Pemeriksaan Sisa Klor Dari Air Reservoir Pada PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal Medan

(1)

PEMERIKSAAN SISA KLOR DARI AIR

RESERVOIR

PADA PDAM TIRTANADI INSTALASI SUNGGAL MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

DIAN RAMADHINA

NIM 102410062

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis hantarkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pemeriksaan Sisa Klor dari Air Reservoir pada PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal Medan.

Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan. Judul tugas akhir ini diangkat dari praktek kerja lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2013 sampai tanggal 4 Maret 2013 di bagian laboratorium PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan bimbingan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Matheus Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberi petunjuk dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji pada ujian

Tugas Akhir yang telah banyak memberi masukan dan membimbing dalam revisi tugas akhir ini.


(4)

5. Bapak Ir. Mawardi selaku Kepala Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal yang telah menyediakan tempat kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Bapak Iwan Setiawan sebagai Kepala Bagian Pengendalian Mutu, Ibu Cempaka dan Bapak Adi selaku analis di Laboratorium Pengendalian Mutu Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat yang bermanfaat untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan, menyelesaikan laporan, dan menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Keluarga yang selalu memberi semangat dan dukungan baik moril maupun materil untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman seperjuangan penulis Clara Arianti, Puji Nurani, Kak Astri, Kak Ledang, Kholidayani, Putri, Viani, Tari, Arahman, Ely, Yohana dan teman-teman lainnya yang selalu bersama-sama memberikan semangat dan masukan serta informasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih terdapatnya banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Dian Ramadhina NIM 102410062


(5)

EXAMINATION OF RESIDUAL CHLORINE FROM RESERVOIR ON INSTALATION OF PDAM TIRTANADI SUNGGAL MEDAN

ABSTRACT

Reservoir is water that has been through the treatment process and has been eligible to be distributed to customers. Because water is a medium of transmission of various diseases, then the water must be disinfected using chlorine gas. This inspection was conducted to determine residual chlorine from chlorine gas that has been added to the reservoir of water in the PDAM. This examination is done by the colorimetric method using a lovibond comparator with Tetrametyl benzidine indicator in accordance with the procedures used in PDAM Tirtanadi. Examination results on 25 February 2013 from 08.00-16.00 pm showed that the levels of residual chlorine in the water reservoir PDAM ranging from 0,30-0,50 ppm. The test results are still within the limits set by the minister of health from 0,20-1,00 ppm and also still in internal quality objectives PDAM from 0,30-1,00 ppm. It can be concluded that the PDAM’s water production meets the requirements according to both internal quality objectives the minister of health and PDAM, so it deserves to be distributed to customers.

Key word : reservoir, residual chlorine, colorimetric, lovibond comparator, minister of health, internal quality


(6)

ABSTRAK

Air reservoir adalah air yang telah melalui proses pengolahan dan telah layak

untuk disalurkan kepada pelanggan. Dikarenakan air merupakan salah satu media penularan dari berbagai macam penyakit, maka air harus didisinfeksi terlebih dahulu dengan menggunakan gas klorin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sisa klor dari gas klorin yang telah ditambahkan pada air reservoir di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode Kolorimetri menggunakan alat lovibond comparator dengan indikator tetrametyl

benzidine sesuai dengan prosedur yang digunakan pada PDAM Tirtanadi. Hasil

pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 dari pukul 08.00-16.00 WIB menunjukkan bahwa kadar dari sisa klor pada air reservoir PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan yaitu berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Hasil pemeriksaan tersebut masih berada di dalam batasan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm, dan juga masih berada dalam sasaran mutu internal PDAM yaitu 0,30-1,00 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa air reservoir produksi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal PDAM, sehingga layak untuk didistribusikan kepada pelanggan.

