Analisis stabilitas sistem keuangan indonesia

ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA

ANDRI SUKRUDIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Stabilitas
Sistem Keuangan Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Andri Sukrudin
NIM H14100117

ABSTRAK
ANDRI SUKRUDIN. Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. Dibimbing
oleh NUNUNG NURYARTONO.
Sistem keuangan sangat penting perananya di dalam perekonomian suatu
negara. Berbagai metode telah digunakan untuk dapat mengamati stabilitas sistem
keuangan, salah satunya dengan membangun indeks agregat untuk stabilitas
sistem keuangan seperti Aggregate Financial Stability Index (AFSI). Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati
fenomena krisis yang terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011 mengunakan
AFSI. Pergerakan indeks menunjukan bahwa secara umum stabilitas sistem
keuangan Indonesia berada pada koridor financial instability atau kondisi tidak
stabil. Validasi ekonometrik indeks dilakukan dengan menganalisis pengaruh
indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia
menggunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM).
Pertumbuhan volume GDP dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
berkontribusi positif dalam menciptakan sistem keuangan yang stabil.
Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan nilai tukar nominal berpengaruh

negatif, sehingga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan.
Kata Kunci: Aggregate Financial Stability Index, Indikator Makroekonomi,
Model koreksi Kesalahan, Stabilitas Sistem Keuangan

ABSTRACT
ANDRI SUKRUDIN. Indonesia’s Financial
Supervised by NUNUNG NURYARTONO.

System

Stability Analysis.

The financial system is very important in the economy of a country. Various
methods have been used to observe the stability of the financial system, one of
them by constructing an aggregate index for the stability of the financial system as
“Aggregate Financial Stability Index (AFSI)”. The purpose of this study is to
assess the stability of the financial system and to observe the crisis phenomena
that occurred in Indonesia during the period 2000-2011 using the AFSI. The
movement of the index shows that the overall stability of the financial system in
Indonesia is in the corridors the financial instability or unstable condition.

Econometric validation of index by analyzing the effect of macroeconomic
indicators on the stability of the Indonesia’s financial system using Error
Correction Model (ECM). Both the growth of the GDP volume and IHSG gives
rise to positive contribution in creating a stable financial system. Both The growth
in the money supply (M2) and Nominal Exchange Rate bring about a negative
effect, so as to endanger the stability of the financial system.
Keywords: aggregate financial stability index, error correctoin model,
macroeconomic indicators, financial system stability

ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA

ANDRI SUKRUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia
Nama
: Andri Sukrudin
NIM
: H14100117

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah
stabilitas sistem keuangan, dengan judul Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia
dan Indikator Makroekonomi Yang Mempengaruhinya. Stabilitas sistem
keuangan merupakan isu yang sangat menarik karena semakin berkembanganya
sistem keuangan. Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan
bagi para pelaku usaha dalam menentukan strategi pengembangan usahanya dan
pemerintah pusat maupun otoritas moneter dalam menentukan langkah kebijakan
yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai
perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode 2000 sampai dengan
2011 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Terima kasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr Ir
Nunung Nuryartono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran
baik teknis maupun teoritis bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Kepada
Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr
Alla Asmara, SPt, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan, penulis

ucapkan terima kasih atas sarannya untuk perbaikan karya ilmiah ini. Tidak lupa
juga terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen, staff dan seluruh civitas
akademika Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan banyak ilmu
dan bantuannya, teman-teman Ilmu Ekonomi 47 dan pengurus HIPOTESA 2013
atas motivasinya kepada penulis selama menjalankan studi di IPB. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan satu bimbingan Luqman Azis yang
senantiasa menemani penulis dalam mengumpulkan data, Fatimah Zachra Fauziah,
Nana Rodiana, Masyithoh Al-kautsar, Mirsad Awawin dan Ahmad Azhari Pohan
atas semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk teman
seperjuangan Pangrio Nurjaya yang selalu bersama dalam mengarungi susah
senangnya dunia mahasiswa sejak tingkat persiapan bersama. Terima kasih
kepada Intan Maulidia yang selalu bersedia berbagi dan memberikan semangat
kepada penulis. Juga apresiasi saya berikan kepada rekan-rekan HMI cabang
Bogor komisariat FEM yang selalu berbagi ilmu dan pengetahuannya melalui
diskusi yang rutin dilakukan, yakin usaha sampai.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak Sukri Iskandar dan Ibu
Iffah yang melalui usaha dan doanya telah berjuang dengan sangat keras sehingga
berhasil menjadikan penulis sebagai orang pertama dalam keluarga besar yang
memperoleh gelar sarjana. Juga untuk adik penulis Ardi Sukmana agar semakin
termotivasi untuk terus berprestasi. Terakhir untuk sanak saudara yang telah

memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis untuk bisa
menyelesaikan studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Andri Sukrudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Krisis Finansial
Stabilitas Sistem Keuangan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis


6
6
7
8
9
10

METODE PENELITIAN
10
Jenis dan Sumber Data
10
Metode Analisis Data
14
Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat
15
Analisis Deskriptif Pergerakan Indeks
17
Validasi Ekonometrik Indeks : Two-step Engle-Granger Error Correction
Model
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Fenomena Krisis di Indonesia
Periode 2000-2011
20
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tahun 2000-2003
21
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Kecil Tahun 2005
23
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Global Tahun 2008
23
Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Indonesia
24
PENUTUP
Simpulan
Saran

30
30

31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR TABEL
1

Indikator Individu Penyusun Agregat Financial Stability Index
(AFSI)
2 Indikator Makroekonomi
3 Uji Akar Unit
4 Uji Kontegrasi Engle-Granger
5 Uji Kointegrasi Johansen
6 Uji Asumsi Klasik
7 Hasil Estimasi Error Correction Model

11
14
25
25
26
26
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012
Kerangka Pemikiran
Pergerakan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat dan SubIndeks Penyusun

