KAJIAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH PELAKU ANAK TERHADAP ANAK

(1)

ABSTRAK

KAJIAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH PELAKU ANAK TERHADAP ANAK

Oleh

DESWANDI AHDA

Pada kehidupan masyarakat modern saat ini kemajuan teknologi, urbanisasi, dan industrialisasi menimbulkan problematika sosial. Tidak mudah masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi tersebut, hal ini menyebabkan banyak kebingungan, kebimbangan, kecemasan dan konflik, baik konflik eksternal maupun internal dalam batin sendiri yang tersembunyi sifatnya. Tidak terkecuali pada anak yang kerap kali melakukan tidak pidana. Senyatanya anak sekarang sudah berani melakukan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap anak. Permasalahan yang dikaji oleh penulis adalah apa sajakah faktor penyebab tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak dan bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan kriminologis , pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara editing, evaluasi, klasifikasi, dan sistematika data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui faktor penyebab tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak, terdiri atas dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern(berasal dari dalam diri manusia), yaitu faktor kepribadian (dalam diri anak), dan faktor biologis, sedangkan faktor ekstern (berasal dari luar diri manusia), yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, kurangnya bekal agama, dan perkembangan teknologi. Juga dapat diketahui upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak adalah tindakan preventif dengan cara non penal dengan cara memberikan bekal agama kepada anak, serta peran


(2)

aktif masyarakat dan pendidik sekolah dalam mengawasi, mecegah agar anak tidak beprilaku mengarah kearah menyimpang serta mengajarkan dan menginformasikan hal-hal yang baik pada anak oleh keluarga dan upaya penanggulangan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dalam kasus ini melalui jalur penal dapat dikenakan sesuai Pasal 338, 339 KUHP dan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Penjatuhan pidana sekarang dapat dilakukan dengan peraturan terbaru, yaitu UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tindakan represif dengan cara penal (penjatuhan sanksi pidana) adalah tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum setelah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

Adapun saran yang diberikan penulis dalam hal ini. Perlu dikedepankannya upaya-upaya penanggulangan yang lebih bersifat preventif (pencegahan) seperti upaya dari pihak keluarga, upaya lingkungan, masyarakat, upaya pemerintah, sekolah untuk meminalisir kejahatan anak. Pada perkara anak perlu ada hal-hal yang diperhatikan, seperti pemberian sanksi atau pidana yang ada batasan. Hakim dalam menjatuhkan pidana atau vonis pada perkara anak harus memperhatikan hukuman yang porsinya berbeda dengan orang dewasa dan memperhatikan hak anak.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Deswandi Ahda dilahirkan di Bandar Lampung 17 September 1991, yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muhammad Isa H.S dan Ibu Rosmaini. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Sukajawa Tanjung Karang Barat Bandar Lampung pada Tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Bandar Lampung pada Tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas Perintis 2 Bandar Lampung pada Tahun 2010.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila (2014-2015). Selain itu, pada Tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tanggal 22 Januari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014 yang dilaksanakan di Desa Waymuli Timur Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan, do’a dan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama

yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku kepada kalian

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku selama ini

Untuk kakak-kakakku tersayang yang selalu kubanggakan dan senantiasa menemani saat-saat aku membutuhkan tempat untuk berbagi cerita

Romisa Ardi dan Meliyanah

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam bentuk apapun


(9)

MOTTO

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar, dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat

pertolongan.” (QS. Al-Isra (17) :33)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)

dosanya”

(QS. Al-Furqon (25) :68)

“Kau tidak akan bahagia jika kau tidak membantu penderitaan orang lain” (Deswandi Ahda)


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolongannya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaan, namun penulis berhasil menyelesaikan dengan baik. Skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : KAJIAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH PELAKU ANAK TERHADAP ANAK

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi.

5. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas Pertama dan Ibu Dona Raisa Monca, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Nilla Nargis, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

7. Bapak Welly selaku kepala penerimaan napi Lapas IA Bandar Lampung, Bapak Dr. Heni Siswanto S.H,M.H., selaku dosen bagian Hukum Pidana Unila, Bapak A kadis selaku Tokoh Masyarakat Pusri lama Pahoman yang telah meluangkan waktu untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

8. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademik dan kemahasiswaan atas bantuan selama penyusunan skripsi.

9. Kedua orang tuaku tersayang: Papaku Muhammad Isa dan Mamaku Rosmaini yang selalu menjadi inspirasi memberikan dukungan baik materil maupun pemikiran serta selalu mendukung tingkah laku dan tindakanku.

10. Kakak-kakakku tercinta Romisa Ardi dan Meliyanah yang selalu memberikan motivasi dan selalu menjadi pendengar cerita kehidupanku.


(12)

Ibet, Desi, Dian, yang selalu menemani dan memberikan motivasi serta semangat. Guys, you are totally awesome girls! I believe, we will be successful in our future.

12. Teman-temanku Aldi, Beni, Agus, Satrio, Bangun, Robi, Ijal, terimakasih atas motivasi dan semangat bersama-sama dalam menyelesaikan skripsi. 13. Keluarga besar Hima Pidana Fima, Triadhani, Fitri, Abdul, Fahmi, Gery,

Fajar, Oddy, Ai, Andika dan lain-lain serta teman-teman FH Unila 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan, doa dan semangat yang diberikan untukku.

14. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan.

15. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan dalam penyusunan skrisi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Bandar Lampung, 11 Februari 2015 Penulis,


(13)

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E.Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Kriminologi ... 16

B.Tinjauan Umum tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 22

C.Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan………. 30

D.Teori Pemidanaan ... 33

E.Definisi Anak………... 35

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 37

B.Sumber dan Jenis Data ... 38

C.Penentuan Narasumber ... 40

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 41


(14)

B. Gambaran Umum Kasus Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan oleh Pelaku Anak terhadap Anak ... 46 C. Faktor Penyebab Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan oleh Pelaku Anak terhadap Anak ... 48 D. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan oleh Pelaku Anak terhadap Anak ... 64

IV. PENUTUP

A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada kehidupan masyarakat modern saat ini kemajuan teknologi, urbanisasi, dan industrialisasi menimbulkan permasalahan sosial. Tidak mudah masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi tersebut, hal ini menyebabkan banyak kebingungan, kebimbangan, kecemasan dan konflik, baik konflik eksternal maupun internal dalam batin sendiri yang tersembunyi sifatnya. Sebagai akibatnya orang melakukan perilaku menyimpang dari norma-norma umum, dengan berbuat atas keinginannya sendiri demi kepentingan pribadi, kemudian menggangu dan merugikan pihak lain.

