Mortalitas Penderita Cedera Kepala Berat yang di Rawat di Unit Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2012 – Juni 2013

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

ampiran 2

Data HasilAnalisisStatistika

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 56 76.7 76.7 76.7

perempuan 17 23.3 23.3 100.0

Total 73 100.0 100.0

kelompokumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 17-29 33 45.2 45.2 45.2

30-42 18 24.7 24.7 69.9

43-55 13 17.8 17.8 87.7

56-69 6 8.2 8.2 95.9

70-83 3 4.1 4.1 100.0

Total 73 100.0 100.0

MekanismeCedera

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid trauma 70 95.9 95.9 95.9

non trauma 3 4.1 4.1 100.0


(9)

Lampiran 2

Mortalitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid meninggal 63 86.3 86.3 86.3

pulang 10 13.7 13.7 100.0

Total 73 100.0 100.0

Head CT Scan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid EDH 20 27.4 27.4 27.4

SDH 21 28.8 28.8 56.2

ICH 6 8.2 8.2 64.4

EDH,SDH 4 5.5 5.5 69.9

SDH,ICH 3 4.1 4.1 74.0

SDH,ICH,EDH 2 2.7 2.7 76.7

CONTUSIO 4 5.5 5.5 82.2

EDEMA SEREBRI

5 6.8 6.8 89.0

HI 2 2.7 2.7 91.8

HS 3 4.1 4.1 95.9

hiperdens 2 2.7 2.7 98.6

hipodens 1 1.4 1.4 100.0


(10)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons, 2008. Advance Trauma Life Support. United States of America: Cedera Kepala.

Hafid A, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi ketiga, Jong W.D. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

Japardi, I., 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala. Sumatera Utara: USU Press.

Ginsberg, L., 2008. Neurologi: edisi kedelapan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EMS.

Grace, A. Borley R.N., 2006. At a Glance: Ilmu bedah, edisi ketiga. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EMS.

Rasad, S., 2011. Radiologi Diagnostik: edisi kedua, Ekayuda I. Jakarta: Badan penerbit FK UI.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Sastroasmoro, S. Ismael, S., 2011. Dasar -dasar Metodologi Penelitian Klinis: edisi keempat. Jakarta: Sagung Seto.

Sedyaningsih, R., 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta: Keputusa n Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010.

Injuries of Head., or (homepage on the internet ). [Updated 2013 March 12; at 22;04] Diambil dari: http://www.ninds.nih.gov/disorder/tbi/detail_tbi.htm [Diakses 20 Maret 2013].

Centers for Disease Control and Prevention . 2011., Mobidity and Mortality Weekly Report . Diambil dari: http://www.cdc.gov/mmwr [Diakses 22 Maret 2013].


(11)

Bernath, D., 2013. Head Injury. [Updated 2013 Apr 1]. Diambil dari: www.e-medicine.com [Diakses 23 Maret 2013].

Indharty, S., 2007. Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit RS Hasan Sadikin, Bandung. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Haryatun, N. Sudaryanto, A., 2008. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori 1–V di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Moewardi. Surakarta: RS dr. Moewardi. Diambil Dari :

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/480/2d.pdf [Diakses 28 Maret 2013].

Priyanto, B., 2010. Bagaimana Menangani Cedera Kepala. Mataram: RSU Biom edika. Diambil Dari:

http://drbambangpriyanto.wordpress.com/author/drbambangpriyanto/ [Diakses 1 Mei 2013].

Yulita, L., 2011. Askep Cedera Kepala. Jakarta: Blogspot.com. Dia mbil Dari :

http://lenayulita-berbagiinfokeperawatan.blogspot.com/2011/10/askep -cidera-kepala.html [Diakses 1 Mei 2013].

Danille Van Pelt E, de Kloet A , Hilberink SR, Lambregts SAM, Peeters E, Roebroeck ME et al., 2011. the incidence of traumatic injury in young people in the catachment area of the university hospital Rotterdam, the Netherlands. European Journal of Pediartric Neurology; 30:1-8.


(12)

http://www.cardi.ie/publications/agerelatedoutcomeinacutesubduralhaematomafollowi ngtraumaticheadinjury[Diakses 30 November 2013].

Arifin, Z., 2011. Hubungan cedera servikal dengan fraktur depresi tulang frontal pada cedera kepala ringan. Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran -Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

Nurfaise., 2012. Hubungan derajat cedera kepala dan gambaran CT Scan pada penderita cedera kepala di RSU Dr. Soedarso periode Mei –Juli 2012.

Awaluddin, S., 2009. Perbedaan koagulopati pada cedera kepala berat dengan perdarahan dan tanpa perdarahan otak berdasarkan CT Scan kepala. Medan: Departemen ilmu bedah Fakultas Kedokteran USU.

Singh, Harman. et al., 2007. A Review of Pedestrian Traffic Fatalities . New Delhi : JIAFM.

Gerber et al., 2009. Impact of falls on early mortality from severe traumatic brain injury. Journal

of trauma management & outcomes 2009, 3;9.


(13)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENE LITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.2. Defenisi Operasional

1. Mortalitas adalah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda -tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO, 2010).

a. Cara ukur : Diukur deng an menggunakan data rekam medis. b. Alat ukur : Rekam medis.

c. Skala pengukuran : Skala nominal.

2. Cedera kepala berat adalah jika GCS < 8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom, edema sereb ral.

3. Unit perawatan intensif (UPI) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien -pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia (MenKes RI, 2010).

Penderita Cedera Kepala Berat di Unit Perawatan Intensif

Mortalitas


(14)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif dimana observasi atau pengumpulan data dilakukan secara bersamaan pada satu saat yang dilakukan hanya satu kali saja ( Notoatmodjo, 2010).