2
9
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index
(FDI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index
(FVI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index
(WECI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Development Index (FDI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Vulnerability Index (FVI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Soundness Index (FSI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks World
Economic Climate Index (WECI)
Data Hasil Agregasi Masing-masing Indikator Individu Sub-Indeks
FDI, FVI, FSI, WECI, dan Indeks Agregat AFSI
Koridor Stabilitas Sistem Keuangan
Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) Agregat Bank Indonesia
Data Indikator Makroekonomi
Uji Akar Unit AFSI ADF dan PP
Uji Akar Unit Pertumbuhan Volume GDP ADF dan PP
Uji Akar Unit IHSG ADF dan PP
Uji Akar Unit JIBOR Tenor 3 Bulan ADF dan PP
Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar (M2) ADF dan PP
Uji Akar Unit Nilai Tukar Nominal ADF dan PP

34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
43
44
45
46
47
48
49
50

19
20
21
22
23
24
25
26
27

Uji Kointegrasi Engle-Granger
Uji Kointegrasi Johansen
Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang
Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek
Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET
Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera
Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi
Hasil Uji Heteroskedasticity Breusch-Pagan-Godfrey
Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test

51
52
53
53
54
54
55
55
56

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin disadari bahwa sistem keuangan sangat penting peranannya di
dalam perekonomian suatu negara. Stabilitas sistem keuangan merupakan isu
yang sangat penting. Stabilitas sistem keuangan bukan tujuan akhir dalam
perekonomian tetapi lebih kepada suatu kondisi yang menjadi syarat penting
dalam mencapai perkembangan ekonomi 1 . Sistem keuangan yang stabil dapat
mendorong kinerja sektor riil melalui peran intermediasi lembaga keuangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu pemerintah dalam upaya
pengendalian tingkat inflasi melalui transmisi kebijakan moneter untuk menjaga
daya beli masyarakat dan daya saing produk yang dihasilkan oleh suatu negara.
Setiap negara berusaha menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menciptakan
sistem perbankan dan iklim investasi yang sehat melalui berbagai kebijakan
moneter yang sesuai. Pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menentukan
kebijakan yang tepat dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi,
karena stabilitas sistem keuangan sangat rentan terhadap berbagai ancaman baik
dari dalam maupun dari luar khususnya di negara berkembang seperti Indonesia.
Institusi pasar dan lembaga-lembaga keuangan di negara berkembang umumnya
tidak teratur, terbagi-bagi tanpa pengawasan yang terpusat dan cenderung
tergantung pada pihak luar serta nilai tukar yang sangat mudah dipengaruhi oleh
dolar atau terhadap beberapa mata uang negara-negara maju lainnya 2.
Krisis finansial asia yang juga dialami Indonesia pada tahun 1997-1998
menunjukan bahwa buruknya stabilitas sistem keuangan dapat melemahkan
perekonomian suatu negara. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar yang
sebelumnya pada akhir tahun 1997 hanya bergerak pada kisaran Rp. 4,850 per
dolar AS merosot hampir mencapai Rp. 17,000 per dolar AS pada awal tahun
1998. Kondisi ekonomi mengalami ketidakpastian (uncertainty) yang terus
meningkat sehingga mengguncang pasar uang, pasar valas dan pasar modal
Indonesia serta menambah beban hutang Indonesia khususnya pihak swasta yang
berpotensi menyebabkan capital outflow yang besar. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) turun ke titik terendah yaitu 292.12 poin pada tahun 1998 dari
467.339 poin pada semester satu tahun 1997. Menurunnya kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan mengakibatkan terjadinya penarikan besarbesaran (Bank Runs) tabungan masyarakat yang ada di bank. Sementara kredit
yang disalurkan oleh bank sebagian besar terkonsentrasi pada perusahaanperusahaan besar yang rentan terhadap dampak krisis keuangan tersebut. Kredit
macet (Non Performing Loan) mencapai 30% sehingga bank kesulitan untuk
mengembalikan uang kepada masyarakat.
Krisis kecil tahun 2005 yang disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia
menyebabkan kondisi perekonomian dunia menjadi tidak stabil khususnya bagi
1

Nasution, Anwar. 2003. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda
Kedepan. hlm 4
2
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonom edisi kesembilan Jilid
2. Erlangga: Jakarta. hlm 315

2
negara pengimpor minyak seperti Indonesia 3. Hal tersebut memaksa pemerintah
untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian
menyebabkan inflasi. Pertumbuhan sektor riil mengalami perlambatan dan kredit
bermasalah meningkat. Menurut Prasetyantoko (2009) ekonomi Indonesia sedang
mengalami pertumbuhan yang tidak nyata. Alasanya karena pertumbuhan
ekonomi tidak disertai bertambahnya lapangan pekerjaan yang signifikan. Hal
tersebut dapat terjadi jika sektor keuangan tumbuh dengan cepat secara tidak
proporsional terhadap sektor riil ditambah lagi jika sektor keuangan berkembang
dalam situasi fungsi intermediasi yang tidak berjalan.
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 sebagai imbas dari resesi
perekonomian Amerika Serikat yang sebagian besar disebabkan oleh kredit macet
perumahan (subprime mortgage). Banyak perusahaan besar dunia yang
berinvestasi pada bisnis kredit rumah tersebut. Ketika terjadi gagal bayar pada
bisnis kredit perumahan tersebut perusahan-perusahan besar dunia yang
berinvestasi mengalami kesulitan likuiditas dan akhinya bangkrut. Hal ini
menganggu perekonomian global dan menyebar ke sebagian besar negara-negara
di dunia termasuk Indonesia. Dampak resesi ekonomi tersebut cukup berpengaruh
terhadap perekonomian Indonesia. Krisis global menyebabkan banyaknya investor
asing yang menarik dananya dari Indonesia sehingga permintaan dolar meningkat.
Permintaan dolar yang meningkat menyebabkan kurs rupiah melemah pada bulan
November 2008 menjadi Rp. 11.711 per dolar AS dari 10.048 per dolar AS pada
bulan Oktober 2008.

Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi

90
80

77.63

70

Tingkat (%)

60
50
40
30
20
11.05
10 9.539.52
9.777.548.64
8.226.47
7.82
7.246.954.94
6.46 6.5 9.24
4.7
0
-10
-20

17.11
12.55
11.06
9.35 10.03
6.4 5.69 6.6
6.356.014.586.96
6.226.496.23
5.5 6.59
4.923.64 4.5 5.06
4.785.03
3.79 4.3
2.78
2.01
0.79

-13.13
Periode (Tahun)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

Gambar 1 Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012
Krisis juga diperburuk dengan tingginya tingkat inflasi di suatu negara.
Tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.67% pada februari 1998 kemudian terus
3

Deriantino (2010) dalam “Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia
Experience” Hal 60, menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak
sejak tahun 2004, sebelumnya Indonesia merupakan negara pengekspor minyak.

3
meningkat menjadi 54.54% pada agustus 1998. Sementara pada krisis 2008
tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.14% pada bulan september. Tingkat
inflasi yang tinggi secara langsung dapat mengurangi daya beli masyarakat
khususnya bagi masyarakat yang berpendapatan rendah. Hal ini dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga dapat mengganggu
stabilitas politik dan keamanan negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai
negatif yaitu sebesar 13.13% sebagai dampak krisis finansal yang melanda
beberapa negara di Asia termasuk Indonesa pada tahun 1998. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mengalami penurunan berturut-turut dari tahun 2007, 2008
dan 2009 sebesar 6.35%, 6.01% dan 4.58%. Hal ini menunjukan bahwa krisis
finansial dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Dampak krisis finansial yang begitu besar mendorong setiap negara untuk
lebih menata, mengawasi dan mengontrol stabilitas sistem keuangannya terutama
di era ekonomi yang semakin terbuka ini. Krisis ekonomi global tampak dalam
gejala resesi perekonoman dunia yang umumnya bersumber dari negara-negara
maju, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
khususnya di negara sedang berkembang seperti Indonesia 4 . Guncangan pada
stabilitas ekonomi global dapat mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri suatu
negara melalui hubungan perdagangan maupun kerjasama dalam bidang ekonomi
lain seperti pinjaman luar negeri, investasi langsung dan tidak langsung. Krisis
tersebut kemudian menyebar secara sistemik di dalam sistem keuangan setiap
negara khususnya melalui lembaga keuangan dimana sektor perbankan
mendominasi pasar keuangan Indonesia dengan share asset sekitar 80% 5.

Rumusan Masalah
Indonesia telah memiliki banyak pengalaman dari berbagai krisis yang
pernah dialami dalam menjaga stabilitas makroekonomi khususnya dalam
menerapkan kebijakan moneter yang tepat dan berhati-hati terhadap berbagai
pengaruh negatif perekonomian global. Terbukti setelah krisis 1998 Indonesia
berusaha bangkit dari keterpurukan dan mampu meminimalisir berbagai dampak
negatif dari krisis 2008 khususnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pemerintah melalui Bank Indonesia mulai melakukan pengawasan serius terhadap
sistem perbankan yang terkena dampak paling besar saat krisis. Selain itu sistem
perbankan memiliki fungsi intermediasi antara pemilik dana dengan para pelaku
usaha sehingga harus benar-benar diawasi dalam menjaga ketersedian dana
pinjaman dari dalam negeri bagi para pelaku usaha karena sangat berisiko jika
melakukan pinjaman luar negeri. Bank juga harus menjaga dana para nasabah
yang menabung agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Stabilitas sistem keuangan yang baik menunjukan iklim investasi dan sistem
perbankan yang sehat sehingga dapat mendukung sektor riil khususnya industri
yang dapat menghasilkan barang-barang kebutuhan dasar hidup masyarakat secara
umum agar permintaan dalam negeri dapat terpenuhi dan mengurangi
4

5

Rahardjo MD. 1987. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. LP3ES: Jakarta. hlm 67
Deriantino E. 2010. Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia Experience.
Direktorat Penelitian dan Regulasi, Bank Indonesia. hlm 62

4
ketergantungan akan impor barang-barang kebutuhan. Stabilitas sistem keuangan
yang baik juga harus didukung oleh nilai tukar mata uang dalam negeri yang stabil
terhadap mata uang negara lain agar kegiantan perdagangan internasional dan
investasi dapat berjalan dengan baik khususnya untuk investasi yang didanai
dengan pinjaman luar negeri.
Fenomena krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia memberikan trauma
tersendiri karena dengan waktu yang sangat singkat dapat meruntuhkan
perekonomian suatu negara dan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk
dapat pulih. Setiap negara dituntut untuk mampu mengawasi dan mengontrol
sistem keuangannya agar tetap stabil dan terhindar dari krisis.
Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan oleh
pemerintah dan pelaku usaha dalam menentukan kebijakan yang berimplikasi
pada kinerja perekonomian Indonesia. Permasalahan yang mendasar adalah sangat
sulit untuk mendefinisikan atau mengambarkan secara sederhana kondisi sistem
keuangan. Sulit mengetahui stabilitas sistem keuangan yang berada pada kondisi
baik dan sistem keuangan yang berada dalam kondisi rentan terhadap krisis.
Diperlukan suatu metode atau indikator yang dapat menggambarkan kondisi
stabilitas sistem keuangan sehingga dapat membantu pemerintah dalam
merancang dan menetapkan kebijakan yang tepat bagi perekonomian. Para pelaku
usaha juga lebih mudah dalam menyusun strategi yang matang untuk
pengembangan usaha.
Berbagai studi telah dilakungan untuk mengembangkan metode yang dapat
digunakan sebagai indikator dalam mengamati fenomena krisis dan stabilitas
sistem keuangan. Indikator yang telah dikembangkan kemudian digunakan untuk
membangun sistem peringatan dini. Beberapa indikator lain dibangun dalam
bentuk indeks stres, indeks agregat satbilitas sistem keuangan dan lain-lain.
Pengembangan sistem peringatan dini atau lebih dikenal dengan Early
Warning System (EWS) salah satunya yang dilakukan oleh singh (2010) dengan
membangun indeks kerapuhan sektor perbankan bulanan (BSF) India yang
dijadikan indikator untuk memberikan sinyal krisis mengunakan model probit.
Studi terkait EWS di Indonesia juga sudah banyak dikembangkan seperti yang
dilakukan oleh Handoyo (2012) membangun sistem yang memberikan sinyal
krisis mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta Dewi dan Sutrisna (2013)
membangun sistem yang memberikan sinyal krisis nilai tukar dan krisis
perbankan mengunakan indeks EPM 6 dan pendekatan kualitatif model logit.
Indeks stres stabilitas keuangan juga banyak dikembangkan di berbagai
negara seperti indeks stres keuangan sistemik Yunani oleh Louzis dan Vouldis
(2013), Hanschel dan Monnin (2005) membangun Indeks sters sektor perbankan
Swiss serta Illing dan Liu (2003) membangun Financial Stress Index (FSI) untuk
sistem keuangan Canada. Bank Indonesia juga mengembangkan Financial
Stability Index atau Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) agregat untuk
mengamati stabilitas sistem keuangan Indonesia. Namun, menurut Albulescu dan
Goyeau (2010) meskipun sistem peringatan dini (EWS) dapat memberikan
6

