Analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pt prisma mahesa unggul kecamatan babakan madang kabupaten bogor

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI
POTONG PT PRISMA MAHESA UNGGUL KECAMATAN
BABAKAN MADANG KABUPATEN BOGOR

RAISSA RAHMADITYA RABILLA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Bisnis Penggemukan Sapi Potong PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan
Babakan Madang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Raissa Rahmaditya Rabilla
NIM H34100084

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
RAISSA RAHMADITYA RABILLA. Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan
Sapi Potong PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh HENY K S DARYANTO.
PT Prisma Mahesa Unggul merupakan salah satu bisnis penggemukan sapi
potong. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan bisnis
penggemukan sapi potong dari aspek finansial dan non finansial. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk melihat kelayakan bisnis dari aspek non

finansial, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan ekonomi,
serta lingkungan. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat kelayakan bisnis
dari aspek finansial dengan menggunakan beberapa kriteria investasi serta analisis
sensitivitas. Kriteria investasi yang digunakan adalah NPV, IRR, Net B/C, serta
payback period. Nilai NPV yang diperoleh sebesar 35 879 286 506, IRR sebesar
36 persen, Net B/C sebesar 3.312, dan payback period selama lima tahun tiga
bulan dua puluh delapan hari. Berdasarkan kedua aspek, bisnis penggemukan sapi
potong PT Prisma Mahesa Unggul ini layak untuk dijalankan kecuali pada aspek
teknis dan lingkungan karena pembersihan kandang dilakukan selama satu bulan
sekali dan pengolahan limbah cair belum dilakukan secara tepat. Berdasar analisis
sensitivitas, penurunan bobot sapi lebih peka dibandingkan dengan kenaikan
harga sapi bakalan.
Kata Kunci: Studi kelayakan, penggemukan, sapi potong, analisis sensitivitas
ABSTRACT
RAISSA RAHMADITYA RABILLA. Feasibility Analysis of Fattening Beef
Cattle in PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten
Bogor. Supervised by HENY K S DARYANTO.
PT Prisma Mahesa Unggul is one of fattening beef cattle bussiness. The
purpose of this research is to analyze the feasibility of fattening beef cattle in
financial and non-financial aspects. Data analysis methods used are qualitative

and quantitative. Qualitative analysis used to analyze non-financial aspects such
as market aspects, technical, management and legal, social and economic, and
environmental. Quantitative analysis used to analyze the financial aspects using
multiple investment criteria and sensitivity analysis. Investment criteria used are
NPV, IRR, Net B/C, and payback period. The value of NPV is Rp 35 970 988
334, an IRR is 36 percent, Net B/C is 3.318, and the payback period is for five
years and three months and twenty-six days. Based on the two aspects, fattening
beef cattle in PT Prisma Mahesa Unggul is feasible to run, except the technical
and environmental aspects because cleaning cages did once a month and waste
water treatment has not been done properly. Based on the sensitivity analysis,
weight reduction of cow more sensitive than the price increased of feeder cattle.

Key Word: The feasibility study, fattening, beef cattle, sensitivity analysis

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI
POTONG PT PRISMA MAHESA UNGGUL KECAMATAN
BABAKAN MADANG KABUPATEN BOGOR

RAISSA RAHMADITYA RABILLA


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah studi kelayakan
bisnis dengan judul Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong
Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor.
Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, arahan
dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, kepada :
1. Teungku Muhammad Mukhlis dan Inong Safura Mahdi sebagai orang tua

penulis yang selalu memberikan bimbingan dalam mengerjakan skripsi
baik secara ilmu maupun secara moral, juga tidak berhenti mendoakan dan
mendukung penulis. Alya Khansa Nabila sebagai saudara penulis yang
senantiasa memberikan bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis.
2. Dr Ir Heny K. S Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran. Etriya, SP,
MM selaku dosen penguji utama dan Dr Ir. Burhanuddin, MM selaku
dosen penguji komisi akademik, yang telah meluangkan waktu serta
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
3. Ir. H. Wasdiro serta seluruh pihak PT Prisma Mahesa Unggul yang telah
memberikan waktu dan arahannya terkait dengan komoditi sapi potong
serta memberikan informasi yang sangat penulis butuhkan dalam
penulisan skripsi ini.
4. Garin Rizki Arishaldi sebagai orang terdekat penulis atas dukungan dan
semangat yang diberikan agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi
ini.
5. Ajeng Tiara Cesari, Nada Fajriah, Arina Pradiahsari, Nabilah, Dila
Anandatri, Shiera Syabila, Marsha Nurul Septiani, Cornita Ayu,
Rachmatika Fitri Insani Tanjung, Maylana Nugrahany, dan Eva Noor yang
senantiasa menyempatkan waktunya, memberikan dukungan serta doa

