Dampak Inklusi Keuangan Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara

DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP STABILITAS
SISTEM KEUANGAN BERDASARKAN TINGKAT
PENDAPATAN NEGARA

AZKA AZIFAH DIENILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul dampak inklusi keuangan
terhadap stabilitas sistem keuangan berdasarkan tingkat pendapatan negara adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Azka Azifah Dienillah
NIM H151150366

RINGKASAN
AZKA AZIFAH DIENILLAH. Dampak Inklusi Keuangan terhadap Stabilitas
Sistem Keuangan berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara. Dibimbing oleh
LUKYTAWATI ANGGRAENI dan SAHARA.
Inklusi keuangan menjadi salah satu strategi guna meningkatkan
pertumbuhan yang inklusif di berbagai negara, namun inklusi keuangan dapat
menyebabkan peningkatan stabilitas maupun instabilitas dalam sistem keuangan.
Tejadinya peningkatan stabilitas sistem keuangan dikarenakan inklusi keuangan
mampu meningkatkan basis tabungan serta meningkatkan pembiayaan bagi
masyarakat sehingga memperlancar fungsi intermediasi perbankan dan
meningkatkan kinerja di sektor riil, sedangkan dampak instabilitas dapat terjadi
dikarenakan inklusi keuangan dapat menurunan standar kredit, kedua berpotensi
meningkatkan risiko reputasi bank, serta berpotensi menyebabkan instabilitas
dikarenakan regulasi yang tidak matang dan mencukupi dari lembaga
Microfinance. Dampak inklusi keuangan tersebut dapat berbeda antar kelompok

tingkat pendapatan negara.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung indeks inklusi keuangan serta
stabilitas sistem keuangan dan menganalisis dampak inklusi keuangan terhadap
stabilitas sistem keuangan berdasarkan kelompok tingkat pendapatan negara dari
tahun 2004-2011. Kelompok negara yang digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini mencakup kelompok negara berpendapatan menengah bawah
(Mesir, El savador, India, Indonesia, Nigeria), berpendapatan menengah atas
(Argentina, Bosnia, Chili, Colombia, Macedonia, Malaysia, Mexico, Namibia,
dan Thailand), negara berpendapatan tinggi (Belgia, Ceko, Hungaria, Korea, dan
Switzerland). Data yang digunakan berasal dari World Bank, IMF, dan lain
sebagainya. Metode yang digunakan adalah Indeks Sarma untuk membangun
indeks inklusi keuangan, Indeks Albulescu dan Goyeau untuk membangun indeks
stabilitas sistem keuangan, dan model tobit untuk melihat dampak inklusi
keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan.
Hasilnya ialah pada negara bependapatan lebih tinggi memiliki indeks
inklusi keuangan dan stabilitas sistem keuangan lebih tinggi dibandingkan negara
dengan pendapatan lebih rendah. Inklusi keuangan memiliki dampak yang positif
serta signifikan hanya pada kelompok negara bependapatan tinggi. Kelompok
negara berpendapatan menengah bawah dan atas sebaiknya meningkatkan
ketersediaan jasa keuangan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan

meningkatkan pembangunan keuangan untuk meningkatkan stabilitas sistem
keuangan.
Kata kunci: indeks inklusi keuangan, indeks stabilitas sistem keuangan, model
tobit.

SUMMARY
AZKA AZIFAH DIENILLAH. Impact of Financial Inclusion on Financial
Stability based on Income Group Countries. Supervised by LUKYTAWATI
ANGGRAENI dan SAHARA.
Financial inclusion is one of strategies to increase inclusive growth in
many countries. However it may cause either stability or instability in the
financial system and the impact can be different among income group countries.
Increasing in stability of financial system occurs when financial inclusion
followed by a strengthening of the base deposit that can be used to improve the
process of intermediation. Meanwhile potential instability in the financial system
occurs when financial inclusion causes reducting in credit standard, inceasing risk
of bank reputation, and uncoresponding regulation in microfinance.
This research aimed to measure financial inclusion and financial stability
indexes between countries and analyze the impact of financial inclusion on
financial stability in 19 countries based on income group from 2004-2011.

Samples in this research are lower middle-income countries group (Egypt, El
savador, India, Indonesia, and Nigeria), upper middle-income countries group
(Argentina, Bosnia, Chile, Colombia, Macedonia, Malaysia, Mexico, Namibia,
and Thailand), and high-income countries group (Belgium, Czech, Hungary,
Korea, and Switzerland). Data were collected from World Bank, the International
Monetary Fund (IMF) database, and other sources. The methods used Sarma
index to calculate financial inclusion, Albulescu and Goyeau index to calculate
financial stability, and tobit model to analyze the impact of financial inclusion on
financial stability.
The results show higher income countries have higher financial inclusion
and financial stability index than lower income countries. Financial inclusion only
has positive significant effect to financial stability in high income countries.
Lower and upper middle income countries have to increase availability of
financial services to enhance financial inclusion. Moreover, lower and upper
middle income countries have to increase financial development to enhance
financial stability.
Keywords: financial inclusion index, financial stability index, tobit model.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK INKLUSI KEUANGAN TERHADAP STABILITAS
SISTEM KEUANGAN BERDASARKAN TINGKAT
PENDAPATAN NEGARA

AZKA AZIFAH DIENILLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Alla Asmara, SPt MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Dampak Inklusi Keuangan terhadap Stabilitas
Sistem Keuangan berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP
MSi dan Ibu Dr Sahara, SP MSi selaku dosen pembimbing, Dr Alla Asmara, SPt
MSi selaku dosen penguji, dan Dr Ir Wiwiek Rindayati MSi dosen selaku komisi
pendidikan yang telah banyak memberikan arahan serta saran kepada penulis.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Mbak Diyan dan Mas Regi yang telah
membantu lancarnya kegiatan mulai dari sidang komisi hingga sidang akhir.
Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
anggota keluarga (Bapak Mohamad Ali Irfan, Ibu Puji Rahayu, Iyad Taqiyuddin,

Mariyah Mustaqimah, Mar’atus Sholihah Fitria), semua sahabat (Carla Sheila
Wulandari, Yulya Ariyani, Siti Nurmu’minah, Zulva Azijah, Kartika Wulandari,
Faiz Zuhad Mushoffi, dan Risfandi Akhmad), serta teman-teman pasca IE atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Azka Azifah Dienillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Konsep Inklusi Keuangan
Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan

Konsep Stabilitas Sistem Keuangan
Perhitungan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan
Dampak Inklusi Keuangan terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Penelitian Terdahulu

