PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI REAKSI OKSIDASI REDUKSI

ABSTRAK

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP IKATAN KIMIA
ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE NHT DENGAN TPS

Oleh

Rina Meri M

Tujuan penelitian ini adalah ada tidaknya perbedaan nilai penguasaan konsep siswa
antara pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan TPS dan menentukan nilai rata-rata
penguasaan konsep siswa yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan TPS pada materi ikatan kimia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X semester ganjil SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 tersebar dalam 7 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah Kelas
X3 sebagai kelas eksperimen I dan kelas X5 sebagai kelas eksperimen II. Sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling. Desain penelitian ini menggunakan
rancangan The Matching-Only Posttest-Only Group Design. Analisis data kuantitatif
hasil posttest dengan analisis statistik yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas
dua varians, uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata.

Rina Meri M


Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan penguasaan konsep siswa
pada materi ikatan kimia antara yang diberi pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan TPS dan (2) nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia
yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari pada nilai rata-rata
penguasaan konsep siswa yang diberi NHT.

Kata kunci : Penguasaan konsep, model pembelajaran Kooperatif tipe NHT,
model pembelajaran Kooperatif tipe TPS.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix


I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………….

1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………

5

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..

5

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………

6


E. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………

6

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ..........................

7

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ……

10

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ………………………………

15

D. Penguasaan Konsep ………………………………………………

17


E. Lembar Kerja Siswa .........................................................................

18

Kerangka Pikir ……………………………………………………

20

F.

G. Anggapan Dasar …………………………………………………..

23

H. Hipotesis ………………………………………………………….

24

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………….

25

B. Desain Penelitian dan Metode Penelitian………………………......

25

C. Jenis dan Variabel Penelitian ............................................................

26

D. Instrumen Penelitian …………………………………………….....

26

E. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………….

29


F. Hipotesis Statistik ………………………………………………….

32

G. Teknik Analisis Data ………………………………………………

33

1.
2.
3.
4.

Uji normalitas ………………………………………………….
Uji homogenitas dua varians ………………………………….
Uji kesamaan dua rata-rata ……………………………………
Uji perdedaan dua rata-rata .......................................................

34
34

35
36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………………

38

B. Pembahasan ……………………………………………………….

41

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ………………………………………………………….

50

B. Saran ………………………………………………………………

50


DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Silabus ...................................................................................
RPP Kelas Eksperimen 1 ......................................................
RPP Kelas Eksperimen 2 ......................................................
LKS Kelas Eksperimen 1 .....................................................
LKS Kelas Eksperimen 2 ....................................................
Lembar observasi guru mengajar kelas eksperimen I ……

Lembar observasi guru mengajar kelas eksperimen II ……
Lembar aktivitas siswa kelas eksperimen I ……………....
Lembar aktivitas siswa kelas eksperimen II………………

53
57
69
83
101
120
125
130
140

10. Kisi-Kisi Soal Posttest .......................................................
11. Soal Posttest .....................................................................
12. Kunci Jawaban Soal Posttest ...........................................
13. Daftar Nilai Posttest kedua Kelas Eksperimen ...............
14. Analisis Data ..................................................................


149
152
156
157
159

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar. Hakekat pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan fasilitas
agar siswa belajar. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru diharapkan
mengupayakan cara-cara komunikasi yang efektif, sehingga dapat dijadikan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mendorong siswa agar
mencapai keberhasilan dalam proses belajar. Keberhasilan siswa tersebut ditandai
dengan meningkatnya kemampuan pemahaman konsep materi yang telah diajarkan.

Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia bukan

hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan sehingga dalam
proses pembelajarannya siswa diberi kesempatan untuk men-dapatkan pengalaman langsung.

Berdasarkan hasil observasi dengan guru mata pelajaran kimia diperoleh
informasi bahwa nilai rata-rata penguasaan konsep siswa kelas X di SMA Tri
Sukses Natar Lampung Selatan tahun pelajaran 2012-2013 hasil mid semester
pada materi Struktur Atom dan Sistim Periodik Unsur termasuk rendah.

2

Rendahnya penguasaan konsep siswa diduga materi kimia disampaikan dengan
pembel-ajaran konvensional, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, terjadi
passive learning, interaksi di antara siswa kurang, dan pada saat pembelajaran
siswa tidak dilibatkan dalam mengkonstruk konsep sehingga pembelajarannya
menjadi monoton. Belum tampak aktivitas lain seperti mengemukakan pendapat,
saling berbagi informasi dengan teman, mengajukan pertanyaan. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi kimia, sehingga
aktivitas dan penguasaan konsep pada materi kimia di SMA Tri Sukses belum
maksimal.

Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,
dengan cara menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Model
KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan mengacu pada Standar
Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Berdasarkan KTSP kegiatan
pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan karakteristik standar
kompetensi, kompetensi dasar, potensi peserta didik, daerah dan lingkungan.

