PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 METRO PUSAT

(1)

(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN

SOSIAL SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 METRO PUSAT

Oleh

TRISNA YULIZA

Penelitian ini di latar belakangi oleh aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat yang relatif rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative learning Tipe STAD pada siswa Kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian yaitu guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat. Data penelitian berupa data kuantitatif yaitu berupa data nilai evaluasi akhir siklus dan data kualitatif berupa data observasi aktivitas siswa. Data diambil dengan menggunakan instrumen penelitian yang terdiri atas lembar observasi untuk aktivitas belajar dan soal tes untuk hasil belajar siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Aktivitas belajar siswa rata-rata siklus 1 (41,67%), siklus II (54,00%), siklus III (65,33%) hasil rekapitulasi peningkatan terhitung (1) dari siklus 1 ke siklus II meningkat (63,33%) dan (2) dari siklus II ke siklus III meningkat (82,58%), sedangkan hasil belajar siswa meningkat dari siklus 1 sampai siklus III, dimana nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai rata-rata siklus 1 yaitu 41,33 menjadi 50,33 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 71,00. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa penerapan Cooperative Learning tipe STAD oleh guru yang mengajar kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Belajar ... 8

B. Aktivitas Belajar ... 11

C. Hasil Belajar ... 12

D. Model Pembelajaran ... 14

E. Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 15

F. Model Cooperative Learning Tipe STAD ... 19

G. Pembelajaran IPS SD ... 24

H. Hipotesis ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Metode Penelitian ... 27

B. Subjek Penelitian ... 27

C. Teknik Pengumpulan Data ... 28

D. Data dan Instrumen Penelitian ... 28

E. Analisis Data ... 29

F. Prosedur Penelitian ... 30

G. Indikator Keberhasilan ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Profil SDN 3 Metro Pusat ... 37

B. Hasil ... 37

C. Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81


(7)

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori Keberhasilan Tindakan Analisis Data ... 30

2. Data Kinerja Guru Siklus I ... 44

3. Data Aktivitas Siswa Siklus I ... 45

4. Daftar Hasil Pre Test dan Post Test Siswa Siklus I ... 46

5. Data Kinerja Guru Siklus II ... 54

6. Data Aktivitas Siswa Siklus II ... 55

7. Daftar Hasil Pre Test Siswa Siklus II ... 56

8. Daftar Hasil Post Test Siswa Siklus II ... 56

9. Data Kinerja Guru Siklus III ... 64

10. Data Aktivitas Siswa Siklus III ... 65

11. Daftar Hasil Pre test Siswa Siklus III ... 66

12. Daftar Hasil Pos Test Siswa Siklus III ... 66

13. Kriteria Pendapat Siswa ... 68

14. Rekapitulasi Presentase Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran . 74


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Tiap Siklus ... 73 2. Grafik Rekapitulasi Presentase Aktivitas Guru Dalam Proses

Pembelajaran ... 75 3. Grafik Presentase Hasil Pre test dan Post test Per-Siklus ... 77


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis Pemetaan SK dan KD ... 85

2. Silabus Pembelajaran ... 88

3. RPP Siklus 1 ... 92

4. RPP Siklus 2 ... 97

5. RPP Siklus 3 ... 102

6. Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus 1 ... 107

7. Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus 2 ... 108

8. Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus 3 ... 109

9. Kisi-kisi Soal Pre test dan Post Test ... 110

10. Soal Pre test dan Post Test Siklus 1 ... 111

11. Soal Pre test dan Post Test Siklus 2 ... 112

12. Soal Pre test dan Post Test Siklus 3 ... 113

13. Kunci Jawaban Pre Test dan Post Test Siklus 1 ... 114

14. Kunci Jawaban Pre Test dan Post Test Siklus 2 ... 115

15. Kunci Jawaban Pre Test dan Post Test Siklus 3 ... 116

16. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 1 ... 117


(11)

20. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 ... 125

21. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 3... 127

22. Hasil Kuesioner Pendapat Siswa Mengenai Model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams-Achievement Division) ... 129

23. Hasil Kuesioner Pendapat Guru Mengenai Model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams-Achievement Division ... 131

24. Data Hasil Belajar Siswa Siklus 1 ... 133

25. Data Hasil Belajar Siswa Siklus 2 ... 134

26. Data Hasil Belajar Siswa Siklus 3 ... 135

27. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 136


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan minat serta kepribadian siswa. Sehingga diharapkan dapat terwujud menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab dalam masyarakat dan bangsa.

Pendidikan juga merupakan salah satu bidang pembangunan dalam masyarakat Indonesia. Pendidikan dapat mencerdaskan serta meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pendidikan manusia di didik mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan mengarahkan ke masa depan yang lebih baik, mencapai kesadaran pribadi, terampil serta berkembang ke arah kedewasaan. Untuk itu, dalam proses belajar dan pembelajaran siswa harus aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan untuk: (a) mengajarkan konsep-konsep dasar sejarah, sosiologi, antropologi, ekonomi, dan kewarganegaraan melalui pedagogis dan psikologis,


(13)

(b) mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, inkuiri, problem solving, dan keterampilan sosial, (c) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (d) meningkatkan kerjasama dan kompetensi dalam masyarakat yang heterogen, baik secara nasional maupun global (Permendiknas No. 22 tahun 2006).