dalam penyusunan skripsi ini.
6. Rekan-rekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, terutama Departemen
Agribisnis IPB Angkatan 47 dan seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Raissa Rahmaditya Rabilla

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5


Manfaat Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6

Bisnis Peternakan Sapi Potong di Indonesia

6

Jenis-Jenis Sapi Potong di Indonesia

6

Sapi Bali

7


Sapi Ongole

7

Sapi Fries Holstein (FH)

7

Sapi Brahman

7

Sapi Madura

7

Hasil Penelitian Terdahulu

7


KERANGKA PEMIKIRAN

11

Kerangka Pemikirian Teoritis

11

Studi Kelayakan Bisnis

11

Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Bisnis

13

Kerangka Pemikiran Operasional

19


Jenis dan Sumber Data

21

Metode Penentuan Responden

21

Metode Pengolahan dan Analisis Data

22

Analisis Kelayakan Non Finansial

22

Analisis Aspek Pasar

22

Analisis Aspek Teknis

22

Analisis Aspek Manajemen dan Hukum

23

Analisis Aspek Sosial dan Ekonomi

23

Analisis Aspek Lingkungan

23

Analisis Kelayakan Finansial

23

Net Present Value (NPV)

24

Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

24

Internal Rate of Return (IRR)

25

Analisis Sensitivitas

26

Asumsi Dasar
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

26
27

Sejarah Perusahaan

27

Lokasi Perusahaan

27

Visi dan Misi Perusahaan

27

Aktivitas Bisnis Perusahaan

28

Aktivitas Bisnis Utama

28

Aktivitas Bisnis Tambahan

28

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK NON FINANSIAL

28

Aspek Pasar

28

Aspek Teknis

33

Aspek Manajemen dan Hukum

42

Aspek Sosial dan Ekonomi

45

Aspek Lingkungan

46

ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

47

Arus Kas (Cashflow)

47

Analisis Laba Rugi

57

Analisis Kelayakan Finansial PMU

58

Analisis Sensitivitas

60

SIMPULAN DAN SARAN

63

Simpulan

63

Saran

64

DAFTAR PUSTAKA

64

LAMPIRAN

66

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

PDB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha 2009-2013
Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2009-2013
Konsumsi Daging Sapi Tahun 2008-2012
Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Jawa Barat 2009-2013
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jumlah penduduk Sumatera dan Jawa Tahun 1990-2010
Harga produk yang dihasilkan PMU April 2014
Proyeksi panen sapi siap potong tahun 2014-2028
Proyeksi penjualan sapi siap potong PMU tahun 2014-2028
Proyeksi penjualan pupuk kandang PMU Tahun 2014 – 2028
Biaya pemeliharaan PMU
Proyeksi pembelian sapi bakalan oleh PMU
Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan PMU
Rincian biaya pakan sapi yang digemukkan PMU
Rincian biaya obat dan vitamin sapi yang digemukkan PMU
Biaya pengangkutan sapi bakalan PMU
Hasil analisis laporan laba rugi PMU
Hasil analisis kelayakan finansial PMU
Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial PT PMU
dengan PT Catur Mitra Taruma
20 Hasil analisis sensitivitas bisnis penggemukan sapi potong PMU
21 Hasil analisis kelayakan aspek non finansial dan finansial PMU