Berdasarkan kurikulum tersebut siswa harus memiliki standar kompetensi pada
setiap jenjang pendidikannya, standar kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk
kompetensi dasar. Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa
kelas X semester ganjil adalah membandingkan proses pembentukan ikatan ion,
ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya
dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Materi pokok untuk kompetensi
dasar tersebut adalah ikatan kimia.

3

Untuk mendukung tercapainya kompetensi dasar tersebut, menuntut guru berupaya memperbaiki pembelajaran kimia pada materi pokok ikatan kimia yaitu
dengan memilih model pembelajaran yang membuat siswa belajar lebih aktif
dalam menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari selama proses pembelajaran berlangsung. Suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, guna meningkatkan hasil belajar
kimia di setiap jenjang pendidikan. Salah satunya model pembelajaran kooperatif,
yang merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran kimia
khususnya pada materi ikatan kimia karena melalui model pembelajaran kooperatif siswa harus mampu menerapkan lima unsur penting, yaitu 1) saling ketergantungan positif, dimana sebuah tim membutuhkan saling ketergantungan
dengan individu lain; 2) interaksi langsung, yaitu saling membantu dalam memecahkan masalah dan memberikan umpan balik yang diperlukan antar anggota;
3) tanggung jawab individu dan kelompok, yaitu tanggung jawab seorang siswa
tidak boleh dilebihkan dari yang lain dan tidak ada siswa yang menumpang ataupun bermalas-malasan; 4) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, dimana
hal ini dapat meningkatkan kerjasama tim, mengajarkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, mem-bangun kepercayaan, komunikasi, dan keterampilan, 5)
serta proses kerja kelompok, yaitu memberikan umpan balik kepada anggota
kelompok tentang partisipasi mereka dalam tim. Model pembelajaran kooperatif
juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa dan keterampilanketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif (Lie, 2008 ).

4

Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe pembelajaran. Sebagai
contoh, dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dibagi dalam kelompok
kecil. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang yang terdiri dari 2 pasangan.
Tipe lain yang dapat digunakan selain TPS adalah Model pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2008). Tipe ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan menimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, tipe ini juga mendorong siswa
untuk meningkatkan kerjasama mereka. Tipe NHT lebih banyak melibatkan
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Dalam pembelajaran
kooperatif tipe NHT menggunakan empat struktur langkah utama yaitu 1) Penomoran, 2) Pengajuan pertanyaan, 3) Berfikir bersama, 4) Pemberian jawaban.

Telah dilakukan penelitian oleh Komariah (2011) tentang peningkatan aktivitas
dan penguasaan konsep melalui pembelajaran kooperatif tehnik NHT pada materi
ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi sederhana diperoleh hasil,
yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT mampu meningkatkan aktivitas dan
penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi sederhana dan oleh Septiani (2011) tentang upaya meningkatkan
aktivitas dan penguasaan konsep ikatan kimia dan tata nama senyawa melalui
pembelajaran kooperatif TPS diperoleh hasil yaitu pembelajaran kooperatif tipe
TPS mampu meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep siswa pada materi
ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi sederhana . Berdasarkan
kedua penelitian tersebut, pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS diduga

5

akan lebih baik dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep-konsep
kimia.

Dengan latar belakang dan uraian di atas, dilakukan penelitian yang berjudul :
”Perbedaan Penguasaan Konsep Ikatan Kimia antara Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dengan TPS ”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.

Apakah ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa antara pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan TPS pada materi ikatan kimia ?

2.

Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa manakah yang lebih tinggi antara
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan TPS pada materi ikatan kimia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Menentukan ada tidaknya perbedaan nilai penguasaan konsep siswa antara
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan TPS pada materi ikatan kimia.

2.

Menentukan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa yang lebih tinggi antara
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan TPS pada materi ikatan kimia.

6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran kimia, terutama pada
materi pokok Ikatan Kimia
2. Untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, terutama pada materi pokok
Ikatan Kimia

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian ini adalah :
1.

Penguasaan konsep merupakan kemampuan menguasai materi konsep ikatan
kimia yang diukur melalui tes penguasaan konsep pada hasil tes akhir, sebagai hasil dalam proses pembelajaran.

2.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang memiliki 4 struktur langkah kegiatan utama yaitu penomoran, pengajuan pertanyaan, berfikir bersama dan pemberian jawaban.

3.

Pembelajaran kooperatif tipe TPS memberi siswa kesempatan untuk bekerjasama dengan orang lain. Tipe ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu thinking (berpikir), pairing (berpasangan),
sharing (berbagi).

4.

LKS merupakan media pembelajaran atau alat bantu untuk menyampaikan
pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir
secara kritis, pemecahan masalah dan komunikasi antar pribadi. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam satu
kelompok kecil untuk memecahkan masalah, serta menyelesaikan tugas-tugas
yang terstruktur demi mencapai tujuan bersama.
Menurut Artzt dan Newman yang dikutip As’ari (2003) :
Cooperative Learning merupakan suatu pendekatan dimana para siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan
suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mencapai tujuan bersama.

