Penggunaan Media Penutup Benih Pada Budi Daya Padi (Oryza Sativa L.)

PENGGUNAAN MEDIA PENUTUP BENIH PADA BUDI DAYA
PADI (Oryza sativa L.) TANAM BENIH LANGSUNG

DEVI PHINA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Media
Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza sativa L.) Tanam Benih Langsung
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr Ir I Wayan Astika MSi
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Devi Phina
NIM F14100117

ABSTRAK
DEVI PHINA. Penggunaan Media Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza
sativa L.) Tanam Benih Langsung. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA.
Metode tanam pindah bibit padi membutuhkan waktu, air, biaya, dan tenaga
kerja yang cukup banyak. Untuk mengatasi peningkatan biaya dan keterbatasan
tenaga kerja di lahan, metode tanam benih langsung (direct seeding) dapat menjadi
salah satu solusinya. Namun di sisi lain, budi daya padi dengan metode tanam benih
langsung berpotensi mengalami kekeringan terutama pada bagian lahan yang lebih
tinggi sehingga diperlukan media penutup benih (mulsa) yang dapat membantu
mengurangi laju penurunan kadar air tanah hingga bibit siap digenangi air.
Penelitian terdiri atas tahap penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penulisan
skripsi. Tahap penelitian utama terdiri dari penentuan jumlah mulsa optimal yang
dilakukan di lahan dan pengamatan perubahan kadar air tanah yang dilakukan di

bak plastik. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu mulsa sekam lebih baik
dibandingkan dengan mulsa arang sekam dalam mempertahankan kadar air tanah.
Pemberian air irigasi dapat mempertahankan kadar air tanah lebih baik secara
signifikan hingga umur bibit 11 hari. Pemberian sekam setebal 12 mm dengan
diameter 5 cm pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi memberikan beda nyata
terhadap perubahan kadar air tanah setelah 11 hari pengamatan.
Kata kunci : kadar air tanah, mulsa sekam, padi, tanam benih langsung

ABSTRACT
DEVI PHINA. The Utilization of Mulch on Paddy (Oryza sativa L.) Cultivation
with Direct Seeding Method. Supervised by I WAYAN ASTIKA.
Paddy cultivation with transplanting method needs much time, water, cost,
and many labors. To overcome the increasing cost and the lack amount of labors on
field, direct seeding method can be one of the solution. Meanwhile, paddy
cultivation with direct seeding method potentially suffer from drought, especially
the higher part of the field, so that mulches are needed to help reducing the decrease
of soil moisture content until the seeds are ready to be inundated. This research
consists of preliminary research, main research, and thesis writing. Main research
consists of the determination of optimal amount of mulches which was done at
paddy field and observation of soil moisture content changes which was done by

using plastic container. The results from this research are the rice-husk mulch is
better than rice-husk charcoal in maintaining the soil moisture content. Water
irrigation can maintain the soil moisture content better significantly until 11 days
after seedling. The utilization of rice-husk with 12 mm width and 5 cm diameter for
without-irrigation treatment give a significant result in maintaining soil moisture
content after 11 days observation.
Keywords : direct seeding, paddy, rice-husk mulch, soil moisture content

PENGGUNAAN MEDIA PENUTUP BENIH PADA BUDI DAYA
PADI (ORYZA SATIVA L.) TANAM BENIH LANGSUNG

DEVI PHINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Penggunaan Media
Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza sativa L.) Tanam Benih Langsung.
Melalui laporan ini, penulis menyampaikan terima atas segala bimbingan,
dukungan, dan bantuan kepada Bapak Dr I Wayan Astika selaku dosen pembimbing
tugas akhir, terima kasih kepada Bapak Dr I Dewa Made Subrata dan Bapak Dr
Lilik Pujantoro atas saran, kritik, dan nasehatnya sebagai dosen penguji ujian
sarjana. Ucapan syukur dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, Papa dan Mama, serta Willy adik tercinta, dan keluarga besar yang selalu
mendukung penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan
sarjana dengan baik. Tidak lupa terima kasih kepada kedua sumber kegembiraan
tambahan di rumah, Zwarty dan Item yang selalu menghibur.
Terima kasih kepada Agustian Muarif yang telah membantu penulis
mengambil dan mengolah data selama penelitian hingga penulisan skripsi. Terima

kasih kepada keluarga besar TMB 48, TMB 47, dan teman-teman Keluarga
Mahasiswa Katolik IPB untuk segala bentuk dukungan. Terima kasih kepada para
teknisi dan staf di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem khususnya Pak Darma,
Pak Udin, Pak Firman, dan Pak Ahmad yang sudah sangat membantu penulis
selama penelitian, serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan dari seluruh
pihak yang telah membantu selama persiapan hingga selesainya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Devi Phina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanam Benih Langsung
Perkecambahan Benih Padi
Sekam Padi dan Arang Sekam
Sifat Fisik Tanah
METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian Utama
Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Nampan Plastik
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Bak Plastik Kecil

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan I
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan II
Perubahan Sifat Fisik Tanah
Kadar Air Tanah
Densitas Tanah
Porositas Tanah
Pertumbuhan Benih Padi
Intensitas Cahaya Matahari
Suhu dan Kelembaban Relatif (RH) Lingkungan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

xii
xii
xiii
1
1
1

2
2
2
3
4
4
4
4
4
5
6
7
11
11
11
11
12
13
14
16

17
20
21
22
23
23
23
23
23
24

DAFTAR TABEL
1 Data diameter dan tinggi tumpukan mulsa saat diletakkan dari ketinggian
tertentu
2 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa sekam
3 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa arang sekam
4 Rancangan perlakuan
5 Daftar variabel yang diukur
6 Data kadar air tanah dalam penentuan jumlah mulsa optimal
7 Perlakuan pengamatan perubahan kadar air tanah

8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap
perubahan kadar air tanah per hari
9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap
perubahan kadar air tanah selama 11 hari

6
6
7
8
10
15
16
19
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Diagram alir prosedur penelitian
5
Sketsa bak plastik kecil tampak atas
9
Sketsa tampak samping bak plastik kecil untuk perlakuan dengan
pemberian air irigasi
9
Sketsa bak tampak atas pada perlakuan pemberian air irigasi
9
Sketsa bak tampak depan pada perlakuan pemberian air irigasi
10
Sketsa bak tampak samping pada perlakuan pemberian air irigasi
10
Percobaan menggunakan nampan plastik untuk penentuan jumlah mulsa
optimal
12
Percobaan penentuan jumlah mulsa optimal menggunakan bak plastik
13
Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal
di bak plastik
13
Mulsa di lahan sawah pada penentuan jumlah mulsa optimal
14
Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal
di lahan I
14
Mulsa pada lahan sawah untuk penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II 15
Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
17
Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
18
Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
20
Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
21