Handoyo (2012) mengunakan Indeks EPM yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo dan
Reinhart (1998) dan Kaminsky dan Reinhart (1999). Dewi dan Sutrisna (2013) mengunakan
Indeks EPM yang sebelumnya dikembangkan oleh Bussiere dan Fratzcher (2002) yang
didefinisikan sebagai bobot rata-rata volatilitas nilai tukar, cadangan devisa dan perubahan suku
bunga riil.

5
perkiraan terkait kemungkinan munculnya krisis keuangan, tetapi tidak
menawarkan kemungkinan untuk memperhitungkan seluruh resiko dalam sistem
yang terbuka, juga tidak memberikan informasi yang berkaitan dengan kapasitas
respon terhadap guncangan. Albulescu dan Goyeau (2010) juga berpendapat
bahwa teknik-teknik uji stres (Stress Index) memungkinkan identifikasi terhadap
potensi guncangan dan memperkirakan daya tahan sistem keuangan, tetapi tidak
memberikan kemungkinan untuk membandingkan tingkat stabilitas untuk periode
yang berbeda atau tingkat stabilitas dari dua atau lebih sistem keuangan.
Studi dalam membangun indeks agregat untuk stabilitas sistem keuangan
juga sudah mulai banyak dikembangkan. Aggregate Financial Stability Index
(AFSI) merupakan indeks agregat yang dikembangkan oleh Albulescu (2008)
untuk menganalisis stabilitas sistem keuangan Rumania, Morris (2010)
membangun AFSI untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dan AFSI untuk
stabilitas sistem keuangan Macao yang dikembangkan oleh Cheng dan Choy
(2011). Metode AFSI merupakan teknik tersendiri yang dapat digunakan untuk
melengkapi metode yang lain. AFSI memberikan kemungkinan kepada
pengunanya untuk membandingkan tingkat stabilitas sistem keuangan dalam
periode yang berbeda, juga atar sistem keuangan yang berbeda, mengamati
dinamika perubahan tingkat stabilitas suatu sistem keuangan dan memungkinkan
untuk dilakukan peramalan terkait stabilitas suatu sistem keuangan. Keuntungan
lain dari metode AFSI adalah mengunakan cara penghitungan yang sederhana,
akses yang mudah terhadap data statistik karena secara umum datanya cukup
tersedia, lebih transparan dan sangat membantu dalam mendefinisikan stabilitas
sistem keuangan suatu negara (Albulescu dan Goyeau 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai
dasar untuk mengkaji beberapa hal sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode
2000-2011?
2.
Bagaimana pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap stabilitas
sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis
keuangan ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk :
1.
Menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati fenomena krisis yang
terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011.
2.
Menganalisis pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap
stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan
terjadinya krisis keuangan.

6
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
diantaranya :
1.
Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri dan pembaca terkait
perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia dan krisis keuangan.
2.
Menjadi bahan pertimbangan dan memberikan masukan bagi pemerintah
serta para stakeholder dalam menetukan kebijakan yang berkaitan dengan
hal stabilitas sistem keuangan Indonesia.
3.
Menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan dan krisis keuangan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas perkembangan stabilitas sistem keuangan
Indoneisa serta fenomena krisis yang terjadi selama periode 2000-2011 dan
menganalisis beberapa indikator makroekonomi yang berpengaruh terhadap
stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya
krisis keuangan di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Krisis yang terjadi dan berpengaruh sistemik terhadap perekonomian baik
yang terjadi di Asia, Amerika Serikat dan Eropa umumnya merupakan krisis
finansial. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami krisis finansial
dengan dampak terburuk pada krisis Asia tahun 1998. Perbandingan yang sangat
beragam dari contoh krisis yang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai negara
menandakan hubungan yang kompleks antara episode krisis dan struktur yang
mendasari baik ekonomi dan sistem keuangannya (Visano 2006).

Krisis Finansial
Visano (2006) mengatakan bahwa krisis muncul secara beragam dalam
bentuk runtuhnya pasar saham, kegagalan secara besar-besaran lembaga
keuangan, jatuhnya nilai tukar mata uang suatu negara atau beberapa
kombinasi dari ketiganya. Krisis keuangan dipandang secara luas dalam berbagai
situasi dimana beberapa lembaga atau aset keuangan dalam waktu yang singkat
tiba-tiba kehilangan sebagian besar nilainya 7. Krisis finansial umumnya dikaitkan
dengan Bank Panic yang ditandai dengan banyaknya penarikan secara besarbesaran tabungan (Bank Runs) akibat menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap bank dan pesentase kredit macet yang cukup tinggi. Krisis
finansial juga disebabkan nilai mata uang domestik melemah terhadap mata uang
7

Singh, Thangjam Rajeshwar. 2010. Ordered Probit model of Early Warning System for
Predicting Financial Crisis in India. Journal of Economic Literature Classification Number:
C25, C35, E44, E47, G01

7
asing, liquiditas berkurang akibat meningkatnya permintaan mata uang asing.
Krisis utang juga menjadi salah satu penyebab krisi finanisal. Menurut Lestano,
Jacob dan Kuper (2003), suatu negara dikatakan mengalami krisis utang pada saat
negara tersebut tidak mampu lagi membayar utang dan/atau bunganya, sehingga
memutuskan untuk menunda pembayarannya sebagai bentuk keringanan.