Hal ini senada dengan pendapat Lie (2008) yang menyatakan bahwa :
Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah sistem
pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dalam tugas-tugas yang terstruktur dengan guru bertindak sebagai
fasilitator.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa harus mempelajari keterampilanketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan
kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:

8
Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi: a) menggunakan kesepakatan,
b) menghargai kontribusi, c) mengambil giliran dan berbagi tugas, d) berada
dalam kelompok, e) berada dalam tugas, f) mendorong partisipasi, g) mengundang
orang lain untuk berbicara, h) menyelesaikan tugas pada waktunya, dan i) menghormati perbedaan individu.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi: a) menunjukkan penghargaan dan simpati, b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, c) mendengarkan dengan aktif, d) bertanya, e) membuat ringkasan, f) menafsirkan, g) mengatur dan mengorganisir, h) menerima tanggung jawab, i) mengurangi ketegangan.

Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi: a) mengelaborasi, b) memeriksa
dengan cermat, c) menanyakan kebenaran, d) menetapkan tujuan, e) berkompromi.

Meskipun model pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya siswa belajar
dalam kelompok kecil, namun tidak ada kesempatan bagi siswa untuk hanya mengandalkan teman yang berkemampuan tinggi dalam penyelesaian tugas
kelompok. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif harus menerapkan lima unsur menurut Lie (2008) yaitu 1) Saling ketergantungan positif, 2)
tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, 5)
evaluasi proses kelompok. Jika kelima unsur tersebut dilaksanakan dengan baik,
maka akan tercipta suasana kerja kelompok yang maksimal dan dapat memberikan semangat belajar yang tinggi, sehinggga kemungkinan hasil belajar pun akan
meningkat.

9
Karakteristik dari model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut (Trianto, 2007) :
1) Siswa bekerja secara kooperatif di dalam kelompok untuk menguasai
materi-materi.
2) Kelompok dibuat berdasarkan prestasi tinggi, sedang dan rendah bila
memungkinkan, kelompok meliputi suatu ras, kebudayaan, dan
campuran jenis kelamin dari siswa-siswa.
3) Sistem berhadiah diberikan kepada kelompok yang lebih berorientasi
dari pada orientasi secara individual.

Model pembelajaran kooperatif menyandarkan pada kerja kelompok kecil, berbeda dengan pembelajaran secara klasikal. Pembelajaran kooperatif menurut
(Arends, 1997) dilaksanakan melalui 6 fase seperti yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Fase dalam model pembelajaran kooperatif.
Fase
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar

Fase 4
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Fase 5
Evaluasi

Fase 6
Memberi Penghargaan

Kegiatan Guru
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa
lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana cara membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok
belajar agar melakukan transisi secara
efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan
hasil belajar
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya atau hasil belajar
individu dan kelompok

10
Menurut Johnson dan Johnson, 1989 (dalam Lie, 2008 ), suasana belajar Cooperative Learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih
positif dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang
penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Pembelajaran kooperatif
dapat memberikan semangat belajar yang tinggi, serta menciptakan hubungan
positif antar siswa satu sama lain sehingga me-nimbulkan sikap saling menghormati dan saling peduli satu sama lain. Dengan demikian aktivitas siswa selama
proses pembelajaran akan meningkat sehingga penguasaan konsep yang dimiliki
siswa pun akan meningkat.

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Model pembelajaran tipe TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland. Menurut Nurhadi,
(2004) TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang
dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa.

TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak
kepada siswa dalam berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. TPS
dapat dilaksanakan di berbagai kalangan siswa.

Prinsip kerja dari TPS adalah sebagai berikut :
1) Saling ketergantungan positif
Para siswa mampu belajar dari pasangan masing-masing
2) Tanggung jawab individu

11
Setiap siswa bertanggung jawab pada gagasannya karena akan dipaparkan pada pasangannya dan pada seluruh kelas.
3) Kesempatan yang sama bagi tiap siswa
Masing-masing siswa mempunyai suatu kesempatan sama untuk berbagi (mengemukakan pendapat) dengan pasangannya dan pada seluruh
kelas.
4) Interaksi bersama
Siswa aktif dalam mengemukakan pendapat dan mendengarkan sehingga menciptakan interaksi tingkat tinggi.

