KEEFEKTIFAN KOMPRES TEPID SPONGE YANG ILAKUKAN IBU DALAM MENURUNKAN DEMAM PADAANAK RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER
commit to user
IBU DALAM MENURUNKAN DEMAM PADAANAK:
RANDOMIZED CONTROL TRIAL
DI PUSKESMAS MUMBULSARI
KABUPATEN JEMBER
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Disusun oleh:
MOHAMMAD ALI HAMID
S-
540809209PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
ii(3)
commit to user
iii(4)
commit to user
iv Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :Nama : MOHAMMAD ALI HAMID
NIM :
S-
540809209Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul KEEFEKTIFAN
KOMPRES TEPID SPONGE YANG DILAKUKAN IBU DALAM
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik.
Surakarta, 15 April 2011 Yang membuat pernyataan
(5)
commit to user
vH al aman Persembahan
Te sis ini kup e rse mb a hka n untuk : Abuye h wa Ummi
Untuk se g a la c ura ha n ka sih sa ya ng d a n iring a n d o ’ a ya ng ta k p e rna h p utus
Untuk ke te g a ra n d iri d a n ke sa b a ra n me na nti Untuk ke g a la ua n ha ti ya ng me ng ha mp iri Da n untuk se mua tuntuna n se rta p e sa n ya ng b e ra rti
Alla h SWT must b e re a lly lo ve me to g ive me suc h a p a re nt like yo u...
My Bana
Untuk se mua p e rha tia n d a n b a ntua n... Untuk ke d e ka ta n, d ukung a n d a n ke b e rsa ma a n...
Untuk p e ng e rtia n ya ng tia d a ta ra ... Untuk ke ta a ta n ya ng lua r b ia sa ...
Ma a fka n a ta s se g a la e g o d a n ke sa la hp a ha m a n...
My Kev i en
Se nyummu... Ta ng isa nmu… Re ng e ka nmu… Inte le g e nsimu… Ke luc ua nmu… Ke na ka la nmu… Sung g uh lua r Bia sa I Lo ve U So Muc h…
(6)
commit to user
viMOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. JUDUL: KEEFEKTIFAN
KOMPRES TEPID SPONGE YANG DILAKUKAN IBU DALAM
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER. Komisi Pembimbing I: Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Pembimbing II: DR. Nunuk Suryani, MPd. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Kompres hangat konvensional adalah pemberian kompres hangat yang dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol disposibel yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh ≥ 37,5 oC yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh. Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka. Tujuan dari tesis ini adalah mengetahui keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam menurunkan demam pada anak.
Disain penelitian ini menggunakan Randomized Control Trial yang digunakan untuk mengetahui keefektifan kompres tepid sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah termometer aksila, termometer air, dan lembar observasi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 anak, yang diambil dengan teknik simple random sampling.
Analisis yang digunakan adalah t – test dengan P value perbedaan rerata penurunan suhu masing-masing kelompok pada menit 5=0,079, menit 15=0,956, menit 30=0,030, menit 60=0,000, menit 90=0,032 dan menit ke-120=0,010.
Penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponge mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menurun tajam hingga menit ke-90 mencapai 1 0C. Penurunan suhu tubuh pada masing-masing kelompok terjadi setelah perlakuan sampai pada menit ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak cenderung meningkat kembali.
Kesimpulan penelitian ini adalah kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam. Rekomendasi penelitian ini tepid sponge diberikan pada anak dengan demam, maupun kejang demam untuk menurunkan suhu tubuh anak.
(7)
commit to user
viiMOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. TITLE: THE EFFECTIVENESS
OF TEPID SPONGE COMPRESS DOING BY MOTHERS IN REDUCING
HYPERTHERMIA OF CHILDREN: RANDOMIZED CONTROL TRIAL IN LOCAL GOVERMENT CLINIC OF MUMBULSARI, REGENCY OF JEMBER. Commision Of Counselor I: Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Counselor II: DR. Nunuk Suryani, MPd. Thesis: Masters Progrmas in Family Medicine, Post Graduate Program Of Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.
Conventional warm compress is an extending of warm compress that is done to the temperature receptor of the body by using disposable bottle that is filled by warm water to the client with the increasing of temperature ≥37,5ºC that is functioned to decrease the temperature. Tepid Sponge compress is a warm compress technique by mixing blok compress technique in superficial blood vessels with washing technique.This research aimed to know the effectiveness of Tepid Sponge
compress doing by mothers in reducing hyperthermia of children.
The design of this research uses Randomized Control Trial to know the effectiveness of Tepid Sponge compress doing by mothers in reducing hyperthermia of children. The instruments in this research are axillary thermometer, water thermometer and observation sheets. The samples of this research are 30 children that are taken by simple random sampling.
The analysis using t – test with P value of mean differences of lowering body temperature of each groups to 5th minute= 0,079, 15th minute= 0,956, 30th minute= 0,030, 60th minute= 0,000, 90th minute= 0,032 and 120th minute= 0,010.
The lowering of body temperature of tepid sponge group starts at 6th minute and continues lowered until 90th minute up to 1 0C. The lowering of body temperature of each groups start after treatment until 90th minutes. After that time the body temperature starts rise up again.
The conclusion of this research is tepid sponge warm compress is effective in reducing hyperthermia of children. The recommendation of this research is tepid
sponge is given to the children either who suffer fever or febril convultion to
decrease the children’s temperature.
(8)
commit to user
viiiPuji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ” Keefektifan Kompres Tepid Sponge Yang dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Pada Anak:
Randomized Control Trial Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember”.
Terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
banyak membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. DR. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan dukungan.
2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. DR. dr. Didik Tamtomo, M.Kes., MM, PAK., selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan penelitian ini.
4. P. Murdani K., dr. MHPed., selaku Ketua Minat Utama Pendidikan Profesi
Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan
dalam penyusunan penelitian ini.
5. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. pembimbing I dalam penyusunan
penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan.
6. DR. Nunuk Suryani, MPd. selaku pembimbing II dalam penyusunan penelitian
(9)
commit to user
ixPasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Oleh karena itu peniliti mengharap saran dan kritik yang bersifat konstuktif bagi kesempurnaan penelitian ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Jember, April 2011
(10)
commit to user
xHalaman
Judul ………...………….. i
Lembar Persetujuan... ii
Lembar Pengesahan... iii
Lembar Pernyataan... iv
Halaman Persembahan... v
Abstrak………... vi
Abstract……….. vii
Kata Pengantar ………. viii
Daftar Isi …..……….. x
Daftar Gambar ………... xii
Daftar Tabel ……… xiii
Daftar Lampiran……… xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1
B. Identifikasi Masalah ………..………. 6
C. Pembatasan Masalah……… 6
D. Perumusan Masalah………. 7
E. Tujuan Penelitian ……… 7
F. Manfaat Penelitian……….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori………….…………. 9
1. Konsep Pendidikan Kesehatan……….. 9
2. Konsep Anak………. 13
3. Konsep Demam……….……… 23
4. Kompres Hangat Konvensional…………..………… 37
5. Kompres Hangat Tepid Sponge.……… 38
B. Penelitian yang Relevan…………..………. 40
C. Kerangka Berpikir………..……….. 45
D. Hipotesis Penelitian.……… 46
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian...……….……. 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian………..……. 47
C. Populasi dan Sampel... 47
D. Rancangan Peneltian... 48
E. Variabel Penelitian... 48
F. Definisi Operasional... 49
G. Instrumen Penelitian... 50
H. Teknik Pengumpulan Data... 50
I. Analisis Data... 51
(11)
commit to user
xi1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian…………. 52
2. Data Khusus……… 54
B. Pembahasan………..……….. 63
C. Keterbatasan Penelitian...……….. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.……….. 78
B. Implikasi……… 78
C. Saran... 80
DAFTAR PUSTAKA ………. 82
(12)
commit to user
xiiHalaman Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Demam…………. ………… 27
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir……...………. 45
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian………...………… 48
(13)
commit to user
xiiiHalaman Tabel 4.1 Distribusi Karekteristik Responden……….... 52
Tabel 4.2 Suhu Awal Responden Kelompok Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge... 54
Tabel 4.3 Suhu Akhir Responden Kelompok Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge... 55
Tabel 4.4 Fluktuasi Suhu Responden Kelompok
Kompres Konvensional……….……….. 56
Tabel 4.5 Fluktuasi Suhu Responden Kelompok
Kompres Tepid Sponge……….……….. 57
Tabel 4.6 Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir Responden Dengan Perlakuan Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge... 58
Tebel 4.7 Penurunan Suhu Tubuh Menurut Waktu Pada Responden Dengan Perlakuan Kompres
(14)
commit to user
xivLampiran 1 Ganchart Kegiatan Penelitian
Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 Kuisioner Penelitian
Lampiran 5 Protokol Intervensi
Lampiran 6 SAP Teknik Kompres Konvensional
Lampiran 7 SAP Teknik Kompres Tepid Sponge
Lampiran 8 Kriteria Penilaian Status Hidrasi
Lampiran 9 Kriteria Penilaian Status Nutrisi
Lampiran 10 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Konvensional
Lampiran 11 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Tepid Sponge
Lampiran 12 Print Out Analisis Data
Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian
(15)
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan sumber daya manusia suatu bangsa. Anak harus hidup
sejahtera agar tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk melaksanakan tugas-tugas
pembangunan dimasa yang akan datang. Sebaliknya penuruanan kualitas hidup anak akan
memiliki efek jangka panjang terhadap kehidupan pribadinya sebagai individu maupun
sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Anak yang status kesehatannya sering terganggu kelak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah dan tidak siap untuk
mengemban tugas sebagai agen penerus bangsa (Bidulph, dalam Damayanti, 2008).
Faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah
tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk
berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare. Berbagai penyakit
itu biasanya semakin mewabah pada musim peralihan. Terjadinya perubahan cuaca
tersebut mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat
menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut
sebagai demam ( Damayanti, 2008).
Demam pada anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat
dikenali dan demam menghilang pada masa yang pendek (Nelson, 2000). Peningkatan
suhu tubuh pada anak sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuhnya, karena luas
permukaan tubuh relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa, menyebabkan
ketidakseimbangan organ tubuhnya. Peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi berkurang
(16)
commit to user
2termasuk kejang yang mengancam kelangsungan hidupnya, lebih lanjut dapat
mengakibatkan terganggunya proses tumbuh kembang anak (Reiga, 2010).
Protokol Kaiser Permanete Appointment and Advice Call Center mendefinisikan
demam atau febris untuk semua umur yaitu temperature rektal diatas 38 oC, aksilar 37,5
dan diatas 38,2 oC dengan pengukuran membrane tympani. Sedangkan demam tinggi bila
suhu tubuh diatas 39,5 oC, dan hiperpireksia bila suhu > 41 oC (Kania, 2010).
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke Unit Gawat Darurat (UGD) anak,
meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Hasil penelitian menunjukkan 80% orang tua fobia terhadap demam
(Kania, 2010). Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52%
sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12%
dengan penyakit lain. Dampak demam jika tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut
antara lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis dan kejang demam
(Valita, 2008).
Secara definitif terdapat dua tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pada klien
dengan febris, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi fisik. Pemberian obat
antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna
khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis,
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam
(Kania 2010). Terapi fisik dapat dilakukan dengan menempatkan anak diruangan bersuhu
dan bersirkulasi baik, mengganti pakaian anak dengan pakaian yang tipis dan menyerap
(17)
commit to user
3Penanganan demam pada anak dengan terapi fisik dapat dilakukan dengan
kompres hangat. Beberapa penelitian tentang pengaruh kompres hangat dalam
menurunkan suhu anak dengan febris telah dilakukan. Purwanti (2006), dan Valita (2008)
melalui penelitiannya telah membuktikan ada pengaruh pemberian kompres hangat
(teknik blok aksila) terhadap penurunan suhu anak demam. Triredjeki (2002)
menyimpulkan kompres hangat (teknik blok axila) lebih efektif dalam menurunkan suhu
anak febris dibandingkan dengan kompres dingin yang dicobakan pada 30 anak usia 5-12
tahun dengan cara random ordinal (Damayanti, 2008). Namun pada penelitian ini tidak
memperhitungkan faktor status nutrisi klien sebagai faktor perancu dalam hasil pengukuran penurunan suhu tubuh. Selain itu pengukuran penurunan suhu tubuh pada
kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan dilakukan pada waktu yang
bervariasi (tidak konsisten), misalnya pengukuran dilakukan 10 menit setelah perlakuan.
Sehingga metode ini bisa menjadi penyebab terjadinya ketidakakuratan hasil penelitian.
Pemberian kompres hangat pada aksila sebagai daerah dengan letak pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangasangan pada area preoptik hipotalamus
agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju
hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh
sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang
lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu teknik untuk menurunkan suhu tubuh adalah dengan tepid sponge
dengan cara yang benar (Thomas, 2008). Tepid sponge dengan cara benar menurunkan
(18)
commit to user
4Tepid Sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang marak diteliti
dinegara maju maupun di negara berkembang lainnya. Tujuan utama teknik kompres ini
adalah menurunkan suhu tubuh febris. Teknik ini mulai di kembangkan dan di teliti di
negara maju seperti Amerika dan Inggris. Hingga ahir-ahir ini teknik ini terus di teliti dan
meluas kenegara lain seperti Brazil, Singapura, dan india. Alves et all. (2008)
mempublikasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu
klien febris yang mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan
klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et All., 2008). Namun pada
penelitian ini tidak mempertimbangkan adanya pengaruh tipe demam, status nutrisi dan hidrasi terhadap penurunan suhu pada anak. Sehingga banyak faktor perancu yang tidak
dipertimbangkan yang akan mengaburkan hasil penelitian.
Teknik Tepid Sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini
menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung
dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan
tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh sehingga perlakuan
yang terapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit
dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai
tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar.
Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan
memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin
mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010).
Keperawatan sebagai pelayanan professional, dalam aplikasinya harus dilandasi
oleh dasar keilmuan keperawatan yang kokoh. Perawat harus mampu berfikir logis, kritis
(19)
commit to user
5pengetahuan dan keterampilan berfikir kritis harus dilakukan pada setiap situasi klien,
termasuk dalam penanganan masalah febris. Perawat tidak boleh ketinggalan informasi,
hasil penemuan dan riset terbaru, atau bahkan mengembangkan riset terkait yang
berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya (Tawi,2008).
Tepid Sponge merupakan salah satu teknik kompres hangat untuk menurunkan
suhu tubuh febris. Hingga akhir-akhir ini teknik ini terus di teliti dan meluas ke negara
lain seperti Brazil dan Singapura. Alves et all. (2008) mempublikasikan hasil
penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu klien febris yang
mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et all., 2008)
Dalam keperawatan komunitas, penanganan demam secara mandiri oleh orang
tua khususnya ibu penting untuk dilakukan. Karena prognosis anak dengan demam dapat
menjadi kejang demam yang merupakan salah satu gawat darurat anak apabila tidak
segera ditangani. Teknik kompres Tepid Sponge merupakan teknik kompres yang mudah
yang dapat dilakukan dengan mudah oleh tenaga kesehatan bahkan oleh orang tua
khususnya ibu apabila telah mendapatkan pendidikan kesehatan.
Data dari Puskesmas mumbulsari menyebutkan peningkatan pasien anak dengan
demam pada bulan Nopember – Desember 2010 masing-masing 15, 17, dan 20 anak pada
bulan Desember 2010 dimana 80% dari pasien adalah pasien Askeskin (PKM
Mumbulsari, 2010).
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang
akan menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam
(20)
commit to user
6B. Identifikasi Masalah Penelitian
Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Umur
anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat penting dalam menentukan
kemungkinan adanya penyakit yang serius (Kania, 2010). Pada suatu kondisi tertentu
klien dengan demam membutuhkan pertolongan terapi yang salah satunya bisa
menggunakan terapi non farmakologis berupa kompres hangat, seperti kompres hangat
teknik konvensional blok aksila dan teknik Tepid Sponge. Namun pada penerapannya
perawat akan mendapatkan kendala dalam menentukan teknik kompres hangat yang
paling tepat dan cepat dalam menurunkan suhu tubuh kliennya apabila klien masih berada di rumah.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang teknik
kompres antara lain adalah tingkat pendidikan, umur, lingkungan, pekerjaan, keluarga,
minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi yang didapatkan sebelumnya dari orang
lain. Dengan dilakukannya pendidikan kesehatan kepada Ibu tentang teknik kompres
Tepid Sponge diharapkan Ibu dapat melakukan pertolongan pertama pada anak demam
apabila dalam penelitian ini terbukti efektif.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu, tenaga dan biaya maka peneliti hanya akan meneliti
keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan dalam menurunkan demam
(21)
commit to user
7D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka
masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Apakah teknik kompres Tepid
Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan demam pada anak?
