Kedatangan Kembali Sekutu ke Indonesia

Dalam perkembangannya, TKR itu dibentuk di daerah-daerah. Begitu juga di Banyumas mulai dibentuk TKR. Para pemuda yang aktif di BKR kemudian lebur dan masuk sebagai anggota TKR. Di wilayah Karesidenan Banyumas, TKR dijadikan dua resimen. Yakni Resimen Banyumas dan Purwokerto,dengan pangkat Kolonel. Langkah pertama yang diambil Soedirman selaku komandan adalah menertibkan susunan organisasi TKR, termasuk melengkapi personel pimpinan TKR di wilayah Purwokerto. Sudirman mulai memberikan wejangan kepada anak buahnya dalam rangka meningkatkan disiplin dan mempertebal semangat juangnya. Tidak berapa lama masuk sebagai anggota TKR, Soedirman terpilih sebagai pimpinan TKR. Sambil menunggu pengesahan dan pelantikan dari Pemerintah Pusat, Kolonel Sudirman melanjutkan tugas-tugasnya sebagai Komandan Divisi V Purwokerto. Ia terus melakukan koordinasi dengan para anggota TKR setempat, mengingat situasi negara semakin memanas. Di samping persoalan pelucutan senjata tentara Jepang yang belum tuntas, menyusul kedatangan tentara Sekutu. Ini semua memerlukan penanganan yang tegas dan arif, termasuk menyempurnakan organisasi ketentaraan Sardiman, 2008:135.

C. Pertempuran Ambarawa

1. Kedatangan Kembali Sekutu ke Indonesia

Pada tanggal 29 September 1945 pada pukul 10.00, mendaratlah pasukan khusus Sekutu. Pasukan ini tergabung dalam Allied Forces in the Netherlands East Indies AFNEI yang dibentuk oleh Mountbatten. Pemimpin pasukan ini adalah Jenderal Sir Philip Christison. Kemudian disusul dengan pasukan-pasukan lain yang mencapai tiga divisi. Pasukan-pasukan itu adalah : 1. 23-rd India Division, dipimpin oleh Mayjen D.C. Hawthorn untuk wilayah Jawa Barat dan Jakarta. 2. 5-th India Division, dipimpin oleh Mayjen E.C. Mansergh untuk wilayah Jawa Timur dan Bali. 3. 26-th India Division, dipimpin oleh Mayjen H.M Chambers untuk wilayah Sumatera dan berkedudukan di Medan. Kedatangan pasukan ini diterima dengan baik oleh bangsa Indonesia, karena mereka berjanji akan menjaga ketenteraman Tjokropranolo, 1992:48. Mengenai pendaratan Sekutu ini, radio South East Asia Command SEAC di Singapura menyatakan bahwa tugas Allied Forces in the Netherlands East Indies AFNEI di Indonesia adalah melindungi dan mengungsikan tawanan-tawanan perang dan tawanan biasa. Mereka juga bertugas melucuti dan mengembalikan tentara Jepang. Sesungguhnya sikap Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia bersimpang siur. Christison menyatakan bahwa ia mengakui kekuasaan de facto atas Republik Indonesia. Namun di sisi lain, Mountbatten menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak dapat dibenarkan selama likuidasi pasukan Jepang di Indonesia belum selesai. Sehari sesudah pendaratan tentara Sekutu, pada tanggal 30 September 1945, presiden Soekarno menghimbau agar rakyat tidak menghalangi Sekutu. Hal itu dilakukan jika memang pendaratan hanya untuk urusan ketenteraman. Namun di sisi lain, pemimpin India yaitu Jawaharlal Nehru, mengecam keras atas diikutsertakannya tentara India dan Ghurka. pada tanggal 2 Oktober, dilakukan pendaratan Sekutu di Surabaya yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S Wallaby. Setelah semua persiapan selesai, maka seluruh pasukan Inggris pun bergerak untuk menempati wilayah-wilayah yang telah ditentukan. Sasaran mereka adalah kota Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Balikpapan, serta beberapa kota lain di pedalaman. Melihat gerakan ini jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan mereka hanya melikuidasi kekuatan Jepang di Indonesia. Secara militer, mereka berusaha merebut sebanyak mungkin daerah di Indonesia. Selain itu mereka juga mencoba mematahkan kekuatan fisik bangsa Indonesia. Secara politis, mereka bermaksud mempersiapkan wilayah Indonesia bagi kekuasaan Belanda yang tidak lama lagi akan menggantikan kedudukan mereka “ Majalah Vidya Yudha” No. 9 Tahun II, Januari 1997:7. Diawali oleh insiden bendera tanggal 19 September 1945 di Surabaya, Sekutu yang diboncengi Netherlands Indies Civil Administration NICA dan Koninklijk Nederlands- Indisch Leger KNIL mulai mengadakan aksi teror. Aksi ini dilakukan di sekitar Jakarta. Belanda menyusup masuk bersama pasukan Sekutu, mengadakan provokasi-provokasi Tjokropranolo, 1992: 49-50. Kedatangan dan kegiatan Sekutu di Indonesia, membuat situasi semakin sulit. Sementara pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang belum selesai, Sekutu telah melakukan aksi-aksi yang menyinggung perasaan Bangsa Indonesia. Bahkan kemudian hal itu menimbulkan pertempuran-pertempuran besar. Pada kenyataannya bangsa Indonesia harus menghadapi lawan yang kuat baik dari segi organisasi, perlengkapan, pengalaman, dan kecakapan. Dari sekian banyak peristiwa pertempuran dalam Sejarah Nasional Bangsa Indonesia, tercatatlah delapan pertempuran atau palagan. Kedelapan palagan itu adalah: Medan, Palembang, Bandung, Semarang, Ambarawa, Surabaya, Makassar, dan Bali. Pertempuran ini mencerminkan semangat juang bangsa Indonesia. Kesemuanya itu mengandung beberapa ciri pokok untuk dapat disebut Delapan Palagan yang Menentukan. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a. Kedelapan palagan ini menunjukkan adanya the sense to be a nation . Yaitu kesadaran bahwa dirinya merupakan sutu bangsa. b. Dalam kedelapan palagan ini bangsa Indonesia menghadapi beberapa lawan sekaligus. Bangsa yang baru saja merdeka, menghadapi lawan yang tangguh baik dari segi ilmu perang maupun pendidikan. c. Kedelapan palagan ini terjadi pada waktu yang hampir bersamaan.

2. Magelang Dikuasai Sekutu