Tahapan yang dilakukan dalam menggunakan TPS pada proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1) Thinking (berfikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau mengungkapkan suatu permasalahan
yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa diminta
untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan se-cara mandiri.
2) Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasannya. Interaksi selama periode
ini diharapkan siswa dapat berbagi jawaban atau berbagi ide dengan
pasangannya untuk kemudian didiskusikan.
3) Sharing (berbagi)
Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan
seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif
dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan di-

12
lanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya.
kelompok 1

kelompok 2 kelompok 3

O
O

O
O

O
O

kelompok 6
O
O

O
O

O
O

O
O

kelompok 7 kelompok 8

O
O

O
O

O
O

O
O

O
O

kelompok 4
O
O

O
O

kelompok 9
O
O

O
O

kelompok 5
O
O

O
O

kelompok 10
O
O

O
O

Gambar 1. Pembagian kelompok diskusi dengan tipe TPS

Kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS
antara lain sebagai berikut :
1) Pendahuluan
a) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut.
b) Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan atau
ingatan.
2) Kegiatan inti
a) Guru membagi kelompok heterogen berdasarkan perbedaan kemampuan akademik.
b) Guru membagi LKS dengan tipe yang berbeda (A dan B).
c) Guru membagi anggota masing-masing kelompok mejadi 2 pasang,
dimana setiap pasang membahas masalah yang berbeda.

13
kelompok 1

kelompok 2

kelompok 3

kelompok 4

kelompok 5

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

kelompok 6

kelompok 7 kelompok 8

A

A

A

B

B

B

A
B

kelompok 9

kelompok 10

A

A

A

A

A

A

B

B

B

B

B

B

Gambar 2. Pembagian kelompok diskusi pada tahap Thinking

d) Guru meminta siswa untuk bertukar pasangan dalam kelompok masingmasing.
kelompok 1

kelompok 2 kelompok 3

A
B

A
B

A
B

kelompok 6
A
B

A
B

A
B

A
B

kelompok 7 kelompok 8

A
B

A
B

A
B

A
B

A
B

kelompok 4
A
B

A
B

kelompok 9
A
B

A
B

kelompok 5
A
B

A
B

kelompok 10
A
B

A
B

Gambar 3. Pembagian kelompok diskusi pada tahap Pairing

e) Guru meminta siswa kembali berkumpul dengan seluruh anggota
kelompoknya.
kelompok 1

kelompok 2 kelompok 3

A
B

A
B

A
B

kelompok 6
A
B

A
B

A
B

A
B

A
B

kelompok 7 kelompok 8
A
B

A
B

A
B

A
B

kelompok 4
A
B

A
B

kelompok 9
A
B

A
B

kelompok 5
A
B

A
B

kelompok 10
A
B

Gambar 4. Pembagian kelompok diskusi pada tahap Sharing

A
B

14
f)

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka dalam LKS.

g) Salah satu kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan hasil diskusi
mereka.
h) Guru memberi penguatan atas kesimpulan yang telah didapat dari diskusi.
i) Guru meminta siswa mengerjakan soal evaluasi.
j) Guru bersama siswa membahas soal.
3) Penutup
Siswa mengumpulkan LKS, guru menuntun siswa untuk menyimpulkan
kembali pembelajaran yang telah mereka pelajari.

Prosedur pelaksaan TPS tersebut dapat membatasi aktivitas siswa yang tidak
relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan atau keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.

Kelebihan dan kekurangan tipe TPS menurut Lie (2008) adalah :
1) meningkatkan partisipasi, 2) cocok untuk tugas sederhana, 3) lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, 4) interaksi lebih
mudah, 5) lebih mudah dan cepat membentuknya. Sedangkan ke-kurangan tipe
TPS adalah : 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih
sedikit ide yang muncul, 3) jika ada perselisihan, tidak ada penengah.

15
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe pembelajaran, salah satunya adalah tipe NHT. Model ini dikembangkan oleh Spencer
Kagan (Lie, 2008). Tipe ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan menimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, tipe
ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Tipe ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak
didik. Tipe ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Sebagai ganti guru mengajukan pertanyaan atau tugas kepada
seluruh kelas guru menggunakan empat struktur langkah utama yaitu:
1) Penomoran
Guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok atau tim yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga setiap
siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda.
2) Pengajuan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan atau memberikan tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya.
3) Berfikir Bersama
Setiap anggota kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui
jawabannya.
4) Pemberian Jawaban

16
Guru memanggil satu nomor tertentu dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyampaikan jawaban kepada
seluruh kelas secara bergiliran. Setelah semua siswa dari tiap kelompok
memberikan jawabannya dan saling menanggapi, guru kemudian menuntun siswa
untuk menarik kesimpulan tentang materi pembelajaran yang telah dipelajari.
PAPAN TULIS

GURU

☻1
5
2
☻ KEL. ☻
1
4
3



GURU MITRA

☻1
5
2
☻ KEL ☻
2
4
3



☻1
5
2
☻ KEL. ☻
5
4
3



☻1
5
2
☻ KEL ☻
6
4
3



OBSERVER 1

☻1
5
2
☻ KEL. ☻
3
4
3



☻1
5
2
☻ KEL. ☻
4
4
3



☻1

☻1

5
2
☻ KEL ☻
7
4
3



5
2
☻ KEL ☻
8
4
3



OBSERVER 2

Gambar 5. Ilustrasi kelompok NHT

Kelebihan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah
siswa dapat lebih mengembangkan potensi dirinya, rasa harga diri lebih tinggi dan
memiliki pemahaman yang lebih mendalam,meningkatkan toleransi terhadap
teman. Sedangkan kelemahannya adalah komunikasi antar anggota kurang efektif
dikarenakan dalam satu kelompok mengerjakan soal yang berbeda berdasarkan
nomor masing-masing,saling ketergantungan antar anggota juga tidak terlalu

17
besar, dan dalam melaksanakan pembelajaran ini guru memerlukan waktu yang
relative lama sehingga ada beberapa nomor yang tidak disebut untuk
mengeluarkan pendapat.

D. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak
pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi
dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga
dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep
tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil
hanya dengan bantuan konsep proses belajar me-ngajar dapat ditingkatkan lebih
maksimal.

Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadiankejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang
sama (Dahar, 1998 ). Dalam pelajaran kimia banyak sekali konsep yang harus ditanamkan pada siswa. Hal ini sangat penting sebab bila gagal dalam memahami
dan menguasai konsep kimia maka dikatakan gagal dalam belajar ilmu kimia.
Konsep kimia adalah gagasan mengenai materi, sebuah atau dua kata konsep
kimia akan mempunyai arti yang sama dengan gagasan kimia itu seluruhnya.

Penguasaan konsep pada materi ikatan kimia bearti kemampuan menguasai pokok
utama yang mendari keseluruhan dari materi ikatan kimia yang diukur melalui
hasil tes penguasaan konsep, sebagai hasil dalam proses pembelajaran.

18
Penguasaan merupakan salah satu aspek dalam ranah (domain) kognitif dari
tujuan kegiatan belajar mengajar. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah
laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Penguasaan merupakan kemampuan
menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari, tetapi menguasai lebih dari
itu yakni melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis.

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu
proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau
mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain, A (2006) yang mengatakan bahwa belajar pada
hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Dalam belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk me-ningkatkan penguasaan materi. Penguasaan
terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar
karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran.

E. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Media pembelajaran yang digunakan dalaam pembelajaran ini berupa LKS. Pada
proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk menuntun siswa mendalami materi dari suatu materi pokok atau submateri pokok
mata pelajaran yang telah atau sedang di-jalankan. Melalui LKS siswa harus

19
mengemukakan pendapat dan mampu mengambil kesimpulan. Dalam hal ini
LKS digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Sriyono (1992), LKS adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam me-ngikuti proses pembelajaran.

Menurut Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2000), fungsi LKS adalah :
a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang
efektif.
b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya
lebih menarik perhatian siswa.
c) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru.
d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.
e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada
siswa.
f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang
dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mem-punyai nilai
tinggi.

Menurut Sriyono (1992) LKS dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu :
a) LKS Fakta, LKS ini merupakan tugas yang sifatnya hanya me-ngarahkan
siswa untuk mencari fakta atau hal-hal yang berhubung-an dengan bahan
yang akan diajarkan.
b) LKS Pengkajian, LKS ini merupakan penggalian pengertian tentang bahan
ke arah pemahaman, dapat berupa tugas, baik untuk bereksperimen
maupun untuk mengamati.
c) LKS Pemantapan/Kesimpulan, LKS ini sifatnya untuk memantapkan
materi pelajaran yang telah dikaji dalam diskusi kelas dimana kebenaran
atau kesimpulannya telah ditemukan dan diterima oleh semua peserta
diskusi, dapat berupa tugas untuk mengarang, me-rangkum, membuat
paper menyusun bagan yang dikerjakan secara individual.

Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:
a) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
b) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.

20
c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar
mengajar.
d) Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
e) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
f) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari
melalui kegiatan belajar.
g) Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

LKS yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran adalalah berupa LKS eksperimen dan LKS non eksperimen.
a) LKS eksperimen
LKS eksperimen adalah LKS yang berisi tujuan percobaan, alat, bahan,
langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, pertanyaan-pertanyaan, dan
kesimpulan akhir dari percobaan yang dilakukan pada materi pokok yang
bersangkutan.
b) LKS non eksperimen
Dalam materi ikatan kimia, tidak dilakukan eksperimen. Oleh karena itu,
untuk memudahkan siswa memahami teori tersebut dapat digunakan
media berupa LKS non eksperimen. LKS non eksperimen dirancang sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil percobaan
yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami. Siswa dapat
menemukan konsep pembelajaran berdasarkan hasil percobaan dan soalsoal yang dituliskan dalam LKS non eksperimen tersebut.

