaan konsep Archaebacteria dan Eubacteria yang digunakan dalam tes ini meliputi aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Instrumen penguasaan konsep secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 dan secara singkat dapat dilihat pada Tabel 3.3.

7

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 236.

8

Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 78.


(44)

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Pilihan Ganda Kompetensi

Dasar Indikator

Nomor Soal Jumlah

Soal C1 C2 C3 C4 C5 C6

3.4 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan Archaebacteria dan Eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara telitidan sistematis 4.4 Menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis Menyebutkan pengertian Archaebacteria dan

Eubacteria

15* 1 2

Mendeskripsikan ciri-ciri

bakteri 8* 2* 10* 3

Menjelaskan struktur bakteri

11, 12* 29

6*,

33 4, 5 9* 7* 9 Mengemukakan ciri-ciri

bakteri Gram positif dan Gram negatif

47 34 49* 3

Menguraikan cara hidup bakteri

13, 16*

14*,

19 18 17 46* 27* 8 Menganalisis pertahanan

bakteri dalam mengha-dapi kondisi buruk

48* 50* 2

Merinci cara

perkem-bangbiakan bakteri 21 39,

44* 22* 42 5

Mengklasifikasi bakteri 31*, 35* 32, 41 20*,

40 23* 3 28 9 Menyajikan data

berba-gai peranan bakteri yang menguntungkan/merugi-kan dalam kehidupan

37

30*, 36, 45*

24* 43* 26 25,

38 9 Jumlah 50 Keterangan:

* = soal yang digunakan

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati aspek sikap siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Sikap siswa dalam pembelajaran kooperatif yang diamati terfokus pada aspek kedisiplinan, tanggung jawab dan kerjasama siswa. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian antar peserta didik (PAPD). Penilaian dilakukan setelah pembelajaran menggunakan teknik


(45)

kooperatif TSTS dengan GNT diberikan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat aspek kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerjasama siswa dari sudut pandang siswa sebagai pelaksana kegiatan. Hasil observasi selanjutnya dibandingkan dengan kelas kontrol yang belajar dalam teknik kooperatif TSTS tanpa GNT. Lembar PAPD secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun kisi-kisi instrumen untuk lembar observasi adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi Siswa

No. Kegiatan Ranah

Afektif

Kontrol Kooperatif Kegiatan Pendahuluan

1. Siswa mendengarkan apersepsi yang guru sampaikan

Menghayati Disiplin

2. Siswa menjawab pertanyaan awal yang guru ajukan

Menanggapi Disiplin

3. Siswa meminati materi saat guru memotivasi siswa

Menerima Disiplin

Kegiatan TSTS

4. Siswa mematuhi perintah guru untuk berkelompok

Menerima Disiplin

5. Siswa menampilkan suasana semangat dalam menerima LKS 1 dari guru

Menanggapi Disiplin

6. Tiap siswa dalam kelompok saling membantu untuk mengisi LKS 1

Menanggapi Kerjasama

7. Dua orang siswa dalam kelompok

menggabungkan diri dengan dua kelompok lainnya

Menilai Tanggung jawab

8. Siswa “tuan rumah menyambut kedatangan

“tamu” Menanggapi Tanggung jawab

9. Siswa tuan rumah” memberi catatan terbimbing dan informasi kepada “tamu”

Menerima Kerjasama

10. Siswa “tamu” mendengarkan penjelasan

“tuan rumah” Menghayati Tanggung jawab

11. Siswa “tamu” menunjukkan sikap tanggung jawab dengan membuat catatan

Menghayati Tanggung jawab 12. Siswa saling mengajukan pertanyaan saat

diskusi berlangsung

Menanggapi Tanggung jawab 13. Siswa kembali berkelompok dan

mengkombinasikan temuan mereka dalam LKS 2


(46)

14. Menata kembali jawaban LKS 2 sesuai dengan jawaban yang benar

Mengelola Kerjasama

Kegiatan Penutup

15. Menunjukkan kejujuran diri saat menjawab Quis

Menghayati Tanggung jawab

Kriteria yang digunakan untuk menentukan nilai persentase pada aktivitas kooperatif siswa adalah sebagai berikut9:

Tabel 3.5 Kriteria Sikap Siswa

Persentase Interpretasi

81-100% Baik sekali

61-80% Baik

41-60% Cukup

21-40% Kurang

0-20% Sangat kurang

F. Kalibrasi Instrumen

Soal-soal tes yang digunakan merupakan tes yang belum terstandarisasi, sehingga untuk menstandarisasinya diperlukan berbagai macam uji kelayakan instrumen. Uji kelayakan tersebut diantaranya mencakup uji validitas dan uji reliabilitas. Selain itu, taraf kesukaran soal dan daya pembeda soal pun digunakan untuk mengukur ketepatan penggunaan butir soal pada siswa.