17 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
18 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Dokumentasi penelitian pendahuluan
Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan I
Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II
Gambar teknik
Sketsa bak pada pengamatan perubahan kadar air tanah
Pengujian perlakuan pemberian sekam terhadap perubahan kadar air tanah
selama 11 hari pengamatan
7 Data parameter pendukung
8 Dokumentasi penelitian
9 Sifat fisik tanah latosol Dramaga

26
28
29
30
33
34
39
41
46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat di
Indonesia. Produksi padi nasional berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2014, yaitu sebesar 70.83 juta ton. Budi daya padi pada lahan sawah
di Indonesia umumnya menggunakan metode tanam pindah (transplanting). Pada
metode tanam pindah, benih padi awalnya disemai hingga berumur 21-25 hari
(Muliasari 2009), kemudian dipindahkan ke lahan sawah dengan jarak tanam
tertentu.
Selama proses budi daya padi, air diperlukan dalam jumlah yang banyak
untuk irigasi karena tanah direndam, dilumpurkan, dan digenangi. Di area dengan
curah hujan yang cukup besar, air irigasi dapat diperoleh dari air hujan, sedangkan
di beberapa area dengan curah hujan yang rendah, petani harus menghadapi
permasalahan terbatasnya persediaan air. Menurut pernyataan Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur (2013), air yang dibutuhkan
selama budi daya padi hingga siap dipanen sekitar 3400 liter per 1 kg beras yang
dihasilkan.
Metode tanam pindah bibit padi membutuhkan waktu, air, biaya, dan tenaga
kerja yang cukup banyak. Oleh karena itu, petani mencari metode lain yang dapat
meningkatkan produkivitas padi dan keuntungan untuk mengatasi peningkatan
biaya dan keterbatasan tenaga kerja di lahan. Metode tanam benih langsung (direct
seeding) dapat menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan-permasalahan di
atas. Namun di sisi lain, budi daya padi dengan metode tanam benih langsung
berpotensi mengalami kekeringan terutama pada bagian lahan yang lebih tinggi
sehingga diperlukan media penutup benih (mulsa) yang dapat membantu
mengurangi laju penurunan kadar air tanah.
Bahan organik seperti sekam padi dan arang sekam sebagai mulsa dapat
mempertahankan kadar air tanah pada masa awal perkecambahan padi hingga bibit
tumbuh cukup besar dan dapat digenangi air. Penggunaan mulsa organik perlu
dicoba dan diteliti lebih lanjut untuk mendukung metode tanam benih langsung.
Penggunaan mulsa diharapkan dapat menekan laju penguapan air tanah sehingga
mengurangi kebutuhan air irigasi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. menentukan jumlah sekam atau arang sekam yang digunakan sebagai media
penutup benih padi untuk mempertahankan kadar air tanah pada tahap awal
budi daya padi tanam benih langsung hingga bibit padi siap digenangi air.
2. mempelajari perubahan kadar air tanah pada penggunaan mulsa sekam dan
arang sekam pada tahap awal budi daya padi tanam benih langsung dengan
pemberian air irigasi dan tanpa pemberian air irigasi hingga bibit siap
digenangi air.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Tanam Benih Langsung
Metode tanam benih langsung atau dikenal dengan direct seeding telah lama
diterapkan untuk tanaman sayur dan tanaman palawija. Cara penanaman padi di
Indonesia, umumnya menggunakan metode pindah tanam (transplanting) yang
membutuhkan waktu hingga 25 hari untuk ditanam di lahan sawah dan dibesarkan.
Dengan metode tanam benih langsung, benih padi yang sudah dipilih akan langsung
diletakkan di lubang tanam atau langsung di atas lahan sawah pada titik tanam yang
sudah ditentukan.
Metode ini dikenal juga dengan istilah tabela (tanam benih langsung) yang
telah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah (Pane 2003).
Metode budi daya tanam benih langsung merupakan salah satu cara budi daya yang
dapat menghemat keperluan tenaga kerja semai, cabut bibit, dan tanam sehingga
menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya produksi (Sumarno dan Kartasamita
2002, Malian dan Supriadi 1993). Cara tanam tebar langsung dapat menekan
curahan tenaga kerja sebesar 80% dari cara tanam pindah (tapin) dan dapat
meningkatkan hasil 6–16% lebih tinggi (Umar dan Ar-Riza 1993, Azmi et al. 1991).
Di beberapa negara di Asia juga sudah menerapkan metode tanam benih
langsung. Secara umum, metode tanam benih langsung dibagi menjadi dua, yaitu
dry-seeding dan wet-seeding. Metode dry-seeding biasa diterapkan pada lahan
tadah hujan (rainfed) di dataran rendah, dataran tinggi, dan area rawan banjir (floodprone areas). Metode wet-seeding umumnya diterapkan di area beririgasi. Tanam
benih langsung menawarkan beberapa keuntungan seperti penanaman yang lebih
cepat dan mudah, kebutuhan tenaga kerja berkurang dan pekerjaan lebih ringan,
tanaman siap dipanen lebih awal hingga 7-10 hari, penggunaan air lebih efisien, dan
toleransi terhadap kekurangan air lebih tinggi, emisi gas metan lebih rendah, dan
seringkali menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi di area dengan persediaan
air yang terjamin (Balasubramanian dan Hill 2002).
Perkecambahan Benih Padi
Pada perkecambahan, air sangat berperan penting untuk terjadinya
perkecambahan, karena sebagian besar biji mempunyai kandungan air yang relatif
rendah dan perkecambahan dimulai dengan penyerapan air (Mayer dan Mayber
1963 dalam Nio dan Ballo 2010). Biji memerlukan sejumlah besar air yang harus
diserap sebelum perkecambahan bisa terjadi (Gardner et al. 1991), yaitu sekitar dua
atau tiga kali dari berat keringnya (Stefferud 1961 dalam Nio dan Ballo 2010). Biji
dikatakan berkecambah jika panjang radicula mencapai 2 mm. Akar kecambah
yang muncul setelah proses perendaman berfungsi untuk menyerap air. Penyerapan
air berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio
dan endosperma sehingga akhirnya kulit biji akan pecah atau robek (Ballo et al.
2012).
Proses perkecambahan terjadi karena adanya aktivitas metabolisme dari biji.
Biji yang akan berkecambah membutuhkan air untuk merangsang hormon

