EFEKTIVITAS MOEDEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MOEDEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh

BAYU IMADUL BILAD

Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model problem based learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Penelitian ini menggunakan post-test only control design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2014/2015. Melalui purposive random sampling terpilih siswa kelas VIII.C dan VIII.D sebagai sampel penelitian. Data penelitian ini diperoleh melalui tes pemahaman konsep matematis. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa model PBL tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa namun lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: konvensinal, pemahaman konsep matematis, Problem Based Learning


(2)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISIWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Ganjil TahunPelajaran 2014/2015)

Oleh

BAYU IMADUL BILAD

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

BAYU IMADUL BILAD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ... ... 9

2.1.1 Efektivitas Pembelajaran ... 9

2.1.2 Pengertian Belajar ... 11

2.1.3 Hakikat Matematika ... 12

2.1.4 Model Problem Based Learning ... 13

2.1.5 Pembelajaran Konvensional ... 19

2.1.6 Pemahaman konsep Matematika ... 20

2.2 Kerangka Pikir ... ... 24

2.3 Anggapan Dasar ... 27

2.4 Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... ... 28

3.2 Desain Penelitian ... ... 29

3.3 Data Penelitian ... ... 29

3.4 Variabel Penelitan ... 29

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.6 Instrumen Penelitian ... 30


(5)

vi 3.8 Prosedur Penelitian ... 38 3.9 Teknik Analisis Data ... 39 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 44 4.2 Pembahasan ... ... 47 V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... ... 51 5.2 Saran ... ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(6)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL.. ... 52

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional ... 88

A.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 116

B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes Pemahaman Konsep ... 143

B.2 Soal Tes Pemahaman Konsep ... 145

B.3 Kunci Jawaban Tes Pemahaman Konsep ... 146

B.4 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman konsep ... 151

B.5 Form Penilaian Tes Pemahaman Konsep ... 153

B.6 Surat Keterangan Validasi ... 155

C. ANALISIS DATA C.1 Uji Reliabilitas Tes Uji Coba ... 157

C.2 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 159

C.3 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Kelas PBL ... 161

C.3 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Kelas Konvensional ... 165

C.4 Uji Hipotesis Proporsi dan Kesamaan Dua Proporsi ... 169

C.5 Uji Hipotesis Kesamaan Dua Proporsi ... 171

C.7 Hasil Postes Kelas PBL ... 173

C.8 Hasil Postes Kelas Konvensional ... 174

C.9 Analisis Indikator Pemahaman Konsep Skor Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 175 D. LAIN-LAIN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintak Model Problem Based Learning... ... 16

3.1. Desain Penelitian. ... 28

3.2 Pedoman Pensekoran Tes Pemahaman Konsep. ... 31

3.3 Interpretasi Reliabilitas ... 34

3.4 Interpretasi Daya Pembeda. ... 29

3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran. ... 36

3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis ..40

4.1 Rekapitulasi Data Pemahaman Konsep Matematis... 43

4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Proporsi Data Pemahaman Konsep Matematis.. 44

4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Kesamaan Dua Proporsi DataPemahaman Konsep Matematis. ... 44


(8)

(9)

(10)

MOTO

Sebagai Landasan Hidup Manusia

harus dengan Ilmu yang Benar

.”

“Pendidikan Merupakan

Ibu Kandung


(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT, kupersembahkan

karya ini dengan kesungguhan hati sebagai tanda bakti dan cinta

kasihku kepada :

Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan doa, kasih

sayang, motivasi, dan bekal kehidupan yang tak henti-hentinya, yang

selalu ada disampingku serta selalu memberikanku yang terbaik untuk

menjadikanku sesuatu yang terbaik dalam kehidupan ini.

Teteh dan adikku tersayang (Dien dan Putri)

serta seluruh keluarga baik dari ibunda maupun ayahanda,

atas kebersamaannya selama ini, atas semua doa dan dukungan

yang telah diberikan kepadaku.

Para pendidik yang telah mendidikku, yang menjadikanku semakin

berwawasan. Serta teman-teman ku tercinta yang selalu

ada dan membantuku.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Harapan pada tanggal 6 Oktober 1994, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara atas pasangan berbahagia Soni Gunawan dan Lia Nurmila.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 6 Terbanggi Besar pada tahun 2006. Pada tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Terbanggi Besar dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan SNMPTN Universitas Lampung.

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tampang Muda, Kecamatan Pematang Sawa, Kabupaten Tanggamus. Selain itu, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Pematang Sawa Kabupaten Tanggamus sejalan dengan program KKN tersebut.


(14)

ii SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas moedel problem based learning ditinjau dari pemahaman konsepMatematis siswa (studi pada siswa kelas VIII SMPN 1 terbanggi besar Semester genap tahun ajaran 2014/2015)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu (Lia Nurmila) dan Ayah (Sony Gunawan) serta kakak dan adikku tercinta (Dien Septi Nurmila dan Putri Cahyani Dewi) yang selalu menyayangi, mendoakan, dan menjadi penyemangat hidupku

2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing satu yang telah bersedia menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini;

3. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing dua yang telah bersedia menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini;

4. Bapak Drs. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Pembahas yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis;


(15)

iii 5. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung;

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

7. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung; 8. Bapak Erimson Siregar, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik;

9. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi;

10.Keluarga matem seperjuangan Agus Sugiarto beserta istri (Arye Sugiarto), Didi, Emak (Nourma), Kimi (ismi), Ria, Dewi, Ucup (Yusuf), wewen (venti), laili, mba vina dan soulmate ku (yulisa), kebersamaan kita memberikan kekuatan tersendiri bagiku untuk melangkah menjalani tantangan kehidupan. 11.Keluarga PPL dan KKN di SMP Negeri 2 Pematang Sawa (Doni, Kharis,

Elisa, Yuli, Resi, Anggun, Kiki, Tami, Eka) atas kebersamaan selama tiga bulan yang penuh makna dan kenangan;

12.Sahabat-sahabt seperjuangan tim Ibu Rini, Fuji, Ipeh (latifah), Enggar, Ayu Tamyah, terimakasih atas bantuannya dalam mengerjakan skrispsi ini.

