c. Kedelapan palagan ini terjadi pada waktu yang hampir bersamaan.
2. Magelang Dikuasai Sekutu
Di dalam usaha menengahi pertempuran 5 hari di Semarang, tentara Sekutu pimpinan Brigjen  Bethel  mendarat  di  pelabuhan  Semarang  pada  20  Oktober  1945.  Tujuan  utamanya
adalah  mengurus  tawanan  perang,  melucuti  senjata  dan  memulangkan  tentara  Jepang  yang ada di Jawa Tengah. Tugas itu dilaksanakan Inggris atas nama Sekutu. Mereka juga berjanji
akan menjaga ketentraman serta mengakui kedaulatan Indonesia Tjokropranolo, 1992: 52. Pada  waktu  itu,  TKR  dan  barisan  pemuda  lainnya  sedang  menghadapi  kekuatan
Jepang. Jadi tentara Sekutu dapat melakukan pendaratan secara leluasa tanpa hambatan dari pihak Indonesia. Karena pada waktu itu kekuatan bangsa Indonesia sepenuhnya tertuju pada
Jepang.  Kedatangan  tentara  Sekutu  justru  disambut  baik  oleh  rakyat  dan  pemerintah setempat.  Bahkan  Wongsonegoro  yaitu  Gubernur  Jawa  Tengah  waktu  itu  berjanji  akan
mengirimkan  bahan  makanan  dan  keperluan  sehari-hari  untuk  tentara  S ekutu  tersebut  “
Majalah Vidya Yudha” No. 9 Tahun II, Januari 1997:84-85. Pada  waktu  itu  Brigadir  Jenderal  Bethel  dan  Gubernur  Wongsonegoro  melakukan
perundingan.  Dalam  perundingan  itu  ditentukan  syarat-syarat  sebagai  berikut  yang  harus dipenuhi Sekutu, yaitu :
1. Orang-orang Indonesia yang ditahan oleh Jepang harus segera dibebaskan.
2. Tentara Jepang akan dilucuti oleh tentara Sekutu.
3. Tentara Sekutu tidak akan mencampuri urusan pemerintah Indonesia.
4. Keamanan daerah akan dilaksanakan oleh polisi Indonesia.
Sekutu menyetujui semua syarat tersebut. Namun di sisi lain, rakyat senantiasa tetap waspada.  Hal  itu  perlu  dilakukan  agar  tidak  terjebak  oleh  janji  Sekutu,  yang  ternyata  itu
hanya sebagai kedok Syamsuar Said, 1984: 20-21.
Dengan  adanya  persetujuan  tersebut,  Sekutu  mulai  mengirimkan  sebagian pasukannnya  ke  Magelang  dan  singgah  di  Ambarawa.  Karena  di  kedua  tempat  tersebut
terdapat  penampungan  tawanan  Belanda  terutama  di  Ambarawa.  Ternyata  dalam mengirimkan  pasukan,  Sekutu  telah  menyelundupkan  anggota-anggota  NICA.  Sehingga
sesampainya di kedua tempat tersebut , mereka langsung sengaja menimbulkan kekacauan. Kekacauan  yang  dilakukan  oleh  anggota  NICA  tersebut  mempunyai  maksud.  NICA
berharap dengan adanya kekacauan tersebut, memudahkan mereka untuk kembali menguasai Indonesia. Dengan kekacauan itu tentunya Sekutu akan mengirimkan balabantuan yang lebih
banyak.  Dengan  begitu  orang  NICA  banyak  yang  bisa  ikut  menyelundup  masuk  bersama Sekutu “ Majalah Vidya Yudha” No. 9 Tahun II, Januari 1997: 85 .
Anggota-anggota  NICA  yang  ikut  membonceng  tentara  Sekutu,  kemudian membebaskan  orang-orang  Belanda  yang  ditawan  di  penampungan  Ambarawa  maupun
Magelang.  Setelah  terbebas  dari  tawanan,  mereka  tidak  mau  tahu  bahwa  yang  menguasai Indonesia  sekarang  adalah  rakyat  Indonesia  sendiri.  Demikian  juga  dengan  orang  Jepang
yang baru saja dilepaskan dari tawanan. Mereka  dibebaskan oleh Sekutu  dan diberi  senjata. Bersama-sama  dengan  tentara  Gurkha,  mereka  merampas  harta  rakyat.  Dengan  demikian
jelaslah bahwa Belanda mengkhianati janji mereka sendiri. Belanda  berusaha  mengganggu  kedaulatan  bangsa  Indonesia.  Hal  itulah  yang
menyebabkan  rakyat  Indonesia  marah  terutama  rakyat  Jawa  Tengah.  Oleh  sebab  itu  rakyat Jawa Tengah melakukan pemboikotan makanan dan keperluan sehari-hari milik para Sekutu.