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu
dalam menurunkan demam pada anak. 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres
Tepid Sponge.
b. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres
konvensional.
c. Menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam
menurunkan demam pada anak.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoris
Memberikan bukti-bukti empiris bahwa teknik kompres tepid sponge yang
(22)
commit to user
82. Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan acuan perkembangan materi keperawatan
khususnya dibidang keperawatan komunitas dan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi kepada klien dan keluarga.
b. Bagi instansi terkait, masukan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan pada klien
dengan demam, hususnya pada area keperawatan anak.
c. Bagi klien dan keluarga, memberikan informasi dan motivasi kepada klien dan
keluarga untuk meimilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan mandiri.
d. Bagi masyarakat, memberikan informasi dan pengetahuan tambahan kepada
masyarakat tentang pentingnya teknik kompres yang tepat untuk menangani masalah
demam di kehidupan sehari-hari.
e. Bagi peneliti, memberikan pengetahuan tambahan tentang materi keperawatan
terutama dibidang keperawatan anak dan pendidikan kesehatan sehingga nantinya
dapat dijadikan bahan penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan
kemandirian masyarakat dalam menangani masalah demam.
f. Bagi peneliti selanjutnya, menjadi landasan dan pengembangan pada penelitian
berikutnya dalam memperluas keilmuan keperawatan khususnya pada area
keperawatan anak dan kebutuhan dasar manusia.
g. Bagi dunia keperawatan, memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori
(23)
commit to user
9BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Pendidikan Kesehatan
Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk
menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan
ini tidak didukung oleh kenyataan. Artinya dalam program-program pelayanan kesehatan
kurang melibatkan pendidikan keehatan. Meskipun program itu mungkin telah melibatkan
pendidikan kesehatan tetapi kurang kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan itu tidak segera segera membawa manfaat bagi
masyarakat dan yang mudah mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena
pendidikan adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil investment
pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian (Notoatmojo, 2003).
Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan
berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh
kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada mendekatnya indikator kesehatan masyarakat
sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan.
Hal-hal berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan
(24)
commit to user
101.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di bidang kesehatan.
Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu praktek pendidikan. Oleh
sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada
bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan
bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu,
lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau
masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai
ciri-ciri: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar
adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk
waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan
disadari, bukan karena kebetulan. (Notoatmojo, 2003).
1.2 Peran Pendidikan Kesehatan
Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu
kepada H. L. Blum. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu Negara
yang sudah maju, Belum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling
(25)
commit to user
11andil kedua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap
status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status
kesehatan di Negara-negara berkembang, terutama di Indonesia belum ada penelitian.
(Notoatmojo, 2003).
1.3 Proses pendidikan kesehatan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah
proses belajar. Didalam kegiatan belajar terdapat 3 persoalan pokok, yakni persoalan masukan
(input), proses dan persoalan keluaran (output).
Persoalan masukan dalam pendidikan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan
berbagai latar belakangnya.
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
(perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Didalam proses ini terjadi perubahan timbal balik
antara berbagai faktor, antara lain: subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode
dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan
keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau perubahan
perilaku dari subjek belajar.
Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar ke dalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi (bahan belajar), lingkungan,
instrumental dan subjek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras
(hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga dan perangkat lunak (software)
seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya. Subyek belajar dalam
(26)
commit to user
121.4 Metode pendidikan kesehatan 1.4.1 Pendidikan individu
Metode ini bersifat individual digunakan untuk membina perilaku atau membina
seseorang mulai tertarik untuk melakukan suatu perubahan perilaku. Bentuk pendekatan ini
antara lain:
1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan counceling)
Cara ini menjadikan kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensif. Klien dengan
kesadaran dan penuh pengrtian menerima perilaku tersebut.
2. Metode pendidikan kelompok
Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta pendidikan formal dari sasaran.
a..Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah pertama, ceramah, yaitu metode
yang baik untuk sasaran dengan pendidikan tinggi atau rendah. Kedua, seminar, yaitu
metode yang baik untuk sasaran dengan pendidikan menengah keatas berupa presentasi
dari satu atau beberapa ahli tentang topik yang menarik dan aktual.
b.Kelompok kecil
Jumlah sasaran yang kurang dari 15 orang, metode yang cocok untuk kelompok ini
adalah: Pertama, diskusi kelompok, kelompok bisa bebas berpartisipasi dalam diskusi
sehingga formasi duduk peserta diatur saling berhadapan. Kedua, curah pendapat (brain
storming) merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Usulan atau komentar yang
diberikan peserta terhadap tanggapan-tanggapannya, tidak dapat diberikan sebelum
pendapat semuanya terkumpul. Ketiga, bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan
(27)
commit to user
13Keempat, memainkan peran yaitu metode dengan anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan. Kelima, stimulasi merupakan
gabungan antara role play dan diskusi kelompok
3. Metode pendidikan massa
Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat
umum (tidak membedakan umur,jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi dan
sebagainya). Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan media
massa, contoh metode ini antara lain ceramah umum.
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, biasanya sering digunakan pada acara hari kesehatan nasional, pejabat berpidato dihadapan massa
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.
1. Pidato atau diskusi melalui media elektronik.
2. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan tentang suatu
penyakit.
3. Artikel atau tulisan yang terdapat dalam majalah atau koran tentang kesehatan.
4. Bilboard yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sbagainya
(Efendi, 2008).
2. Konsep Anak
Memahami anak-anak dan pertumbuhan serta perkembangan mereka merupakan
hal yang esensial untuk meningkatkan kesehatan dan menetapkan pola yang sehat.
Perawtan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang pertumbuhan yang normal serta
tahap perkembangan untuk membimbing dan meningkatkan kondisi normal dan untuk
mendeteksi dan mencegah kondisi abnormal. Praktik keperawatan yang di terapkan harus
(28)
commit to user
14membantu anak-anak dan keluarga dalam beradaptasi terhadap perubahan kondisi
eksternal maupun internal (Potter dan Perry, 2005).
1. Pengertian Anak
Secara umum berdasarkan teori perkembangan periode anak dimulai dari sejak
lahir dan berahir hingga remaja akhir (0-21 tahun). Pengklasifikasian anak dalam konsep
keperawatan di gambarkan oleh Wong kedalam empat tahapan pertumbuhan yang dimulai
dari periode bayi, periode masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan, dan
masa kanak-kanak akhir. Kemudian wong membagi tiap periode tersebut kedalam
beberapa tahap berdasarkan usia anak (Potter dan Perry, 2005).
UU RI Nomor 23 tahun 2002, bab 1 pasal 1 menegaskan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang unik yang masih
dalam proses tumbuh kembang. Perlindungan anak adalah segala kgiatan yang menjamin
dan melindungan anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara (Rohmah, 2009).
2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakann hal yang berurutan, proses
yang dapat diprediksi mulai dari masa pembentukan dan berlanjut sampai kematian.
Seluruh manusia mengalami kemajuan melalui fase pertumbuhan dan perkembangan yang
(29)
commit to user
15memungkinkan perbedaan pencapaian tahapan pertumbuhan dan perkembangan dari satu
anak dengan yang lainnya (Suriadi dan Yuliani, 2006).
Penelitian terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia menghasilkan
beberapa teori perkembangan. Teori ini bermacam-macam berdasarkan bagaimana
manusia dilihat dan aspek perkembangan yang ditekankan. Beberapa teori melihat
perkembangan sebagai proses yang berlangsung terus, berpindah dari hal-hal yang
sederhana kearah yang kompleks. Teori lain melihat bahwa proses tersebut tidak
berlangsung terus, dengan pilihan periode hubungan keseimbangan dan
ketidakseimbangan. Profesi pelayanan kesehatan sering menggunakan kerangka kerja teori yang berbeda sebagai dasar untuk keperawatan. Karena teori berbeda-beda, penting untuk
mengkomunikasikan secara efektif dengan profesi kesehatan lain ketika memberikan
pelayanan kesehatan yang dikoordinasi, dan perawat harus mengenal teori perkembangan
yang umum (Potter dan Perry, 2005).
Suriadi dan Yuliani (2006) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan
ukuran fisik, keseluruhan atau sebagian yang dapat diukur. Grafik perumbuhan ini meliputi
tinggi, berat badan, dan diameter pada lipatan kulit. Sedangkan perkembangan
didefinisikan sebagai rangkaian peningkatan keterampilan dan kapasitas untuk berfungsi.
Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif, atau dapat di ukur, aspek
peningkatan ukuran fisik individu sebagai hasil peningkatan dalam jumlah sel. Indikator
ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur skelet,
karakteristik seksual. Perkembangan adalah aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan
yang bersifat kualitatif. Maturasi merupakan proses berkembang dan bertumbuh menjadi
penuh. Hal tersebut meliputi kemampuan biologis individu, kondisi fisiologis dan
(30)
commit to user
163. Tahap Pertumbuhan Anak
a. Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian berkurang
secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun
b. Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik
c. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun)
d. Pertumbuhan kecepatannya berkurang berangsur-angsur sampai suatu waktu
(kira-kira umur 18 tahun) berhenti (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005).
