TINGKAT PENERAPAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA BUDIDAYA KAKAO (KASUS PETANI DI DESA BABAKAN LOA KECAMATAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG)
TINGKAT PENERAPAN
SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA BUDIDAYA KAKAO
(KASUS PETANI DI DESA BABAKAN LOA KECAMATAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG)
ABSTRAK Oleh
Muhammad Hasan Menako1, Tubagus Hasanuddin2, Indah Nurmayasari2
Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), tingkat peranan PPL dalam pelaksanaan program SL-PHT, dan tingkat penerapan SL-PHT oleh petani peserta SL-PHT kakao di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Responden dalam penelitian ini adalah 14 orang PPL di BP3K Kedondong yang terlibat dalam SL-PHT dan 32 petani kakao peserta program SL-PHT pada Kelompok Tani Mekar Sari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa karakteristik PPL yang terlibat dalam pelaksanaan program SL-PHT berusia 40-48 tahun, berpendidikan SMA, cukup berkompeten, karakteristik kelompok tani binaan kurang baik, jarak wilayah kerja penyuluh sedang, dan kedekatan penyuluh dengan petani kakao kurang dekat. Tingkat peranan PPL dalam pelaksanaan program SL-PHT dalam hal edukasi, fasilitator, komunikator, dan evaluasi berada pada klasifikasi tinggi. Tingkat penerapan SL-PHT budidaya kakao oleh petani meliputi: Test Ballot Box berada pada klasifikasi tinggi, analisa agroekosistem benih bermutu pada klasifikasi sedang. Terdapat hubungan antara faktor-faktor karakteristik PPL dan karakteristik petani dengan peranan PPL pada SL-PHT kakao. Selain itu, terdapat hubungan antara peranan PPL pada SL-PHT kakao dan tingkat penerapan SL-PHT pada budidaya kakao.
Keyword : Budidaya Kakao, peranan PPL, SL-PHT
1. Mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
(2)
TINGKAT PENERAPAN
SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA BUDIDAYA KAKAO
(KASUS PETANI DI DESA BABAKAN LOA KECAMATAN KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG)
Oleh
MUHAMMAD HASAN MENAKO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(3)
(4)
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada Tanggal 19 Januari 1993 dari pasangan Bapak Abdul Latief dan Ibu Daniah. Merupakan seorang anak tunggal yang menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 02 Palapa Tanjung Karang Bandar Lampung Pada tahun 2004, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 02 Bandar Lampung pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima di Jurusan Agribisnis atau Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis menjalani kegiatan Homestay di Desa Adiluwih Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010, penulis juga mengikuti kegiatan Field Trip di Bandung pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik di Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dan pada tahun 2013 penulis menjalani Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah.
(6)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, kuasa atas segala kehendak, keinginan, dan wujud kesempurnaan, karena atas limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya skripsi atau Tugas Akhir (TA) yang berjudul “Tingkat Penerapan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Pada Budidaya Kakao (Kasus Petani Di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung)” ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Ir. Febriarti Prasmatiwi,. M.S., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Ir. Suriaty Situmorang., M.S. selaku Pembimbing Akademik (PA) penulis.
4. Ibu Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir.Tubagus Hasanuddin,M.S. selaku pembimbing dua dan pertama atas kesediaannya untuk memberikan saran, kritik, dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
(7)
skripsi ini.
6. Ibu Indah Listiana, S.P., M. Si., Ibu Novi Rosanti S.P., M.E., Bapak Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., Ibu Maya S.P., M.Si., Pak Ibnu S.P., M.Sc., dan Pak Ir. Adia Nugraha., M.S., selaku dosen yang membimbing penulis selama ini. 7. Mas Bo, Mas Boim, Mba Ayi, Mba Fitri, dan Mba Iin perpus serta para Staff
Universitas Lampung yang telah memberikan penulis pelajaran berharga. 8. Kedua orang tua tercinta Drs. Hi. Abdul Latief, S.H. M.H & Dra. Hj. Daniah
Hanan, sepupuku Kak Indra, Ayuk Nely, Ayuk Lidya, Kak Mat, Kak Bayu, Kak Adit, Firman, Tara, Bina, Siska, Firda, Ridwan dan seluruh keluarga besar yang senantiasa membuat kehidupan penulis menjadi lebih bermakna dan terarah.
9. Teman – teman keluarga besar AGB ’10: Ajus, Tati, Madon, Raisa, Lina, Kurnisa, Teri, Reza, Vanessa, Wida, Shinta, Maryadi, Wahyu, Kholis, David serta semua anak agribisnis genap dan ganjil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan senantiasa menemani penulis selama penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan motivasi yang diberikan hingga skripsi ini selesai.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi sedikit harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,
(8)
DAFTAR ISI Halaman SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 10
C. Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 12
1. Pengertian Penyuluhan Pertanian ... 12
2. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ... 15
3. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ... 18
4. Pengertian Inovasi ... 24
5. Kelompok Tani ... 25
a. Pengertian dan Penggolongan Kelompok Tani ... 25
b. Peranan Kelompok Tani ... 27
c. Fungsi Kelompok Tani ... 28
6. Budidaya Tanaman Kakao ... 30
a. Klasifikasi Tanaman Kakao ... 30
b. Budidaya Tanaman Kakao ... 31
a. Pembibitan ... 31
b. Penanaman ... 32
c. Tumpang Sari ... 33
d. Pemupukan ... 34
e. Herbisida dan pestisida nabati ... 35
f. Sanitasi Lingkungan ... 36
g. Semut hitam ... 37
h. Pemangkasan ... 37
i. Panen ... 38
(9)
8. Penelitian Terdahulu ... 42
B. Kerangka Pemikiran ... 46
C. Hipotesis ... 49
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional ... 50
B. Lokasi, Waktu, dan Sampel Penelitian ... ...52
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Penelitian ... 53
D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 54
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Umum Wilayah ... 56
B. Karakteristik Tanah, Iklim, dan Curah Hujan ... 57
C. Keadaan Penduduk di Desa Babakan Loa ... 58
D. Kelembagaan Penunjang ... 58
1. Kelembagaan Penunjang Pembangunan Pertanian di Kecamatan Kedondong ... 58
2. Kelembagaan Penunjang Pembangunan Pertanian di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong ... 58
3. Struktur Aparatur Pemerintahan ... 59
E. Kondisi Usaha Tani Kakao ... 60
F. Sejarah Singkat SL-PHT Kakao Desa Babakan Loa ... 61
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 64
1. Karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ... 64
2. Karakteristik Petani ... 71
B. Peranan PPL Pada SL-PHT Kakao... 74
C. Penerapan SL-PHT Pada Budidaya Kakao ... 76
1. Tes Ballot Box ... 76
2. Analisa Agroekosistem ... 77
a. Benih Bermutu ... 77
b. Penggunaan Herbisida ... 79
c. Pemangkasan ... 80
d. Tingkat Penerapan SL-PHT Dalam Budidaya Kakao ... 82
D. Pembahasan ... 83
1. Hubungan antara kompetensi penyuluh dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao ... 85
2. Hubungan antara karakteristik kelompok tani binaan dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Kakao ... 86
3. Hubungan antara jarak wilayah kerja penyuluh dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao ... 86
(10)
4. Hubungan antara kedekatan penyuluh dan petani dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao ... 87 5. Hubungan antara peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao dengan Tingkat Penerapan SL-PHT pada budidaya
kakao ... 88
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 90 B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
IMPLEMENTATION LEVEL OF
INTEGRATED PEST MANAGEMENT FIELD SCHOOLS (IPM- FS) IN COCOA FARMING
(CASE OF FARMERS IN BABAKAN LOA VILLAGE, SUB KEDONDONG SUBDISTRICT OF PESAWARAN DISTRICT OF LAMPUNG PROVINCE)
ABSTRACT By
Muhammad Hasan Menako1, Tubagus Hasanuddin2, Indah Nurmayasari2 The aims of the research are to study the characteristics of Agricultural Extension (PPL), the level of their role in the implementation of Cocoa IPM-FS program,and the level of implementation of IPM-FS by farmers participating in the program. The research location is in the village of Babakan Loa District of Kedondong Pesawaran District Lampung Province. Respondents consisted of 14 PPL in BP3K Kedondong and 32 cocoa farmers, the members of Mekar Sari farmer group and who participated in the cocoa IPM-FS program. The results of the research are the following. The PPL involved in the implementation of the program are 40-48 years of age, high school educated, competent enough. Meanwhile, the characteristics of the farmers is not good enough and their relationship with PPL is not close enough. The level of the role of PPL in the implementation of the IPM-FS in terms of education, facilitator, communicator, and evaluation of all there is on the classification of high. The application of IPM-FS cocoa cultivation by farmer in the village of Babakan Loa District of Kedondong Pesawaran District Lampung Province Test Ballot Box is on a medium classification. There is a relationship between the factors characteristic of PPL and the characteristics of the farmers with the role of PPL in IPM-FS cocoa. And there is a relationship between the role of PPL in IPM-FS cocoa with the level of implementation of IPM-FS on cocoa cultivation.
Keyword: Cultivation of cocoa, IPM- FS, role of PPL.