3

pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap bagian yang mulai tumbuh
pada saat perkecambahan. Oleh karena itu, jika kekurangan air maka proses
metabolisme pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga proses
perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang toleran kekeringan saja yang
mampu berkecambah. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia, dan
molekuler (Lestari dan Mariska 2006).
Syarat tumbuh benih padi yang baik di antaranya adalah daerah budi daya
berhawa panas dan banyak mengandung uap air, curah hujan rata-rata 200 mm per
bulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau curah hujan per tahun sekitar
1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk tanaman padi yaitu 23 ºC. Ketinggian tempat
yang cocok untuk tanaman padi yaitu berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah dengan pH antara 4-7
dan tanah mengandung air dalam jumlah yang cukup (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bantul 2005). Ciri bibit padi yang baik antara lain batangnya
besar dan kuat serta bebas dari hama dan penyakit (Ruangtani.com 2015). Bibit
dikatakan memiliki kualitas unggul jika pertumbuhan bibit seragam, tumbuh lebih
cepat, memiliki akar yang banyak, kokoh dan menghijau, dan memiliki
produktivitas tinggi (Warino 2015).
Sekam Padi dan Arang Sekam
Sekam merupakan kulit padi yang membungkus beras sebelum melalui
proses penggilingan. Sekam padi belum banyak dimanfaatkan sehingga sering
dianggap sebagai limbah, terutama di lokasi penggilingan beras. Sekam yang belum
diarangkan biasa juga disebut dengan sekam mentah. Menurut Sipahutar (2010),
proses penggilingan padi biasanya menghasilkan sekam 20 – 30%, dedak 8 – 12 %,
dan beras giling 50 – 63.5% dari bobot awal gabah. Rahardi (1991) menyatakan
bahwa sekam padi dapat digunakan sebagai media tanam yang baik karena ringan,
memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, mengandung hara
atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah.
Sekam padi mengandung unsur N 1% dan K 2%.
Arang sekam merupakan sekam padi yang telah melalui proses pembakaran
tak sempurna sehingga belum berbentuk abu. Arang sekam banyak digunakan
sebagai media tanam tanaman sayur maupun tanaman hias. Penambahan arang
sekam pada media tumbuh akan menguntungkan karena dapat memperbaiki sifat
fisik tanah (porositas dan aerasi) sehingga mengefektifkan pemupukan. Arang
sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat
digunakan tanaman ketika kekurangan hara. Hara dilepas secara perlahan sesuai
kebutuhan tanaman/slow release (Komarayati et al. 2003). Penambahan arang
sekam pada media tanam dapat menurunkan kadar air karena arang sekam berfungsi
menyimpan air. Proses pelepasan air ke media tanam dapat diperlambat dengan
penggunaan arang sekam (Supriyanto dan Fiona 2010). Kadar air media tanam yang
tinggi akan membuat benih busuk dan tidak dapat tumbuh.

4

Sifat Fisik Tanah
Parameter sifat fisik tanah, antara lain meliputi kadar air tanah, densitas tanah
(soil dry bulk density), dan porositas tanah (soil porosity). Persamaan untuk
mendapatkan ketiga parameter di atas, dapat dilihat di bawah ini.
� =
�� =



=

��
��



(1)



(2)





×

%

(3)

Keterangan:
MC = kadar air tanah (moisture content), % (basis kering)
Ww = bobot air terkandung di dalam tanah, g
BD = densitas tanah (soil bulk density), g/cc
Ws = bobot tanah kering oven, g
Vs = volume tanah dalam ring sampel, cc
SP = porositas tanah (soil porosity), %
PD = densitas partikel mineral tanah (soil particle density) = 2.65 g/cc
(Pramuhadi et al. 2012)

METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga Desember 2015.
Penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan di lahan sawah di Dramaga, Bogor.
Pengujian sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penanaman benih padi
secara langsung sampai umur 11 hari dilakukan di Ciledug, Tangerang.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian, antara lain
tanah sawah, benih padi, sekam padi, dan arang sekam.
Alat
Alat yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian antara lain:
Oven
f. Bak plastik kecil ukuran 38 cm x
Timbangan digital
30 cm x 12 cm
Lux meter
g. Bak plastik besar ukuran 134 cm
Termometer bola basah dan bola
x 33.5 cm x 18.5 cm
kering
h. Terpal
e. Nampan plastik ukuran 24.5 cm
i. Pipa PVC (d=9 cm)
x 17 cm x 5 cm
a.
b.
c.
d.

5

j. Cetakan mulsa (d=5 cm, tebal 9
mm dan 12 mm)
k. Ring sampel besar (d=5 cm, t=5
cm)

l. Ring sampel kecil (d=5 cm,
t=2.5 cm)
m. Styrofoam (d=5 cm, t=2 cm)
n. Penggaris dan meteran

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian pendahuluan,
penelitian utama, dan penulisan skripsi. Prosedur penelitian secara lengkap dapat
dilihat pada Gambar 1.
Mulai

Persiapan Benih Padi:
Perendaman dan pemeraman benih

Penelitian Pendahuluan:
Penentuan lama waktu kritis bibit padi menggunakan simulasi bak
plastik berisi tanah sawah
Perlakuan: penutupan benih dengan sekam dan arang sekam

Persiapan Media Tanam:
Pengolahan tanah dan pengukuran
sifat fisik tanah

Penelitian Utama-1
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal
Perlakuan: penutupan tanah dengan sekam dan arang sekam
dengan variasi bobot (gram)

Analisa Parameter: kadar air tanah (%)

Hasil:
Dipilih jenis dan bobot (gram) media penutup benih terbaik
dalam mempertahankan kadar air tanah selama 5 hari
Persiapan Benih Padi:
Perendaman dan pemeraman benih

Persiapan Media Tanam:
Pengolahan tanah dan pengukuran
sifat fisik tanah

Penelitian Utama-2
Pengamatan Perubahan Kadar Air Tanah:
Di bak plastik dengan kombinasi 2 faktor: irigasi dan tanpa irigasi
dengan variasi ketebalan media penutup benih terbaik pada kondisi
intensitas cahaya, suhu, dan RH lingkungan terukur

Analisis Parameter:
a. Kadar air tanah
b. Bulk density tanah
c. Porositas tanah
d. Tinggi tanaman

