EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

EVI LISTYONINGSIH

Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Sam-pelnya adalah kelas VIIE yang diambil secara purposive sampling. Desain pene-litian ini adalah one-shot case study. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis. Berdasarkan hasil analisis data, dida-pat persentase siswa yang memahami konsep matematis siswa dengan pembela-jaran kooperatif tipe TPS kurang dari 65%. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015.


(2)

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

EVI LISTYONINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(3)

vdIW u€Irprpued

ffi

u€srunf enls) 'z t00 r

1007, E0€86I 80E0tS6r dIN 'pd'IAI

tnefg sqeurv'er(I

EOE66I ?OATL96T dIN TS'W 6e1rnse3

'rq

900 r 80986I

'pd'I

I 6onoqr,roung rlelueds0r96l .SJ(IdIN

durqurrquod

IslIIro)'I

IffNIgANtrIAI

ueryprpued nurll uep uenrnEay YdIW ue)lrprpusd e{rt?uratr"I^tr uDlrprpue d EZOIZOEILO gp8u1uo3"1$[

p.E;

GtgZftWZ uure[u1a4

unqsl

U[usO ref serues Sunduul"rupuug S go8eg

sltil

IIA

sBIo;1 unasls dupuqra;

pnts)

Y/tlSIS SIIYrutr.I, dtrSNOX

NYI

IYIIW

ISd IUY(I

NYfNIII(

gtrVHS

VIY{

XNIHJ

gdII

TIIYUSdOOX

NYU}'fYTflSI

Igd TflOOIAI NVdYUfNgd

SYJIAITXS{I

selInryc rrBSnmf Ipnls urerSord B \srseqBtrAtr {o{od 'oN

?.r\srs"q"tr J BrrreN

ISdp{S 1npnf


(4)

?I0Z roquoseq 6Z : rsdrDIS

uqln

snln.I pEEtrel

Iln8uea

srJBleDIeS

enl3)

g[nEue4

q;

'I

NYXITYSIONtrIAI


(5)

tz0tz0ttL0 'I^tdN

qrsEuruo,$sl"I 1ng

w>1ep.(ua6 EueA tIgZJequreseq'8undruupeptreg

Tnuep€)lB r$Iu?s pdepueur ?IpesJeq e,(es reueq {epp IuI ueep.(ured ueq uslpnure4p ellqedy

'e4e1snd rugpp urel?p lnqeslp upp Itq r{s{seu luepp nmlp sqnuet €r?ces Eued rlence{'uTel ftrero qolo ue>plqrsilp nB}B

sln1rp qeruad Eued ledepued nelB e,ft"{ pdepral rypp uEn[ efes uunqupEuedes uep

r8furl

wnm6re4 n1ens ry uueueftesel releE qeloredueur {n$m u€{nlglp

qu1e1 Eue,( e,ile>I $dsprel {Bpp

Iq

tsdurls uIBIep ?rl{q€q ue{sl€,(ueul mt ue8ueg

vdII.{ trETpryued e)lrletuelsl^I trB)llpryued

ETOIZOEILO qrsErmrodlsll 1.t.g

u"snmf rpqs uerEor4 I^IdN

'rur r[?/r\€qrp u€Eu?] spusuaq EuuA


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah, pada Rabu 12 Juli 1989. Penulis merupakan putri bungsu dari dua bersaudara pasangan Bapak Suharsono dan Ibu Lilis Suryani.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu taman kanak-kanak di TK PERIP Poncowati kelas A. Dilanjutkan menempuh studi jenjang sekolah dasar di SD Negeri 1 Poncowati, Lampung Tengah yang bermula pada tahun 1995. Kemudian menempuh studi jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Poncowati, Lampung Tengah yang bermula pada tahun 2001, dan SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan selesai pada tahun 2007.

Di tahun 2007 pula, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Tahun 2010, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK 2 Mei Bandarlampung. Sejak tahun 2007, penulis aktif di Hizbut Tahrir Indonesia hingga saat ini.


(7)

Motto

“Masa l

alu adalah urusan perasaan, dan

masa depan adalah urusan pemikiran.”


(8)

PERSEMBAHAN

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, Rabb Semesta Alam. Shalawat dijunjungkan

kepada Rasulullah Muhammad saw. Beriring kebaikan, kupersembahkan skripsi ini kepada :

Mama dan Papa yang Allah amanahi untukku dengan segala macam kasih sayang

Mbakku, Erika dan jajaran keluarganya yang sudah mau-maunya mendukungku

Seluruh guru dan dosen yang telah membagi ilmu yang tak ada kesia-siaan

Keluarga besar Mangga Dua dan Langgeng yang telah berbagi

Almamaterku yang ada di Lampung

Ummi Dzakiyyah yang baik


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi terhadap Siswa Kelas VII Semester Ganjil MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015).”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Dosen Pembahas yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan perhatian, saran, dan masukan kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini selesai dengan baik.


(10)

iii

4. Bapak Drs. H. Ridwan Hawari, MM., selaku Kepala MTs Negeri 2 Bandarlampung.

5. Ibu Asnah Yusfit, S. Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ilmu pengetahuan.

7. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Caswita, M. Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberi-kan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaimemberi-kan skripsi ini.

