PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI REAKSI OKSIDASI REDUKSI

(1)

(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI

REAKSI OKSIDASI REDUKSI

Oleh

RUKUAN SUJUDA

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKS berbasis representasi kimia tentang reaksi oksidasi reduksi; mengidentifikasi karakteristik LKS yang bangkan; mengidentifikasi tanggapan guru dan siswa terhadap LKS yang dikem-bangkan,; dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam mengembangkan LKS tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan menurut Gall & Borg (1989). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap LKS yang dikembangkan pada aspek kesesuain isi sebesar 92,63%, aspek keterbacaan sebesar 93,38%, dan aspek kemenarikan sebesar 87,00%. Se-dangkan menurut tanggapan siswa pada aspek keterbacaan sebesar 85,33% dan aspek kemenarikan sebesar 86,00%. Berdasarkan tanggapan tersebut dapat di-simpulkan LKS yang dikembangkan memiliki kualitas sangat tinggi yaitu telah menarik, sesuai dengan materi, dan terbaca dengan jelas.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Pembelajaran Kontruktivisme ... 8

B.Lembar Kerja Siswa ... 10

C.Representasi Ilmu Kimia ... 16

D.Analisis Konsep ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 33

B.Subyek Penelitian ... 34

C.Sumber Data ... 34

D.Instrumen Penelitian ... 34


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 48

B.Pengembangan LKS ... 51

C.Pembahasan ... 62

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 65

B.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan SK dan KD ... 71

2. Analisis Konsep ... 77

3. Silabus ... 80

4. RPP ... 91

5. Hasil wawancara Analisis Kebutuhan pada Guru ... 119

6. Hasil wawancara Analisis Kebutuhan pada Siswa ... 122

7. Hasil Validasi Kesesuaian Isi... 125

8. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Kesesuaian Isi ... 129

9. Hasil Validasi Konstruksi ... 131

10. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Kontruksi ... 134

11. Hasil Validasi Keterbacaan ... 136


(8)

Pada guru ... 144 15. Hasil Uji Coba Terbatas Keterbacaan Pada Guru ... 146 16. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Keterbacaan

Pada guru ... 149 17. Hasil Uji Coba Terbatas Kemenarikan Pada Guru ... 151 18. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Kemenarikan

Pada guru ... 154 19. Tabulasi Jawaban Angket Keterbacaan Uji Coba Terbatas

Pada Siswa ... 156 20. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Keterbacaan

Pada Siswa ... 160 21. Tabulasi Jawaban Angket Kemenarikan Uji Coba Terbatas

Pada Siswa ... 162 22. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Kemenarikan

Pada Siswa ... 168 23. Hasil Wawancara Uji Coba Terbatas Pada Siswa ... 170


(9)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007) mendefinisikan kimia sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Mammino (2008) menyatakan ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang sukar dipahami, karena banyaknya konsep-konsep abstrak yang tidak akrab dengan kemampuan awal yang telah di-miliki siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan penyajian yang dapat membuat siswa

lebih mudah memahami konsep kimia tersebut.

Johnstone (Chittleborough, 2004) mendeskrispsikan bahwa fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi yaitu level makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Level makroskopik, yaitu dapat dilihat seperti fenomena kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan hasil percobaan yang dapat diamati secara langsung. Level submikroskopik, yaitu berdasarkan observasi tetapi masih memerlukan teori untuk menjelaskannya, seperti partikel yang tidak dapat dilihat secara langsung. Level simbolik, yaitu representasi dari suatu kenyataan, seperti


(10)

representasi simbol dari atom, molekul, dan senyawa, baik dalam bentuk gambar, dan aljabar.

Untuk memahami ilmu kimia secara konseptual, dibutuhkan kemampuan dalam merepresentasikan dan menerjemahkan masalah dan fenomena kimia yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk representasi kimia agar lebih mudah dikomunikasikan kepada siswa. Namun pembelajaran kimia di sekolah pada umumnya cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa menyuguhkan pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Pembelajaran kimia di sekolah juga hanya menggunakan dua level representasi yaitu makroskopik dan simbolik, sehingga siswa cenderung menghafalkan representasi submikroskopik yang bersifat abstrak atau dalam ben-tuk deskripsi kata-kata saja akibatnya siswa tidak mampu membayangkan bagai-mana struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi.

Pembelajaran dengan representasi kimia diharapkan mampu menjembatani proses pemahaman siswa terhadap konsep kimia. Representasi kimia dikembangkan ber-dasarkan urutan dari fenomena yang dilihat, persamaan reaksi, model atom, atau molekul. Untuk mengembalikan pembelajaran kimia ke bidang kajiannya yang meliputi representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik maka perlu adanya perangkat pembelajaran yang mencakup ketiga level tersebut. Salah satu perangkat pembelajaran tersebut adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dari hasil wawancara terhadap siswa dan guru di enam SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Pringsewu, sebanyak 71,43% guru tidak membuat LKS sendiri


(11)

melainkan menggunakan LKS dari penerbit. Bentuk LKS yang digunakan 100% berisi materi singkat dan soal-soal latihan sehingga tidak membangun konsep dan membimbing siswa dalam pemecahan masalah terkait materi reaksi redoks. LKS yang digunakan guru juga hanya memenuhi dua level representasi yaitu makros-kopik dan simbolik saja, untuk level submikrosmakros-kopik 100% guru belum meng-gunakannya. Sebanyak 66,67% siswa menyatakan penggunaan bahasa dalam LKS sulit dimengerti dan desain LKS juga kurang menarik sehingga kurang me-motivasi siswa dalam proses belajar. Padahal penggunaan LKS sangat membantu dalam proses belajar mengajar, hal ini terbukti 100% guru merasa terbantu dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran materi reaksi redoks dan 66,67% siswa menyatakan lebih mudah memahami materi reaksi redoks dengan adanya LKS yang diberikan guru.

Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Gustiria (2012) yaitu telah mengembangkan LKS sebagai bentuk penyajian penuntun praktikum alternatif. Penelitian yang dilakukan Supiati A, Wisanti, dan Budijastuti (2013) dalam Pe-ngembangan LKS Berbasis Kontruktivis untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains juga mengungkapkan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar. Selain itu dalam penelitian Yanto R, Enawaty dan Erlina (2011) menyatakan bahwa hasil analisa terhadap LKS yang digunakan guru SMA Negeri di kota Pontianak diketahui bahwa isi LKS sangat sedikit memuat repre-sentasi kimia. Padahal menurut Hermawati RF, Mulyani S, dan Redjeki T (2013) pembelajaran kimia pada dasarnya diharapkan dapat membangun pema-haman siswa terhadap fenomena yang terjadi, salah satu pembelajaran yang menunjang adalah pembelajaran multiple representasi.


(12)

Materi pokok reaksi redoks meliputi sub bahasan perkembangan reaksi redoks, penentuan biloks unsur dalam senyawa, reaksi autoredoks, pemberian nama senyawa menurut biloks, dan beberapa fenomena kimia yang berhubungan dengan reaksi redoks. Reaksi redoks merupakan salah satu materi yang mempelajari hal-hal makroskopik seperti pembakaran pita magnesium yang dapat merubah warna pita, campuran CuO dengan karbon kemudian dipanaskan yang menghasilkan perubahan warna, pembuatan cuka dari alkohol, dan perkaratan besi yang semua-nya itu mengalami perubahan bentuk dengan cara bereaksi. Agar lebih mudah dipahami siswa, perubahan bentuk molekul yang diakibatkan reaksi kimia dapat digambarkan secara submikroskopik. Hal ini akan mempermudah siswa dalam memahami materi reaksi redoks dan tidak hanya menghafal teorinya saja.

Untuk membantu memahami konsep tersebut diperlukan ke tiga level representasi kimia sehingga siswa dapat mengamati gejala yang terjadi, dapat mengumpulkan data, menganalisa, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Representasi Kimia pada Materi Reaksi Redoks.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks yang dikembangkan?

2. Bagaimana kesesuaian isi, kontruksi, kemenarikan, dan keterbacaan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks yang dikembangkan?


(13)

3. Bagaimana tanggapan guru terhadap LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks yang dikembangkan?

4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks yang dikembangkan?

5. Apa kendala-kendala yang dihadapi selama mengembangkan LKS berbasis representasi kimia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks. 2. Mendeskripsikan karakteristik LKS berbasis representasi kimia pada materi

reaksi redoks.

3. Mendiskripsikan kesesuaian isi, kontruksi, dan keterbacaan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks.

4. Mendeskripsikan tanggapan guru terhadap LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks.

5. Mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks.

6. Mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi selama mengembangkan LKS berbasis representasi kimia.

7. Mendeskripsikan faktor pendukung selama mengembangkan LKS berbasis representasi kimia.


(14)

D. Manfaat Penelitian

Dari pengembangan LKS berbasis representasi kimia yang dihasilkan, diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Guru

Menambah perangkat pembelajaran baru yang diharapkan dapat menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga menjadi lebih efektif dan konstruktif. 2. Siswa

Penggunaan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks diharapkan mampu mempermudah dalam mengkonstruksikan konsep-konsep yang bersifat abstrak dan menambah minat belajar siswa.

3. Sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan terutama pada pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pengembangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu yang didasarkan pada pengalaman, prinsip yang telah teruji, pengamatan dan percobaan yang terkendali dimana dalam hal ini yang di kembangkan adalah salah satu perangkat pembelajaran berupa LKS. 2. LKS yang dikembangkan adalah LKS berbasis representasi kimia dengan


(15)

3. LKS berbasis representasi kimia adalah level representasi dalam menjelaskan fenomena kimia yang meliputi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.