Pengolahan Data:
1. regresi linier
2. analisis varian satu arah
3. uji Duncan

Hasil:
Ketebalan mulsa terbaik pada perlakuan dengan
irigasi dan tanpa irigasi

Selesai

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

6

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan telah dilakukan selama tujuh hari sejak tanggal 2 Juni
- 8 Juni 2015 dengan tujuan mengetahui kemampuan mulsa sekam dan arang sekam
untuk mengurangi laju kehilangan air tanah, serta untuk mengetahui lama waktu
kritis bibit padi. Lama waktu kritis bibit padi adalah waktu yang dibutuhkan bibit
padi untuk tumbuh hingga ketinggian yang cukup untuk digenangi air. Waktu kritis
menentukan lamanya waktu pengamatan. Tanah yang digunakan untuk penelitian
pendahuluan merupakan tanah sawah yang sudah siap ditanami bibit padi. Tanah
sawah dijemur hingga kadar airnya menurun dan tanah dalam keadaan macakmacak.
Benih padi yang digunakan merupakan benih padi yang sudah memiliki tunas
dari hasil perendaman dan pemeraman. Benih ditanam di dalam wadah plastik
berukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm dengan jarak tanam 12 cm x 20 cm. Satu titik
tanam diletakkan benih sekitar 5-8 butir, kemudian ditutup dengan mulsa sebanyak
satu genggaman tangan. Berdasarkan hasil percobaan sebanyak 5 kali ulangan,
sekam sebanyak satu genggaman tangan memiliki massa 5.7 gram dam arang
sekam memiliki massa 6.4 gram. Ketinggian tangan diukur dari ujung jari yang
terdekat dengan tanah saat menaruh mulsa. Ketinggian bibit diukur dari permukaan
tanah hingga ujung daun tertinggi yang diluruskan (tinggi maksimal). Data yang
didapat dari penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel
3. Data ketinggian tanaman pada Tabel 2 dan Tabel 3 yang diberi tanda strip (-)
berarti tidak ada karena mulsa belum dibongkar, jadi ketinggian bibit tidak dapat
diukur dari permukaan tanah. Data ketinggian diukur dari satu hari setelah bibit
diletakkan.
Tabel 1 Data diameter dan tinggi tumpukan mulsa saat diletakkan dari ketinggian
tertentu
Sekam
Arang sekam
Ketinggian
Ketinggian
Ulangan
Diameter Tinggi
Diameter Tinggi
tangan
tangan
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
1
8
8
2
9
8
2
2
9
8.5
2
10
9
2.5
3
8
9
2.5
8
9
2.5
4
8
9
2
9
9
2.5
Rataan
8.3
8.6
2.1
9
8.8
2.4
Tabel 2 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa sekam
Hari ke1
2
3
4
5

Tinggi tanaman (cm)
1
2
3
4
1.2* 1.4
3*
4.5* 3
5.5* 6.5* 5* 4
9*
9.5* 9* 8.5*

5
9.5

Keterangan : * : mulsa sudah dibongkar
- : tinggi bibit belum diukur

Keterangan
Bibit belum menembus sekam
--Sudah terbentuk 2 daun muda
Sekam sudah kering

7

Tabel 3 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa arang sekam
Hari ke1
2
3
4
5

1
1.0*
3*
5*
9*

Tinggi tanaman (cm)
2
3
4
1.0 3.5* 5
6*
6.5* 5.5
10* 10.5* 8.5*

5
9.5

Keterangan
Bibit belum menembus arang sekam
--Sudah terbentuk 2 daun muda
Arang sekam masih sedikit basah

Keterangan : * : mulsa sudah dibongkar
- : tinggi bibit belum diukur
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pendahuluan selama 5 hari,
kondisi sekam sudah mengering seluruhnya, sedangkan arang sekam masih agak
basah di tumpukan bagian bawah. Retakan tanah di dalam wadah plastik pada hari
ke-4 menunjukkan bahwa tanah sudah mulai mengering. Setelah 5 hari
pengamatan, tinggi bibit padi mencapai 10.5 cm dan yang terendah 8.5 cm. Menurut
Purwono dan Purnamawati (2007), bibit padi sawah berumur 3-4 minggu setelah
ditanam pindah ke lahan hingga berumur 3 HST (hari setelah tanam) belum
digenangi air, tanah dibuat dalam kondisi macak-macak saja. Ketika berumur 4
HST – 10 HST, lahan sawah diairi setinggi 2-5 cm. Ketinggian bibit tanaman pada
tahap penelitian pendahuluan di hari terakhir sudah lebih dari 5 cm sehingga bibit
sudah bisa digenangi air pada hari ke-5 setelah benih ditanam. Dokumentasi
penelitian pendahuluan terlampir pada Lampiran 1.
Penelitian Utama
a. Penentuan Jumlah Mulsa Optimal
Tahap penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan setelah mempersiapkan
media tanam, yaitu tanah sawah yang sudah diolah. Tahap ini bertujuan
menentukan jumlah mulsa sekam dan arang sekam optimal yang akan digunakan
pada tahap pengamatan perubahan kadar air tanah. Jumlah mulsa optimal yang
dimaksud adalah jumlah mulsa tertentu yang dapat mempertahankan kadar air tanah
yang cukup sampai bibit tanaman bisa digenangi air. Penentuan jumlah mulsa
optimal telah dilakukan beberapa kali dengan metode yang diperbaiki secara
bertahap. Pada akhirnya, hasil yang didapatkan yaitu mulsa sekam lebih baik dalam
mempertahankan kadar air tanah daripada mulsa arang sekam sehingga pada tahap
selanjutnya mulsa arang sekam tidak lagi digunakan.
b. Pengamatan Perubahan Kadar Air Tanah
Pengamatan terhadap perubahan kadar air tanah selama budi daya padi tanam
benih langsung dilakukan dengan menanam benih padi. Sebelum penanaman benih
padi, media tanam dan benih padi disiapkan. Benih padi yang bagus dipilih melalui
metode perendaman dengan air bersih. Benih yang mengambang dibuang dan benih
tenggelam diambil untuk kemudian direndam dengan air bersih selama 24 jam. Air
rendaman diganti dengan air baru setelah 12 jam. Benih hampa yang mengambang
harus dibuang. Setelah 24 jam, benih ditiris dan diperam 24 jam hingga

8

mengeluarkan tunas. Kebutuhan benih padi biasanya sekitar 40-50 kg/ha (Pitojo
2011). Benih kemudian ditiris dan dibiarkan hingga keluar tunas kecil.
Tabel 4 Rancangan perlakuan
No.
1
2
3
4
5
6

Perlakuan
Tanpa irigasi, tanpa mulsa
Tanpa irigasi, mulsa tebal x mm
Tanpa irigasi, mulsa tebal y mm
Dengan irigasi, tanpa mulsa
Dengan irigasi, mulsa tebal x mm
Dengan irigasi, mulsa tebal y mm