Pertumbuhan tinggi tidak seragam sepanjang hidup. Misalnya, sebelum lahir kecepatan pertumbuhan maksimum terjadi pada bulan keempat dari kehidupan janin,
dengan kemajuan yang melambat sesudahnya. Walaupun demikian, jika dibandingkan
dengan bayi dan anak pada hakekatnya di saat lahir bayi bertumbuh dengan sangat cepat
(Sacharin, 1996).
Dalam tahun pertama panjang badan bayi bertambah 23 cm (di negara maju 25
cm), sehingga anak pada umur 1 tahun panjangnya menjadi 71 cm (75 cm di negara maju).
Kemudian kecepatan pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur dua tahun kecepatan
pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur 2 tahun kecepatan pertambahan panjang
badan kira-kira 5 cm pertahun.
Pada masa prasekolah dan sekolah anak akan tampak kurus yaitu karena
pertumbuhan beberapa organ, jumlah jaringan bertambah sedemikian rupa sehingga jumlah
jaringan lemak dibawah kulit mengurang.
Masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa merupakan masa yang sangat
penting. Masa ini disebut masa akil balik. Sesaat sebelum dan sewaktu masa akil balik,
(31)
commit to user
17masa ini terdapat perbedaan mengenai jarak lemak yang terdapat pada pria dengan wanita.
Pada anak wanita lemak banyak terdapat di sekitar panggul, payudara, dan anggota gerak,
sedangkan pada pria di punggung. Perubahan jaringan lemak dan berat badan pada anak
wanita berlangsung beberapa tahun setelah akil balik, sedangkan pada anak pria berat
badan setelah masa akil balik tidak nyata bertambah. Penambahan berat badan ini
tergantung pada makanan, hormon atau faktor keturunan (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak, 2005).
4. Periode Usia Perkembangan Anak
a. Periode prenatal: Masa konsepsi hingga lahir 1) Embrionik: 2-8 minggu
2) Fetus: 8-40 minggu (lahir)
Rata-rata pertumbuhan yang cepat dan ketergantungan total membuat
masa ini menjadi salah satu periode yang paling genting dalam proses
perkembangan. Hubungan antara kesehatan maternal dan tanda yang pasti
pada bayi baru lahir menekankan pentingnya perawatan prenatal yang
adekuat untuk kesehatan dan kesejahteraan bayi.
b. Periode bayi: Lahir sampai 12 atau 18 bulan
1) Neonatus: Lahir sampai 28 hari
2) Bayi: Satu sampai mendekati 12 bulan
Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik, kognitif, dan
sosial yang cepat. Melalui hubungan timbal-balik dengan pemberian
perawatan (orang tua), bayi menetapkan dasar kepercayaan di dunia dan
dasar untuk hubungan interpersonal di masa yang akan datang. Tahapan
(32)
commit to user
18c. Masa kanak-kanak awal: 1-6 tahun
1) Todler: 1 sampai 3 tahun
Pikiran praoperasional, fase prakonseptual (berpikir transduktif).
2) Prasekolah: 3 sampai 6 tahun
Periode ini, yang meluas dari masa anak-anak mencapai peningkatan
daya gerak sampai mereka masuk sekolah, yang ditandai dengan aktivitas
dan penemuan intens. Ini adalah waktu penandaan perkembangan fisik dan
kepribadian. Perkembangan motorik meningkat secara stabil. Anak-anak
pada usia ini mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar standar peran, meningkatkan kontrol diri dan penguasaan, mengembangkan
peningkatan kesadaran tentang ketergantungan dan kemandirian, dan
mulai mengembangkan konsep diri. Pikiran praoperasional, fase intuitif
(berpikir transduktif) (Wong, 2003).
Masa prasekolah berkorelasi dengan tingkat prelogikal yang
ditandai dengan pemikiran mistik, egosentris, dan pemikiran yang
didominasi dengan persepsi bukan abstraksi. Pemikiran mistik meliputi
animisme, dan kepercayaan yang tidak realistik tentang kekuatan dan
harapan. Anak mungkin percaya bahwa hujan turun karena ada orang yang
sedang membawa payung, matahari terbenam karena lelah, dan perasaan
kecewa pada sibling yang membuat dia sakit (Kliegman et all., 2007).
d. Masa kanak-kanak pertengahan: 6 sampai 11 atau 12 tahun
Seringkali dikatakan sebagai usia sekolah, periode perkembangan ini
merupakan periode dimana anak diarahkan untuk menjauh dari kelompok
(33)
commit to user
19sebaya. Terdapat kematangan yang stabil pada perkembangan fisik, mental, dan
perkembangan sosial, dengan menekankan pada perkembangan moral yang lebih
awal menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan kehidupan yang akan
datang. Ini merupakan periode kritis perkembangan konsep diri.
e. Masa kanak-kanak akhir: 11 sampai 21 tahun
1) Praremaja: 10-13 tahun
2) Remaja: 13-18 tahun
3) Remaja akhir: 18-21 tahun
Periode kacau dari maturasi yang cepat dan perubahan yang dikenal sebagai remaja dipertimbangkan periode transisi yang dimulai pada saat
mulainya pubertas dan berlanjut sampai titik masuk ke arah dunia dewasa,
yang mungkin terjadi setelah lulus sekolah menengah atas, lulus kuliah, atau
sesudahnya. Maturasi biologis dan kepribadian ada bersama kegelisahan fisik
dan emosi, dan terdapat pendefinisian ulang mngenai konsep diri. Pada
remaja ahir, anak mulai menginternalisasi semua nilai yang telah dipelajari
sebelumnya dan lebih berfokus pada individu daripada kelompok (Potter dan
Perry, 2005).
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Potter dan Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kekuatan alami
1) Hereditas: genetik menetapkan pembawaan jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh, dan beberapa keunikan
(34)
commit to user
202) Tempramen: tempramen ditandai dengan alam perasaan psikologis dimana
anak dilahirkan dan termasuk tipe perilaku mudah, lambat sampai hangat,
dan sulit. Hal tersebut mempengaruhi interaksi antara individu dan
lingkungan.
b. Kekuatan eksternal
1) Keluarga
Tujuan keluarga untuk melindungi dan memberi makan anggota
keluarganya. Fungsi keluarga meliputi keinginan untuk bertahan hidup, rasa
aman, bantuan terhadap perkembangan emosi dan sosial, bantuan dengan mempertahankan hubungan, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia,
dan bantuan dalam mempelajari peran dan perilaku. Keluarga memberi
pengaruh nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola spesifik dari interaksi
dan komunikasi. Posisi ordinal dan jenis kelamin mempengaruhi interaksi
dan komunikasi individu dalam keluarga.
2) Kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya memberi pelajaran lingkungan yang baru
dan berbeda. Kelompok teman sebaya memberi pola dan struktur yang
berbeda dalam hal interaksi dan komunikasi, memerlukan gaya perilaku
yang berbeda. Fungsi kelompok teman sebaya termasuk memberikan
individu belajar mengenai kesuksesan dan kegagalan, untuk memvalidasi
(35)
commit to user
213) Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu
berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada
kebutuhan yang perlu dipelajari.
Proses pembelajaran meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a) Mengenali kebutuhan untuk mengetahui tugas
b) Penguasaan keterampilan untuk menjalankan tugas
c) Penguasaan tugas
4) Kesehatan lingkungan
Tingkat kesehatan mempengaruhi respon individu terhadap
lingkungan dan respons orang lain pada individu tersebut.
5) Kesehatan prenatal
Faktor prekonsepsi (misal faktor genetik dan kromosom, umur
maternal, kesehatan) dan pasca konsepsi (misal nutrisi, peningkatan berat
badan, pemakaian tembakau dan alkohol, masalah medis, dan penggunaan
layanan prenatal) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari fetal
6) Nutrisi
Pertumbuhan diatur oleh faktor makanan. Nutrisi yang adekuat
mempengaruhi apa dan bagaimana kebutuhan fisiologis, maupun kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dipenuhi.
7) Istirahat tidur dan olahraga
Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga merupakan hal
yang penting untuk memudahkan tubuh. Keseimbangan mendorong
(36)
commit to user
228) Status kesehatan
Sakit atau luka berpotensi mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan. Sifat dan durasi masalah kesehatan mempengaruhi
dampaknya. Sakit atau cidera yang berkepanjangan bisa menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengatasi dan menjawab kebutuhan dan tugas tahap
perkembangan.