4.2. Lokasi dan Waktu 4.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan alasan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan salah satu Rumah Sakit Rujukan di Kota Medan yang mempunyai pasien rawat inap cedera kepala berat yang cukup banyak yang mendukung untuk dilakukannya penelitian ini.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu untuk melakukan penelitian ini adalah selama 2 bulan dimulai pada tanggal 1 Juli – 30 Agustus 2013.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah sekelompok subyek dengan karakterstik tertentu. Terdiri dari 2 yaitu populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target dibatasi oleh karak teristik dan demografi, sedangkan populasi terjangkau dibatasi oleh tempat dan waktu (Sastroasmoro, 2011).

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien cedera kepala berat, sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua pasien cedera kepala yang di rawat di RSUP HAM Medan periode Juli 2012 - Juni 2013.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah subset (bagian) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2011). Sampel dalam peneliti an ini menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi menjadi anggota yang akan diamati sebagai sampel. Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita cedera kepala


(15)

yang di rawat di UPI di RSUP HAM Medan periode Juli 2012 – Juni 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang akan dijadikan sebagai sampel.

Adapun kriteria inklusi tersebut adalah : 1. Penderita cedera kepala berat GCS < 8.

2. Semua penderita cedera kepala yang belum di rawat di Rumah Sakit lain. Dan kriteria eksklusinya adalah :

1. Penderita cedera kepala yang memiliki multiple trauma.

4.4. Pengumpulan Data dan Analisa Data 4.4.1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di dapat melalui data rekam medik yang dilihat sendiri oleh peneliti di Unit Perawatan Intensif di RSUP HAM Medan pada bulan Juli – Agustus 2013.

4.4.2. Analisa Data

Pengelolaan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dengan menggunakan program komputer dan disajika n dalam bentuk tabel atau diagram.


(16)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Pada mula didirikan, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis, pelayanan non medis, pelayanan penunjang medis, dan pelayanan penunjang non medis. Penelitian ini dilakukan di ruang bagian rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data rekam medik sebanyak 73 sampel yang merupakan data pasien cedera kepala berat pada bulan Juli 2012 – Juni 2013 yang di rawat di Unit Perawatan Intensif RSUP HAM Medan. Da ri keseluruhan sampel yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi : skor GCS, jenis kelamin, usia, gambaran head CT Scan, dan mekanisme cedera. Data lengkap mengenai karakteristik sampel tersebut dapat dilihat pada tabel - tabel di bawah ini.


(17)

5.1.2.1. Karakteristik Sampel dan Mekanisme Trauma Penderita Cedera Kepala Berat Tabel 5.1 Tabel karakteristik sampel dan mekanisme trauma penderita cedera kepala berat

Karakteristik (F) Frekuensi %

Jenis kelamin Laki–laki Perempuan Mekanisme trauma

Trauma Non trauma Usia

17–29 30–42 43–55 56–69 70–83

56 17 70 3 33 18 13 6 3 76,7 23,3 95,9 4,1 45,2 24,7 17,8 8,2 4,1

Jenis kelamin pada pasien cedera kepala berat yang terdata pada penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki, yaitu sebanyak 56 orang (76,7%). Mekanisme cedera kepala berat pada penelitian ini adalah trauma sebanyak 70 orang (95,9%), sedangkan non trauma seban yak 3 orang (4,1%). Usia pasien cedera kepala berat pada penelitian ini didapatkan usia termuda adalah 17 tahun, sedangkan usia tertua 83 tahun. Kelompok usia pasien cedera kepala tersering adalah kelompok usia 17–29 tahun yaitu sebanyak 33 orang (45,2%) .


(18)

5.1.2.2. Distribusi Penyebab Cedera Kepala Berat Berdasarkan Head CT Scan Gambar 5.2 Distribusi Penyebab Cedera Kepala Berat Berdasarkan Head CT Scan

Head CT Scan (F) Frekuensi %

Subdural hematom Epidural hematom Intraserebral hematom Edema serebri

Contusio

Subdural hematom, epidural hematom Subdural hematom, intraserebral hematom Perdarahan subarachnoid

Perdarahan intraventrikuler

Subdural hematom, epidural hematom, intraserebral hematom Hiperdens Hipodens 21 20 6 5 4 4 3 3 2 2 2 1 28,8 27,4 8,2 6,8 5,5 5,5 4,1 4,1 2,7 2,7 2,7 1,4

Total 73 100

Kelainan head CT Scan yang paling banyak ditemukan adalah subdural hematom sebanyak 21 pasien (28,8%), hasil yang serupa di dapatkan pada jurnal kedokteran Irish mengatakan bahwa tingginya mortalitas akibat subdural hematom pada orangtua (50% pada usia 70 tahun, 25,6% usia 40 -70 tahun dan 26% usia dibawah 40 tahun). Penelitian ini mendapatkan hematom epidural pada 27,4% kasus, angka yang lebih tinggi didapatk an oleh Kenardy et al yaitu 81%.


(19)

Tabel 5.3 Mortalitas Cedera Kepala Berat

Mortalitas (F) Frekuensi %

Pulang / Pindah Ruang Meninggal

10 63

13,7 86,3

Total 73 100

Mortalitas penderita cedera kepala berat pada penelitian ini adalah sebanyak 73 orang dimana pasien meninggal berjumlah 63 orang (86,3%) dan pasien yang pulang/pindah ke ruang rawat inap berjumlah 10 orang (13,7%).