1. Students majoring in Social Economics Faculty of Agriculture, University of Lampung
2. Lecturer Department of Social Economics Faculty of Agriculture, University of Lampung
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah penduduk Indonesia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2010 – 2013 (miliar) ... ... . ....3 2. Produksi perkebunan rakyat Indonesia menurut jenis tanaman tahun 2008-2012
(ribu ton)...4 3. Jumlah kelompok tani dan anggota kelompok tani Kecamatan Kedondong
tahun 2014... ... ... 8
4. Produksi kakao Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung... ... ... 9 5. Struktur aparatur pemerintahan Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung tahun 2014 – 2019.. ... 60 6. Luas lahan dan jumlah kelompok tani pada Kecamatan Kedondong ... 61 7. Kegiatan kelompok tani penerap SL-PHT kakao Kabupaten Pesawaran tahun
2010... ... ... 63 8. Sebaran responden PPL berdasarkan usia di Desa Babakan Loa, 2015 ... 65 9. Sebaran responden PPL berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babakan Loa,
2015... ... ... 66 10. Sebaran kompetensi penyuluh menurut responden PPL dan petani ... 67 11. Sebaran karakteristik kelompok tani binaan menurut responden PPL dan
petani ... .. ... 68 12. Sebaran jarak wilayah kerja penyuluh menurut responden PPL dan petani. ... 69 13. Sebaran kedekatan penyuluh dengan petani kakao menurut responden PPL dan
petani ... .. ... 70 14. Sebaran responden petani berdasarkan usia di Desa Babakan Loa, 2015. ... 72
(13)
16. Sebaran responden petani berdasarkan luas lahan kakao di Desa Babakan Loa,
2015. ... 73
17. Peran PPL dalam pelaksanaan program SL-PHT. ... 75
18. Sebaran kegiatan tes ballot box menurut responden petani ... 77
19. Penerapan penggunaan benih bermutu menurut responden petani ... 78
20. Penerapan penggunaan herbisida menurut responden petani... 80
21. Penerapan pemangkasan menurut responden petani ... 81
22. Tingkat penerapan SL-PHT dalam budidaya kakao oleh responden petani .... 82
23. Hubungan karakteristik PPL dan karakteristik petani dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada SL-PHT kakao dan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada SL-PHT kakao dengan tingkat penerapan SL-PHT pada budidaya kakao ... 84
24. Rekapitulasi karakteristik PPL dan peranan PPL pada SL-PHT kakao (menurut penyuluh) ... 97
25. Rekapitulasi tabel penerapan SLPHT kakao (menurut penyuluh) ... 98
26. Rekapitulasi karakteristik petani dan peranan PPL pada SL-PHT kakao (menurut petani) ... 99
27. Rekapitulasi karakteristik petani dan peranan PPL pada SL-PHT kakao (lanjutan petani) ... 100
28. Rekapitulasi tabel penerapan SL-PHT kakao (menurut petani) ... 101
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Tabel penyuluh dan petani kakao 2. Output rank spearman
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka berfikir tingkat penerapan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) pada budidaya kakao ... ... . ....48
(16)
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan peningkatan perekonomian dari berbagai sektor misalnya sektor industri, sektor perdagangan, sektor jasa, sektor kemasyarakatan, sektor migas, dan sektor pertanian.
Menurut Hanafie (2010), sektor pertanian di negara Indonesia merupakan salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya tanah, air, mineral, serta modal dalam berbagai bentuk pengelolaan dari tenaga kerja untuk memproduksi dan memasarkan berbagai barang yang diperlukan oleh manusia didasarkan pertumbuhan dari tanaman dan hewan.
Menurut Nurmala (2012), pertanian dalam pengertian luas adalah kegiatan produksi biologis yang berlangsung di atas sebidang lahan dengan tujuan menghasilkan tanaman dan hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tanpa merusak lahan yang bersangkutan untuk kegiatan produksi selanjutnya. Ilmu pertanian juga merupakan disiplin ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan cara pembudidayaan tanaman dan ternak, baik
(17)
yang berkaitan dengan aspek fisik, ekonomi dan sosial kelembagaan yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah pertanian.
Menurut Firdaus (2009), pengertian pertanian dalam arti luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup termasuk tanaman, hewan, dan mikroba untuk kepentingan manusia, sedangkan pertanian dalam arti sempit diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan tanaman tertentu terutama untuk tanaman musiman seperti padi, palawija (jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian), dan tanaman hortikultura (sayur-sayuran, dan buah-buahan). Pertanian rakyat dalam pengertian sempit diusahakan di tanah sawah, ladang, dan pekarangan dan pada umumnya sebagian besar hasil pertanian rakyat adalah untuk keperluan konsumsi keluarga.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010-2013, jumlah penduduk Indonesia dari pekerjaan utama yang terlibat dalam sektor pertanian adalah sebesar 40 %. Jumlah penduduk Indonesia menurut lapangan pekerjaan utama tampak pada Tabel 1.
(18)
Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2010 – 2013 (miliar)
No. Lapangan
Pekerjaan Utama
2010 2011 2012 2013
1 Pertanian 83.320.748 81.804.244 80.087.164 39.959.073
2 Pertambangan 2.443.135 2.817.595 3.221.047 1.555.564
3 Industri 26.876.772 28.238.105 29.578.804 14.784.843
4 Listrik, gas, dan air 442.564 496.906 546.732 254.528
5 Konstruksi 10.437.586 11.930.895 12.895.119 6.885.341
6 Perdagangan 44.705.061 46.636.329 47.176.732 24.804.705
7 Komunikasi 11.436.702 10.663.946 10.190.031 5.231.775
8 Jasa perusahaan 3.379.234 4.692.330 5.441.417 3.012.770
9 Jasa kemasyarakatan 31.571.537 33.671.793 34.473.913 17.532.590
10 Lainnya - - - -
Total 214.613.339 220.952.143 223.610.959 114.021.189
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2013.
Tabel 1 di atas menunjukkan 40% penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian sedangkan 60% bekerja pada sektor lain. Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian menunjukkan peran dari sektor pertanian demikian besar dalam menopang perekonomian negara, penyediaan lapangan kerja, dan penyediaan pangan dalam negeri.
Jumlah produksi perkebunan rakyat Indonesia menurut jenis tanaman yang ditanam tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.
(19)
Tabel 2. Produksi perkebunan rakyat Indonesia menurut jenis tanaman tahun 2008-2012 (ribu ton)
Jenis
Tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 Karet 2 148,7 1 918,0 2 193,4 2 359,8 2 361,0 Kelapa 3 176,0 3 181,6 3 126,4 3 132,8 3 135,5 Kopi 669,9 653,9 657,9 616,4 634,3 Kakao 740,7 742,0 772,8 644,7 867,9
Teh 38,6 45,2 50,9 51,5 51,5
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2014.
Dari Tabel 2 di atas produksi perkebunan rakyat lima komoditas tanaman perkebunan menunjukkan tanaman kakao merupakan salah satu tanaman yang memiliki produksi cukup baik akan tetapi masih diperlukan perbaikan terhadap teknik budidaya tanaman dengan SL-PHT untuk dapat
meningkatkan produksi kualitas dan kuantitas produksi perkebunan kakao rakyat pada tahun selanjutnya.
Tanaman kakao merupakan salah satu buah hasil perkebunan di kawasan hutan hujan tropis di Amerika Selatan berasal dari nama latin Theobroma cacao yang artinya makanan dari tuhan.
Menurut Kristanto (2013), keberadaan tanaman kakao di dunia tersebar hingga ke berbagai negara seperti kawasan Amerika selatan, kawasan Afrika, serta wilayah Indonesia untuk negara Indonesia kakao banyak ditemukan di daerah Sulawesi, Jawa, Flores, serta Nusa Tenggara Timur. Cokelat pertama kali dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman dan bubuk. Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman
(20)
dari biji kakao (Theobrome cacao). Bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain.
Menurut Riyadi (2011), produksi kakao Indonesia dihasilkan dari perkebunan besar negara dan swasta yang terdapat di daerah Sumatera Utara dan Jawa Timur. Selain itu tanaman kakao berasal dari perkebunan rakyat yang
tersebar di daerah-daerah Maluku, Sulawesi Selatan, dan Papua. Peningkatan usaha di bidang pembudidayaan kakao dengan mendorong perekonomi daerah pedesaan akan dapat meningkatkan devisa negara melalui kegiatan ekspor.
Tanaman kakao menghendaki perlakuan yang agak berbeda dengan tanaman lain terutama dalam pembibitan, pemangkasan, serta dalam pengendalian hama dan penyakit. Petani masih kurang mengerti tentang budidaya kakao sepenuhnya untuk itu diperlukan peran dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam penyebarluasan inovasi budidaya ke petani kakao.
Menurut Hawkins (2005), kegiatan penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dan memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
Penyuluhan terbagi menjadi penyuluhan kesehatan, penyuluhan agama, penyuluhan hukum, dan penyuluhan pertanian. Menurut Wiriaatmadja (1986), penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan dimana mereka belajar sambil berbuat untuk
(21)
menjadi mau, tahu, dan bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Penyuluhan pertanian merupakan suatu bentuk pendidikan yang sasaran, waktu, tempat cara, bahan, dan sarananya disesuaikan pada keadaan, kebutuhan, dan kepentingan petani. Sasaran penyuluhan pertanian adalah merubah perilaku keluarga-keluarga tani untuk dapat memperbaiki cara bercocok tanam agar lebih beruntung dalam kegiatan berusahatani dan berkehidupan layak.
Menurut Effendi (2005), peran seorang penyuluh pertanian adalah inisiator, simulator, motivator, katalisator, dan linker. Salah satu peran dari seorang penyuluh pertanian adalah inisiator yaitu inisiatif untuk memperkenalkan suatu inovasi perubahan dan melakukan kegiatan menyebarluaskan (difusi) inovasi tersebut ke kelompok petani agar petani mengetahui hingga akhirnya mengadopsi inovasi tersebut ke lahan kakao miliknya.
Menurut Suhardiyono (1989), kelompok tani merupakan kumpulan sejumlah petani yang memilki kepentingan dan tujuan bersama dan terikat secara informal. Kelompok tani dipimpin oleh seseorang ketua kelompok yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat di antara anggota-anggota dalam satu kelompok tani berjumlah 10-25 orang anggota petani. Ketua dan pengurus memiliki tugas membuat administrasi keanggotaan,
pengorganisasian kelompok, dan menyusun program kerja kelompok tani.
Menurut Samsudin (1987), kelompok tani ialah kumpulan petani yang bersifat nonformal berada dalam lingkungan pengaruh kontak tani memiliki pandangan dan kepentingan yang sama untuk dapat mencapai tujuan
(22)
kelompok. Kelompok tani pada dasarnya merupakan sistem sosial, yaitu suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat oleh kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam kelompok tani terjadi suatu situasi kelompok dimana setiap petani anggota melakukan interaksi sudah saling mengenal satu sama lain dan hubungan satu sama lain antar sesama anggota dalam kelompok tani bersifat luwes, wajar, dan kekeluargaan.