9) Lingkungan dan tempat tinggal
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
meliputi musim, iklim, kehidupan sehari-hari, dan status sosial ekonomi. 6. Kebutuhan Spesifik pada Anak
Menurut Rohmah (2009) anak mempunyai kebutuhan yang spesifik(fisik,
psikologis, sosial, spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Kebutuhan dasar
anak secara garis besar dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Kebutuhan fisik-biomedis (asuh): pangan (gizi/ nutrisi, kebutuhan paling
penting); perawatan kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi secara teratur dan periodik, pengobatan sederhana); papa
(pemukiman layak); hygiene, sanitasi, sandang, kesegaran jasmani, dan rekreasi.
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih): pada tahun-tahun pertama kehidupan,
ikatan erat, mesra dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak
untuk menjamin suatu proses tumbuh kembang yang selaras, baik fisik mental
maupun psikososial. Peran dan kehadiran ibu sedini dan sepermanen mungkin
menjalin rasa aman pada bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisis (kulit/
mata) dan psikis sedini mungkin (antara lain mendekapkan bayi pada ibunya
(37)
commit to user
23c. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah) yang merupakan cikal bakal bakal
proses pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Harus dimulai sedini
mungkin, teritama pada 4 tahun pertama kehidupan. Stimulasi mental ini
mengembangkan aspek mental psikososial: agama, etika, moral, kecerdasan,
kreatifitas, keterampilan, kemandirian, kepribadian, produktivitas dan
sebagainya.
Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga
bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial
ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa
dan lingkungannya artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang
dimaksud bisa berupa keluarga (orang tua), pengurus panti (bila anak berada pada
panti asuhan), atau bahkan tanpa orang tua bagi mereka yang hidupnya
menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dalam keperawatan anak.
3. Konsep Demam
1. Pengertian Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik
ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/ pengatur panas hipotalamus
mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor
neuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengatur lainnya adalah suhu darah yang
bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyal-sinyal ini mempertahankan agar suhu
di dalam tubuh normal pada titik ambang 37 oC (98,6 oF) dan sedikit berkisar antara
(38)
commit to user
24karena vasokonstriksi kulit, dan suhu oral mungkin rendah palsu karena adanya
pernapasan yang cepat (Nelson, 2000).
Menurut Dorland (2006) “hipertermia/ Febris/ Demam: pertama, peningkatan
suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik, seperti
ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olahraga berat; sampai lesi sistem saraf
pusat, atau infeksi oleh mikrorganisme; atau ada pejamu proses non infeksi seperti
radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu, seperti leukemia. Disebut juga dengan
pyrexia. Kedua, Setiap penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh”.
Demam diasosiasikan sebagai bagian dari respon fase akut, gejala dari suatu penyakit dan perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan
set-point pusat pengaturan suhu tubuh (Styrt dan Sugarman 2005).
Demam dalam bahasa yunani kuno berasal dari pyretos yang berarti api.
Istilah febril berasal dari terminologi latin febris yang berarti demam. Demam atau
yang sering disebut dengan Pireksia atau hipertermia terkontrol adalah gejala medis
yang umum ditemukan, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas batas normal
36.5–37.5 °C (98–100 °F) yang berhubungan dengan peningkatan set-point pusat
pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set-point ini akan memicu kenaikan
tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti dengan
perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru tercapai. Demam
merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri
maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh berbagai kondisi (Wikipedia, 2009).
Demam anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan
demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat. Anak berumur antara 6 bulan
(39)
commit to user
25sedangkan mereka yang mendertia epilepsy idiopatik dapat mengalami peningkatan
frekuensi kejang sebagai bagian penyakit demam nonspesifik (Nelson, 2000).
Istilah demam memiliki arti naiknya temperatur tubuh di atas batas normal,
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Banyak protein, dan beberapa zat
tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri, dapat
menyebabkan peningkatan set-point termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan
efek seperti ini disebut dengan pirogen. Pirogen yang dilepaskan oleh bakteri toksik
atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Ketika set-point pusat pengaturan temperatur
hipotalamus meningkat lebih tinggi dari tingkat normal, semua mekanisme untuk
meningkatkan temperature tubuh akan bekerja, termasuk pengubahan panas dan
peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah set-point ditingkatkan
ke derajat yang lebih tinggi temperatur tubuh juga akan mendekati tingkat ini sehingga
akan terjadi demam (Guyton dan Hall, 1997).
Demam berbeda dengan hipertermia. Peningkatan suhu tubuh bukan karena
perubahan set-point, melainkan akibat insufisiensi termoregulasi tubuh atau produksi
panas yang berlebihan (Thompson, 2005). Peningkatan panas hipotalamus mungkin
disebabkan oleh olahraga berat, hipertermia maligna, syndrome neuroleptik maligna,
hipertiroidisme. Pengurangan kehilangan panas bisa disebabkan oleh pemakaian
selimut berlapis-lapis, keracunan atropine, atau terpajan lingkungan bersuhu tinggi
(40)
commit to user
262. Mekanisme Terjadinya Demam
Demam/pireksia dihubungkan denngan beberapa perbedaan kondisi penyakit.
Berbagai faktor eksternal dapat mempengaruhi secara langsung pusat regulasi suhu
tubuh di hipotalamus untuk menaikkan set point. Meskipun terdapat banyak
ketidakjelasan tentang tahap intermediet didalam prosesnya, namun ini diketahui
bahwa semua jenis faktor demam dapat menyebabkan produksi dan pelepasan
beberapa pirogen internal (substansi penyebab demam).
Toksin dari bakteri misalnya endotoksin bekerja pada monosit dan makrofag
untuk menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekrja sebagai pirogen endogen. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui reseptor yang ada di tubuh untuk
disampaikan kepusat pengatur panas hipotalamus. Pirogen ini akan merangsang
pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin
(PGE2). Sitokinin juga dihasilkan oleh sel-sel di SSP apabila terjadi rangsangan oleh
infeksi.
Rangsangan ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepid an menghambat sekresi kelenjar keringat.
Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan
pengeluaran panas dan inilah yang menimbulkan demam. Saat suhu tinggi akan
aktivitas sel makrofag dan sel limfosit T akan dirangsang untuk memerangi zat asing
tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang
berperan dalam pembentukan antibody atau sistem kekebalan tubuh. Secara ringkas
(41)
commit to user
273. Mekanisme Pengaturan Kembali Set-point pada Demam
Menurut Nelson (2000) “Berbagai macam agen infeksius, imunologis, atau
agen yang berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengimbas produksi pirogen
endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini adalah sitokin, misalnya interleukin (IL-1, β IL-1, α IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF, α TNF-β), dan interferon-α (INF). Pirogen endogen menyebabkan demam dalam waktu 10-15 menit, sedangkan respon demam terhadap pirogen eksogen (misalnya, endotoksin) timbul
lambat memerlukan sintesis dan pelepasan sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang
sifatnya pirogenik secara langsung menstimulus hipotalamus untuk memproduksi
prostaglandin E2, yang kemudian mengatur kembali titik ambang pengaturan suhu”. Peningkatan
Set-point
Konservasi Panas Produksi Panas
Demam
Prostaglandin Trauma / Ischemic
injury Inflamasi Infeksi
Pirogen Endogen
Pirogen Eksogen
Monosit / Makrofag
Daerah Preoptik Hipotalamus
Sitokinin
(42)
commit to user
28Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat
rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas
(dengan cara vaskonstriksi) dan kontraksi otot (menggigil). Jalur autonomik dan
endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan
dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu
tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Saat rangsangan sitokin telah menurun,
termostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan penambahan
jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam
menyesuaikan dengan perilaku (Kaspan, 2006). 4. Fungsi Demam
Demam diketahui terjadi pada semua hewan yang diteliti. Peningkatan suhu
pada demam dapat meningkatkan kerja fagosit untuk mencapi tujuannya. Metabolisme
tubuh meningkat yang dapat meningkatkan fagositosis melalui peningkatan aliran
darah. Demam pada infeksi virus dapat merangsang interferon yang dapat membatasi
perjalanan infeksi virus. Namun, demam tinggi dapat merusak sel, terutama sel-sel di
susunan saraf pusat (Tamboyang dan Corwin, 2000).
5. Karakteristik Demam
a. Kedinginan. Apabila set-point pusat pengatur temperatur hipotalamus berubah
tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat lebih tinggi dari nilai normal sebagai
akibat dari penghancuran jaringan, zat pirogen atau dehidrasi, temperatur tubuh
biasanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk mencapai set-point temperatur
yang baru. Temperatur darah yang lebih rendah dari set-point hipotalamus akan
mengakibatkan reaksi umum yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh.