Stabilitas Sistem Keuangan
Sistem keuangan merupakan bagian penting dalam mendukung
perkembangan sektor riil. Robinson berpendapat bahwa sektor keuangan akan
selalu mengikuti sektor industri atau riil 8. Terkait tahapan-tahapan pembangunan,
Patrick mengatakan bahwa hasil pembangunan sektor keuangan adalah
pertumbuhan ekonomi pada awal pembangunan ekonomi modern. Namun, begitu
stabilitas sistem keuangan tercapai maka sistem keuangan akan mengikuti
keadaan sektor riil 9. Sistem keuangan terdiri atas berbagai institusi di dalam suatu
perekonomian yang membantu mempertemukan (intermediasi) tabungan yang
dimiliki seseorang dengan investasi orang lain (Mankiw 2006) 10. Sistem keuangan
sangat penting peranannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun,
banyak fakta yang menunjukan bahwa sektor keuangan juga dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan ekonomi 11 . Banyak negara dengan sistem
keuangan yang buruk kesulitan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya negara miskin dan negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun
mengalami resesi akibat sistem keuangan yang buruk.
Stabilitas sistem keuangan menurut Nasution (2003) memiliki kaitan
langsung dengan stabilitas harga yang menjadi acuan bagi stabilitas moneter dan
stabilitas sektor keuangan yang di dalamnya terdapat lembaga keuangan dan pasar
keuangan yang mendukung jalannya sistem keuangan secara keseluruhan. Contoh
kasusnya adalah jika tingkat inflasi tinggi akan mendorong kebijakan uang ketat
(tight money policy), dengan meningkatkan suku bunga yang dapat berdampak
pada meningkatnya kredit bermasalah yang kemudian menyebabkan kegagalan
bank dan lembaga keuangan lainnya di dalam sektor keuangan. Sebaliknya
gangguan pada sektor keuangan dapat menganggu efektivitas transmisi kebijakan
moneter dan tingkat harga secara umum. Sedangkan Albulescu dan Goyeau
(2010) mendefinisikan sistem keuangan yang stabil sebagai sistem yang selalu
melakukan penyesuaian ke arah keseimbangan, setelah terkena pengaruh
guncangan dari dalam dan dari luar, kemudian mampu menjalankan fungsi
tradisional yang berkaitan degan alokasi sumber daya yang efisien, untuk
memperbaiki distorsi harga dan menjamin sistem pembayaran dan sistem
penyelesaian yang memadai, sebagai fungsi yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang menyeluruh.

8

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. Op.cit., hlm 310
Loc.cit.
10
Mankiw, N. Gregory. 2006. Prinsip Of ECONOMIC, Pengantar Ekonomi makro. Salemba
Empat : Jakarta. Hal. 84
11
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Op.cit., hlm 310
9

8
Penelitian Terdahulu
Singh (2010) dalam penelitiannya terkait dengan Early Warning System
(EWS) untuk memprediksi krisis finansial (situasi rapuh) di India. Studi ini
menunjukan bahwa dalam mengembangkan sistem peringatan dini perlu
dilakukan penggabungan indikator makroekonomi global dan domestik untuk
memantau dan menjaga stabilitas keuangan dalam suatu perekonomian. Penelitian
ini menggunakan metode indeks bulan pada sektor perbankan, dimana sektor
perbankan paling sering terkena dampak krisis dan membangun indeks kerapuhan
sektor perbankan bulanan (BSF) India serta mengembangkan model analisis
probit untuk memprediksi krisis perbankan menggunakan indikator
makroekonomi.
Penelitian terkait probabilitas variabel fundamental ekonomi Indonedsia dan
financial contagion effect terhadap terjadinya krisis finansial di Indonesia yang
dilakukan oleh Handoyo (2012), membedakan tiga jenis krisis keuangan: krisis
mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta menggunakan empat kelompok
indikator dari literatur (indikator fundamental) ekonomi menjadi eksternal,
keuangan, indikator domestik (riil dan publik) dan global, yang mungkin
mempengaruhi probabilitas krisis keuangan. Sistem keuangan negara-negara
berkembang seperti Indonesia sangat rentan, oleh karena itu diperlukan instrumen
kuat untuk memprediksi krisis. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya krisis mata uang di Indonesia, yaitu : rasio antara neraca transaksi
berjalan dengan GDP, rasio antara M2 dengan cadangan devisa luar negeri,
tingkat suku bungan Amerika Serikat dan financial contagion. Variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis perbankan di Indonesia, yaitu :
financial contagion, real exchange rate dan government consumption expenditure.
Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis utang luar negeri
di Indonesia, yaitu : term of trade dan rasio current account terhadap PDB riil.
Albulescu dan Goyeau (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Assessing
and Forecasting Romanian Financial System’s Stability Using an Aggregate
Index mengembangkan indeks stabilitas agregat sistem keuangan Rumania
atau
Aggregate
Financial
Stability
Index
(AFSI)
untuk
membantu mendefinisikan, menilai dan memperkirakan stabilitas sistem
keuangan. Indeks disusun dengan mempertimbangkan indikator yang berkaitan
dengan perkembangan sistem keuangan, kerentanan, kesehatan perbankan
dan
iklim
ekonomi
internasional. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan stabilitas sistem
keuangan
Rumania
selama
periode
19992007. Indeks agregat menangkap gejolak keuangan periode 19981999 seperti krisis perbankan Rumania dan 2007 krisis subprime. Nilai-nilai
yang diperkirakan dari indeks menunjukkan penurunan stabilitas keuangan di
tahun 2009, dipengaruhi oleh penurunan perkiraan aktivitas keuangan dan
ekonomi.
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dengan metode penyusunan
yang sama dengan penelitian sebelumnya juga digunakan oleh Morris (2010)
untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dengan menggabungkan indikator
mikroekonomi, makroekonomi dan faktor internasional serta indikasi
kinerja
sektor
perbankan
menjadi
satu
ukuran