Kata kunci: air reservoir, sisa klor, kolorimetri, lovibond comparator, persyaratan, permenkes, sasaran mutu


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Air ... 3

2.2 Sumber Utama Air Baku ... 3

2.3 Persyaratan Air Minum ... 4

2.4 Proses Pengolahan Air ... 6

2.4.1 Pengertian ... 6

2.4.2 Metode Pengolahan ... 7

2.5 Klorinasi ... 14

2.5.1 Pengertian ... 14

2.5.2 Kegunaan Klorin ... 14

2.5.3 Cara Kerja Klorin ... 15

2.5.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Klorin ... 16

2.5.5 Metode Klorinasi ... 16

2.5.6 Pendosisan ... 17

2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin ... 18


(8)

BAB III METODE PERCOBAAN ... 21

3.1 Alat ... 21

3.2 Bahan ... 21

3.3 Prosedur Percobaan ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil ... 23

4.2 Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN ... 27


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Pemeriksaan Sisa Klor Air Reservoir PDAM Tirtanadi


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar Bahan Klorinasi yang Digunakan pada

PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan ... 27 Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Percobaan ... 28 Lampiran 3. Gambar Perlakuan pada Sampel Air ... 29


(11)

EXAMINATION OF RESIDUAL CHLORINE FROM RESERVOIR ON INSTALATION OF PDAM TIRTANADI SUNGGAL MEDAN

ABSTRACT

Reservoir is water that has been through the treatment process and has been eligible to be distributed to customers. Because water is a medium of transmission of various diseases, then the water must be disinfected using chlorine gas. This inspection was conducted to determine residual chlorine from chlorine gas that has been added to the reservoir of water in the PDAM. This examination is done by the colorimetric method using a lovibond comparator with Tetrametyl benzidine indicator in accordance with the procedures used in PDAM Tirtanadi. Examination results on 25 February 2013 from 08.00-16.00 pm showed that the levels of residual chlorine in the water reservoir PDAM ranging from 0,30-0,50 ppm. The test results are still within the limits set by the minister of health from 0,20-1,00 ppm and also still in internal quality objectives PDAM from 0,30-1,00 ppm. It can be concluded that the PDAM’s water production meets the requirements according to both internal quality objectives the minister of health and PDAM, so it deserves to be distributed to customers.

Key word : reservoir, residual chlorine, colorimetric, lovibond comparator, minister of health, internal quality


(12)

ABSTRAK

Air reservoir adalah air yang telah melalui proses pengolahan dan telah layak

untuk disalurkan kepada pelanggan. Dikarenakan air merupakan salah satu media penularan dari berbagai macam penyakit, maka air harus didisinfeksi terlebih dahulu dengan menggunakan gas klorin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sisa klor dari gas klorin yang telah ditambahkan pada air reservoir di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode Kolorimetri menggunakan alat lovibond comparator dengan indikator tetrametyl

benzidine sesuai dengan prosedur yang digunakan pada PDAM Tirtanadi. Hasil

pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 dari pukul 08.00-16.00 WIB menunjukkan bahwa kadar dari sisa klor pada air reservoir PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan yaitu berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Hasil pemeriksaan tersebut masih berada di dalam batasan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm, dan juga masih berada dalam sasaran mutu internal PDAM yaitu 0,30-1,00 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa air reservoir produksi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal PDAM, sehingga layak untuk didistribusikan kepada pelanggan.

Kata kunci: air reservoir, sisa klor, kolorimetri, lovibond comparator, persyaratan, permenkes, sasaran mutu


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, kebutuhan rumah tangga, keperluan industri dan lain-lain. Tanpa adanya pengembangan sumber daya air, peradaban manusia tidak akan tercapai dan dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Linsley, 1991).

Air juga merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia (Sutrisno, 2010).

Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Oleh karena itu, waduk-waduk penampang sebenarnya cukup efektif untuk mengendalikan bakteri. Walaupun demikian, beberapa jenis patogen mungkin tetap hidup selama 2 tahun atau lebih, karena itu dibutuhkan disinfeksi. Klorin telah terbukti merupakan disinfektan yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis. Air yang mengalami disinfeksi cukup baik setelah melalui proses klorinasi selama 10 menit akan menghasilkan


(14)

residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Residu klorin yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tidak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat diandalkan (Linsley, 1991).

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan apakah memenuhi persyaratan baik yang tertera pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, maupun sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi sehingga layak untuk didistribusikan ke pelanggan.

1.2.2 Manfaat

Dapat mengetahui sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik yang tertera pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi sehingga layak untuk didistribusikan ke pelanggan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air diperlukan terutama apabila air berasal dari air permukaan. Peningkatan kuantitas juga diperlukan karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhannya (Sutrisno, 2010).