(43)
commit to user
29tubuhnya di atas normal. Kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi, dan
orang tersebut akan gemetar hingga suhu yang seseuai dengan set-point barunya
tercapai. Kemudain orang tersebut akan merasa panas. Selama faktor yang
menyebabkan pengontrol temperatur diatur terus pada nilai yang tinggi,
temperatur tubuh diatur lebih kurang dengan cara normal tetapi pada tingkat
set-point temperatur yang tinggi (Guyton dan Hall, 1997).
b. Krisis, atau kemerahan
Set-point pengatur temperatur hipotalamus akan segera turun saat faktor-faktor
yang mengakibatkan perubahan set-point dihilangkan. Pada kondisi ini temperatur tubuh masih tinggi, sedangkan hipotalamus berusaha menurunkan suhu tubuh
sesuai dengan set-point yang telah kembali normal. Keadaan ini analog dengan
pemanasan yang berlebihan pada area preoptik-hipotlamus anterior, yang
menyebabkan keringat banyak dan kulit tiba-tiba menjadi panas karena
vasodilatasi di semua tempat. Perubahan yang tiba-tiba ini dalam demam dikenal
sebagai “krisis”, atau lebih tepatnya “kemerahan”. Pada masa lampau, sebelum
diberi antibiotika, krisis selalu dinantikan karena saat krisis terjadi dokter dengan
segera akan mengetahui penurunan suhu tubuh kliennya akan terjadi (Guyton dan
Hall, 1997).
6. Tipe Demam
a. Demam remiten: setiap hari suhu naik dan kembali turun tetapi tetap di atas suhu
normal
b. Demam intermiten: suhu naik dan akan turun kembali ke ambang suhu normal
(44)
commit to user
30c. Demam menetap: suhu tubuh berada di atas ambang batas normal dan berfluktuasi
tidak lebih dari 1 oC (Nelson, 2000)
d. Demam Pel-Ebstein: demam spesifik yang diasosiasikan dengan Hodgkin's
lymphoma. Suhu tubuh akan meningkat selama minggu pertama, dan akan
menurun diminggu berikutnya, dan seterusnya (Wikipedia, 2009).
Menurut Nelwan, tipe demam dapat dibagi menjadi lima antara lain:
a. Demam septik, yaitu suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten, dimana suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai titik normal. Perbedaan suhu yang tercatat dapat mencapai dua derajat
dan tidak sebesar perbedaan yang tercatat pada demam septik.
c. Demam intermiten, yaitus suhu badan dapat turun ketingkat yang normal selama
bebarapa jam dalam satu sehari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu, merupakan variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik, dimana terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula ( Persatuan Ahli Penyakit
(45)
commit to user
317. Klasifikasi Demam pada Anak
Kuman beredar dalam darah tidak berenang dalam plasma, tetapi ada
dalam lekosit (intraseluler), limfosit atau makrofag. Keberadaan kuman tidak konstan
dari waktu ke waktu, dan hanya dapat bertahan sementara sebelum menempel dan
berhasil membuat koloni pada jaringan atau dihancurkan oleh sel-sel radang.
Bakteremia digunakan sebagai gold standard deteksi kuman penyebab (postulat
Koch). Kuman hanya berada dalam darah dalam waktu terbatas, sehingga hasil biakan
kuman tidak selalu positif, tergantung pada jumlah darah sampel, jumlah kuman dan
virulensi.
Pada umumnya penggolongan demam anak berdasarkan fokus demam,
antara lain:
a. Demam dengan fokus yang jelas (overt focus)
Anak demam dengan fokus yang jelas akan mudah dikenali secara klinik.
Fokus terdapat pada anak besar, akibat kemampuan tubuhnya melokalisir radang.
Fokus dapat memberikan dugaan akan kemungkinan penyebab etiologik (kuman)
dari kelainan anatomik tersebut. Infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis,
enteritis bakterial, abses, merupakan fokus yang jelas dan pada usia tertentu
kumannya dapat diduga. Detritus yang muncul pada tonsil, furunkel pada kulit,
nanah dari liang telinga, dapat memberikan gambaran kuman apa yang
menyebabkan infeksi. Pemeriksaan biakan jaringan pada fokus dapat menjelaskan
kuman penyebab, fokus pada bayi kecil mungkin disertai bakteremia.
b. Demam tanpa fokus yang jelas (occult focus)
Infeksi selain menyebabkan kelainan anatomik juga dapat menyebabkan
(46)
commit to user
32disebabkan oleh adanya mediator yang menyebabkan perubahan faal. Demam
tanpa fokus ini pada usia muda makin tidak jelas gejala kliniknya, karena
keterbatasan tubuh merespon infeksi. Gabungan gejala juga bisa mengakibatkan
demam tanpa fokus yang jelas, misalnya pada anak diare dengan parasit malaria
dalam darah, pneumonia pada anak anemia, kebocoran plasma akibatdemam
berdarah pada anak. Fase lanjutan beberapa penyakit menunjukkan adanya gejala
klinik yang jelas, namun bayi muda belum mampu melokalisir reaksi radang dan
menyebabkan rekasi radang yang sistemik.
c. Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin)
Deman ini biasanya terdapat pada infeksi kronik dan berjalan lambat, tidak
menunjukkan fokus dan tidak terdapat gejala lain yang mencolok, kecuali demam.
Reaksi radang tidak hanya akibat adanya infeksi tetapi akibat kerusakan jaringan
dan kematian sel, seperti pada anak dengan keganasan atau anak dengan penyakit
autoimun. Pencarian sumber demam menjadi makin rumit dan mahal dan
seringkali tidak tuntas akibat ketidakmampuan teknologi dan finasial (Kaspan,
2006).
3. Konsep Kompres Hangat
1. Pengertian Kompres Hangat
Menurut kamus kedokteran Dorland (2006), kompres berasal dari bahasa
latin compressus yang berarti bantalan dari linen atau materi lain yang dilipat-lipat,
dikenakan dengan tekanan; kadang-kadang mengandung obat, dapat basah ataupun
kering, panas ataupun dingin.
Kompres adalah sepotong balutan kasa yang dilembabkan dengan cairan
(47)
commit to user
33Harold (dalam Ambrili, 2007) mendefinisikan kompres hangat sebagai
penggunaan panas yang lembab dengan cara memasukkan kain woll kedalam air
mendidih kemudian diperas.
Jadi kompres hangat merupakan penggunaan panas untuk tujuan tertentu
dengan cara menempelkan atau menekan suatu bahan/ alat yang mengandung panas
selama kurun waktu tertentu.
2. Tujuan Kompres Hangat
Menurut Kozier (dalam Agustiningsih 2008) tujuan penggunaan kompres
hangat adalah sebagai berikut: a. Membantu penyembuhan luka
b. Mengurangi rasa nyeri lokal
c. Memberikan kenyamanan
d. Memberikan rasa hangat
e. Meningkatkan aliran darah
Menurut Hegner (2003), tujuan kompres antara lain:
a. Membantu menurunkan suhu tubuh
b. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
c. Membantu mengurangi perdarahan
d. Membatasi peradangan
3. Efek Panas
Menurut Gabrielle (2001) efek panas dapat dibagi menjadi tiga group:
a. Fisik
(48)
commit to user
34b. Kimia
Kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan peningkatan temperature.
Ini terlihat pada reaksi oksidasi. Permeabilitas membran sel akan meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi peningkatan
metabolism seiring dengan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan
tubuh.
c. Biologis
Efek kalor terhadap biologis merupakan sumasi dari efek panas terhadap
fisik dan kimia. Adanya peningkatan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler.
Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan meningkat sedangkan pH darah akan
mengalami penurunan.
Kozier (dalam Ambrili 2007) mengungkapkan bahwa panas mempunyai efek
yang berbeda dalam tubuh, efek tersebut juga tergantung dari lamanya pemberian
panas. Efek pemberian panas 15-30 menit diantaranya :
a. Vasodilatasi
Kulit akan menjadi kemerahan dan hangat sebagaimana aliran darah kulit
berdilatasi, dana akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.
b. Reduksi dari viskositas darah
Penurunan dari viskositas darah juga akibat dari peningkatan aliran darah.
c. Peningkatan metabolism lokal
Metabolism terbaik sejak peningkatan aliran darah lebih banyak membawa
(49)
commit to user
35d. Penurunan aliran darah sekitar pusat
Ketika kapiler kulit distensi, mereka dapat membawa satu setengah sampai dua
pertiga dari total volume darah
e. Stimulasi dari reseptor kulit
Implus dari reseptor panas dikirim ke hipotalamus yang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1) Anterior meningkatkan stimulasi panas ketika kehilangan panas
2) Posterior menurunkan panas tubuh ketika di stimulasi
4. Macam – macam Teknik Kompres Penurun Suhu Tubuh
Beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh
antara lain:
a. Kompres hangat basah
b. Kompres hangat kering (buli-buli)
c. Kompres dingin basah
d. Kompres dingin kering (kirbat es)
e. Bantal dan selimut listrik
f. Lampu penyinaran, busur panas (Anas Tamsuri dalam Reiga, 2010)
5. Fisiologi Kompres Hangat
Demam merupakan akibat perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti
bakteri atau virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus
tersebut masuk kedalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi
system imun dan sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan
pertahanan tubuh melawan infeksi. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi,
(50)
commit to user
36mencapai set point yang baru. Selama periode ini orang tersebut menggigil, gemetar,
dan merasa kedinginan meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berahir
ketika set point baru tercapai. Selama fase berikutnya suhu tubuh pasen akan stabil,
dan pasen akan merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah melampaui batas
atau pirogen telah dihilangkan maka akan terjadi fase ketiga yaitu episode febris. Set
point hipotalamus turun, menimbulkan respon pengeluaran panas, kulit menjadi
hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Diaphoresis membantu efaporasi
pengeluaran panas. Ketika demam berhenti maka klien menjadi afebris (Potter dan
Perry, 2005).