Perkembangan masyarakat seperti ini, pengaruh budaya di luar sistem masyarakat sangat mempengaruhi perilaku anggota masyarakat itu sendiri, khususnya anak-anak, lingkungan, terutama lingkungan sosial, mempunyai peranan yang amat besar terhadap pembentukan perilaku anak-anak, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Di samping itu keadaan ekonomi pun juga bisa menjadi pendorong bagi anak untuk melakukan perbuatan yang dilarang.

Pada kurun waktu terakhir ini, tindak pidana yang terjadi di masyarakat, dari berbagai media masaa, baik elektronik maupun cetak, pelaku kejahatan atau tindak pidana di masyarakat tidak hanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang


(16)

sudah dewasa tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang masih anak-anak atau biasa disebut kenakalan anak.

Kenakalan yang dilakukan anak-anak pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada didalamnya. Kenakalan anak ini disebut sebagai penyakit sosial. Penyakit sosial adalah bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum.

Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.1

Perilaku tindak pidana yang dilakukan anak merupakan salah satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan penting dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak. Anak

1

http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul 22.00 wib.


(17)

anak yang melakukan tindakan kriminal itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri tersebut dan suka menegakkan standar tingkah-laku sendiri, di samping meremehkan keberadaaan orang lain dan disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subyektif, yaitu untuk mencapai satu obyek tertentu dengan disertai kekerasan. Biasanya anak-anak tersebut sangat egoistis, dan suka sekali menyalahgunakan dan melebih-lebihkan harga dirinya.

Sebelum berlakunya UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pengaturan mengenai anak hanya diatur dalam Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47 KUHP. Dengan diundangkannya UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Pasal 67 UU No. 3 Tahun 1997, yang isinya menyatakan: “Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi”. Dengan demikian, ketentuan yang mengatur tentang anak yang melakukan tindak pidana harus mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam UU No. 3 Tahun 1997. Pengertian anak menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu : “ Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, dan belum pernah kawin”.2

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010, maka anak dalam UU Pengadilan Anak mengalami perubahan menjadi: anak adalah “orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi

2

Tri Andrisman, Hukum Peradilan Anak, Bandar Lampung: Fakultas Hukum Unila, 2013, hlm. 38.


(18)

belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas), tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Terkait tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum. Tindak pidana pembunuhan di atur dalam bab XIX Buku ke- II yakni dimulai dari Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 341, Pasal 344, Pasal 345, Pasal 346, Pasal 359 KUHP, yang selanjutnya dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa.

Sebab-sebab kejahatan menurut Pakar kriminologi Cesare Lambroso, yang menyebutkan seorang hanya dapat ditemukan dalam bentuk fisik-fisik dan psikis serta ciri sifat dari tubuh seseorang.4 Sebab-sebab kejahatan menjadi faktor utama dalam proses terbentuknya tindak pidana baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mencari faktor yang lebih esensial dari bentuk tindak pidana / kejahatan yang dilakukan secara utuh kedudukan ini dapat diartikan dengan faktor kejahatan yang timbul secara ekstern (faktor luar) mupun (faktor dalam) dari pelaku tindak pidana kejahatan seseorang. Secara implisit berbagai faktor dapat dijadikan sebagai sistem untuk merumuskan kejahatan pada umumnya ataupun kejahatan anak pada khususnya, tampak bahwa faktor apapun yang didapat pada diri anak yang jelas semuanaya tidak terstruktur maupun disikapi terlebih dahulu.

3

Ibid., hlm. 39. 4


(19)

Melihat dari sebuah contoh kejadian nyata, pada zaman sekarang nyatanya anak sudah berani melakukan tindak pidana pembunuhan, adalah 1. kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak. Seorang siswa kelas IX SMP di Kalianda Arif Arianto (AR), 16 tahun divonis 6 tahun penjara karena membunuh mantan pacarnya sendiri, Ayu Lestari (AL), 17 tahun. Putusan ini dibuat oleh majelis hakim dengan ketua AA Oka Paramabudita Gocara dan 2 hakim anggota Afit Rufiadi dan Ario Widiatmoko. Hukuman ini sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Budi Prakoso yang juga meminta AR, siswa SMP di Lampung, dihukum 6 tahun penjara. Nomor putusan 08/ Pid.AN/AN/2012/P.N. KLD.

Kasus tersebut bermula saat AR memutuskan tali pacaran dengan AL. Namun dua (2) minggu setelah putus, AR minta bertemu disebuah pemakaman di Natar, Lampung Selatan pada 24 Februari 2012 untuk mengajak kembali pacaran, tetapi tidak ditanggapi. Mendapat jawaban ini, AR menagih uangnya yang masih ditangan AL sebanyak Rp 80 ribu. AL menjawab uang tersebut sudah dipakai oleh pacar barunya. Tidak habis akal AR minta ponsel AL sebagai gantinya tetap AL mengaku tidak punya ponsel, ketika mendengar HP yang disembunyikan di jok motor berdering, lalu marahlah AR dan menusuk AL di pinggang. Mendapat tusukan ini, AL lalu berteriak meminta tolong sehingga membuat AR kalap. Langsung saja dia menusukkan pisau kemuka AL tetapi AL mengelak. Sehingga pisau AR menancap di leher AL yang mengakibatkan AL meninggal dunia.5

5


(20)

2. Contoh lain adalah kematian Dwi Komala Sari (16) tahun siswi kelas II Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Bandar Lampung, cukup tragis dan memilukan. Jasad korban berada di dalam karung terkubur di tanah sedalam 40 cm. Yang ditemukan di belakang gedung milik PT Pusri di jalan Gatot Subroto, Pahoman, Teluk Betung Utara, yang dilakukan rekan sekolahnya Derry (16) tahun karena dilatarbelakangi motif percintaan. Nomor putusan 791/ Pid.A/2012/P.N.TK.6