F. Kerangka Pikir

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran
yang direncanakan oleh seorang guru. Dengan perencanaan yang matang sebelum

21
melakukan kegiatan pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Model pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung pencapaian
tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat
akan menentukan tingkat penguasaan konsep dalam proses pembelajaran. Dalam
penelitian ini akan diteliti bagaimana perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia
antara siswa yang diberi pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT dengan
siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Sebagai variabel bebasnya adalah model pembelajaran (X) dan variabel terikatnya
adalah penguasaan konsep siswa (Y). Siswa yang model pembelajarannya Kooperatif tipe NHT (X3), dan siswa yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe TPS (X5). Sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep
siswa yang menggunakan pembelajaran dengan kooperatif tipe NHT (Y1), dan
penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran dengan kooperatif
TPS (Y2).
Semua data diambil dari dua kelas yang berbeda. Pada kelas eksperimen I diberi
perlakuan dengan pembelajaran menggunakan model pembelajarannya kooperatif
tipe NHT, sedangkan pada kelas eksperimen II diberi perlakuan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Kedua proses pembelajaran di atas
mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah siswa dapat lebih mengembangkan
potensi dirinya, rasa harga diri lebih tinggi dan memiliki pemahaman yang lebih

22
mendalam, meningkatkan toleransi terhadap teman. Sedangkan kelemahannya
adalah komunikasi antar anggota kurang efektif dikarenakan dalam satu kelompok
mengerjakan soal yang berbeda berdasarkan nomor masing-masing, saling ketergantungan antar anggota juga tidak terlalu besar, dan dalam melaksanakan pembelajaran ini guru memerlukan waktu yang relatif lama sehingga ada beberapa
nomor yang tidak disebut untuk mengeluarkan pendapat.

Kelemahan dan kelebihan model kooperatif tipe TPS adalah memotivasi siswa
untuk menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, menghindari adanya kesenjangan
antar siswa karena semuanya saling berinteraksi satu sama lain, komunikasi antar
anggota lebih terjaga, saling ketergantungan positif anggota besar, tanggung
jawab perseorangan juga lebih besar karena satu orang bertanggung jawab untuk
membuat pasangan kelompoknya memahami pembelajaran, sedangkan
kelemahannya, tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat
berpikir dan mudah dipahami siswa, waktu sering banyak terbuang, terutama
apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai 2 atau 3 orang.

Berdasarkan kelemahan dan kelebihan kedua pembelajaran tersebut, penguasaan
konsep siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih memungkinkan akan lebih baik dibanding dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih cenderung bahwa pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS akan memberikan penguasaan konsep
yang lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :

23

X1

Y1
Y2 > Y1

X2

Y2

Gambar 6. Model teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat
Keterangan:
X1 = Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
X2 = Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS
Y1 = Penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT
Y2 = Penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS
G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa kelas X SMA Tri Sukses Natar semester ganjil tahun pelajaran
2012/2013 yang menjadi populasi penelitian mempunyai kemampuan dasar
yang sama dalam penguasaan konsep kimia.
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep ikatan kimia siswa
kelas X SMA Tri Sukses Natar semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013
diabaikan.

24
H. Hipotesis Umun

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.

Ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan
kimia antara pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran
kooperatif tipe TPS.

2.

Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia dengan
pembelajaran kooperatif TPS lebih tinggi dari pada pembelajaran kooperatif
NHT.

25

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester ganjil SMA
Tri Sukses Natar Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah
246 siswa dan tersebar dalam 7 kelas. Sampel penelitian diambil menggunakan
teknik purposive sampling. Artinya sampel diambil dari populasi dengan sengaja
berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu atas dasar perbedaan jenis kelamin dan
kemampuan awal siswa yang hampir sama. Kelas X3 sebagai kelas eksperimen I
yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran tipe NHT dan kelas X5 sebagai kelas eksperimen II yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran tipe
TPS.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dimodifikasi dari
Fraenkel dan Wallen (2006) yaitu The Matching-Only Posttest-Only Group
Design. Desain ini menggunakan teknik perbedaan nilai rata-rata posttest
kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Desian penelitian yang
akan dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Desain Penelitian
Perlakuan

Posttest

Kelas eksperimen I

M1

O

Kelas eksperimen II

M2

O

26
Dengan keterangan O adalah posttest yang diberikan setelah diberikan perlakuan.
M1 adalah perlakuan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan M2 perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

C. Jenis dan Variabel Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif, yaitu data hasil tes
setelah pembelajaran diterapkan (posttest).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Variabel bebas
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah :
a. Model pembelajaran tipe NHT
b. Model pembelajaran tipe TPS
2) Variabel terikat
Variabel terikatnya berupa nilai tes penguasaan konsep siswa pada
materi ikatan kimia kalas X SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan :
1. Silabus, RPP, LKS pada materi ikatan kimia.
2. Lembar observasi kinerja guru, Lembar aktivitas siswa.
3. Soal-soal posttest
Dalam pelaksanaannya kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II diberikan soal
yang sama. Soal posttest yang digunakan terdiri dari 20 soal pilihan jamak. Soal

27
tersebut dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk memperoleh data kuantitatif
penguasaan konsep siswa dengan model pembelajaran tipe NHT dan model pembelajaran tipe TPS.