Menurut Kompetensi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial SD dalam Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 ada dua aspek pengembangan kompetensi yaitu aspek intelektual dan keterampilan sosial. Aspek pengembangan intelektual dalam kurikulum 2006 meliputi pengembangan kemampuan untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya serta memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Sementara itu pengembangan kompetensi dalam hal keterampilan sosial meliputi kemampuan untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.

Untuk menunjang tercapainya tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial maka harus didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan penulis, secara umum siswa SD Negeri 3 Metro Pusat khususnya kelas IV (objek penelitian dalam karya tulis ini) masih banyak yang mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.


(14)

3

Hal ini dapat juga dikatakan siswa belum maksimal dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Hal itu dimungkinkan karena metode pembelajaran yang digunakan belum sepenuhnya mencapai proses yang maksimal sehingga hasil pembelajaran yang di dapat kurang optimal. Sebab pembelajarannya masih berpusat pada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan kegiatan pembelajarannya kurang menarik dan membosankan.

Pada pengamatan awal terindikasi bahwa, hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri 3 Metro Pusat belum mencapai subtansi dan nilai-nilai dari hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut. Beberapa indikator yang dapat dilihat antara lain:

1. Kemandirian siswa dalam belajar kurang terlatih. 2. Proses belajar mengajar berlangsung secara kaku.

3. Kurangnya dukungan pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan siswa.

4. Kondisi proses belajar mengajar di SD masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan saja.

5. Guru kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran hanya menekankan aspek kognitif semata dalam belajar bahkan cenderung pasif (di ruang kelas siswa hanya diam, dengar, dan catat).

Sehubungan dengan masalah di atas, diperlukan perbaikan sistem pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar lebih aktif, kreatif, dan inovatif sehingga dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, serta dapat menemukan makna yang dalam dari apa yang dipelajarinya. Salah satu


(15)

metode yang dipandang bisa menfasilitasi yaitu menggunakan pendekatan model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Dalam Cooperative Learning dimungkinkan para siswa akan dapat berinteraksi baik dengan pengajar maupun dengan siswa yang lain.

Isjoni (2007: 66) menjelaskan bahwa Cooperative Learning sebagai pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk mengerjakan tugas atau mencari penyelesaian terhadap suatu masalah untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Slavin (2005: 4) Cooperative Learning merujuk pada berbagai macam metode pengajaran para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Cooperative Learning menekankan kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara kelompok, siswa memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan siswa lainya.

Mengacu pada dua teori di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa metode pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar dengan teknis membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen agar siswa dapat menjalin kerjasama antar anggota kelompok dalam mengerjakan tugas-tugas belajar dan mengatasi serta mencari penyelesaian masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran secara bersama-sama.

Berdasarkan paparan singkat di atas maka penulis berpendapat, perlu kiranya dilakukan perbaikan kualitas pembelajaran dengan menggunakan Model


(16)

5

Cooperative Learning Tipe STAD untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SDN 3 Metro Pusat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Aktivitas belajar siswa masih rendah hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang cenderung pasif.

2. Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa masih rendah, karena nilai rata-rata siswa masih di bawah KKM yaitu 60.

3. Pengajar masih menggunakan model pembelajaran konvensional dengan; suasana kelas harus hening, siswa duduk manis, dan tidak ada interaksi dengan siswa.

4. siswa dalam proses pembelajaran masih sangat rendah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan tersebut dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Metro Pusat?

Pokok permasalahan tersebut lebih lanjut penulis perinci ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD N 3 Metro Pusat ?


(17)

2. Bagaimanakah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD N 3 Metro Pusat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SD N 3 Metro Pusat dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SD N 3 Metro Pusat dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa, yaitu dapat meningkatkan pemahaman konsep ilmu pengetahuan sosial, meningkatkan belajar siswa dalam bentuk kelompok dan bukan hanya bentuk belajar individual, kerjasama, membuat dan melaksanakan dalam tugas, berpartisipasi dalam diskusi kelompok dan kelas dengan mengemukakan pendapat dan bertanya, serta belajar menghargai pendapat orang lain, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 2. Guru, dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru Ilmu


(18)

7

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan profesional guru dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas.

3. Penulis, yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan dalam menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, sehingga akan tercipta guru yang profesional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

4. Sekolah, yaitu dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Objek penelitian adalah meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan model Cooperative Learning Tipe STAD.

2. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat. 3. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 4. Lokasi penelitian adalah SD Negeri 3 Metro Pusat.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Menurut pandangan yang konstruktivistik, belajar merupakan proses aktif dalam diri pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman, fisik, dan lain-lain). Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman baru atau bahan baru dari pelajaran yang sedang dibahas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar sehingga pengetahuannya dikembangkan (Dahar, R.W: 1996).