4. Tahapan pada pengembangan LKS berbasis representasi kimia hanya sampai pada tahap revisi hasil uji coba terbatas.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Penge-tahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri (Trianto, 2007).

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ’mengkonstruksi’ bukan ’menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Setiap siswa membangun


(17)

pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahu-an. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengerti-annya kepada siswa, pemindahan itu harus ditafsirkan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya (Trianto, 2007).

Menurut Von Glasersfeld (Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu , 2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari

pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain

(selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian

siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa;

6. Guru adalah fasilitator.

Jadi secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruk-tivisme adalah pebelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, me-nyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses


(18)

pembelajaran. Piaget (1970) berpendapat bahwa landasan pebelajaran Problem Solving adalah perspektif kognitif-konstruktivis. Perspektif ini mengatakan bah-wa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengkonstruk-sikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimi-lasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru dengan stuk-tur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian stukstuk-tur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.

B. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah sumber belajar penunjang yang dapat mening-katkan pemahaman siswa mengenai materi kimia yang harus mereka kuasai (Senam, 2008). LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Melalui media pem-belajaran berupa LKS ini akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sriyono (1992), LKS adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.


(19)

Arsyad (2004) berpendapat bahwa LKS sebagai sumber belajar dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran. LKS termasuk media cetak hasil pengem-bangan teknologi cetak yang berupa buku dan berisi materi visual. Menurut Sumarni (2004) LKS merupakan jenis hand out yang dimaksudkan untuk mem-bantu siswa belajar secara terarah. LKS juga dapat menjadi buku pegangan bagi guru di samping buku lainnya. Pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal berupa kemampuan awal siswa dan faktor eksternal berupa pen-dekatan pebelajaran. Penpen-dekatan pembelajaran dapat dilakukan dengan meng-gunakan media LKS. Cara penyajian materi pelajaran dalam LKS meliputi pe-nyampaian materi secara ringkas dan kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif misalnya latihan soal, diskusi, dan percobaan sederhana.

LKS merupakan bagian dari enam perangkat pebelajaran. Para guru di negara maju, seperti Amerika Serikat mengembangkan enam perangkat pebelajaran untuk setiap topik; dimana untuk IPA disebut science park. Keenam perangkat pem-belajaran tersebut adalah 1) Silabus, 2) RPP, 3) bahan ajar, 4) LKS, 5) media, dan 6) lembar penilaian. LKS merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan se-suatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Sese-suatu yang dipelajari sangat beragam, seperti melakukan percobaan, mengidentifikasi bagian-bagian, membuat tabel, melakukan pengamatan, menggunakan mikroskop atau alat pengamatan lainnya dan menuliskan atau menggambarkan hasil pengmatannya, melakukan pe-ngukuran dan mencatat hasil pepe-ngukurannya, menganalisis data hasil pepe-ngukuran dan menarik kesimpulan. Untuk mempermudah siswa melakukan proses belajar tersebut maka digunakanlah LKS (Suyanto, Paidi, dan Insih Wilujeng 2004)


(20)

LKS yang disusun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar menjadi LKS yang berkualitas baik. Syarat-syarat didaktik, kontruksi, dan teknis yang harus di-penuhi antara lain: (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis 1992)

1. Syarat-syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan ke-mampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.

2. Syarat kontruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.

3. Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, penampilan dalam LKS. Piaget (1970) menyatakan LKS di dalam mata pelajaran yang berbeda akan ber-beda pula bentuknya. LKS di dalam mata pelajaran IPA umumnya berisi panduan kegiatan penyelidikan atau eksperimen, tabel data, persoalan yang perlu didiskusi-kan siswa dari data hasil percobaan. LKS untuk siswa SD,SMP, dan SMA atau bahkan perguruan tinggi juga berbeda-beda. LKS untuk SD biasanya sederhana dan bergambar dan untuk siswa sekolah menengah LKS lebih abstrak, hal ini di-sesuaikan dengan tingkat perkembangan mental dan pola pikir anak.

Komponen LKS menurut Piaget (1970) meliputi hal-hal berikut:

1. Nomor LKS, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah guru mengenal dan menggunakannya. Misalnya untuk kelas 1, KD, 1 dan kegiatan 1, nomor


(21)

LKS-nya adalah LKS 1.1.1. Dengan nomor tersebut guru langsung tahu kelas, KD, dan kegiatannya.

2. Judul kegiatan, berisi topik kegiatan sesuai dengan KD, seperti Komponen Ekosistem.

3. Tujuan, adalah tujuan belajar sesuai dengan KD.

4. Alat dan bahan, jika kegiatan belajar memerlukan alat dan bahan, maka dituliskan alat dan bahan yang diperlukan.

5. Prosedur kerja, berisi petunjuk kerja untuk siswa yang berfungsi mempermudah siswa melakukan kegiatan belajar.

6. Tabel data, berisi tabel di mana siswa dapat mencatat hasil pengamatan atau pengukuran. Untuk kegiatan yang tidak memerlukan data, maka bisa diganti dengan kotak kosong di mana siswa dapat menulis, menggambar, atau berhitung.

7. Bahan diskusi, berisi pertanyaan-pertanyaan yang menuntun siswa melakukan analisis data dan melakukan konseptualisasi. Untuk beberapa mata pelajaran, seperti bahasa, bahan diskusi bisa berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat refleksi.

Langkah-langkah Penyusunan LKS (Slamet Suyanto, Paidi, dan Insih Wilujeng 2004) antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan analisis kurikulum; standar kompetensi, kompetensi dasar, indi-kator, dan materi pebelajaran, serta alokasi waktu.

2. Menganalisis silabus dan memilih alternatif kegiatan belajar yang paling sesuai dengan hasil analisis SK, KD, dan indikator.


(22)

3. Menganalisis RPP dan menentukan langkah-langkah kegiatan belajar (Pem-bukaan, Inti: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan Penutup).

4. Menyusun LKS sesuai dengan kegiatan eksplorasi dalam RPP. Misalnya, dalam materi Ekosistem, kegiatan eksplorasinya adalah siswa mengamati ekosistem sawah atau yang ada di sekitar sekolah. Maka LKS berisi panduan bagaimana memilih daerah yang merupakan ekosistem, bagaimana menghitung individu, populasi, dan komunitas, bagaimana mengukur suhu, kelembaban, dan faktor abiotik lainnya.

Menurut Sudjana (Djamarah dan Zain, 2000), fungsi LKS adalah :

1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih

menarik perhatian siswa.

3. Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian-pengertian yang diberikan guru.

4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar-kan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pebelajaran.

5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. 6. Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai

siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:

1

. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.

3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.

4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran.

5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pebelajaran. 6. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui

kegiatan belajar.

7. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.


(23)

Arsyad (2004) berharap penggunaan media LKS ini dapat memberikan manfaat dalam proses pebelajaran antara lain yaitu :

1. Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga proses belajar semakin lancar dan meningkatkan hasil belajar.

2. Meningkatkan motivasi siswa dengan mengarahkan perhatian siswa sehingga memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minatnya. 3. Penggunaan media dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. 4. Siswa akan mendapatkan pengalaman yang sama mengenai suatu peristiwa dan

memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar. Menurut Arsyad (2004) ada dua kategori LKS, yaitu LKS eksperimen dan LKS non eksperimen. LKS eksperimen adalah lembar kegiatan siswa yang berisikan petunjuk dan pertanyaan yang harus diselesaikan oleh siswa untuk menemukan suatu konsep dan disajikan dalam bentuk kegiatan eksperimen di laboratorium. LKS ini berisi tujuan percobaan, alat percobaan, bahan percobaan, langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, dan soal-soal hingga kesimpulan akhir dari eks-perimen yang dilakukan pada materi pokok yang bersangkutan. Sedangkan LKS non eksperimen adalah lembar kegiatan yang berisikan perintah atau pertanyaan yang harus diselesaikan oleh siswa untuk menemukan suatu konsep dan disajikan dalam bentuk kegiatan di kelas. Jadi, LKS noneksperimen dirancang sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil percobaan yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami. Siswa dapat menemukan konsep pebelajaran berdasarkan hasil percobaan dan soal-soal yang dituliskan dalam LKS noneksperimen tersebut.


(24)

C.Representasi Ilmu Kimia

Wandersee, Mintzes & Novak (Chiu & Wu, 2009) menyatakan bahwa represen-tasi merupakan suatu cara untuk mengekspresikan fenomena, objek, kejadian, konsep-konsep abstrak, gagasan, proses mekanisme dan bahkan sistem. Represen-tasi digunakan dalam berbagai tujuan untuk menyajikan kembali suatu kenyataan tanpa memperhatikan sifat-sifat alaminya. Istilah representasi dapat digunakan dengan berbagai konotasi yang mungkin saja menghasilkan kesalahpahaman atau keraguan.

Berdasarkan kamus Australian Concise Oxford Dictionary (Hughes dkk, 1995), definisi dari kata „representation’ berarti sesuatu yang merepresentasikan yang lain („means something that represents another’). Kata menyajikan (represents) memiliki sejumlah makna termasuk mensimbolisasikan (to symbolize); memang-gil kembali pikiran melalui gambaran atau imajinasi (to call up in the mind by description or portrayal or imagination) ; memberikan suatu penggambaran (to depict as). Makna istilah-istilah tersebut memperkuat pentingnya suatu represen-tasi untuk membantu mendeskripsikan dan mensimbolisasikan dalam suatu pemahaman tetntang suatu fenomena.