5.2. Pembahasan

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, diperoleh karakteristik penderita cedera kepala berat berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak yaitu berjumlah 56 orang (76,7%) dibandingkan perempuan yaitu 17 orang (23,3%), perbedaan ini cukup signifikan sama seperti penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Awaluddin (2009) di bagian Bedah Saraf FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan terdapatnya distribusi cedera kepala berat yang sebanding menurut jenis kelamin. Penelitian juga dilakukan Centers for Disease Control and Prevention yang menyatakan komposisi jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan (CDC, 2010).

Berdasarkan data yang didapatkan, penderita cedera kepala terbanyak ada pada kelompok usia 17–29 tahun (45,2%), kemudian diikuti kelo mpok usia 30–42 tahun (24,7%), usia 43 –55 tahun (17,8%), 56 –69 tahun (8,2%) dan 70 –83 tahun (4,1%) dari jumlah total penderita cedera kepala berat yang dirawat, sedangkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Awaluddin (2009) mengambil dat a dari bagian Bedah Saraf FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan selama 4 bulan tampak insidensi cedera kepala berat meningkat dengan semakin mudanya usia. Adanya kesamaan ini dapat disebabkan oleh karena kejadian cedera kepala pada


(20)

Subdural hematom merupak an hasil Head CT Scan terbanyak di UPI yang berjumlah 21 orang (28,8%) dari 73 pasien cedera kepala berat yang dirawat diikuti epidural hematom 20 orang (27,4%), intraserebral hematom 6 orang (8,2%), edema serebri 6 orang (8,2%), epidural hematom dan subdural hematom 5 orang (6,8%), contusio 5 orang (6,8%), intraserebral hematom dan subdural hematom 3 orang (4,1%), perdarahan subarachnoid 3 orang (4,1%), perdarahan intraventrikuler 2 orang (2,7%), intraserebral hematom dengan subdural hematom dan epidural hematom 2 orang (2,7%). Nurfaise (2012), mengatakan dalam penelitiannya bahwa hasil head CT Scan paling sering pada pasien cedera kepala berat adalah soft tissue swelling yaitu 64 orang (63,3%), sedangkan subdural hematom hanya 18 orang (17,8%).

Berdasarkan data yang didapatkan mekanisme trauma kepala terbanyak pada Juli 2012 – Juni 2013 adalah trauma yaitu, 70 orang (95,9%) sedangkan non trauma hanya berjumlah 3 orang (4,1%). Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mekanisme cedera kepala akibat trauma lebih mendominasi dibandingkan non trauma. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zafrullah (2009) di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung selama satu tahun yang mencatat bahwa cedera kepala akibat trauma lebih banyak diba ndingkan cedera kepala akibat non trauma, yaitu 249 orang (70,3%).

Data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini, menunjukkan pasien cedera kepala berat yang pulang atau pindah ke ruang rawat inap sebanyak 10 orang (13,7%) dan pasien yang meninggal berjumlah 63 orang (86,3%). Penelitian lain yang dilakukan Singh (2007) mengungkapkan pasien meninggal akibat cedera kepala berat yang cukup tinggi, yaitu 129 orang (54,4%).


(21)

BAB 6

KESIIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap 73 sampel penederita cedera kepala berat berdasarkan data rekam medis mengenai mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di Unit Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Medan periode Juli 2012 –Juli 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Mortalitas penderita cedera kepala berat di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Juli 2012 –Juni 2013 yaitu sebanyak 63 orang dengan persentase 86,3%.

6.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini, yaitu :

1. Untuk RSUP Haji Adam Malik Medan, untuk memperbaiki penatalaksanaan pasien cedera kepala berat di Unit Perawatan Intensif agar menurunkan angka kematian serta mencegah komplikasi lain yang terjadi.

2. Untuk peneliti lain, disarankan untuk meneliti dengan waktu yang l ebih lama dan sampel penelitian diperbesar sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan. 3. Untuk masyarakat, untuk mencegah terjadinya cedera kepala sangat disarankan untuk

mengutamakan keselamatan diri terutama saat berkendara denga n menggunakan helm sesuai standar serta mentaati peraturan rambu -rambu lalu lintas.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cedera Kepala 2.1.1. Definisi

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.

Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian sebagai komplikasi (Grace dan Borley, 2006).

Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak ma mpu melakukan perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8) (ATLS, 2008).

2.1.2. Epidemiologi

Di Eropa, kejadian cedera kepala masih sangat tinggi untuk beberepa tahun lagi dalam menyebabkan kecacatan dibanding penyebab lainnya. Juga berpera n penting dalam separuh kematian akibat trauma.

World Health Organization (WHO, 2010) memperkirakan bahwa sekitar 70 -90% dari cedera kepala yang menerima pengobatan yang ringan, dan sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa luka sedang dan bera t masing-masing berjumlah 10% dari trauma kepala, dan sisanya ringan.

Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi untuk orang yang di rawat di rumah sakit, dan lokasi penelitian. Kejadian tahunan cedera kepala ringan sulit untuk ditentukan, tetapi mungkin 100 -600 orang per 100000 (NINDS, 2 013).


(23)

2.1.3. Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan: mekanisme, berat -ringan, dan morfologi.

a. Mekanisme cedera kepala

Cedera kepala secara luas dapat dibagi atas cedera kepala tertutup dan cedera kepala terbuka. Cedera kepala tertutup biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedangkan cedera tembus disebabkan oleh lu ka tembak atau tusukan.

b. Beratnya cedera kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan suatu komponen untuk mengukur secara klinis beratnya cedera otak. Glasgow Coma Scale meliputi 3 kategori yaitu respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik. S kor ditentukan oleh jumlah skor dimasing -masing 3 kategori, dengan skor maksimum 15 dan skor minimum 3, ialah sebagai berikut:

1. Nilai GCS kurang dari 8 didefinisikan sebagai cedera kepala berat. 2. Nilai GCS 9–13 didefinisikan sebagai cedera kepala sedang.