Menurut Vygotsky belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu, Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Teori belajar Vygotsky memiliki empat prinsip umum: 1) anak mengkonstruksi pengetahuan, 2) belajar terjadi pada konteks sosial, 3) belajar mempengaruhi perkembangan mental, 4) bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak.Vygotky dalam Baharuddin dan Wahyuni, (2008: 124).


(20)

9

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1999: 7) secara etimologi belajar memiliki arti ”berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai.kepandaian atau ilmu. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

Merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower, belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study, 2) to fix in the mind or memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out.

Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu. Hilgrad dan Bower dalam (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 13).

Menurut Sanjaya (2006: 99) konteks belajar dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi rentetan kegiatan yang dijadikan pedoman agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu:

1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior) 2. Perubahan perilaku relative permanent.

3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.


(21)

4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. 5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.

Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut:

1. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif.

2. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.

3. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selam proses belajar lebih berarti.

4. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.

5. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 16). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. (http://ilmugreen.blogspot.com/2012/07/pengertian-belajar.html). Adapun salah satu teori belajar yang mendukung interaksi antar individu dengan lingkungannya adalah teori konstruktivime.

Semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri. (http://riantinas.blogspot.com/ 2012/06/teori-belajar-konstruktivisme.html). Menurut saya dalam teori kontruktivisme Vygotsky sangat penting dalam perkembangan intelektual dan dapat dipahami untuk dipelajari


(22)

11

dengan bentuk pelajaran kooperatif antar kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda agar siswa dapat memahami teori tersebut.

B. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam belajar di sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dalam belajar. Aktivitas siswa bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Proses belajar yang bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas para siswa. (Djamarah dan Zain, 1996: 45).

Aktivitas adalah segala macam kegiatan yang dilakukan siswa baik itu yang bersifat pikiran/jasmani maupun yang bersifat mental/rohani dimana keduanya saling berkaitan dalam rangka mencapai hasil belajar yang optimal. dari beberapa pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang dilakukan siswa untuk belajar baik itu bersifat teoritis maupun praktek guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Sementara menurut Vigotsky (dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 125) mengatakan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

dan pembelajaran lebih jauh dapat terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya.

Dari uraian tersebut penulis berpendapat bahwa seorang guru dalam mengelola pembelajaran harus memperhatikan kondisi siswa yang diajar dan berusaha menciptakan suasana balajar yang kondusif dengan melakukan pendekatan yang sesuai sehingga mereka termotivasi untuk melakukan aktivitas belajar.


(23)

C. Hasil Belajar

Dalam proses belajar mengajar memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang dimaksudkan adalah tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan belajar atau hasil belajar tidak akan dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak memperhatikan cara-cara dan faktor yang menunjang keberhasilan belajar tersebut.

Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “hasil“ dan “belajar“ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu beberapa pengertian “hasil“ dan “belajar”.

Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok.

Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.

Sedangkan menurut Dahar (dalam Djamarah, 1994: 21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Sementara itu, Arikunto (1990: 133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur”. Begitu pula Nasution (1995: 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi


(24)

13

perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri. 2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama. 4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Hasil belajar menurut model Cooperative learning bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, hasil belajar akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik (Solihatin & Raharjo, 2008: 5). Hasil belajar merupakan hasil dari suatu puncak proses belajar. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring.

Berdasarkan hasil pendapat di atas, maka hasil belajar bukan saja sejumlah pengetahuan yang diperoleh siswa, melainkan juga adanya perubahan perilaku dan sikap siswa. Jadi, yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Menurut Hamalik (1993: 11) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.


(25)

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

Dari pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut tidak dapat dengan mudah diabaikan begitu saja, sebab faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang penting dan harus diperhatikan oleh seseorang guru atau siswa yang belajar jika menginginkan hasil belajarnya baik.

D. Model Pembelajaran

Menurut Suprijono (2009: 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut Husnain (http://hoesnaeni.wordpress.com/beda-strategi-model-pendekatanmetode-dan-teknik-pembelajaran/, diakses tanggal 13/05/2012) model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Dari pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seorang guru dapat saja memilih dari berbagai strategi mengajar yang ada. Pemilihan itu tentu didasarkan pada bentuk-bentuk tujuan yang hendak dicapai. Karena ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa. Penulis berpendapat bahwa metode yang tepat dan efektif untuk sistem atau model pembelajaran yang sebaiknya di gunakan adalah sistem pembelajaran model ”Cooperative Learning”.


(26)

15

E. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model pembelajaran ini berangkat dari pemikiran ”getting better together” yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh serta mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Di dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative learning, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran, melainkan dapat belajar dari siswa lainnya serta mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain (Solihatin & Raharjo, 2008: 2).