Penggunaan representasi dengan berbagai cara atau mode representasi untuk me-representasikan suatu fenomena disebut multiple representasi. Waldrip (2006) mendefinisikan ke tiga level representasi sebagai praktik merepresentasikan kembali konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang mencakup mode-mode representasi deskriptif (verbal, grafik, tabel), eksperimental, matematis, dan visual.


(25)

Treagust (2008) mengkategorikan mode-mode dalam multiple representasi untuk belajar konsep sains adalah analogi, pemodelan, diagram dan multimedia. Dengan definisi yang lebih luas, semua mode representasi seperti model, analogi, per-samaan, grafik, diagram, gambar dan simulasi yang digunakan dalam kimia dapat dirujuk sebagai bentuk metafora. Suatu metafora menyediakan deskripsi me-ngenai fenomena nyata dalam bentuk yang berbeda, dimana pebelajar menjadi lebih akrab mengenalinya. Bentuk-bentuk representasi sebagaimana yang diurai-kan dapat dianggap sebagai metafora, karena membantu untuk mendeskripsidiurai-kan gagasan yang bukan merupakan interpretasi literal dan bukan juga sesuatu yang nyata. Status metafora dan peranan representasi dalam belajar kimia menjadi penting dan harus dipahami, apabila metafora diharapkan dapat berhasil diguna-kan dalam pebelajaran. Alasannya karena konsep-konsep ilmiah tidak familiar bagi pebelajar dan sulit dimengerti.

Metafora tersebut digunakan untuk menjembataninya, agar konsep-konsep men-jadi lebih akrab dan mudah dimengerti dan selanjutnya memberikan landasan bagi siswa agar dapat membangun konsep baru (Treagust, 2008). Pemikiran ini sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pebelajaran, yaitu pentingnya kemam-puan awal pebelajar menjadi landasan untuk membangun konsep selanjutnya.

Berbeda dengan analogi yang merupakan salah satu bentuk representasi,

Mammino (2008) menyatakan analogi sebagai representasi yang tidak menggam-barkan obyek yang diperhatikan tetapi sesuatu yang lain. Analogi memerlukan perbandingan untuk membuatnya, selain fokus terhadap kesamaan-kesamaan, juga harus memperhatikan perbedaan-perbedaan. Penggunaan analogi mungkin


(26)

hanya suatu trik jika ditujukkan untuk merepresentasikan objek pada level sub-mikroskopik suatu fenomena kimia. Contohnya menganalogikan model atom Thomson dengan semangka. Bagian merah semangka dianggap sebagai massa dan muatan positif, sedangkan biji-bijiannya sebagai elektron yang tersebar merata. Namun demikian, sebaiknya harus dihindarkan merepresentasikan obyek pada level submikroskopik dengan menggunakan analogi, karena sering menim-bulkan miskonsepsi.

Mammino (2008) menyatakan baik sains maupun ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang sukar dipahami, karena banyaknya konsep-konsep abstrak yang tidak akrab dengan kemampuan awal yang telah dimiliki pebelajar. Belajar hafalan tentang rumus-rumus kimia dan fakta-fakta memang penting untuk memori jangka panjang, namun hanya dengan cara itu tidak dapat menjamin pebelajar memahami konsep. Diperlukan belajar bermakna agar pebelajar dapat mengkonstruksi konsep-konsep kimia.

Ainsworth (Treagust, 2008) menyatakan tiga level representasi kimia dapat berfungsi sebagai instrumen yang memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar bermakna atau belajar yang mendalam pada pebelajar. Tiga level representasi ini juga merupakan tools yang memiliki kekuatan untuk me-nolong pebelajar mengembangkan pengetahuan ilmiahnya. Oleh karena itu dengan menggunakan representasi yang berbeda dan mode pebelajaran yang berbeda akan membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah dipahami dan me-nyenangkan bagi pebelajar. Hal ini, karena setiap mode representasi memiliki makna komunikasi yang berbeda.


(27)

Mode verbal hanya dapat mengekspresikan sebagian makna konsep-konsep kimia. Upaya yang perlu dilakukan adalah pebelajar harus menggali lebih dalam untuk menggunakan mode visual melalui grafik, diagram, foto, animasi dan video sehingga terjadi pebelajaran yang bermakna (Treagust, 2008).

Kebermaknaan belajar dapat direfleksikan dengan kemampuan pebelajar dalam memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu ke-terampilan berpikir tingkat tinggi menggunakan kompetensi representasi secara

multiple atau kemampuan pebelajar „bergerak’ antara berbagai mode representasi (Kozma, 2005).

Kemampuan bekerja dengan berbagai mode representasi dan secara mental mam-pu bergerak antar mode representasi merupakan keterampilan yang vital diperlu-kan untuk memberidiperlu-kan pemahaman ilmiah tentang fenomena alam. Dalam konteks pemecahan masalah, Bodner dan Domin (Rosengrant, Van Heuleven, & Etkina, 2006) membedakan internal representasi dengan eksternal representasi. Internal representasi merupakan cara seseorang yang memecahkan masalah me-nyimpan komponen-komponen internal dari masalah dalam pikirannya (model mental). Eksternal representasi adalah sesuatu yang berkaitan dengan simbolisasi atau merepresentasikan objek dan proses. Dalam hal ini, representasi digunakan untuk memanggil kembali pikiran melalui deskripsi, penggambaran atau imajinasi (Chittleborough & Treagust,2006 ). Terjadinya kesalahan konsep disebabkan kesulitan representasi memvisualisasikan secara eksternal dan internal (Wu dan Shah, 2004).


(28)

Dengan demikian, isu kunci untuk mengembangkan tiga level representasi dalam konteks belajar kimia konsisten dengan prinsip-prinsip umum untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan teori belajar di masa kini. Prinsip-prinsip ini mem-perkuat pentingnya menyediakan kebutuhan belajar melalui berbagai sumber representasi yang relevan seperti visualisasi, verbalisasi dan numerisasi, sehingga pebelajar memiliki literasi sains.

Pebelajar perlu memahami keanekaragaman mode representasi dari konsep dan proses sains. Ia harus mampu menerjemahkan berbagai mode berbeda ke mode yang lain melalui kooordinasi pengetahuan yang dimilikinya, sehingga mampu merepresentasikan pengetahuan ilmiahnya untuk digunakan dalam pemecahan masalah yang merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Johnstone (Chittleborough, 2004) membedakan representasi kimia menjadi tiga level, yaitu level representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Ketiga level representasi itu saling berhubungan seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Makroskopik

(cirinya dapat dilihat, dicium, didengar atau dirasakan)

Simbolik Submikroskopik

(representasi menggunakan (tingkat partikel dari materi) berbagai macam bentuk)


(29)

Adapun deskripsi level-level representasi kimia menurut Gilbert (2008) adalah sebagai berikut :

1. Representasi makroskopik

Representasi makroskopik merupakan representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra, baik secara langsung maupun tak langsung. Perolehan pengamatan itu dapat melalui pengalaman sehari-hari, penyelidikan di laboratorium secara aktual, studi di lapangan ataupun melalui simulasi.

Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu, pH larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung.

Seorang pebelajar dapat merepresentasikan hasil pengamatan atau kegiatan laboratoriumnya dalam berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk laporan tertulis, diskusi, presentasi oral, grafik dan sebagainya. Representasi level makroskopik bersifat deskriptif, namun demikian pengembangan kemam-puan pebelajar merepresentasikan level makroskopik memerlukan bimbingan agar mereka dapat fokus terhadap aspek-aspek apa saja yang paling penting untuk diamati dan direpresentasikan berdasarkan fenomena yang diamatinya. 2. Representasi submikroskopik

Representasi submikroskopik merupakan representasi kimia yang menjelaskan dan memberikan pemahaman mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Penggunaan istilah submikroskopik merujuk pada level ukurannya yang direpresentaikan yang berukuran lebih kecil dari level nanoskopik. Level representasi sub-mikoskopik yang dilandasi teori partikulat materi digunakan untuk


(30)

memberi-kan pemahaman terhadap fenomena makroskopik dalam bentuk geramemberi-kan partikel, seperti gerakan elektron-elektron, molekul-molekul dan atom-atom. Entitas submikroskopik tersebut nyata, namun terlalu kecil untuk diamati. Operasi pada level submikroskopik memerlukan kemampuan berimajinasi dan memvisualisasikan. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata, diagram, gambar, model dua dimensi, model tiga dimensi baik diam maupun bergerak (berupa animasi)

3. Representasi simbolik

Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan per-hitungan matematik. Representasi simbolik bertindak sebagai bahasa persama-an kimia sehingga terdapat aturpersama-an-aturpersama-an ypersama-ang harus diikuti. Level representasi simbolik mencakup semua abstraksi kualitatif yang digunakan untuk menyaji-kan setiap item pada level submikroskopik. Abstraksi-abstraksi itu digunamenyaji-kan sebagai singkatan dari entitas pada level submikroskopik dan juga digunakan untuk menunjukkan secara kuantitatif seberapa banyak setiap jenis item yang disajikan pada tiap level.