7
7
7
9
11
16
18
18
19

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Perhitungan Inklusi Keuangan (IFI)
Perhitungan Stabilitas Sistem Keuangan (AFSI)

Unbalanced Panel Data
Model Tobit

25
25
26
27
30
30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Inklusi Keuangan Berdasarkan Kelompok
Tingkat Pendapatan
Negara Berpendapatan Tinggi
Negara Berpendapatan Menengah Atas
Negara Berpendapatan Bawah
Gambaran Umum Stabilitas Sistem Keuangan Berdasarkan
Kelompok Tingkat Pendapatan
Negara Berpendapatan Tinggi
Negara Berpendapatan Menengah Atas

Negara Berpendapatan Bawah
Dampak Inklusi Keuangan terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
berdasarkan Tingkat Pendapatan Antar Negara
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

32
32
33
35
36
38
39
42
42
46
51
51

Saran

51

DAFTAR PUSTAKA

52

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Ringkasan definisi inklusi keuangan
Tabel 2 Indikator penyusun indeks stabilitas sistem keuangan
Tabel 3 Ringkasan penelitian terdahulu
Tabel 4 Daftar negara dalam penelitian
Tabel 5 Ringkasan dimensi indeks inklusi keuangan
Tabel 6 Indikator indeks stabilitas sistem keuangan penelitian
Tabel 7 Negara-negera dengan indeks stabilitas sistem keuangan (AFSI)
serta indeks inklusi keuangan (IFI) terendah dan tertinggi
Tabel 8 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Berdasarkan Kelompok Tingkat
Pendapatan Negara
Tabel 9 Rata-rata nilai variabel untuk setiap kelompok tingkat pendapatan
negara periode 2007-2011
Tabel 10 Dampak inklusi keuangan dan faktor-faktor lain terhadap stabilitas
sistem berdasarkan kelompok tingkat berpendapatan negara

7
12
21
25
26
28
32
38
44
46

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah rekening deposito per 1 000 populasi dewasa berdasarkan
tingkat pendapatan tahun 2004-2011
2 Jumlah rekening kredit per 1 000 populasi dewasa berdasarkan tingkat
pendapatan tahun 2004-2011.
3 Korelasi antara inklusi keuangan dan stabilitas sistem keuangan antar
negara berdasarkan tingkat pendapatan periode 2004-2011
4 Ilustrasi tiga dimensi indeks inklusi keuangan
5 Kerangka pemikiran penelitian
6 Inklusi keuangan negara berpendapatan tinggi periode 2004-2011
7 Rasio UKM outstanding loan terhadap total outstanding loan negara
berpendapatan tinggi periode 2004-2011
8 Inklusi keuangan negara menengah atas periode 2004-2011
9 Rasio UKM outstanding loan terhadap total outstanding loan negara
berpendapatan menengah atas periode 2004-2011
10 Inklusi keuangan negara berpendapatan menengah bawah periode 20042011
11 Rasio UKM outstanding loan terhadap total outstanding loan negara
berpendapatan menengah bawah periode 2004-2011
12 Indeks stabilitas sistem keuangan kelompok negara berpendapatan
tinggi periode 2004-2011
13 Bank Z Score kelompok negara berpendapatan tinggi periode 20042011
14 Stabilitas sistem keuangan negara berpendapatan menengah atas
periode 2004-2011
15 Bank Z Score kelompok negara berpendapatan menengah atas periode
2004-2011

1
2
5
10
24
33
34
35
36
36
37
39
40
41
42

16 Stabilitas sistem keuangan negara berpendapatan menengah bawah
periode 2004-2011
17 Bank Z Score kelompok negara berpendapatan menengah bawah
periode 2004-2011
18 Penggolongan
negara berdasakan nilai indeks stabilitas sistem
keuangan dan indeks inklusi keuangan tahun 2004-2011

42
43
45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Struktur Unbalance Panel
Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
Perhitungan Stabilitas Sistem Keuangan
Hasil Olah Regresi dengan Model Tobit untuk Lower Middle
Income Countries.
Hasil Olah Regresi dengan Model Tobit untuk Upper Middle
Income Countries.
Hasil Olah Regresi dengan Model Tobit untuk High Income Countries

53
55
58
61
63
64

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Inklusi keuangan telah menjadi agenda penting di tingkat nasional maupun
internasional dikarenakan terdapat 2.6 milyar orang atau lebih dari 50% penduduk
dunia yang tidak memiliki akses kredit, asuransi, dan tabungan (CGAP 2012).
Agenda inklusi keuangan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan inklusif
di berbagai negara. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya inklusi keuangan
dapat meningkatkan basis tabungan serta meningkatkan pembiayaan bagi
masyarakat sehingga memperlancar fungsi intermediasi perbankan dan
meningkatkan kinerja di sektor riil. Hal tersebut akan mengurangi angka
kemiskinan, meningkatkan pemerataan pendapatan, dan meningkatkan stabilitas
sistem keuangan sehingga tercapai pertumbuhan yang dirasakan oleh seluruh
kalangan masyarakat (Khan 2011).
Di tingkat internasional, inklusi keuangan telah menjadi agenda global yang
dibahas pada forum-forum internasional seperti Group of Twenty (G20),
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Alliance for
Financial Inclusion (AFI), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Penerapannya pun sudah
dilakukan oleh berbagai negara baik negara berpendapatan tinggi (High Income
Countries), menengah atas (Upper Middle Income Countries), menengah bawah
(Lower Middle Income Countries), dan rendah (Low Income Countries).
Keseriusan dunia internasional dalam menjalankan program inklusi
keuangan dapat dilihat dari meningkatnya penetrasi atau keterjangkauan serta
penggunaan produk jasa keuangan formal. Pada Gambar 1 dibawah ini
menunjukkan peningkatan jumlah rekening deposito per 1 000 populasi dewasa
secara rata-rata dari tahun 2004 hingga 2011 yang berarti meningkatnya penetrasi
produk jasa keuangan formal.
Jumlah rekening deposito
per 1 000 populasi dewasa

6000

Dunia

5000
Negara Berpendapatan
Rendah
Negara Berpendapatan
Menengah Bawah
Negara Berpendapatan
Menengah Atas
Negara Berpendapatan
Tinggi

4000
3000
2000
1000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

Sumber: World Bank (2013)

Gambar 1: Jumlah rekening deposito per 1 000 populasi dewasa berdasarkan
tingkat pendapatan tahun 2004-2011

2
Gambar 1 menunjukkan peningkatan jumlah rekening deposito per 1 000
populasi dewasa antar negara dari tahun 2004 hingga 2011. Kelompok negara
berpendapatan menengah atas, menengah bawah, berpendapatan bawah, dan ratarata dunia memiliki laju pertumbuhan yang positif. Rata-rata laju pertumbuhan
rekening deposito per 1 000 populasi dewasa terbesar dimiliki kelompok negara
berpendapatan menengah atas dengan laju sebesar 8.06%. Negara dengan
pendapatan tinggi memiliki penetrasi produk keuangan tertinggi namun memiliki
laju penurunan sebesar -4%. Hal ini dikarenakan adanya krisis keuangan global
2007-2008 yang banyak berdampak pada negara berpendapatan tinggi (Velde
2008). Walaupun kelompok negara berpendapatan tinggi memiliki laju
pertumbuhan rekening deposito yang negatif, namun kelompok negara
berpendapatan tinggi masih memiliki laju rekening kredit per 1 000 populasi
dewasa yang positif seperti pada Gambar 2.