Kode
T1
T2
T3
I1
I2
I3

Penanaman benih padi pada awalnya akan dilakukan di lahan sawah yang
belum diolah sejak selesai dipanen, tetapi musim hujan sudah dimulai di Bogor dan
kondisi tersebut akan mengganggu percobaan. Oleh karena itu, tahap ini dilakukan
dengan menggunakan bak plastik di Ciledug, Tangerang. Tanah sawah yang
digunakan merupakan tanah sawah yang sudah diolah dan siap ditanami bibit padi.
Tanah dimasukkan ke dalam bak plastik hingga penuh. Perlakuan dirancang seperti
pada Tabel 4.
Selama penelitian, 30 titik tanam dibuat untuk satu perlakuan dengan
pemberian air irigasi (15 titik sebagai ulangan dan 15 titik sisanya sebagai
cadangan), sedangkan 24 titik tanam dibuat untuk satu perlakuan tanpa pemberian
air irigasi (15 titik sebagai ulangan dan 9 titik sebagai cadangan). Titik tanam
sebagai ulangan tersebut dipersiapkan untuk diambil sampel tanah per dua hari dan
proses budi daya telah dilakukan selama 11 hari hingga benih padi tumbuh dan
berakar. Titik tanam cadangan diambil sebanyak 6 titik untuk diukur tinggi
tanamannya dan tidak diambil sampel tanahnya hingga 11 hari pengamatan, sisanya
sebagai cadangan jika ada tanaman yang tumbang dan tidak bisa diukur tingginya.
Benih padi yang telah direndam hingga mengeluarkan tunas akan diletakkan
di atas tanah sawah di dalam bak plastik kecil dengan jarak tanam 6 cm x 5.5 cm
(Gambar 5). Dalam satu bak plastik kecil terdapat 12 titik. Satu titik tanam ditanami
5-8 butir padi. Di atas benih padi diletakkan mulsa. Mulsa akan dibuat berdiameter
5 cm dengan variasi tebal x mm dan y mm. Ketebalan dan jenis mulsa diperoleh
dari tahap penentuan jumlah mulsa optimal. Benih yang tidak ditutupi mulsa (T1
dan I1) digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan lainnya.
Penaburan sekam di atas benih padi di bak plastik kecil pada perlakuan
dengan pemberian air irigasi dan tanpa air irigasi dibuat sama (Gambar 2). Pada
perlakuan pemberian air irigasi (IS1, IS2, IA1, dan IA2), bak kecil berukuran 38
cm x 30 cm x 12 cm yang sudah dilubangi di kedua sisinya dimasukkan ke dalam
bak besar berukuran 134 cm x 33.5 cm x 18.5 cm (Gambar 4), kemudian bak besar
diisi tanah sawah dengan ketinggian 5 cm dari dasar dan air dengan ketinggian 2
cm di atas tanah sawah (Gambar 5 dan Gambar 6). Air dijaga agar ketinggiannya
konstan setiap harinya setinggi 7 cm dari dasar bak plastik besar. Lubang dibuat
berukuran 0.3 cm sebanyak 3 baris dengan jarak 2 cm antar baris dan 3 cm antar
lubang dalam satu baris (Gambar 3).

9

Gambar 2 Sketsa bak plastik kecil tampak atas

Gambar 3 Sketsa tampak samping bak plastik kecil untuk perlakuan dengan
pemberian air irigasi

Gambar 4 Sketsa bak tampak atas pada perlakuan pemberian air irigasi

10

Gambar 5 Sketsa bak tampak depan pada perlakuan pemberian air irigasi

Gambar 6 Sketsa bak tampak samping pada perlakuan pemberian air irigasi
c. Analisa Parameter
Parameter yang diambil dibagi menjadi dua jenis, yaitu parameter utama dan
parameter pendukung. Parameter utama diambil untuk dilihat hasilnya akibat
pengaruh dari perlakuan, sedangkan parameter pendukung sebagai pelengkap
kondisi lingkungan selama penelitian dilakukan. Daftar variabel yang diambil
sebagai data selama penelitian dapat dilihat di Tabel 5.
Tabel 5 Daftar variabel yang diukur
No. Variabel
Parameter utama
1.
Kadar air tanah
2.
Bulk density tanah
3.
Porositas tanah
4.
Tinggi tanaman
Parameter pendukung
5.
Intensitas cahaya

Satuan

Pengukuran

%
g/cc
%
cm

satu kali per 2 hari
satu kali per 2 hari
satu kali per 2 hari
satu kali per 2 hari

lux

6.

Suhu bola basah dan
bola kering lingkungan

ºC

7.

RH (kelembaban relatif)
lingkungan

%

setiap 3 jam per hari mulai pk
06.00-18.00
setiap jam mulai pk 06.00-18.00
dan sekali pada pk 23.00 selama 2
hari
dihitung dari data suhu lingkungan

11

Pengolahan Data
Data sifat fisik tanah per dua hari selama 11 hari dikumpulkan. Data tersebut
digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan mulsa dan pemberian air irigasi
terhadap perubahan kadar air tanah selama proses budi daya. Data kadar air tanah
yang sudah didapatkan, diolah menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Package for
Social Science) dengan analisis varian (Anova) satu arah untuk melihat perbedaan
nyata setiap perlakuan dan dilanjutkan dengan uji Duncan (taraf kesalahan 5%).
Data parameter pendukung lainnya dicantumkan sebagai acuan kondisi lingkungan
sekitar selama penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal
Penentuan jumlah mulsa optimal telah dilakukan beberapa kali dengan
metode yang terus diperbaiki untuk mendapatkan hasil terbaik. Pada tahap
penentuan jumlah mulsa optimal, benih padi tidak digunakan. Secara keseluruhan,
tahap penentuan jumlah mulsa optimal telah dilakukan sebanyak 4 kali dengan
mempertimbangkan ketinggian tanah dan ketinggian ring sampel serta variasi berat
mulsa yang digunakan.
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Nampan Plastik
Pertama kali, penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan pada 4-7 Juli 2015
dengan menggunakan tanah sawah yang sudah diolah dan dimasukkan ke dalam
nampan plastik berukuran 24.5 cm x 17 cm x 5 cm yang memiliki lubang-lubang
kecil di bagian dasarnya (Gambar 7). Ada 8 nampan plastik yang digunakan.
Pemberian mulsa sekam dan arang sekam dibuat berdasarkan ukuran satu
genggaman tangan penulis sebagai berikut:
1. Sekam dengan berat 1.5 gram, 2.1 gram, 2.6 gram, dan 5.7 gram
2. Arang sekam dengan berat 1.5 gram, 2.7 gram, 3.9 gram, dan 6.4 gram
Namun hasilnya tanah sawah mengering hanya dalam 2 hari saja karena ketebalan
tanah sawah yang digunakan hanya 5 cm dan nampan plastik memiliki banyak
lubang kecil di bagian bawah sehingga air mengalir keluar melalui lubang-lubang
tersebut. Ukuran berat mulsa yang dipilih juga subjektif sehingga ukuran tersebut
tidak digunakan lebih lanjut.