2.2 Sumber Utama Air Baku 1. Air Angkasa

Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi oleh musim, jumlah, intensitas dan distribusi hujan, serta letak geografis suatu daerah dan lain-lain. Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah tersebut. Umumnya kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip air suling (Pitojo, 2002).

2. Air Permukaan

Kondisi air permukaan sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh banyak hal yang berupa elemen metereologi dan elemen daerah pengairan. Kualitas air permukaan tersebut, tergantung dari daerah yang dilewati oleh air.


(16)

Pada umumnya kekeruhan air permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung dan substansi organik. Sehingga ciri air permukaan yaitu memiliki padatan terendap (dissolved solid) rendah dan bahan tersuspensi

(suspended solids) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan bahan

tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih rendah daripada kualitas air danau, rawa, dan reservoir. Air permukaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, setelah melalui proses tertentu (Pitojo, 2002).

3. Air tanah

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah, terdapat di antara butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki

suspended solid rendah dan dissolved solid tinggi. Permasalah yang timbul pada

air tanah adalah tingginya angka kandungan total dissolved solid (TDS), besi, mangan, dan kesadahan air tanah dapat berasal dari mata air kaki gunung, atau di sepanjang aliran air sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman 15-30 m, yaitu air sumur gali, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 m atau bahkan terkadang mencapai 100 m (Pitojo, 2002).

2.3 Persyaratan Air Minum

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia, parameter mikrobiologi, dan parameter radioaktivitas yang terdapat di dalam air minum tersebut.


(17)

1. Parameter Fisika

Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah zat yang terlarut (TDS) (Mulia, 2005).

Air yang baik idealnya tidak berbau, dan harus jernih. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Disamping itu air yang keruh sulit didisinfeksi (Mulia, 2005).

Air yang baik idealnya tidak memiliki rasa/tawar. Selain itu juga air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar (udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ±3ºC dari suhu udara. Air yang secara mencolok mempunyai suhu diatas atau dibawah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air (Mulia, 2005).

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan terlarut dan koloid berupa senyawa kimia. Bila TDS bertambah, kesadahan akan naik dan mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada perpipaan (Mulia, 2005).

2. Parameter Kimia

Parameter kimia dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat kimia mudah menguap, zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen (Mulia, 2005).


(18)

3. Parameter Mikrobiologi

Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005).

4. Parameter Radioaktivitas

Apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi (Mulia, 2005).

2.4 Proses Pengolahan Air 2.4.1 Pengertian

Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2010).


(19)

2.4.2 Metode Pengolahan Air

a. Metode-metode pengolahan fisik: 1. Penyaringan

Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalasi pengolahan bekerja dengan efisien, maka yang perlu dilakukan pembuangan sampah-sampah besar yang mengambang dan terapung. Saringan kasar dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm) dipergunakan disini (Linsley, 1991).

2. Aerasi

Menurut Linsley 1991, aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai variasi operasi meliputi sebagai berikut:

- Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut - Pembuangan karbondioksida

- Pembuangan hidrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa

- Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme - Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi udara atau

dengan memasukkan udara kedalam air. Jenis-jenis utama alat aerasi adalah - Aerator gaya berat misalnya kaskade air terjun atau bidang-bidang miring - Aerator semprotan atau air mancur, dmana air disiramkan ke udara

- Penyebar suntikan, dimana udara dalam bentuk gelembung-gelembung kecil disuntikkan kedalam zat cair


(20)

- Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan

3. Pencampuran

Bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering. Untuk dapat menjadi efektif, bahan-bahan kimia ini haruslah tersebar dengan baik dalam air dengan pencampuran yang sempurna (Linsley, 1991).

4. Flokulasi

Bila bahan-bahan pengental kimia ditambahkan ke air yang mengandung kekeruhan, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap (koagulasi). Untuk melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 menit hingga 30 menit. Hal ini akan menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Linsley, 1991).

Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara, termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat, pengaliran melalui, di atas dan di bawah kolam-kolam pengaduk dan dengan penambahan suatu gas, biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi berbeda-beda dari kira-kira 1 hingga 2 hp per juta gallon (0,2 hingga 0,4 kw/103 m3) kapasitas tangki flokulator (Linsley, 1991).