Jumlah rekening kredit
per 1 000 populasi dewasa

600

Dunia

500
Negara Berpendapatan
Rendah

400
300

Negara Berpendapatan
Menengah Bawah

200

Negara Berpendapatan
Menengah Atas

100

Negara Berpendapatan
Tinggi

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun
Sumber: World Bank (2013)

Gambar 2: Jumlah rekening kredit per 1 000 populasi dewasa berdasarkan tingkat
pendapatan tahun 2004-2011
Gambar 2 menunjukkan peningkatan rekening kredit dari tahun 2004 hingga
2011 yang berarti terjadi peningkatan dalam hal penggunaan produk jasa
keuangan formal. Kelompok negara berpendapatan menengah atas memiliki ratarata laju pertumbuhan rekening kredit per 1 000 populasi dewasa tertinggi yaitu
sebesar 13.3%. Negara berpendapatan bawah memiliki pertumbuhan rekening
kredit per 1 000 populasi dewasa yang negatif sebesar -8.3%. Secara rata-rata
dunia terjadi peningkatan rekening kredit per 1 000 populasi dewasa sebesar
8.1%.
Program inklusi keuangan yang diterapkan oleh negara-negara tersebut
diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pembangunan, dan
meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Selain dengan menggunakan strategi
inklusi keuangan, peningkatan stabilitas sistem keuangan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inklusif juga dapat dilakukan dengan menjaga empat
aspek yaitu pembangunan di sektor keuangan, kesehatan lembaga keuangan,
kerentanan lembaga keuangan, serta kondisi iklim ekonomi global (Albulescu dan
Goyeau 2010). Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hawkins

3
dan Klau (2000), Nelson dan Perli (2005), Gray et al. (2007), serta Cheang dan
Choy (2011) dapat dirangkum bahwa terdapat tujuh sektor yang memengaruhi
stabilitas sistem keuangan yaitu sektor ekonomi riil, korporasi, rumah tangga,
eksternal, keuangan, dan pasar keuangan.
Penelitian mengenai dampak inklusi keuangan terhadap pengentasan
kemikinan telah dilakukan oleh Dixit dan Ghosh (2013) dimana hasilnya ialah
penyediaan akses layanan keuangan memiliki potensi untuk mengeluarkan
masyarakat miskin dari lingkaran setan kemiskinan melalui budaya menabung,
penghematan, serta menciptakan mekanisme pembayaran yang efisien dan rendah
biaya. Selain itu Sanjaya (2014) menyatakan bahwa inklusi keuangan melalui
program kredit mikro dapat meningkatkan status sosial maupun status ekonomi
dari masyarakat miskin di Indonesia. Kemudian penelitian mengenai dampak
inklusi keuangan terhadap pembangunan dilakukan oleh Sarma dan Pais (2012)
dimana tingkat pembangunan manusia dan inklusi keuangan memiliki hubungan
positif untuk beberapa negara di dunia.
Penelitian mengenai dampak inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem
keuangan dilakukan oleh Dienillah (2015) untuk tujuh negara Asia didapatkan
hasil bahwa inklusi keuangan dapat meningkatkan stabilitas sistem keuangan.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Cull et al. (2012) didapatkan bahwa
peningkatan diversifikasi dari deposito bank dapat dicapai dengan meningkatkan
akses serta penggunaan masyarakat terhadap deposito bank yang berarti
peningkatan inklusi keuangan. Dengan meningkatnya diversifikasi aset dari
berbagai kalangan masyarakat tersebut akan meningkatkan ketahanan sistem
keuangan dari suatu guncangan yang berarti peningkatan stabilitas sistem
keuangan. Hal ini dikarenakan nasabah dengan nilai deposito relatif yang tinggi
akan lebih cepat menarik uangnya dari perbankan ketika terjadi krisis
dibandingkan nasabah dengan nilai deposito yang relatif rendah (Huang dan
Ratnovski 2011). Oleh karena itu diversifikasi ke masyarakat dengan nilai
deposito yang rendah dapat meningkatkan stabilitas sistem keuangan.
Dengan adanya peluang peningkatan stabilitas sistem keuangan karena
adanya diversifikasi oleh nasabah berpendapatan rendah maka negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah memiliki peluang stabilitas sistem keuangan
yang baik jika memiliki inklusi keuangan yang baik dibandingkan negara
berpendapatan tinggi. Namun menurut penelitian Allen et al. (2012), inklusi
keuangan pada negara berpendapatan menengah dan rendah kurang baik
dibandingkan inklusi keuangan di negara berpendapatan tinggi.
Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dupas et al. (2012)
di Kenya, peningkatan inklusi keuangan tidak menyebabkan peningkatan dalam
stabilitas sistem keuangan di negara berpendapatan rendah tersebut. Selain itu
menurut Khan (2011), peningkatan inklusi keuangan pada tujuh negara yang
mayoritas merupakan negara berpendapatan menengah memiliki peluang
meningkatkan stabilitas sistem keuangan dan juga memiliki potensi instabilitas.
Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak inklusi
keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan pada setiap tingkat pendapatan antar
negara.