13.Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2011 Kelas B Pendidikan Matematika atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah untuk kita semua;


(16)

iv 14.Teman-teman angkatan 2011 Kelas A serta kakak-kakakku angkatan 2008, 2009, dan 2010 dan adik-adikku angkatan 2012, 2013 dan 2014 terima kasih atas kebersamaannya;

15.Bapak St Sri Utomo,S.Pd., selaku guru matematika kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian; 16.Siswa/siswi kelas VIII-C dan VIII-D SMPN 1 terbanggi besar Semester genap

tahun ajaran 2014/2015 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin; 17.Dia yang selalu menemaniku, yang telah memberikan motivasi dan inspirasi

untuk kehidupanku;

18.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku;

19.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar lampung, Juni 2015 Penulis


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan pembelajaran untuk membantu peserta didik mengalami proses diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila. Seperti pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem-bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampil-an yketerampil-ang diperlukketerampil-an dirinya, masyarakat, bketerampil-angsa dketerampil-an negara.

Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 ini sesuai dengan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya pendidikan nasional ini berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlihat begitu pentingnya pendidikan, maka dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, pembelajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.


(18)

2 Dalam pendidikan terdapat sistem yang sudah diatur oleh pemerintah agar guru dapat melaksanakan pendidikan secara terarah. Sehingga dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional membuat rancangan pembelajaran yang berkualitas, hal ini dituangkan melalui Parmen No.23 Tahun 2006 mengeluarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk setiap mata pelajaran. Adapun SKL untuk mata pelajaran matematika adalah: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Uraian di atas menunjukan bahwa pemahaman konsep matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Bukan hanya di Indonesia saja pemahaman konsep sangat ditekankan tetapi juga di negara-negara yang sedang berkembang. Seperti dilansir dalam NCTM 2000 disebutkan pula bahwa pemahaman konsep matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika.


(19)

3 Pada kenyataannya pemahaman konsep matematis siswa SMP di Indonesia masih sangat rendah ini dapat dilihat dari hasil tes Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS 2007) atau lembaga yang mengukur dan membandingkan kecerdasan matematis siswa SMP (eight-graders) antarnegara menyatakan bahwa pada tahun 2007, rata-rata skor yang diperoleh siswa Indonesia adalah 397. Skor tersebut masih jauh dari sekor international yang standarnya 500.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran, mampu dan tidaknya siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik, tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada interaksi pembelajaran yang digunakan. Interaksi pembelajaran yang memberikan peluang besar bagi siswa untuk aktif dalam pembelajaran disebut interaksi yang multiarah. Namun menurut Marpaung (Tahmir, 2008) proses pembelajaran saat ini mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran berpusat pada guru; (3) guru mentransfer pengetahuan kepada siswa; (4) pemahaman siswa cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat mekanistik; dan (6) siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentrasi mental memperhatikan apa yang diajarkan guru. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa hasil pembelajaran yang berdasarkan paradigma pembelajaran tersebut, antara lain adalah: (1) siswa tidak senang dengan matematika; (2) pemahaman siswa terhadap matematika rendah; (3) kemampuan menyelesaikan masalah, bernalar, berkomunikasi secara matematis, dan melihat keterkaitan antara konsep-konsep dan aturan-aturan rendah.


(20)

4 Penjelasan Marpaung tersebut sejalan dengan hasil penelitian Wahyudin tentang kualitas proses pembelajaran (dalam Ardiyanti, 2006: 3) bahwa proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Sebanyak 90% guru matematika masih menerapkan proses pembelajaran dengan cara ceramah atau ekspositori. Dengan demikian siswa kurang aktif dan menjadi tidak terampil dengan memecahkan persoalan-persoalan terutama yang mencakup persoalan tidak rutin yang menuntut strategi pemecahan dengan pemikiran tingkat tinggi.

Rendahnya pemahaman konsep matematis dan interaksi pembelajaran yang berjalan satu arah juga terjadi di SMPN 1 Terbanggi Besar. Berdasarkan pengalaman pada Program Pengalaman Lapangan (PPL) dan hasil Observasi di sekolah terlihat aktivitas belajar siswa yang kurang optimal. Jelas ini menandakan masalah serius dalam proses pembelajaran matematika yang harus dicari solusinya. Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran Matematika di kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar tersebut maka dilakukanlah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Menurut Nurhadi (2004: 100) PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Pada pembelajaran berbasis masalah, kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan atau memunculkan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari


(21)

5 suatu materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model PBL memiliki beberapa manfaat (Amir, 2009:27), yang dipaparkan sebagai berikut: (1) meningkatkan kecakapan siswa dalam pemecahan masalah; (2) lebih mudah mengingat materi pembelajaran yang telah dipelajari; (3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar; (4) meningkatkan kemampuannya yang relevan dengan dunia praktek; (5) membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama; (6) kecakapan belajar dan memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas model Problem Based Learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul “Efektivitas Model Problem Based Learning ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan “Bagaimana efektivitas Penerapan Model PBL ditinjau dari

pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar?”

