7
mewariskan jiwa dan semangat juangnya kepada generasi penerus telah mendapatkan suatu sarana yang kuat pewarisan nilai-
nilai ’45 dan nilai-nilai TNI-45. Dengan demikian Museum Palagan beserta Monumen Palagan
Ambarawa adalah merupakan sarana ataupun modal dalam usaha mewariskan cita-
cita generasi ’45JARAH DAM VIIDiponegoro, 1974: 20.
Dengan demikian diharapkan agar generasi mendatang dapatlah mempelajari bagaimana dulu nenek moyang telah berjuang menegakkan
Negara,dimana tantangan penjajah asing sedemikian kuatnya. Kesemuanya itulah dapat dipelajarai dari Museum Palagan Ambarawa secara keseluruhan dan
khususnya gambar-gambar relief yang telah tergambarkan di Monumen Palagan Ambarawa. Yang menggambarkan secara heroic tentang perjuangan bangsa
indonesia dalan pertempuran Palagan Ambarawa. Sehingga perjuangan yang mencapai kemenangan gilang gemilang dan merupakan kemenangan tentara
kesatuan atau infantri kita dapatlah menaikan martabat bangsa Indonesia dimata dunia Internasional.
B. Sejarah Pertempuran Palagan Ambarawa
a. Bangkitnya Jiwa Keprajuritan Indonesia
Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak usaha suatu babakan perjuangan dalam rangka menuju cita-cita kehidupan masyarakat yang
adil dan makmur . Negara kesatuan Indonesia lahir tepat pada waktunya sebab keadaan dan suasana yang menguntungkan sekali. Perang Pasifik telah berakhir
pada tanggal 14 Agustus 1945 dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu sehingga balatentara Jepang yang berada di Indonesia hanyalah
8
merupakan tentara taklukan. Pada masa peralihan kekuasaan yaitu sejak menyerahnya Jepang hingga pendaratan Sekutu di Indonesia telah dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh Bangsa Indonesia untuk menyusun kekuatan baik pemerintahan maupun militer.
Berkat nyala api Revolusi 17 Agustus 1945 tergugahlah kembali naluri keprajuritan bangsa Indonesia.jiwa keprajuritan dan semangat patriotisme
serempak bangkit dengan nyata baik dalam tindakan, semangat keperwiraan maupun perwujutannya. Sebagai wujud jiwa keprajuritan timbulah bentuk
organisasi kemiliteran dengan didirikannya BKR Badan Keamanan Rakyat. Pada saat yang kritis antara bertekuk lututnya Jepang dan datangnya Sekutu
diperlukan suatu tindakan yang tegas,cepat, dan tertib yaitu merebut kekuasaan baik bidang sipil maupun bidang militer dari tangan Jepang adalah suatu
tindakan yang tepat, mengingat suasana dan keadaan mengharuskan kita bertindak cepat sebelum balatentara Sekutu mengadakan pendaratan di bumi
Indonesia Sarmudji, 2001: 5. Tindakan bangsa Indonesia tersebut sudah diperhitungkan adanya suatu
kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dengan pendaratan Sekutu di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga Sekutu pasti tidak akan rela melapaskan bangsa
Indoenesia menjadi bangsa yang merdeka dengan begitu saja. Lebih-lebih Belanda sebagai bekas penjajahan di Indonesia pasti akan mengambil alih
kekuasaan di bumi Indonesia kembali. b.
Sikap dan Tekad Rakyat Pendaratan Sekutu pada tanggal 19 Oktober 1945 terjadi pada saat kita
sedang bertempur dengan tentara Jepang sebagai akibat dari pada perebutan
9
kekuasaan dan senjata dari tangan balatentara Jepang. Kedatangan sekutu di Semarang disambut sebagaimana tanggapan rakyat Indonesia yang tulus
terhadap pernyataan resmi Sekutu yaitu mengurus tawanan-tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah tanpa mengganggu kedaulatan
Republik Indonesia. Namun tanggapan itu tetap dibarengi dengan sikap kewaspadaan karena
kita curiga terhadap sikap Sekutu yang tersembunyi diseluruh indonesia, dimana diketahuai ikut sertanya NICA yang membonceng Sekutu baik di Jakarta,
Medan, maupun Surabaya. Para pemuda pejuang hanya bersenjata bambu runcing mengadakan penjagaan-penjagaan terutama ditepi jalan besar
Semarang-Ambarawa-Magelang. Kontak
pertama yang
terjadi antara
Pemerintah Indonesia di Semarang diwakili oleh Wongsonegoro SH sebagai gubernur Jawa Tengah dan pihak Sekutu yang diwakili oleh jenderal Bethel
sebagai panglima Sekutu di Jawa Tengah telah menghasilkan sepakat, bahwa kita harus menyediakan makanan dan keperluan sehari-hari untuk Sekutu.