1
2
3
3
21
29
32
48
49
50
52
53
54
55
56
57
58
58
60
61
62

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka Pemikiran Operasional
Hubungan NPV dan IRR
Produk utama PMU yaitu sapi siap potong
Lorong di dalam bangunan kandang
Gudang dan tempat produksi pakan konsentrat
Trolley (kanan) dan pakan yang sudah selesai diproduksi (kiri)
Kantor dan mushola PMU
Instalasi air di PMU
Gerbang serta jalan masuk ke kandang
Salah satu pekerja sedang membersihkan limbah kotoran ternak
menggunakan sekop
Timbangan untuk menimbang bobot awal dan akhir sapi
Eartag sebagai identitas sapi
Water bunk (kanan) dan feed bunk (kiri)
Bagan Alur Kegiatan Pemeliharaan Sapi Potong PT PMU
Layout Produksi PMU
Struktur Organisasi PMU

20
24
31
34
34
35
35
36
36
38
39
39
40
41
42
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jumlah nilai sisa bisnis penggemukan sapi potong PMU
Biaya investasi bisnis penggemukan sapi potong PMU
Biaya re-investasi bisnis penggemukan sapi potong PMU
Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan pada PMU
Rincian biaya penyusutan PMU
Analisis laba rugi PMU
Cashflow PMU
Analisis sensitivitas PMU kenaikan harga sapi bakalan
Analisis sensitivitas PMU penurunan bobot akhir sapi

67
69
71
73
74
76
77
81
85

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara yang sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar dalam bidang pertanian karena kekayaan sumber daya alamnya.
Pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar pada Produk Domestik Bruto
(PDB) di Indonesia. Di dalam pertanian, terdiri dari beberapa subsektor, yaitu
tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
perikanan. Pada beberapa subsektor tersebut, salah satu yang memiliki peluang
besar adalah peternakan. Pada Tabel 1 diperlihatkan posisi peternakan pada PDB
atas dasar harga konstan.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian atas dasar harga konstan
(Miliar Rupiah) tahun 2009-2013a
Sub sektor
a. Tanaman
Bahan Pangan
b. Tanaman
Perkebunan
c. Peternakan
d. Kehutanan
e. Perikanan
Pertanian

2009

2010

Tahun
2011

2012*

2013**

149 057.8

151 500.7

154 153.9

158 910.1

161 969.5

45 558.4
36 648.9
16 843.6

47 150.6
38 214.4
17 249.6

49 260.4
40 040.3
17 395.5

52 325.4
41 918.6
17 423

54 903
43 914
17 442.5

47 775.1

50 661.8

54 186.7

57 702.6

61 661.2

295 883.8

304 777.1

315 036.8

328 279.7

339 890.2

Catatan : *Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
a
Sumber (Badan Pusat Statistik)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah kontribusi peternakan tidak
sebesar kontribusi subsektor lainnya. Akan tetapi, kontribusi peternakan naik dari
tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peternakan
memberikan kontribusinya dalam produk domestik bruto yang dihasilkan pada
tahun 2013 dengan jumlah konstribusi sebesar 12.92 persen. Kontribusi
peternakan untuk PDB pada subsektor pertanian naik setiap tahunnya dengan ratarata kenaikan sebesar 4.62 persen.
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan
hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan
peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan
adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada
faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Kegiatan di
bidang peternakan dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu peternakan hewan besar

2

seperti sapi, kerbau dan kuda, dan kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil
seperti ayam, kelinci, dan lain-lain. 2
Peternakan memiliki potensi yang cukup besar mengingat kebutuhan
masyarakat akan produk-produk yang dihasilkan dalam peternakan semakin
meningkat. Produk-produk yang dihasilkan dalam peternakan adalah daging, susu,
ataupun telur. Selain produk-produk yang dapat dikonsumsi adapula produk yang
dapat digunakan seperti bulu wol, kulit, atau yang lainnya.
Komoditi utama dari subsektor peternakan adalah sapi potong, sapi perah,
kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras
pedaging, dan itik. Salah satu yang termasuk komoditi dari peternakan adalah sapi
potong. Pada Tabel 2 diperlihatkan jumlah populasi ternak di Indonesia. Sapi
potong merupakan komoditi yang jumlahnya naik dari tahun ke tahun.
Tabel 2 Populasi ternak di Indonesia tahun 2009-2013a
No