Untuk mempersiapkan tindakan Sekutu yang semakin memperlihatkan sikap kurang baiknya di  kota  Semarang  dan  Magelang,  Indonesia  telah  menyiapkan  pasukannya.  TKR  dan  badan
kelaskaran  lainnya  disiapkan  di  Jawa  Tengah.  Kekuatan  tersebut  untuk  mengepung  Sekutu jika nantinya dipandang perlu.
Dari  kota  Ambarawa,  Sekutu  melanjutkan  ke  Magelang.  Gerakan  Sekutu  pada awalnya  berlangsung  aman.  Mereka  diberi  kebebasan  untuk  mendatangi  tempat-tempat
tahanan  orang  Belanda  dan  Jepang.  Namun  ketika  tahanan  sudah  dilepaskan,  mereka dipersenjatai  oleh  para  tentara  Sekutu.  Mereka  mulai  berani  bertindak.  Bahkan  bendera
merah  putih,  sengaja  mereka  ganti  dengan  bendera  Inggeris.  Sekutu  berniat  menguasai Magelang  karena  memang  pada  waktu  itu,  Magelang  mempunyai  peranan  penting  dalam
bidang militer  Syamsuar Said, 1984: 25. Kota  Magelang  pada  waktu  itu  termasuk  dalam  kekuasaan  Kedu  Tengah.  Adapun
Komandan  Resimennya  adalah  Letnan  Kolonel  Sarbini.  Resimen  Kedu  Tengah  ini mempunyai lima batalyon, yaitu:
1. Batalyon I dengan Komandannya Mayor Suryosumpeno.
2. Batalyon II dengan Komandannya Mayor Kusen.
3. Batalyon III dengan Komandannya Mayor Ahmad Yani.
4. Batalyon IV dengan Komandannya Mayor Suwito Harjoko.
5. Batalyon V dengan Komandannya Mayor Wagiman.
Selain kekuatan tersebut, di Kedu Tengah masi ada kekuatan yang terdiri dari badan- badan kelaskaran. Badan-badan itu diantaranya BPRI, Pesindo, Hizbullah, Sabilillah, dan lain
sebagainya.  Hal  itu  dilakukan  karena  dikhawatirkan  Sekutu  akan  datang  ke  Yogyakarta. Sekutu  akan  membuat  alasan  akan  mengambil  tawanan  perang  orang-orang  Belanda  secara
besar-besaran. Untuk itu pasukan  mencegah Sekutu agar tidak bergerak ke arah selatan. Pada waktu  itu  Sekutu  yang  datang  ke  Magelang  mencapai  dua  infanteri  yang  dipimpin  oleh
Kolonel Eduard Tjokropranolo, 1992: 87. Sejak  kedatangan  Sekutu  ke  Magelang,  suasana  kota  kota  menjadi  makin  genting.
Kekacauan  yang  dibuat  oleh  Sekutu  sengaja  untuk  memancing  kemarahan  pasukan
Indonesia.  Untuk  itu  Magelang  dibanjiri  dengan  balabantuan  dari  kota  lainnya.  Adapun kesatuan TKR yang berdatangan ke Magelang adalah:
1. TKR dari Purwokerto sebanyak 2 batalyon dengan senjata lengkap. Batalyon I dipimpin
oleh  Imam  Adrongi  dan  batalyon  gabungan  oleh  Mayor  Sugeng  Tirtosewojo.  Kedua batalyon tersebut berada di bawah pimpinan Komandan Resimen I Divisi V Purwokerto
yaitu Kolonel Isdiman. 2.
Dari Yogyakarta mengirimkan 2 batalyon yang berada di bawah pimpinan Oemar Slamet. 3.
Tentara Rakyat Mataram TRM yang dipimpin oleh Sutarjo. 4.
Polisi Istimewa PI pimpinan Sastroatmojo.