Model Cooperative learning, Slavin (dalam Lie, 2010: 8) menjelaskan bahwa Cooperative learning adalah model pembelajaran dimana siswa akan duduk bersama dalam kelompok untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Belajar kelompok menurut pendapat Artzt dan Newman (Asma, 2006: 11) adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau menyelesaikan suatu tujuan bersama.

Cooperative learning adalah strategi yang digunakan untuk proses belajar dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan siswa lainnya tentang problem yang dihadapi (Baharuddin & Nur, 2008: 128).

Sementara itu, Artzt dan Newman memberikan definisi Cooperative learning sebagai berikut: ”Cooperative learning is an approach that involves a small group of learners working together as a team to solve a problem, complete


(27)

a task, or accomplish a common goal”. Menurut pengertian ini, Cooperative learning adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama (Asma, 2006: 11).

Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam Cooperative learning harus ada “Struktur dorongan dan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara anggota kelompok (Solihatin & Raharjo, 2008: 4).

Jadi, model cooperative learning bertumpu pada kerja kelompok kecil. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai materi pelajaran. Ide penting dalam cooperative learning adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok.

Pengembangan cooperative learning bertujuan untuk mencapai hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Sedangkan dalam pelaksanaan cooperative learning setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu prinsip belajar siswa aktif (student active learning), belajar kerjasama (coperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif (reactive teaching) dan pembelajaran menyenangkan (joyfull learning).


(28)

17

Cooperative learning merupakan sistem kerja atau kelompok belajar terstruktur. Ada lima unsur pokok yang termasuk di dalam struktur tersebut, yaitu sebagai berikut: 1) sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling tergantung positif, 2) setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi pembelajaran, 3) adanya interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok, 4) komunikasi antar anggota, dan 5) keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja kelompok, Sedangkan ciri-ciri model cooperative learning adalah (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar muka, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri, dan (8) siswa aktif (Asma, 2006: 16-25).

Penggunaan model-model yang ada dalam cooperative learning sudah terbukti unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual yang selama ini digunakan. Keuntungan dari penerapan cooperative learning ini akan terlihat ketika siswa menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks.

Arends (Asma, 2006: 26) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak satupun studi menunjukkan bahwa cooperative learning memberikan pengaruh negatif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model-model yang ada dalam cooperative learning tebukti lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual


(29)

yang digunakan selama ini. Penelitian ini juga melihat peningkatan belajar tejadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas siswa.

Sedangkan Johson,dkk (Asma, 2006: 27) menyatakan bahwa beberapa penelitian yang telah dilakukan olah para ahli pendidikan ditemukan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi merasakan kekecewaan ketika mereka harus membantu temannya yang berkemampuan rendah.

Mereka menyatakan bahwa efek yang harus dihindari dalam cooperative learning adalah adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai lebih tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai rendah.

Menurut pendapat saya tentang Cooperative Learning merupakan sistem kerja kelompok belajar, dimana setiap masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang atau lebih. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan cooperative learning tersebut dapat disimpulkan kelebihan cooperative learning yaitu:

1. Meningkatkan harga diri tiap individu

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar. 3. Konflik antar pribadi berkurang

4. Sikap apatis berkurang

5. Pemahaman yang lebih mendalam 6. Motivasi lebih besar

7. Hasil belajar lebih tinggi

8. Meningkatkan kebaikan budi,kepekaan dan toleransi.

9. Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif. Kelemahan cooperative learning yaitu:

1. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka di tempatkan dalam grup.


(30)

19

2. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. 3. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil,

bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.

F. Model Cooperative Learning Tipe STAD

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe STAD

Model Cooperative learning tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkin, dan merupakan tipe cooperative learning yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa yang menyajikan informasi akademik kepada siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Model Cooperative learning tipe STAD membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang yang bersifat heterogen. Komponen utama tipe STAD adalah presentasi kelas, kegiatan kelompok, kuis/test, pemberian skor individu dan penghargaan kelompok (Asma, 2006: 51).

Menurut Andayani (2007) Model cooperative learning tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku.


(31)

Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat mereka kuis mereka tidak boleh saling membantu. (http://www.trisnimath. blogspot.com/)

Model cooperative learning tipe STAD ini cocok untuk diterapkan bagi sekolah-sekolah yang masih menggunakan model pembelajaran secara langsung karena sangat mudah diterapkan dan paling sederhana dalam penerapannya. Siswa akan lebih mudah dalam menemukan dan menanggani konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk dibimbing oleh temannya yang memiliki wawasan yang lebih tinggi, sedangkan siswa yang lebih tinggi kemampuannya mempunyai kesempatan untuk menjadi tutor sehingga pemahamannya menjadi lebih baik lagi.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe STAD Kegiatan kelompok diharapkan dapat membuat siswa lebih mendiskusikan konsep dan prinsip tentang pelajaran mereka. Kegiatan saling membantu yang menguntungkan semua pihak tentu akan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga aktivitasnya pun akan meningkat.