4
Perumusan Masalah
Secara teori, peningkatan tingkat inklusi keuangan pada pelaku ekonomi
akan diikuti oleh peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain itu, rata-rata
masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah memiliki dampak peningkatan
inklusi keuangan terhadap peningkatan stabilitas sistem keuangan yang lebih baik
dibandingkan masyarakat berpendapatan tinggi (CGAP 2012). Hal ini
dikarenakan masyarakat berpendapatan tinggi dengan tingkat inklusi keuangan
yang tinggi lebih responsif ketika terjadi krisis dibandingkan masyarakat
berpendapatan rendah. Respon tersebut dapat dilihat dari penarikan besar-besaran
nasabah berpendapatan tinggi ketika terjadi krisis.
Jika dilihat dari beberapa fakta yang ada, belum sepenuhnya
mengkonfirmasi bahwa dampak peningkatan stabilitas sistem keuangan
dikarenakan peningkatan inklusi keuangan di negara berpendapatan rendah lebih
baik dibandingkan negara berpendapatan tinggi. Pada kelompok negara
berpendapatan tinggi dan menengah atas, inklusi keuangan memiliki dampak
positif terhadap stabilitas sistem keuangan. Hal ini dikarenakan peningkatan akses
ke deposito akibat peningkatan inklusi keuangan dapat meningkatkan ketahanan
basis pendanaan dari deposito sektor perbankan pada saat stres keuangan (Han
dan Melecky 2014).
Berbeda dengan kelompok negara berpendapatan tinggi dan menengah
atas, pada kelompok negara berpendapatan menengah bawah terdapat potensi
terjadinya instabilitas sistem keuangan dikarenakan inklusi keuangan. Dampak
negatif dari peningkatan inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan
pada kelompok negara berpendapatan menengah bawah dapat terjadi dikarenakan
inklusi keuangan dapat menurunan standar kredit, kedua berpotensi meningkatkan
risiko reputasi bank, serta berpotensi menyebabkan instabilitas dikarenakan
regulasi yang tidak matang dan mencukupi dari lembaga Microfinance (Khan
2011).
Selain itu, terdapat perbedaan hasil korelasi antara proxy inklusi keuangan
dan proxy stabilitas sistem keuangan antar kelompok tingkat pendapatan yang
dibagi atas negara berpendapatan menengah bawah, menengah atas, dan tinggi.
Pada kelompok negara dengan pendapatan menegah atas (Argentina, Bosnia,
Chili, Colombia, Macedonia, Malaysia, Mexico, Namibia, dan Thailand) dan
pendapatan tinggi (Belgia, Ceko, Hungaria, Korea, Switzerland) terdapat
hubungan linier yang positif antara inklusi keuangan dengan stabilitas sistem
keuangan. Hal berbeda ditunjukkan oleh kelompok tingkat pendapatan menengah
bawah. Pada negara-negara berpendapatan menengah kebawah (lower middle
income) yang meliputi Mesir, El savador, India, Indonesia, dan Nigeria
didapatkan korelasi negatif.
Korelasi positif antara inklusi keuangan dan stabilitas sistem keuangan
pada kelompok tingkat pendapatan menengah atas dan tinggi menunjukkan
peningkatan inklusi keuangan (dalam hal ini adalah rasio UKM outstanding loan
per total outstanding loan di bank komersil) diikuti oleh peningkatan stabilitas
sistem keuangan (dalam hal ini adalah Bank Z Score). Kemudian korelasi negatif
pada kelompok negara berpendapatan menengah bawah menujukkan peningkatan
inklusi keuangan diikuti penurunan stabilitas sistem keuangan (Morgan dan
Pontines 2014). Hal tersebut digambarkan pada Gambar 3 di bawah ini.

5
Negara Berpendapatan
Menengah Bawah

Negara Berpendapatan
Menengah Atas

50

30

BZS

BZS

40

20
y = -103.23x + 34.74
R² = 0.2679

10
0
0

0.1

0.2

40
35
30
25
20
15
10
5
0

0.3

y = 13.252x + 8.8256
R² = 0.0644

0

0.2

SMEL

0.4

0.6

SMEL

BZS

Negara Berpendapatan Tinggi
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

y = 7.3897x + 7.5218
R² = 0.015

0

0.2

0.4

0.6

SMEL
Keterangan:
BZS : Bank Z Score (proxy stabilitas sistem keuangan)
SMEL : Rasio UKM outstanding loan per total outstanding loan di bank komersil (proxy inklusi
keuangan).
Sumber : World bank (2013) diolah

Gambar 3 Korelasi antara inklusi keuangan (SMEL) dan stabilitas sistem
keuangan (BZS) antar negara berdasarkan tingkat pendapatan periode
2004-2011
Oleh karena itu dengan adanya perbedaan hasil mengenai dampak inklusi
keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan di beberapa negera berpendapatan
tinggi, menengah, dan bawah pada penelitian sebelumnya serta adanya hubungan
linier yang berbeda perlu dilakukan penelitian mengenai bagaimana dampak
inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan berdasarkan tingkat
pendapatan negara. Saran ini sesuai dengan penelitian Dienillah (2015) yang telah
melakukan penelitian untuk negara-negara Asia namun belum melihat dampak
inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan antar negara berdasarkan
kelompok tingkat pendapatan.
Selain itu dalam penelitian sebelumnya masih menggunakan proxy guna
mewakili variabel inklusi keuangan dan stabilitas sistem keuangan seperti
penelitian Dienillah (2015) serta Morgan dan Pontines (2014). Maka dalam

6
penelitian kali ini dimasukan perhitungan variabel lain seperti variabel persentase
jumlah orang dewasa yang memiliki deposito atau pinjaman di lembaga keuangan
formal untuk proxy inklusi keuangan serta perhitungan fluktuasi pertumbuhan
GDP, pinjaman bank, deposito bank dalam proxy stabilitas sistem keuangan,
maka akan dibentuk indeks stabilitas sistem keuangan dan inklusi keuangan agar
mendapatkan hasil yang paling mendekati keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keragaan inklusi keuangan antar negara berdasarkan kelompok
tingkat pendapatan periode 2004-2011?
2. Bagaimana keragaan stabilitas sistem keuangan antar negara berdasarkan
kelompok tingkat pendapatan periode 2004-2011?
3. Bagaimana dampak inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan
berdasarkan tingkat pendapatan antar negara periode 2004-2011?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1.
Menghitung dan mendeskripsikan keragaan indeks inklusi keuangan antar
negara berdasarkan kelompok tingkat pendapatan periode 2004-2011.
2.
Menghitung dan mendeskripsikan keragaan indeks stabilitas sistem
keuangan antar negara berdasarkan kelompok tingkat pendapatan periode
2004-2011.
3.
Menganalisis dampak inklusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan
berdasarkan tingkat pendapatan antar negara periode 2004-2011.