Johnstone (Chittleborough, & Treagust, 2006) menyatakan bahwa level-level representasi kimia, jangan dikelirukan dengan istilah representasi yang umumnya digunakan untuk representasi simbolik dari fenomena kimia. Level hirarki yang dinyatakan Johnstone’s menjelaskan suatu pandangan bagaimana data kimia di-sajikan dan digambarkan. Level representasi makroskopik bersifat deskriptif dan fungsional, dan level submikroskopik bersifat representasional dan eksplanatori.


(31)

Level representasi simbolik digunakan untuk mengkomunikasikan fenomena pada level makroskopik dan submikroskopik. Oleh karena itu istilah representasi di-gunakan untuk semua penggambaran kimia yang ditemukan pebelajar.

Pada masa kini, memang kimiawan sudah dapat mengobservasi perilaku atom atau molekul menggunakan mikroskop elektron sehingga diklasifikasikan sebagai realitas dari suatu konstruk teoritis. Namun demikian, tidaklah mungkin untuk melihat bagaimana atom berinteraksi, untuk hal ini kimiawan mengandalkan teori. Teori ini bersandar pada model-model, jadi jika kita menggambarkan suatu atom, maka kenyataannya kita menggambarkan model atom atau sejumlah gambar atom yang dilandasi berbagai model (Taber, 2003).

Secara teoritik level submikroskopik sangat esensial untuk memahami ilmu kimia. Representasi simbolik dari atom dan molekul seringkali hanyalah suatu rekaman sekejap yang fokusnya hanya pada reaksi yang berhasil terjadi, sedangkan reaksi yang gagal ataupun kemungkinan keberhasilan reaksi tidak direpresentasikan. Namun, representasi simbolik tidak dapat menyajikan teori kinetika molekuler yang berkaitan dengan gerakan partikel, seperti kecenderungan jumlah spesi kimia yang bergerak konstan, saling bertumbukan, tumbukan-tumbukan yang tidak efek-tif dan gagal menghasilkan reaksi. Pemahaman fenomena kimia yang digunakan untuk hal ini seringkali berlandaskan perilaku partikel submikroskopik yang di-sajikan secara simbolik. Representasi simbolik termasuk di dalamnya diagram level submikroskopik sangat penting untuk mengkomunikasikan karakteristik tersebut. Dualitas yang unik dari representasi kimia seperti diagram kimia yang menghubungkan baik level makro dan submikroskopik secara simultan


(32)

menunjukkan sifat kimia yang kompleks dan secara signifikan menantang kemampuan intelektual agar dapat membuat interkoneksi antara ketiga level tersebut (Davidowitz & Chittleborough, 2009).

Berdasarkan penelitian Treagust (2008) pebelajar yang bukan berlatar belakang kimia cenderung hanya menggunakan level representasi makroskopik dan sim-bolik. Hasil penelitian ini sesuai dengan berbagai penelitian lainnya bahwa level submikroskopik paling sukar dipahami diantara ketiga level representasi. Peng-gunaan model kimia juga tidak selalu diapresiasi dengan menghubungkannya dengan dua target nyata, yaitu level submikroskopik dan level makroskopik. Seringkali model-model hanya dipandang sebagai simbolisasi yang dimaknai dalam konteks matematik atau perhitungan (Chittleborough & Treagust, 2007)

Level submikroskopik ini menjadi kekuatan dan sekaligus kelemahan untuk be-lajar kimia. Kekuatannya, karena level submikroskopik merupakan basis intelek-tual yang penting untuk pemahaman kimia. Kelemahan terjadi ketika pebelajar mulai mencoba belajar dan memahaminya. Lemahnya model mental pebelajar pemula nampaknya akibat diabaikan level representasi submikroskopik diban-dingkan dengan level representasi makroskopik dan simbolik. Wright (Davidowiz & Chittleborough, 2009).

Level representasi submikroskopik tak dapat dilihat secara langsung, sedangkan prinsip-prinsip dan komponen-komponennya yang kini diakui sebagai kebenaran dan nyata tergantung pada model teroritik yaitu teori atom. Definisi ilmiah dari teori diperkuat oleh gambaran atom (model) yang mengalami berulang kali per-baikan. Ilmuwan masa kini meyakini adanya distribusi elektron dalam atom,


(33)

namun interaksi antara proton dan neutron di dalam inti atom masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Davidowiz & Chittleborough, 2009).

Chittleborough & Treagust (2007) menyatakan pebelajar tidak dapat mengguna-kan representasi kimia, jika kurang mengapresiasi karakteristik pemodelan. Istilah pemodelan seringkali digunakan secara luas mencakup representasi ide, obyek, kejadian, proses atau sistem. Namun yang dimaksud dengan pemodelan dalam kimia adalah representasi fisik atau komputasional dari komposisi dan struktur suatu molekul atau partikel (level submikroskopik). Representasi struktur suatu molekul atau model partikel (submikroskopik) tersebut dapat berupa model fisik, animasi atau simulasi. Kemampuan pemodelan tersebut penting untuk mencapai keberhasilan menggunakan representasi kimia. Contohnya ketika pe-belajar memikirkan suatu model kimia, terbentuklah hubungan antara suatu analogi dan target yang dianalogikan sebagai representasi simbolik (yang dapat berbeda-beda jenisnya) dengan dua target nyata yaitu level submikroskopik (target 1) dan level makroskopik (target 2). Dalam hal ini representasi simbolik merupa-kan analogi dari level makro dan submikroskopik yang menjadi target (Treagust, 2008).

Berkaitan dengan ketiga representasi kimia, Gilbert dan Treagust (2009) merangkum dari berbagai hasil penelitian mengenai masalah yang dihadapi pebelajar, yaitu :

1. Lemahnya pengalaman pebelajar pada level makroskopik, karena tidak tersedianya pengalaman praktik yang tepat atau tidak terdapatnya kejelasan apa yang harus mereka pelajari melalui kerja lab (praktikum) ;


(34)

2. Terjadinya miskonsepsi pada level submikroskopik, karena kebingungan pada sifat-sifat partikel materi dan ketidakmampuan untuk

memvisualisasikan entitas dan proses pada level submikroskopik; 3. Lemahnya pemahaman terhadap kompleksitas konvensi yang digunakan

untuk merepresentasikan level simbolik;

4. Ketidakmampuan untuk „bergerak’ antara ketiga level representasi.

Oleh karena itu, perlu didesain kurikulum pendidikan kimia yang dapat mem-fasilitasi pebelajar agar mereka lebih efektif dalam belajar dengan menggunakan ketiga level tersebut.

D. Analisis Konsep

Analisis konsep dimaksudkan untuk mengidentifikasi konsep-konsep esensial dalam topik-topik yang diajarkan, menyusun konsep secara hirarki serta menge-nali sifat, atribut, kedudukan konsep, contoh dan noncontoh. Konsep-konsep esensial yang sudah teridentifikasi dalam satu pokok bahasan dapat dilihat keterkaitannya melalui peta konsep (Suryanti, 2010).

Konsep-konsep dapat dikelompokan berdasarkan atribut-atribut konsep menjadi enam kelompok Liliasari (2007) yaitu:

1. Konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat misalnya spektrum. 2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tidak dapat dilihat, misalnya

atom, molekul.

3. Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat, misalnya unsur, senyawa.

4. Konsep yang berdasarkan prinsip, misalnya mol, campuran, larutan. 5. Konsep yang melibatkan penggambaran simbol, misalnya lambang unsur,

rumus kimia.

6. Konsep yang menyatakan sifat, misalnya elektropositif, elektronegatif, dan 7. Konsep yang menunjukkan atribut ukuran meliputi kg, g (ukuran massa), M,


(35)

Farida (2011) mengungkapkan bahwa untuk menentukan konsep-konsep yang dikembangkan dalam pebelajaran diperlukan analisis konsep. Hasil analisis konsep dapat digunakan antara lain:

1) merencanakan urutan pebelajaran konsep

2) tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dikuasai oleh siswa 3) menentukan metode dan pendekatan pebelajaran yang sesuai dengan

karakteristik konsep

Berdasarkan definisi konsep menurut Gagne (1977), konsep merupakan suatu abstraksi yang melibatkan hubungan antar konsep (relational concepts) dan dapat dibentuk oleh individu dengan mengelompokkan objek, merespon objek tersebut dan kemudian memberinya label (concept by definition). Oleh karena itu, suatu konsep mempunyai karakteristik berupa definisi konsep. Selain karakteristik ter-sebut, Herron (1977) mengidentifikasi karakteristik yang dimiliki konsep me-liputi: label konsep, atribut konsep (atribut kritis dan atribut variabel) dan jenis konsep. Dengan demikian dalam analisis konsep, perlu diidentifikasi karakteristik konsep, yang meliputi:

1. Label Konsep

Label konsep adalah nama konsep atau sub konsep yang dianalisis. Contoh label konsep ; unsur, senyawa, atom, larutan, dan lain-lain.

2. Definisi Konsep

Label konsep didefinisikan sesuai dengan tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari siswa. Untuk suatu label konsep yang sama, konsep dapat


(36)

didefinisikan berbeda sesuai dengan tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dikuasai siswa dan tingkat perkembangan kognitif siswa. 3. Atribut kritis dan atribut variabel

Atribut kritis merupakan ciri-ciri utama konsep yang merupakan penjabaran definisi konsep, sedangkan atribut variabel menunjukan ciri-ciri konsep yang nilainya dapat berubah, namun besaran dan satuannya tetap.

