BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Biografi Singkat Jenderal Soedirman
Pada tahun 1914 Karsid Kartawiraji menikah dengan Siyem. Selanjutnya karsid bekerja sebagai pengawas perkebunan tebu milik pabrik gula di desa Kalibagor. Perkebunan
ini dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda di sebelah tenggara Purwokerto. Menginjak tahun 1915 Siyem mengandung. Pada waktu yang bersamaan keluarga Kartawiraji
meninggalkan Kalibagor menuju Rembang, kabupaten Purbalingga. Kepergian Karsid dan Siyem adalah untuk bertemu kakak perempuan Siyem yaitu Turidawati. Pada waktu itu
Turidawati telah diperistri oleh R. Cokrosunaryo, yaitu seorang pejabat asisten wedana atau camat di Bodaskarangjati.
Setelah beberapa bulan Karsid dan Siyem tinggal di Rembang, maka pada tanggal 24 Januari 1916 yang bertepatan dengan Maulud Nabi, Soedirman dilahirkan. Kemudian
Soedirman diangkat sebagai anak oleh R. Cokrosunaryo, sehingga di depan namanya diberi gelar raden menjadi Raden Soedirman. Pengambilan anak angkat itu memang sudah lama
dirundingkan bersama Karsid dan Siyem. Hal itu dilakukan karena R, Cokrosunaryo memang tidak dikaruniai anak Gamal Komandoko, 2000:315 .
Soedirman kecil tidak lama tinggal di Purbalingga. Pada waktu ia berusia setengah tahun, keluarga R. Cokrosunaryo pindah ke Cilacap. Hal ini dilakukan karena R.
Cokrosunaryo pensiun dari jabatan camat. Beliau kemudian diangkat menjadi penasihat Pengadilan Negeri di Cilacap. Pada saat di Cilacap keluarga R. Cokrosunaryo tinggal di
kampung Manggisan. Di kampung inilah Soedirman dididik dan dibesarkan oleh keluarga R. Cokrosunaryo.
Sejak masa kanak-kanak penampilan dan kepribadian Soedirman tidak lepas dari lingkungan keluarga tempat ia dibesarkan. Di lingkungan keluarga besarnya ia berkembang
dalam dua subkultur, yakni kultur
priyayi
dan kultur
wong cilik
. Soedirman keturunan
wong cilik
dan kemudian diangkat dan dibesarkan oleh
priyayi
. Dari orang tua kandungnya telah mewariskan dan mangajarkan nilai kesederhanaan,
laku prihatin dan kerja keras. Soedirman kecil juga sering diajarkan pekerjaan yang melatih kekuatan fisik seperti
ngangsu
atau mengambil air. Sementara dari ibu angkatnya, yaitu Turidawati ia diajarkan berbagai budaya adiluhung. Soedirman diajarkan tentang adat
istiadat, sopan-santun, dan berakhlak luhur. Soedirman tumbuh menjadi anak yang sangat santun, ramah dan tidak pernah menyakiti Sardiman, 2008: 12-13.
Dari sisi lain, peran ayah angkatnya juga sangat penting dalam pembentukan kepribadian Soedirman. Dengan melalui kisah-kisah kesatriaan dan pewayangan, telah
banyak andil dalam menumbuhkan sikap kesatria, disiplin, dan pemberani. Selain itu Soedirman juga tumbuh menjadi seorang yang mempunyai jiwa pengabdi.
Dalam segi agama, Soedirman tumbuh menjadi anak yang saleh. Ia rajin mengaji dan menunaikan sholat. Soedirman menjadi anak yang lurus, menjaga nilai-nilai moral dan
spiritualitasnya. Dalam kehidupan beragama, Soedirman kecil memang menjadi contoh bagi kawan-kawannya yang lebih dewasa.
Tentunya maklum bahwa pada masa penjajahan Belanda, tidak semua bumiputera dapat bersekolah. Hanya anak-anak
priyayi
yang dapat mengenyam pendidikan. Soedirman dapat masuk ke
Hollandsch Inlandsche School
HIS karena telah diangkat anak oleh R. Cokrosunaryo. Waktu itu usianya menginjak 7 tahun. Dalam mengikuti pelajaran di HIS
Gubernemen
prestasi Soedirman tidak terlalu menonjol. Pada saat naik ke kelas VII ia pindah ke HIS Taman Siswa. Sekolah ini memang
disediakan untuk bumiputera. Belum genap Soedirman bersekolah di sini, sekolah tersebut
ditutup karena kekurangan dana. Kemudian Soedirman pindah ke sekolah Wiworotomo di Cilacap.
Setelah lulus dari HIS Wiworotomo, Soedirman masuk ke Taman Dewasa SLTP di Taman Siswa. Namun pada saat masih duduk di kelas II, ia harus pindah ke
Meer Uitgebreid Large Onderwijs
MULO Wiworotomo. Kepindahan Soedirman ke Wiworotomo tidak lepas dari saran gurunya yang bernama R. Sumirat Danudiprojo. Selama bersekolah di
Wiworotomo, Soedirman dikenal sebagai murid yang tekun. Ia menonjol dalam ilmu aljabar, tata negara, sejarah, dan bahasa Belanda. Soedirman sering membimbing teman-temannya. Ia
dikenal sebagai “pembantu guru”. Bagi teman-temannya dia dipanggil “guru kecil” Hamid Hasan, 1976: 5-6.
Di sekolah Wiworotomo, Soedirman aktif dalam kegiatan berorganisasi. Ia selalu berhasil mengkoordinir setiap kegiatan sekolah yang diadakan para siswa. Ia ikut dalam
organisasi Ikatan Pelajar Wiworotomo. Di sekolah itu ia dididik berdisiplin, diajarkan tentang paham dan gerakan nasional, jiwa kemiliteran dan kepanduan. Soedirman sangat menyenangi
baris-berbaris. Tidak jarang ia diminta untuk menjadi komandan baris-berbaris. Dari sini tampak jelas bahwa ada bakat pemimpin dalam diri Soedirman Sardiman, 2008: 22-23.
Bakat kepanduan Soedirman bisa tersalurkan setelah ia aktif dalam organisasi kepanduan Muhammadyah yang dikenal dengan Hizboel Wathan HW. Aktifnya Soedirman
dalam HW bukan kerena kebetulan. Ia ingin mengembangkan bakat, minat, dan keyakinannya terhadap ajaran Islam.
Wawasan dan pengalaman Islam, kedisiplinan, kematangan dia, kejujuran, dan jiwa pengabdian Soedirman sebagai anggota HW membuat ia disegani teman-temannya. Pada
waktu diadakan pemilihan pimpinan HW di Banyumas, ia terpilih sebagai ketua HW atau Menteri Daerah Hizboel Wathan. Selama ia menjadi pemimpin HW, ia dikenal pemimpin
yang tekun berlatih, berdisiplin dan penuh tanggung jawab. Dia meningkatkan kegiatan
jambore dan perkemahan. Melalui jambore ini, ia ingin benar-benar membina fisik, mental, serta uji ketakwaan bagi setiap anggota HW. Dalam rangkaian kegiatan jambore, ia sering
memberikan ceramah-ceramah, pengajian, dan nasihat-nasihat yang sesuai dengan ajaran Islam dan etika kepanduan.
B. Perjalanan Karir Jenderal Soedirman