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keilmuan dalam bidang Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan khususnya mengenai gambaran umum
indeks inklusi keuangan dan indeks stabilitas sistem keuangan antar negara
berdasarkan kelompok tingkat pendapatan serta dampak inklusi keuangan
terhadap stabilitas sistem keuangan berdasarkan tingkat pendapatan antar
negara periode 2004-2011.
Menjadi informasi dan pengetahuan bagi penelitian lanjutan.
Sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan bagi stakeholder
terkait, dalam menjaga stabilitas keuangan dan peningkatan inklusi
keuangan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menghitung indeks inklusi keuangan dan indeks stabilitas
sistem keuangan serta menganalisis dampak inklusi keuangan terhadap stabilitas
sistem keuangan di berbagai negara antar kelompok pendapatan. Penelitian ini

7
menggunakan metode data panel dengan model tobit serta struktur data berupa
unbalanced data panel. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu dengan mengambil
sampel negara berdasarkan tingkat pendapatan negara. Diantaranya terdiri dari
negara berpendapatan menengah bawah meliputi Mesir, El savador, India,
Indonesia, Nigeria. Lalu berpendapatan menengah atas meliputi Argentina,
Bosnia, Chili, Colombia, Macedonia, Malaysia, Mexico, Namibia, dan Thailand.
Kemudian negara berpendapatan tinggi meliputi Belgia, Ceko, Hungaria, Korea,
dan Switzerland. Rentang waktu variabel yang diteliti yaitu dari tahun 2004-2011.
Pemilihan negara dan periode waktu penelitian didasari oleh ketersediaan data.
Sebagian besar negara-negara di dunia tidak memiliki data yang lengkap guna
membangun indeks inklusi keuangan dan indeks stabilitas sistem keuangan
sehingga penggunaan pemilihan negara berdasakan kelengkapan data yang
tersedia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Konsep Inklusi Keuangan
Konsep inklusi keuangan muncul setelah adanya konsep financial exclusion.
Leyshon dan Thrift (1995) mendefinisikan financial exclusion sebagai sebuah
proses yang melayani untuk mencegah kelompok sosial dan individu dari
memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal. Setelah konsep financial
exclusion muncul konsep inklusi keuangan. Inklusi keuangan merupakan sebuah
proses yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan, dan manfaat dari
sistem keuangan formal bagi seluruh pelaku ekonomi (Sarma 2012). Terdapat
beragam definisi mengenai inklusi keuangan dari berbagai ahli, berikut disajikan
ringkasan definisi inklusi keuangan pada tabel 1.
Tabel 1 Ringkasan definisi inklusi keuangan
Tahun Judul Publikasi
Definisi

No.

Peneliti

1

Mandira
Sarma

2012

Index of
Financial
Inclusion –a
measure of
financial sector
inclusiveness

Financial inclusion as a process that
ensures the ease of access,
availability and usage of the formal
financial system for all members of
an economy.

2

The
Reserve
Bank of
India

2008

Financial
Inclusion –
From Obligation
to Opportunity

Financial inclusion is the process of
ensuring access to financial services
and timely and adequate credit
where needed by vulnerable groups
such as weaker sections and low
income groups at an affordable cost

8
Tabel 1 Ringkasan definisi inklusi keuangan (Lanjutan)
No.

Peneliti

Tahun

Judul Publikasi

3

Harun R
Khan

2012

Issues &
Challenges in
Financial
Inclusion:Policies,
Partnerships,
Processes &
Products

Definisi
Viable and sustainable
business models with focus on
accessible and affordable
products and processes,
synergistic partnerships with
technology service providers
for efficient handling of low
value, large volume
transactions and appropriate
regulatory and risk
management policies that
ensure financial inclusion and
financial stability move in
tandem.

Tingkat inklusi keuangan sebuah negara dapat diukur dengan indeks inklusi
keuangan atau Index of Financial Inclusion (IFI). Beberapa peneliti mengukur
inklusi keuangan dengan menghitung proporsi dari populasi dewasa atau rumah
tangga yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Perhitungan IFI yang
dikembangkan oleh Sarma (2008) berdasarkan tiga dimensi, yaitu penetrasi
perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan.
a. Penetrasi Perbankan
Sistem keuangan yang inklusif harus menjangkau atau dapat diakses secara
luas diantara penggunanya. Ukuran populasi bank yang dapat dilihat dari proporsi
populasi yang memiliki rekening di bank adalah sebuah ukuran dari penetrasi
perbankan. Penetrasi perbankan merupakan indikator utama dalam inklusi
keuangan. Indikator ukuran populasi bank pada penelitian yang dilakukan oleh
Consultative Group to Assist the Poor (2012) menggunakan persentase jumlah
akun di institusi keuangan formal terhadap total populasi di atas 15 tahun serta
persentase UKM yang memiliki akun di lembaga keuangan formal.
b. Ketersediaan jasa keuangan
Pada sistem keuangan yang inklusif, jasa keuangan harus tersedia bagi
semua pengguna. Dalam penelitian sarma, indikator ketersediaan ini diwakili oleh
jumlah outlet (kantor cabang, ATM, dll). Selain pada penelitian Sarma (2012),
penelitian Camara dan Tuesta (2014) serta penelitian Consultative Group to Assist
the Poor (2012) juga menyatakan ketersediaan jasa dapat diindikasikan dengan
jumlah cabang lembaga keuangan atau jumlah ATM (Aoutomatic Teller Machine).
Selain ATM, di beberapa negara telah menggunakan mobile banking dan internet
banking dalam pelayanan jasa keuangan nya.
c.Kegunaan
Walaupun memiliki akses terhadap jasa keuangan, masih terdapat
sekelompok orang belum dapat memanfaatkan keberadaan jasa keuangan. Oleh
karena itu, memiliki rekening tidak cukup untuk menunjukkan sistem keuangan
yang inkusif. Sistem keuangan yang inklusif dapat ditunjukkan dalam bentuk