Dalam penelitian ini, uji kelayakan instrumen dilakukan di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan di kelas XI SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan yang terdiri dari 40 siswa. Uji instrumen dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan jumlah soal valid yang memadai.

9

Piet A. Sahertian dan Prans Mataheru, Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), h. 55-56.


(47)

1. Uji Validitas

Uji validitas diperlukan untuk menentukan apakah instrumen yang dibuat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.10 Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan pada tiap butir soal dengan menggunakan program ANATES.11

Berdasarkan hasil uji validitas, jumlah soal yang valid sebanyak 25 soal dari total 50 soal pilihan ganda. Soal-soal yang valid adalah soal nomor 2, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 20, 23, 24, 27, 30, 31, 35, 43, 45, 46, 48, 49, dan 50 dari hasil uji instrumen kedua, dan soal nomor 22 dan 44 dari hasil uji instrumen pertama berdasarkan validasi dosen.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas diperlukan dalam rangka menguji keandalan instrumen, sehingga dapat dipercaya dalam mengumpulkan data.12 Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat mengambil data sesuai dengan kenyataan yang terjadi, walaupun data diambil beberapa kali. Program ANATES13 digunakan untuk mengetahui reliabilitas instrumen soal pilihan ganda. Adapun kualifikasi koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut14:

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas

Nilai Reliabilitas Kriteria Reliabilitas

0,00 - 0,20 Kecil

0,20 – 0,40 Rendah

0,40 – 0,70 Sedang

0,70 – 0,0,90 Tinggi

0,90 – 1,00 Sangat tinggi

10

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 245.

11

Program ANATES yang digunakan adalah ANATES Pilihan Ganda ver 4.0.9 (13 Feb 04). 12

Arifin, op. cit., h. 248. 13

Program ANATES yang digunakan adalah ANATES Pilihan Ganda ver 4.0.9 (13 Feb 04). 14

Ruseffendi, Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Eksakta Lainnya, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 160.


(48)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas didapat nilai reliabilitas tes sebesar 0, 56. Dengan demikian, soal-soal yang valid dapat dinyatakan memiliki tingkat reliabilitas yang sedang.

3. Uji Taraf Kesukaran Soal

Pengujian terhadap taraf kesukaran soal diperlukan untuk mengetahui tingkat kesulitan soal yang diujikan. Soal yang diberikan harus terdiri dari soal yang mudah, sedang dan sulit dengan jumlah yang proporsional bagi suatu tes hasil belajar. Dalam penelitian ini, pengujian tingkat kesukaran soal dilakukan dengan menggunakan program ANATES.15 Adapun kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kesukaran soal menurut Winkel adalah sebagai berikut:16

Tabel 3.7 Kriterian Kesukaran Soal

Indeks Kesukaran Kriteria Kesukaran

1.00-0.80 Mudah

0.79-0.50 Sedang

0.49-0.00 Sukar

Berdasarkan hasil pengujian tingkat kesukaran soal, dari total 50 soal tes pilihan ganda yang diujikan diketahui bahwa sebanyak 6 soal termasuk kategori soal mudah, sebanyak 13 soal termasuk kategori soal sedang, dan sebanyak 31 soal termasuk kategori soal sukar.

4. Uji Daya Diskriminasi

Uji daya diskriminasi atau daya pembeda soal diperlukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan atau mendiskriminasikan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain terhadap penguasaan materi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program ANATES.17 Kriteria Indeks Deskriminasi (ID) yang dianggap masih memenuhi syarat minimal

15

Program ANATES yang digunakan adalah ANATES Pilihan Ganda ver 4.0.9 (13 Feb 04). 16

W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), h. 608. 17


(49)

dalam kemampuan membedakan adalah ≥ + 0,20.18 Berdasarkan hasil uji daya diskriminasi diketahui bahwa soal yang memenuhi kriteria ID sebanyak 29 soal.

Berdasarkan kalibrasi instrumen yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat 25 soal pilihan ganda yang terstandarisasi dari total 50 soal. Rekapitulasi analisis butir soal yang menjelaskan mengenai hasil uji validitas, uji reliabilitas, uji taraf kesukaran dan uji daya beda pada butir soal instrumen tes hasil belajar bentuk pilihan ganda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 sementara instrumen soal yang terstandarisasi dan digunakan untuk mengambil data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6.

G. Teknik Analisis Data

Data post-test yang didapat oleh peneliti diolah dengan berbagai macam teknik pengujian terhadap sampel, kemudian dilanjutkan dengan pengujian efektivitas treatment. Pengujian data terhadap sampel berfungsi untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan betul-betul sampel yang absah digunakan dalam penelitian ataukah tidak. Pengujian data terhadap sampel meliputi uji prasyarat dan uji hipotesis.