Sedangkan yang menyelesaikan tugas-tugas resminya Sekutu tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Dengan adanya kata sepakat itu
bergeraklah sebagian dari pasukan Sekutu ke Magelang melalui Ambarawa. Tetapi ternyata kedatangan mereka di kota-kota menimbulkan kekacauan-
kekacauan terutama dengan adanya anggota NICA dan tindakan mereka yang terang-terang melanggar kedaulatan Republik Indonesia dengan membebaskan
orang-orang interniran Belanda. Orang-orang Belanda yang dibebaskan itu dengan congkak dan sombong
serta mengabaikan kekuasaan pemerintahan Indonesia dengan terang-terangan
10
berusaha untuk menduduki kembali fungsi-fungsi mereka sebelum Perang Dunia ke II sebagai penguasa. Inilah yang membuat rakyat Jawa Tengah marah,
sehingga dilancarkan boikot keperluan makanan dan keperluan sehari-hari lainnya terhadap Sekutu. Pasukan TKR dan badan-badan kelaskaran di Jawa
Tengah mengalir ke kota-kota mengadakan pengepungan terhadap Sekutu. Sehingga pecahlah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 yang kemudian disusul pada tanggal 31 Oktober 1945 rakyat Magelang mengangkat senjata melawan Sekutu Syamsur Said, 1984: 21.
c. Pengepungan Sekutu di Ambarawa
Keadaan kota Magelang menjadi genting akibat tindakan serdadu- serdadu Sekutu yang selalu memancing-mancing kekacauan dan mengabaikan
kekuasaan Republik Indonesia. Dengan segera Resimen Sarbini yang berkekuatan 5 batalyon bersama rakyat Magelang bergerak melawan sekutu.
Serentak datanglah dari berbagai jurusan bantuan kesatuan-kesatuan TKR dan laskar bersenjata. Dengan penuh semangat dan rasa solidaritas senasib
sepenanggungan mereka menuju medan juang di Magelang dengan bertekat untuk mengusir Sekutu dari kota Magelang. Hanya dengan bekal senjata dan
semangat yang menyala-nyala untuk mengabdi dan berkorban demi membela Nusa dan Bangsa.
Keberanian dan kelincahan pasukan kita telah dibuktikan dalam pertempuran di Semarang dan Magelang. Dimana dalam waktu singkat para
pejuang telah berhasil mengepung musuh , akhirnya tercapailah kata sepakat antara pihak Indonesia dengan Sekutu untuk mengadakan pemberhentian
tembak-menembak. Akan tetapi Sekutu telah melanggar ketentuan tersebut
11
dengan mendatangkan bala bantuan dari Semarang. Kejadian ini telah mengakibatkan kemarahan rakyat Magelang dan dapat pula dianggap
merupakan ancaman bersenjata terhadap ibukota Yogyakarta tempat kedudukan markas tertinggi TKR. Sebagai akibatnya pertempuran semakin meluas dan dari
barbagai penjuru tentara Sekutu dikepung dan di gempur oleh rakyat Indonesia. Sekutu meninggalkan Magelang secara diam-diam dan mundur ke
Ambarawa pada malam hari tanggal 21 November 1945. Sekutu mundur ke Ambarawa disebabkan oleh 1. Sekutu tidak sanggup menghadapi Tentara
Keamanan Rakyat dan Badan-badan kelaskaran yang menyerang kedudukan mereka di Magelang, 2 Sekutu akan menyusun kekuatan di Ambarawa, 3 jarak
Magelang ke Ambarawa lebih dekat daripada harus mundur ke Semarang, sehingga apabila kekuatan sudah pulih, lebih cepat untuk kembali menduduki
Magelang dan 4 pengunduran sekutu ke Ambarawa dimaksudkan juga untuk memperkuat pasukan Sekutu yang terlibat dalam insiden dengan penduduk
Ambarawa yang terjadi pada tanggal 20 November 1945 Vidya Yudha No. 9TH.II Januari 1970:88.