9
penggunaan jasa keuangan seperti kredit, deposit, pembayaran, remitansi, dan
transfer. Indikator yang digunakan dalam Sarma (2012) meliputi Outstanding
loans from commercial banks (% terhadap GDP) atau Outstanding deposits with
commercial banks (% terhadap GDP), sedangkan indikator pada penelitian
Morgan dan Pontines (2014) serta Consultative Group to Assist the Poor (2012)
lebih mengkhususkan pada penggunaan pinjaman oleh unit usaha kecil dan
menengah (UKM).
Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan (IFI)
Indeks inklusi keuangan mencakup tiga dimensi. Setiap dimensi memiliki
indikator yang dapat mewakili dimensi tersebut. Sebelum dilakukan perhitungan
indeks inklusi keuangan, indikator tersebut harus dinormalisasi dengan rumus
sebagai berikut:

di = wi

(1)

dimana:
di
= Indikator yang sudah dinormalisasi untuk dimensi i
wi
= Bobot untuk dimensi i, 0 ≤ wi ≤1
= Nilai terkini dari peubah atau indikator i
= Nilai minimum (batas bawah) dari peubah atau indikator i
= Nilai maksimum (batas atas) dari peubah atau indikator i
Persamaan (1) akan menghasilkan nilai 0 < di < 1. Semakin tinggi nilai di,
semakin tinggi pula perolehan negara di dimensi i. Jika terdapat n dimensi dari
inklusi keuangan yang dihitung, maka perolehan suatu negara dari dimensi
tersebut direpresentasikan dengan titik X = (d1,d2,d3,...,dn) pada ruang n-dimensi.
Dalam ruang n-dimensi, titik O = (0,0,0,...,0) menunjukkan titik kondisi inklusi
yang buruk, sedangkan titik W = (w1,w2,w3,...,wn) menunjukkan kondisi yang
ideal dalam setiap dimensi.
Letak titik X, O, dan W merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat
inklusi keuangan suatu negara. Semakin besar jarak antara titik O dengan titik X,
semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangan. Semakin besar jarak antara titik X
dengan titik W, semakin tinggi tingkat inklusi keuangan. Kedua jarak tersebut
dinormalisasi dengan jarak antara W dan O agar nilainya antara 0 dan 1. Oleh
karena itu, nilai IFI akan berada antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks,
sistem keuangan semakin inklusif. Jika jarak antara titik O dengan titik X
dilambangkan dengan X1, yaitu:
X1 =



(2)



dan jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X2,
X2 = 1 -



(3)


Maka nilai Indeks Inklusi Keuangan adalah rata-rata keduanya,
Indeks Inklusi Keuangan = [X1+X2]

(4)

10
Jika digambarkan ke dalam ruang tiga dimensi, maka Indeks Inklusi
Keuangan adalah sebagai berikut:
Availability (A)

W (w1,w2,w3)
(0,w2,0)

Usage (U)

X(p,a,u)
X
(0,0,W3)

a
u

p

(w2,0,0)

1-X1

Penetration (P)

X2
Sumber: Sarma (2008)

Gambar 4 Ilustrasi Tiga Dimensi Indeks Inklusi Keuangan
Nilai Indeks Inklusi Keuangan berada di antar 0 dan 1. Jika diasumsikan
seluruh dimensi memiliki bobot yang sama besar, maka masing-masing dimensi
memiliki bobot sebesar 1. Memiliki bobot yang sama artinya setiap dimensi
memiliki peranan yang sama dalam menentukan tingkat inklusi keuangan. Dalam
perhitungan Indeks Inklusi Keuangan, dibutuhkan nilai tetap dari Mi (batas atas)
dan mi (batas bawah) untuk setiap dimensi. Agar dapat membandingkan IFI antar
tahun dan negara, batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap.
Batas bawah setiap dimensi dalam penelitian ini adalah 0, sedangkan untuk
menentukan batas atas setiap peubah, ditentukan oleh sebaran masing-masing
peubah. Dengan bobot yang telah diberikan, di ruang tiga deminsi dapat
ditunjukkan letak titik negara K(pk, ak, uk), dimana 0 ≤pk≤1, 0 ≤ak≤1, dan 0
≤uk≤1. Indeks dari inklusi keuangan dari negara K dapat dihitung dengan:

Indeks Inklusi Keuangan =





+ (1-





)) (5)

11
Hasil dari perhitungan IFI dalam penelitian ini merupakan perbandingan
relatif antar negara. Karena penentuan batas atas dan batas bawah hanya dari
distribusi data yang diobservasi maka nilai indeks inklusi keuangan mungkin saja
berbeda jika jumlah negara dan tahun yang diobservasi juga ditambah.
Konsep Stabilitas Sistem Keuangan
Menurut Asean Development Bank Institute (2014) belum ada ukuran yang
pasti atau kesepakatan yang berlaku secara umum mengenai pengertian stabilitas
sistem keuangan namun sudah banyak institusi dan peneliti yang mencoba
mendefinisikannya berdasarkan pengalaman beberapa negara serta kajian-kajian
terdahulu. Bank Indonesia (2007) menyatakan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
merupakan sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber
dana dan menyerap guncangan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah
gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan. Kemudian menurut
European Central Bank (2012), stabilitas sistem keuangan merupakan kondisi
dimana sistem keuangan dapat mengatasi shock serta mengurangi hambatan dalam
proses intermediasi keuangan.
Stabilitas Sistem Keuangan tercapai pada saat kondisi dimana mekanisme
ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi
secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. The European Central Bank
(2012) juga memberikan penjelasan mengenai kondisi saat sistem keuangan dalam
keadaan stabil yaitu pertama adalah sistem keuangan harus mampu secara efisien
dan lancar mentransfer sumber daya dari penabung kepada investor. Kedua, risiko
keuangan harus dapat dinilai dan risiko tersebut juga harus dikelola dengan baik.
Ketiga, sistem keuangan harus dalam kondisi sedemikian rupa sehingga dapat
menyerap shock atau guncangan keuangan dan ekonomi riil.
Berdasarkan indikator yang dikeluarkan Hawkins dan Klau (2000), Nelson
dan Perli (2005), Gray et al. (2007), serta Cheang and Choy (2011) didapatkan
rangkuman sektor yang dapat memengaruhi stabilitas sistem keuangan antara lain:
a. Sektor Ekonomi Riil
Terdapat empat variabel dari sektor ekonomi riil yang dapat memengaruhi
stabilitas sistem keuangan yaitu pertumbuhan GDP, posisi pajak
pemerintah, indeks harga minyak global, dan inflasi domestik.
b. Sektor Korporasi
Terdapat empat variabel dari sektor korporasi yang dapat memengaruhi
stabilitas sistem keuangan. Variabel tersebut yaitu rasio kredit per equity,
pengeluaran untuk bunga dan biaya pokok, rasio net foreign exchage
exposure terhadap equity, dan kegagalan korporasi.
c. Sektor Rumah Tangga
Terdapat lima variabel dari sektor rumah tangga yang dapat memengaruhi
stabilitas sistem keuangan. Variabel tersebut yaitu aset rumah tangga,
kredit rumah tangga, pendapatan rumah tangga, konsumsi rumah tangga,
serta jasa kredit rumah tangga dan pembayaran pokok.
d. Sektor Eksternal
Terdapat empat variabel dari sektor ekternal yang dapat memengaruhi
stabilitas sistem keuangan. Variabel tersebut yaitu nilai tukar riil,
cadangan nilai tukar, neraca berjalan, arus modal, rasio batas waktu