Kelebihan dari model Cooperative learning tipe STAD yaitu (1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan, (6) dapat mengidentifikasikan


(32)

21

perasaannya juga perasaan siswa lain, dan (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya

untuk saling memahami dan saling mengerti.

(http//hendygoblog.blogspot.com2009/07/perbandingan-penerapan pembelajaran.html).

Sedangkan kekurangan dari model Cooperative learning tipe STAD yaitu (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam Cooperative learning tipe STAD ini harus lengkap, dan (3) memerlukan banyak waktu (http//hendygoblog.blogspot.com/2009/07perbandingan-penerapan-pembela-jaran. html).

3. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe STAD

Langkah-langkah model Coperative learning tipe STAD menurut Hendy (http//hendygoblog.blogspot.com/2009/07.html) adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Pembelajaran

1. Materi pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, dibuat lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, dan lembar jawaban dari kegiatan tersebut.

2. Menempatkan Siswa ke dalam Kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang dengan cara mengurutkan siswa dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan akademiknya.


(33)

3. Menentukan Skor Dasar, skor dasar diperoleh dari tes kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal sebelum menggunakan STAD. Selain itu, nilai siswa pada semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.

b. Penyajian Materi

Penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit. Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan pelajaran, memberikan motivasi untuk berkelompok, menggali pengetahuan prasyarat, dan sebagainya.

c. Kegiatan Belajar Kelompok

Dalam setiap kegiatan belajar kelompok digunakan lembar kegiatan, lembar tugas, dan lembar kunci jawaban masing-masing dua lembar untuk setiap kelompok, dengan tujuan agar terjalin kerjasama di antara anggota kelompoknya. Lembar kegiatan dan lembar tugas diserahkan pada saat kegiatan belajar kelompok, sedangkan kunci jawaban diserahkan setelah kegiatan kelompok selesai dilaksanakan. d. Pemeriksaan Terhadap Hasil Kegiatan Kelompok

Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan dengan mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi interaksi antar anggota kelompok penyaji dengan anggota kelompok lain untuk melengkapi jawaban kelompok tersebut. Pada tahap ini juga dilakukan pemeriksaan hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci


(34)

23

jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaiki jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

e. Siswa Mengerjakan Soal-Soal Tes secara Individual

Pada tahap ini siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes sesuai dengan kemampuannya. Siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama.

f. Pemeriksaan Hasil Tes

Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh guru dengan membuat daftar skor peningkatan setiap individu, yang kemudian dimasukkan menjadi skor kelompok. Peningkatan rata-rata skor setiap individual merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian kelompok.

g. Penghargaan Kelompok

Setelah diperoleh hasil kuis, kemudian dihitung skor peningkatan individual berdasarkan selisih perolehan skor dasar dengan skor kuis terakhir. Berdasarkan skor peningkatan individual dihitung poin perkembangan dengan menggunakan pedoman yang disusun oleh Slavin (1995: 85) sebagai berikut :

1) Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 5 poin 2) 10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin 3) Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin

4) Lebih dari 10 poin skor dasar 30 poin

5) Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) 30 poin Pemberian penghargaan kelompok yang memperoleh poin perkembangan kelompok tertinggi ditentukan dengan rumus sebagai berikut :


(35)

Jumlah total perkembangan anggota N =

Jumlah anggota kelompok yang ada

Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkatan penghargaan yang diberikan yaitu :

1. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik

2. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok hebat

3. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 25, sebagai kelompok super. (Slavin dalam Isjoni, 2009: 51).

G. Pembelajaran IPS SD

Kurikulum KTSP 2006, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Peranan pembelajaran IPS begitu unik, karena harus mendidik dan mempersiapkan para siswa agar dapat hidup di dunianya dan memahami dunianya dimana di perlukan kualitas personal dan kualitas sosial yang merupakan hal


(36)

25

penting. Peran ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara misalnya dengan menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.

Pembelajaran IPS adalah reka upaya membina dan mengembangkan interaksi proses pembelajaran yang terarah, terkendali melalui berbagai media pembelajaran sehingga menghasilkan hasil belajar yang diharapkan. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah dan menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu (Sapriya,dkk. 2006: 5). Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut : 1) manusia, tempat, dan lingkungan, 2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, 3) sistem sosial dan budaya, dan 4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.


(37)

H. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Apabila dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Metro Timur.


(38)

27

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. MetodePenelitian

Penelitianiniakan menggunakan metode tindakan yang difokuskan pada situasi kelas, atau lazim dikenal dengan istilah classroom action research. Metode ini dipilih didasarkan atas pertimbangan bahwa: (1). Analisis masalah dan tujuan penelitian yang menuntut sejumlah informasi dan tindaklanjut berdasarkan prinsip

”daur-ulang”, (2). Menuntut kajian dan tindakan secara reflektif, kolaboratif, dan partisipatif berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas. (Hopkins dalamWiratmadja,2007: 66).

B. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan sosial di SD Negeri 3 Metro Pusat Kota Metro. Penelitian dilaksanakan di kelas IV semester genap TahunPelajaran 2012/2013 yang berjumlah 30 siswa yaitu 12 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan selama lebih kurang 4 bulan mulai tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan tahap penyimpulan. Pada tahap pelaksanaan di kelas, materi pokok yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran kenampakan alam. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Pusat.


(39)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi

Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dan kinerja guru dalam proses belajar mengajar dan implementasi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

2. Tes

Tes digunakan untuk menjaring data mengenai peningkatan hasil belajar siswa khususnya penguasaan terhadap materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

D.Data dan Instrumen Penelitian

Jenis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa aktivitas siswa dan pendapat siswa mengenai penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD.

Sedangkan instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Lembar panduan observasi, instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data aktivitas belajar siswa dan guru selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan model Cooperative Learning Tipe STAD.


(40)

29

2. Kuisioner yang digunakan untuk menjaring data melalui pendapat siswa dan guru tentang penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD yang dilakukan setelah berakhirnnya keseluruhan pelaksanaan program tindakan.

3. Tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk menjaring data mengenai peningkatan hasil belajar siswa khususnya penguasaan terhadap materi yang dibelajarkan dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

E.Analisis data

Dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kuantitatif. Data kuantitatif digunakan untuk menganalisis data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi dan lembar kuisioner. Data tersebut diperoleh berdasarkan perilaku yang sesuai dan relevan dengan kegiatan pembelajaran. Sedangkan data hasil belajar siswa yang didapat dari nilai tes pada setiap akhir siklus.

Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut :

Presentase nilai rata-rata = Skor perolehan x 100% Skor maksimal


(41)

Kategori taraf keberhasilan tindakan dapat ditentukan sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Keberhasilan Tindakan Analisis Data

Taraf Keberhasilan Kategori Nilai

86-100 Sangat Baik A

66-85 Baik B

46-65 Cukup C

26-45 Kurang D

0-25 Sangat kurang E

Untuk menghitung ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

% 100 Siswa belajar tuntas yang Siswa x P

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus (cycle) yang mengacu pada model Lewin menurut Elliot (dalam Wiraatmadja, 2007: 67). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas. Dalam setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (action), pengamatan (observasi), dan refleksi (reflect).

Siklus I

Pada siklus pertama meteri pembelajarannya adalah aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain yang ada di daerahnya. Secara rinci pelaksanaan pembelajaran penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-langkah:

a. Tahap perencanaan

1. Menentukan kelas penelitian dan menetapkan siklus tindakan. 2. Menyusun skenario pembelajaran


(42)

31

3. Merancang kegiatan belajar mengajar menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD.

4. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, lembar jawaban, dan lembar kegiatan tersebut.

5. Menyusun tes formatif sebagai Pre test (skor dasar).

6. Berdiskusi dengan guru tentang penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD.

b. Tahap pelaksanaan

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan memotivasi siswa melalui pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi dan dijelaskan sehingga menimbulkan minat untuk memecahkan dan mendiskusikannya dikalangan siswa.

2. Melaksanakan kegiatan kelompok.

3. Mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil setiap kelompok.

4. Memeriksa hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

5. Melakukan tes formatif sebagai post test secara individu. 6. Pemeriksaan hasil tes dan penghargaan kelompok. c. Tahap Observasi

1. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan model Cooperative Learning Tipe STAD yang dilakukan guru.


(43)

2. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD dengan lembar observasi yang telah dibuat.

3. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran.

d. Tahap Refleksi

1. Menganalisis temuan saat pelaksanaan observasi.

2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.

3. Melakukan refleksi terhadap model Cooperative Learning Tipe STAD. 4. Melakukan refleksi terhadap aktivitas siswa dan guru saat

pembelajaran berlangsung.

5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Siklus II

Berdasarkan hasil temuan kesulitan dan kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran siklus I, maka dilakukan perbaikan dan pengembangan tindakan pada siklus II. Materi pembelajaran pada siklus II masih sama pada siklus I namun dengan sub materi yang berbeda yaitu bentuk-bentuk kegiatan ekonomi di daerah. Secara rinci pelaksanaan pembelajaran penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-langkah:

a. Tahap perencanaan


(44)

33

2. Merancang kegiatan belajar mengajar menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD.

3. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, lembar jawaban, dan lembar kegiatan tersebut.

4. Menyusun tes formatif sebagai pre test (skor dasar).

5. Berdiskusi dengan guru tentang penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD.

b. Tahap pelaksanaan

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan memotivasi siswa melalui pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi dan dijelaskan sehingga menimbulkan minat untuk memecahkan dan mendiskusikannya dikalangan siswa.

2. Melaksanakan kegiatan kelompok.

3. Mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil setiap kelompok.

4. Memeriksa hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

5. Melakukan tes formatif sebagai postest secara individu. 6. Pemeriksaan hasil tes dan penghargaan kelompok. c. Tahap Observasi

1. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan model Cooperative Learning Tipe STAD yang dilakukan guru.


(45)

2. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD dengan lembar observasi yang telah dibuat.

3. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran.

d. Tahap Refleksi

1. Menganalisis temuan saat pelaksanaan observasi.

2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.

3. Melakukan refleksi terhadap model Cooperative Learning Tipe STAD. 4. Melakukan refleksi terhadap aktivitas siswa dan guru saat

pembelajaran berlangsung.

5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Siklus III

Berdasarkan hasil temuan kesulitan dan kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran siklus I dan II, maka dilakukan perbaikan dan pengembangan tindakan pada siklus III. Materi pembelajaran pada siklus III berbeda, karena melanjutkan materi pada siklus I dan II yaitu koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara rinci pelaksanaan pembelajaran penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-langkah:

a. Tahap perencanaan


(46)

35

2. Merancang kegiatan belajar mengajar menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD.

3. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, lembar jawaban, dan lembar kegiatan tersebut.

4. Menyusun tes formatif sebagai pre test (skor dasar).

5. Berdiskusi dengan guru tentang penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD.

b. Tahap pelaksanaan

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan memotivasi siswa melalui pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi dan dijelaskan sehingga menimbulkan minat untuk memecahkan dan mendiskusikannya dikalangan siswa.

2. Melaksanakan kegiatan kelompok.

3. Mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil setiap kelompok.

4. Memeriksa hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

5. Melakukan tes formatif sebagai postest secara individu. 6. Pemeriksaan hasil tes dan penghargaan kelompok. c. Tahap Observasi

1. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan model Cooperative Learning Tipe STAD yang dilakukan guru.


(47)

2. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD dengan lembar observasi yang telah dibuat.

3. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran.

d. Tahap Refleksi

1. Menganalisis temuan saat pelaksanaan observasi.

2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.

3. Melakukan refleksi terhadap model Cooperative Learning Tipe STAD. 4. Melakukan refleksi terhadap aktivitas siswa dan guru saat

pembelajaran berlangsung.

5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa. G. Indikator Keberhasilan

Sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari adanya peningkatan aktivitas siswa dan rata-rata nilai siswa setiap pelaksanaan hasil evaluasi belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SD Negeri 3 Metro Pusat yaitu 60. Seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa tersebut mendapatkan nilai ≥60 dan suatu kelas dianggap tuntas apabila 70 % dari jumlah siswanya mendapatkan nilai ≥60 serta banyaknya siswa yang aktif dalam pembelajaran sekurang-kurangnya 75%.


(48)

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas IV mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD N 3 Metro Pusat dapat disimpulkan :

1. Aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) meningkat pada setiap siklusnya. Berdasarkan hasil analisis setiap siklus diperoleh rata-rata siklus I (41,67%), siklus II (54,00%), siklus III (65,33%). Hasil rekapitulasi peningkatan terhitung (1) dari siklus I ke siklus II meningkat (63,33%) dan (2) dari siklus II ke siklus III meningkat (82,58%).

2. Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) meningkat dari siklus I sampai siklus III, dimana nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai siklus I yaitu 41,33 menjadi 50,33 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 71,00.


(49)

B. Saran

1. Kepada guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diharapkan dapat mencoba menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division), sehingga siswa diharapkan bisa saling bekerja sama, lebih aktif, berfikir secara kritis dalam memahami materi yang diajarkan dan dapat membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

2. Kepada kepala sekolah agar dapat lebih mendukung guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan memberikan pelatihan kepada guru yang akan melakukan penelitian agar kualitas dalam pembelajaran di sekolah dapat lebih baik lagi

3. Kepada peneliti berikutnya diharapkan dapat menggunakan metode Cooperative Learning Tipe STAD untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1990). Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Andayani, Sutrisni. 2007. (http://www.trisnimath. blogspot.com/model pembelajaran kooperatif tipe STAD)

Asma, Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Baharuddin H. dan Wahyuni, Esa Nur. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruzz.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Untuk Satuan Pendidikan Dasar SD/MI. Jakarta: BP. Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djamarah, Saiful Bakhri (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

---,. (2000). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Bahri dan Zain, Syaiful Aswan. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Kencana Perdana Group

Hamalik, Oemar. (1993). Metode Belajar dan Kesulitan – kesulitan Belajar.Jakarta: Bumi Aksara.

Hendy. 2012. Http//hendygoblog. Blogspot. Com/2012/05 perbandingan-penerapan- pembelajaran. html)

Hoesnain. 2012. Http://hoesnaeni.wordpress.com. beda-strategi-model-pendekatan metode-dan- teknik-pembelajaran. diakses tanggal 13/05/2012)


(51)

Isjoni. (2007). Cooperative Learning efektifitas Pembelajaran Kelompok (Cetakan Ketiga). Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

---,(2010). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia

Nasution. (1995). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Bina Aksara

Rianti. 2012. (http://riantinas.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-konstruktivisme .html)

Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Kencana Perdana Media Goup.

Sapriya. (2006). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: UPI PRESS Slavin, Robert. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media

Solihatin, Etin. dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wiratmadja, Rochiati. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk


(1)

2. Merancang kegiatan belajar mengajar menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD.

3. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, lembar jawaban, dan lembar kegiatan tersebut.