(21)

5. Pengendapan

Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang bersangkutan. Air hangat kurang rapat, sehingga partikel akan mengendap lebih cepat dari pada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel lumpur yang terkumpul. Kumpulan-kumpulan kimiawi mempunyai kisaran berat jenis yang serupa, tergantung pada jumlah kandungan air dalam kumpulan itu (Linsley, 1991).

Kecepatan mengendap partikel-partikel bulat yang terlepas di air tenang pada suhu 68˚F (20˚C). Kecepatan mengendap di dalam suatu kolam pengendapan akan jauh lebih kecil, karena partikel-partikelnya tidak bulat, adanya perpindahan zat cair ke atas akibat pengendapan partikel-partikel lain serta adanya arus konveksi. Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Kolam pengendapan yang direncanakan dengan baik akan menghilangkan 50-80% bahan padat terapung yang ada di dalam air (Linsley, 1991).

6. Flokulasi dan pengendapan digabungkan

Bila mutu air tidak bervariasi besar dan laju aliran cukup seragam, maka tangki gabungan untuk flokulasi dan pengendapan telah dipergunakan dengan


(22)

berhasil. Flokulasi dan pengendapan dilaksanakan dalam suatu tangki tunggal yang bersekat pembagi (Linsley, 1991).

7. Filtrasi

Filter yang biasa terdiri dari selapis pasir, atau pasir dan tumbukan batubara yang ditunjang di atas suatu tumpukan kerikil. Suatu lapisan pasir setebal 24-30 inci (60-75 cm) dengan ukuran butir yang seragam (bergaris tengah 0,35-0,45 mm) memberikan hasil yang baik. Pasir itu biasanya diletakkan di atas suatu lapisan kerikil setebal 12-18 inci (30-45 cm) yang butir-butirnya tersusun menurut besarnya. Suatu lapisan batubara antrasit (batubara yang keras dan mengkilat) kadang-kadang dipergunakan di dalam filter (Linsley, 1991).

b. Metode-metode pengolahan kimiawi:

Koagulasi dan disinfeksi adalah merupakan proses yang paling umum dipergunakan dalam pengolahan air. Pelembutan presipitasi, pertukaran ion, adsorpsi dan oksidasi kimiawi dipergunakan bila kondisi setempat menuntut demikian.

1. Koagulasi

Bila bahan-bahan padat terapung di dalam air ukurannya halus atau koloidal, sering dipergunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan benda-benda terapung dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang membuat keruh untuk membuat endapan flokulan. Selama flokulasi masing-masing partikel kumpulan diubah menjadi partikel-partikel yang lebih besar pada waktu bertumbukan satu sama lain. Partikel-partikel yang lebih besar mempunyai kerapatan yang cukup untuk memungkinkan pembuangannya


(23)

dengan cara pengendapan gravitasi. Koagulan yang paling dikenal adalah alum Al2(SO4)3.18H2O yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam air untuk membentuk kumpulan alumunium hidroksida, sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

Al2(SO4)3. 18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 +18H2O Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping alum untuk memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan kumpulan. Dosis alum yang biasa adalah 10 hingga 40 mg/l (kira-kira 75 hingga 300 lb per juta gallon). Jumlah bahan kimia pelengkap yang digunakan tergantung pada sifat air. Ferro sulfat (FeSO4) dan ferri klorida (FeCl3) juga dipergunakan sebagai koagulan. Bahan ini membentuk endapan hidroksida besi. Garam ferro membutuhkan kapur sebagai bahan kimia pelengkap, kalau tidak garam ferro harus diubah ke dalam bentuk ferri dengan menambahkan klorin (Linsley, 1991).

2. Disinfeksi

Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan disinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis (Linsley, 1991).

Dua jenis reaksi akan terjadi bila klorin dimasukkan ke dalam air, yaitu hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisis adalah

Cl2 + H2O → HOCl + Cl- + H+ Gas klorin asam hipoklorit


(24)

Reaksi ionisasi adalah

HOCl → OCl- + H+ Asam hipoklorit ion hipoklorit

Karena klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif daripada ion hipoklorit, maka disinfeksi dengan klorin akan paling efektif pada nilai-nilai pH yang asam. Klorin cair didapat dalam wadah-wadah bertekanan dan dimasukkan kedalam air melalui suatu klorinator. Klorinator kecil memasukkan gas tersebut secara langsung ke dalam air, sedangkan klorinator besar biasanya melarutkan gas di dalam air, kemudian mengisi larutan itu. Klorinator harus dijaga pada suhu 70ºF (21ºC) untuk mencegah kondensasi gas klorin di pipa-pipa pengisian (Linsley, 1991).