Kecamatan Kedondong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pesawaran yang memiliki kelompok petani kakao dan padi tersebar di berbagai desa dengan jumlah gabungan kelompok tani pada Kecamatan Kedondong sebanyak 12 gapoktan. Dalam 12 gabungan kelompok tani terdiri terdiri dari 91 kelompok tani pria dan 11 kelompok wanita tani dengan jumlah petani anggota sebanyak 2510 petani yang mengusahakan tanaman padi atau kakao. Data Gapoktan Kecamatan Kedondong dapat dilihat pada Tabel 3.
(23)
Tabel 3. Jumlah kelompok tani dan anggota kelompok tani Kecamatan Kedondong tahun 2014
No. Desa Gapoktan Jumlah Anggota
Poktan KWT
1 Kedondong Jaya Tani 12 300 2 Tempel Rejo Sumber Maja 8 1 225 3 Sinar Harapan Mekar Abadi 17 410 4 Babakan Loa Jaya Makmur 5 1 150
5 Teba Jawa Seandanan 5 125
6 Gunung Sugih Jaya Abadi 11 4 375 7 Pesawaran Sumber Tani 5 130 8 Pasar Baru Nabang Sari 5 125 9 Suka maju Anugrah 5 3 200 10 Way Kepayang Sri Rahayu 4 100 11 Harapan Jaya Sahabat Jaya 8 170 12 Kertasana Al barokah 6 2 200
Jumlah 91 11 2510
Sumber : BP3K Kedondong pemekaran Waykhilau, 2014.
Tabel 3 di atas menunjukkan dalam satu gapoktan terdapat
kelompok tani pria (poktan) dan Kelompok Wanita Tani (KWT) yang mengusahakan usaha tani pada lahan miliknya. Kelompok petani tersebut mengusahakan berbagai macam usahatani di kebun, salah satunya usaha tani tanaman kakao. Untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas hasil
perkebunan rakyat kakao diperlukan peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk menyebarluaskan inovasi budidaya ke kelompok petani kakao.
Hasil produksi kelompok petani kakao dapat ditingkatkan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) melalui program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) yang dilakukan pada Kelompok Tani Mekar Sari di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
(24)
Tabel 4. Produksi kakao Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
Sumber : BP3K Kedondong 2014.
Menurut data pada Tabel 4 produksi tanaman kakao di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung yaitu masih rendahnya mutu hasil panen komoditas kakao tahun 2010 karena belum banyak petani yang belum mengerti mengenai pengendalian hama terpadu seperti hama tanaman kakao yaitu: Penggerek Buah Kakao (PBK), dan kepik penghisap buah kakao (helopeltis) selain itu juga petani belum melakukan pemangkasan bentuk dan pemangkasan produktivitas sehingga perlu
dilakukan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao pada tahun 2010 tersebut.
Berdasarkan uraian di atas hal inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang Tingkat penerapan Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) pada budidaya kakao (kasus petani di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung), maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tahun Produksi (Ton)
2010 10,8
2011 21,6
2012 20,4
2013 18
(25)
1. Bagaimanakah karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan karakteristik petani yang terlibat dalam pelaksanaan program SL-PHT ? 2. Bagaimanakah tingkat peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam
pelaksanaan program SL-PHT ?
3. Bagaimanakah tingkat penerapan SL-PHT oleh petani peserta SL-PHT Kakao di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung ?
4. Bagaimanakah hubungan antara faktor-faktor karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan karakteristik petani dengan peranan PPL pada SL-PHT kakao ?
5. Bagaimanakah hubungan antara peranan PPL pada SL-PHT kakao dengan tingkat penerapan SL-PHT pada budidaya kakao ?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan
karakteristik petani yang terlibat dalam pelaksanaan program SL-PHT 2. Mengetahui tingkat peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam
pelaksanaan program SL-PHT.
3. Mengetahui tingkat penerapan SL-PHT oleh petani peserta SL-PHT Kakao di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
(26)
4. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan karakteristik petani dengan peranan PPL pada SL-PHT kakao.
5. Mengetahui hubungan antara peranan PPL pada SL-PHT kakao dengan tingkat penerapan SL-PHT pada budidaya kakao
C. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pertanian.
2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi untuk melaksanakan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas.
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Penyuluhan Pertanian
Menurut Effendi (2005), ilmu penyuluhan pertanian merupakan ilmu terpakai yang merupakan perpaduan antara berbagai ilmu, antaralain ilmu sosiologi pedesaan, ilmu pendidikan, psikologi sosial, ilmu komunikasi, management, dan teknik-teknik pertanian. Seorang penyuluh pertanian disamping harus mempelajari ilmu penyuluhan, harus pula mempelajari ilmu-ilmu lainnya seperti teknik budidaya pertanian, peternakan perikanan, perkebunan, teknik irigasi, usahatani, dan lain sebagainya sebagai materi atau inovasi yang disampaikan kepada masyarakat kemudian
menterjemahkannya ke dalam bahasa yang bisa dimengerti oleh masyarakat.
Menurut Van Den Ban (2012), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk berkomunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu masyarakat dengan memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan penyuluhan harus mencari
(28)
teknologi yang dapat memecahkan masalah petani sebelum petani menunjukkan perhatian untuk mempelajari teknologi tersebut.
Menurut Van Den Ban (2012), mereka yang berkecimpung dalam kegiatan
penyuluhan sering disebut dengan berbagai istilah yaitu “petugas
penyuluhan”, “agen penyuluhan”, atau “pekerja penyuluhan”. Agen penyuluh pertanian mempunyai tugas penting untuk mendorong petani untuk terus belajar sesuatu yang baru akan tetapi mereka sendiri juga harus giat untuk mendengarkan masalah dari para petani, melakukan
pengamatan dan pendekatan baru, serta menganalisis langkah-langkah tersebut secara cermat. Penyuluh diharapkan mempunyai wawasan yang luas tentang dunia sekelilingnya sehingga dapat menafsirkan rangsangan dan pesan-pesan yang diterima dan menyampaikan pesan ke sasaran.
Menurut Kartasapoetra (1994), penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembngan zaman,
perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju.
Menurut Kartasapoetra (1988), sasaran penyuluhan pertanian adalah orang yang secara langsung terlibat dalam kegiatan bertani, melakukan
pengolahan usaha tani termasuk dalam kelompok ini adalah petani dan beserta keluarganya. Sebagai sasaran mereka harus menjadi pusat perhatian penyuluh pertanian sebab mereka inilah yang secara bersama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan tentang segala sesuatu seperti:
(29)
teknik pertanian, komoditi, sarana produksi, dan pola usaha yang akan diterapkan dalam usaha taninya.
Menurut Samsudin (1987), perbedaan antara penyuluhan, penerangan, dan propoganda adalah penyuluhan merupakan sistem pendidikan nonformal tanpa paksaan menjadikan seseorang sadar dan yakin bahwa sesuatu yang dianjurkan akan membawa ke arah perbaikan dari hal yang dikerjakan atau dilakukan sebelumnya. Penerangan ialah usaha pemberitahuan tentang sesuatu hal kepada seseorang, kelompok orang atau masyarakat banyak terhadap mana pihak yang diberi penerangan tidak ada jalan kecuali mendengarkan dan memperhatikan. Propoganda ialah usaha
menumbuhkan rasa dan sikap publik terhadap suatu benda atau masalah, sehingga timbul perasaan tertarik atau dapat dikatakan suatu penerangan yang bersifat komersil.
Menurut Suhardiyono (1989), kegiatan penyuluhan dilaksanakan untuk menyelenggarakan alih pengetahuan dan keterampilan dari petugas kepada anggota kelompok tani serta untuk mengubah sikap mereka dalam
berusaha tani. Sistem kerja yang diterapkan di dalam pelaksanaan penyuluh adalah sistem kerja latihan dan kunjungan, yang mendasarkan pada kegiatan latihan bagi penyuluh lapang dengan maksud untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, dan selanjutnya pengetahuan dan keterampilan ini dialihkan kepada kelompok tani berdasarkan program kerja yang telah disepakati bersama.
(30)
2. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Menurut Van Den Ban (2015), pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu social yang mempelajari system dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan dapat dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan untuk orang dewasa. Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
Menurut Ibrahim (2003), penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang berarti
“obor” atau “pelita” atau “yang memberi terang”. Dengan penyuluhan
diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau menjadi mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan.
Menurut Mardikanto (1993), istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan
dari kata “Extension” yang dipakai secara meluas di banyak kalang-an. Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai perluasan atau penyebarluasan. Proses penyebarluasan yang dimaksud adalah proses peyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya
(31)
perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya
peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.
Menurut Mardikanto (1993), penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian dituntut akan kualifikasi tertentu yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap dan ketrampilan menyuluh.
Ada 4 kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh mencakup :
1. Kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi, dimana penyuluh mempunyai kemampuan dan ketrampilan untuk beremphati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya , sehingga penyuluh mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan pemilihan inovasi yang tepat, menggunakan saluran komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang efektif dan efisien, menggunakan alat bantu dan alat peraga yang efektif dan murah.
2. Sikap penyuluh yang menghayati dan bangga terhadap profesinya, serta merasakan bahwa kehadirannya untuk melaksanakan tugas penyuluhan, sangat dibutuhkan masyarakat penerima manfaatnya.
3. Meyakini bahwa inovasi yang disampaikan telah teruji kemanfaatannya dan inovasi yang akan disampaikan sesuai kebutuhan masyarakat sasarannya.
(32)
4. Menyukai dan mencintai masyarakat sasarannya, dimana selalu siap memberikan bantuan dan melaksanakan kegiatan demi berlangsungnya perubahan usahatani maupun kehidupan masyarakat penerima manfaat.