Pemberian kompres panas/hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hypothalamus melalui susmsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas di hypothalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah
diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah
pengaruh hypotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (Potter
dan Perry, 2005).
Sebagian besar produksi panas di dalam tubuh dihasilkan pada organ dalam
seperti hati, jantung, dan otot rangka selama bekerja. Kemudian panas ini dihantarkan
dari organ dan jaringan yang lebih dalam kekulit, dimana panas hilang ke udara dan
sekitarnya. Oleh karena itu, laju hilangnya panas ditentukan hampir seluruhnya oleh
dua faktor yaitu seberapa cepat pans dapat di konduksi kemudian dapat dihantarkan
(51)
commit to user
374. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
1. Pengertian Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
Kompres hangat Konvensional blok aksila adalah pemberian kompres hangat
yang dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol disposable yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh ≥ 37,5oC yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh (Valita, 2007).
2. Tujuan Kompres Konvensional Blok Aksila
Kompres hangat bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh dan mencegah
terjadinya situasi yang dapat lebih memperburuk kondisi klien (Hegner, 2003). Pemakaian kompres hangat terbukti efektif menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam (Valita, 2007).
3. Teknik Kompres Konvensional Blok Aksila
a. Persiapan
1) Pembalut atau kain segitiga atau sapu tangan
2) Perlak kecil dan alasnya
3) Mangkok
4) Bengkok
5) Sampiran
b. Pelaksanaan
1) Memberitahu dan menjelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan
diberikan
2) Menutup tirai bila perlu
3) Membawa alat-alat ke dekat pasien
(52)
commit to user
385) Memasang alas di bagian bawah aksila
6) Menuangkan air hangat kedalam mangkok yang berisi kain kasa. Suhu air
±40 oC (Valita, 2007; Suminto, 2004).
7) Mengambil sepotong kain kasa lalu diperas
8) Membentangkan kain kasa tersebut pada aksila
9) Mengganti kasa tiap 2 menit dengan kain kasa yang direndam dalam air
hangat, dan kain kasa yang sudah dipakai dibuang ke bengkok
10)Melakukan prosedur yang sama selama 15-20 menit
11)Merapikan klien 12)Membereskan alat-alat
13)Mencuci tangan (Suminto, 2004).
5. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
1. Pengertian Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan
teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka.
Telah di uji di berbagai negara dimana di setiap publikasi riset menghasilkan
kesimpulan yang bervariasi. Namun fakta menunjukkan bahwa pemberian
acetaminophen yang diiringi dengan pemberian hydrotheraphy Tepid Sponge
memiliki keunggulan dalam mempercepat penurunan suhu anak dengan demam pada
satu jam pertama dibandingkan dengan anak yang hanya diberi acetaminophen saja
(Wilson, 1995)
Temperatur tubuh yang mencapia 39 oC akan mengakibatkan kulit hangat,
(53)
commit to user
39menurunkan suhu dan mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakitnya
(Janis, 2010).
2. Tujuan Tepid Sponge
Tujuan Utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu klien khususnya
pada anak dengan demam.
3. Manfaat Tepid Sponge
Menurut Janis (2010) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah
menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam. Tepid sponge juga sangat bermanfaat pada anak yang memiliki riwayat
kejang demam dan penyakit liver (Wilson, 1995).
4. Teknik tepid sponge
a. Persiapan
1) Handuk/saputangan
2) Selimut
3) Baju mandi (jika ada)
4) Perlak
5) Handschoen
6) Thermometer
7) Mangkuk atau bak berisi air hangat.
b. Pelaksanaan
1) Mengkaji kondisi klien.
2) Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien
(54)
commit to user
404) Mencuci tangan
5) Menutup pintu dan jendela sebelum memulai prosedur
6) Mengatur posisi klien senyaman mungkin
7) Menempatkan perlak dibawah klien
8) Memakai sarung tangan
9) Membuka pakaian klien dengan hati-hati
10)Mengisi bak dengan air hangat. Suhu air 28-32 oC (Alves et all., 2008).
11)Memasukkan handuk/saputangan ke dalam bak.
12)Memeras handuk/ saputangan dan menempatkan handuk/saputangan di dahi, ketiak, dan selangkangan.
13)Mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit. Kemudian bagian
punggung klien selama 5-10 menit
14)Memonitor respon klien
15)Mengganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
16)Mengganti sprei (bila memungkinkan) dan memindahkan perlak dan alat-alat
yang dipakai
17)Mendokumentasikan tindakan
B. Penelitian yang Relevan 1. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
a. Penelitian yang dilakukan oleh Triredjeki (2002) yang melakukan penelitian
tentang perbandingan kompres dingin dan kompres hangat. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian eksperimen, menggunakan sampel anak umur 5
(55)
commit to user
41penelitian tersebut adalah kompres hangat lebih efektif dari pada kompres dingin
untuk menurunkan panas melalui proses evaporasi.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2006) yang berjudul “Pengaruh
Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Hipertermi di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Penelitian ini menggunakan metode pre
eksperimen dengan design one group pre test dan post test design, sampel
yang di ambil anak umur 2 tahun sampai 12 tahun. Hasil dari penelitian ini
adalah adanya pengaruh pemberian kompres hangat pada penurunan suhu anak
demam.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti dengan penelitian
yang dilakukan sekarang adalah pada metode penelitian yang digunakan.
Purwanti menggunakan metode penelitian pre eksperimen dengan design one
group pre test dan post test yang menitikberatkan pada perbedaan suhu
sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang menggunakan metode
penelitian eksperimen dengan desain Randomized Control Trial yang
menitikberatkan pada perbedaan penurunan suhu pada kedua kelompok
perlakuan. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah anak dengan usia 1 –
12 tahun.
c. Valita (2007), melalui penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Penurunan Suhu
Klien Febris antara Kompres Hangat Pada Reseptor Suhu (Aksila) dengan Tanpa
Kompres Hangat (Studi Kasus di Ruang Anak RSU Dr Saiful Anwar Malang)”
menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan suhu yang signifikan pada klien
(56)
commit to user
42kompres hangat pada reseptor suhu aksila.
Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen kuasidengan pre-test and
post-test witht control group design dengan teknik sampling purposive sampling
dengan jumlah sample 20 orang. Perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah teknik dan jumlah sampel penelitian yang akan diambil.
Dimana pada penlitian ini akan menggunakan teknik simple random sampling
dengan jumlah sampel 30 orang.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Suminto (2004) yang berjudul “Perbandingan
Keefektifan Penggunaan Kompres Hangat di Temporal dengan Kompres Hangat di Aksila dalam Menurunkan Suhu Tubuh Pasien Dengan Demam Thypoid di
Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember” menunjukkan bahwa
pemberian kompres hangat di aksila lebih cepat dalam menurunkan suhu tubuh
pada klien dengan demam tifoid dibandingkan dengan pemberian kompres
hangat ditemporal.
Metode yang dipakai oleh Suminto adalah eksperimen kuasi dengan
rancangan pre-test and post-test two group without control group design ,
metode yang juga dipakai oleh penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
Namun perbedaanya adalah pada jumlah sampel dan teknik samplingnya dimana
pada penelitian yang dilakukan oleh suminto adalah menggunakan purposive
sampling dengan jumlah 20 sampel, sedangkan pada penelitian ini jumlah
sampel diperbanyak menjadi 30 sampel dengan menggunakan teknik simple
random sampling.
Riset terkait di atas memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak
(57)
commit to user
43cairan terhadap penurunan suhu pada anak. beberapa faktor diatas akan menjadi
perancu yang dapat mengaburkan hasil penelitian. Oleh karena itu pada penlitian
yang akan saya lakukan ini akan memasukkan faktor-faktor diatas untuk
meminimalisir faktor bias yang akan mempengaruhi hasil penelitian.
2. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
a. Penelitian Alves dan Almeida (2008) yang berjudul “Tepid Sponging Plus
Dipyrone Versus Dipyrone Alone in Reducing Body Temperature in Febrile
Children” menunjukkan kelompok perlakuan dengan tepid sponge dan Dipyrone
memiliki kemampuan menurunkan suhu tubuh anak dengan febris dibandingkan dengan anak yang hanya mendapatkan Dipyrone, meskipun dilaporkan
penambahan tepid sponge mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dan
iritabilitas pada mayoritas responden.
Riset ini menggunakan metode True Experimental dengan disain
pre-test and post-test two group without control group design (p < 0,001). Jumlah
sampel mencapai 120 anak dengan usia 6 – 60 bulan yang didapatkan dengan
teknik simple random sampling. Desain yang digunakan ini sama dengan desain
yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian yang akan dilakukan bulan
ini. Meskipun penelitian yang akan dilakukan masih menggunakan metode
eksperimen semu dengan jumlah sample yang lebih sedikit yaitu 30 anak dengan
cara non random sampling. Namun penulis berusaha untuk memodifikasi
beberapa faktor yang terkait dengan variabel penelitian agar hasil penelitian
tetap valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
b. Melalui Department of Child Health Nursing of India, Bantonisamy et all.
(1)
commit to user
75 1. Alat ukur
Salah satu alat ukur pada penelitan ini adalah termometer aksila yang hasil pengukurannya bisa dipengaruhi oleh pemberian kompres hangat di aksila. Selain itu akurasi termometer jenis ini kurang mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dibandingkan dengan termometer rektal sehingga akan menimbulkan bias.
2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 30 responden. Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.
3. Suhu anak dengan demam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak dikondisikan pada penelitian ini, antara lain:
a. Masing-masing anak berbeda dalam pemberian jenis antipiretik. Sehingga perbedaan jenis antipiretik ini bisa menjadi faktor perancu dalam penelitian ini. b. Peneliti memiliki keterbatasan untuk menghomogenkan suhu ruangan yang turut
mempengaruhi suhu tubuh responden sebelum ataupun sesudah perlakuan. Untuk melakukan pengkondisian ini ruangan harus ber-AC, sedangkan kenyataan yang ada dilapangan peneliti hanya diperkenankan melakukan penelitian di ruangan bangsal, yang tidak memilki fitur AC di ruangan.
c. Status hormonal responden hususnya hormon yang langsung mempengaruhi metabolisme tubuh akan turut mempengaruhi fluktuasi suhu responden. Untuk mengontrol status hormonal dengan akurat dibutuhkan skrining khusus yang bisa menelan biaya diluar batas kemampuan peneliti.
d. Stres merupakan hal turut mempengaruhi fluktuasi suhu tubuh seseorang. Saat penelitian ini dilakukan, stres merupakan faktor yang tidak terkaji oleh peneliti
(2)
commit to user
76
karena bagaimanapun stres pada anak merupakan hal yang sulit dikaji dan dikontrol. Stres pada anak bisa muncul dari pengalaman hospitalisasi dimasa lalu yang kurang menyenangkan akibat penerapan prinsip atraumatic care yang masih parsial. Selain itu resistensi anak yang menjadi responden terhadap pemberian kompres hangat sangatlah bervariasi. Pada anak yang memiliki tingkat resistensi tinggi pemberian kompres hangat bisa menjadi stresor tersendiri yang berperan terhadap peningkatan suhu responden walaupun tindakan tersebut dilakukan oleh Ibunya sendiri.
(3)
commit to user
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Penurunan suhu tubuh pada anak dengan perlakukan kompres konvensional maupun kompres hangat tepid sponge terjadi pada pengukuran suhu tubuh menit ke-5 sampai menit ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak kembali naik.
2. Perbedaan rerata penurunan suhu tubuh antara anak yang dilakukan kompres konvensional dan anak dengan kompres hangat tepid sponge terjadi pada mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit ke-5 dan ke-15 tidak terdapat perbedaan penurunan suhu yang signifikan antara kedua kelompok.
3. Kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam.
2. Implikasi
1. Uji statistik memperlihatkan dengan jelas bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Melalui penelitian ini diharapkan mampu mengenalkan tepid sponge sebagai metode non farmakologis yang terbukti efektif dan aman dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam sehingga dapat diterapkan di khalayak luas.
2. Tepid sponge sebagai metode kompres hangat yang memberikan efek penurunan suhu yang konstan dan berlangsung lama sangat cocok untuk anak yang sedang mengalami kejang demam dan membantu menurunkan suhu pada anak dengan demam di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Tepid sponge juga sangat dianjurkan pada anak yang
(4)
commit to user
78
berusia 6 bulan – 5 tahun, karena pada usia ini resiko kejang demam lebih tinggi dibanding dengan usia lainnya (Guyton dan Hall, 1997).
3. Banyaknya jumlah washlap yang kontak dengan kulit pada metode tepid sponge mengakibatkan responden merasa hangat, dengan demikian metode ini sangat dibutuhkan pada anak dengan demam yang sedang berada pada fase menggigil karena
tepid sponge tidak hanya membantu menurunkan suhu tubuhnya tetapi juga
memberikan rasa hangat pada anak yang sedang menggigil sesaat sebelum set point yang baru tercapai.
4. Tepid sponge memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan konvensional,
dengan demikian tepid sponge cocok dan dianjurkan untuk berbagai kondisi anak dengan demam. Namun pada anak yang memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap pemberian tepid sponge, pemberian kompres metode konvensional patut diperhitungkan untuk menggantikan pemberian tepid sponge (dengan catatan tidak berisiko kejang demam), karena pemberian tepid sponge pada anak yang memilki tingkat resistensi tinggi dapat memicu stres anak yang akan meningkatkan suhu tubuhnya walaupun tindakan ini dilakukan oleh Ibunya sendiri..
5. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi para orang tua, maupun instansi yang sebelumnya mengalami kebingungan dalam menentukan metode mana yang paling paling tepat dalam membantu menurunkan suhu tubuh anak dengan demam sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
3. Saran
1. Bagi Orang Tua Anak
Perlu meningkatkan pengetahuan mengenai tehnik kompres hangat yang tepat sesuai dengan kondisi anaknya. Orang tua bisa memberikan tepid sponge pada
(5)
commit to user
79
anaknya yang sedang demam, ataupun kejang demam sebelum ibu menjangkau pelayanan kesehatan lebih lanjut. Sedangkan pada anak yang menolak pemberian tepid
sponge, pemberian kompres konvensional bisa diberikan sebagai penggantinya.
Adapun mengenai teknik pelaksanaan dari kedua metode kompres tersebut ibu bisa menanyakan pada puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2. Bagi Instansi Terkait
Mengingat telah terbukti bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam hendaknya protap kompres hangat tepid sponge segera bisa diterapkan khususnya di Puskesmas Mumbulsari. Pemberian tepid sponge bisa dilakukan sesuai protap tindakan yaitu 10-15 menit. Kemudian washlap diambil dan membiarkan tubuh terbuka selama 90 menit. Setelah itu jika suhu anak belum mencapai derajat suhu tubuh yang diinginkan tepid
sponge dapat diberikan kembali dengan cara dan durasi yang sama seperti
sebelumnya.
Walaupun demikian bukan berarti konvensional tidak diperlukan lagi. Konvensional dapat diberikan sebagai pengganti tepid sponge pada anak yang menolak pemberian tepid sponge. Kompres hangat konvensional dapat diberikan secara remitten hingga penurunan suhu tubuh anak yang diinginkan tercapai. Peneliti menyarankan kepada instansi terkait untuk tidak menghilangkan protap kompres hangat konvensional yang telah ada sebelumnya, karena pemilihan kedua metode kompres hangat yang akan diberikan harus disesuaikan dengan kondisi anak dilapangan.
(6)
commit to user
80 3. Bagi Perawat Anak
Perlu diadakan sosialisasi pada para orang tua tentang penanganan anak demam menggunakan kompres hangat baik di lingkup rumah sakit maupun di lingkup komunitas. Penjelasan mengenai kompres hangat tepid sponge untuk diberikan pada anak sesuai dengan kondisi anak, hingga cara pemberiannya
4. Bagi Peneliti Lain
Perlu diadakan penelitian lain yang lebih dalam dengan mengendalikan suhu lingkungan, tingkat stres, dan status hormonal. Penggunaan termometer rektal sebagai alat ukur yang paling akurat tanpa harus melanggar etik. Selain itu disarankan untuk melakukan penambahan jumlah sampel yang jauh lebih banyak daripada penelitian ini.