Kegiatan Utama

2009
12 760
475
1 933
399
15 815
10 199
6 975
249 963
111 418
1 026 379
40 676

2010
13 582
488
2 000
419
16 620
10 725
7 477
257 544
105 210
986 872
44 302

1
Sapi Potong
2
Sapi Perah
3
Kerbau
4
Kuda
5
Kambing
6
Domba
7
Babi
8
Ayam Buras
9
Ayam Ras Petelur
10 Ayam Ras
11 Itik
Catatan: * Angka Sementara
a
Sumber (Badan Pusat Statistik);bTahun (000 ekor)

Tahunb
2011
14 824
597
1 305
409
16 946
11 791
7 525
264 340
124 636
1 177 991
43 488

2012
15 981
612
1 438
437
17 906
13 420
7 900
274 564
138 718
1 244 402
49 295

2013*
16 607
636
1 484
454
18 576
14 560
8 246
290 455
147 279
1 355 288
50 931

Dapat dilihat pada Tabel 2, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
pertumbuhan populasi ternak sapi potong terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu
sebesar 9.14 persen. Pada tahun 2013 pertumbuhan populasi ternak sapi potong
hanya sebesar 3.92 persen. Jumlah populasi ternak sapi potong naik setiap
tahunnya. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi potong di Indonesia
memperlihatkan bahwa semakin banyaknya bisnis peternakan sapi potong baik
peternakan rakyat maupun yang telah dikomersialkan. Akan tetapi, kenaikan
jumlah populasi ternak sapi potong di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah
permintaan masyarakat akan protein hewani yang dihasilkan dari peternakan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang padat penduduknya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari sensus terakhir yang dilakukan
pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa.
Dengan kebutuhan konsumsi daging sapi yang semakin meningkat membuat
permintaan akan daging sapi tidak dapat terpenuhi seluruhnya. Hal ini merupakan
salah satu peluang bagi bisnis peternakan sapi potong di Indonesia. Data konsumsi
daging sapi disajikan pada Tabel 3.
1

Wikipedia. Peternakan. http://id.wikipedia.org/wiki/Peternakan 20 Maret 2014

3

Tabel 3 Konsumsi daging sapi Tahun 2008-2012a
Tahun
Konsumsi daging sapib
Laju Pertumbuhan rata-rata (%)
2008
395 244
4.51
2009
413 087
6.7
2010
440 774
10.92
2011
488 931
11.45
2012
544 896
Keterangan: a) Terdiri dari konsumsi rumah tangga, penggunaan untuk industri
pengolahan, dan tercecer (diolah dari NBM, BKP).
a
Sumber (Data BPS diolah dari NBM, BKP);bKonsumsi daging sapi (Ton)

Data sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan bahwa Jawa Barat yang memiliki
jumlah penduduk 45 juta jiwa memiliki kebutuhan daging sapi yang semakin
meningkat. Produksi daging sapi di Jawa Barat sampai dengan tahun 2013 adalah
sekitar 81 254 kg. Hal ini sesuai dengan data yang tertuang pada Tabel 4.
Tabel 4 Produksi dan konsumsi daging sapi Jawa Barat Tahun 2009-2013a
Laju
Pertumbuhan
Produksi daging
Konsumsi daging
rata-rata (%)
Tahun
sapib
sapib
2009
70 662
77 454
7.65
2010
76 066
82 645
3.17
2011
78 476
91 675
-5.31
2012
74 312
102 168
9.34
2013*)
81 254
102 937
Keterangan : *) Angka Sementara
a
Sumber(Direktorat Jenderal Peternakan);bTahun (kg)

Laju
Pertumbuhan
rata-rata (%)
6.7
10.93
11.44
0.75

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan, konsumsi daging sapi di
Jawa Barat jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging sapi.
Pada tahun 2013, jumlah konsumsi daging sapi 102 937 kg sedangkan
produksinya hanya 81 254 kg. Terdapat perbedaan atau gap sebesar 21 683 kg.
Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan daging sapi di Jawa Barat masih
mengandalkan produk impor. Setiap tahun Jawa Barat mengimpor daging sapi
sebanyak 1 634.5 ton atau sebanyak 161 807 ekor sapi.3
Sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat rata-rata belum mencapai
bobot ideal yaitu antara 400 – 450 kg. Pertambahan bobot sapi potong di
peternakan rakyat berkisar antara 0.3 - 0.9 kg per ekor per hari dengan lama
penggemukan berkisar 3-12 bulan. Pertumbuhan bobot sapi potong ini jauh di
bawah perusahaan besar yang pertambahan bobot sapinya mencapai 1.2-1.6 kg
per ekor per hari dengan lama waktu berkisar 120 hari.3 Melalui penggemukan
sapi, pemotongan sapi kurus yang belum mencapai bobot ideal dapat dikurangi.
Di Indonesia sudah cukup banyak bisnis penggemukan sapi baik tradisional
maupun yang mengarah pada segi komersial. Jawa Barat merupakan salah satu
2