4. Hirarki Konsep

Hirarki konsep menyatakan hubungan suatu konsep dengan konsep lain berdasarkan tingkatannya, yaitu :

- konsep superordinat (konsep yang tingkatannya lebih tinggi) - konsep ordinat (konsep yang setara)

- konsep subordinat (konsep yang tingkatannya lebih rendah).

Hirarki konsep dapat direpresentasikan dalam bentuk peta konsep dan digunakan untuk menentukan urutan pebelajaran konsep.

5. Jenis Konsep

Umumnya jenis konsep dikelompokkan menjadi dua, yaitu konsep konkrit dan konsep abstrak.

Namun dalam ilmu kimia, terdapat banyak konsep yang sukar dikelompokkan dengan jelas ke dalam konsep konkrit ataupun abstrak. Oleh karena itu Herron (1977) mengembangkan jenis-jenis konsep menjadi delapan jenis konsep, yaitu sebagai berikut:

1. Konsep konkrit, yaitu konsep yang atribut kritis dan atribut variabel dapat diidentifikasi, sehingga relatif mudah dimengerti, mudah dianalisis dan


(37)

mudah memberikan contoh dan noncontoh. Contoh konsep konkrit antara lain: gelas kimia, tabung reaksi, batu baterai, sel aki, sel Volta.

2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang atribut kritis dan atribut variabelnya sukar dimengerti dan sukar dianalisis, sehingga sukar menemukan contoh dan noncontoh. Konsep seperti ini relatif sukar untuk dipelajari, karena tidak mungkin mengkomunikasikan informasi tentang atribut kritis konsep ini melalui pengamatan langsung. Oleh karena itu, diperlukan model-model atau ilustrasi yang mewakili contoh dan noncontoh. Contoh konsep abstrak antara lain: atom, molekul, inti atom, ion, proton, neutron.

3. Konsep abstrak dengan contoh konkrit, yaitu konsepnya mudah dikenali, namun mengandung atribut sukar dimengerti, sehingga sukar membedakan contoh dan noncontoh. Contohnya antara lain: unsur, senyawa, elektrolit. 4. Konsep berdasarkan prinsip,yaitu konsep yang memerlukan prinsip-prinsip

pengetahuan untuk menggunakan dan membedakan contoh dan noncontoh. Contohnya antara lain: konsep mol, beda potensial.

5. Konsep yang menyatakan simbol,yaitukonsep yang mengandung

representasi simbolik berlandaskan aturan tertentu. Contohnya antara lain: rumus kimia, rumus, persamaan.

6. Konsep yang menyatakan nama proses, yaitu konsep yang menunjukkan terjadinya suatu „tingkah-laku’ tertentu.Contohnya antara lain: destilasi, elektrolisis, disosiasi, oksidasi, meleleh.

7. Konsep yang menyatakan sifat dan nama atribut.Konsep-konsep seperti: massa, berat, muatan listrik, muatan, frekuensi, bilangan oksidasi, dan mudah terbakar merupakan atribut atau ciri-ciri suatu objek.


(38)

8. Konsep yang menyatakan ukuran atribut. Sama seperti diatas, namun

bentuknya berupa satuan ukuran untuk atribut. Contohnya antara lain satuan konsentrasi : molaritas, molalitas, normalitas, ppm, pH.

Markle dan Tieman (1974) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan noncontoh

ANALISIS KONSEP

Standar Kompetensi : 3. Memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi.

Kompetensi Dasar : 3.2 Menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya.

Materi Pembelajaran : Reaksi Redoks

Label Kons ep Definisi Konsep Jenis Kons ep

Atribut Posisi Konsep Contoh Non Contoh

Kritis Variabel uperordina t

Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4 ) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Reaksi Reduk si Reaksi reduksi adalah reaksi yang melibat kan pelepas an oksigen, penerim aan elektron dan Konsep berdas arkan prinsi p.  Reaksi reduksi  Reaksi pelepasan oksigen  Reaksi penerima an elektron  Reaksi penuruna n bilangan Komponen reaksi Larutan elektrol it dan nonelek trolit Reaksi oksidasi Bilangan oksidasi Oksidator dan reduktor Reaksi autoredok s

Tata nama senyawa

Reaksi Reduksi a. HgO(s)

Hg(l) + O2(g) b. Cl2 + 2e-

2Cl -c. CuO  Cu

Reaksi-reaksi di atas merupakan reaksi reduksi. Reaksi a. N2(g) +

2O2(g) 2NO2(g) b. 2Na(s) 

2Na+(s) + 2e -c. H2 H2O Reaksi-reaksi di atas bukan termasuk dalam reaksi


(39)

penurun an bilanga n oksidasi .

oksidasi reduksi.

Reaksi Oksid asi Reaksi oksidasi adalah reaksi yang melibat kan pengika tan oksigen, pelepas an elektron dan kenaika n bilanga n oksidasi . Konsep berdas arkan prinsi p  Reaksi oksidasi  Reaksi pengikata n oksigen  Reaksi pelepasan komponen reaksi Reaksi reduk si Reaksi reduksi Bilangan oksidasi Oksidator dan reduktor Reaksi autoredok s Reaksi Oksidasi a. N2(g) +

2O2(g) 2NO2(g) b. 2Na(s) 

2Na+(s) + 2e -c. H2 H2O

Reaksi a. HgO(s)

Hg(l) + O2(g) b. Cl2 + 2e

- 2Cl c. CuO 

Cu

(1) (2) (3)

 elektron Rekasi

kenaikan bilangan oksidasi

(4 ) (5) (6) (7)

Tata nama senyawa

(8) (9) (10)

Bilangan oksida si Bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi suatu unsur merupa kan bilanga n bulat positif atau negatif yang diberika n kepada suatu unsur dalam membe ntuk senyaw a. Konsep berdas arkan simbo l  Bilangan oksidasi  Bilangan bulat positif atau negatif  Jenis reaksi  Kompon en senyawa  Bilanga n oksidasi Reaksi reduk si dan oksid asi

- Dalam senyawa H2SO4, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom H + 1 atom S + 4 atom O = 0

-

Oksidator Oksidator adalah zat yang dalam Konsep berdas arkan  Oksidator  Zat  Reduksi   Kompon en reaksi  Oksidat Bilangan Oksid asi

 Reduktor - Reaksi

Fe(s) + 2HCl(aq)  FeCl (aq) + H2(g)

Reaksi Fe(s) +

2HCl(aq)  FeCl


(40)

reaksi redoks menyeb abkan zat lain mengala mi reduksi. prinsi p

or Pada reaksi di

atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami oksidasi adalah HCl.

(aq) + H2(g) Pada reaksi di

atas spesi atau zat yang menyebabk an zat lain mengalami reduksi adalah Fe Reduktor Reduktor

adalah zat yang dalam reaksi redoks menyeb abkan zat lain mengala mi oksidasi Konsep berdas arkan prinsi p  Reduktor  Zat  Oksidasi  Kompon en reaksi  Redukto r

Oksidator  Oksidator Reaksi

Cr2O72-(aq) + 3C2O42-(aq) + 14H+ 2Cr3+(aq) + 6CO2(q) + 7H2O(l) Pada reaksi di

atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami reduksi adalah C2O4

2-.

Cr2O72-(aq) + 3C2O42-(aq) + 14H+ 2Cr3+(aq) + 6CO2(q) + 7H2O(l) Pada reaksi di

atas spesi atau zat yang menyebabk an zat lain mengalami oksidasi adalah Cr2O7

2-(1) (2) (3) (4 ) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Reaksi Autor edoks Reaksi autored oks adalah suatu zat dalam reaksi redoks yang mengok sidasi atau meredu ksi dirinya sendiri Konsep berdas arkan prinsi p  Reaksi autoredok s  Reaksi redoks  Mengoksi dasi  Mereduksi  Kompon en reaksi  Bilanga n Oksidasi Oksidator dan reduk tor  Reaksi oksidasi  Reaksi reduktor Reaksi 3I2(g) +

6KOH(aq)  5KI(aq) + KIO3(aq) + 3H2O(l) Dalam reaksi di

atas, I2 oksidasi sekaligus ada yang mengalami reduksi. Artinya atom I mengoksidasi atom I yang lain dan sebalikny mereduksi yang lain.

Reaksi 3I2(g) +

6KOH(aq)  5KI(aq) + KIO3(aq) + 3H2O(l) Dalam reaksi di

atas, atom-atom kalium, oksigen dan hidrogen tidak mengalami oksdasi dan reduksi.


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan LKS berbasis representasi kimia yang meliputi representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Pengem-bangan LKS ini menggunakan metode penelitian dan pengemPengem-bangan (research and development) dengan model pengembangan Borg & Gall (1989) yang telah dimodifikasi. Langkah-langkah dalam penelitian dan pengembangan ini, adalah sebagai berikut: 1) Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting); 2) Perencanaan (planning); 3) Pengembangan draf awal (develop prelimnary from product); 4) Uji coba lapangan awal (preliminary field testing); 5) Revisi hasil uji coba (main product revision); 6) Uji coba lapangan (main field testing); 7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operating product revisi-on); 8) Uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing); 9) Penyempurnaan dan produk akhir (final product revision); 10) Desiminasi dan implementasi (dessimination and implementation). Namun, tahapan pengem-bangan LKS lakukan sampai revisi kedua setelah uji coba produk secara terbatas, hal ini di-sebabkan oleh keterbatasan waktu dan keahlian peneliti untuk melakukan tahap-tahap selanjutnya. Produk yang dihasilkan dari pengembangan ini adalah LKS berbasis representasi kimia, yaitu representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.