3. Seorang bocah kelas dua SD, Muhammad Abdul Muis (8) dibunuh oleh temannya yang sudah duduk dikelas enam SD yakni Rusdi Widodo. Peristiwa ini hanya dipicu saling olok. Elaku yang masih dibawah umur itu tega membunuh temannya yang masih kecil hanya menyebut-nyebut nama orangtuanya dengan nama panggilan. Korban ditemukan tewas di ladang tidak jauh dari tempat tinggalnya di kilometer 12 jalan PDAM RT. 17 kelurahan Karang Joang kecamatan Balikpapan Utara, Jumat pagi, 14 April 2013.7

4. Tempo.Co, Bima – Adul, 14 tahun, tega membunuh temannya sendiri, Budi 15 Tahun, yang memergoki mengencani pacarnya, Ida (nama samaran), Adul menghabisi temannya itu dengan sebilah golok yang ditusukkan keperut korban sedalam 20 sentimeter.8

Beberapa contoh kenakalan yang dilakukan anak nyatanya terjadi zaman sekarang, AR dan Derry merupakan beberaapa contoh anak nakal yang telah

6

Putusan Pengadilan Negeri IA Tanjung Karang Nomor Putusan 791/ Pid.A/2012/P.N.TK 7

M.antaranews.com/berita/31836/salingolok-anak-sd-bunuh-temannya di- balikpapan diakses pada tanggal 13 januari 2015 pukul 07.00

8

Akhyar M Nur, m.tempo.co/read/news/2013/02/12/058460710/cemburu-siswa-smp-bunuh-temannya diakses pada tanggal 13 januari 2015 pukul 07.00


(21)

melakukan tindak pidana pembunuhan, dan terbukti bersalah di pengadilan, sehingga pengadilan menjatuhkan pidana penjara 6 (enam) tahun pada AR dan 10 (sepuluh) tahun pada Derry.

Terkait tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak dapat dilakukan upaya penanggulangan melalui : 1. Upaya preventif yaitu upaya penanggulangan non penal (pencegahan) seperti: memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi masyarakat, meningkatkan kesadaran hukum serta disiplin masyarakat dan meningkatkan pendidikan moral. 2. Upaya represif yaitu Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat

repressive” (penindasan/pemberantasan,penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.9

Masyarakat yang baik dimasa akan datang bergantung dari perilaku anak-anak sekarang sebagai generasi penerus. Anak-anak yang baik dalam berprilaku sangat menunjang terbentuknya sistem sosial masyarakat. Oleh karena itu permasalahan perilaku tindak pidana anak perlu mendapat perhatian demi terbentuknya sistem sosial masyarakat yang baik.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis berusaha untuk menuangkan kedalam skripsi yang berjudul : Kajian Kriminologis Tindak Pidana Pembunuhan Oleh Pelaku Anak Terhadap Anak”.

9

Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan


(22)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah yang menjadi faktor penyebab tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak ?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak ?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan dengan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian penulis ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, yang membahas Kajian Kriminologis Tindak Pidana Pembunuhan Oleh Pelaku Anak Terhadap Anak. Sedangkan ruang lingkup penelitian akan dilakukan pada wilayah hukum Lapas I A Bandar Lampung, Lapas Anak Kotabumi, Pimpinan LSM Lada, Tokoh Masyarakat Tempat Kediaman Pelaku, Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut :


(23)

a. Untuk mengetahui faktor penyebab tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak.

b. Untuk mengetahui dan memahami upaya penanggulangan dalam menangani tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis :

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka memberikan penjelasan mengenai faktor penyebab tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak dan upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai kajian kriminologis tindak pidana pembunuhan oleh pelaku anak terhadap anak.


(24)

D. Kerangka Teoritis dan Koseptual

1. Kerangka Teoritis

Soerjono Soekanto berpendapat setiap penelitian akan ada kerangka teoritis ,kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.10 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.11

Pada sekian banyak teori yang berkembang dapat diuraikan beberapa teori yang yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan,yaitu :12

a. Teori Differential Association (Sutherland) : teori ini mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab.

b. Teori Anomie (Emile Durkheim), ia menekankan mengendornya pengawasan dan pengendalian sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma, bahkan kerap kali terjadi konflik norma dalam pergaulan.

c. Teori Kontrol Sosial (Steven Box): teori ini merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Press, 1986, hlm. 125. 11

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 73.

12

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama, 2010, hlm. 23-49.


(25)

bersifat sosiologis: antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan.

d. Teori Labeling (Howard Beckers) : teori label berangkat dari anggapan bahwa penyimpangan merupakan pengertian yang relatif. Penyimpangan timbul karena adanya reaksi dari pihak lain yang berupa pelabelan pelaku penyimpangan dan penyimpangan perilaku tertentu.

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis. Secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.13

Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Abdul Syani yang terdiri dari faktor internal dan eksternal, yaitu : 14

1. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Sifat khusus dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental dan anomi.

b. Sifat umum dari individu, seperti : umur, gender, kedudukan didalam masyarakat, pendidikan dan hiburan.

2. Faktor eksternal, antara lain :

a. Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi umum

13

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Loc. Cit.

14


(26)

keadaan ekonominya rendah.

a. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama. b. Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang dibaca. c. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.

e. Faktor lingkungan/pergaulan, dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. f. Faktor keluarga, dipengaruhi oleh kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua

Sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak dalam konteks kriminologis, penulis menggunakan teori penanggulangan tindak pidana, yaitu:15

1. Upaya Preventif (Non Penal)

Yaitu upaya non penal (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

2. Upaya Represif ( Penal)

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan

pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Dengan penjatuhan atau pemberian sanksi pidana.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan,

15


(27)

dan pedoman dalam penelitian atau penulisan.16 Sumber Konsep adalah undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus, dan fakta/peristiwa. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :

a. Kajian adalah Proses atau cara dan penelaahan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis suatu kasus secara mendalam dan utuh.17

b. Kriminologi adalah sebagai ilmu pengetahuan ilmiah tentang perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, serta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; pola reaksi sosial formal, informal dan non-formal terhadap penjahat kejahatan, dan korban kejahatan.18 c. Tindak Pidana adalah sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa Pidana.19

d. Pembunuhan, Pasal 338 KUHP :

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pengatur

16

Abdulkadir Muhammad,Op. Cit., hlm. 78. 17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 569.