9. Bapak Dr. Haninda Bharata, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung.

10.Mama dan Papa yang kusayang atas kasih sayang dan doa yang tak terkira. 11.Sahabatku, Alaysa Nichmatul Alaniah atas segalanya.

12.Teman seperjuangan skripsi : Erlida, Eka, Gede, Adit, dan Inayah atas dukungannya.

13.Teman-teman di Pendidikan Matematika angkatan 2007 reguler dan non reguler atas motivasi dan kebersamaannya selama ini.

14.Kakak dan adik tingkat atas kebersamaannya.

15.Teman-teman PPL dan guru serta siswa di SMK 2 Mei Bandarlampung atas kebersamaannya.

16.Teman-teman di Hizbut Tahrir Indonesia


(11)

iv

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan yang baik dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandarlampung, Desember 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

PERSEMBAHAN ... i

SANWACANA ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran... 8

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS... 10

C. Pemahaman Konsep Matematika... 16

D. Kerangka Pikir... 18

E. Anggapan Dasar... 20

F. Hipotesis... 20 Halaman


(13)

vi

1. Hipotesis Umum... 20

2. Hipotesis Khusus... 21

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel... 22

B. Desain Penelitian... 23

C. Prosedur Penelitian... 24

D. Data Penelitian... 25

E. Teknik Pengumpul Data... 25

F. Instrumen Penelitian... 25

1. Validitas... 26

2. Realibilitas Tes... 26

G. Teknik Analisis Data... 28

1. Uji Normalitas... 28

2. Uji Hipotesis... 29

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 31

B. Pembahasan... 32

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 37

B. Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Distribusi Siswa Kelas VII MTsN 2 Bandarlampung ... 22 3.2 One-Shot Case Study ... 24 4.1 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis... 32


(15)

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

A.PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 41 A.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 58

B.PERANGKAT TES

B.1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 78 B.2 Instrumen Tes Pemahaman KonsepMatematis ... 80 B.3 Kunci Jawaban dan Teknik Penskoran Tes Pemahaman Konsep

Matematis ... 82 B.4 Form Penilaian Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematis .. 84 B.5 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 86

C.ANALISIS DATA

C.1 Analisis Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 87 C.2 Data Nilai Pemahaman Konsep Matematis ... 88 C.3 Uji Normalitas dan Uji Hipotesis Data Pemahaman Konsep

Matematis ... 89 C.4 Indikator Pencapaian Pemahaman Konsep Matematis ... 94


(16)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui pendidikan, setiap insan diharapkan mampu menghadapi tantangan kehidupan yang semakin berat. Terlebih di era globalisasi yang penuh persaingan ketat se-perti saat ini menjadi hal yang wajar jika setiap individu mengenyam pendidikan dengan sungguh-sungguh. Setiap individu dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup dalam melewati setiap persoalan di berbagai kondisi.

Pengetahuan ini tentu saja diperoleh melalui proses pendidikan dengan tujuan yang dapat berperan aktif dalam mewujudkan individu yang cerdas, kreatif, inova-tif, dan bertanggung jawab. Pendidikan diharapkan mampu memberikan efek po-sitif terhadap individu yang tentunya akan berpengaruh pula terhadap perkem-bangan kemajuan suatu bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(17)

2 Dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada setiap peserta didik. Mulai dari tingkat usia dini hingga menengah atas, pembelajaran matematika tidak dilepas-kan dalam proses pendididilepas-kan yang dialami oleh siswa. Matematika merupadilepas-kan salah satu dasar ilmu yang dibutuhkan bagi setiap manusia untuk menghadapi kehidupan sebab persoalan hidup manusia juga tidak lepas dari menggunakan ilmu matematika dasar. Pemahaman terhadap ilmu matematika juga menjadi tolok ukur perkembangan peradaban suatu bangsa. Matematika menjadi ujung tombak untuk memahami, menggali, dan menemukan cabang ilmu lainnya yang bernilai penting dalam kehidupan. Mulai dari ilmu alam, teknik kelistrikan, industri mesin, infrastuktur, ilmu kesehatan, tatanan sosial, ilmu ekonomi, dan berbagai ilmu lainnya yang senantiasa mengalami perkembangan hingga kini.

Wardhani (2008: 2) berpendapat bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah siswa memahami konsep matematika. Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika mendorong siswa untuk senantiasa berpikir logis dan sistematis. Hal ini membantu mereka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di beberapa sekolah, diperoleh fakta bahwa terdapat banyak siswa menganggap matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sukar dipelajari. Kebanyakan siswa tidak memiliki pemahaman yang kuat terhadap konsep-konsep dasar matematika. Siswa-siswa tersebut me-miliki kecenderungan lebih besar untuk menghapal rumus dibanding mencari dan memahami konsep dalam penyelesaian masalah matematika. Kecenderungan


(18)

3 tersebut membuat siswa kesulitan menemukan solusi bagi permasalahan-permasalahan yang berbeda atau lebih kompleks meski masih dalam topik yang sama.