9
stabilitas keuangan. Indeks berhasil menangkap periode kunci dari ketidakstabilan
keuangan selama periode sampel dan mencerminkan perbaikan umum
dalam stabilitas. Hasil Ekonometrik memperkuat sensitivitas indeks
terhadap
variabel-variabel
yang
termasuk
dalam
indikator
makroekonomi. Berdasarkan hal tersebut, simulasi Monte Carlo digunakan untuk
memprediksi stabilitas keuangan satu tahun ke depan dalam upaya untuk
membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan kondisi kerentanan sektor
perbankan di masa yang akan datang. Selain itu, nilai-nilai
yang diperkirakan menunjukan penurunan indeks pada paruh kedua tahun 2010.

Kerangka Pemikiran

Ancaman
Krisis

Indikator Ekonomi

Financial
Development
Index
(FDI)

Financial
Vulnerability
Index
(FVI)

Financial
Soundness
Index
(FSI)

World
Economic
Climate
Index

Error Correction Model
(ECM)
Aggregate Financial
Stability Index
(AFSI)

Indikator
Makroekonomi

Stabilitas Sistem Keuangan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Ancaman krisis finansial dapat diprediksi dengan melihat perubahan
indikator ekonomi. Beberapa indikator ekonomi dipilih dan dikelompokan untuk

10
membentuk empat sub-indeks. Ada dua puluh indikator ekonomi yang digunakan
dalam membangun indeks agregat yang terlebih dahulu dikelompokan ke dalam
masing-masing sun-indeks. Sub-indeks yang pertama adalah Financial
Development Index (FDI) yang berfungsi untuk mengamati perkembangan
keuangan. Sub-indeks selanjutnya adalah Financial Vulnerability Index (FVI)
yang berfungsi untuk memberikan gambaran seberapa rentan kondisi sebuah
sistem keuangan. Kemudian sub-indeks berikutnya adalah Financial Soundness
Index (FSI) yang menggambarkan kondisi kesehatan kelembagaan dalam sistem
keuangan dalam hal ini sektor perbankan. Sub-indeks yang terakhir adalah World
Economic Climate Index (WECI) yang berfungsi untuk memberikan gambaran
iklim perekonomian global. Keempat sub-indeks tersebut kemudian diagregasi
untuk membentuk sebuah indeks agregat yaitu Aggregate Financial Stability
Index (AFSI) yang berfungsi memberikan gambaran kondisi stabilitas sistem
keuangan. Validasi indeks dilakukan dengan analisis ekonometrika mengunakan
model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM) dengan meregresikan
AFSI terhadap beberapa indikator makroekonomi yang bertujuan untuk menguji
seberapa baik indeks tersebut dapat menjelaskan kondisi satablitas sistem
keuangan dan melihat pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap
stabilitas sistem keuangan. Indeks agregat tersebut diharapkan mampu
memberikan gambaran dalam menganalisis perkembangan kondisi stabilitas
sistem keuangan dan ancaman krisis finansial serta menganalisis mana indikator
ekonomi yang paling berpengaruh terhadapa stabilitas sistem keuangan, dengan
demikian dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap krisis dan stabilitas
sistem keuangan dapat terjaga.

Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat ditarik hipotesis bahwa sistem
keuangan Indonesia sebagai negara sedang berkembang sangat rentan terhadap
ancaman krisis keuangan oleh karena itu diperlukan instrumen yang kuat untuk
memprediksi krisis. Agregat Financial Stability Index (AFSI) mampu
menunjukan perkembangan stabilitas sistem keuangan dan fenomena krisis yang
terjadi selama periode pengamatan khususnya krisis global tahun 2008. Lima
Indikator makroekonomi dipilih untuk melihat faktor yang mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan Indonesia. Pertumbuhan volume GDP yang
menunjukan pertumbuhan perekonomian dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mewakili pasar modal
memiliki pengaruh positif terhadap stabilitas sistem keuangan. Jakarta Interbank
Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar
(M2) berpengaruh negatif dan Nominal Exchange Rate (NER) memiliki pengaruh
negatif terhadap stabilitas sistem keuangan seperti yang terjadi pada krisis 1998.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data

11
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau dalam bentuk file
digital dan data kuantitatif yang merupakan angka hasil pengukuran atau
penghitungan (Juanda, 2009). Data yang digunakan adalah data kuartalan yang
bersumber dari institusi atau lembaga pemerintah maupun swasta dalam bentuk
hardcopy berupa makalah dan laporan serta media informasi online berupa
softcopy laporan dan data-data statistik dari website sebuah institusi atau
organisasi.
Tabel 1 Indikator individu penyusun Agregat Financial Stability Index (AFSI)
Indikator Individu

Satuan

Sumber Data*

Market capitalization /GDP

Persen (%)

BAEPAM-LK

National Currency Credit/GPD

Persen (%)

SEKI BI

Interest rate spread

Persen (%)

world Bank

Bank concentration

Persen (%)

world Bank

Inflation, consumer prices

Persen (%)

IFS IMF

General Balance, Deficit or Surplus / GDP

Persen (%)

SDDS BI

Current Account / GDP

Persen (%)

SEKI BI

Real Effective Exchange Rate (change)

Persen (%)

World Bank

Non Govermental Kredit / Total Kredit

Persen (%)

SEKI BI

Loan / Deposits

Persen (%)

SEKI BI

Deposit / M2

Persen (%)

SEKI BI

(Reserves / Deposit) / (Note&coin / M2)

Persen (%)

SEKI BI

Bank nonperforming loans to gross loans

Persen (%)

SPI BI

Bank Capital Adequacy Ratio (CAR)

Persen (%)

SPI BI

Bank capital to total assets

Persen (%)

SPI BI

Bank Return on Asset (ROA)

Persen (%)