18

Muhammad Mustofa, Kriminologi, Depok: FISIP UI Press, 2007, hlm. 14.

19

Sudarto, Hukum Pidana, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 1990, hlm. 23.


(28)

lebih lanjut mengenai kejahatan terhadap nyawa diatur dalam Pasal 339, Pasal 340, Pasal 341, Pasal 344, Pasal 345, Pasal 346,Pasal 359 KUHP.

e. Pengertian pelaku telah dirumuskan dalam Pasal 55 Ayat (1) KUHP sebagai berikut:

“Pelaku adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”.

f. Anak menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa :

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulisan menyusun terdiri dari 5 (lima) BAB, yaitu:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pemahaman kedalam pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai


(29)

bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang berisi metode penelitan, sumber dan jenis data, penentuan narasumber, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan uraian mengenai hasil penelitian yang merupakan paparan uraian atas permasalahan yang ada.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran yang berhubungan dengan penulisan dan permasalahan yang dibahas.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis. Secara harfiah berasal dari kata “crimen”yang berarti kejahatan atau penjahat dan“logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Beberapa sarjana memberikan defenisi berbeda tentang kriminologi sebagai berikut:1

1. Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. Sutherland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. 3. Michael dan Adler berpendapat bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.

4. Wood berpendirian bahwa kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuanyang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dari penjahat.

5. Paul Mudigdo Mulyono memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.

6. Frij merumuskan kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bentuk, sebab dan akibatnya.2

1

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op. Cit., hlm. 9-12. 2


(31)

Berbicara tentang ruang lingkup kriminologi berarti berbicara mengenai objek studi dalam kriminologi. Bonger membagi kriminologi menjadi dua bagian, yaitu:3

(1). Kriminologi murni, yang terdiri dari:

a. Antropologi kriminal, yaitu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dan tanda-tanda tubuhnya.

a. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat dan sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.

b. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

c. Psikopatologi dan Neuropatologi kriminal, yaitu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.

d. Penologi, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman. (2). Kriminologi terapan, yang terdiri dari:

a. Higiene kriminal, yaitu usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan.

b. Politik kriminal, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan telah terjadi.

c. Kriminalistik, yaitu ilmu tentang pelaksanaan penydikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.

Sedangkan menurut Shuterland kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. kriminologi olehnya dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu:4

(1). Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan.

(2). Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.

(3). Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

3

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op. Cit., hlm. 9-10.

4


(32)

Pada uraian definisi para ahli di atas dapatlah ditarik suatu persamaan bahwa objek studi kriminologi mencakup tiga hal yaitu penjahat, kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan.5

1. Kejahatan.

Apabila kita membaca KUHP ataupun undang-undang khusus, kita tidak akan menjumpai suatu perumusan tentang kejahatan. Sehingga para sarjana hukum memberikan batasan tentang kejahatan yang digolongkan dalam tiga aspek,

yakni:

a. Aspek yuridis.

Menurut Muljatnno, kejahatan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut dinamakan perbuatan pidana.6 Sedangkan menurut R. Soesilo, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan atau tidak undang-undang tersebut terlebih dahulu harus ada sebelum peristiwa tersebut tercipta.7

b. Aspek sosiologis

Kejahatan dari aspek sosiologis bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia sebagai mahluk yang bermasyarakat perlu dijaga dari setiap perbuatan- perbuatan masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai kehidupan yang dijunjung oleh masyarakat.8

c. Aspek psikologis

Kejahatan dari aspek psikologis merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma- norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal) yang sangat erat kaitannnya dengan kejiwaan individu.9

2.Pelaku.

Pelaku merupakan orang yang melakukan kejahatan, sering juga disebut sebagai penjahat. Studi terhadap pelaku bertujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Secara tradisional orang mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek biologis, psikhis dan sosial ekonomi. Biasanya studi ini dilakukan terhadap orang-orang yang dipenjara atau bekas terpidana.

3. Reaksi masyarakat terhadap pelaku kejahatan.

Studi mengenai reaksi terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang merugikan atau

5

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op. Cit., hlm. 13. 6

Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil. Kelompok Studi Hukum dan

Masyarakat, Medan: Fakultas Hukum USU, hlm. 28.

7

H. M Ridwan dan Ediwarman, Op.Cit., hlm. 45. 8

Chainur Arrasjid, Op.Cit., hlm. 26. 9


(33)

membahayakan masyarakat luas. Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap pelaku (penjahat) bertujuan untuk mempelajari pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan masyarakat terhadap pelaku kejahatan.10

Pada sekian banyak teori yang berkembang dapat diuraikan beberapa teori yang yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan,yaitu :11

a. Teori Differential Association (Sutherland) : teori ini mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat

b. Teori Anomie : Emile Durkheim, ia menekankan mengendornya pengawasan dan pengendalian sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma, bahkan kerap kali terjadi konflik norma dalam pergaulan.

c. Teori Kontrol Sosial : teori ini merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis: antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan. Kontrol sosial dibedakan menjadi dua macam kontrol, yaitu personal kontrol dan sosial kontrol. Personal kontrol adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma- norma yang berlaku dimasyarakat. Sedangkan sosial kontrol adalah kemampuan

10

H. M Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit., hlm. 81.

11


(34)

kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma- norma atau peraturan-peraturan menjadi lebih efektif. Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik an buruk dari keluarga.

d. Teori Labeling (Howard Becker‟s) : teori label berangkat dari anggapan bahwa penyimpangan merupakan pengertian yang relatif. Penyimpangan timbul karena adanya reaksi dari pihak lain yang berupa pelabelan pelaku penyimpangan dan penyimpangan perilaku tertentu.