1. Uji Prasyarat

Uji prasyarat bertujuan untuk mengetahui layak tidaknya data untuk dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik.19 Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang akan diolah memiliki persebaran antara nilai paling tinggi dengan nilai paling rendah yang normal atau tidak. Normalitas data akan menentukan penggunaan teknik statistik uji yang berbeda (parametrik atau non-parametrik). Cara yang peneliti

18

Winkel, op. cit., h. 609. 19

Misbahuddin dan Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 227.


(50)

gunakan dalam menentukan normalitas data adalah dengan menggunakan rumus uji Liliefors. Langkah-langkah penghitungan manualnya adalah sebagai berikut:

Pertama, mengurutkan data mentah dari nilai terendah hingga tertinggi, dan memasukkannya ke dalam kolom skor data (Xi) beserta frekuensinya (fi). Kemudian mencari harga rata-rata ̅) dan simpangan baku (S) dari data yang telah dikumpulkan tersebut. Selanjutnya mencari nilai skor baku (Zi) dengan rumus ( ̅)/S, dimana adalah skor data, X adalah nilai rata-rata, dan S adalah simpangan baku.

Langkah selanjutnya adalah mencari luas daerah distribusi normal (Zi). Luas Zi didapat dari tabel Standard normal (Z) distribution. Kemudian mencari nilai peluang pada masing-masing skor yang ditandai dengan F(Zi). Nilai F(Z) didapat dengan cara melihat nilai Zi. Jika Zi bernilai negatif, maka F(Zi) adalah 0.5 dikurangi luas Zi. Sedangkan jika Zi bernilai positif, maka F(Zi) adalah 0.5 ditambah luas Zi.

Kemudian langkah selanjutnya adalah mencari nilai proporsi yang ditandai dengan S(Zi). S(Zi) didapat dengan cara membagi nomor responden dengan banyaknya responden. Kemudian langkah selanjutnya adalah mencari selisih antara harga peluang dan proporsi untuk setiap data dengan rumus F(Zi)-S(Zi) kemudian menentukan harga mutlak dari data-data itu. Langkah terakhir adalah mencari nilai L-hiting/Lo. Lo ditentukan berdasarkan harga mutlak yang paling tinggi. L-hitung selanjutnya dibandingkan dengan L-tabel yang terdapat pada tabel uji Liliefors.

Hipotesis (Ho) yang diajukan dalam uji normalitas adalah sampel berdistribusi normal. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan yakni sampel berdistribusi tidak normal. Hipotesis yang diajukan diterima jika Lo/L-hitung kurang dari L-tabel. Namun jika Lo/L-hitung lebih besar dari L-tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.20

20

Yusri, Statistika Sosial Aplikasi dan Interpretasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 148-150.


(51)

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui seragam tidaknya variansi sampel yang diambil dari populasi. Hal ini berguna agar dapat menggeneralisasi sampel terhadap populasi. Pengujian homogenitas data menggunakan uji Fisher, dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: F : Homogenitas

S1 2

: varians terbesar

S2 2

: varians terkecil21

Hipotesis (Ho) yang diajukan dalam uji homogenitas adalah data memiliki varians yang homogen. Sedangkan hipotesis alternatifnya (Ha) adalah data tidak memiliki varians yang homogen. Hipotesis yang diajukan dalam uji homogenitas diterima jika F-hitung < F-tabel yang berarti varians antara kelas eksperimen dan kontrol homogen. Sedangkan jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak yang berarti varians antara kelas eksperimen dan kontrol tidak homogen.

2. Uji Hipotesis

Pengujian data terhadap efektivitas treatment dilakukan dengan memperhatikan aspek normalitas dan homogenitas data yang akan diuji. Jika data yang akan diuji terdistribusi normal dan bersifat homogen, maka uji hipotesis dilakukan menggunakan uji-t atau t-test. Namun jika data yang akan diuji bersifat tidak terdistribusi normal dan bersifat tidak homogen, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney U-Test.

Uji-t merupakan teknik statistika yang digunakan untuk menentukan berapa besar tingkat perbedaan antara dua ubahan atau dua grup data.22 Dalam uji-t, hasil belajar siswa yang berupa angka-angka diolah dengan cara membandingkan

21

Ibid, h. 292-296. 22

Sukardi, op. cit., h. 99. F = 2

2 2 1 S S = terkecil varians terbesar varians

, dimana S2 =

) 1 ( ) ( )

( 2 2

 

N n X X n


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

The influence of using two stay two stray in learning reading comprehension of recount text: a quasi experimental research at second grade students of SMP Dharma Karya UT Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.

2 16 106

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS (TWO STAY TWO STRAY) DENGAN MEDIA PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR DAN AKTIVITASBELAJAR SISWA SMA PADA POKOK BAHASAN REDOKS.

0 4 24

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DENGAN MEDIA PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA MATERI HIDROKARBON.

0 10 20

PenGARUH MOdel PeMBelAJARAn kOOPeRATIF TIPe TWO STAY TWO STRAY (TSTS) TeRHAdAP HASIl BelAJAR IPA

0 0 5