(42)

B. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua subjek yaitu, subjek penelitian dan subjek ujicoba. Subjek penelitian dalam pengembangan ini adalah LKS berbasis representasi kimia, sedangkan subjek uji coba yaitu materi, siswa dan guru bidang studi. Subjek uji coba pada pengembangan LKS ini adalah materi reaksi redoks dan siswa-siswi kelas X.1 dan satu guru kimia SMA Xaverius Pringsewu.

C. Sumber Data

Sumber data pada pengembangan ini berasal dari tahap studi pendahuluan dan tahap uji coba terbatas. Pada tahap studi pendahuluan, data diperoleh dari wawan-cara dengan guru dan penjaringan respon siswa mengenai pembelajaran kimia khususnya pada materi reaksi redoks yang dilakukan pada enam SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Pringsewu. Pada tahap uji coba terbatas, data diperoleh dari pengisian angket uji kesesuaian isi, kontruksi, keterbacaan dengan guru kimia dan hasil wawancara uji keterbacaan, dan kemenarikan dengan siswa kelas X.1 di SMA Xaverius Pringsewu.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket analisis kebutuhan, instrumen kesesuain isi, kontruksi, keterbacaan, kemenarikan dan tanggapan siswa Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(43)

1. Angket analisis kebutuhan

Angket analisis kebutuhan dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai LKS yang digunakan oleh beberapa sekolah yang bersang-kutan. Angket analisis kebutuhan ini juga digunakan untuk memperoleh informasi mengenai kekurangan-kekurangan LKS yang sudah beredar di sekolah sehingga menjadi referensi dalam mengembangkan LKS berbasis representasi kimia. 2. Angket uji kesesuaian isi LKS

Instumen ini digunakan untuk menguji kesesuaian isi LKS yang dikembangkan dengan kesesuaian materi, kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, kesesuaian konsep dengan materi yang disampaikan, sistematika, dan penyampaian materi.

3. Angket uji kontruksi LKS

Instrumen ini digunakan untuk menguji kontruksi LKS yang dikembangkan, misalnya konstruksi sesuai format LKS yang ideal dan konstruksi sesuai dengan model pembelajarannya.

4. Angket uji keterbacaan LKS

Instrumen ini digunakan untuk menguji keterbacaan LKS yang dikembangkan dengan ukuran huruf, variasi bentuk huruf, kejelasan tulisan, dan perpaduan warna tulisan.

5. Angket uji kemenarikan LKS

Instumen ini digunakan untuk menguji kemenarikan LKS berbasis representasi kimia yang meliputi desain tampilan LKS, seperti ukuran huruf, variasi bentuk huruf, tata letak gambar dengan tulisan, perpaduan warna, tampilan gambar, dan lain-lain.


(44)

6. Pedoman Wawancara Uji Coba

Angket ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terkait pendapat siswa terhadap LKS yang dikembangkan. Dalam angket ini juga dilengkapi dengan kolom untuk siswa menuliskan kritik maupun saran yang dapat membangun dan menyempurnakan LKS ini.

Agar diperoleh data yang sah dan dapat dipercaya maka instrumen yang diguna-kan harus valid. Suatu instumen dikatadiguna-kan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instru-men yang digunakan. Pengujian instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah vailditas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgement. Oleh karena dalam melakukan judgement diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memvalidasinya.

E. Prosedur Penelitian

Pengembangan LKS berbasis representasi kimia ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development) dengan model pengembangan Borg & Gall (1989) yang telah dimodifikasi. Adapun tahapan pengembangan LKS ini adalah sebagai berikut:


(45)

Studi Pendahuluan

Pengembangan Produk

Pengujian Produk

Berdasarkan alur penelitian di atas, maka dapat dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Studi pendahuluan

Tahap pertama dari penelitian ini adalah studi pendahuluan. Studi pendahuluan adalah tahap awal atau persiapan terhadap suatu penelitian dan pengembangan.

- Analisis SK dan KD - Pengembangan Silabus - Pembuatan Analisis Konsep - Pembuatan RPP

- Literatur LKS

- Kriteria LKS yang Baik

- Wawancara guru dan siswa di 6 SMA Negeri dan Swasta di Kab. Pringsewu mengenai

penggunaan LKS dalam proses pembelajaran.

- Analisis LKS yang digunakan Studi Kepustakaan/Literatur Studi Lapangan

Analisis Kebutuhan

Pengembangan LKS

Penyusunan Rancangan LKS berbasis representasi kimia

LKS berbasis representasi kimia Hasil Revisi Validasi Ahli

Revisi LKS Hasil Validasi

LKS berbasis representasi kimia Revisi LKS Hasil Uji Coba Terbatas

Uji Coba Terbatas


(46)

Tujuan dari studi pendahuluan adalah menghimpun data tentang susunan dan kondisi LKS yang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan referensi untuk produk yang dikembangkan. Studi pendahuluan terdiri dari:

a. Studi kepustakaan/literatur

Studi ini dilakukan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan teo-ritis yang memperkuat suatu produk yang akan dikembangkan. Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah menganalisis materi SMA tentang reaksi redoks dengan cara mengkaji sumber-sumber yang berkaitan dengan KTSP. Analisis ini dilaku-kan dengan mengkaji silabus kimia SMA tentang materi reaksi redoks yaitu, Standar Isi (SI), yang meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat pada KTSP.

Selanjutnya, menganalisis LKS tentang materi reaksi redoks, serta analisis ter-hadap penelitian terdahulu tentang pengembangan LKS pada materi reaksi redoks. Analisis yang dilakukan meliputi identifikasi kelebihan dan kekurangan LKS ter-sebut. Hal ini menjadi acuan untuk mengembangkan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks.

b. Studi lapangan

Studi lapangan merupakan penelitian lapangan guna menganalisis kebutuhan belajar siswa berupa sumber belajar terkait LKS yang mendukung proses pembelajaran. Studi lapangan dilakukan di enam SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Pringsewu. Instrumen yang digunakan adalah lembar wawancara yang dilakukan terhadap satu orang guru bidang studi khususnya kimia yang mengajar di kelas X dan enam orang siswa perwakilan dari masing-masing


(47)

sekolah tersebut. Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui LKS seperti apa yang digunakan dalam mendukung proses pembelajaran. Wawancara juga digunakan untuk mengidentifikasi LKS pada materi reaksi redoks yang di-gunakan di SMA tersebut. Sama halnya seperti studi kepustakaan, yang diidentifi-kasi adalah kelebihan dan kekurangan yang ada di LKS tersebut.

2. Perencanaan dan pengembangan produk

a. Penyusunan LKS

Acuan dalam perencanaan dan pengembangan LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks adalah hasil dari analisis kebutuhan yang telah dilaku-kan. Penyusunan LKS ini didasarkan pada literatur yang diperoleh terkait susun-an LKS ideal ysusun-ang aksusun-an digunaksusun-an pada materi reaksi redoks berbasis represent-tasi kimia. Hal yang dilakukan dalam perencanaan dan pengembangan produk ini adalah:

1). Menganalisis materi atau standar kompetensi yang akan dijadikan bahan pe-ngembangan LKS berbasis representasi kimia.

2). Mengumpulkan bahan yang dapat digunakan sebagai referensi pengembangan LKS berbasis representasi kimia.

3). Mengembangkan LKS hal yang pertama dilakukan yaitu mendesain cover luar LKS yang menarik yaitu yang dapat menarik minat pembaca untuk melihat dan membacanya. Desain cover disertai gambar-gambar yang mengacu pada materi yang akan dipelajari.

4). Menyusun LKS yang berisikan konsep-konsep yang akan dipelajari. Konsep- konsep kimia disusun berbasis representasi kimia.


(48)

5). Selain itu, LKS disusun menjadi beberapa kegiatan. Dalam setiap kegiatan, berisi identifikasi masalah, merumuskan masalah, mencari keterangan semen-tara, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, dan terakhir menarik kesimpulan.

b. Validasi produk dan revisi produk

Setelah selesai dilakukan penyusunan LKS berbasis representasi kimia, kemudian LKS tersebut divalidasi oleh validator ahli. Validasi ini merupakan proses pe-nilaian kesesuaian LKS terhadap standar isi, kompetensi dasar dan indikator-indikator untuk mengetahui apakah LKS yang disusun telah memenuhi kategori LKS yang baik, serta untuk mengetahui apakah LKS yang disusun telah sesuai dengan kebutuhan sekolah berdasarkan hasil studi pendahuluan. Setelah divali-dasi ahli, kemudian rancangan atau desain produk tersebut direvisi sesuai dengan saran yang diberikan oleh validator ahli. Setelah itu produk hasil revisi tersebut dapat diuji cobakan secara terbatas.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan setelah pelaksanaan uji ahli adalah sebagai berikut:

1). Melakukan analisis terhadap hasil uji ahli.

2). Melakukan perbaikan/revisi berdasarkan analisis hasil uji ahli. 3). Mengkonsultasikan hasil perbaikan.

3. Evaluasi produk

Evaluasi produk meliputi uji coba produk secara terbatas dan revisi setelah uji coba produk secara terbatas.