1. Faktor Terjadinya Tindak Pidana

Pada umumnya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang maksudnya bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor keturunan dan kejiwaan (penyakit jiwa). Faktor yang kedua adalah faktor yang berasal atau terdapat di luar diri pribadi si pelaku. Maksudnya adalah: bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor rumah tangga dan lingkungan.

Menurut Abdul Syani, faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan pada umumnya dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar diri individu itu sendiri


(35)

(ekstern). Faktor-faktor tersebut antara lain: 12

1. Faktor internal

Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi, yaitu :

a. Sifat khusus dari individu, seperti : daya emosional, rendahnya mental dan anomi.

b. Sifat umum dari individu, seperti : umur, gender, kedudukan didalam masyarakat, pendidikan dan hiburan.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor berpokok pangkal pada lingkungan diluar dari diri manusia (ekstern), terutama hal-hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kriminalitas. Pengaruh faktor-faktor luar inilah yang menentukan bagi seseorang untuk mengarah kepada perbuatan jahat lain :13 a. Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun keadaan ekonominya rendah.

b. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama. c. Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang dibaca. d. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.

e. Faktor lingkungan/pergaulan, dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. f. Faktor keluarga, dipengaruhi oleh kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua.

12

Abdul Syani. Op. Cit. hlm. 37. 13


(36)

2. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Pada umumnya upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak dalam konteks kriminologis, menggunakan teori penanggulangan tindak pidana, yaitu:14

1. Upaya Preventif (Non Penal)

Yaitu upaya non penal (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

2. Upaya Represif ( Penal)

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan

pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Dengan penjatuhan atau pemberian sanksi pidana.

B. Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

1. Istilah Tindak Pidana

Pada dasarnya semua istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda : „Strafbaar Feit’, sebagai berikut:15

1. Delik (delict). 2. Peristiwa pidana. 3. Perbuatan pidana.

4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum.

14

Barda Nawawi Arif, Loc. Cit. 15

Tri Andrisman, Hukum Pidana Asas- Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hlm. 69.


(37)

5. Hal yang diancam dengan hukum. 6. Perbuatan yang diancam dengan hukum

7. Tindak Pidana (Sudarto dan diikuti oleh pembentuk undang-undang sampai sekarang).

Jadi, Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari “Strafbaar feit” merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan pidana.16 2. Pengertian Tindak Pidana

Mezger (di dalam buku Sudarto) mengatakan bahwa hukum pidana dapat didefinisikan sebagai aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.17 Dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana (Verbrechen atau

Crime).

Oleh karena dalam perbuatan jahat ini harus ada orang yang melakukannya, maka persoalan tentang perbuatan tertentu itu diperinci menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah Belanda, yaitu strafbaar feit y yang berasal dari kata strafbaar, artinya dapat dihukum.18 Lebih lanjut Sudarto mengatakan bahwa pembentuk undang-undang sekarang sudah agak tepat dalam pemakaian istilah “tindak pidana” Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah

16

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 74.

17

Sudarto, Loc.Cit. 18


(38)

yang dipilihnya sendiri, misalnya Moeljatno, Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada menganggap lebih tepat dipergunakan istilah “perbuatan pidana” (dalam pidatonya yang berjudul “Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana”, 1955).19

Perlu dikemukakan di sini bahwa pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang dapat diartikan juga sebagai "hukuman". Seperti dikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman yang berasal dari kata "straf" ini dan istilah "dihukum" yang berasal dari perkataan "wordt gestraft", adalah merupakan istilah-istilah konvensional.20 Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-istilah yang inkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata "straf" dan “diancam dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft". Jika "straf" diartikan "hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan dengan hukuman-hukuman.21

Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilah yang paling tepat untuk menterjemahkan “strafbaar feit”, dengan mengemukakan alasan “istilah tersebut selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Di samping itu pemerintah didalam kebanyakan peraturan perundang-undangan memakai istilah tindak pidana, umpamanya didalam peraturan-peraturan pidana khusus.22

19

Lamiintang, Kitab Pelajaran Hukum Pidana; Leeboek Van Het Nederlanches Straftrecht, Bandung: Pionir Jaya, 1981, hlm. 36.

20

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Bima Aksara, 1993, hlm. 35. 21

Ibid. 22


(39)

Mengenai beberapa pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut :

a. Pompe

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu: 1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan kesejahteraan umum.

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feityang oleh peraturan undang- undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Dapatlah disimpulkan pengertian tindak pidana menurut Pompe adalah sebagai berikut:

a) Suatu kelakuan yang bertentangan dengan (melawan hukum) (onrechtmatig atau wederrechtelijk);

b) Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld (van de overtreder) te wijten);

c) Suatu kelakuan yang dapat dihukum (stafbaar).23 b. Utrecht

Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau suatu melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalah akibat yang diatur oleh hukum.24

c. Vos

Menurut Vos peristiwa pidana, yaitu adalah suatu kelakuan. Dalam definisi

23

Utrecht, Hukum Pidana, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986, hlm. 252. 24


(40)

Vos dapat dilihat anasir-anasir sebagai berikut: 1. Suatu kelakuan manusia;

2. Akibat anasir ini ialah hal peristiwa dan pembuat tidak dapat dipisahkan satu dengan lain;

3. Suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 KUHP) dilarang umum dan diancam dengan hukuman. Kelakuan yang bersangkutan harus dilarang dan diancam dengan hukuman, tidak semua kelakuan manusia yang melanggar ketertiban hukum adalah suatu peristiwa pidana.25

d. Wirjono Prodjodikoro

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2 (dua) bagian, yaitu:26

1) Tindak pidana materiil.

Pengertian tindak pidana materil adalah apabila tindak pidana yang dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu.

2) Tindak pidana formil.

Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak ada kesatuan pendapat diantara

25

Ibid. 26

Wiryono Prodjodikoro, Tindakan-Tindakan pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Erosco, hlm. 55-57.