Air yang mengalami disinfeksi cukup baik setelah melalui proses klorinasi selama 10 menit akan menghasilkan residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Klorin akan sangat efektif bila pH air rendah (Linsley, 1991).

Disinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dan menyediakan klorin sisa. Sisa klor yang terlalu kecil tidak dapat diandalkan untuk tujuan penyimpanan dan keamanan konsumen (Joko, 2010). Sedangkan sisa klor yang terlalu besar dapat menimbulkan bau tidak enak pada air dan berbahaya bagi kesehatan (Chandra, 2006).

Bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak sebelum klorinasi.


(25)

Campuran klorin dan ammonia membentuk kloramin, yang merupakan disinfektan, namun tidak seefektif hipoklorit (Linsley, 1991).

Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan akhir sering dipergunakan bersama-sama sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu. Superklorinasi harus diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur dioksida atau dengan melewatkan air yang bersangkutan melalui suatu filter butiran karbon yang diaktifkan (Linsley, 1991).

c. Metode-metode Pengolahan Khusus: 1. Pembuangan rasa dan bau

Rasa dan bau di dalam air disebabkan oleh gas-gas terlarut, zat-zat organik hidup, zat-zat organik yang membusuk, limbah industri dan klorin, baik sebagai residu atau dalam gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik yang membusuk. Aerasi, adsorpsi dan oksidasi adalah beberapa metode yang telah dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau (Linsley, 1991).

2. Pembuangan besi dan mangan

Diantara metode yang dipergunakan untuk menghilangkan besi dan mangan adalah oksidasi dan presipitasi, penambahan bahan-bahan kimia dan pengendapan serta filtrasi, filtrasi melalui zeolit mangan, dan pertukaran ion (Linsley, 1991).


(26)

2.5 Klorinasi 2.5.1 Pengertian

Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai disinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromin klorida, dihidroisosianurat dan kloramin (Chandra, 2006).

Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang (Linsley, 1991).

2.5.2 Kegunaan Klorin

Adapun kegunaan dari klorin menurut Chandra, 2006 antara lain: 1. Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal

2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida 3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air

4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air

5. Dapat membantu proses koagulasi


(27)

Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi juga dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan proses pre

chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan chlorine yang

dilakukan di reservoir dikenal sebagai proses post chlorinasi (Darmasetiawan, 2004).

2.5.3 Cara kerja klorin

Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit.

Reaksi kimia yang terjadi:

H2O + Cl2 → HCl + HOCl HOCl → H+ + OCl

-Klorin sebagai disinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat bekerja dengan efektif sebagai disinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat disinfektan yangdimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Chandra, 2006).

Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination (titik batas). Pertambahan dosis


(28)

klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding dengan penambahan klor (Nasrullah, 2005).

2.5.4 Prinsip-prinsip pemberian klorin

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses klorinasi menurut Chandra 2006, antara lain:

1.Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi.

2.Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air.

3.Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman patogen yang mengkontaminasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air.

4.Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air.

2.5.5 Metode klorinasi

Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas


(29)

klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006).

2.5.6 Pendosisan

Dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor) - Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/l

Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC

Penetapan DPC:

1. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah 2. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100 ml air)

3. Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam labu erlenmeyer

4. Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit

5. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer 6. Hitung DPC dengan rumus:

DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l Keterangan:

V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%) D = sisa klor dalam air


(30)

Pendosisan gas klor:

1. Debit air Instalasi = 1500 l/det

2. Misalnya daya pengikat klor untuk air baku = 1,8 mg/l 3. Sisa klor yang diinginkan 0,7 mg/l

4. Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,7 mg/l = 2,5 mg/l 5. Klor aktif gas klor = 99,9% = 100%

Jumlah gas klor yang dibutuhkan:

= 1500 l/det x 2,5 mg/l = 3,75 g/det = 13,5 kg/jam 2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin

Titik batas (break point) konsentrasi klorin bebas dalam air kurang lebih 0,2 mg/l. Konsentrasi klorin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan Orthotolidine

Arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan

pemastian ada tidaknya klorin dalam air menurut Chandra 2006:

1. Orthotolidine Arsenite Test

Orthotolidine Arsenite Test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk

mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan

Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit.