Menurut Risma (2012), karakteristik adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, hak dan wewengannya. Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh diantaranya yaitu: 1. Sehat mental dan fisik, 2. Stabil dalam tingkah laku dan tindakan, 3. Percaya pada diri sendiri, 4. Efektif, integritas, mandiri, dan mempunyai kemampuan intelektul yang tinggi, 5. Kreatif, pandai mengatasi permasalahan, terampil dalam berhubungan dengan masyarakat, dan bisa menerima kritik dari orang lain, 6. Menghormati orang lain, pandai memberikan pengetahuan kepada orang lain, pandai melakukan teknik dan prinsip perubahan, matang secara psikologis, 7. Melaksanakan dan memenuhi kode etik penyuluh
Menurut UU SP3K No 16 (2006), dalam rangka membangun
profesionalisme penyuluh pertanian berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perlu dibuat indikator kinerja penyuluhan pertanian. Berikut disajikan 9 (sembilan) indikator kinerja penyuluh pertanian : 1. Tersusunnya data poteni wilayah, 2. Tersusunnya programa
penyuluhan pertanian, 3. Tersusunnya rencana kerja tahunan penyuluh pertanian, 4. Terdiseminasinya informasi teknologi pertanian kepada pelaku utama, 5. Tumbuh kembangnya kelembagaan petani, 6. Meningkatnya kapasitas pelaku utama, 7. Meningkatnya akses pelaku
(33)
utama terhadap informasi pasar, teknologi, sarana prasarana dan
pembiayaan, 8. Meningkatnya produtivitas dan skala usaha pelaku utama, 9. Meningkatnya pendapatan pelaku utama
3. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Menurut Suhardiyono (1989), seorang penyuluh membantu para petani di dalam usaha mereka meningkatkan produksi dan mutu hasil produksinya guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu penyuluh mempunyai 5 (lima) peran antara lain penyuluh sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, pelatih, tehnisi, dan jembatan
penghubung antara petani dan keluarga petani dengan instansi penelitian di bidang pertanian. Para penyuluh juga berperan sebagai agen pembaharuan yang membantu petani mengenal masalah-masalah yang mereka hadapi dan mencari jalan keluar yang diperlukan. Dengan demikian penyuluh bekerja untuk membangun keharmonisan masyarakat bagi pelaksana berbagai kegiatan proyek.
Menurut Suhardiyono (1989), penyuluh lapangan memiliki 4 (empat) peranan, yang pertama sebagai organisator atau dinamisator petani. Dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluh tidak mungkin mampu untuk
melakukan kunjungan kepada masing-masing petani, sehingga petani harus diajak untuk membentuk kelompok-kelompok tani dan
mengembangkannya menjadi suatu lembaga ekonomi dan sosial yang mempunyai peran dalam mengembangkan masyarakat di sekitar. Kedua penyuluh adalah seorang manajer yang merencanakan dan mengorganisir
(34)
pekerjaan mereka sendiri, penyuluh berperan sebagai organisator dan dinamisator petani untuk pembentukan dan pengembangan kelompok tani. Ketiga penyuluh sebagai teknisi yaitu seorang penyuluh harus memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik dalam kegiatan
penyuluhan. Karena pada suatu saat ia akan diminta oleh petani untuk memberikan saran maupun demonstrasi kegiatan usaha tani yang bersifat teknis. Tanpa adanya pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik maka akan sulit baginya dalam memberikan pelayanan jasa konsultasi yang diminta petani. Keempat penyuluh sebagai jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani yaitu penyuluh bertugas untuk menyampaikan hasil temuan lembaga peneliti kepada petani. Sebaliknya petani berkewajiban memberitahu permasalahan yang dihadapi kepada penyuluh yang membinanya sebagai jembatan penghubung antara
kenyataan dan harapan petani dengan penyuluh. Penyuluh menyampaikan hasil penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani kepada lembaga penelitian yang terkait sebagai bahan referensi lebih lanjut.
Menurut Saputra (2005), peranan penyuluh dalam proses difusi meliputi 8 (delapan) peran, yaitu: menumbuhkan kebutuhan akan perubahan,
membangun hubungan untuk perubahan, mendiagnosa masalah, menumbuhkan keinginan menjadi tindakan, mengusahakan keinginan menjadi tindakan, mengokohkan perubahan, mencegah
ketidakberlanjutan, dan mencapai akhir hubungan agar sasaran dapat mandiri.
(35)
Menurut Effendi (2005), 5 (lima) peran seorang penyuluh dalam kegiatan penyuluhan adalah :
1. Inisiator, sebagai pembawa atau memperkenalkan inovasi untuk perubahan dan penyuluh melakukan difusi ke petani sebagai sasaran untuk dapat mengadopsi inovasi.
2. Simulator, sebagai penghubung inovasi dengan masalah sasaran di dalam sistem sosial masyarakat.
3. Motivator, sebagai pendorong masyarakat suatu sistem sosial untuk melakukan proses perubahan.
4. Katalisator, sebagai orang yang mempercepat proses perubahan di dalam sistem sosial.
5. Linker, sebagai penghubung antara sumber-sumber yang diperlukan untuk melakukan perubahan.
Menurut Marzuk (1999), peranan penyuluh pertanian dibagi menjadi 5 (lima) peranan utama yaitu : a) penyuluh sebagai penasehat, b) penyuluh sebagai teknisi, c) penyuluh sebagai advisor, d) penyuluh sebagai
penghubung inovasi, e) penyuluh sebagai agen pembaharuan. Fungsi penyuluh pertanian secara menyeluruh terbagi menjadi lima (5) yaitu : a) mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada petani, b) mengembangkan swadaya dan sakarsa petani, c) penyusun program, d) mengajar pada kursus tani, e) menyiapkan petunjuk informasi pertanian. Fungsi penyuluh pertanian berdasarkan tujuan penyuluhan pertanian yang ingin dicapai maka dibagi menjadi dua (2), yaitu : a) menyebarkan
(36)
petani nelayan dalam upaya meningkatkan produksi/ pendapatan mereka berdasarkan permasalahan di lapangan, kondisi para penyuluh, masalah petani, kebutuhan petani, dan orientasi pembangunan pertanian.
Menurut Kartasapoetra (1994), peran seorang penyuluh pertanian dalam kegiatan tugasnya yang diemban akan mempunyai 3 (tiga) peranan yang erat, yaitu :
a. Berperan sebagai pendidik, memberikan pengetahuan atau cara-cara baru dalam budidaya tanaman, agar para petani lebih terarah dalam usaha taninya, meningkat hasil dan mengatasi kegagalan-kegagalan dalam usaha taninya itu.
b. Berperan sebagai pemimpin, yang dapat membimbing dan memotivasi para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerjanya agar timbul keterbukaan dan mau meneraapkan cara-cara bertani baru yang lebih berdaya-guna dan berhasil guna, sehingga tingkat hidupnya akan lebih sejahtera.
c. Berperan sebagai penasihat, yang dapat melayani, memberi petunjuk-petunjuk dan membantu petani baik dalam bentuk peragaan atau memberikan contoh-contoh kerja dalam usaha tani dalam
memecahkan segala masalah yang dihadapi para petani.
Menurut Van Den Ban (2005), penyuluh memiliki 3 (tiga) peranan yang pertama yaitu sebagai mata rantai yang menghubungkan inovasi antara penelitian dan petani. Suatu inovasi berkembang dari penelitian dan juga dari petani, inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang
(37)
dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Peranan agen penyuluhan pertanian yang kedua adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi yang mereka perlukan. Pendapat petani dan keputusannya berdasarkan kepada citra mereka tentang kenyataan hidup dan dugaan mereka terhadap konsekuensi tindakan. Peranan agen penyuluhan yang ketiga adalah mempromosikan dan melengkapi proses belajar mereka dengan memperbaiki citranya sendiri mengenai kenyataan dengan belajar dari petani.
Menurut Kartasapoetra (1994), peranan tradisional organisasi penyuluhan di negara-negara berkembang adalah mengadakan alih teknologi yang dikembangkan di lembaga-lembaga penelitian kepada petani. Peranan utamanya di negara industri maju selama ini adalah belajar dari
pengalaman petani lain bagaimana mereka dapat meningkatkan cara pengelolaan usaha tani mereka. Analisis ini kerapkali menunjukkan kenyataan bahwa peranan lain di luar alih teknologi ternyata lebih sesuai. Peranan ini dapat melibatkan petani dengan sejumlah besar kesempatan dan membantu mereka untuk memilih kesempatan yang sesuai dengan keadaan mereka. Peranan-peranan lain dari organisasi penyuluhan dapat membantu petani meliputi 4 (empat) hal, yaitu :
- Mengadakan percobaan dengan teknologi baru atau sistem usaha tani baru
(38)
- Menambah akses informasi yang relevan dengan aneka ragam sumbernya
- Mengevaluasi dan menafsirkan informasi itu untuk keadaan mereka sendiri
- Belajar dari pengalaman sendiri.
Menurut Suhardiyono (1989), semua peran penyuluh tersebut tidak dapat diisi oleh seseorang secara bersamaan, tetapi diisi secara bertahap : penyuluh sebagai pembimbing petani, seorang penyuluh adalah pembimbing dan guru petani dalam pendidikan nonformal. Seorang penyuluh perlu memliki gagasan yang tinggi untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan pertanian yang berasal dari petani maupun
keluarganya. Seorang penyuluh harus mengenal dengan baik sitem usaha tani setempat dan mempunyai pengetahuan tentang sistem usaha tani, bersimpati terhadap kehidupan petani serta pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani baik secara teori maupun praktek, penyuluh juga harus mampu memberikan praktek demonstrasi tentang sesuatu cara atau metode budidaya sesuatu tanaman.