3. Nilai GCS 14 –15 didefinisikan sebagai cedera kepala ringan (D. Jong, 2010).

c. Morfologi

Secara morfologis cedera kepala dapat meliputi fraktur kranium, kontusio, perdarahan, dan cedera difus.

1. Fraktur kranium


(24)

Respon buka mata (E) : Spontan Terhadap suara Terhadap nyeri Tidak ada 4 3 2 1 Respon motorik terbaik

(M) :

Turut perintah Melokalisir nyeri

Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) Fleksi abnormal (dekortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak ada (flaksid)

6 5 4 3 2 1 Respon verbal (V) : Berorientasi baik

Berbicara tidak jelas (bingung ) Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas Tidak ada 5 4 3 2 1 Nilai GCS = (E + M +V) : Nilai tertinggi = 15, dan terendah = 3 ( D. Jong, 2010). 2. Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal adalah perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio (hematom intraserebral), dan perdarahan intra serebral .

3. Cedera otak difus

Cedera otak difus mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan normal, sampai cedera iskemi-hipoksik yang berat.

Cedera otak difus berat biasanya diakibatkan oleh hipoksia, iskemi otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma. Pada kasus tersebut, awalnya CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran otak bengkak secara merata dengan batas area substasia putih dan abu -abu hilang. Kelainan difus lainnya, sering


(25)

terlihat pada cedera dengan kecepatan tinggi atau cedera deselerasi, yang dapat menunjukkan gambaran titik perdarahan multipel diseluruh hemisfer otak tepat di batas area putih dan abu -abu.

4. Perdarahan epidural

Perdarahan epidural relatif jarang, lebih kurang 0,5% dari semua cedera otak dan 9% dari pasien yang mengalami koma. Hematom epidural itu secara tipikal berbentuk bikonveks atau cembung sebagai akibat dari pendorongan perdarahan terhadap duramater yang sangat melekat di tabula interna tulang kepala. Perdaraa n ini sering terjadi pada area temporal atau temporoparietal dan biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

5. Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural, kira -kira 30% dari cedera otak berat. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena -vena kecil di permukaan korteks serebri. Berbeda dengan perdarahan epidural yang berbentuk lensa cembung pada CT scan, perdarahan subdural biasanya mengi kuti dan menutupi permukaan hemisfer otak. Perdarahan ini dapat menutupi seluruh permukaan otak. Kerusakan otak yang berada di bawah perdarahan subdural biasanya lebi berat dan prognosisnya lebih buruk daripada perdarahan epidural.

6. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi (20% sampai 30% dari cedera otak berat). Sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, meskipun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat terjadi dalam waktu be berapa jam atau hari, berkumpul menjadi perdarahan intraserebral atau kontusio yang luas (ATLS, 2008).


(26)

1. Tingkat kesadaran.

2. pupil dan pergerakan bola mata, termasuk saraf kranial. 3. Reaksi motorik terhadap berbagai rangsangan dari luar. 4. Pola pernapasan.

Tetapi harus diingat bahwa hasil penilaian yang paling prediktif dalam perkiraan prognosis adalah penilaian yang dilakukan setelah 24 jam post resusitasi, karena penilaian sebelumnya masih banyak dipengaruhi oleh keadaan sistemik yang belum begitu stabil (Ginsberg, 2008). 2.1.5. Diagnosa

a. Foto polos kepala

Tidak semua penderita dengan cedera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan poto polos kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang mungkin sudah ditingalkan. Jadi, indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm , luka tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), n yeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.

b. CT–Scan

Indikasi CT Scan adalah :

1. Nyeri kepala menetap atau muntah -muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia/antimuntah.

2. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.

3. Penurunan GCS lebih dari 1 dimana faktor – faktor ekstrakranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi misalnya karena syok, febris, dll).

4. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai. 5. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.

6. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang memb aik dari GCS (Sthavira, 2012).


(27)

Tabel 2.2 Indikasi CT Scan pada cedera otak ringan (ATLS, 2008)

CT Scan diperlukan pada cedera otak ringan (antara lain: adanya riwayat pingsan , amnesia, disorientasi dengan GCS 13 -15) dan pada keadaan berikut :

Faktor risiko tinggi perlu tindakan bedah saraf :

 Nilai GCS < 15 pada 2 jam setelah cedera

 Dicurigai ada fraktur depress atau terbuka

 Adanya tanda-tanda fraktur dasar tulang tengkorak (missal: perdarahan di membrane timpani, mata raccoon, rinorhea dan otorhea, battle sign)

 Muntah (lebih dari dua kali)  Usia lebih dari 65 tahun

Faktor risiko sedang perlu tindakan bedah saraf :

 Amnesia sebelum cedera (lebih dari 30 menit)

 Mekanisme cedera berbaha ya (misal: pejalan kaki tertabrak kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian lebih dari 3 kaki atau 5 anak tangga)

c. MRI : Magnetic resonance imaging (MRI) biasa digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang digambarkan oleh CT Scan. MRI telah terbukti lebih sensitif daripada CT Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.

d. EEG : Peran yang paling berguna EEG pada cedera kepala mungki n untuk membantu dalam diagnosis status epileptikus non konfulsif. Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis. Dalam sebuah studi landmark pemantauan EEG terus menerus pada pasien rawat inap dengan cedera otak traumatik. Kejang konfulsif dan non konfulsif tetap terlihat dalam 22%. Pada tahun 2012 sebuah studi melaporkan bahwa perlambatan yang parah pada pemantauan EEG terus menerus berhubungan dengan gelombang delta atau pola penekanan melonjak dikaitkan dengan hasil yang buruk pada bulan ketiga d an keenam pada pasien dengan cedera otak traumatik.