Kesulitan-kesulitan tersebut membuat siswa semakin enggan belajar atau cen-derung pasif dalam proses pembelajaran. Permasalahan ini menjadikan guru me-miliki tantangan untuk memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa lebih aktif dan mudah memahami konsep matematika. Pada lampiran IV permendik-bud 81 A (kemendikpermendik-bud: 3-4) disebutkan bahwa:

Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Pemahaman konsep siswa akan lebih cepat diperoleh jika siswa mempunyai pengalaman bermakna dalam pembelajaran. Pengalaman bermakna tesebut diper-oleh melalui pengaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Berkenaan dengan hal ini, Markaban (2006: 3) menyatakan bahwa tingkat pemahaman konsep mate-matis seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Suasa-na belajar yang dibangun oleh guru haruslah mampu memberi kesempatan peserta didik agar menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Suasana tersebut dapat dibangun dengan kondisi yang memungkinkan siswa aktif, lebih bebas mengemukakan pendapat, saling membantu, dan berbagi pendapat dengan teman, serta bersama-sama menyelesaikan masalah untuk memperoleh


(19)

4 pengetahuan baru. Kondisi demikian muncul dalam pembelajaran kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut pembelajaran kooperatif.

Eggen and Kauchack (Trianto, 2007: 42) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disu-sun sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi sis-wa dengan pengalaman kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar ber-sama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Teori Damon (Slavin, 2005:

36) menyatakan bahwa “interaksi antar siswa berkaitan dengan tugas-tugas dapat

bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan konsep mereka”.

Menurut Slavin (2005: 37) terdapat dukungan yang besar terhadap gagasan bahwa interaksi di antara teman sebaya dapat membantu anak-anak yang nonconservres

menjadi conservres. Melalui diskusi, siswa akan saling memberi alasan yang dianggap sesuai untuk membenarkan pendapat mereka. Jika pendapat-pendapat tersebut dianggap kurang tepat maka akan timbul konflik kognitif yang dapat memunculkan pemahaman konsep dengan kualitas tinggi.

Pada umumnya, bangku siswa di sekolah disusun berpasangan sehingga lebih cocok digunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari teori konstruktivisme yakni perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara berkelompok. Kelompok-kelompok yang dibentuk dalam pelaksanaan model ini disusun secara berpasangan.


(20)

5 Penyusunan kelompok berdasarkan tempat duduk membuat siswa lebih nyaman dan mampu berkolaborasi dengan baik karena didukung oleh kedekatan emosional yang terbentuk secara alami. Penyusunan kelompok seperti ini juga dinilai lebih sederhana dan tidak membutuhkan waktu serta tenaga lebih jika dibandingkan dengan bentuk penyusunan lain.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS perlu didukung dengan ke-mampuan siswa untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Hal ini lebih cocok diterap-kan pada siswa yang telah memasuki masa remaja. Laurence (Sarwono, 2008: 78) menyatakan bahwa kognisi pada remaja memiliki kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep abstrak (seperti persaudaraan, demokrasi, dan moral) dan mampu berpikir hipotesis (mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya). Masa remaja dialami oleh siswa ketika berada pada usia 12-15 tahun. Umumnya, pada usia tersebut siswa sedang menempuh jenjang pendidikan tingkat SMP.

Kurikulum 2013 mengarahkan siswa untuk berpatisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Guru diperkenankan memilih model pembelajaran yang sesuai de-ngan keadaan siswa dan sekolah agar pembelajaran aktif dan mudah dipahami dapat terlaksana. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pelaksa-naan penerapan kurikulum 2013 yang berjalan baik tidak terjadi di semua sekolah. Salah satu sekolah tersebut adalah MTs Negeri 2 Bandarlampung. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dilakukan pada siswa kelas VII semester ganjil MTs Negeri 2 Bandarlampung tahun ajaran 2014/2015.


(21)

6

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini:

“Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) efektif di-tinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs Negeri 2

Bandarlampung?”.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung.

D.Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, terutama ter-kait pemahaman konsep matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi para guru dalam mengembangkan kemampuan mengajarnya serta dapat menjadi referensi dalam mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengalaman bagi siswa dalam pembelajaran matematika dengan


(22)

7 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kepala sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dikata-kan efektif bila persentase siswa yang tuntas lebih dari 65%.

2. Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)

Pembelajaran Kooperatif tipe TPS adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan tiga tahapan, yaitu thinking (berpikir secara individual),

pairing (berpasangan dengan teman), dan sharing (berbagi ide dengan siswa seluruh kelas).

3. Pemahaman konsep matematika

Pemahaman konsep matematika siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika yang dipelajari dan dapat dilihat dari nilai pemahaman konsep matematika siswa setelah proses pembelajaran.


(23)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan potensi tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal tersebut sangat diperlukan untuk hidup, bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan umat manusia. Kegiatan pembelajaran sebagai aktivitas pemberdayaan potensi peserta didik mestinya berjalan efektif agar kompetensi harapan dapat muncul pada peserta didik.

Uno (2007: 29) berpendapat bahwa efektivitas pembelajaran dapat diketahui dengan melihat tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik. Mulyasa (2006: 193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Efektivitas pembelajaran banyak bergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, baik yang dilakukan secara mandiri maupun kelompok. Sutikno (2005: 32) mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran berarti kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan


(24)

9 yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, efektivitas pembelajaran merupakan tingkat keberhasilan pembelajaran yang dapat diukur melalui keter-capaian tujuan pembelajaran.