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Ali (2013) menegaskan bahwa sifat-sifat penting (karakteristik personal) agen pembaharuan yang berperan dalam adopsi inovasi adalah :1) kredibililitas, yang merajuk pada kompetensi, tingkat kepercayaan, dan kedinamisan agen pembaharuan yang dirasakan oleh masyarakat sasaran, 2) kedekatan hubungan dan rasa memiliki antara agen pembaharuan masyarakat sasaran atau kedekatan
(39)
hubungan penyuluh dengan petani. 3) sifat-sifat pribadi yang dimiliki seperti kecerdasan, rasa empati, komitmen, tingkat perhatian pada petani, kemampuan komunikasi, keyakinan dan orientasinya pada pembangunan.
4. Pengertian Inovasi
Menurut Hanafie (2010), inovasi merupakan penemuan baru dalam usaha meningkatkan keragaan (performence) suatu pekerjaan. Pengertian
penemuan “baru” pada istilah inovasi bukan selalu berarti baru diciptakan,
tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah lama dikenal, diterima, atau diterapkan oleh suatu masyarakat di luar sistem sosial yang
menganggapnya sebagai sesuatu yang masih “baru”.
Menurut Soekartawi (1988), inovasi adalah suatu ide yang dipandang baru oleh seseorang karena latar belakang seseorang ini berbeda-beda, maka di dalam menilai, secara objektif, apakah suatu ide baru yang dimaksud itu adalah sangat relatif sifatnya. Sifat baru ide tersebut kadang-kadang menentukan reaksi seseorang. Reaksi ini tentu saja berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Dengan demikian, maka suatu pandangan inovasi sebagai ide baru memberikan ruang lingkup yang luas. Inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru, dan sebagainya.
Menurut Sumardjo (2010), inovasi pertanian adalah segala sesuatu yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian dan pengkajian pertanian untuk membantu pengembangan pertanian secara umum. Secara umum, inovasi
(40)
pertanian dapat berupa produk (varietas benih), pengetahuan (knowledge), maupun alat dan mesin pertanian. Inovasi pertanian merupakan salah satu
“alat” yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman/ ternak
dan pendapatan petani. Berbagai inovasi pertanian yang sampai ke petani berasal dari berbagai sumber, yaitu : a) teknologi asli di desa atau wilayah yang bersangkutan yang secara turun temurun diwariskan, (b) difusi inovasi dari luar desa/ wilayah, (c) adaptasi teknologi oleh pengguna, (d) introduksi dari sumber inovasi, dan (e) hasil uji coba oleh petani sendiri. Berdasarkan berbagai sumber inovasi tersebut, maka dalam waktu tertentu akan terbentuk teknologi yang diterapkan oleh sekelompok petani yang hampir sama kondisinya (sosial, ekonomi, budaya, dan tingkat
pengetahuannya) sehingga timbul kesenjangan teknologi antar kelompok atau desa/ wilayah.
5. Kelompok Tani
a. Pengertian dan Penggolongan Kelompok Tani
Menurut Suhardiyono (2005), kelompok tani adalah kumpulan
sejumlah petani yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dan terikat secara informal. Kelompok tani biasanya dipimpin oleh
seorang ketua kelompok yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat di antara anggota-anggota kelompok tani. Biasanya jumlah anggota kelompok tani tidak lebih dari 15 orang berkisar antara 10 – 25 orang anggota mempunyai kepentingan bersama dalam usaha tani. Organisasinya bersifat non formal, namun demikian dapat dikatakan
(41)
kuat karena dilandasi oleh kesadaran bersama dan asas kekeluargaan. Biasanya yang menjadi penggerak atau motor dalam kelompok tani ini adalah kontak tani yang berhubungan dengan para anggota kelompok tani demikian erat, luwes, dan atas dasar kewajaran.
Menurut Kartasapoetra (1988), kelompok tani terbentuk atas dasar kesadaran jadi tidak secara terpaksa. Kelompok ini mengehendaki terwujudnya pertanian yang baik, usaha tani yang optimal, dan keluarga tani yang sejahtera dalam perkembangan hidupnya. Dari
uraian di atas dapat dimengerti bahwa “ kelompok tani berfungsi
sebagai wadah terpeliharanya dan berkembangnya pengertian,
pengetahuan, dan keterampilan serta kegotongroyongan berusaha tani para anggotanya.
Menurut Samsudin (1987), perubahan perilaku petani melalui aktivitas individu, biasanya lebih lambat dibandingkan jika petani aktif dalam kegiatan kelompok. Demikian pula penyebaran dan penerapan inovasi baru melalui aktivitas kelompok akan lebih cepat dan lebih meluas dibandingkan jika disampaikan melalui pendekatan individu ataupun massal. Persaingan penerapan teknologi dan produktivitas usaha tani di antara sesama petani akan lebih sehat, karena memiliki pandangan yang sama yaitu mencapai tujuan bersama.
Menurut Wiriaatmadja (1986), penggolongan petani dari segi penyuluhan antara lain :
(42)
- Petani naluri yaitu petani yang masih berusaha dari tradisi warisan nenek moyang.
- Petani maju yaitu petani yang menggunakan teknologi baru dan bersikap maju dalam usaha tani miliknya.
- Petani teladan yaitu petani maju yang usahanya dicontoh oleh petani-petani setempat tetapi tidak ikut menyebarluaskan inovasi.
- Kontak tani yaitu petani teladan yang ikut aktif dalam usaha menyebarluaskan inovasi penyuluhan kepada petani daerahnya.
Menurut Sukino (2013), kelompok tani berdasarkan jenis kelamin terbagi menjadi dua yaitu: kelompok tani yang beranggotakan bapak-bapak tani atau kelompok tani pria dan kelompok wanita tani. Dalam pertemuan kelompok tani pria sering juga dihadiri oleh wanita sebagai wakil dari suaminya yang berhalangan hadir. Pemberdayaan petani berdasarkan jenis kelamin memiliki perbedaan, dalam kelompok wanita tani inovasi teknologi banyak mengarah pada prosesing hasil dan pemasaran sedangkan untuk kelompok tani pria, inovasi teknologi banyak mengarah pada teknologi budidaya, kepemimpinan, dan keorganisasian.
b. Peranan Kelompok Tani
Menurut Samsudin (1987), ada 3 (tiga) peranan penting dari kelompok tani yaitu : pertama sebagai media sosial atau media penyuluhan yang hidup, wajar, dan dinamis. Kedua sebagai alat untuk mencapai
(43)
tempat atau wadah pernyataan aspirasi yang murni dan sehat sesuai dengan keinginan petani sendiri.
Menurut Hariadi (2011), peran-peran anggota kelompok tani dalam mencapai tujuan kelompok ada tiga (3) adalah sebagai berikut yaitu: 1) peran pelaksana tugas yaitu peran yang dilakukan anggota
kelompok dengan berbagai macam kegiatan misalnya pengajuan ide, mencari informasi kelompok, mengevaluasi, dan perangkum berbagai pendapat untuk mencapai tujuan kelompok, 2) pemelihara kelompok yaitu peran yang dapat dilakukan oleh pengurus maupun anggota kelompok dengan kegiatan pendamaian perselisihan, mengajak anggota menghargai perbedaan, memberi semangat, berbagi pikiran untuk kemajuan kelompok agar kelompok tetap harmonis, 3) peran pengacau adalah kegiatan yang dimainkan anggota kelompok atau pengurus kelompok dengan berbagai aktivitasnya misalnya
mendominasi kegiatan, menyerang pendapat kelompok, selalu menentang tujuan kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.
c. Fungsi Kelompok Tani
Menurut Hariadi (2011), kelompok tani memiliki empat (4) fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok tani sebagai kelas belajar-mengajar atau unit belajar. Agar fungsi kelompok dapat berlangsung maka diarahkan melakukan kegiatan-kegiatan seperti melaksanakan pertemuan rutin secara teratur, mengundang nara sumber, mengunjungi balai
(44)
penyuluh pertanian, mengikuti pelatihan, mengikutsertakan wanita dan pemuda tani dalam kegiatan kelompok tani.
2. Kelompok tani sebagai wahana atau unit kerjasama. Agar dapat berlangsung dengan baik dalam penyuluhan pertanian kelompok petani diarahkan untuk dapat melakukan kegiatan seperti
menetapkan kesepakatan wajib oleh seluruh anggota dan sanksi bagi yang melanggar, menghimpun dana untuk kegiatan rutin, melaksanakan administrasi kelompok dengan tertib, melaksanakan kegiatan untuk saling membantu diantara anggota kelompok, dan melaksanakan kerjasama kemitraan dengan pihak lain khususnya perusahaan swasta, BUMN ataupun BUMD.
3. Kelompok tani sebagai unit produksi dengan merencanakan pola usaha tani yang menguntungkan dan unit usaha untuk memperkuat usaha kegiatan bersama di sektor hulu dan hilir serta mengelola usahatani secara komersial dan berkelanjutan.
4. Kelompok tani sebagai kesatuan aktivitas yang memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : unit belajar, unit kerjasama, dan unit produksi. Bila ketiga unit usaha tersebut telah dapat berjalan dengan baik, maka kelompok tani dikembangkan menjadi suatu unit usaha.
(45)
6. Budidaya Tanaman Kakao a. Klasifikasi Tanaman Kakao
Menurut Pujianto (2008), tanaman kakao berasal dari hutan tropis di Amerika Tengah dan di bagian utara Amerika Selatan. Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan dan digunakan sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Astek. Suku Indian Maya adalah suku yang dulunya hidup di wilayah yang kini disebut
Guatemala, Yucatan, dan Honduras (Amerika Tengah). Mereka telah terbiasa mengonsumsi coklat. Namun, seiring penaklukan Suku Maya oleh Suku Astek, kebun-kebun kakao milik Suku Maya turut dikuasai. Beranjak dari penaklukan tersebut, Suku Astek mulai mempelajari cara menanam serta mengolah kakao menjadi makanan atau minuman cokelat. Oleh karena itu, ketika Bangsa Spanyol datang pada tahun 1519, Suku Astek lah yang lebih dikenal sebagi penanam dan pembudidaya tanaman kakao. Sistematika tanaman kakao dapat disebutkan sebagai berikut : Divisi : Spearmatophyta, Anak Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Anak Kelas : Dialypetalae, Bangsa : Malvales, Suku : Sterculiaceae, Marga : Theobroma, Jenis : Theobroma cacao L.