Menjelang  akhir  bulan  Oktober  1945  kekacauan  di  Magelang  sudah  tidak terkendalikan  lagi,  maka  pada  tanggal  2  November  1945  meletuslah  pertempuran  antara
kesatuan – kesatuan T.K.R. bersama para pemuda pejuang malawan tentara Sekutu dengan
NICA. Dalam pertempuran ini pihak Sekutu agak terdesak. Sebelum mengalami kehancuran, mereka  berusaha  menyelamatkan  kedudukannya  secara  hormat  dengan    mengadakan
perundingan.  Usaha  Sekutu  itu    tercapai  maka  pada  tanggal  2  November  1945  diadakan perundingan  antara  Pemerintah  R.I  dengan
pihak  Sekutu  di  Magelang  “Majalah  Vidya Yudha” No. 9 Tahun II, Januari 1997:87.
Akhir  dari  pada  perundingan  itu,pada  tanggal  2  November  1945.  Pukul  02.30 Presiden  menyampaikan  pidato  melalui  radio.  Isinya  memerintahkan  agar  seluruh  pasukan
TKR  dan  badan  perjuangan  menghentikan  tembak-menembak.  Dari  Semarang  rombongan Presiden  terus  ke  Magelang.  Maksudnya  adalah  untuk  langsung  memerintahkan  gencatan
senjata dan melihat pelaksanaannya, Pasukan  TKR  dan  barisan  kelaskaran  menerima  dan  mentaati  perintah  Presiden
dengan  hati  yang  sangat  berat.  Tetapi  tidak  ada  lagi  pilihan  lain  kecuali  melaksanakan perintah  itu.  Akhirnya  setelah  gencatan  senjata  itu,  diadakan  perundingan  lagi.Isi
perundingan  itu  terdiri  12  pasal  yang  harus  ditaati  olel  TKR  dan  Sekutu.  Bunyi  dari  pada persetujuan itu,adalah:
1. Membentuk  suatu  badan  penghubung  di  Magelang  yang  terdiri  dari  9  orang  Perwira
Sekutu dan bangsa Indonesia. 2.
Sekutu  menempatkan  pasukan  di  Magelang  secukupnya  untuk  mengurus  pengungsian tawanan.
3. Badan Penghubung menentukan daerah untuk tempat tinggal pasukan Sekutu. Keamanan
dan  ketenteraman  diselenggarakan  bersama  oleh  pasukan  Sekutu,  Polisi  dan  TKR  yang jumlahnya ditentukan.
4. Jepang di Magelang harus secepat mungkin ditarik kembali ke Semarang.
5. Jalan raya Magelang – Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan siapapun tidak
boleh dihalangi dan dianiaya. 6.
Indonesia membantu mengurus makan dan hiburan bagi tawanan serta pasukan Sekutu. 7.
Sekutu selekas mungkin mengangkut  para tawanan dan segera memberitahukan kepada Gubernur Jawa Tengah setelah tugas selesai.
8. Sekutu tidak akan mengakui kegiatan NICA. Terhadap anggota pasukannya yang terbukti
membantu NICA akan dikeluarkan dari tentara. 9.
Indonesia membantu hubungan telepon Magelang– Semarang bagi Sekutu. 10.
Setiap perselisihan yang timbul diselesaikan Badan Penghubung. 11.
Badan  Penghubung  mengadakan  perlindungan  setiap  saat  dan  melaporkan  hasilnya kepada pimpinan Sekutu dan Gubernur Jawa Tengah.
12. Pimpinan  Sekutu  dan  Gubernur  Jawa  Tengah  sependapat  bahwa  Badan  –  badan
Penghubung akan berhasil melaksanakan tugas didaerahnya. Tindakan  Sekutu  untuk  menghentikan  pertempuran  hanyalah  suatu  cara  untuk
mengulur waktu saja. Pihak Sekutu memang membutuhkan waktu. Tetapi bukan untuk segera
mengungsikan  para  tawanan  dari  Magelang  ke  Semarang.  Melainkan  adalah  untuk mempersiapkan  diri.  Mendatangkan  pasukan  dan  senjata  guna  menghadapi  pasukan
Indonesia. Untuk  menghadapinya,  TKR  juga  mengadakan  persiapan.Pasukan  bantuan  dari
daerah  lain  terus  berdatangan.  Penjagaan  kota  Magelang  dari  arah  mana  saja  dijaga  ketat. Siapapun  yang  membawa  bahan  makanan  dilarang  masuk  kota.  Tetapi  barang-barang  yang
dibawa dari dalam ke luar kota diperbolehkan. Tindakan TKR itu dinamakan Blokade.
3. Sekutu Mundur ke Ambarawa