(28)

1. Penatalaksanaan cedera otak ringan (GCS 13-15)

Cedera otak ringan ditandai oleh pasien sadar penuh dan dapat berbicara namun dengan riwayat disorientasi, amnesia atau kehilangan kesadaran sesaat. Skor GCS antara 13 -15. Pemeriksaan CT Scan adalah pemeriksaan yang dianjurkan. CT Scan harus dilakuk an pada semua pasien cedera otak yang gagal kembali menjadi GCS 15 dalam waktu 2 jam setelah cedera, adanya kecurigaan fraktur tulang tengkorak terbuka, adanya tanda -tanda klinis fraktur basis kranii, adanya muntah lebih dari dua kali episode maupun pada p asien berusia lebih dari 65 tahun (tabel 2-1) (ATLS, 2008).

2. Cedera kepala sedang (GCS 9 -12)

Kurang lebih 10% pasien dengan cedera kepala di Unit Gawat Darurat (UGD) menderita cedera otak sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat pula disertai defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10 -20% dari pasien cedera otak sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Untuk alas an tersebut maka pemeriksaan neurologi secara berkala diharuskan dalam mengelola pasien ini.

Saat diterima di UGD, dilakukan anamnesis singkat dan segera dilakukan stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan neurologis dilaksanakan. CT Scan kepala haru s selalu dilakukan dan segera menghubungi ahli bedah saraf. Pasien harus dirawat di ruang perawatan intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial dilakukan selama 12-24 jam pertama. Pemeriksaan CT Scan lanjutan dalam 1 2-24 jam direkomendasikan bila hasil CT Scan awal abnormal atau terdapat penurunan status neurologis pasien (ATLS, 2008).

3. Penatalaksanaan cedera otak berat (GCS < 8)

Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu disamping k elainan serebral juga disertai kelainan sistemik.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:

a. Resusitasi jantung paru ( airway, breathing, circulation =ABC)

Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hipe rkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah:


(29)

Jalan nafas (Air way)

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.

Pernafasan (Breathing)

Gangguan pernafasan dapat diseba bkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.

Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial, yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tampo nade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah.

b. Pemeriksaan fisik

Setalh ABC, dilakukan pemeriks aan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.

c. Tekanan tinggi intrakranial (TIK)

Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang


(30)

Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27 -30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24 -48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.

2. Drainase

Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pende k dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus.

3. Terapi diuretik

 Diuretik osmotik (manitol 20%)

Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan.Cara pemberiannya : Bolus 0,5 -1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24 -48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm.

 Loop diuretik (Furosemid)

Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan serebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv.

4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)

Terapi ini diberikan pada kasus -kasus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3 -4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24 -48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.


(31)

Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.

6. Posisi Tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau laterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase ven a otak menjadi lancar.

e. Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500 -2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stab il normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3 -4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan elektrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormone (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah.

f. Nutrisi

Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000 -3000 kalori/hari.

g. Epilepsi/kejang

Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien


(32)

 Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin. Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200 -500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom intrakranial dan penderita dengan amnesia post traumatik panjang (Japardi, 2004).

2.1.7. Komplikasi Fraktur tengkorak

Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi khusus kecuali terjadi trauma campuran, tekanan, atau berhubungan dengan kehilangan LCS kronis (misalnya fraktur fossa kranialis anterior dasar tengkorak).

Perdarahan intrakranial:  Perdarahan ekstradural  Hematom subdural akut  Hematoma subdural kronis

 Perdarahan intraserebral (Grace dan Borley, 2006).

2.1.8. Prognosa

Prognosis berhubungan dengan derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit (Grace dan Borley, 2006).

GCS saat tiba Mortalitas

15 1%

8–12 5%


(33)

2.2. Unit Perawatan Intensif (UPI) 2.2.1. Definisi

Unit perawatan intensif (UPI) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien -pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. UPI menyediakan kemamp uan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi -fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan -keadaan tersebut (MenKes RI, 2010).

2.2.2. Ruang lingkup pelayanan IPU A. Indikasi masuk dan keluar UPI

UPI mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat. Pelayanan UPI diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan dari pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan.

Pasien sakit kritis meliputi :

1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi; 2. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga

memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.

Sebelum pasien dimasukkan ke UPI, pasien dan/atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pert imbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di UPI, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien


(34)

Contoh formulir informed consent sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 Keputusan Menteri ini.

Pada keadaan sarana dan prasarana UPI yang terbatas pada suatu rumah sakit,diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan akan pelayanan UPI lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Kepala UPI bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di UPI. Bila kebutuhan masuk UPI melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala UPI menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di UPI. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dije laskan secara rinci untuk tiap UPI.

1. Kriteria masuk

UPI memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke UPI .

a. Pasien prioritas 1 (satu)

Kelompok ini merupakan pasien sakit kr itis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat -obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain -lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk UPI, seperti derajat hipoks emia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.

b. Pasien prioritas 2 (dua)

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di UPI, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter . Contoh pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung -paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang tel ah


(35)

mengalami pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

c. Pasien prioritas 3 (tiga)

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di UPI pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak samp ai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.

d. Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala UPI, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien -pasien golongan demikian sewakt u waktu harus bisa dikeluarkan dari UPI agar fasilitas UPI yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain:

1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tun jangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di UPI untuk meningka tkan kemungkinan survivalnya.