12

Gambar 7 Percobaan menggunakan nampan plastik untuk penentuan jumlah
mulsa optimal
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Bak Plastik Kecil
Percobaan berikutnya untuk menentukan jumlah mulsa optimal dilakukan
pada 5-9 Agustus 2015 dengan memasukkan tanah sawah yang sudah diolah ke
dalam bak plastik dengan ukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm (Gambar 8). Ketinggian
tanah di dalam bak plastik yaitu 10 cm. Variasi berat mulsa yang digunakan yaitu:
1. Sekam 1.5 gram, 3 gram, 4.5 gram, dan 6 gram
2. Arang sekam 1.5 gram, 3 gram, 4.5 gram, dan 6 gram
Pemilihan variasi berat mulsa diambil berdasarkan berat mulsa satu genggam
tangan yaitu sekam seberat 5.7 gram dan arang sekam seberat 6.4 gram, kemudian
dibulatkan menjadi 6 gram. Berat 1.5 gram, 3 gram, dan 4.5 gram dianggap sebagai
¼, ½, dan ¾ genggam tangan.
Dalam satu hari, masing-masing perlakuan memiliki 3 sampel tanah yang
diambil menggunakan ring sampel dengan diameter dan ketinggian 5 cm. Total ada
20 bak plastik yang digunakan dalam tahap ini sehingga total ada 120 titik sampel.
Setelah 6 hari pengamatan, data yang diperoleh tidak valid (Gambar 9). Hipotesis
dari data yang tidak valid adalah salah satunya karena penggunaan ring sampel yang
terlalu tinggi, sedangkan mulsa mungkin berpengaruh hanya pada tanah di
kedalaman beberapa mm di bawah mulsa. Hipotesis lain yaitu perlakuan yang
kurang seragam, yaitu ketidakseragaman diameter mulsa. Pada hari terakhir, tanah
sudah mulai mengering sehingga volume tanah tidak cukup mengisi volume ring
sampel.

13

Arang
sekam

sekam

Gambar 8 Percobaan penentuan jumlah mulsa optimal menggunakan bak plastik

140.00

Kadar air tanah (%)

120.00
A1.5

100.00

A3
80.00

A4.5

60.00

A6

S1.5
40.00

S3
S4.5

20.00

S6
0.00
1

2

3

4

5

Hari ke-

Gambar 9 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa
optimal di bak plastik
Keterangan :
A1.5 : arang sekam 1.5 gram
A3 : arang sekam 3 gram
A4.5 : arang sekam 4.5 gram
A6 : arang sekam 6 gram

S1.5 : sekam 1.5 gram
S3 : sekam 3 gram
S4.5 : sekam 4.5 gram
S6 : sekam 6 gram

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan I
Agar kondisi tanah lebih homogen, penentuan jumlah mulsa optimal
selanjutnya dilakukan di lahan sawah (Gambar 10) pada 16-20 Agustus 2015
dengan variasi berat mulsa sekam dan arang sekam 3 dan 4 gram saja. Sampel tanah

14

yang akan diukur kadar airnya setiap hari diambil dengan menggunakan ring
sampel kecil dengan diameter 5 cm dan ketinggian 2.5 cm. Hasil yang didapat
menunjukkan kurva yang fluktuatif (Gambar 11) sehingga dilakukan analisis ragam
dengan aplikasi SPSS untuk melihat beda nyata antar perlakuan. Analisis ragam
tidak dilanjutkan dengan uji Duncan karena tidak terdapat beda nyata antar
perlakuan pada taraf kesalahan 5% (Lampiran 2). Hipotesis dari hasil yang tidak
berbeda nyata yaitu diameter mulsa yang tidak seragam dan perbedaan variasi
mulsa yang sedikit.

arang sekam
sekam

Gambar 10 Mulsa di lahan sawah pada penentuan jumlah mulsa optimal

kadar air tanah (%)

120

110
arang sekam 3 gram
100
arang sekam 4 gram
sekam 3 gram

90

sekam 4 gram

80
0

1

2

3

4

5

6

hari ke-

Gambar 11 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa
optimal di lahan I
Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan II
Pada akhirnya, tahap ini dilakukan pada 16-20 September 2015 di lahan
sawah yang belum diolah (Gambar 12) dengan variasi mulsa sebagai berikut:
1. Sekam dengan berat 3 gram, 4 gram, 6 gram, dan 9 gram

15

2. Arang sekam dengan berat 3 gram, 4 gram, 6 gram, dan 9 gram
Peletakkan mulsa dibuat seseragam mungkin dengan menyeragamkan diameter
mulsa menggunakan pipa PVC berdiameter 9 cm. Pengambilan sampel tanah
dilakukan dengan ring sampel dengan tinggi 2.5 cm setiap 2 hari sekali, sebanyak
4 sampel per perlakuan per 2 hari pengambilan sampel. Hasil pada tahap ini dapat
dilihat di Tabel 6.

arang
sekam

sekam

Gambar 12 Mulsa pada lahan sawah untuk penentuan jumlah mulsa optimal di
lahan II
Tabel 6 Data kadar air tanah dalam penentuan jumlah mulsa optimal
Hari ke1
3
5

A3
92.22
93.46
84.25

A4
92.22
82.08
84.36

Keterangan :
A3 : arang sekam 3 gram
A4 : arang sekam 4 gram
A6 : arang sekam 6 gram
A9 : arang sekam 9 gram

Kadar air tanah (%)
A6
A9
S3
S4
92.22 92.22 92.22 92.22
81.28 76.02 87.95 100.63
79.23 87.50 91.25 93.33

S6
92.22
87.59
83.14

S9
92.22
78.96
94.85

S3 : sekam 3 gram
S4 : sekam 4 gram
S6 : sekam 6 gram
S9 : sekam 9 gram

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar air tanah yang ditutupi oleh
mulsa sekam lebih tinggi daripada tanah yang ditutupi oleh mulsa arang sekam. Hal
ini terjadi karena sekam memiliki luas permukaan per butir yang lebih besar
sehingga lebih menutupi tanah. Berat sekam juga lebih ringan dibanding arang
sekam sehingga dengan berat yang sama dengan arang sekam, jumlah butiran
sekam lebih banyak dan ketebalannya lebih tinggi.
Analisis ragam pengaruh perlakuan pemberian sekam dengan variasi berat 3,
4, 6, dan 9 gram pada hari ke-3 pengamatan menunjukkan adanya beda nyata antar
perlakuan pada taraf kesalahan 5%, yaitu pemberian sekam 4 gram. Pada hari