(41)

para pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana. Dalam memberikan definisi mengenai pengertian tindak pidana para pakar hukum terbagi dalam 2 (dua) pandangan/aliran yang saling bertolak belakang, yaitu :

a. Pandangan/Aliran Monistis, yaitu :

“Pandangan/aliran yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana”.

b. Pandangan/Aliran Dualistis, yaitu :

“Pandangan/aliran yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat (criminal reponbility atau mens rea)”. Dengan kata lain pandangan dualistis memisahkan pegertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.27 Pada praktik peradilan pandangan dualistis yang sering diikuti dalam mengungkap suatu perkara pidana (tindak pidana), karena lebih memudahkan penegak hukum dalam menyusun suatu pembuktian perkara pidana.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Perbedaan pandangan ini membawa konsekuensi dalam memberikan pengertian tindak pidana. Aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana dilakukan dengan melihat: “keseluruhan syarat adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan”. Sehingga dalam merumuskan pengertian tindak pidana ia tidak memisahkan unsur-unsur tindak pidana; mana yang merupakan unsur perbuatan pidana dana mana yang unsur pertanggungjawaban pidana. Penganut pandangan/ aliran monistis adalah Simons, Van Hamel, E.Mezger, J.

27


(42)

Baumann, Karni, dan Wirjono Prodjodikoro.

Misalnya Simons, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:28

1.Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuatatau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5.Orang yang mampu bertanggungjawab.

Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dipidana. Sedangkan menurut aliran dualistis, belum tentu karena harus dilihat dan dibuktikan dulu pelaku/orangnya itu, dapat dipidana atau tidak. Aliran dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana. Penganut pandangan/aliran dualistis adalah H.B vos, WPJ. Pompe, dan Moeljatno.29

Sudarto merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut: 1. Perbuatan (manusia);

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil); dan

3. Bersifat melawan hukum ( ini merupakan syarat materiil).30

Sedangkan untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana (yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas) harus dapat dipertanggungjawaban

28

Sudarto. Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 40. 29

Tri Andrisman,Op. Cit., hlm. 72. 30


(43)

pidana ini melekat pada orang/pelaku tindak pidana, menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi :

1. Kesalahan.

2. Kemampuan bertanggungjawaab. 3. Tidak ada alasan pemaaf.31

Menurut Soedarto, sebenarnya antara kedua aliran/pandangan tersebut tidak terdapat perbedaan yang mendasar/prinsipil. Yang perlu diperhatikan adalah bagi mereka yang menganut aliran yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen,agar supaya tidak ada kekacauan pengertian. Dengan demikian dalam mempergunakan istilah ”tindak pidana” haruslah pasti bagi orang lain. Apakah istilah yang dianut menurut aliran/pandangan monistis ataukah dualistis.

Bagi orang yang menganut aliran monistis, seseorang yang melakukan tindak pidana itu sudah dapat dipidana, sedangkan bagi yang menganut pandangan dualistis, sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada orang yang berbuat.32

Menurut pendapat penulis (sesuai pula dengan pandangan Moeljatno dan Sudarto), bahwa aliran/pandangan dualistis lebih mudah diterapkan, karena secara sistematis membedakan antara perbuatan pidana (tindak pidana) dengan pertanggungjawaban pidana. Sehingga memberikan kemudahan dalam penuntutan dan pembuktian tindak pidana yang dilakukan.

31

Ibid., hlm. 44. 32


(44)

Dalam konsep KUHP 2008 pengertian tindak pidana telah dirumuskan dalam Pasal 11 Ayat (1) sebagai berikut :

“Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana”. Rumusan tindak pidana menurut Pasal 11 Ayat (1) konsep KUHP 2008 ini hampir sama dengan perumusan “perbuatan pidana” menurut Moeljatno.

C. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan

1. Pengertian Pembunuhan

Perbuatan yang dikatakan membunuh adalah perbuatan yang oleh siapa saja yang sengaja merampas nyawa orang lain. pembunuhan (Belanda : Doodslag) itu diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Pasal 338 KUHP). jika pembunuhan itu telah direncanakan lebih dahulu maka disebut pembunuhan berencana (Belanda : Moord), yang diancam dengan pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun atau seumur hidup atau pidana mati (Pasal 340 KUHP).33

Pasal 338 KUHP disebutkan bahwa :

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.

Pasal 340 KUHP bahwa :

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati

33


(45)

atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Perkataan nyawa sering disinonimkan dengan "jiwa". Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sehingga menyebabkan hilangnya seseorang dengan sebab perbuatan menghilangkan nyawa. Dalam KUHP Pasal 338 - Pasal 340 menjelaskan tentang pembunuhan atau kejahatan terhadap jiwa orang. kejahatan ini dinamakan "makar mati" atau pembunuhan (Doodslag).34

2. Unsur Tindak Pidana Pembunuhan

Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam KUHP BAB XIX Pasal 338- Pasal 350. Arti nyawa sendiri hampir sama dengan arti jiwa. Kata jiwa mengandung beberapa arti, antara lain; pemberi hidup, jiwa, roh (yang membuat manusia hidup). Sementara kata jiwa mengandung arti roh manusia dan seluruh kehidupan manusia. Dengan demikian kejahatan terhadap nyawa dapat diartikan sebagai kejahatan yang menyangkut kehidupan seseorang (pembunuhan/murder). Kejahatan terhadap nyawa dapat dibedakan beberapa aspek:

a. Berdasarkan KUHP, yaitu:

1. Kejahatan terhadap jiwa manusia.

2. Kejahatan terhadap jiwa anak yang sedang/baru lahir.

3. Kejahatan terhadap jiwa anak yang masih dalam kandungan.

34

Lade Marpung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta: Sinar Grafika, 1999, hlm. 4.


(46)

b. Berdasarkan unsur kesengajaan (dolus) Dolus menurut teori kehendak (wilsiheorie) adalah kehendak kesengajaan pada terwujudnya perbuatan.35 Dalam hal menghilangkan atau merampas jiwa orang lain, ada beberapa teori, yaitu:

1. Teori Aequivalensi yang dianut oleh Von Buri atau dikenal dengan teori (condition sin quanon) yang menyatakan bahwa semua faktor yang menyebabkan suatu akibat adalah sama (tidak ada unsur pemberat).

2. Teori Adaequato yang dipegang oleh Van Kries atau lebih dikenal dengan teori keseimbangan, yang menyatakan bahwa perbuatan itu seimbang dengan akibat (ada alasan pemberat).