Ketuntasan belajar merupakan kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal yang ditetapkan di sekolah. Menurut Trianto (2007: 241), penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan kriteria ketuntasan minimal dengan berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu kemampuan setiap peserta didik yang berbeda-beda, fasilitas (sarana) setiap sekolah yang berbeda-beda, dan daya dukung setiap sekolah yang berbeda-beda. Ketuntasan belajar siswa yang sesuai dengan KKM pelajaran matematika di sekolah mencakup semua kemampuan matematika siswa, termasuk pemahaman konsep siswa. MTs Negeri 2 Bandarlampung menetapkan kriteria ketuntasan minimal adalah minimal 65 dari skala 100. Kemendikbud (2013: 24) menyatakan bahwa pernyataan ketuntasan belajar ini, ditunjukkan melalui hasil tes formatif siswa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dilihat dari pencapaian tujuan pem-belajaran yang terkait dengan pemahaman konsep matematika siswa. Berda-sarkan standar yang ditetapkan oleh pihak MTs Negeri 2 Bandarlampung, tujuan pembelajaran dikatakan tercapai jika lebih dari 65% siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar 65.


(25)

10

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Secara harfiah, kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan yang baik dalam kerja sama ialah aktivitas berkelompok. Lie (2004: 12) berpendapat bahwa sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif secara nyata semakin meningkatkan kemampuan sikap sosial dan belajar pada siswa.

Slavin (2005: 20) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam suatu kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Pada peng-gunaan model ini, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Suherman (2003: 260) mengartikan kerja kelompok (kooperatif) sebagai bekerja secara bersama-sama untuk menacapai hasil yang lebih baik. Penggunaan pembelajaran kooperatif mengharuskan penghimpunan siswa dalam kelompok kecil untuk saling bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mengerjakan sesuatu bersama-sama. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Kelman (Uno, 2007: 13) mengemukakan bahwa di dalam kelompok akan terjadi saling tukar pengaruh sosial antar siswa. Siswa akan saling menerima pengaruh sosial dari siswa lain karena (1) siswa tersebut memang berharap untuk me-nerimanya, (2) pandangan orang lain atau kelompok lain sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya, (3) pengaruh tersebut kongruen dengan sikap atau


(26)

11 nilai yang ia miliki. Keberlakuan tiga hal tersebut dipengaruhi tingkat efektivitas kerja kooperatif pada siswa.

Model pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang me-liputi semua jenis kerja kelompok yang diarahkan untuk mencapai tujuan pem-belajaran yang telah dirumuskan oleh guru. Menurut Sanjaya (2006: 241), ter-dapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.

Riyanto (2012: 266) menjelaskan lima prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif sebagai: (1) Positive/independence artinya adanya saling ketergantung-an positif, yakni ketergantung-anggota kelompok menyadari pentingnya kerja sama dalam pencapaian tujuan; (2) Face to face interaction artinya antaranggota berinteraksi dengan saling berhadapan; (3) Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok; (4) Use of collaborative/social skill artinya harus meng-gunakan keterampilan bekerja sama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru; (5) Group processing artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.

Menurut Ibrahim (dalam Argorekmo, 2013) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar; (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah; (3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari


(27)

12 ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda; dan (4) penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.

Suprijono (2010: 59) menyampaikan bahwa prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru dapat menumbuh-kan pembelajaran efektif. Salah satu ciri pembelajaran yang efektif adalah siswa lebih mudah mempelajari sesuatu yang bermanfaat. Hal tersebut diketahui dari perolehan pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar.

Tiga konsep pokok yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif adalah: (1) penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang disepakati oleh guru dan siswa; (2) per-tanggungjawaban individu, perper-tanggungjawaban ini menitik-beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membentuk dalam kegiatan pembelajar-an; (3) kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang berprestasi rendah maupun tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelompok ber-tanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme.


(28)

Pem-13 belajaran tersebut merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan ke-sempatan pada siswa untuk berpikir secara individual, yaitu bekerja sendiri sebelum bekerja sama dengan kelompoknya. Siswa kemudian berbagi ide atau informasi dengan teman sekelasnya. Hal ini dilakukan untuk mencari kesepakatan dalam pemecahan permasalahan yang diberikan oleh guru.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif. Sejak saat itu, model pembelajaran ini dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.

Frank Lyman (Nurhadi, 2004: 67) mengemukakan bahwa metode memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu. Langkah-langkah pembelajaran dalam TPS adalah: (1) berpikir (Thinking), guru meng-ajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran dan siswa diberi waktu sekitar satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu terse-but. Tahap ini membantu siswa menginterpretasikan ide mereka sehingga akan merangsang siswa untuk melatih kemampuan komunikasi tertulisnya; (2) berpasangan (Pairing), guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusi-kan yang telah dipikirmendiskusi-kan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilmendiskusi-kan jawaban ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Proses ini dapat melaju satu langkah dengan meminta satu pasang siswa lain untuk membentuk kelompok berempat dengan tujuan untuk memperkaya pemikiran mereka sebelum berbagi


(29)

14 dengan kelompok lain yang lebih besar (kelas). Secara bersama-sama, setiap pasang siswa yang telah bergabung dapat mengemukakan jawaban mereka yang berdasarkan pemikiran bersama sehingga memberikan solusi yang tepat untuk masalah yang diberikan. Tahap pair dalam metode ini juga memungkinkan terjadinya lebih banyak diskusi di antara siswa tentang jawaban yang diberikan. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 5 menit untuk berpasangan; (3) berbagi (Sharing), pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai hal yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga se-perempat atau lebih dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Tahap akhir dari pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memiliki beberapa keuntungan bagi siswa, diantaranya mereka dapat melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan cara yang berbeda.