(49)

a. Uji Coba produk

Setelah dihasilkan LKS berbasis representasi kimia yang telah divalidasi oleh ahli dan telah dilakukan revisi, maka dilakukan uji coba produk secara terbatas di SMA Xaverius Pringsewu untuk mengetahui keterlaksanaan LKS, selain itu juga bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan materi, kebenaran materi, sistematika materi, dan berbagai hal yang berkaitan dengan materi seperti contoh-contoh dan fenomena serta pengembangan soal-soal latihan. Selain itu digunakan untuk me-ngevaluasi desain produk, kualitas produk, kemenarikan, keterbacaan dan efektivitas visual siswa atau pembaca.

LKS berbasis representasi kimia diuji cobakan pada siswa kelas X dan satu orang guru di SMA Xaverius Pringsewu. Teknik uji ini menggunakan lembar angket penilaian guru dan angket respon siswa.

Dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:

1). Pengujian kesesuaian isi materi LKS berbasis representasi kimia dengan SK-KD oleh guru (Tanggapan Guru)

a). Memperlihatkan produk hasil pengembangan LKS berbasis representasi kimia kepada guru.

b). Guru mengisi angket uji coba terbatas terhadap aspek kesesuaian isi materi dengan SK-KD, lalu memberi kritik dan saran mengenai kesesuaian isi LKS dengan SK-KD yang ada untuk mengetahui tanggapan guru mengenai kesesuaian isi LKS tersebut.

c). Guru mengisi angket uji coba terbatas aspek konstruksi untuk mengetahui tanggapan guru mengenai konstruksi LKS tersebut.


(50)

d). Guru mengisi angket uji coba terbatas aspek keterbacaan untuk mengetahui tanggapan guru mengenai keterbacaan LKS tersebut.

2). Pengujian keterbacaan dan kemenarikan LKS berbasis representasi kimia pada siswa (Respon Siswa) :

a). Memperlihatkan produk hasil pengembangan LKS berbasis representasi kimia kepada siswa.

b). Siswa membaca dan mempelajari LKS berbasis representasi kimia. c). Siswa mengisi angket tentang aspek keterbacaan, kemenarikan dan

keter-laksanaan LKS berbasis representasi kimia yang dikembangkan.

d). Siswa mengisi kritik maupun saran terkait LKS berbasis representasi kimia hasil pengembangan.

b. Revisi produk setelah uji coba

Tahap akhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah revisi dan penyempurnaan LKS berbasis representasi kimia. Revisi dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil uji coba terbatas, yaitu uji kesesuaian isi materi, uji aspek konstruksi dan keterbacaan oleh guru, serta uji aspek keterbacaan, kemenarikan dan keterlaksana-an sebagai respon siswa terhadap LKS berbasis representasi kimia hasil

pengembangkan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam pe-nelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka pengembang tidak akan mendapatkan


(51)

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Sugiyono (2008), bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya

Pada penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi (pengamatan)

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Pada penelitian ini, di-lakukan pengamatan dengan datang ke sekolah untuk melihat kegiatan belajar mengajar di sekolah tempat lokasi penelitian. Pengamatan ini dilakukan pada tahap analisis kebutuhan untuk mendapatkan informasi mengenai LKS yang digunakan guru, mengamati aktivitas pembelajaran di dalam kelas, dan melihat respon siswa terhadap LKS yang digunakan oleh guru.

2. Wawancara (interview)

Esterberg (Sugiyono, 2008) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara terstruktur. Wawan-cara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam hal ini wawancara ditujukan kepada guru kimia. Wawancara dengan guru kimia untuk mendapatkan informasi mengenai LKS apa yang di-gunakan untuk menyampaikan materi reaksi redoks, apakah guru telah mengguna-kan LKS berbasis representasi kimia, serta mengetahui bagaimanakah respon


(52)

siswa terhadap LKS yang diguna-kan. Informasi yang diperoleh digunakan se-bagai masukan untuk mengembang-kan LKS berbasis representasi kimia. Selain itu wawancara guru juga dilakukan untuk menguji kesesuaian LKS dengan materi ajar seperti, kesesuaian isi materi, sistematika materi dan kebenaran konsep

setelah LKS diujicobakan.

3. Kuesioner (angket)

Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa ter-hadap LKS pembelajaran yang digunakan, kecepatan pemahaman siswa terter-hadap materi reaksi redoks yang disampaikan menggunakan LKS, serta efektivitas pem-belajaran menggunakan LKS. Penyebaran angket juga dilakukan setelah produk diuji coba untuk mengetahui kemenarikan LKS yang dikembangkan dan menge-tahui pemahaman siswa terhadap materi reaksi redoks yang disampaikan meng-gunakan LKS.

G. Teknik Analisis Data

1. Teknik analisis data hasil wawancara

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data wawancara dilakukan dengan cara : a. Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan

pertanyaan wawancara.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-dasarkan pertanyaan wawancara dan banyaknya sampel.

c. Menghitung frekuensi jawaban, berfungsi untuk memberikan informasi tentang kecenderungan jawaban yang banyak dipilih siswa.


(53)

d. Menghitung persentase jawaban, bertujuan untuk melihat besarnya persentase setiap jawaban dari pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

% 100

% 

N J

Jin i Sudjana (2005)

Keterangan : %Jin= Persentase pilihan jawaban-i pada LKS berbasis representasi kimia

Ji= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i N = Jumlah seluruh responden

2. Teknik Analisis Data Angket

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data angket keterlakasaan LKS berbasis representasi kimia. menggunakan cara sebagai berikut:

a. Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket. Dalam pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). c. Memberi skor jawaban responden.


(54)

Tabel 3.1 Penskoran pada angket berdasarkan skala Likert

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (ST) 4

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak setuju (TS) 2

5 Sangat tidak setuju (STS) 1

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (

S) jawaban angket adalah sebagai berikut : 1). Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)

Skor = 5 x jumlah responden 2). Skor untuk pernyataan Setuju (S)

Skor = 4 x jumlah responden 3). Skor untuk pernyataan Ragu (RG)

Skor = 3 x jumlah responden

4). Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

5). Skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100

% 

maks in

S S

X Sudjana (2005)

Keterangan : %Xin = Persentase jawaban angket-i pada LKS berbasis


(55)

S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

g. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat

keter-laksanaan pada LKS berbasis representasi kimia dengan rumus sebagai berikut:

n X

Xi

% in

% Sudjana (2005)

Keterangan : %Xi = Rata-rata persentase angket-i pada LKS berbasis representasi kimia pada reaksi redoks

%Xin= Jumlah persentase angket-i pada LKS berbasis

representasi kimia n = Jumlah butir soal

h. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia (Marzuki, 1997).

i. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Arikunto (1997)

Tabel 3.2 Tafsiran skor (persen)

Persentase Kriteria

80,1%-100% Sangat tinggi

60,1%-80% Tinggi

40,1%-60% Sedang

20,1%-40% Rendah


(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Simpulan penelitian ini adalah dihasilkan lembar kerja siswa (LKS) berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan , maka dapat disimpulkan bahwa:

1. LKS berbasis representasi kimia pada materi reaksi redoks memiliki karak-teristik yaitu : 1) Memiliki tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan model pembelajaran problem solving, 2) Disertai dengan kegiatan non eksperimen, 3) memiliki ketiga level kimia yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik, 4) memiliki bagian-bagian berupa:a) bagian pendahuluan yang terdiri dari halaman depan, halaman dalam, kata pengantar dan daftar isi, b) bagian isi yang terbagi menjadi 5 kegiatan, dan c) bagian penutup yang terdiri dari uji latihan mandiri, TTS kimia,daftar pustaka, dan halaman belakang, 5) memiliki tingkat kesesuaian isi yaitu sebesar 82,22%, tingkat keterbacaan sebesar 81,09%, dan tingkat kesesuaian konstruksi sebesar 84,00% yang semuanya termasuk dalam katagori sangat tinggi.

2. Penilaian guru terhadap LKS kimia berbasis krepresentasi kimia yang dikembangkan adalah sudah sangat baik dengan persentase nilai rata-rata aspek kesesuian isi sebesar 92,63%, keterbacaan sebesar 92,38% dan kemenarikan sebesar 87,00%.


(57)

3. Tanggapan siswa terhadap LKS berbasis representasi kimia yang dikembang-kan adalah sudah sangat baik dengan persentase nilai rata-rata aspek keter-bacaan sebesar 85,33%, dan kemenarikan sebesar 86,00%.

4. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan LKS berbasis repre-sentasi kimia adalah 1) terbatasnya faktor finansial dalam pengembangan LKS ini, 2) keterbatasan waktu yang disediakan oleh sekolah untuk uji coba. 3) kurangnya antusias siswa untuk mengisi angket dan memperhatikan LKS yang dibagikan secara detail, 4) Sulitnya menggambarkan level submikroskopik yang ada pada LKS dengan menggunakan program Adobe Photoshop CS dan

Corel Draw.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan agar :

1. Penelitian ini hanya menghasilkan suatu produk berupa LKS berbasis repre-sentasi kimia, namun baru sampai pada tahap merevisi hasil uji coba. Oleh karena itu penelitian lanjut diharapkan dapat dilakukan tahap penelitian selanjutnya berupa uji coba lapangan, penyempurnaan produk dan lain-lain. 2. LKS yang dikembangkan ini pada materi reaksi redoks saja sehingga

diharapkan peneliti lain untuk melakukan pengembangan LKS serupa pada materi kimia yang lain.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arsyad, A. 2005. Media Pembelajaran (LKS). Raja grafindo Persada. Jakarta. Borg, W.R. and M. D. Gall. 2003. Educational Research. Allyn and Bacon.