3. Teori Individualis dan Generalis dari T. Trager yaitu bahwa faktor dominan yang paling menentukan, suatu akibat itulah menyebabkannya, sementara menurut teori nyawa atau generalisasi faktor yang menyebabkan itu akibatnya harus dipisah satu-persatu.36

Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:

a. Atas dasar unsur kesalahannya. Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam bab XIX KUHP. 2. Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan yang diatur bab XIX.

3. Karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam Pasal 170, Pasal 351 Ayat 3, dan lain-lain.

35

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001, hlm. 50.

36


(47)

b. Atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu:

1. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 344, Pasal 345 KUHP.

2. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam Pasal 341, Pasal 342, dan Pasal 343 KUHP.

3. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, dan Pasal 349 KUHP.

D. Teori Pemidanaan

Teori-teori pemidanaan pada dasarnya merupakan perumusan dasar-dasar pembenaran dan tujuan pidana. Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam tiga kelompok teori, yaitu :

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Penganut dari teori ini ialah Immanuel Kant dan Leo Polak. Teori ini mengatakan bahwa kejahatan sendirilah yang memuat anasir-anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan. Kant mengatakan bahwa konsekuensi tersebut adalah suatu akibat logis yang menyusul tiap kejahatan. Menurut rasio praktis, maka tiap kejahatan harus disusul oleh suatu pidana. Oleh karena menjatuhkan pidana itu sesuatu yang menurut rasio praktis,dengan sendirinya menyusul suatu kejahatan yang terlebih dahulu dilakukan, maka menjatuhkan pidana tersebut adalah sesuatu yang dituntut oleh keadilan etis.37 Menjatuhkan

37

Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini,Ghalia Indonesia, Jakarta:1984, hlm.19.


(48)

pidana itu suatu syarat etika, sehingga teori Kant menggambarkan pidana sebagai suatu pembalasan subjektif belaka.

b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Menurut teori ini, maka dasar pemidanaan adalah pertahanan tata tertib masyarakat. Oleh sebab itu, tujuan dari pemidanaan adalah menghindarkan

(prevensi) dilakukannya suatu pelanggaran hukum. Sifat prevensi dari

pemidanaan ialah prevensi umum dan prevensi khusus.

c. Teori Gabungan ini dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

1. Teori gabungan yang menitikberatkan pembalasan, tetapi membalas tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan sudah cukup untuk dapat mempertahankan tata tertib masyarakat. Pendukung teori ini adalah Pompe. 2. Teori gabungan yang menitikberatkan pada pertahanan tata tertib masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat daripada suatu penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Menurut pendukung teori ini, Thomas Aquino, yang menjadi dasar pidana itu ialah kesejahteraan umum.

3. Teori gabungan yang menganggap kedua asas tersebut harus dititikberatkan sama. Penganutnya adalah De Pinto. Selanjutnya oleh Vos diterangkan, karena pada umumnya suatu pidana harus memuaskan masyarakat maka hukum pidana harus disusun sedemikian rupa sebagai suatu hukum pidana yang adil, dengan ide pembalasannya yang tidak mungkin diabaikan baik secara negatif maupun secara positif.38

38


(49)

E. Definisi Anak

Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali.39 Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologi seseorang telah sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah anak. Pengaturan batas usia anak dalam beberapa ketentuan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut:40

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), KUHP tidak memberikan rumusan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi pembatasan usia anak

39

LiLik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia( Teori Praktek dan permasalahannya), Bandung: CV. Mandar Maju, 2005, hlm. 3-4.

40


(50)

dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun.

2. KUHAP (UU No.8 Tahun 1981), tidak secara eksplisit mengatur batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 Ayat (5) memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk mengahdiri sidang.

3. Menurut Pasal 1 angka (2) UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.


(51)

III. METODE PENELITIAN

Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.1

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif, pendekatan yuridis empiris, dan pendekatan kriminologis.

1. Pendekatan Kriminologis pendekatan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, dan sebab-sebab kejahatan serta proses pembuatan undang- undang dan reaksinya terhadap pelanggaran undang-undang.

2. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.2 Norma hukum yang berlaku

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 126.

2

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13-14


(52)

itu berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang- undangan, kodifikasi, undang-undang, Peraturan Pemerintah dan norma hukum tertulis buatan pihak–pihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum dan rancangan undang-undang).

3. Pendekatan yuridis empiris atau penelitian sosiologi hukum, yaitu pendekatan yang mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa sikap, penilaian, perilaku, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian dilapangan. Pendekatan Empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis (perundang-undangan) sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata sebagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian lapangan (field researcrh).3

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.4 Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini, adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari masyarakat. Dengan demikian, data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Peneliti akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian pada

3

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 54. 4

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Prees, 1986, hlm. 11.


(53)

Pimpinan LSM Lada Lampung, dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, Terpidana kasus pembunuhan dan Tokoh masyarakat tempat kediaman pelaku serta aparat Lapas I A Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan hukum primer yaitu data yang diambil dari sumber aslinya yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat.5 Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari:

1. Undang- Undang No. 1 Tahun 1946 juncto Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 4. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

b. Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer dan diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata lain dikumpulkan oleh pihak

5


(54)

lain.6 Dapat berupa PP dan Putusan Pengadilan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misal kamus hukum, indeks majalah hukum, jurnal penelitian hukum dan penelitian yang berwujud laporan dan buku-buku hukum.7 Serta bahan-bahan hasil pencarian dan melalui internet yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.8 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung dengan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan dalam penelitian ini.9 Narasumber tersebut adalah:

1. Pimpinan LSM Lada Lampung : 2 Orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana FH Unila : 2 Orang 3. Tokoh Masyarakat Tempat Kediaman Pelaku pembunuhan : 1 Orang 4. Terpidana Kasus Pembunuhan : 2 Orang 5. Kepala Lembaga Pemasyarakatan I Bandar Lampung : 1 Orang +

Jumlah : 8 Orang

6

Ibid., hlm. 36. 7

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 12. 8

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 175.

9

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, hlm. 155.


(55)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (Library reseach)

Studi ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku- buku, dan peraturan hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Lapangan (field research)

Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (interview). Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui pembicaraan secara langsung atau lisan untuk mendapatkan jawaban, tanggapan serta informasi yang diperlukan.