Cara pemeriksaannya adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT dimasukkan ke dalam 1 ml sampel air dan diperhatikan reaksi yang terjadi. Jika mengandung klorin, sampel air itu akan berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna itu kemudaian dibandingkan dengan warna standar yang tersedia. Kelemahan uji ini adalah bahwa warna kuning dapat dihasilkan


(31)

baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat (combined

chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan.

2. Orthotolidine Arsenite Test (OTA Tes)

Pemeriksaan merupakan modifikasi dari OT Test di atas. Uji ini dapat memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting adalah bahwa uji ini dapat menentukan konsentrasi atau kadar klorin yang bebas di dalam air.

2.5.8 Dampak Klorinasi Air

Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasa disingkat dengan VHO. Senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk

trihalomethane (THM). Trihalomethane (THM) dapat ditemukan pada jenis air

yang berikut: 1. Air minum

Pada hasil pemeriksaan terhadap air minum yang menjalani proses klorinasi, baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida (ClO2), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 µg/l (Chandra, 2006).


(32)

2. Air kolam renang

Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di atas permukaan kolam renang mencapai 787 µg/m3 (Chandra, 2006).

3. Air permukaan dan air tanah

Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 µg/l dalam air minum telah direkomendasikan dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari (Chandra, 2006).

Seperti dikatakan di atas, proses klorinasi pada air yang mengandung bahan organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane (THM) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat organik (Chandra, 2006).


(33)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat 1) Kuvet

2) Comparator dan disk

3.2 Bahan

1) Sampel air

2) Indikator TMB (Tetra Metyl Benzidine)

3.3 Prosedur Percobaan

1) Diisi kuvet dengan air sampel ±10 ml

2) Ditambahkan 3-5 tetes indikator Tetra Metyl Benzidine

3) Ditempatkan kuvet sampel di sebelah kanan tempat kuvet comparator 4) Ditempatkan kuvet blanko di sebelah kiri tempat kuvet comparator 5) Dibandingkan warna sampel dengan standar pada comparator

- Jika warna sampel sama atau mendekati, maka nilai sisa klor baca pada disk comparator

- Jika warna sampel tidak sama dengan warna pada disk comparator, maka dilihat nilai tengah (median)

6) Ditampung sampel yang telah tercemar bahan kimia dalam wadah yang aman


(34)

7) Dicatat hasil pengukuran

8) Diisi form ketidaksesuaian jika nilai pengukuran yang diperoleh melebihi standar yang ditetapkan

Catatan:

- Standard sisa klor air pada reservoir menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010: 0,20-1,00 ppm

- Sasaran mutu sisa klor di PDAM Tirtanadi: 0,30-1,00 ppm


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pemeriksaan sisa klor pada sampel air reservoir PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013. Pemeriksaan tersebut dimulai dari pukul 08.00-16.00 WIB dengan menggunakan indikator tetrametyl

benzidine dan alat comparator berserta disk pemeriksaan sisa klor. Adapun data

pemeriksaan yang diperoleh seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Pemeriksaan Sisa Klor Air Reservoir PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal

Pukul (WIB)

Reservoir

1 (ppm) 2 (ppm)

08.00 0,40 0,50

09.00 0,50 0,40

10.00 0,30 0,30

11.00 0,30 0,40

12.00 0,40 0,50

13.00 0,40 0,40

14.00 0,30 0,30

15.00 0,30 0,30


(36)

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Sisa klor pukul 08.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm. Sisa klor pukul 09.00 WIB, reservoir 1 = 0,50 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 10.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 11.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 12.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm. Sisa klor pukul 13.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 14.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 15.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 16.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.

4.2 Pembahasan

Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 Ferbruari 2013 pada tabel hasil tersebut menunjukkan perolehan sisa klor pada reservoir sekitar 0,30 ppm hingga 0,50 ppm.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 persyaratan sisa klornya yaitu 0,20-1,00 ppm

dan sasaran mutu internal sisa klor dari PDAM Tirtanadi yaitu 0,30-1,00 ppm. Sisa klor yang diperoleh pada pemeriksaan tanggal 25 Februari 2013 tersebut masih memenuhi persyaratan, baik pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi Medan sehingga menunjukkan bahwa air reservoir dari PDAM Tirtanadi Medan layak untuk didistribusikan kepada para pelanggan dan aman untuk digunakan.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan pada pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Sisa

klor yang diperoleh tersebut masih berada dalam range persyaratan

yang tertera pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm dan juga masih berada

dalam range sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi Medan yaitu 0,30-1,00 ppm, yang berarti air reservoir tersebut layak didistribusikan kepada pelanggan.