United States of America.

Cheng, M. & Gilbert, J.K. 2009. Towards a better utilization of diagrams in research into the use of representative levels in chemical education. in: J.K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer.pp. 55-73.

Chiu, M.H & Wu, H.K. 2009. The roles of multimedia in the teaching and learning of the triplet relationship in chemistry. In: J.K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 251-283 Chittleborough, G.D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Mental Models of Chemical Phenomena. Thesis. Science and Mathematics Education Centre.

Davidowitz B. & Chittleborough, G. D. 2009. Linking the macroscopic and sub-microscopic levels : Diagram. In: J. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. 169-191.

Djamarah, dan Aswan Zain. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.

Farida, I. 2012. Interkoneksi Multipel Level Representasi mahasiswa Pada Kesetimbnagan dalam Larutan Melalui Pembelajaran Berbasis Web.

Disertasi. UPI. Bandung.

Gilbert, J.K. & D. Treagust 2008. Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 251-283


(59)

Gilbert, J.K. & Treagust, D.F. 2009. Introduction: Macro, sub-micro and symbolic representations and the relationship between them: Key models in chemical education. In: J. K. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer.1-8

Gustina, G. 2012. Pengembangkan LKS Berbasis Inkuiri dengan Menggunakan Material Lokal Pada Materi Hidrolisis Garam. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu

Herawati FR, Mulyani S, & Redjeki T. 2012. Pembelajaran Kimia Berbasis

Multiple Representasin Ditinjau dari Kemampuan Awal terhadap Prestasi Belajar Laju ReaksiSiswa SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun 2011/2012.

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol 2 No. 2 Tahun 2013 Universitas sebelas Maret.

Herron, J Dudley. 1977. Problem associated with concept analysis. JS E, 61(2), 185-199.

Hughes, J. M., Mitchell, P. A., & Ramson, W. S. 1995. Australian Concise Oxford Dictionary. Melbourne: Oxford University Press.

Johnstone, A. H. 1982. Macro- and Micro-Chemistry, School Science Review.,

227, No. 64. p. 377-379.

Kozma, R., & Joel Russell. 2005. Modeling students becoming chemists: developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 121-145

Liliasari. 2007. Scientific Concepts and Generic Science Skills Relationship In The 21st Century Science Education. Seminar Proceeding of The First International Seminar of Science Education. Bandung..

Maarif, J. 2012. Pengembangan LKS Berbasis Inkuiri Pada Pokok Bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu

Marzuki. 1997. Metodologi Riset. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Mammino L. 2008. Teaching chemistry with and without external

representations in professional environments with limited resources. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 155−185.

Paiget, J. 1970. The Science of Education amd the Psychology of the Child. NY: Grossman.


(1)

TS 0 0

STS 0 0

10. Variasi bentuk huruf pada halaman kata pengantar sudah sesuai dan terlihat jelas.

SS 8 40

ST 6 24

KS 1 3

TS 0 0

STS 0 0

11. Desain pada halaman daftar isi tidak membosankan.

SS 2 10

ST 7 28

KS 6 18

TS 0 0

STS 0 0

12. Perpaduan warna pada halaman daftar isi sudah padu dan serasi.

SS 4 20

ST 4 16

KS 7 21

TS 0 0

STS 0 0

13. Desain pada lembar kegiatan menambah minat untuk

mempelajari materi.

SS 4 20

ST √ √ √ √ √ √ √ √ 9 36

KS 1 3

TS 1 2

STS 0 0

14. Warna tulisan atau teks yang digunakan sudah

SS 9 45

ST √ √ √ √ 5 20

16


(2)

serasi dan tidak membosankan.

KS 0 0

TS 1 2

STS 0 0

15. Terdapat kolom yang disediakan untuk siswa menuliskan rumusan masalah, hipotesis, hasil pengamatan dll.

SS 10 50

ST √ √ √ 5 20

KS 0 0

TS 0 0

STS 0 0

16. LKS dilengkapi gambar-gambar yang siswa belum ketahui, seperti bentuk MgO, CuO dan lain

sebagainya.

SS 10 50

ST √ √ √ 4 16

KS 0 0

TS 1 2

STS

0 0

17. LKS dilengkapi simbol berupa persamaan reaksi kimia sehingga siswa lebih mudah memahami materi.

SS 10 50

ST 5 20

KS 0 0

TS 0 0

STS 0 0

18.

LKS dilengkapi dengan gambar submikroskopik sehingga siswa lebih

SS 8 40

ST 7 28

KS 0 0

TS 0 0


(3)

memahami suatu

materi. STS

0 0

19. LKS dilengkapi dengan uji latihan mandiri sehingga siswa dapat menguji

pemahamannya setelah mengerjakan LKS.

SS 12 60

ST √ 3 12

KS 0 0

TS 0 0

STS 0 0

20. Dibagian akhir, LKS dilengkapi TTS kimia sehingga siswa tertarik untuk terus belajar.

SS 10 50

ST 4 16

KS 1 3

TS 0 0

STS 0 0

16

7


(4)

No Pernyaataan Skor Jawaban Total

Persen skor

jawaban Kriteria 1

Desain cover luar LKS menambah

minat untuk mempelajari materi. 60 80,00% Sangat Tinggi

2

Perpaduan warna pada cover luar LKS sudah serasi atau singkron antara warna yang satu dengan yang lainnya.

62 82,67% Sangat

Tinggi

3

Tata letak gambar dengan tulisan

pada cover luar LKS sudah serasi. 63 84,00% Sangat Tinggi

4

Variasi bentuk dan ukuran huruf pada cover luar LKS yang digunakan sudah sesuai dan serasi.

65 86,67% Sangat

Tinggi

5

Desain cover dalam LKS menambah minat untuk ingin membuka LKS lagi.

62 82,67% Sangat

Tinggi

6

Perpaduan warna pada cover

dalam LKS sudah padu dan serasi. 61 81,33% Sangat Tinggi

7

Variasi bentuk dan ukuran huruf pada cover dalam LKS yang digunakan sudah sesuai dan serasi.

63 84,00% Sangat

Tinggi

8

Desain pada halaman kata

pengantar tidak membosankan. 66 88,00%

Sangat Tinggi

9

Perpaduan warna pada halaman kata pengantar sudah padu dan

serasi. 62 82,67%

Sangat Tinggi

10

Variasi bentuk huruf pada halaman kata pengantar sudah

sesuai dan terlihat jelas. 67 89,33%

Sangat Tinggi PERSENTASE JAWABAN ANGKET UJI KEMENARIKAN LKS BERBASIS

KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI FAKTOR-FAKTOR PENENTU LAJU REAKSI PADA SISWA

PERSENTASE JAWABAN ANGKET UJI KEMENARIKAN LKS BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI REAKSI OKSIDASI REDUKSI


(5)

11

Desain pada halaman daftar isi

tidak membosankan. 56 74,67% Tinggi

12

Perpaduan warna pada halaman

daftar isi sudah padu dan serasi. 58 77,33% Tinggi

13

Desain pada lembar kegiatan menambah minat untuk mempelajari materi.

61 81,33% Sangat

Tinggi

14

Warna tulisan atau teks yang digunakan sudah serasi dan tidak membosankan.

67 89,33% Sangat

Tinggi

15

Terdapat kolom yang disediakan untuk siswa menuliskan rumusan masalah, merumuskan hipotesis, hasil pengamatan dan lain sebagainya.

70 93,33% Sangat

Tinggi

16

LKS dilengkapi gambar-gambar yang siswa belum ketahui, seperti bentuk MgO, CuO dan lain sebagainya.

68 90,67% Sangat

Tinggi

17

LKS dilengkapi simbol berupa persamaan reaksi kimia sehingga siswa lebih mudah memahami materi.

70 93,33% Sangat

Tinggi

18

LKS dilengkapi dengan gambar submikroskopik sehingga siswa lebih memahami dan memaknai suatu materi.

68 90,67% Sangat

Tinggi

19

LKS dilengkapi dengan uji latihan mandiri sehingga siswa dapat menguji pemahamannya setelah mengerjakan LKS.

72 96,00% Sangat

Tinggi

20

Dibagian akhir, LKS dilengkapi TTS kimia sehingga siswa tertarik untuk terus belajar.

69 92,00% Sangat

Tinggi

Persentase Rata-rata 86% Sangat


(6)

HASIL WAWANCARA UJI COBA TERBATAS LKS BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI REAKSI REDOKS

(Untuk Siswa)

No Pertanyaan Jawaban siswa Presentasi

Jawaban Kriteria

1.

Bagaimana kesan anda terhadap LKS kimia ini?

Menarik untuk dibaca

100% Seluruhnya

2.

Apakah dengan LKS kimia ini mampu meningkatkan minat anda terhadap materi reaksi redoks?

Ya

Karena desainya menarik dan terdapat banyak gambar

100% Seluruhnya

Tidak - 0% Tidak ada

3.

Menurut anda, adakah kekurangan yang terlihat pada LKS kimia ini?

Bagaimanakah sebaiknya?

Ada

Secara umum tidak, tetapi sebaiknya LKS jenis huruf yang digunakan lebih resmi misalnya “arial”

100% Seluruhnya Ada, perpaduan

warna dibeberapa halaman kurang menarik

Secara umum sudah bagus, ada gambar di kegiatan 1 yang kurang jelas

Tidak - 0% Tidak ada