2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok masalah.

b. Evaluasi


(56)

c. Klasifikasi data

Klasifikasi data yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

d. Sistematisasi data

Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.


(57)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak ada dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor internal meliputi faktor kepribadian atau dalam diri si anak, faktor biologis. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor pendidikan, faktor agama, dan faktor kemajuan teknologi. Selain berbagai faktor diatas, faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak yaitu faktor sosio ekonomi, hal ini disebabkan kurangnya kesempatan anak dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat.

2. Upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dapat dilakukan melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan memberi pengarahan, pembekalan agama, pendidikan hukum atau penyuluhan yang luas kepada anak mengenai


(58)

anti kekerasan dimulai dari keluarga, lingkungan, pemerintah, serta masyarakat, dengan demikian anak akan memahami dan mengetahui perilaku yang baik. Sedangkan upaya represif yang dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perubahan atas UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demi kelancaran penegakan hukum :

1. Perlu dikedepankannya upaya-upaya penanggulangan yang bersifat preventif (pencegahan) seperti upaya dari pihak keluarga, upaya lingkungan, masyarakat, upaya pemerintah, sekolah untuk meminimalisir kejahatan anak.

2. Perlu ditingkatkan kembali kinerja dari aparat penegak hukum dalam menanggulangi kenakalan anak. Pada perkara anak perlu ada hal-hal yang diperhatikan, seperti pemberian sanksi atau pidana yang ada batasan. Hakim dalam menjatuhkan pidana atau vonis pada perkara anak harus memperhatikan hukuman yang porsinya berbeda dengan orang dewasa dan memperhatikan hak anak.


(1)

42

c. Klasifikasi data

Klasifikasi data yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

d. Sistematisasi data

Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.


(2)

75

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak ada dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor internal meliputi faktor kepribadian atau dalam diri si anak, faktor biologis. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor pendidikan, faktor agama, dan faktor kemajuan teknologi. Selain berbagai faktor diatas, faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku anak terhadap anak yaitu faktor sosio ekonomi, hal ini disebabkan kurangnya kesempatan anak dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat.

2. Upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dapat dilakukan melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan memberi pengarahan, pembekalan agama, pendidikan hukum atau penyuluhan yang luas kepada anak mengenai


(3)

76

anti kekerasan dimulai dari keluarga, lingkungan, pemerintah, serta masyarakat, dengan demikian anak akan memahami dan mengetahui perilaku yang baik. Sedangkan upaya represif yang dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perubahan atas UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demi kelancaran penegakan hukum :

1. Perlu dikedepankannya upaya-upaya penanggulangan yang bersifat preventif (pencegahan) seperti upaya dari pihak keluarga, upaya lingkungan, masyarakat, upaya pemerintah, sekolah untuk meminimalisir kejahatan anak.

2. Perlu ditingkatkan kembali kinerja dari aparat penegak hukum dalam menanggulangi kenakalan anak. Pada perkara anak perlu ada hal-hal yang diperhatikan, seperti pemberian sanksi atau pidana yang ada batasan. Hakim dalam menjatuhkan pidana atau vonis pada perkara anak harus memperhatikan hukuman yang porsinya berbeda dengan orang dewasa dan memperhatikan hak anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur :

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Pidana Asas- Asas Dan Dasar Aturan Umum

Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

---. 2013. Hukum Peradilan Anak. Bandar Lampung: Fakutas Hukum Unila.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arrasjid, Chainur. Tanpa Tahun. Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil.

Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat. Medan: Fakultas Hukum USU.

Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama.

Bassar, 1999. Tindak-tindak Pidana Tertentu. Bandung: Ghalian.

Chazawi, Adami. 2001. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadikusuma, Hilman. 2005. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.

Kartanegara, Satochid. Tanpa Tahun. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian

Satu. Balai Lektur Mahasiswa.

Kartono,Kartini. 1981. Patologi Sosial jilit 1, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. Lamintang. 1981. Kitab Pelajaran Hukum Pidana; Leeboek Van Het


(5)

Marpung, Lade. 1999. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar Grafika.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Group.

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bima Aksara.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1992. Teori-teori dan kebijakan pidana Bandung: Alumni.

Mulyadi, Lilik. 2005. Pengadilan Anak di Indonesia ( Teori Praktek dan

Permasalahannya). Bandung: CV. Mandar Maju.

Mustopa, Muhammad. 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI Press.

Nawawi Arief, Barda. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta: Kencana.

Prakoso, Arbintoro. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta:Laksbang Grafika.

Prakoso, Djoko. dan Nurwachid. 1984. Studi Tentang Pendapat-Pendapat

Mengenai Efektivitas Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Prodjodikoro,Wiryono. Tindakan-Tindakan pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Erosco.

Ridwan, H.M. dan Ediwarman. 1994. Azas-Azas Kriminologi. Medan: USU Press. Sadli, Saparinah. 1976. Persepsi Sosial mengenai Perilaku Menyimpang, Jakarta: Bulan Bintang.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2011. Kriminologi. Rajawali Pers. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Prees.

---. 2009. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(6)

Sudarto, 1990. Hukum Pidana. Purwokerto: Fakultas Hukum Universtas Jenderal Soedirman.

Syani. Abdul. 1987. Sosiologis Kriminalitas. Bandung. Remaja Karya. Utrecht. 1986. Hukum Pidana. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Tim Redaksi. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Akasara.

Tim Redaksi. 2009. UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Bandung: Fokus Media.

Tim Redaksi. 2012. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Jakarta: Sinar Grafika.

Tim Redaksi. 2013. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Bandung. Fokus Media.

Tim Redaksi.2009. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Sinar Grafika.

C. Internet :

Http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014 wib.

M.antaranews.com/berita/31836/salingolok-anak-sd-bunuh-temannya di balikpapan diakses pada tanggal 13 Januari 2015 pukul 07.00

Akhyar M Nur, m.tempo.co/read/news/2013/02/12/058460710/cemburu-siswa-smp-bunuh-temannya diakses pada tanggal 13 Januari 2015 pukul 07.00

D. Sumber Lain :

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.