4. Menyusun tes formatif sebagai pre test (skor dasar).

5. Berdiskusi dengan guru tentang penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD.

b. Tahap pelaksanaan

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan memotivasi siswa melalui pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi dan dijelaskan sehingga menimbulkan minat untuk memecahkan dan mendiskusikannya dikalangan siswa.

2. Melaksanakan kegiatan kelompok.

3. Mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil setiap kelompok.

4. Memeriksa hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

5. Melakukan tes formatif sebagai postest secara individu. 6. Pemeriksaan hasil tes dan penghargaan kelompok. c. Tahap Observasi

1. Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan model Cooperative Learning Tipe STAD yang dilakukan guru.


(2)

36

2. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD dengan lembar observasi yang telah dibuat.

3. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran.

d. Tahap Refleksi

1. Menganalisis temuan saat pelaksanaan observasi.

2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD.

3. Melakukan refleksi terhadap model Cooperative Learning Tipe STAD. 4. Melakukan refleksi terhadap aktivitas siswa dan guru saat

pembelajaran berlangsung.

5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa. G. Indikator Keberhasilan

Sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari adanya peningkatan aktivitas siswa dan rata-rata nilai siswa setiap pelaksanaan hasil evaluasi belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SD Negeri 3 Metro Pusat yaitu 60. Seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa tersebut mendapatkan nilai ≥60 dan suatu kelas dianggap tuntas apabila 70 % dari jumlah siswanya mendapatkan nilai ≥60 serta banyaknya siswa yang aktif dalam pembelajaran sekurang-kurangnya 75%.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas IV mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD N 3 Metro Pusat dapat disimpulkan :

1. Aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) meningkat pada setiap siklusnya. Berdasarkan hasil analisis setiap siklus diperoleh rata-rata siklus I (41,67%), siklus II (54,00%), siklus III (65,33%). Hasil rekapitulasi peningkatan terhitung (1) dari siklus I ke siklus II meningkat (63,33%) dan (2) dari siklus II ke siklus III meningkat (82,58%).

2. Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) meningkat dari siklus I sampai siklus III, dimana nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai siklus I yaitu 41,33 menjadi 50,33 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 71,00.


(4)

82

B. Saran

1. Kepada guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diharapkan dapat mencoba menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division), sehingga siswa diharapkan bisa saling bekerja sama, lebih aktif, berfikir secara kritis dalam memahami materi yang diajarkan dan dapat membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

2. Kepada kepala sekolah agar dapat lebih mendukung guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan memberikan pelatihan kepada guru yang akan melakukan penelitian agar kualitas dalam pembelajaran di sekolah dapat lebih baik lagi

3. Kepada peneliti berikutnya diharapkan dapat menggunakan metode Cooperative Learning Tipe STAD untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1990). Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Andayani, Sutrisni. 2007. (http://www.trisnimath. blogspot.com/model pembelajaran kooperatif tipe STAD)

Asma, Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Baharuddin H. dan Wahyuni, Esa Nur. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruzz.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Untuk Satuan Pendidikan Dasar SD/MI. Jakarta: BP. Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djamarah, Saiful Bakhri (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

---,. (2000). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Bahri dan Zain, Syaiful Aswan. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Kencana Perdana Group

Hamalik, Oemar. (1993). Metode Belajar dan Kesulitan – kesulitan Belajar.Jakarta: Bumi Aksara.

Hendy. 2012. Http//hendygoblog. Blogspot. Com/2012/05 perbandingan-penerapan- pembelajaran. html)

Hoesnain. 2012. Http://hoesnaeni.wordpress.com. beda-strategi-model-pendekatan metode-dan- teknik-pembelajaran. diakses tanggal 13/05/2012)


(6)

Isjoni. (2007). Cooperative Learning efektifitas Pembelajaran Kelompok (Cetakan Ketiga). Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

---,(2010). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia

Nasution. (1995). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Bina Aksara

Rianti. 2012. (http://riantinas.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-konstruktivisme .html)

Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Kencana Perdana Media Goup.

Sapriya. (2006). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: UPI PRESS Slavin, Robert. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media

Solihatin, Etin. dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wiratmadja, Rochiati. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk


Dokumen yang terkait

The Effectiveness Of Using Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Techniques in Teaching Reading

1 16 116

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

The Effectiveness Of Using The Student Teams Achievement Divisions (STAD) Technique Towards Students’ Understanding Of The Simple Past Tense (A Quasi-Experimental Study at the Eighth Grade Students of SMP Trimulia, Jakarta Selatan)

1 8 117

Peningkatan hasil belajar siswa melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada mata pelajaran IPS Kelas IV MI Al-Karimiyah Jakarta

0 5 158

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

PENGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI 6 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 47

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SD NEGERI 7 METRO BARAT

0 5 79

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRAMBLE SISWA KELAS IV B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

0 10 68

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176