SPI BI

Bank Z-score

Persen (%)

World Bank

World Inflation, consumer prices

Persen (%)

IFS IMF

World GDP growth

Persen (%)

IFS IMF

Index Number

CESifo

Financial Development Index (FDI)

Financial Vulnerability Index (FVI)

Financial Soundness Index (FSI)

World Economic Climate Index (WECI)

Economic Climate Index
Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014

Financial Development Index (FDI)
Financial Development Index atau indeks perkembangan menunjukan
bahwa semakin besar nilai indeks maka keuangan semakin berkembang. SubIndeks ini terdiri atas empat indikator. Indikator yang pertama adalah persentase

12
total kapitalisasi pasar terhadap Gross Domestic Produc (GDP) yaitu persentase
antara nilai kapital yang ada di pasar atau nilai pasar modal Indonesia terhadap
GDP. Indikator ini mengambarkan perkembangan dan ukuran pasar modal.
Semakin besar indikator ini menunjukan bahwa investasi semakin meningkat.
Indikator selajutnya adalah persentase kredit domestik mengunakan rupiah
terhadap GDP yang menggambarkan tingkat intermediasi lembaga keuangan
dalam hal ini bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang cukup
dominan di Indoneisa. Semakin tinggi indikator ini menunjukan bahwa lembaga
keuangan semakin baik dalam menjembatani antara pemilik dana berlebih
(surplus unit) dan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit) dan meningkatnya
investasi dalam negeri. Indikator ketiga adalah selisih antara suku bunga pinjaman
dengan suku bunga deposit (interes rate spread). Indikator ini menggambarkan
potensi keuntungan dari jasa intermediasi lembaga keuangan. Namun, semakin
besar indikator ini juga mengambarkan bahwa lembaga keuangan semakin tidak
efisien. Indikator yang terakhir adalah bank concentration yaitu aset tiga bank
terbesar sebagai bagian dari seluruh aset bank komersial. Consentrasi perbankan
di Indonesia cukup tinggi pasca krisis 1998 karena banyaknya bank yang
melakukan merger. Menurut Morris (2010) peningkatan indikator ini
menggambarkan peningkatkan efisiensi sektor perbankan.
Financial Vulnerability Indeks (FVI)
Financial Vulnerability Indeks atau indeks kerentanan menunjukan bahwa
semakin rendah nilai indeks maka sistem keuangan semakin rentan dan juga
sebaliknya. Financial Vulnerability Indeks terdiri dari delapan Indikator. Indikator
ekonomi pertama yang dikelompokan kedalam sub-indeks ini adalah inflasi.
Inflasi menunjukan kenaikan harga barang-barang secara umum. Peningkatan
indikator ini dapat diartikan penurunan nilai uang terhadap barang yang dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan mata uang
tersebut sehingga masyarakat cenderung ini memegang dalam bentuk barang atau
mata uang lain. Indikator yang kedua adalah persentase surplus atau defisit neraca
belanja pemerintah terhadap GDP. Jika terjadi defisit anggaran untuk
menutupinya dapat dilakukan dengan mencetak uang atau utang. Utang tersebut
dapat bersumber dari penerbitan obligasi atau pinjaman luar negri. Beberapa
alternatif tersebut masing-masing memiliki resiko yang cukup besar. Indikator
selanjutnya adalah persentase neraca berjalan terhadap GDP. Defisit neraca
berjalan dapat menyebabkan berkurangnya cadangan devisa dan mengurangi
kontribusinya terhadap GDP. Kemudian Real Effective Exchange Rate (REER)
yang merupakan kinerja nilai tukar sebenarnya mata uang domestik terhadap mata
uang asing secara umum dalam perekonomian internasional. Perubahan yang
fluktuatif dari indikator ini menunjukan perekonomian melalui penyesuaian nilai
tukar telah mengalami koreksi besar (Albulescu dan Goyeau 2010). Indikator
kelima adalah persentase kredit swasta terhadap total kredit. Indikator ini
menggambarkan proporsi pendanaan sektor swasta melalui kredit untuk investasi
dan juga merupakan potensi kredit macet. Indikator selanjutnya adalah persentase
pinjaman terhadap simpanan. Peningkatan indikator ini menunjukan semakin
mudah dan efisien lembaga keuangan dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
Indikator ketujuh adalah persentase simpanan terhadap jumlah uang beredar.
Peningkatan indikator ini menggambarkan kecenderungan masyarakat untuk