Slavin (2005: 257) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai berikut.

(1) Ketika guru menyampaikan pelajaran di kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing; (2) Guru memberikan pertanyaan kepada kelas; (3) Siswa diminta untuk memikirkan sebuah jawaban secara individual, lalu saling bepasangan untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban; (4) Akhirnya, guru meminta para siswa untuk membagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh kelas.

Huda (2013: 136) menjabarkan prosedur pelaksanaan pembelajaran koopeatif tipe TPS sebagai berikut.

(1) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota; (2) Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok; (3) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut


(30)

15 sendiri-sendiri terlebih dahulu; (4) Kelompok membetuk anggota-anggotanya secara berpasang-pasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya; (5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk membagi hasil diskusinya.

Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe TPS sangat bergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang diberikan pada tahap pertama. Jika pertanyaan atau permasalahan yang diberikan merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan pemikiran siswa secara signifikan dapat menciptakan keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Setelah tahapan-tahapan dari model pembelajaran kooperatif TPS selesai dilaksa-nakan, maka diberikan tugas atau latihan untuk diselesaikan siswa secara pero-rangan yang akan menjadi skor perkembangan individu dan skor kelompok. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk meningkatkan kontribusinya dalam kelompok sekaligus menaikkan skor pribadinya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka langkah-langkah yang akan ditempuh pada penelitian ini yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: (1) guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang penerapan model pembelajaran TPS sebagai suatu variasi model pembelajaran bagi mereka; (2) guru memberikan pengantar berupa penyampaian sekilas materi pembelajaran; (3) guru memberikan permasalahan kepada siswa dalam bentuk LKS; (4) siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS secara mandiri untuk beberapa saat; (5) siswa diminta untuk saling berpasangan dan mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangannya tersebut hingga diperoleh kesepemaham-an dalam penyelesaikesepemaham-an permasalahkesepemaham-an; (6) guru memberi kesempatkesepemaham-an kepada


(31)

be-16 berapa pasangan untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas, diikuti dengan pasangan lain yang memperoleh hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi/sharing pada diskusi kelas; (7) guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil akhir dari diskusi kelas; (8) guru memberikan tugas individu kepada siswa dan harus dikerjalan secara mandiri dan dikumpul pada pertemuan berikutnya sebagai bahan evaluasi terhadap pembelajaran.

C. Pemahaman Konsep Matematika

Pemahaman konsep terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan konsep. Pema-haman berasal dari kata dasar paham. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pa-ham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan.

Menurut Purwanto (dalam Harja, 2011) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Wardhani (2008: 9) mengartikan konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/ menggolongkan sesuatu objek.

Harja (2011) menyatakan bahwa :

Pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

Menurut NCTM (Herdian, 2010) pemahaman konsep matematika dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan. Pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk jenjang pendidikan menengah


(32)

17 dinyatakan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Instrumen penilaian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis mengacu pada indikator pencapaian pemahaman konsep.

Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu: (1) menyatakan ulang sebu-ah konsep; (2) mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; (3) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep; (4) menyaji-kan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; (5) mengembangmenyaji-kan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep; (6) menggunakan dan meman-faatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu; (7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar atau kemam-puan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Keller (dalam Hamalik, 2004: 28) menyatakan bahwa hasil belajar

adalah “prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak sedangkan usaha adalah

perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar.” Ini berarti bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh anak.


(33)

18 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk menentukan terkuasai atau tidaknya konsep yang telah diajarkan kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar tersebut berupa nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes pemahaman konsep.

D. Kerangka Pikir

Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa pada aspek sikap, pengetahuan, dan ke-terampilan. Peningkatan kemampuan ini, hanya akan terjadi jika pembelajaran berlangsung secara efektif. Efektivitas pembelajaran dapat diukur melalui ke-berhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah siswa memperoleh pemahaman konsep yang sesuai dengan ide-ide matematika. Pemerolehan pemahaman konsep yang utuh pada siswa dapat terjadi jika pembelajaran berorientasi kepada siswa. Hal ini menyaratkan agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna pada dirinya. Dengan demikian, pemahaman yang di-peroleh melalui pembelajaran dapat tertanam kuat pada diri siswa dan berdampak pada perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Melalui pembelajaran ini, siswa akan mengalami tiga tahapan belajar. Tahapan pertama yang akan dialami siswa ialah think. Pada tahap tersebut, siswa secara individual diarahkan untuk mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya untuk memahami suatu konsep matematika. Tahap


(34)

19 berikutnya yang akan dialami siswa adalah pair. Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk berdiskusi secara berpasangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih kuat terhadap konsep-konsep yang ada dalam pembelajaran. Tahap terakhir yang dialami siswa ialah share. Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk membagi pemahaman yang telah mereka dapatkan dari diskusi berpasangan kepada seluruh siswa di kelas. Dalam proses ini, akan terjadi saling tukar pendapat antar pasangan di kelas hingga mereka memperoleh pemahaman yang tepat terhadap suatu konsep. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru untuk mengefektifkan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat diukur melalui keberhasilan siswa dalam memiliki pemahaman yang tepat terhadap konsep-konsep matematika.