Menurut Susanto (2003), tanaman kakao menghendaki keadaan yang terlindung, suhu tidak terlalu tinggi, kelembaban cukup, dan tidak ada tiupan angin yang kencang. Tanaman penaung berfungsi untuk mengatur intensitas penyinaran matahari, suhu, kelembaban udara
(46)
dalam kebun dan penahan angin. Seresahnya dapat menambah kandungan bahan organik pada tanah, sehingga memperbaiki struktur tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Kakao termasuk tanaman kauliflori yang artinya bunga dan buah tumbuh pada batang dan cabang tanaman. Dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji yang tersusun dalam lima baris dan menyatu pada bagian poros buah. Biji dibungkus oleh daging buah dan pulp yang berwarna putih dan rasanya manis. Pulp tersebut mengandung zat penghambat perkecambahan, namun karena biji kakao tidak memiliki masa dorman maka seringkali biji dalam buah pun dapat tumbuh bila terdapat di panen. Biji kakao terdiri dari kulit biji atau testa, dua katiledon yang saling melipat, dan embrio yang terdiri dari epikotil, hipokotil, dan radikula.
b. Budidaya Tanaman Kakao a. Pembibitan
Menurut Riyadi (2011), untuk mendapatkan biji yang kelak dapat berproduksi tinggi diperoleh dari kebun benih cokelat yang telah diketahui tetuanya. Bahan tanam biji dapat diperoleh dari pohon-pohon di areal pertanaman cokelat apabila tidak terdapat kebun benih cokelat. Biji untuk bibit dipilih dari pohon cokelat yang tinggi produktivitasnya, bebas dari serangan hama dan penyakit, dan berbuah sepanjang tahun. Biji yang terpilih adalah biji dari bagian tengah buah yaitu 2/3 bagian dari biji keseluruhan sedangkan biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutkan sebagai bahan tanam.
(47)
Menurut Riyadi (2011), pembibitan dengan teknik sambung dapat dilakukan di polibag. Perbedaan teknik sambung dengan teknik okulasi adalah kebutuhan sungkup plastik dan tingkat naungan yang lebih intensif. Teknik sambung dilakukan dengan pada bagian atas digunakan ujung-ujung cabang ditandai daun yang cukup luas bewarna hijau tua sebaiknya hanya tumbuh 2-3 helai daun dengan panjang ruas 10-20 cm, selanjutnya setengah bagian dipotong pada ujung ruas dipotong berbentuk runcing, kemudian direndam dalam air. Batang buah dipotong dan dibelah 5-10 cm kemudian diselipkan ke batang yang dibelah dan segera diikat padat dengan pita plastik. Polibag disungkupkan dengan kantong plastik dan terakhir
diletakkan pada naungan.
b. Penanaman
Menurut Kristanto (2013), penanaman bibit kakao meliputi tiga (3) hal yaitu : a) pengajiran, b) lubang tanam, dan c) tanam bibit. Pertama pengajiran, ajir dibuat dari bambu tinggi 80 – 100 cm, pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya, untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama. Kedua lubang tanam, ukuran lubang tanam 60 x 60 x60 cm pada akhir musim hujan, berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5 gram perlubang. Ketiga tanam bibit, pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan naungan sementara sudah berumur 1 tahun,
(48)
Penanaman kakao dengan tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya tumpang sari dengan pohon kelapa, bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya untuk kakao mulia ditanam setelah bibit umur 6 bulan, kakao lindak umur 4-5 bulan, penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna, saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak dibiarkan membentuk daun muda (flush).
Menurut Riyadi (2011), teknik penanaman terlebih dahulu masukkan polibag ke dalam lubang tanam setelah itu dengan menggunakan pisau tajam polibag disayat dari bagian bawah ke arah atas. Polibag yang terkoyak dapat dengan mudah ditarik dan lubang ditutup kembali dengan tanah galian. Pemadatan dilaksanakan dengan bantuan kaki dan permukaan tanah di sekitar batang harus lebih tinggi untuk mencegah penggenangan air di sekitar batang yang dapat menyebabkan pembusukan. Bibit yang baru ditanam di lapangan peka akan sinar matahari sehingga perlu diberi naungan sementara dengan menancapkan pelepah kelapa sawit di sebelah timur dan barat.
c. Tumpangsari
Menurut Pujianto (2008), budidaya tanaman kakao meliputi diversifikasi tanaman, pemangkasan, pemupukan, sanitasi, dan biopestisida. Diversivikasi tanaman atau tumpang sari atau naungan merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi resiko kegagalan
(49)
usaha penanaman kakao. Beberapa tanaman telah diteliti untuk tumpang sari penanaman kakao, antara lain tanaman kelapa, kapok randu, petai, kelapa sawit, karet, pinang, tanaman kayu industri, pisang, garut, dan nilam. Dari beberapa alternatif tanaman tumpang sari kelapa merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti karena menunjukkan kombinasi yang baik dengan tanaman kakao. Sementara itu, penggunaan pohon penaung merupakan upaya untuk mengatur penyinaran matahari, suhu udara, kelembapan, serta laju kehilangan produksi lewat transpirasi maupun evaporasi.
Menurut Kristanto (2013), tumpang sari merupakan satu-satunya cara meningkatkan produktivitas tanaman di lahan kering. Tumpang sari menjamin berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, serta fluktuasi harga. Selain itu, dengan pola ini didistribusikan tenaga kerja dapat lebih baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang padat tenaga, dengan kata lain usaha tumpang sari berarti meminimalkan resiko dan memaksimalkan keuntungan.
d. Pemupukan
Menurut Pujianto (2008), pemupukan pada dasarnya dilakukan dengan tujuan menambah unsur-unsur hara yang kurang atau tidak tersedia di dalam tanah untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan produksi buah. Pemupukan dilakukan setelah pemangkasan yakni dengan jenis, dosis, dan waktu yang tepat. Umumnya pemupukan
(50)
tanaman kakao menggunakan pupuk urea atau ZA sebagai sumber N, pupuk TSP sebagai sumber P, dan pupuk KCL sebagai sumber K. Selain pupuk buatan terebut, pada tanaman kakao juga bisa
ditambahkan pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos. Di antara sekian banyak jenis pupuk yang umum diberikan dalam budidaya tanaman kakao adalah sebagai berikut : Urea (46% N) ZA (21% N), TSP (46% P2O5), Kiserit (27% MgO), dan Dolomit (19% MgO).
Menurut Soenandar (2013), sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian masa depan. Organik bukan hanya merujuk ke pertanian tanpa bahan kimia, tetapi merupakan sistem pertanian ramah lingkungan yang mengutamakan keseimbangan ekosistem. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair dan digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, hijauan, pupuk kandang, limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, limbah kota, serta sisa-sisa panen berupa jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa.
e. Herbisida dan pestisida nabati
Menurut Sudarmo (2009), pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Saat ini pestisida nabati mulai banyak diminati oleh petani hal tersebut disebabkan oleh
(51)
mahalnya harga herbisida atau pestisida kimia. Sejak terjadinya krisis moneter, harga pestisida kimia naik menjadi 2-3 kali lipat. Selain itu, penyemprotan dengan menggunakan pestisida kimia secara tidak bijaksana telah menyebabkan hama kebal terhadap pestisida petani cenderung menggunakan dosis pestisida yang lebih tinggi dan
dilakukan berulang-ulang. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan pestisida nabati. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida sintetis atau kimia. Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan, keunggulan dari pestisida nabati adalah : 1) murah dan mudah dibuat oleh petani, 2) relatif aman terhadap lingkungan, 3) tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, 4) sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, 5) kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain, 6) menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia. Sementara kelemahan dari pestisida nabati adalah : 1) daya kerjanya relatif lambat, 2) tidak membunuh jasad sasaran secara langsung, 3) tidak tahan terhadap sinar matahari, 4) kurang praktis, 5) tidak tahan disimpan, 6) kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.
f. Sanitasi lingkungan
Menurut Pujianto (2008), kegiatan sanitasi yang dapat dilakukan antara lain pembenaman kulit buah, plasenta, buah busuk, dan semua sisa
(52)
panen ke dalam lubang pada hari panen yang kemudian ditutup dengan tanah setebal 20 cm. Hal ini bertujuan untuk membunuh larva PBK yang terdapat di kulit kakao, hanya saja pada kenyataannya kegiatan sanitasi masih sulit dilakukan oleh petani terutama pada saat panen puncak. Untuk mengatasi kendala ini dapat juga dilakukan
pembungkusan kulit buah kakao dalam kantung plastik selama 12 hari. Selain itu dapat juga dilakukan dengan trapping ulat pada tumpukan kulit buah sisa panen, yakni dengan cara menutup tumpukan kulit menggunakan daun kakao atau plastik bewarna gelap.
g. Semut hitam
Menurut Pujianto (2008), pengendalian hayati Penggerek Buah Kakao (PBK) dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan organisme hidup berupa semut hitam. Populasi semut hitam yang berlimpah di pertanaman kakao dapat menurunkan presentase serangan PBK. Peningkatan populasi semut hitam dapat dilakukan dengan cara menyediakan sarang yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau daun kakao dan koloni kutu putih yang merupakan sumber makanan bagi semut hitam.
h. Pemangkasan
Menurut Pujianto (2008), pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting untuk dilakukan, terutama dalam hal mengatur iklim mikro yang tepat bagi pertumbuhan bunga dan buah atau untuk mengatur jumlah dan sebaran daun. Teknik-teknik budi daya seperti
(53)
penaungan, pemangkasan, pemupukan, atau pengairan sampai batas tertentu dapat mengendalikan anasir lingkungan.