Untuk memperoleh hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan maka
instrumen yang digunakan harus dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Soal posttest yang digunakan dalam penelitian ini
sudah dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran
oleh Wirasta Utami di SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun 2010/2011.
Tabel 3. Data hasil uji validitas dan reliabilitas soal posttest
No

Indeks

Indeks

Makna

soal

validitas

reliabilitas

reliabilitas

1

0,475

Valid

0,899

Tinggi

2

0,434

Valid

0,900

Sangat tinggi

3

0,384

Valid

0,901

Sangat tinggi

4

0,808

Valid

0,890

Tinggi

5

0,474

Valid

0,899

Tinggi

6

0,532

Valid

0,897

Tinggi

7

0,594

Valid

0,896

Tinggi

8

0,700

Valid

0,893

Tinggi

9

0,740

Valid

0,892

Tinggi

10

0,532

Valid

0,897

Tinggi

11

0,452

Valid

0,900

Sangat tinggi

12

0,384

Valid

0,901

Sangat tinggi

13

0,384

Valid

0,901

Sangat tinggi

14

0,452

Valid

0,899

Tinggi

15

0,421

Valid

0,900

Sangat tinggi

16

0,369

Valid

,902

Sangat tinggi

17

0,667

Valid

0,894

Tinggi

Makna validitas

28
Lanjutan. Tabel 3. Data hasil uji validitas dan reliabilitas soal posttest
No

Indeks

Indeks

Makna

soal

validitas

reliabilitas

reliabilitas

18

0,430

Valid

0,900

Sangat tinggi

19

0,732

Valid

0,892

Tinggi

20

0,688

Valid

0,893

Tinggi

Makna validitas

Tabel 4. Data hasil uji daya beda dan tingkat kesukaran soal posttest
Analisis soal

No
Daya pembeda

Tingkat kesukaran

Indeks pembeda

Kategori

Indeks kesukaran

Kategori

1

0,5

Baik

0,7

Sedang

2

0,5

Baik

0,7

Sedang

3

0,6

Baik

0,5

Sedang

4

0,6

Baik

0,6

Sedang

5

0,8

Baik

0,5

Sedang

6

0,4

Cukup

0,4

Sedang

7

0,4

Cukup

0,4

Sedang

8

0,8

Baik

0,4

Sedang

9

0,6

Baik

0,4

Sedang

10

0,5

Baik

0,4

Sedang

11

0,6

Baik

0,5

Sedang

12

0,5

Baik

0,4

Sedang

13

0,5

Baik

0,4

Sedang

14

0,5

Baik

0,2

Sukar

15

0,6

Baik

0,3

Sukar

16

0,4

Cukup

0,4

Sedang

17

0,3

Cukup

0,4

Sedang

18

0,5

Baik

0,5

Sedang

19

0,7

Baik

0,5

Sedang

20

0,7

Baik

0,4

Sedang

29

Berdasarkan data hasil uji validitas dan reliabilitas soal posttest di atas, dua puluh
butir soal posttest tersebut telah sahih atau valid dan reliabel karena harga r
hitungnya lebih besar dari r tabel (0,362). Pada soal posttest, reliabilitas soal
nomor 2, 3, 11-16, dan 18 bermakna sangat tinggi dan reliabilitas soal nomor 1, 410, 14-17, 19, dan 20 bermakna tinggi. Pada soal posttest, daya pembeda soal
nomor 6, 7, 16, dan 17 berkategori cukup dan soal nomor 1-5, 8-15, 18, 19, dan
20 berkategori baik. Untuk tingkat kesukarannya, soal posttest nomor 14 dan 15
berkategori sukar dan selain kedua nomor soal tesebut berkategori sedang. Oleh
karena seluruh butir soal hasil analisis telah valid dan reliabel, maka soal tersebut
tidak perlu direvisi sehingga soal tersebut dapat digunakan untuk kedua kelas
sampel. (Utami, 2011)

E. Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah:
1. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang
keadaan sekolah, data siswa, data nilai, jadwal dan tata tertib sekolah,
serta sarana prasarana di sekolah,
2. Menentukan populasi dan sampel, yaitu kelas X SMA Tri Sukses Natar
Lampung Selatan.
3.

Mempersiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan
digunakan selama proses pembelajaran di kelas.

30
4. Pelaksanaan proses pembelajaran di masing-masing kelas dengan
pembelajaran yang berbeda, yaitu kelas eksperimen I menggunakan
pembelajaran NHT dan kelas eksperimen II menggunakan pembelajaran
TPS.
5. Pelaksanaan posttest di kedua kelas.
6. Menganalisis data berdasarkan data hasil penelitian.
7. Menarik kesimpulan
Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut :
Tahapan Persiapan dan
Observasi
Menentukan Populasi dan
Sampel

Validasi Instrumen

Kelas Eksperimen I

Kelas Eksperimen II

Pembelajaran NHT
A.