5.2 Saran

- Apabila terdapat penyimpangan dari hasil pemeriksaan sisa klor pada suatu waktu tertentu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setelah beberapa menit kemudian.

- Apabila menggunakan air ledeng untuk dikonsumsi, sebaiknya direbus terlebih dahulu untuk menghilangkan residu klorinnya dan senyawa


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Halaman 42, 55-59.

Darmasetiawan, M. (2004). Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Jakarta: Ekamitra Engineering. Halaman 126.

Joko, T. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 60

Linsley, R.K. (1991). Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga. Halaman 117-134.

Mulia, R.M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 59-62.

Nasrullah, dan Oktiawan, W. (2005). Perencanaan Bangunan Pengolahan Air

Minum. Semarang: Universitas Diponegoro. Halaman 159.

Pitojo, S. (2002). Deteksi Pencemar Air Minum. Semarang: Aneka Ilmu. Halaman 15-17.

Sutrisno, T. (2010). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 1, 51.


(39)

Lampiran 1. Gambar Bahan Klorinasi yang Digunakan di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal Medan


(40)

Lampiran 2. Alat dan Bahan Percobaan

Gambar 1. Comparator dan disk pemeriksaan sisa klor

Gambar 2. Indikator Tetrametyl Benzidine


(41)

Lampiran 3. Perlakuan pada Sampel Air

Gambar 1. Sampel Air Reservoir

Keterangan:

- Air reservoir sebagai blanko : kanan


(1)

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Sisa klor pukul 08.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm. Sisa klor pukul 09.00 WIB, reservoir 1 = 0,50 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 10.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 11.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 12.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm. Sisa klor pukul 13.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm. Sisa klor pukul 14.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 15.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm. Sisa klor pukul 16.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.

4.2 Pembahasan

Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 Ferbruari 2013 pada tabel hasil tersebut menunjukkan perolehan sisa klor pada reservoir sekitar 0,30 ppm hingga 0,50 ppm.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 persyaratan sisa klornya yaitu 0,20-1,00 ppm

dan sasaran mutu internal sisa klor dari PDAM Tirtanadi yaitu 0,30-1,00 ppm. Sisa klor yang diperoleh pada pemeriksaan tanggal 25 Februari 2013 tersebut


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan pada pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Sisa

klor yang diperoleh tersebut masih berada dalam range persyaratan

yang tertera pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm dan juga masih berada

dalam range sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi Medan yaitu 0,30-1,00 ppm, yang berarti air reservoir tersebut layak didistribusikan kepada pelanggan.

5.2 Saran

- Apabila terdapat penyimpangan dari hasil pemeriksaan sisa klor pada suatu waktu tertentu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setelah beberapa menit kemudian.

- Apabila menggunakan air ledeng untuk dikonsumsi, sebaiknya direbus terlebih dahulu untuk menghilangkan residu klorinnya dan senyawa


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Halaman 42, 55-59.

Darmasetiawan, M. (2004). Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Jakarta: Ekamitra Engineering. Halaman 126.

Joko, T. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 60

Linsley, R.K. (1991). Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga. Halaman 117-134.

Mulia, R.M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 59-62.

Nasrullah, dan Oktiawan, W. (2005). Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Semarang: Universitas Diponegoro. Halaman 159.

Pitojo, S. (2002). Deteksi Pencemar Air Minum. Semarang: Aneka Ilmu. Halaman 15-17.

Sutrisno, T. (2010). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 1, 51.


(4)

Lampiran 1. Gambar Bahan Klorinasi yang Digunakan di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal Medan


(5)

Lampiran 2. Alat dan Bahan Percobaan


(6)

Lampiran 3. Perlakuan pada Sampel Air

Gambar 1. Sampel Air Reservoir

Keterangan:

- Air reservoir sebagai blanko : kanan - Air reservoir + indikator TMB : kiri