13
menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dibandingkan untuk kegiatan
konsumsi. Indikator yang terakhir adalah perbandingan persentase cadangan
terhadap simpanan dengan persentase uang yang dipegang masyarakat terhadap
jumlah uang beredar. Indikator ini mencerminkan seberapa siap lembaga
keuangan dalam mengantisipasi penarikan simpanan secara besar-besaran.
Financial Soundness Index (FSI)
Financial Soundness Index atau indeks kesehatan lembaga keuangan dalam
hal ini perbankan menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka sektor
perbankan semakin baik. FSI terdiri dari lima indikator penyusun indeks.
Indikator pertama adalah persentase kredit macet terhadap total kredit perbankan.
Peningkatan indeks ini akan mengganggu likuiditas sektor perbankan. Indikator
selanjutnya adalah Capital Adequaci Ratio (CAR) mengambarkan tingkat
kapitalisasi perbangkan yang menjadi syarat kecukupan modal terhadap resiko
likuiditas yang dibobotkan. Penigkatan indikator ini mengambarkan semakin siap
perbankan dalam menghadapi resiko likuiditas. Hal yang sama juga untuk
indikator selanjutnya yaitu persentase modal terhadap total aset. Indikator ini
menunjukan proporsi modal terhadap seluruh aset yang dimiliki sektor perbankan.
Semakin tinggi indikator ini menunjukan semakin likuid dan semakin sehat sektor
perbankan. Indikator selanjutnya adalah Bank Return on Asset (ROA) yaitu
ukuran tingkat pengembalian sektor perbankan. Semakin besar indikator ini
mencerminkan keuntungan yang lebih besar di dalam sektor perbankan. Indikator
terakhir adalah Bank Z-Score yaitu tingkat kesehatan perbangkan yang
menggambarkan kemungkinan perbankan dapat bertahan untuk tidak bangkrut.
World Economic Climate Index (WECI)
Tiga indikator individu yang menyusun sub-indeks ini yang pertama adalah
tingkat inflasi dunia. Peningkatan indikator ini menunjukan peningkatan harga
barang-barang secara umum di pasar dunia yang dapat mengganggu kinerja
perdagangan. Pertumbuhan GDP dunia dapat juga dikatakan sebagai tingkat
pertumbuhan ekonomi global. Kenaikan pada indikator ini mecerminkan kinerja
ekonomi global yang semakin baik. Indeks iklim ekonomi yang dikembangkan
oleh Pusat Studi & Lembaga Penelitian Ekonomi “CESifo” menunjukan kondisi
perekonomian dunia mengunakan persepsi iklim usaha terkait peluang investasi.
Peningkata indikator ini menggambarkan iklim ekonomi global yang semakin
baik. Nilai WECI menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka kondisi
perekonomian global semakin baik.
Data yang digunakan merupakan data dalam periode kuartalan. Terbatasnya
ketersedian data untuk beberapa indikator individu menyebabkan harus
dilakukannya penyesuain, sehingga data yang digunakan adalah data dari tahun
2000 sampai dengan 2011 yang merupakan data dengan selang waktu yang paling
banyak tersedia. Hal tersebut membatasi pengamatan dalam penelitian ini
khususnya fenomena krisis tahun 1998 dan kondisi stabilitas sistem keuangan
Indonesia terbaru di tahun 2012 sampai dengan kuartal satu 2014. Penyesuaian
juga harus dilakuakan dengan interpolasi data karena data Interest rate spread,
Bank concentration, General Balance ( Deficit or Surplus / GDP) dan Bank Z-

14
score tersedia dalam periode tahunan sehingga harus diubah menjadi kuartalan
menggunakan program e-views dengan metode cubic macth-last.

Tabel 2 Indikator makroekonomi
Indikator Makroekonomi
GDP Volume (Change)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Nominal Exchange Rate
Jakarta Interbank Offered Rate 3 month
M2 (growth)

Satuan

Sumber Data*

Persen (%)

IFS IMF

Index Number
Rupiah per US
Dollars (Rp/US$)
Persen (%)

SPM Bapepam-LK

Persen (%)

SEKI BI

SEKI BI
SEKI BI

Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014

Indikator makroekonomi pada tabel di atas digunakan untuk melihat faktorfaktor yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Analisis
pengaruh indikator makroekonomi ini sekaligus menguji validasi indeks dan
seberapa baik indeks menunjukan hubungan yang sesuai dengan hipotesis atau
kondisi aktual stabilitas sistem keuangan. Indikator pertama yang digunakan
adalah pertumbuhan volume GDP yang menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi atau kinerja perekonomian. Indikator selanjutnya adalah IHSG yang
mewakili pasar modal Indonesia. IHSG juga menggambarkan kinerja pasar modal
Indonesia. Indikator yang ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat nominal. Indikator ini dipilih karena perubahannya sangat tajam pada
krisis 1998 menyebabkan utang luar negeri meningkat sangat tinggi. Indikator ini
juga menggambarkan ekspektasi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
rupiah jika dibangdingkat dengan valuta asing. Jakarta Interbank Offered Rate
dengan tenor tiga bulan juga digunakan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) untuk
melihat hubungan tingkat bunga pasar uang antar bank dengan stabilitas sistem
keuangan Rumania. Indikator ini mencerminkan ekspektasi perbankan terhadap
kinerja pasar uang antar bank dan dapat berpengaruh pada penentuan suku bunga
pinjaman. Indikator yang terakhir adalah pertumbuhan jumlah uang beredar.
Jumlah uang beredar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan inflasi. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Morris (2010) untuk melihat pengaruh jumlah uang
beredar terhadap stabilitas sistem keungan Jamaika.

Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu membangun
indeks untuk memperoleh nilai dari indeks tersebut dengan menggunakan
Microsoft Excel 2013. Analisis deskriptif pergerakan indeks untuk menguraikan
kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia selama periode pengamatan
berdasarkan nilai indeks yang diperoleh dan uji validitas indeks untuk mengetahui
seberapa baik indeks dapat menjelaskan kondisi sebenarnya serta melihat
pengaruh indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia

15
dengan melakukan regresi terhadap beberapa indikator makroekonomi dengan
analisis ekonometrika mengunakan model koreksi kesalahan (Error Correction
Model = ECM) mengunakan EViews 6.
Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat
Indikator individu terpilih dikelompokan kedalam sub-indeks yang masingmasing menggambarkan perkembangan, kerentanan, kesehatan kelembagaan dan
iklim ekonomi internasional. Kemudian masing-masing indikator terpilih
dinormalisasi. Normalisasi data dilakukan dengan menggunakan metode
normalisasi empiris. Metode normalisasi tesebut menjadikan nilai indikator
berkisar antara “0” sampai dengan “1”. Nilai “0” merupakan nilai terburuk dan “1”
merupakan nilai dengan kondisi stabilitas terbaik. Maka, semakin besar nilai
indeks menunjukan stabilitas sistem keuangan yang semakin baik. Albulescu dan
Goyeau (2010) mengatakan bahwa metode normalisasi empiris dapat digunakan
baik untuk menghitung indeks stres jika analisis didasarkan pada volatilitas
variabel atau indeks stabilitas jika prosedur normalisasi mempertibangkan nilai
tertinggi dan nilai terendah indikator dalam selang waktu pengamatan. Rumus
untuk metode normalisasi empiris adalah sebagai berikut :
��� � =

Dimana :
��� �
=
���
=
���(�� ) =
���(�� ) =

��� − ���(�� )
���(�� ) − ���(�� )

(1)

nilai indikator individu yang telah dinormalisasi
nilai indikator individu i pada waktu ke-t
nilai minimum indikator individu i selama periode pengamatan
nilai maksimum indikator individu