Gerakan mundur Sekutu antara daerah Pingit dan Ambarawa telah mengalami hambatan akibat gangguan pasukan angkatan muda Ambarawa
dibantu pasukan gabungan dari Suruh, Surakarta, dan Ambarawa di Jambu. Sebagai akibat adanya pengadangan sepanjang Pingit- Ngipik
–Ambarawa maka dengan susah payah dan menderita korban yang besar Sekutu berhasil memasuki
daerah Ambarawa. Sedangkan di Ngipik pengadangan dilancarkan oleh pasukan suryosumpeno. Akhirnya seluruh kekuatan tempur pasukan kita yang semula
berjuang dimedan Magelang diarahkan ke Ambarawa.
12
Pengepungan terhadap Sekutu di Ambarawa dilakukan dari semua sektor yang menuju Ambarawa. Dari sektor Utara, untuk menghambat datangnya
bantuan dari Semarang, pasukan Mayor Rokhadi yang berkedudukan di Ungaran melakukan penghadangan disepanjang jalan Ungaran-Ambarawa.Pasukan
Mayor Rokhadi selanjutnya menuju Ambarawa. Pasukan Mayor Sutarno yang berkedudukan di Salatiga juga menberikan
bantuan berjumlah dua kompi pasukan. Kompi I dipimpin Sungkarso menuju Banyubiru dan bergabung dengan pasukan Ashari yang berkedudukan di
Bayubiru. Sedangkan kompi II dipimpin Isdiyanto bergerak dari daerah Tuntang ke Asinan Dinas Sejarah Militer Kodam VIIDiponegoro, 1979:64.
Pertempuran berlangsung dengan masing-masing pihak berusaha mempertahankan kedudukannya dengan gagah berani. Serangan pesawat udara
dari Sekutu menghujani peluru dan bom-bom penyebar maut tidak menggetarkan hati prajurit kita. Dengan bertambahnya kekuatan pasukan kita
maka diadakan konsulidasi dan koordinasi pasukan, yang akhirnya berhasil membentuk markas pimpinan pertempuran dipimpin oleh Kol. Holan Iskandar.
Selanjutnya medan Ambarawa pun dibagi dalam sektor-sektor utara, selatan,barat, dan timur agar serangan terhadap sekutu dapat lebih ditingkatkan
Soepardjo, 1986:40. Ketika matahari mulai menyingsing terjadilah tembak-menembak
dengan sekutu yang bersteling dikomplek Gereja dan Kuburan Belanda yang terletak di jalan Margoagung, dalam jarak kurang lebih 300 meter, batalyon
Imam Hadrongi mengambil kedudukan di sebelah kiri jalan, batalyon Suharto dan batalyon Sardjono bersama batalyon Soegeng Tirtosiswojo sebelah kanan
13
jalan. Pertempuran ini berlangsung seru di mana masing-masing pihak berusaha mempertahankan kedudukannya masing-masing dengan gagah berani. Mortir
sekutu kita balas dengan Mortir, meriam kita balas dengan Houwitzer. Dengan penuh keberanian pasukan-pasukan kita sebelah kanan jalan di bawah pimpinan
Mayor Suharto, Mayor Sardjono dan Mayor Soegeng Tirtosiswoyo menyerbu dan merebut stelling musuh di kuburan Belanda. Sekalipun pertahanan Sekutu
baik di Hotel Van Rheeden, pekuburan Belanda, Komplek Gereja dan Benteng willem I sangat kuat namun serangan pasukan kita makin rapat dan padat
disegala penjuru. Jadi musuh di Ambarawa semakin lama semakin dalam posisi kinepung wakul binoyo mangap.