16

pengamatan ke-5, analisis ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan
(Lampiran 3).
Berdasarkan data pada tahap ini, pada pengamatan perubahan kadar air tanah,
mulsa yang akan digunakan hanya sekam karena sekam lebih baik dalam menjaga
kadar air tanah. Berat sekam yang akan digunakan adalah 6 dan 9 gram karena 3
dan 4 gram tidak cukup menutupi titik tanam benih dan pada percobaan
sebelumnya, sekam 3 dan 4 gram tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan
kadar air tanah. Oleh karena itu, pada tahap selanjutnya digunakan sekam 6 gram
dan sekam 9 gram, tetapi kedalaman sampel tanah yang diambil dikurangi menjadi
0.5 cm dari sebelumnya 2.5 cm. Sekam 6 gram dan 9 gram yang digunakan pada
penentuan jumlah mulsa optimal diletakkan pada lahan dengan diameter 9 cm. Pada
tahap selanjutnya, diameter sekam yang digunakan adalah 5 cm sehingga ketebalan
sekam disamakan dengan ketebalan saat penentuan jumlah mulsa optimal dengan
cara mengukur ketebalan sekam 6 gram dan 9 gram yang dimasukkan pada pipa
PVC berdiameter 9 cm. Ketebalan sekam yang didapat yaitu 9 mm dan 12 mm.
Tanah yang akan digunakan juga merupakan tanah sawah yang sudah siap
untuk ditanami bibit padi karena pada tahap sebelumnya tanah yang tidak diolah
memiliki beberapa kekurangan, antara lain adanya sisa tunggul padi yang ikut
terambil ke dalam ring sampel sehingga mempengaruhi kadar air tanah dan
banyaknya organisme di lahan yang mempengaruhi densitas tanah. Tanah akan
diletakkan di dalam wadah plastik dan pengukuran kadar air tanah dilakukan
dengan mengambil sampel tanah menggunakan ring sampel, kemudian sampel
tanah dioven.
Perubahan Sifat Fisik Tanah
Pengamatan dilakukan dengan memasukkan tanah sawah yang sudah diolah
ke dalam bak plastik kecil berukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm. Jenis tanah yang
digunakan yaitu tanah latosol atau disebut juga inceptisol. Karakteristik tanah dapat
dilihat di Lampiran 9. Perlakuan pada tahap ini dirancang seperti pada Tabel 7.
Tabel 7 Perlakuan pengamatan perubahan kadar air tanah
No.
1
2
3
4
5
6

Perlakuan
Tanpa irigasi, tanpa sekam
Tanpa irigasi, sekam tebal 9 mm
Tanpa irigasi, sekam tebal 12 mm
Dengan irigasi, tanpa sekam
Dengan irigasi, sekam tebal 9 mm
Dengan irigasi, sekam tebal 12 mm

Kode
T1
T2
T3
I1
I2
I3

Pada perlakuan dengan pemberian air irigasi (I1, I2, dan I3), bak plastik kecil
dibuat berlubang di sisinya, lalu dimasukkan ke dalam bak plastik besar berukuran
134 cm x 33.5 cm x 18.5 cm, sedangkan pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi
(T1, T2, dan T3), bak plastik kecil tidak dilubangi. Bak plastik besar diisi tanah
sawah setinggi 5 cm lalu ditambahkan air di atasnya setinggi 2 cm. Ketinggian air
dijaga konstan setiap harinya.

17

Kadar Air Tanah
Pengamatan perubahan kadar air tanah yang telah dilakukan selama 11 hari
bertujuan mengamati pengaruh penggunaan mulsa sekam dan pemberian air irigasi
terhadap penurunan kadar air tanah selama tahap awal budi daya padi tanam benih
langsung. Faktor pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah pemberian air
irigasi dan tanpa pemberian air irigasi. Faktor kedua pada penelitian terdiri atas 3
taraf yaitu variasi ketebalan mulsa sekam. Ketebalan mulsa sekam yang digunakan
yaitu tanpa mulsa, 9 mm, dan 12 mm. Sketsa penanaman benih padi pada bak
plastik beserta gambar teknik dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
Sampel tanah diambil sedalam 0.5 cm menggunakan ring sampel setinggi 2.5
cm yang disumbat dengan styrofoam setebal 2 cm. Sampel tanah diambil setiap dua
hari sebanyak 3 sampel per perlakuan sebagai ulangan. Kadar air tanah dihitung
berdasarkan basis kering sehingga nilai kadar air dapat mencapai nilai lebih dari
100%. Tanah yang digunakan pada penelitian memiliki kondisi awal macak-macak
atau kondisi tanah jenuh dengan air sedikit menggenang pada permukaan tanah.
Tanah yang digunakan sudah dalam kondisi berlumpur. Data kadar air tanah (%)
beserta persamaan linier kurva pada perlakuan dengan pemberian air irigasi dapat
dilihat pada Gambar 13, sedangkan data kadar air tanah (%) pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi dapat dilihat pada Gambar 14.
150
140
y = -4.167x + 143.32
R² = 0.9075

Kadar air tanah (%)

130

120

I1

110

I2
I3

y = -3.4397x + 133.63
R² = 0.7581

100
90

Linear (I1) I1
Pendugaan

y = -3.5284x + 136.09
R² = 0.889

80

Linear (I2) I2
Pendugaan

Pendugaan
Linear (I3) I3

70
60
1

3

5

7

9

11

Hari ke-

Gambar 13 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

18

150
140

Kadar air tanah (%)

130

y = -7.871x + 148.64
R² = 0.9246

120

T1

110

T2

100

T3
Linear (T1) T1
Pendugaan

y = -6.7963x + 141.26
R² = 0.9006

90

Linear (T2) T2
Pendugaan

80
y = -6.6531x + 143.88
R² = 0.8903

70

Pendugaan
Linear (T3) T3

60
1

3

5

7

9

11

Hari ke-

Gambar 14 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan
tanpa pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
Secara keseluruhan, penurunan kadar air tanah pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi lebih besar. Kadar air tanah pada perlakuan tanpa pemberian
air irigasi di hari ke-11 lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tanah pada
perlakuan dengan pemberian air irigasi. Hanya saja di hari ke-3, kadar air tanah
pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi sedikit lebih tinggi dibandingkan pada
perlakuan dengan pemberian air irigasi.
Ketiga kurva pada Gambar 14 menunjukkan penurunan nilai kadar air tanah
secara konstan, berbeda dengan kurva yang ditunjukkan pada perlakuan dengan
pemberian air irigasi menunjukkan kenaikan nilai kadar air tanah pada hari ke-11.
Kadar air tanah pada perlakuan dengan pemberian air irigasi lebih tinggi karena
tanah selalu mendapat pasokan air. Tanah yang tidak diberikan air irigasi dan
terpapar sinar matahari akan mengalami penurunan kadar air akibat penguapan.
Tanpa adanya pasokan air irigasi, tanah akan terus mengalami penurunan kadar air.
Analisis ragam (Anova) satu arah dilakukan terhadap data perubahan kadar
air tanah untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan per hari dan perbedaan
nyata suatu perlakuan selama 11 hari pengamatan. Uji lanjut Duncan dilakukan
untuk melihat perlakuan mana saja yang berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%.
Analisis ragam antar perlakuan per hari dilakukan dengan tujuan membandingkan
pengaruh antar perlakuan dalam satu hari pengamatan, sedangkan analisis ragam
suatu perlakuan selama 11 hari pengamatan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
ketebalan sekam dan irigasi/tanpa irigasi selama 11 hari.
Pada hari ke-3 pengamatan, belum ada perlakuan yang memberikan beda
nyata terhadap perubahan kadar air. Di hari ke-5, terdapat perlakuan yang berbeda
nyata. Perlakuan yang berbeda nyata juga terjadi pada hari ke-7 dan hari ke-11.
Namun di hari ke-9 tidak ada perlakuan yang memberikan beda nyata. Data
pengaruh perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah per hari dapat dilihat pada
Tabel 8.