Berdasasarkan Rumusan Masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci sebagai berikut:


(22)

6 1. Apakah Model PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa? 2. Apakah Model PBL lebih Efektif dibandingkan dengan pembelajaran

Konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Model PBL ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, utamanya pada pengembangan pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran PBL.

2. Manfaat Praktis

1)Manfaat bagi guru dan calon guru

Sebagai bahan sumbangan pemikiran khusunya bagi guru kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar mengenai pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBLuntuk meningkatkan kemampuan matematis siswa.


(23)

7 2)Bagi peneliti

Memberikan bahan referensi tentang PBL untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.

3)Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk menerapkan model PBL pada pembelajaran di Sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Efektivitas Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pada penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila : a. Model pembelajaran PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep

matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015

b. Model PBL lebih efektif dibandingkan dengan pembalajaran konvensional 2. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis atau pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah dan memiliki konteks dengan dunia nyata. 3. Pemahaman konsep matematis adalah Menyatakan ulang suatu konsep,

kemampuan mengklarifikasikan objek-objek matematika; menginterpretasikan gagasan atau konsep; memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu


(24)

8 konsep; Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika;

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah.


(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas merupakan deviasi dari kata efektif yang dalam Bahasa inggris effective didefinisikan “Producing a desired or intended result” atau “Producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “Coming into use” (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003: 138). Kamus besar Bahasa Indonesia (2002: 584) mendefinisikan “efektif adalah ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh; hal berkesan” atau “keberhasilan (usaha, tindakan)”.

Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasan pengguna/ client.


(26)

10 Menurut Hamalik (2001: 171) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep yang sedang dipelajari.

Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran harus ditetapkan sejumlah fakta tertentu, antara lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1. Apakah pembelajaran mencapai tujuannya?

2. Apakah pembelajaran memenuhi kebutuhan siswa dan dunia usaha? 3. Apakah siswa memiliki keterampilan yang diperlukan di dunia kerja?

4. Apakah keterampilan tersebut diperoleh siswa sebagai hasil dari pembelajaran?

5. Apakah pembelajaran yang diperoleh diterapkan dalam situasi pekerjaan yang sebenarnya?

6. Apakah pembelajaran menghasilkan lulusan yang mampu bekerja dengan efektif dan efisien?

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Indikator keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari persentase kememiliki pemahaman konsep lebih baikan. Dalam penelitian ini, tercapainya efektivitas pembelajaran apabila persentase pemahaman konsep siswa yang diterapkan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diterapkan model pembelajaran lain.


(27)

11 2.1.2 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne (dalam Suprijono, 2009) mengemukakan bahwa: “Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan secara alamiah”.

Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 13) berpendapat bahwa:

Belajar merupakan pengetahuan yang dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Belajar meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Skinner (dalam Sagala, 2009: 14) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif”. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons.

Dari berbagai pendapat di atas maka pengertian belajar dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik, yang mempunyai kemampuan sebagai hasil pengalaman dan usaha


(28)

12 serta interaksi dengan lingkungan. Dalam hal ini kemampuan yang dimaksud adalah keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

2.1.3 Hakikat Matematika

Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan siswa. Upaya yang dimaksud adalah aktivitas guru memberikan bantuan, memfasilitasi, menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat mencapai/ memiliki kecakapan, keterampilan, dan sikap. Menurut Corey (dalam Sagala, 2009: 61) menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.

Matematika merupakan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Menurut Hudoyo (1988: 3), “mempelajari matematika harus bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman yang telah lalu”. Kutipan ini menjelaskan bahwa belajar matematika itu saling terkait dimana konsep sebelumnya mendasari konsep berikutnya. Jadi pengetahuan prasyarat sangat menentukan keberhasilan belajar matematika.

Pembelajaran matematika merupakan suatu upaya/ kegiatan (merancang dan menyediakan sumber-sumber belajar, membantu/ membimbing, memotivasi mengarahkan) dalam membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, yaitu: belajar bernalar secara matematis, penguasaan konsep dan


(29)

13 terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai matematika sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan kemampuan sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.

2.1.4 Model Problem Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. PBL sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBL sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBL lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

Barrow (Barret, 2005) mendefinisikan PBL sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(Chasman er.al., 2003) mendefiniskan Problem Based Learning sebagai “Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy


(30)

14 knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems".

PBL menurut Dindin menggunakan pendekatan Konstruktivis dimana siswa dihadapkan dengan masalah-masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa memiliki kemampuan berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dari suatu materi.

Menurut Nurhadi (2004: 100) PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Pengertian pembelajaran berbasis masalah adalah proses kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran

Pengertian PBL menurut Dutch (dalam Amir, 2009:27) adalah “metode intruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk belajar bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata”. Masalah digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan, kemampuan analisis, dan inisiatif siswa terhadap materi pelajaran. PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis, dan menggunakan sumber belajar yang sesuai.


(31)

15 PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar siswa memilki pengalaman sebagaiamana nantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif dimulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk pembelajaran. Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu:

1. Learning is student-centered Proses

Pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2. Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.


(32)

16 4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBL dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.