Menurut Siregar (2011), pemangkasan berarti usaha meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Tujuan pemangkasan tanaman adalah mencegah tanaman kehilangan nutrisi pada saat fase pertumbuhan pembentukan daun dan tunas maupun pada fase pembentukan bunga dan biji. Berdasarkan umur tanaman
pemangkasan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu : pemangkasan pada pembibitan, pemangkasan tanaman yang belum menghasilkan, pemangkasan tanaman yang sudah menghasilkan. Bila dilihat dari tujuannya, pemangkasan dibedakan menjadi empat yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan produksi, dan pemangkasan peremajaan.
i. Panen
Menurut Kristanto (2013), saat petik persiapkan rorak-rorak dan
koordinasi pemetikan. Pemetikan dilakukan terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak. Potong tangkai buah dengan menyisakan 1/3 bagian tangkai buah. Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus-menerus, maka produksi buah akan
menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 – 6 bulan dari berbunga, warna kuning atau merah. Buah yang telah dipetik dimasukkan dalam karung dan dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dan
(54)
pemecahan siang hari. Pemecahan buah dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan dimasukkan dalam
karung, sedang kulit dimasukkan dalam rorak yang tersedia.
Menurut Riyadi (2011), untuk memanen coklat digunakan pisau tajam. Bila buah tinggi, pisau disambungkan dengan bambu. Pisau berbentuk huruf L, dengan bagian tengah agak melengkung. Selama memanen, buah coklat harus diusahakan tidak melukai batang/ cabang yang ditumbuhi buah. Pelukaan akan mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat tersebut pada periode berikutnya. Pemanenan buah coklat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat di batang/ cabang yang ditumbuhi buah. Dengan demikian, tangkai buah pun tidak tersisa di batang/ cabang sehingga tidak
menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
7. SLPHT Kakao
Menurut Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pesawaran (2010), tanaman kakao merupakan salah satu komoditi unggulan dan andalan di Kabupaten Pesawaran yang mempunyai konstribusi cukup besar bagi pendapatan negara dan mempunyai andil dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani digalakkan usaha perluasan areal perkebunan kakao dengan diversifikasi peningkatan produksi dan perbaikan mutu hasil.
(55)
Dalam rangka melaksanakan program pengembangan komoditas kakao, salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian adalah
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT merupakan salah satu faktor pembatas produksi yang sangat penting, keadaan ini dapat ditunjukkan dengan besarnya biaya pengendalian untuk mengatasi masalah OPT, maka pengetahuan dan keterampilan petani perlu ditingkatkan, baik budidaya tanaman yang sehat maupun pengendalian organisme pengganggu tanaman. Untuk mengatasi gangguan OPT maka anggota kelompok tani Mekarsari berinisiatif memilih mengadakan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao pola swadana.
Dengan kegiatan SL-PHT kakao diharapkan pengetahuan dan
keterampilan petani dapat ditingkatkan untuk mengelola kebun sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pada Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Teknologi PHT adalah suatu sistem pengendalian OPT, dalam artian yang sangat luas yaitu melalui pendekatan aspek ekologi, ekonomis, dan sosiologis. Dengan diadakannya SL-PHT, maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan petani dapat meningkat, sehingga petani menjadi ahli PHT di kebun masing-masing maupun tergabung dalam kelompok tani secara baik dan benar sehingga dapat meningkatkan hasil panennya (produksi meningkat).
Kegiatan yang dilakukan selama Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) yaitu : pembukaan, kesepakatan belajar, pembagian
(56)
kelompok kecil, tes Ballot box meliputi tes ballot box awal/ pra tes dan tes ballot box akhir / pre tes, analisa Agroekosistam, dan presentase hasil pengamatan Analisa Agroekosistem.
Tujuan dilakukannya tes ballot box adalah : a) tes awal untuk mengetahui prioritas materi yang akan diajarkan, b) mengetahui mutu SDM peserta SL-PHT, c) tes akhir untuk mengetahui kemampuan peserta SL-PHT dalam menyerap ilmu yang disampaikan oleh pemandu, dan d) evaluasi kemampuan pemandu.
Agroekosistem berbeda dengan ekosistem alam (nature ecosystem), dalam ekosistem alam sumber energy hanya terbatas pada sinar matahari, air dan nutrisi tanah sedangkan agroekosistem sumber energy tidak hanya terbatas pada sinar matahari, air dan nutrisi tanah, akan tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain yang sudah dikonsolidasikan oleh manusia, seperti pupuk, pestisida, teknologi, dan lain sebagainya.
Kegiatan Analisa Agroekosistem yaitu : a) pengamatan OPT, b) pengamatan Musuh Alami (MA), c) pengamatan tanaman kakao, d) pengamatan tanaman/ tumbuhan disekitarnya, dan e) pengamatan unsur biotik dan abiotik.
Kegiatan pertama yang dilakukan sebelum pelajaran dimulai yaitu pretest untuk mengetahui sejauh mana petani yang mengikuti kegiatan SLPHT kakao mengetahui kakao. Setelah itu petani diajarkan mengenai
(57)
membuat buah membusuk karena ada ulat didalamnya sehingga buah menghitam, penggerek buah kakao adalah OPT yang juga membuat buah menghitam lalu dibuang akibat hitam lalu akan membusuk, penggerek batang yaitu OPT yang membuat batang kehitam-hitaman dan batang pada pohon kakaonya akan mati, lalu materi kedua Busuk buah kakao adalah busuknya buah kakao sehingga didalamnya ikut membusuk, kanker batang kakao batangnya semakin membusuk sehingga batang dilunangi untuk menghilangkan kanker sehingga batangnya menjadi kecil dan mati, jamur upas adalah buah kakao yang mengidap jamur yang berwarna keputih-putihan.
Selain itu ada juga Musuh Alami (MA) teman petani, yaitu laba-laba membuat jaring sehingga hama masuk ke jaring dan mati dimakan laba-laba, lalu semut hitam, belalang sembah, semut hitam, dan semut rangrang yang memakan penyakit kakao yang menghinggapi kakao. Sesudah diberi pelajaran mengenai SL-PHT kakao petani diharuskan ikut posttest untuk dapat mengukur sejauh mana petani mengerti pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
8. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Setyawan (2009) tentang peranan penyuluh pertanian dalam penerapan budidaya tanaman kacang panjang (Vigna Sinensis) di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung menemukan bahwa faktor peranan penyuluh pertanian yaitu : fasilitator, dinamisator, dan
(58)
dilakukan oleh petani berada pada klasifikasi tinggi pada skor 104. Hal ini menunjukkan bahwa anjuran mengenai budidaya tanaman kacang panjang yang disampaikan penyuluh pertanian lapang diterapkan dengan baik oleh petani dan terdapat hubungan yang sangat nyata antara peranan penyuluh dengan penerapan budidaya tanaman kacang panjang (Vigna sinensis).
Hasil penelitian Lucky (2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi kelompok terhadap tingkat difusi inovasi pupuk pelengkap cair dalam budidaya tanaman tomat di Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan didapatkan kesimpulan bahwa dari metode analisis deskriptif dan pengujian hipotesis dengan korelasi rank spearman variabel umur, tingkat pendidikan, kohesi kelompok, dan kepemimpinan ditemukan berhubungan nyata dengan efektivitas
komunikasi kelompok dan untuk variabel yang tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi kelompok adalah tingkat pendapatan.
Hasil penelitian Asihdo (2013) tentang tingkat pengetahuan petani peserta Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) tentang
pengendalian penyakit layu pada tanaman pisang di Pekon Waringin Sari Barat Kecamatan Sukohardjo Kabupaten Pringsewu didapatkan bahwa variabel X faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan petani peserta SLPHT yaitu: tingkat pendidikan formal peserta, lama berusahatani peserta, dukungan fasilitas SLPHT, dan tingkat kehadiran peserta, dan untuk variabel Y pada penelitian adalah tingkat pengetahuan petani peserta SLPHT dengan indikator : tingkat pengetahuan petani
(59)
tentang pengendalian penyakit tanaman pisang, tingkat pengetahuan petani tentang memperbanyak agen hayati, dan tingkat pengetahuan petani
tentang penggunaan agen hayati. Dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tingkat pendidikan formal peserta, lama berusahatani peserta, dukungan fasilitas SLPHT, berhubungan nyata terhadap tingkat pengetahuan petani peserta SLPHT sedangkan variabel yang lain tidak berhubungan nyata.
Hasil penelitian Erlangga (2010) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) padi hibrida (studi kasus pada petani alumni Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) padi hibrida di Desa Tulung Agung Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu.
Dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel luas lahan garapan, umur, pendidikan formal berhubungan nyata terhadap tingkat penerapan
teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan indikator : budidaya tanaman sehat, pengendalian fisik dan mekanik, pengendalian hayati, penggunaan pestisida, dan pengamatan teratur sedangkan variabel sifat kosmopolit, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat pendapatan petani, dan keberanian mengambil resiko tidak berhubungan nyata.
Hasil penelitian Putra (2011) tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan penerapan teknologi budidaya kakao di Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah menyimpulkan bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya kakao yang berwawasan lingkungan oleh petani
(60)
termasuk kedalam klasifikasi tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan budidaya kakao dalam penelitian adalah umur, tingkat pendidikan formal, luas lahan garapan, tingkat kosmopolit, dan frekuensi mengikuti penyuluhan.
Menurut Ikbal (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian lapangan adalah (X1) karakteristik penyuluh, (X2) kompetensi penyuluh meliputi 1) kinerja penyuluh 2) kualitas apresiasi keragaman budaya 3) kualitas pengelolaan informasi, (X3) motivasi penyuluh, (X4) kemandirian penyuluh, (Y1) kinerja penyuluh, (Y2) perilaku petani.
Menurut Walukow (2013), Peranan Kelompok Tani Dalam Meningkatkan Pendapatan Usahatani Padi (Oryza sativa L.) Sawah di Desa Kaaruyan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu, variabel bebas (independent variabels) dan variabel terikat (dependent variabels). Termasuk variabel bebas adalah kelompok tani (X1) dan Pendapatan (X2) sedangkan variabel terikat adalah Usaha tani. Anonim A, Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kinerja penyuluh (variabel X) meliputi jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas (X1), pengalaman (X2), pendapatan (X3), pendidikan formal (X4), peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) (X5), Intensif penyuluh (X6), dan kinerja penyuluh (variabel Y).