19

Tabel 8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap
perubahan kadar air tanah per hari
Perlakuan
I1
I2
I3
T1
T2
T3

3
135.53 a
122.16 a
114.83 a
138.18 a
128.66 a
133.17 a

Kadar air tanah (%bk)
Hari pengamatan ke5
7
9
121.00 c
112.09 b
98.67 a
113.14 bc
112.70 b
101.06 a
112.69 bc
114.77 b
95.66 a
101.18 ab
84.57 a
78.61 a
93.29 a
86.99 a
83.85 a
105.44 ab
84.75 a
81.09 a

11
104.10 c
101.89 c
101.47 c
67.41 a
71.54 ab
80.78 b

Keterangan: perbedaan huruf pada satu kolom menandakan bahwa perlakuan tersebut berbeda
nyata berdasarkan uji Duncan (0.05)

Hasil pada Tabel 8 menunjukkan adanya perbedaan nyata perubahan kadar
air tanah antara perlakuan pemberian air irigasi (I1, I2, dan I3) dan tanpa pemberian
air irigasi (T1, T2, dan T3) pada hari ke-7 dan ke-11. Kadar air tanah pada perlakuan
dengan pemberian air irigasi jauh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi. Pada hari ke-5, pemberian sekam 9 mm maupun 12 mm
belum memberikan beda nyata terhadap kadar air tanah. Perlakuan I1 (irigasi, tanpa
sekam) juga memiliki nilai kadar air tanah rata-rata tertinggi dibandingkan
perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan T2 (tanpa irigasi, sekam 9 mm) memiliki
kadar air tanah rata-rata terendah.
Pada hari ke-7 mulai terlihat bahwa perlakuan dengan pemberian air irigasi
menghasilkan beda nyata dengan perlakuan tanpa pemberian air irigasi. Namun
pemberian sekam ataupun tidak, masih belum memberikan perbedaan nyata
terhadap kadar air tanah. Di hari terakhir, perlakuan pemberian irigasi dan tanpa
irigasi masih menghasilkan beda nyata. Penggunaan sekam pada perlakuan dengan
pemberian air irigasi tidak berbeda nyata. Penggunaan sekam pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi menghasilkan perbedaan nyata, yaitu pemberian sekam
setebal 12 mm berbeda nyata dengan tanpa sekam, namun tidak berbeda nyata
dengan pemberian sekam 9 mm. Pemberian sekam 9 mm tidak berbeda nyata
dengan tanpa sekam.
Tabel 9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap
perubahan kadar air tanah selama 11 hari
Perlakuan
I1
I2
I3
T1
T2
T3

1
138.54 d
138.54 a
138.54 d
138.54 c
138.54 b
138.54 c

3
135.53 d
122.16 a
114.83 c
138.18 c
128.66 b
133.17 c

Kadar air tanah (%bk)
Hari pengamatan ke5
7
9
121.00 c 112.09 bc 98.67 a
113.14 a 112.70 a 101.06 a
114.77 c 112.69 bc 95.66 a
101.18 b 84.57 ab 78.61 a
93.28 a
86.99 a
83.85 a
105.44 b 84.76 a
81.09 a

11
104.10 ab
101.89 a
101.47 ab
67.41 a
71.54 a
80.78 a

Keterangan: perbedaan huruf pada satu baris menandakan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan (0.05)

20

Analisis ragam juga dilakukan untuk melihat perbedaan nyata setiap
perlakuan selama 11 hari pengamatan (Tabel 9). Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa perlakuan I2 (irigasi dan sekam tebal 9 mm) tidak memberikan
perbedaan nyata terhadap perubahan kadar air tanah, padahal perlakuan I1 (irigasi
dan tanpa sekam) memberikan perbedaan nyata terhadap perubahan kadar air tanah.
Hasil lengkap pengujian dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 6.
Densitas Tanah
Densitas tanah (bulk density) diperoleh dari perbandingan massa tanah kering
oven dengan volume tanah. Densitas tanah menunjukkan kepadatan partikel tanah
dalam volume tertentu. Tanah yang lebih padat memiliki nilai bulk density yang
lebih tinggi pula. Tanah dengan densitas yang tinggi akan mengganggu aerasi dan
drainase, serta mempersulit akar tanaman untuk menembus tanah.
Gambar 15 menunjukkan perubahan densitas tanah selama 11 hari penelitian
pada perlakuan pemberian air irigasi, sedangkan Gambar 16 menunjukkan
perubahan densitas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi. Pada awalnya
nilai densitas tanah rata-rata didapat sebesar 0.632 g/cc. Densitas tanah pada
perlakuan dengan pemberian air irigasi berkisar antara 0.870 sampai 1.114 g/cc,
sedangkan densitas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi berkisar antara
0.734 sampai 1.420 g/cc.

1.200
y = 0.042x + 0.6965
R² = 0.7923

1.100

Densitas (g/cc)

1.000
y = 0.0399x + 0.7073
R² = 0.7815

0.900

I1

I2
I3

0.800

Linear (I1) I1
Pendugaan

y = 0.0367x + 0.7166
R² = 0.7073

0.700

Pendugaan
Linear (I2) I2

0.600

Pendugaan
Linear (I3) I3

0.500
1

3

5

7

9

11

Hari ke-

Gambar 15 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan
pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

21

1.500
y = 0.0627x + 0.7312
R² = 0.7805

1.400

Densitas (g/cc)

1.300

T1

1.200
1.100

T2

y = 0.077x + 0.6233
R² = 0.9523

1.000

T3

0.900

Linear (T1)T1
Pendugaan

0.800

Linear (T2)T2
Pendugaan

y = 0.0738x + 0.587
R² = 0.9147

0.700
0.600

Linear (T3)T3
Pendugaan

0.500
1

3

5

7

9

11

Hari ke-

Gambar 16 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan
tanpa pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam
Porositas Tanah
Porositas tanah menunjukkan ruang volume seluruh pori-pori makro dan
mikro dalam tanah yang dinyatakan dalam persentase volume bernilai 0-100%.
Porositas tanah adalah bagian dari volume tanah yang tidak ditempati oleh padatan
tanah. Semakin tinggi porositas tanah, berarti semakin sedikit jumlah partikel tanah
yang ada karena banyaknya pori-pori yang terisi oleh air maupun udara. Porositas
tanah yang tinggi biasanya diikuti oleh kadar air tanah yang tinggi pula. Gambar 17
menunjukkan perubahan porositas tanah selama 11 hari penelitian pada perlakuan
dengan pemberian air irigasi. Perubahan porositas tanah pada perlakuan tanpa
pemberian air irigasi dapat dilihat pada Gambar 18.
80.00

Porositas (%)

75.