Amir (2009:24) menyatakan, terdapat 7 langkah pelaksanaan PBL. Pertama, mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Kedua, merumuskan masalah. Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi antara fenomena itu. Ketiga, menganalisis Masalah. Siswa mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki tentang masalah. Keempat, menata gagasan siswa dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam. Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan dan sebagainnya. Kelima, memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang dan mana yang masih belum jelas. Keenam, mencari Informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok). Ketujuh, mensintesa (Menggabungkan) dan menguji informasi


(33)

17 baru, dan membuat laporan untuk kelas. Dari laporan individu/sub kelompok, yang dipresentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok mendapatkan informasi-informasi yang baru. Anggota yang mendengarkan laporan harus kritis tentang laporan yang disajikan (laporan diketik, dan dibagikan kepada setiap anggota). Menurut Sugiyanto (2010) Ada lima tahapan dan prilaku yang dibutuhkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Untuk masing-masing tahapnya disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning

Fase Prilaku Guru

Fase 1: Memeberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa

Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan, dan memotivasi siswa untuk telibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait permasalahannya.

Fase 3: membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja

guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang

membantu mereka untuk

menyampaikan kepada orang lain. Fase 5: menganalisis dan

mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dalam pelaksanaannya, menurut Dindin PBL tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekuranag dari PBL.


(34)

18

1. Kelebihan PBL

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubunganna tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching

2. Kekurangan PBL

1) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.


(35)

19 2) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan

terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

3) PBL kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.

4) PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi.

5) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik.

6) Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap

2.1.5 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling umum dilakukan oleh guru di sekolah-sekolah. Pada umumnya pembelajaran konven-sional adalah pembelajaran yang terpusat pada guru dan siswa belajar lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal. Akibatnya pembelajaran yang kurang optimal karena siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut Sanjaya (2009), model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang menekankan pada penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada kelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai


(36)

20 materi secara optimal. Sanjaya (2009) juga menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru. Pembelajaran konvensional ini lebih banyak guru berceramah di kelas.

Menurut Roestiyah (2008), peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran konvensional ini memiliki kelebihan. Kelebihan dari pembelajaran konvensional adalah dapat menampung kelas yang berjumlah besar, waktu yang diperlukan cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur secara langsung oleh guru. Selain kelebihan dari pembelajaran ini, ada beberapa kekurangan yang dapat diperhatikan , yaitu pembelajaran berjalan monoton sehingga membosankan dan membuat siswa pasif karena kurangnya kesempatan yang diberikan, siswa lebih terfokus membuat catatan, siswa akan lebih cepat lupa, dan pengetahuan dan kemampuan siswa hanya sebatas pengetahuan yang diberikan oleh guru. Selain itu, pembelajaran konvensional cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.

2.1.6 Pemahaman Konsep Matematika

Konsep menurut Sudarminta (2002) secara umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu. Sebagai suatu representasi abstrak dan umum tentu saja konsep merupakan suatu hal yang bersifat mental. Representasi sesuatu itu terjadi dalam pikiran. Tetapi


(37)

21 apakah konsep hanya merupakan suatu gejala mental saja? Rupanya tidak, sebab konsep juga punya rujukan pada kenyataan. Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan. Dari tiga jenis mediasi yang sudah kita pelajari sebelumnya, konsep termasuk dalam jenis medium in quo. Melalui dan dalam konsep kita mengenal, memahami, dan menyebut objek-objek yang kita ketahui. Kekhususan dari medium in quo adalah walaupun dalam pengenalan akan objek fisik tertentu, yang langsung kita sadari bukan konsepnya tetapi objek fisik itu sendiri, tetapi dalam suatu refleksi, konsep sendiri dapat menjadi objek perhatian dan kesadaran kita. Kita mengetahui sesuatu dalam suatu konsep. Ini berarti bahwa konsep memiliki peran intensional atau epistemik dalam proses pengenalan.

Menurut Bahri (2008) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang Bahasa).

Baharuddin (Apriani, 2008) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk mengenali, mengerti serta menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, menafsirkan dan menarik kesimpulan. Selanjutnya Syamsudin (Isma, 2006: 11) mengemukakan bahwa pemahaman merupakan suatu hasil proses belajar yang indikatornya yaitu individu belajar dapat menjelaskan atau


(38)

22 mendefinisikan sautu informasi dengan kata-kata sendiri. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep terdiri dari tiga aspek, yaitu kemampaun menerangkan, mengenali, dan menginterpretasikan atau menarik kesimpulan.

Pemahaman diartikan dari kata Uderstanding (Sumarmo, 1987). Derajat pemahaman ditentukan oleh tingkat keterkaitan suatu gagasan, prosedur atau fakta matematika dipahami secara menyeluruh jika hal-hal tersebut membentuk jaringan dan keterkaitan yang tinggi. Dan konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek (Depdiknas, 2003).Menurut Purwanto (dalam Apriani, 2008) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara Mulyasa (2005) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.

Menurut Duffin dan Simpson (dalam Kesumawati. 2008:2), pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, yaitu siswa mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya; (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda; (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, artinya bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar.


(39)

23 Sejalan dengan hal di atas menurut Depdiknas (2003:2), pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

Sedangkan menurut NCTM tahun 2000, bahwa untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus dia-rahkan pada pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.

Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa agar siswa memahami suatu konsep matematis dengan mengerti, maka pengajaran mengenai konsep itu mengikuti urutan sebagai berikut: mengajar konsep murni, dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan terapan. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep matematis adalah siswa mampu menerjemahkan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematis berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar menghapal. Selain itu, siswa dapat menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya. Pemahaman konsep membantu siswa untuk mengingat dan menggunakan konsep=konsep matematis, serta dapat menyusun kembali ketika mereka lupa.