Bila merunut pada kondisi siswa di MTs Negeri 2 Bandarlampung, pembelajaran kooperatif tipe TPS digunakan dalam penelitian agar setiap siswa mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif terhadap pembelajaran matematika.

Pembelajaran bermula dari proses peserta didik mengamati dan guru menanyakan, siswa diarahkan untuk berpikir (think) dan akhirnya memunculkan rasa ingin tahu lebih mengenai materi pembelajaran. Pada tahap ini, setiap siswa diharapkan me-miliki sebuah pendapat untuk dijadikan bahan diskusi secara berpasangan dengan teman sebangku (pair). Selanjutnya hasil diskusi secara berpasangan ini akan di-presentasikan (share) dan didiskusikan kembali secara bersama-sama dalam fo-rum kelas. Presentasi dilakukan dengan mengambil beberapa pasangan siswa un-tuk menyampaikan hasil diskusi yang diperoleh sebelumnya.


(35)

20 Ketika proses diskusi kelas berakhir, guru memberikan simpulan untuk menutup diskusi. Dalam simpulan ini, guru mengarahkan agar siswa memiliki pemahaman konsep yang sama mengenai materi pembelajaran tersebut. Indikasi siswa memi-liki kemampuan pemahaman konsep matematis dapat dilihat melalui perolehan hasil instrumen tes pada siswa.

Sesuai KKM yang ditetapkan oleh MTs Negeri 2 Bandarlampung, maka dapat diketahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Jika lebih dari 65% siswa telah memenuhi KKM sebesar 65 maka model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikatakan efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar penelitian ini adalah faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa, selain model pembelajaran dianggap memiliki kontri-busi yang sama.

F. Hipotesis

1. Hipotesis Umum

Hipotesis umum penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTsN 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015.


(36)

21

2. Hipotesis Khusus

Hipotesis khusus penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif jika persentase siswa yang mencapai nilai KKM lebih dari 65%.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester ganjil MTsN 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 dengan siswa sebanyak 374 siswa yang terdistribusi dalam sepuluh kelas seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VII MTsN 2 Bandarlampung

No. Kelas Banyak Siswa Guru Mitra Keterangan

1 U1 36 Wahyu Widodo Kelas unggulan

2 U2 35 Wahyu Widodo Kelas unggulan

3 VIIA 34 Yuli Ismaya Kelas super reguler

4 VIIB 35 Yuli Ismaya Kelas super reguler

5 VIIC 36 Asnah Yusfit Kelas super reguler

6 VIID 41 Asnah Yusfit Kelas reguler

7 VIIE 38 Asnah Yusfit Kelas reguler

8 VIIF 39 Asnah Yusfit Kelas reguler

9 VIIG 40 Rini Sukismi Kelas reguler

10 VIIH 40 Rini Sukismi Kelas reguler

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Adapun pengambilan sampel di-sesuaikan dengan kebijakan sekolah. Berdasarkan kebijakan sekolah, dua kelas unggulan tidak boleh digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Sekolah me-nunjuk Asnah Yusfit, S.Pd. sebagai guru mitra. Hal ini mengakibatkan kelas yang dapat dipilih sebagai sampel adalah kelas VIIC, VIID, VIIE, dan VIIF. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tepat digunakan pada kelas yang memiliki jumlah siswa genap. Berlandaskan pada


(38)

pertimbangan-23 pertimbangan di atas, dipilih VIIE yang berjumlah 38 siswa sebagai sampel penelitian.

Alasan kelas VIIC tidak dijadikan sebagai sampel penelitian karena jenis kelasnya adalah super reguler IPA. Kelas tersebut memiliki tingkat pemahaman terhadap mata pelajaran IPA lebih baik dari kelas reguler. Pada umumnya, ketika pe-mahaman IPA lebih baik maka pepe-mahaman terhadap pembelajaran matematika dipastikan tentu lebih baik. Jika tingkat pemahaman dalam pembelajaran mate-matika dari masing-masing siswa kelas super reguler IPA lebih baik dari kelas reguler, kemungkinan besar perolehan nilai hasil belajar juga lebih besar. Bahkan perkiraan nilai hasil belajar kelas super reguler akan lebih besar dari kelas reguler tanpa diadakannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS di kelas tersebut. Akhirnya, dapat diyakini bahwa pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS di kelas super reguler lebih kecil dibandingkan dengan kelas reguler. Karena itu, kelas yang tepat untuk dijadikan sampel penelitian adalah kelas VIIE.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design karena tidak dapat diberikan pengendalian secara penuh terhadap semua variabel yang mungkin berpengaruh terhadap variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Sugiyono (2013: 74) bahwa hasil pre-experimental design yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random.


(39)

24 Variabel yang diukur di dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematika siswa. Desain yang digunakan adalah one-shot case study yang dipilih berdasarkan pedoman dari Sugiyono (2013: 74). Gambar desainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 One-Shot Case Study Kelas Perlakuan Posttest

VIIE X O

Keterangan:

X = model pembelajaran kooperatif tipe TPS

O = pemahaman konsep matematika siswa

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Observasi awal, melihat kondisi lapang atau sekolah seperti jumlah kelas, jumlah siswa, karakteristik siswa, dan cara guru mengajar.