12
pinjaman terhadap currency mismatches, inflasi global, GDP global, iklim
ekonomi global.
e. Sektor Keuangan
Terdapat tujuh variabel dari sektor keuangan yang dapat memengaruhi
stabilitas sistem keuangan. Variabel tersebut yaitu aggregat moneter
(saving, transaksi, total kredit), jumlah uang beredar, rasio kredit domestik
terhadap GDP, interest rate spread, profitabilitas perbankan (ROA dan
ROE), suku bunga riil, risiko sektor perbankan (non-performing loan),
kecukupan modal, likuiditas, peringkat kredit perbankan, Bank Z-Score,
dan konsentrasi perbankan.
f. Sektor Pasar Keuangan
Terdapat lima variabel dari sektor pasar keuangan yang dapat
memengaruhi stabilitas sistem keuangan. Variabel tersebut yaitu
perubahan pada indeks saham, sebaran obligasi korporasi, kapitalisasi
pasar, likuiditas pasar, volatilitas, dan harga perumahan.
Perhitungan tingkat stabilitas sistem keuangan sudah dilakukan pada
beberapa negara, seperti penelitian yang dilakukan untuk Jamaika pada tahun
2010 menghitung indeks stabilitas sistem keuangan, Bangladesh pada 2012, serta
Romania pada tahun 2010 oleh Albulescu dan Goyeau (2010). Penelitianpenelitian tersebut menggunakan perhitungan indeks stabilitas sistem keuangan
yang terdiri atas beberapa sub-indeks dan setiap sub-indeks terdiri dari beberapa
indikator. Indikator-indikator tersebut mewakili beberapa sektor yang dapat
memengaruhi stabilitas sistem keuangan. Mengacu pada penelitian Albulescu dan
Goyeau (2010) terdapat empat sub-indeks untuk menyusun indeks stabilitas
sistem keuangan atau Aggregate Financial Stability Index (AFSI). Rangkuman
sub-indeks dan indikator penyusun AFSI tersebut disajikan pada Tabel 2 dibawah
ini:
Tabel 2 Indikator penyusun indeks stabilitas sistem keuangan
No.

Indikator

Satuan Sumber
Data

Literatur

Financial Development Index
1

Market capitalization /GDP

(%)

2

National currency credit/GPD

(%)

3

Interest rate spread

(%)

4

Bank concentration

(%)

World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)

13
Tabel 2 Indikator penyusun indeks stabilitas sistem keuangan (Lanjutan)
No.

Indikator

Satuan Sumber
Data

Literatur

Financial Vulnerability Index (FVI)
1
2
3
4
5
6
7
8

1
2
3
4
5

1
2
3

World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
General balance, deficit or (%)
World Bank Albulescu
dan
surplus/GDP
Goyeau (2010)
Current account/GDP
(%)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
Real effective exchange rate (%)
World Bank Albulescu
dan
(change)
Goyeau (2010)
Non govermental credit/total (%)
World Bank Albulescu
dan
credit
Goyeau (2010)
Loan/deposits
(%)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
Deposit/M2
(%)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
(Reserves/deposit)/(note&coin (%)
World Bank Albulescu
dan
/ M2)
Goyeau (2010)
Financial Soundness Index
Inflation, consumer prices

(%)

Bank nonperforming loans to (%)
gross loans
Bank capital adequacy ratio (%)
(CAR)
Bank capital to total assets
(%)

World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
Bank return on asset (ROA)
(%)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
Bank Z-score
(%)
World Bank Albulescu
dan
Goyeau (2010)
World Economic Climate Index
World inflation, consumer (%)
IFS IMF
Albulescu
dan
prices
Goyeau (2010)
World GDP growth
(%)
IFS IMF
Albulescu
dan
Goyeau (2010)
Economic climate index
Index CESifo
Albulescu
dan
Goyeau (2010)

Tabel 2 menunjukkan bahwa indeks stabilitas sistem keuangan terdiri atas
empat sub-indeks penyusun yaitu indeks perkembangan keuangan (Financial
Development Index), indeks kerentanan keuangan (Financial Vulnerability
Indeks), indeks kesehatan lembaga keuangan (Financial Soundness Index), dan
indeks iklim ekonomi internasional (World Economic Climate Index). Berikut ini
penjelasan indikator yang yang menyusun sub-indeks tersebut:

14
a. Financial Development Index (FDI)
Financial Development Index atau indeks perkembangan keuangan
menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka keuangan semakin
berkembang. Sub-Indeks ini terdiri atas empat indikator. Indikator yang pertama
adalah persentase total kapitalisasi pasar terhadap Gross Domestic Product
(Market capitalization/GDP) yaitu persentase antara nilai kapital yang ada di
pasar atau nilai pasar modal suatu negara terhadap GDP. Indikator ini merupakan
variabel dari sektor pasar keuangan yang mengambarkan perkembangan dan
ukuran pasar modal. Semakin besar indikator ini menunjukan bahwa investasi
semakin meningkat.
Indikator kedua adalah persentase kredit domestik (National currency
credit/GPD) terhadap GDP yang merupakan variabel dari sektor keuangan.
Indikator ini menggambarkan tingkat intermediasi lembaga keuangan yang cukup
dominan. Semakin tinggi indikator ini menunjukan bahwa lembaga keuangan
semakin baik dalam menjembatani antara pemilik dana berlebih (surplus unit) dan
pihak yang membutuhkan dana (defisit unit) dan meningkatnya investasi dalam
negeri.
Indikator ketiga adalah selisih antara suku bunga pinjaman dengan suku
bunga deposit (interes rate spread). Indikator ini merupakan variabel dari sektor
keuangan yang menggambarkan potensi keuntungan dari jasa intermediasi
lembaga keuangan. Namun, semakin besar indikator ini juga mengambarkan
bahwa lembaga keuangan semakin tidak efisien.
Indikator yang terakhir adalah konsentrasi sektor perbankan (bank
concentration). Indikator ini merupakan salah satu variabel dari sektor keuangan
yang mengukur aset tiga bank terbesar sebagai bagian dari seluruh aset bank
komersial.
b. Financial Vulnerability Index (FVI)
Financial Vulnerability Index atau indeks kerentanan keuangan menunjukan
bahwa semakin rendah nilai indeks maka sistem keuangan semakin rentan dan
juga sebaliknya. Financial Vulnerability Index terdiri dari delapan Indikator.
Indikator ekonomi pertama yang dikelompokan kedalam sub-indeks ini adalah
inflasi. Inflasi merupakan variabel dari sektor riil yang menunjukan kenaikan
harga barang-barang secara umum. Peningkatan indikator ini dapat diartikan
penurunan nilai uang terhadap barang yang dapat mengakibatkan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat akan mata uang tersebut sehingga masyarakat
cenderung ini memegang dalam bentuk barang atau mata uang lain.
Indikator yang kedua adalah persentase surplus atau defisit neraca belanja
pemerintah terhadap GDP (General balance, deficit or surplus/GDP). Indikator
ini merupakan salah satu variabel dari sektor eksternal. Jika terjadi defisit
anggaran untuk menutupinya dapat dilakukan dengan mencetak uang atau utang.
Utang tersebut dapat bersumber dari penerbitan obligasi atau pinjaman luar
negeri. Beberapa alternatif tersebut masing-masing memiliki risiko yang cukup
besar.
Indikator ketiga adalah persentase neraca berjalan terhadap GDP (Current
account/GDP). Indikator ini juga merupakan salah satu variabel dari sektor
eksternal. Defisit neraca berjalan dapat menyebabkan berkurangnya cadangan
devisa dan mengurangi kontribusinya terhadap GDP.