(40)

24 Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan definisi pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bantuk ucapan maupun tulisan kepada orang lain sehingga orang tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

2.2 Kerangka Pikir

Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan kemampuan matematis siswa salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran matematika yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika. Model pembelajaran kooperatif berpusat pada siswa. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran dan banyak bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam kelompok. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk membantu siswa dalam memahami konsep adalah model pembelajaran PBL.

Dalam model PBL siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, agar proses pembelajaran tidak terjadi satu arah. Model PBL membantu proses pemahaman siswa. Dengan PBL siswa dituntut untuk dapat mnyelesaikan masalah-maslah yang berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat membangun pemahaman sendiri dari permasalahan yang mereka dapatkan.


(41)

25 Dalam pembelajaran PBL terdapat proses pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Pada fase pertama pembelajaran problem-based ini adalah orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah dan membagi ke dalam kelompok. Kemudian memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa berperan aktif sebagai pemecah masalah. Siswa membaca masalah yang disajikan guru, dari hasil membacanya siswa menuliskan berbagai informasi penting dan menemukan hal yang dianggap sebagai masalah. Dengan aktivitas tersebut siswa didorong untuk menemukan masalah utama dan merumuskan masalah. Sehingga mengakibatkan siswa lebih memahami masalah yang akan dipecahkan.

Fase selanjutnya adalah mengorganisasi peserta didik. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang masalah, apa yang ingin diketahui dari masalah, dan ide apa yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan aktivitas tersebut siswa didorong untuk mampu menyatakan ulang suatu konsep, mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu, dan memberi contoh dan non-contoh dari konsep.


(42)

26 Fase yang ketiga adalah membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa adalah siswa mengumpul-kan informasi melalui kegiatan penelitian atau kegiatan sejenis lainnya. Berda-sarkan informasi yang telah diperoleh, selanjutnya siswa bekerja sama dengan teman sekelompoknya untuk bertukar informasi, ide, pendapat, dan konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah. Siswa secara berkelompok mencoba melakukan merumuskan solusi terbaik bagi pemecahan masalah yang dihadapi. Proses perumusan solusi dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif dengan menekankan komunikasi efektif dalam kelompok. Dengan aktivitas tersebut men-dorong siswa untuk mampu mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah.

Fase yang keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil. Guru mem-bantu siswa dalam menerencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa menuliskan rencana laporan, laporan kegiatan atau hasil diskusi degan kelompok selama pembelajaran. Kemudian perwakilan siswa tiap kelompok mepersentasikan atau memaparkan hasil kerjanya. Dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dimoderatori dan difasili-tatori oleh guru. Dengan aktifitas tersebut siswa dituntut untuk percaya diri dalam menyampaikan hasil pemecahan masalah dari diskusi kelompok.


(43)

27 Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau eva-luasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa bertukar pendapat atau idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa model pembelajaran PBL efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

2.3 Anggapan Dasar

Penelitian ini, bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut.

1. Setiap siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar memperoleh materi pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematis selain model PBL dianggap memeberikan kontribusi yang sama dan tidak diperhatikan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1) Model PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar.

2) Model PBL lebih efektif dibandingkan dengan model konvensional ditinjau dari pemahaman konsep siswa.


(44)

28

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Terbanggi Besar yang terletak di desa Poncowati Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar tahun ajaran 2014/2015 yang bukan termasuk kedalam kelas unggulan dan terdistribusi dalam 6 kelas yaitu VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, VIII G, VIII H. Dari kedelapan kelas tersebut dipilih 2 kelas sebagai sampel dengan teknik Purposive Random Sampling. Tahapan pengambilan sempel sebagai berikut:

1. Mengambil 3 kelas yang mempunyai guru matematika yang sama dari 8 kelas yang ada.

2. Menentukan 2 kelas dari 3 kelas dengan rata-rata yang sama atau hampir sama sebagai sempel.

Kemudian didapatkan sampel yang diteliti adalah kelas VIII D Pada kelas ini dilaksanakan pembelajaran dengan model Problem Based Learning dan kelas VIII C dilaksanakan pembelajaran konvensional.


(45)

29 3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang menguji model Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika. Desain dalam penelitian ini adalah desain Posttes Only Control Design. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttes Only Control Design

Kelas Perlakuan Postest

K1 X A

K2 O A

Keterangan:

K1 = Kelas Eksperimen K2 = Kelas Kontrol

X = Pembelajaran Matematika menggunakan model Problem Based Learning. O = Pembelajaran Matematika menggunakan model Konvensional

A = Postes

3.3 Data penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa berupa data kuantitatif.

3.4 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Problem Based Learning. Sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman konsep matematis siswa.


(46)

30 3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes. Pada penelitian ini, tes yang digunakan adalah posttest only. Tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.6 Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan tes uraian untuk mengukur pemahaman konsep matematik siswa yang diperoleh dari tes akhir pada penelitian berupa data kuantitaif. Tes yang digunakan berupa postes. Postes yaitu tes yang diberikan setelah perlakuan diberikan.

Melalui tes uraian, proses atau langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati, seperti yang diungkapkan oleh suherman bahwa penyajian soal tipe subjektif dalam bentuk uraian mempunyai beberapa kelebihan diantaranya, yaitu (1) hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, (2) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi mengaitkan fakta-fakta yang relevan.


(47)

31 Perangkat tes uraian terdiri dari enam soal esai. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematis. Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pembatasan materi yang diujikan. 2. Menentukan tipe soal.

3. Menentukan jumlah butir soal.

4. Menentukan waktu mengerjakan soal.

5. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator pembelajaran yang ingin dicapai. 6. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, kunci jawaban, dan penentuan skor. 7. Menulis butir soal.