2. Merencanakan penelitian

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

b. Menyusun Lembar Kerja Kelompok/LKK yang akan diberikan kepada siswa pada saat diskusi kelompok.

c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematika, kemudian membuat soal beserta aturan penskorannya.

3. Melakukan validasi instrumen. 4. Melakukan uji coba instrumen. 5. Menghitung reliabilitas soal tes.


(40)

25 6. Melakukan perbaikan instrumen.

7. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen

Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.

8. Mengadakan posttest. 9. Menganalisis data. 10. Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep pada materi Himpunan yang diperoleh melalui tes yang dilaksanakan setelah siswa mendapatkan perlaku-an menggunakperlaku-an pembelajarperlaku-an model TPS.

E. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes berupa tes tertulis, yang dilakukan setelah pembelajaran. Tes digunakan untuk mengukur kemampu-an siswa dalam memahami konsep ykemampu-ang dibahas dalam pembelajarkemampu-an.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pemahaman konsep berbentuk uraian pada materi himpunan. Penyusunan instrumen tes di-mulai dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan menentukan indikator pemahaman konsep yang akan diukur. Selanjutnya menyusun kisi-kisi tes didasarkan pada


(41)

26 kompetensi dasar dan indikator yang telah dipilih, dan diakhiri menyusun instrumen tes berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Setelah perangkat instrumen tes tersusun, dilakukan uji validitas isi dan selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelas uji coba penelitian. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar instrumen penelitian yang digunakan mendapatkan data yang akurat, yaitu valid dan reliabel. Kedua kriteria itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Validitas

Validitas isi dari tes pemahaman konsep matematika ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam instrumen tes pemahaman konsep matematika dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan asumsi bahwa guru matematika kelas VII MTsN 2 Bandarlampung mengetahui dengan benar kurikulum MTs, maka penilaian terhadap kesesuaian butir tes dengan indikator pembelajaran dilakukan oleh guru tersebut. Penilaian terhadap kesesuaian isi instrumen tes dengan kisi-kisi instrumen tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam instrumen tes dengan bahasa siswa, yang dilakukan dengan menggunakan daftar check list (√) oleh guru. Setelah di-konsultasikan, diperoleh bahwa seluruh instrumen tes telah sesuai dengan kisi-kisi tes yang akan diukur serta bahasa yang digunakan telah sesuai dengan kemampu-an bahasa siswa (Lampirkemampu-an B.4).

2. Reliabilitas Tes

Setelah dinyatakan valid, maka instrumen diujicobakan. Pengujicobaan instrumen dilakukan pada kelas setelah menempuh atau mempelajari materi. Setelah


(42)

27 dilakukan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui reliabilitas. Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Sugiyono (2013: 121) bahwa instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila instrumen yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diinginkan.

Pengukuran koefisien reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha dalam Sudijono (2008: 208), yaitu:

              

2

2 11 1 1 t i n n r   dengan 2 2 2                  

N X N

Xi i

t

Keterangan :

�11 = koefisien reliabilitas instrumen (tes)

n

= banyaknya butir soal (item)

��2 = jumlah varians dari tiap-tiap item tes

�2 = varians total N = banyaknya data

�� = jumlah semua data

��2 = jumlah kuadrat semua data

Lebih lanjut Sudijono menjelaskan bahwa dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11) pada umumnya menggunakan ketentuan, yaitu

apa-bila r11 ≥ 0,70 berarti instrumen tes memiliki reliabilitas yang baik. Setelah

meng-hitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilair11= 0,716 (Lampiran C.1)


(43)

28

G. Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisis adalah data nilai tes pemahaman konsep matematika siswa. Dari nilai tersebut siswa dikatakan telah memahami konsep matematika atau tuntas bila nilai siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 65. Selanjutnya, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikatakan efektif bila persentase siswa yang tuntas lebih dari 65%. Pengujian pencapaian kriteria efektivitas dilakukan analisis data dengan prosedur sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data pemahaman konsep yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hal ini dikarena-kan data yang berdistribusi normal adikarena-kan lebih mudah untuk menyajidikarena-kannya dalam bentuk membedakan, mencari hubungan, atau meramalkannya. Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-kuadrat. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Uji ini menggunakan uji chi-kuadrat:

ℎ� ��2 = ��− �� 2

��

Keterangan:

�� = frekuensi yang diamati


(44)

29 Kriteria uji : terima H0 jika �ℎ� ��2 < �2 �� dengan taraf nyata 5%. Jika

popu-lasi berdistribusi normal maka dapat dilakukan uji proporsi dengan menggunakan uji-z. (Sudjana, 2005: 273).

Dari perhitungan data yang telah dilakukan diperoleh χ2ℎ� �� = 3,713 dan

χ2

��= 9,488. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen χ2ℎ� �� <

χ2

�� maka data kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang

meng-ikuti model pembelajaran TPS berdistribusi normal. Untuk perhitungan seleng-kapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.

2. Uji Hipotesis

Setelah diketahui data pemahaman konsep matematika siswa berdistribusi normal dilakukan uji proporsi satu pihak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.