Pembelajaran TPS
Posttest

Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 7. Alur Penelitian

31
Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah
ini.
Tabel 5. Rancangan kegiatan kedua kelas eksperimen

No.

Pertemuan Ke-

Kegiatan

1
2
3

1
2,3,4, 5 dan 6
7

Pretest
Pelaksanaan pembelajaran
Posttest

Berdasarkan pada program semester yang dimiliki guru mata pelajaran kimia
kelas X tercantum jumlah jam pelajaran yang dialokasikan untuk materi ikatan
kimia sebanyak 14 jam pelajaran. Pada penelitian ini akan dialokasikan 4 jam
pelajaran untuk tes (2 jam pelajaran untuk pretest dan 2 jam pelajaran untuk
(posttest). Artinya ada 10 jam pelajaran yang akan digunakan sebagai tahap perlakuan. Dari 10 jam pelajaran tersebut dibagi menjadi 5 kali pertemuan mengingat dalam satu minggu terdapat 2 jam pelajaran kimia di kelas X. Secara
sistematis jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 6. Jadwal kegiatan pembelajaran
No
1

2

3

4

5
6

Hari, Tanggal dan
Materi pembelajaran
jumlah jam pelajaran
Selasa, 23 Oktober 2012 Peranan elektron dalam
(2jp)
pembentukan ikatan dan ikatan
ion LKS I
Kamis, 25 Oktober
Peranan elektron dalam
2012 (2jp)
pembentukan ikatan dan ikatan
ion LKS I
Selasa, 30 Oktober 2013 Peranan elektron dalam
(2jp)
pembentukan ikatan dan ikatan
ion LKS I
Kamis, 1 November
Peranan elektron dalam
2012 (2jp)
pembentukan ikatan dan ikatan
ion LKS I
Selasa, 6 November
Ikatan ion LKS 2
2012 (2jp)
Kamis, 6 November
Ikatan ion LKS 2
2012 (2jp)

Keterangan
Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen II
Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen II
Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen II

32
Lanjutan. Tabel 6. Jadwal kegiatan pembelajaran
No
7
8
9
10
11
12

Hari, Tanggal dan
jumlah jam pelajaran
Selasa,13 November
2012 (2jp)
Selasa, 20November
2012 (2jp)
Kamis, 22 November
2012 (2jp)
Selasa, 27 November
2012 (2jp)
Kamis, 29 November
2012 (2jp)
Kamis, 6 Desember
2012 (2jp)

Materi pembelajaran

Keterangan

Kepolaran dan ikatan kovalen
koordinasi LKS 3
Ikatan logam dan sifat-sifat
ikatan ion, kovalen LKS 4
Kepolaran dan ikatan kovalen
koordinasi LKS 3
Posttest

Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen II
Kelas
eksperimen I
Kelas
eksperimen II
Kelas
eksperimen II

Ikatan logam dan sifat-sifat
ikatan ion, kovalen LKS 4
Posttest

F. Hipotesis Statistik
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis
dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif
(H1).
Hipotesis pertama :
H0 :

tidak ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi
ikatan kimia antara pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS pada
siswa kelas X SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.

H0 : µ 1 = µ 2
H1 :

ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan
kimia antara pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS pada siswa
kelas X SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.

H1 : µ 1 ≠ µ2

33
Jika dalam pengujian statistik ternyata terima Ho, maka pengujian dilanjutkan
dengan hipotesis berikut:
Hipotesis kedua:
H0 :

Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih rendah atau sama dengan TPS.

H0 : µ 1 ≤ µ2
H1 : Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi daripada TPS.
H0 : µ 1 > µ 2
Keterangan:
µ 1 : Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia dengan
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
µ 2 : Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia dengan
pembelajaran kooperatif tipe TPS.

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai posttest dirumuskan sebagai berikut:


34
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas dan uji
homogenitas dua varians.

1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis untuk uji normalitas :
H0 = data penelitian berdistribusi normal
H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal
Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :
χ2 =

( fo  fe )2
 f
e

Keterangan : χ2 = uji Chi- kuadrat
fo = frekuensi observasi
fe = frekuensi harapan
Kriteria : Terima Ho jika χ2 hitung  χ2 tabel

2.

Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.
H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen
H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen
Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat
dalam sudjana (2002).

35
F=

s12
s 22

Keterangan : F = Kesamaan dua varians
s12 = varians kelas eksperimen II
s22 = varians kelas eksperimen I

Kriteria : Pada taraf 0.05, terima Ho jika F hitung < F table

3.

Uji kesamaan dua rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan
penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia antara pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan TPS SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.
a) Rumusan hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada
materi ikatan kimia antara pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan TPS SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.
H1 : Ada perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada
materi ikatan kimia antara pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan TPS SMA Tri Sukses Natar Lampung Selatan.
b) Statistik yang dig