8. Menganalisis Validitas isi 9. Mengujicobakan instrumen.

9. Menganalisis reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran.

10.Memilih semua item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah dilakukan.

Indikator pemahaman konsep matematis antara lain adalah menyatakan ulang sua-tu konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertensua-tu, memberi contoh dan non contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, serta mengaplikasikan konsep. Adapun pedoman penskoran tes pemahaman konsep terlampir pada tabel 3.2.


(48)

32 Tabel 3.2 Pedoman Pensekoran Tes Pemahaman Konsep

No

Indikator Pemahaman

Konsep

Rubrik Penilaian Skor

1 Menyatakan

ulang suatu konsep

Tidak menjawab dan menyatakan ulang suatu konsep

dengan proses salah dan hasil salah 0

Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses salah

dan hasil benar 1

Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses benar

dan hasil salah 2

Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses benar

dan hasil benar 3

2 Mengklarifika

sikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu

Tidak menjawab dan mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu dengan proses salah dan hasil salah

0 Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu dengan proses salah dan hasil benar 1

Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu dengan proses benar dan hasil salah 2

Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu dengan proses benar dan hasil benar 3

3 Memberi

contoh dan

non contoh

dari konsep

Tidak menjawab dan memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan proses salah dan hasil salah

0 Tidak menjawab dan memberi contoh dan non

contoh dari konsep dengan proses slah dan hasil salah 1

Memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan

proses salah dan hasil benar 2

Memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan proses benar dan hasil salah

3

4 Menyajikan

konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

Tidak menjawab dan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses salah dan hasil salah

0 Tidak menjawab dan menyajikan konsep dalam

berbagai bentuk representasi matematika dengan proses salah dan hasil salah

1 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematika dengan proses salah dan hasil benar

2 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematika dengan proses benar dan hasil salah

3

5 Menggunakan

,

memanfaatka n dan memilih prosedur atau

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses benar dan hasil benar

0 Tidak menjawab dan menggunakan, memanfaatkan


(49)

33

operasi tertentu

proses salah dan hasil salah

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan proses salah dan hasil benar

2 Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur

atau operasi tertentu dengan proses benar dan hasil salah

3

6 Mengaplikasi

kan konsep atau pemecahan masalah

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan proses benar dan hasil benar

0 Tidak menjawab dan Mengaplikasikan konsep atau

pemecahan masalah dengan proses salah dan hasil salah

1 Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah

dengan proses salah dan hasil benar 2

Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah

dengan proses benar dan hasil salah 3

Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diuji untuk mendapatkan validitas, reabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut. Langkah-langkah uji coba instrumen adalah sebagai berikut:

1. Instrumen dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan dengan guru matematika yang bersangkutan di Sekolah tempat penelitian. 2. Setelah mengalami perbaikan, instrumen diujicobakan terhadap kelas yang

telah mempelajari materi yang akan di ujikan.

3. Kemudian mengukur instrumen diukur validitas, reabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari instrumen tersebut. Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tersebut:

1) Validitas Instrumen

Instrumen tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil data pemahaman konsep matematis siswa. Sebelum digunakan, perangkat tes yang telah disusun oleh peneliti dilakukan uji coba. Sebelum diujicobakan


(50)

34 terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yang dilihat dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar serta isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi yang diujikan.

Validitas isi dari suatu tes pemahaman konsep matematis siswa dapat diketahui dengan jalan membandingankan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis siswa dengan indikator pemahaman konsep matematis siswa yang telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator pemahaman konsep matematis siswa sudah terwakili secara nyata dalam tes pemahaman konsep matematis siswa tersebut atau belum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Terbanggi Besar untuk memastikan kelayakan soal tes tersebut sebelum diujikan kepada siswa. Setelah perangkat dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan, dihitung tingkat reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

2) Indeks Reliabilitas

Sebelum dilakukan perhitungan reliabilitas, dilakukan uji coba soal terlebih dahulu ke kelas yang termasuk dalam populasi. Suherman menyatakan bahwa suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada subjek yang sama. Relatif tetap


(51)

35 di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tidak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Bentuk soal yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk mencari indeks reliabilitas ( ) digunakan rumus Alpha (Suherman, 2003) sebagai berikut:

Keterangan:

= Indeks reliabilitas = Banyak butir soal

= Jumlah Varians skor setiap soal = Varians skor total

Menurut Guilford (Suherman, 2003) koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti menurut kriteria yang terlihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.3Interpretasi Reliabilitas

Indeks Reliabilitas ( ) Interpretasi

0,90 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 < 0,90 Reliabilitas tinggi (baik) 0,40 < 0,70 Reliabilitas sedang (cukup) 0,20 < 0,40 Reliabilitas rendah (kurang)

0,20 Reliabilitas sangat rendah (kurang)

Menurut Suherman, suatu tes dikatakan baik apabila koefisien reliabilitasnya sama dengan atau lebih dari 0,70 ( , sehingga dalam penelitian ini kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70. Hasil perhitungan reliabilitas tes pada uji coba pada kelas VIII-E diperoleh harga

r

11= 0,80 (Lampiran C.1).