Atas serangan musuh pada tanggal 26 November 1945 telah gugur prajurit yang mendapat kepercayaan besar dari Kol. Sudirman yaitu Let.Kol
Isdiman. Gugurnya Let.Kol Isdiman adalah suatu kerugian yang sangat besar bagi perjuangan bangsa Indonesia. Kemudian Let. Kol. Gatot Subroto sebagai
pimpinan komando pertempuran menggantikan Let.Kol Isdiman dengan diajudani Kapten Soerono yang tugasnya disamping ajudan merangkap juga
sebagai perwira siasat dan penyelidikan. Kol. Sudirman dengan diajudani Kapten Supardjo langsung turun tangan di medan Ambarawa, memimpin
pasukan-pasukannya dimedan Ambarawa akan terbukti menjadi titik balik yang menentukan pertempuran di Ambarawa. Kehadiran Kol.Sudirman dimedan
pertempuran Ambarawa telah memberikan nafas baru yang segar bagi pasukan kita dimedan Ambarawa. Koordinasi dan konsulidasi diantara pasukan dan
gerakan-gerakan nampak makin nyata, pengepungan makin kuat, dan penyusupan-penyusupan dalam kota makin hebat.
14
Akibat benteng banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945 jatuh dan ditinggalkan sekutu karena tidak mampu untuk mempertahankan lebih lama lagi.
Begitu pula dengan jatuhnya lapangan terbang Kalibanteng Semarang pada tanggal 9 Desember 1945 putuslah bantuan Udara Sekutu. Kemudian Kol.
Sudirman mengundang segenap Komandan Pasukan untuk mengatur siasat dan merencanakan serangan umum membebaskan Kota Ambarawa dari pendudukan
tentara Sekutu. Tepat pada jam 04.30 tanggal 11 desember berbunyilah isyarat komando tembak seluruh medan pertempuran Ambarawa. Dengan semangat
yang berkobar-kobar dan penuh keberanian pasukan kita terus bergerak maju dari segenap penjuru mempererat himpitan atas musuh di kota Ambarawa.
Dalam tempo satu setengah jam dari awal pertempuran serangan umum maka musuh didalam kota Ambarawa sudah berhasil dihimpit oleh pasukan-pasukan
kita dari segenap penjuru. Sementara itu jalan besar antara Ambarawa- Semarangpun telah jatuh
ditangan pasukan kita. Dengan demikian kepungan kita semakin rapat, semakin padat dengan satu titik lobang lolos bagi pasukan sekutu ialah jalan besar
Bawen-Semarang. Situasi serangan umum kita dalam Palagan Ambarawa dengan gelar “Supit Urang” dimana pendobrakan oleh pasukan pemukul dari
arah barat dan timur menuju ke arah semarang, penyepitan dari arah samping kiri dan kanan dengan ujungnya bertemu dibagian luar kota Semarang
berhasilah pasukan kita menghimpit sekutu Sejarah Militer KODAM VIIDiponegoro, 1979:87.
Empat hari empat malam berlangsunglah serangan umum yang heroik dari perjuangan Indonesia terhadap sekutu. Akhirnya pada tanggal 15 Desember
15
1945 sekutu mundur keluar kota Ambarawa dengan tidak sempat menyelamatkan jenasah serdadunya dan Sekutu didesak terus oleh pasukan-
pasukan kita keluar dari daerah Ambarawa. Korban berjatuhan banyak pahlawan yang gugur sebagai bunga bangsa. Kemenangan di Ambarawa bukanlah
kemenangan yang dapat dicapai dengan mudah. Besar pengorbanan harta benda maupun jiwa yang harus mereka berikan,
tidaklah melumpuhkan semangat mereka untuk membangun kampong halaman kembali. Sebab rakyat Indonesia sadar bahwa semua pengorbanan itu adalah
demi kemerdekaan nusa, bangsa dan Negara tercinta. Peristiwa Palagan Ambarawa merupakan peristiwa penting karena
merupakan peristiwa pertempuran yang pertama kali dapat dimenangkan Bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Kemenangan dapat diraih karena adanya
kesatuan unsure perjuangan antara TKR dan Barisan Kelaskaran dengan rakyat keseluruhan. Peristiwa Palagan Ambarawa pada tanggal 15 Desember
merupakan momentum yang sangat bersejarah dalam pergelaran militer dengan gerak taktik dari Pasukan Darat. Atas kemenangan dalam pertempuran Palagan
Ambarawa ini kemudian diabadikan sebagai hari Juang Kartika Dinas Sejarah Militer KODAM VIIDiponegoro,1979: 92.
C. Koleksi Museum Palagan Ambarawa