(61)
B. Kerangka Pemikiran
Karakteristik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, hak dan wewengannya. Karakteristik PPL meliputi kompetensi penyuluh, karakteristik kelompok tani binaan, jarak wilayah kerja penyuluh, dan kedekatan penyuluh dengan petani. Apabila karakteristik PPL baik maka baik pula peran PPL dalam melaksanakan tugas pada program SL-PHT kakao.
Kecamatan Kedondong merupakan salah satu penghasil tanaman kakao di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, karena itu perlu peningkatan produksi tanaman kakao dan untuk selanjutnya terus ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kakao adalah dengan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) yang tidak terlepas dari peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Menurut Setyawan (2009), peranan didefinisikan sebagai perilaku yang diharapkan orang lain dari yang menduduki status tertentu, yang
ditentukan oleh masyarakat luas untuk seseorang yang berada dalam kedudukan tertentu. Adapun status merupakan tempat yang diduduki oleh seseorang atau group dalam masyarakat dengan hak dan kewajiban
tertentu yang diwujudkan dalam perilaku. Peranan penyuluh dalam penelitian ini menurut petani.
Menurut Effendi (2005), seorang penyuluh pertanian memiliki peran sebagai motivator yaitu pendorong masyarakat suatu sistem sosial untuk
(62)
melakukan proses perubahan, inisiator yaitu sebagai pembawa atau memperkenalkan inovasi untuk perubahan dengan cara difusi inovasi, linker yaitu penghubung antara sumber-sumber yang diperlukan untuk melakukan perubahan, katalisator yaitu orang yang mempercepat proses perubahan di dalam sistem sosial, dan simulator yaitu penghubung inovasi dengan masalah sasaran di suatu sistem sosial masyarakat.
Menurut Ibrahim (2003), penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang
berarti “obor” atau “pelita” atau “yang memberi terang”. Dengan
penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah orang yang
memberikan informasi mengenai suatu inovasi kepada petani. Apabila Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada SL-PHT baik maka baik pula tingkat penerapan SL-PHT petani.
Dengan dilakukannya kegiatan SL-PHT kakao diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman kakao milik petani kakao dan
meningkatkan penerimaan. Produksi kakao setelah dilakukan kegiatan SL-PHT diharapkan dapat meningkatkan dan menaikkan harga kakao milik petani saat dipasarkan dan memperkecil biaya produksi dikarenakan mutu yang baik. Tanaman kakao milik petani yang dipasarkan ke
pengepul setelah dilakukan kegiatan SL-PHT diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dari segi pendapatan usahatani perkebunan kakao rakyat.
(63)
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dibuat kerangka pemikiran seperti pada gambar 1 di bawah ini.
Keterangan :
: diteliti
Gambar 1. Kerangka berfikir tingkat penerapan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) pada budidaya kakao.
Tingkat Penerapan SL-PHT Petani 1. Test Ballot Box
2. Analisa Agro ekosistem 1. Benih
2. Herbisida 3. Pemangkasan
Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pada SL-PHT
Kompetensi Penyuluh
Karakteristik kelompok tani binaan
Jarak wilayah kerja penyuluh
Kedekatan penyuluh dengan petani
(64)
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir penelitian, maka disusun beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Ada hubungan nyata antara kompetensi penyuluh dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pada SL-PHT Kakao.
2. Ada hubungan nyata antara karakteristik kelompok tani binaan dengan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pada SL-PHT Kakao. 3. Ada hubungan nyata antara jarak wilayah kerja penyuluh dengan
peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pada SL-PHT Kakao. 4. Ada hubungan nyata antara kedekatan penyuluh dengan petani dengan
peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pada SL-PHT Kakao. 5. Ada hubungan nyata antara peranan Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL) Pada SLPHT Kakao dengan tingkat penerapan inovasi SL-PHT petani.
(1)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik PPL yang terlibat dalam pelaksanaan program SL-PHT usia antara 40-48 tahun, berpendidikan SMA, kompetensi penyuluh cukup berkompeten, karakteristik kelompok tani binaan kurang baik, jarak wilayah kerja penyuluh sedang, dan kedekatan penyuluh dengan petani kakao kurang dekat. Karakteristik petani yang terlibat dalam pelaksanaan program SL-PHT usia antara 23-41 tahun, berpendidikan SD dan SMP, kompetensi penyuluh berkompeten, karakteristik kelompok tani binaan cukup baik, jarak wilayah kerja penyuluh sedang, dan kedekatan penyuluh dengan petani kakao dekat.
2. Tingkat peranan PPL dalam pelaksanaan program SL-PHT dalam hal edukasi, fasilitator, komunikator, dan evaluasi semua ada pada klasifikasi baik.
3. Tingkat penerapan SL-PHT budidaya kakao oleh petani di Desa Babakan Loa Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung test ballot box ada pada klasifikasi tinggi, analisa
(2)
91
agroekosistem benih bermutu ada pada klasifikasi sedang, penggunaan herbisida ada pada klasifikasi sedang, dan pemangkasan ada pada klasifikasi tinggi.
B. Saran
1. Petani sangat merespon positif diadakannya Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) kakao akan tetapi masih dengan pola swadana (dana dari masyarakat petani kakao sendiri) sehingga perlu diberikan bantuan dana dari pemerintah pertanian setempat untuk dapat membayar tutor- tutor SL-PHT agar
dilaksanakan kembali program SL-PHT Kakao di Desa Babakan Loa dengan dana dari pemerintah (swadaya) agar produksi kakao di Desa Babakan Loa lebih baik lagi.
2. Peneliti lain dapat meneliti dengan lingkup yang lebih luas dengan variabel yang berbeda dari penulis.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus Tenaga Kerja. www.bps.go.id. Diakses 25
Desember 2013 Pukul 15.00 WIB.
Badan Pusat Statistik. 2014. Sensus Pertanian. www.bps.go.id. Diakses 05 Februari 2014 Pukul 18.00 WIB.
Balai Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan. 2014. Data dan Informasi Gabungan Kelompok Tani Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran. BP3K Kedondong. Lampung..
Effendi, Irwan. 2005. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Lampung. Universitas Lampung.
Erlangga. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Padi Hibrida (Studi Kasus Pada Petani Alumni Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi Hibrida Di Desa Tulung Agung Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu). Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta. Gito Saputra, Sumaryo. 2005. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Komunikasi.
Lampung. Universitas Lampung.
Gujarati, N. Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Erlangga. Jakarta. Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Andi. Yogyakarta.
Hariadi, Sunarru Samsi. 2011. Dinamika Kelompok Teori dan Aplikasinya untuk Analisis Keberhasilan Kelompok Tani Sebagai Unit Belajar, Kerjasama, Produksi, dan Bisnis. Yogyakarta. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
(4)
92
http://bpk-angkinang.blogspot.co.id/2013/12/9-sembilan-indikator-kinerja-penyuluh.html UU SP3K No 16 tahun 2006.
http://digilib.unila.ac.id/7992/13/BAB%20III.pdf Anonim A. 2010.
http://duniapertanianagribisnis.blogspot.com/2012/08/skripsi-pertanian.html Fathahilah Ali. 2012.
https://rismajayanti.wordpress.com/2012/01/15/penyuluhan/Risma. 2012. https://www.facebook.com/kaaruyan/posts/733962289962905 Fadly stefanus
walukow. 2013.
Ibrahim, Jabal Tarik. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Bayumedia. Jakarta.
Ikbal, Mohamad Bahua. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung Di Provinsi Gorontalo. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Kartasapoetra. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Kartasapoetra, A.G.1988. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Kristanto, Aji. 2013. Bisnis dan Manfaat Coklat. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Marzuk, Syamsiah. 1999. Dasar- Dasar Penyuluhan Pertanian. Jakarta.
Universitas Terbuka.
Mulyandari, Retno dkk. 2010. Peluang dan Tantangan Dalam Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. IPB Press. Bogor.
Nurmala, Tati dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Graha Ilmu. Yogyakarta. Perdana, Putra Lucky. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Efektivitas Komunikasi Kelompok Terhadap Tingkat Difusi Inovasi Pupuk Pelengkap Cair Dalam Budidaya Tanaman Tomat Di Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Pratama, Hengki Chapri. 2012. Kecepatan Difusi Inovasi Komoditas Jagung
Hibrida Di Desa Bandar Agung Kecamatan Bandar Sribhawono
Kabupaten Lampung Timur. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
(5)
Pujiyanto. 2008. Kakao Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra, Naufal Pratama. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Kakao (Teobroma cacao L) Yang
Berwawasan Lingkungan Di Desa Sukosari Kecamatan Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Riyadi, Slamet. 2000. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyadi, Slamet. 2011. Budidaya Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Samsudin, U. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta. Bandung.
Setyawan, Agus. 2009. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam penerapan budidaya tanaman kacang panjang di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sibarani, Asihdo. 2013. Tingkat Pengetahuan Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tentang Pengendalian Penyakit Layu Pada Tanaman Pisang Di Pekon Waringin Sari Barat Kecamatan Sukohardjo Kabupaten Pringsewu. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Soenandar, Meidiantie. 2013. Membuat Pestisida Organik. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodelogi Penelitian. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Sudarmo, Subiyakto. 2009. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta
Sugiono, Prof. Dr. 2013. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta. Bandung. Suhardiyono, L. 1989. Penyuluhan Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga.
Jakarta.
Sukino. 2013. Membangun Pertanian Dengan Pemberdayaan Masyarakat Tani. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
(6)
94
Sumardjo. 2010. Cyber Extension Peluang dan Tantangan Dalam Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. IPB Press. Bogor.
Susanto, F.X. 2003. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius. Yogyakarta.
Teguh, Muhammad. 2001. Metodelogi Penelitian Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Van Den Ban, A.W. Hawkins. 2005. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Wiriaatmadja, Soekandar. 1986. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Yasaguna. Jakarta.