(52)

36 3) Indeks Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan tseti yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Dengan kata lain daya pembeda sebutir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan indeks daya pembeda digunakan rumus sebagai berikut (suherman, 2003):

Keterangan:

DP = Indeks Daya pembeda

= Rata-rata skor siswa kelompok atas = Rata-rata skor siswa kelompok bawah

= Skor maksimal ideal

Interpretasi yang digunakan untuk daya pembeda (Suherman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda (DP) Interpretasi

0,70 < DP 1,00 Sangat Baik

0,40 < DP 0,70 Baik

0,20 < DP 0,40 Cukup

0,00 < DP 0,20 Kurang

DP 0,00 Sangat jelek

Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memiliki kriteria daya pembeda minimal cukup. Setelah melakukan


(53)

37 perhitungan daya pembeda soal pada uji coba yang telah dilakukan di kelas VIII F didapat yaitu cukup dan baik (Lampiran C.2).

4) Indeks Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran merupakan nilai dari derajat kesukaran yang berupa bilangan real dengan interval 0,00 sampai 1,00. Nilai ini menyatakan suatu soal tersebut terlalu mudah, atau terlalu sukar. Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal (Suherman, 2003), yaitu:

Keterangan:

IK = Indeks Tingkat Kesukaran = Rata-rata skor tiap soal

= Skor maksimal ideal

Interpretasi tingkat kesukaran tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003).

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran (TK) Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK 0,30 Soal Sukar

0,30 < IK 0,70 Soal sedang

0,70 < IK 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memiliki kriteria daya pembeda minimal cukup. Setelah melakukan perhitungan daya pembeda soal pada uji coba yang telah dilakukan di kelas VIII F didapat yaitu cukup dan baik (Lampiran C.2).


(54)

38 3.7 Perangkat Pembelajaran

Perangkat Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat per pertemuan pembelajaran. RPP ini merupakan RPP yang disesuaikan dengan kurikulum 2006 yang memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian. RPP dalam penelitian ini menggunakan model PBL untuk kelas eksperimen dan menggunakan model konvensional untuk kelas kontrol.

2. Lembar Kerja Kelompok (LKK)

Lembar Kerja Kelompok (LKK) ini memuat kegiatan dan masalah-masalah yang harus dieselesaikan oleh siswa. LKK diberikan pada kelas eksperimen yang menggunakan model PBL.

3.8 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

1) Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama pembelajaran.


(55)

39 3) Menyusun proposal penelitian.

4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran problem-based learning.

5) Menyiapkan instrumen penelitian bebrupa tes pemahaman konsep sekaligus aturan penyekorannya

6) Melakukan validasi instrumen. 7) Melakukan uji coba instrumen. 8) Melakukan perbaikan instrumen. 2. Tahap Pelaksanaan

1) Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem-based learning pada kelas eksperimen.

2) Mengadakan post-test dalam kelas eksperimen. 3. Tahap Pengolahan Data

1) Mengumpulkan data penelitian.

2) Mengolah dan menganalisis data penelitian. 3) Mengambil kesimpulan.

4) Membuat laporan.

3.9 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari posttest dianalisis menggunakan uji statistik inferencial. Sebelum melakukan analisis uji statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas.


(56)

40 3.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Statistik yang digunakan dalam uji normalitas ini dengan menggunakan uji chi-kuadrat (Sudjana, 2005:273).

Hipotesis:

H0: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Persamaan uji chi-kuadrat:

Keterangan:

X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan

k = banyaknya kelas interval

Kriteria uji, H0 diterima jika x2hitung < x2tabel dengan dk = k – 3, maka data berdistribusi normal. H0 ditolak jika x2hitung ≥ x2tabel, maka data tidak berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan analisis data penelitian untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis data kemampuan pemahaman konsep matematis, dilakukan pengujian normalitas.

Uji normalitas data pemahaman konsep matematis siswa dilakukan menggunakan uji Chi Kuadrat. Tabel 4.2 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.3 dan C.4.


(57)

41 Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman konsep Matematis

Pada tabel 4.2 dari hasil uji normalitas data pemahaman konsep matematis siswa di atas, terlihat nilai Xhitung2 untuk setiap kelompok kurang dari Xtabel2 . Ini berarti pada taraf

= 0,05 hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima, sehingga dapat disimpulkan data pada setiap kelompok berdistribusi normal.

3.9.2 Uji Hipotesis

Karena data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan uji hipotesis sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang memahami konsep dengan model PBL lebih dari atau sama dengan 60%, dilakukan uji proporsi satu pihak, yaitu sebagai berikut:

H0 : π = 0,6 (proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik sama dengan 60%)

H1: π > 0,6 (proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik lebih dari 60%)

Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2005:233) adalah:

Kelompok Xhitung2

2

tabel

X Keputusan Uji

Eksperimen 2,77 7,81 H0 diterima


(58)

42 Keterangan:

x : banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunkan model pembelajaran problem-based learning.

n : banyaknya sampel pada kelas eksperimen

Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana

didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk hipotesis H0 diterima.

2. Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang memahami konsep pada pembelajaran dengan model problem-based learning lebih tinggi dibanding pada pembelajaran konvensional (Sudjana,2005), dilakukan uji kesamaan dua proporsi yang menggunakan uji pihak kanan dengan rumusan hipotesis berikut.

(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning sama dengan siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)

(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning lebih dari siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)


(59)

43

Dengan dan

Keterangan:

= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas eksperimen

= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas kontrol

= banyak sampel pada kelas eksperimen = banyak sampel pada kelas control

Dengan kriteria uji: tolak H0 jika dan terima H0 untuk , dengan taraf nyata.


(60)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa, model PBL tidak efektif, namun lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menerapkan model PBL sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam rangka mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa dengan dengan pertimbangan bahwa siswa yang diajar sudah paham akan materi sebelumnya, dan koordinasi siswa dalam kelompok berjalan baik.

2. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sebaiknya mem-pertimbangkan kemampuan yang diukur dengan karakteristik siswa yang diteliti, sehingga dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(61)

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Dindin. M.L. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. [online]. Tersedia: http:// (20 Oktober 2014).

Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Agus, Surya, dan Meter. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv Sd Negeri 8 Kesiman. Jurnal Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. Alwi. H. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Amir, M. Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Apriani. 2008. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Mode Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition Menggunakan Peta: Studi Eksperimen di SMPN 29 Bandung Kelas VII. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Ardiyanti, Y.N. 2006. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Teknik SQ4R Dalam Kelompok Kecil Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Skripsi pasa FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Barret, Terry. 2005. Understanding Problem Based Learning. [online]. Tersedia : http://www.aishe.org/readings/2005-2/chapter2.pdf (20 Oktober 2014) Depdiknas. 2003: UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT rineka cipta E.Mulyasa.2005. Menjadi Guru Professional. Bandung: Remaja rosdakarya.


(62)

53

Gunantara, Suacana dan Narci. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: Tahun 2014).

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hudoyo, Herman. 1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : DepDikbud. _________. 1998. Implementasi Penelitian Terhadap Pengajaran Matematika. P3G.

Jakarta: Depdikbud.

_________. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Isma, N. 2006. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematik Siswa melalui Penerapan Pertanyaan Produktif dalam Pembelajaran Kooperatif. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

J. Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

Kesumawati. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika.

Liu, Min. 2005. Motivating Students Through Problem-based Learning. University of Texas : Austin.

Nurhadi. 2004. Pengantar Problem-Based Learning, edisi kedua. Medika: Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Oxford, university. 2003. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford: Oxford Press University. Roestiyah, N.K. 2008 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rosnawati. R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia Pada Timss 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013.

Ruseffendi, et.2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Tarsito, bandung.

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabet

Sanjaya, Wina. 2009. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.


(63)

54

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito Bandung.

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Sumarmo, U. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses belajar- mengajar. Disertasi pada Asps Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Tahmir, Suradi. 2007. Model Pembelajaran Resik Sebagai Strategi Mengubah Paradigma

Pembelajaran Matematika Di Smp Yang Teachers Oriented Menjadi Student Oriented. Laporan Penelitian. Makasar: UNM Makasar.


(1)

baik menggunkan model pembelajaran problem-based learning. n : banyaknya sampel pada kelas eksperimen

Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana

didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk hipotesis H0 diterima.

2. Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang memahami konsep pada pembelajaran dengan model problem-based learning lebih tinggi dibanding pada pembelajaran konvensional (Sudjana,2005), dilakukan uji kesamaan dua proporsi yang menggunakan uji pihak kanan dengan rumusan hipotesis berikut.

(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning sama dengan siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)

(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning lebih dari siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)


(2)

43

Dengan dan

Keterangan:

= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas eksperimen

= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas kontrol

= banyak sampel pada kelas eksperimen = banyak sampel pada kelas control

Dengan kriteria uji: tolak H0 jika dan terima H0 untuk , dengan taraf nyata.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa, model PBL tidak efektif, namun lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menerapkan model PBL sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam rangka mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa dengan dengan pertimbangan bahwa siswa yang diajar sudah paham akan materi sebelumnya, dan koordinasi siswa dalam kelompok berjalan baik.

2. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sebaiknya mem-pertimbangkan kemampuan yang diukur dengan karakteristik siswa yang diteliti, sehingga dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(4)

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Dindin. M.L. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. [online]. Tersedia: http:// (20 Oktober 2014).

Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Agus, Surya, dan Meter. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv Sd Negeri 8 Kesiman. Jurnal Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. Alwi. H. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Amir, M. Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Apriani. 2008. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Mode Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition Menggunakan Peta: Studi Eksperimen di SMPN 29 Bandung Kelas VII. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Ardiyanti, Y.N. 2006. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Teknik SQ4R Dalam Kelompok Kecil Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Skripsi pasa FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Barret, Terry. 2005. Understanding Problem Based Learning. [online]. Tersedia : http://www.aishe.org/readings/2005-2/chapter2.pdf (20 Oktober 2014) Depdiknas. 2003: UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT rineka cipta E.Mulyasa.2005. Menjadi Guru Professional. Bandung: Remaja rosdakarya.


(5)

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: Tahun 2014).

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hudoyo, Herman. 1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : DepDikbud. _________. 1998. Implementasi Penelitian Terhadap Pengajaran Matematika. P3G.

Jakarta: Depdikbud.

_________. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Isma, N. 2006. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematik Siswa melalui Penerapan Pertanyaan Produktif dalam Pembelajaran Kooperatif. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

J. Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

Kesumawati. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika.

Liu, Min. 2005. Motivating Students Through Problem-based Learning. University of Texas : Austin.

Nurhadi. 2004. Pengantar Problem-Based Learning, edisi kedua. Medika: Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Oxford, university. 2003. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford: Oxford Press University. Roestiyah, N.K. 2008 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rosnawati. R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia Pada Timss 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013.

Ruseffendi, et.2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Tarsito, bandung.

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabet

Sanjaya, Wina. 2009. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.


(6)

54

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito Bandung.

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Sumarmo, U. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses belajar- mengajar. Disertasi pada Asps Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Tahmir, Suradi. 2007. Model Pembelajaran Resik Sebagai Strategi Mengubah Paradigma

Pembelajaran Matematika Di Smp Yang Teachers Oriented Menjadi Student Oriented. Laporan Penelitian. Makasar: UNM Makasar.