H0 : π≤ 0,65 (persentase siswa tuntas belajar kurang dari atau sama dengan 65%)

H1 : π > 0,65 (persentase siswa tuntas belajar lebih dari 65%)

Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:

ℎ� �� =

� −0,65

0,65 1−0,65 /�

Keterangan:

x = banyaknya siswa tuntas belajar


(45)

30 0,65 = proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z0,5


(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini diketahui dari persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak mencapai KKM.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Kepada guru

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi guru mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran dengan pengelolaan kelas yang lebih baik agar siswa menjadi terbiasa menggunakan model pembelajaran yang tidak monoton dan memeroleh suasana belajar yang lain dari biasanya.


(47)

38

2. Kepada kepala sekolah

Diharapkan agar kepala sekolah menyarankan guru lebih membiasakan pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran kooperatif salah satunya tipe TPS dengan lebih baik dan membuat kebijakan yang tegas untuk membangun kesadaran menuntut ilmu pada diri siswa.

3. Kepada peneliti lain

Bagi peneliti selanjutnya dengan konten yang sama, disarankan untuk melihat lebih detil kondisi siswa sebelum dilakukan penelitian dan menelaah dengan rinci setiap detil teori pendukung yang menunjang penelitian termasuk teori tentang pengelompokan siswa, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Argorekmo, Triwardono. 2013. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Model Telaah Yurisprudensi pada keterampilan Berbicara. [on-line]. Tersedia: http://argorekmomenoreh.wordpress.com/2013/12/28/penerapan-

pembelajaran-kooperatif-dengan-model-telaah-yurisprudensi-pada-keterampilan-berbicara/. Diakses tanggal 30 Desember 2014 Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Visimedia

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Harja, Media. 2011. Pemahaman Konsep. [on line]. Tersedia:

http://mediaharja.blogspot.com/2011/11/pemahaman-konsep.html?m=1. Diakses tanggal 23 September 2014

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/. Diakses tanggal 23 September 2014

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kemdikbud. 2013. Salinan Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang

Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/ ppp/PPP_Penemuan_terbimbing.pdf. Diakses tanggal 25 September 2014


(49)

40 Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Nurhadi. 2004.Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia

Riyanto, Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suherman. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kontemporer. Bandung: JICA Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Sujana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sutikno, M.Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Pres

Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prestasi Pustaka

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Wardhani, Sri. 2008. Analisa SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika


(1)

Kriteria uji : terima H0 jika �ℎ� ��2 < �2 �� dengan taraf nyata 5%. Jika popu-lasi berdistribusi normal maka dapat dilakukan uji proporsi dengan menggunakan uji-z. (Sudjana, 2005: 273).

Dari perhitungan data yang telah dilakukan diperoleh χ2ℎ� �� = 3,713 dan χ2

��= 9,488. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen χ2ℎ� �� < χ2

�� maka data kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang meng-ikuti model pembelajaran TPS berdistribusi normal. Untuk perhitungan seleng-kapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.

2. Uji Hipotesis

Setelah diketahui data pemahaman konsep matematika siswa berdistribusi normal dilakukan uji proporsi satu pihak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.

H0 : π≤ 0,65 (persentase siswa tuntas belajar kurang dari atau sama dengan 65%) H1 : π > 0,65 (persentase siswa tuntas belajar lebih dari 65%)

Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:

ℎ� �� =

� −0,65 0,65 1−0,65 /�

Keterangan:

x = banyaknya siswa tuntas belajar


(2)

30 0,65 = proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z0,5 dipilih dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α). (Sudjana, 2005: 234).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini diketahui dari persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak mencapai KKM.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Kepada guru

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi guru mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran dengan pengelolaan kelas yang lebih baik agar siswa menjadi terbiasa menggunakan model pembelajaran yang tidak monoton dan memeroleh suasana belajar yang lain dari biasanya.


(4)

38

2. Kepada kepala sekolah

Diharapkan agar kepala sekolah menyarankan guru lebih membiasakan pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran kooperatif salah satunya tipe TPS dengan lebih baik dan membuat kebijakan yang tegas untuk membangun kesadaran menuntut ilmu pada diri siswa.

3. Kepada peneliti lain

Bagi peneliti selanjutnya dengan konten yang sama, disarankan untuk melihat lebih detil kondisi siswa sebelum dilakukan penelitian dan menelaah dengan rinci setiap detil teori pendukung yang menunjang penelitian termasuk teori tentang pengelompokan siswa, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Argorekmo, Triwardono. 2013. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan

Model Telaah Yurisprudensi pada keterampilan Berbicara. [on-line].

Tersedia: http://argorekmomenoreh.wordpress.com/2013/12/28/penerapan-

pembelajaran-kooperatif-dengan-model-telaah-yurisprudensi-pada-keterampilan-berbicara/. Diakses tanggal 30 Desember 2014

Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Visimedia

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Harja, Media. 2011. Pemahaman Konsep. [on line]. Tersedia:

http://mediaharja.blogspot.com/2011/11/pemahaman-konsep.html?m=1.

Diakses tanggal 23 September 2014

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/. Diakses tanggal 23 September 2014

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan

Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kemdikbud. 2013. Salinan Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang

Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta:

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/


(6)

40 Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia

Riyanto, Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan

Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suherman. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kontemporer. Bandung: JICA Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Sujana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sutikno, M.Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Pres

Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prestasi Pustaka

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Wardhani, Sri. 2008. Analisa SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs

untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta: Pusat Pengembangan