2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien -pasien seperti itu dapat dimasukkan ke UPI untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.


(36)

Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan UPI di rumah sakit dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:

1. Pelayanan UPI primer (pada rumah sakit Kelas C) 2. Pelayanan UPI sekunder (pada rumah Sakit Kelas B)

3. Pelayanan UPI tersier (Pada rumah sakit Kelas A) (MenKes RI, 2010).

2.3. Mortalitas Cedera Kepala di UPI

Di RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung dalam periode enam tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober 2007) terdapat 524 kasus cedera kepala berat, 234 kasus (48,2%) diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury. Mayoritas penderita adalah laki -laki dengan median usia 23 tahun dan Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS awal 6 -8 sebanyak 86,33%; GCS 6 (38,46%). Berdasarkan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi TCBD diperoleh 27,35% kasus derajat I; 46,15% derajat II; 19,66% derajat III, derajat IV 6,84%. Median lama perawatan 26,5 hari, dengan IQR 22. Secara umum mortalitas diffuse brain injury 42,6%; mortalitas diffuse brain injury grade III-IV (71,4%). Hasil analisis faktor usia, GCS saat masuk dan derajat diffuse brain injury, diperoleh nilai p masing -masing adalah 0,04, 0,441, dan 0,01 (Indharty, 2010).

Berdasarkan survei data pasien bulan Januari 2005 Rumah Sakit Dr. Moewardi didapatkan pasien bedah yang masuk IGD 395 pasien, kriteria pasien cedera kepala berjumlah 69 pasien, rata-rata umur 15 tahun –24 tahun, yang disebabkan karena kecelakaan (Haryatun, 2005).

Angka kejadian cedera kepala di Surabaya cenderung meningkat setiap tahun dengan angka kematian akibat cedera kepala di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 -2006 mencapai 6-12 %. Terjadi pada pria berusia 15-24 tahun. Laki-laki muda yang belum menikah, golongan sosioekonomi rendah dan mereka para pengguna alkohol/narkoba merupakan faktor resiko mengalami cedera kepala (Priyanto, 2010).

Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta pada ta hun 2005 menunjukkan kasus cedera kepala mencapai 750 kasus dengan mortalitas sebanyak 23 kasus. Dimana terdapat 434 pasien cedera kepala ringan, 315 cedera kepala sedang, dan 28 pasien cedera kepala berat (Yulita, 2011).


(37)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit. Menurut Hippocrates, bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa membuat kita putus hara pan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya di rawat inap. Cedera kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis cede ra yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2011).

Mortalitas cedera kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki -laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 28,8 per100.000 dan 41,3 per100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian akibat cedera kepal a mencatat 52.000 kematian dari 1,7 juta lansia di Amerika yang mangalami cedera kepala akibat terjatuh (CDC, 2005).

Penyebab utama cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh. Pejalan kaki yang mengalami tabrakan kendaraan bermoto r merupakan penyebab cedera kepala terhadap pasien anak-anak bila dibandingkan dengan pasien dewasa (NINDS, 2013).

Pasien cedera kepala berat meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit, dan kira -kira 90% kematian pra rumah sakit karena menderita cedera kepala. Kurang lebih 70% cedera otak memerlukan penatalaksanaan medik dikategorikan sebagai cedera kepala ringan, 15% sebagai cedera kepala sedang, dan 15% cedera kepala berat (ATLS , 2008). Pada cedera kepala berat penurunan kesadaran berlangsung lebih dari 24 j am dan dihubungkan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi pula (Indarwati, 2004).


(38)

pasien cedera kepala. Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting dalam memprediksi risiko kematian di awal trauma. Dari GCS dapat diperoleh informasi yang efektif mengenai pasien cedera kepala (IKABI, 2004).

Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kantor Kepolisian Republik Indonesia (1992 -2009) tahun 2007 terdapat 49553 orang dengan korban meninggal 16955 orang, luka berat 20181, luka ringan 46827. Tahun 2008 jumlah kecelakaan 59164, korban meninggal 20188, luka berat 23440 yang menderita luka ringan 55731 orang. Tahun 2009 jumlah kecelakaan 62960, korban meninggal 19979, luka berat 23469, dan luka ringan 62936, (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia) Angka kejadian kecelakaan di Jawa Tengah pada bulan November 2010 yang bertempat di Semarang (ANTARA news) yang dicatat oleh Direktorat Lalu Lintas Kepolisian daerah Jawa Tengah 603 orang pengguna jalan raya tewas akibat berbagai kecelakaan yang terjadi selama semester pertama 2010. Selama semester pertama 2010 tercatat 4438 kejadian kecelakaan, penderita yang dirujuk di rumah sakit dr. Kariadi dan dirawat inap diruang bedah saraf mencapai 576 oran g.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui mortalitas penderita cedera kepala berat yang dirawat di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan periode Juli 2012 -Juni 2013 karena dari penelit ian sebelumnya tampak kejadian cedera kepala terus meningkat dan berakibat fatal, oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan koreksi penatalaksanaan cedera kepala untuk menurunkan mortalitas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Juli 2012 –Juni 2013?


(39)

1.3.1. Tujuan Umum

Agar peneliti mengetahui mortalitas cedera kepala berat yang di rawat di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik Medan periode juli 2012 –juni 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti dapat mengetahui angka kejadian penderita cedera kepala berat berdasarkan karakteristik yang di rawat di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik Medan.