15
Kemudian indikator keempat ialah nilai tukar riil (Real effective exchange
rate) yang merupakan variabel dari sektor eksternal. Indikator ini menunjukkan
kinerja nilai tukar sebenarnya mata uang domestik terhadap mata uang asing
secara umum dalam perekonomian internasional. Perubahan yang fluktuatif dari
indikator ini menunjukan perekonomian melalui penyesuaian nilai tukar telah
mengalami koreksi besar (Albulescu dan Goyeau 2010).
Indikator kelima adalah persentase kredit non-pemerintah (Non govermental
credit/total credit) terhadap total kredit. Indikator ini merupakan variabel yag
menggambarkan sektor korporasi dan rumah tangga. Indikator ini menunjukkan
proporsi pendanaan sektor swasta melalui kredit untuk investasi dan juga
merupakan potensi kredit macet.
Indikator selanjutnya adalah persentase pinjaman terhadap simpanan (Loan /
deposits). Indikator ini merupakan salah satu variabel dari sektor keuangan.
Peningkatan indikator ini menunjukan semakin liquid, mudah, serta efisien suatu
lembaga keuangan dalam menjalankan fungsi intermediasinya
Indikator ketujuh adalah persentase simpanan terhadap jumlah uang beredar
(Deposit/M2).
Indikator ini merupakan variabel dari sektor keuangan.
Peningkatan indikator ini menggambarkan kecenderungan masyarakat untuk
menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dibandingkan untuk kegiatan
konsumsi.
Indikator yang terakhir adalah perbandingan persentase cadangan terhadap
simpanan dengan persentase uang yang dipegang masyarakat terhadap jumlah
uang beredar (Reserves/deposit)/(note&coin/M2). Indikator ini merupakan
variabel dari sektor keuangan yang mencerminkan seberapa siap lembaga
keuangan dalam mengantisipasi penarikan simpanan secara besar-besaran.
c. Financial Soundness Index (FSI)
Financial Soundness Index atau indeks kesehatan lembaga keuangan dalam
hal ini perbankan menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka sektor
perbankan semakin baik. FSI terdiri dari lima indikator penyusun indeks.
Indikator pertama adalah persentase kredit macet terhadap total kredit perbankan
(Bank nonperforming loans to gross loans). Indikator ini merupakan variabel dari
sektor keuangan yang menunjukkan risiko perbankan. Peningkatan indeks ini
akan mengganggu likuiditas sektor perbankan.
Indikator kedua adalah rasio kecukupan modal (Capital adequacy ratio)
mengambarkan tingkat kapitalisasi perbankan yang menjadi syarat kecukupan
modal terhadap risiko likuiditas yang dibobotkan. Indikator ini juga merupakan
variabel dari sektor keuangan. Peningkatan indikator ini mengambarkan semakin
siap perbankan dalam menghadapi risiko likuiditas. Hal yang sama juga untuk
indikator selanjutnya yaitu persentase modal terhadap total aset. Indikator ini
menunjukan proporsi modal terhadap seluruh aset yang dimiliki sektor perbankan.
Semakin tinggi indikator ini menunjukan semakin likuid dan semakin sehat sektor
perbankan.
Indikator ketiga dan keempat adalah Bank Return on asset (ROA) dan Bank ZScore. Keduanya merupakan variabel dari sektor keuangan. Bank Return on asset
yaitu ukuran tingkat pengembalian sektor perbankan. Semakin besar indikator ini
mencerminkan keuntungan yang lebih besar di dalam sektor perbankan,
sedangkan Bank Z-Score yaitu tingkat kesehatan perbankan yang menggambarkan
kemungkinan perbankan dapat bertahan untuk tidak bangkrut. Semakin tinggi

16
nilai Bank Z-Score diindikasikan Bank tersebut semakin sehat atau memiliki
probabilitas kebangkrutan yang semakin kecil.
d. World Economic Climate Index (WECI)
Tiga indikator individu yang menyusun sub-indeks iklim ekonomi
internasional (World economic climate index) ialah tingkat inflasi dunia,
pertumbuhan GDP, dan iklim domestik. Ketiga indikator tersebut adalah variabel
dari sektor eksternal. Variabel pertama ialah tingkat inflasi dunia. Peningkatan
indikator ini menunjukan peningkatan harga barang-barang secara umum di pasar
dunia yang dapat mengganggu kinerja perdagangan.
Indikator kedua ialah pertumbuhan GDP dunia. Pertumbuhan GDP dunia
dapat juga dikatakan sebagai tingkat pertumbuhan ekonomi global. Kenaikan pada
indikator ini mecerminkan kinerja ekonomi global yang semakin baik.
Indikator terakhir ialah iklim ekonomi. Perhitungan iklim ekonomi
menggunakan indeks yang dikembangkan oleh Pusat Studi & Lembaga Penelitian
Ekonomi “CESifo”. Indeks ini menunjukan kondisi perekonomian dunia
mengunakan persepsi iklim usaha terkait peluang investasi. Peningkatan indikator
ini menggambarkan iklim ekonomi global yang semakin baik. Nilai WECI
menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka kondisi perekonomian
global semakin baik.
Perhitungan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (AFSI)
Langkah awal perhitungan indeks stabilitas sistem keuangan ialah
mengelompokkan indikator individu terpilih kedalam sub-indeks yang masin