2. Mengetahui distribusi penyakit yang menyebabkan cedera kepala berat berdasarkan karakteristik yang di rawat di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi institusi rumah sakit, penelitian ini dapat bermanfaat untuk evaluasi menyelu ruh penatalaksanaan intensif penderita cedera kepala berat yang dirawat di Unit Perawatan Intensif.

2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi angka kejadian dan mortalitas pasien cedera kepala berat di Unit Pera watan Intensif Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik Medan.


(40)

ABSTRAK

Cedera kepala berat merupakan penyebab paling bermakna dalam meningkatkan mortalitas. Faktor yang berhubungan dengan cedera kepala a dalah Glasgow Coma Scale (GCS), dimana skor GCS < 8 menandakan cedera kepala berat.

Dirancang dengan tujuan untuk mengetahui mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Juli 2012 – Juni 2013. Berdasarkan karakteristik yaitu skor GCS, jenis kelamin, usia, mekanisme cedera dan hasil head CT Scan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yang menggunakan data sekunder dengan teknik total sampling pada 73 data rekam medik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mo rtalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan yang meninggal sebanyak 86,3%. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin mayoritas pada laki – laki sebanyak 56 orang (76,7%), berdasarkan umur mayoritas berada pada um ur 17 – 29 tahun sebanyak 33 orang (45,2%), berdasarkan mekanisme cedera mayoritas adalah jenis trauma sebanyak 70 orang (95,9%) dan distribusi berdasarkan hasil head CT Scan didapatkan subdural hematom sebanyak 21 orang (28,8%).

Dari hasil penelitian diat as, penulis menyimpulkan bahwa mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki angka yang cukup tinggi dalam periode waktu satu tahun.


(41)

ABSTRACT

Severe head injury is the most significant of the increased mortality. Factors associated with head injury is Glasgow Coma Scale (GCS), where is scores GCS < 8 indicates a severe head injury.

Designed with the aim to determine the mortality of patients with severe head injury who were treated in RSUP Haji Adam Malik Medan period July 2012 June 2013. Based on characteristics GCS score, sex, age, mechanism of injury and the result of head CT Scan. The type of this research is descriptive, used secondary data with total sampling technique at 73 medical records.

The result showed that the mortality of patients with severe head injury who were admitted in RSUP Haji Adam Malik Medan as much as 86,3% died. Fr equency distribution by

sex majority in men by 56 people (76,7

%), based on age majority at 17 –29 years as much as 33 people (45,2%), based on mechanism of injured is types of trauma as much as 70 people (95,9%) and the distributed of the result of head CT Scan got subdural hematom as much as 21 people (28,8%).

From the above results, the writer concluded that the mortality of patients with severe head injury who were treated in RSUP Haji Adam Malik Medan have a high rate in a period of one year.


(42)

(43)

(44)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : MORTALITAS PENDERITA CEDERA KEPALA BERAT YANG DI RAWAT DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JULI 2012– JUNI 2013

NAMA : DEDE ERDINA WIRZA NIM : 100100244

Pembimbing Penguji I

(dr. Dadik Wahyu Wijaya, Sp.An) (dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes)

NIP. 19680914 200801 1 013 NIP. 19700819 199903 2 001

Penguji II

(dr. H. Emil Azlin, Sp.A (k)) NIP. 140355822

Medan, 12 Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(45)

ABSTRAK

Cedera kepala berat merupakan penyebab paling bermakna dalam meningkatkan mortalitas. Faktor yang berhubungan dengan cedera kepala a dalah Glasgow Coma Scale (GCS), dimana skor GCS < 8 menandakan cedera kepala berat.

Dirancang dengan tujuan untuk mengetahui mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Juli 2012 – Juni 2013. Berdasarkan karakteristik yaitu skor GCS, jenis kelamin, usia, mekanisme cedera dan hasil head CT Scan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yang menggunakan data sekunder dengan teknik total sampling pada 73 data rekam medik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mo rtalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan yang meninggal sebanyak 86,3%. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin mayoritas pada laki – laki sebanyak 56 orang (76,7%), berdasarkan umur mayoritas berada pada um ur 17 – 29 tahun sebanyak 33 orang (45,2%), berdasarkan mekanisme cedera mayoritas adalah jenis trauma sebanyak 70 orang (95,9%) dan distribusi berdasarkan hasil head CT Scan didapatkan subdural hematom sebanyak 21 orang (28,8%).

Dari hasil penelitian diat as, penulis menyimpulkan bahwa mortalitas penderita cedera kepala berat yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki angka yang cukup tinggi dalam periode waktu satu tahun.


(46)

ABSTRACT

Severe head injury is the most significant of the increased mortality. Factors associated with head injury is Glasgow Coma Scale (GCS), where is scores GCS < 8 indicates a severe head injury.

Designed with the aim to determine the mortality of patients with severe head injury who were treated in RSUP Haji Adam Malik Medan period July 2012 June 2013. Based on characteristics GCS score, sex, age, mechanism of injury and the result of head CT Scan. The type of this research is descriptive, used secondary data with total sampling technique at 73 medical records.

The result showed that the mortality of patients with severe head injury who were admitted in RSUP Haji Adam Malik Medan as much as 86,3% died. Fr equency distribution by

sex majority in men by 56 people (76,7

%), based on age majority at 17 –29 years as much as 33 people (45,2%), based on mechanism of injured is types of trauma as much as 70 people (95,9%) and the distributed of the result of head CT Scan got subdural hematom as much as 21 people (28,8%).

From the above results, the writer concluded that the mortality of patients with severe head injury who were treated in RSUP Haji Adam Malik Medan have a high rate in a period of one year.


(47)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan tak lupa shalawat dan salam atas junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Adapun judul dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Mortalitas Penderita Cedera Kepala Berat yang di Rawat di Unit Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2012– Juni 2013”.

Penelitian ini dibuat untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam menulis laporan penelitian ini, penulis menyadari masih banyaknya keku rangan dan kesalahan baik dari segi penulisan maupun dari pembahasannya. Untuk itu penulis mengharapkan masukan dan sarannya untuk perbaikan di masa mendatang kiranya tulisan yang sederhana ini dapat menambah pembendaharaan perpustakaan yang menjadi bacaan bagi kita semua.

Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan saran, baik dalam bentuk moril maupun material. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof . dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Dadik Wahyu Wijaya, Sp.An, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmi ah ini.

3. dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes, selaku dosen Penguji I sidang Proposal dan Hasil KTI. 4. dr. H. Emil Azlin, Sp.A (K), selaku dosen Penguji II sidang Proposal dan Hasil KTI.


(48)

7. Teman – temanku, Jessica Patricia Pangaribuan, Siti Fathiya, Siti Hasyati, Juliana Sari Harahap, Nursanita Rizka Sembiring, Rizka Amelia Sari, Indhi Vavirya Mestika dan teman stambuk 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan KTI ini.

Medan, 12 Januari 2014 Penulis


(49)

DAFTAR ISI

Halaman

HalamanPengesahanan ... i

Abstrak ... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

DaftarTabel ... ix

DaftarGambar ... x

DaftarLampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.RumusanMasalah ... 3

1.3.TujuanPenelitian ... 3

1.4.ManfaatPenelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1.CederaKepala ... 5

2.1.1.DefenisiCederaKepala ... 5

2.1.2.Epidemiologi ... 5

2.1.3. KlasifikasiCederaKepala ... 6


(50)

2.2.1. Definisi ... 18

2.2.2. RuangLingkupPelayanan UPI ... 18

2.3.MortalitasCederaKepala di Unit PerawatanIntensif ... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFI NISI OPERASIONAL ... 23

3.1. KerangkaKonsepPenelitian ... 23

3.2. DefenisiOperasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. RancanganPenelitian ... 24

4.2. LokasidanWaktuPenelitian ... 24

4.3. PopulasidanSampelPenelitian ... 24

4.4. MetodePengumpulan Data ... 25

4.5. MetodeAnalisis Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. HasilPenelitian ... 26

5.1.1. DeskripsiLokasiPenelitian ... 26

5.1.2. DeskripsiKarakteristikSampelPenelitian ... 26

5.1.2.1. KarakteristikSampeldanMekanisme Trauma PenderitaCedera KepalaBerat ... 27

5.1.2.2. DistribusiPenyebabCederaKepalaBeratBerdasarkan Head CT Scan ... 28

5.1.2.3. MortalitasCederaKepalaBerat ... 29

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 PENUTUP ... 32

6.1. Kesimpulan ... 32


(51)

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(52)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(53)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Skala Koma Glasgow 7

2.2 Indikasi CT Scan pada Cedera Otak Ringan 11

5.1 Karakteristik Sampel dan Mekanisme Trauma Penderita Cedera

Kepala Berat 27

5.2 Distribusi Penyebab Cedera Kepala Berat Berdasarkan Head

CT Scan 28


(54)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :DaftarRiwayatHidup

Lampiran 2 : Data HasilAnalisisStatistika Lampiran 3 : Surat–suratPenelitian


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HalamanPengesahanan ... i

Abstrak ... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

DaftarTabel ... ix

DaftarGambar ... x

DaftarLampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.RumusanMasalah ... 3

1.3.TujuanPenelitian ... 3

1.4.ManfaatPenelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1.CederaKepala ... 5

2.1.1.DefenisiCederaKepala ... 5

2.1.2.Epidemiologi ... 5

2.1.3. KlasifikasiCederaKepala ... 6

2.1.4. PemeriksaanNeurologis ... 9

2.1.5.Diagnosa ... 10

2.1.6.Penatalaksanaan... 12

2.1.7.Komplikasi ... 17

2.1.8.Prognosa ... 17


(2)

2.2.1. Definisi ... 18

2.2.2. RuangLingkupPelayanan UPI ... 18

2.3.MortalitasCederaKepala di Unit PerawatanIntensif ... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFI NISI OPERASIONAL ... 23

3.1. KerangkaKonsepPenelitian ... 23

3.2. DefenisiOperasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. RancanganPenelitian ... 24

4.2. LokasidanWaktuPenelitian ... 24

4.3. PopulasidanSampelPenelitian ... 24

4.4. MetodePengumpulan Data ... 25

4.5. MetodeAnalisis Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. HasilPenelitian ... 26

5.1.1. DeskripsiLokasiPenelitian ... 26

5.1.2. DeskripsiKarakteristikSampelPenelitian ... 26

5.1.2.1. KarakteristikSampeldanMekanisme Trauma PenderitaCedera KepalaBerat ... 27

5.1.2.2. DistribusiPenyebabCederaKepalaBeratBerdasarkan Head CT Scan ... 28

5.1.2.3. MortalitasCederaKepalaBerat ... 29

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 PENUTUP ... 32

6.1. Kesimpulan ... 32

6.2. Saran ... 32


(3)

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka Konsep 23


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Skala Koma Glasgow 7

2.2 Indikasi CT Scan pada Cedera Otak Ringan 11

5.1 Karakteristik Sampel dan Mekanisme Trauma Penderita Cedera

Kepala Berat 27

5.2 Distribusi Penyebab Cedera Kepala Berat Berdasarkan Head

CT Scan 28


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :DaftarRiwayatHidup

Lampiran 2 : Data HasilAnalisisStatistika Lampiran 3 : Surat–suratPenelitian