PT Alam Sari Nuswantara. Penggemukan Sapi Desa Parang Gombong, Kecamatan Sukasari.
http://tjhartono.files.wordpress.com/2013/05/proposal-sapi-potong-int.pdf.20 Maret 2014.
3
Kompas.com. 2009. Peternak Rakyat Harus Dipermudah Akses Penggemukan Sapi Potong.
[Internet]. [diunduh 2014 Juli 7]. Tersedia pada : http://megapolitan.kompas.com/21425736/.

4

provinsi yang memiliki potensi besar dalam peternakan sapi potong. Jawa Barat
memiliki iklim yang cocok dengan peternakan sapi potong. Kabupaten Bogor
merupakan daerah dengan populasi ternak sapi potong terbesar di Jawa Barat.
Peternakan di Kabupaten Bogor memiliki andil yang sangat penting. Hal ini
dikarenakan peluang dari usaha peternakan ini sangat terbuka lebar mengingat
ketersediaan daging sapi yang tidak sesuai dengan jumlah permintaannya.
Perumusan Masalah
Peternakan sapi potong memiliki peluang yang cukup tinggi untuk
dikembangkan karena Indonesia masih kekurangan penyedia daging. Untuk
menutup kekurangan ketersediaan daging tersebut, Indonesia harus melakukan
impor dari negara lain. Impor sapi yang pada mulanya diperlukan untuk menutupi
kekurangan ketersediaan daging sapi bagi konsumen akhirnya justru menjadi
ketergantungan. Masalah ketergantungan terhadap impor sapi inilah yang menjadi
masalah bagi ketahanan pangan Indonesia.
Sejak dibukanya peluang impor sapi bakalan secara terbatas pada tahun
1990, data menunjukkan bahwa jumlah impor sapi bakalan dari luar negeri terus
meningkat. Pada tahun 1994 impor sapi bakalan adalah sebesar 78 000 ekor sapi
naik menjadi 349 000 ekor pada tahun 1997. Usaha peternakan sapi potong di
Indonesia sudah tidak asing lagi. Cukup banyak usaha perseorangan maupun
perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis peternakan sapi potong.
Kabupaten Bogor seperti yang telah disebutkan di atas merupakan salah satu
daerah yang memiliki potensi dalam pengembangan peternakan sapi potong.
Salah satu bisnis penggemukan sapi potong yang berada di Kabupaten Bogor
adalah PT Prisma Mahesa Unggul yang merupakan bisnis peternakan dengan
bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Bisnis peternakan ini bertujuan
utama memberikan manfaat kepada pemilik. Bisnis yang dikelola oleh PT Prisma
Mahesa Unggul adalah penggemukan sapi potong.
PT Prisma Mahesa Unggul merupakan bisnis sapi potong dengan modal
sendiri sehingga risiko yang harus ditanggung menjadi tanggung jawab pemilik.
Salah satu masalah atau kondisi yang dapat mempengaruhi jalannya bisnis
penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul adalah mengenai biaya
pembelian sapi bakalan dan penurunan bobot sapi potong siap jual. Biaya
pembelian sapi bakalan sangat rentan terhadap bisnis ini karena dengan sapi
bakalan yang baik maka akan menghasilkan sapi potong yang baik pula.
Peningkatan harga input sapi bakalan dapat terjadi akibat adanya perbedaan biaya
transportasi antara setiap daerah supplier. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh
ketersediaan sapi bakalan di daerah supplier yang semakin berkurang. Sedangkan
penurunan bobot sapi siap potong yang dapat terjadi diakibatkan oleh penyakit
atau kandungan pakan yang kurang baik.
Analisis kelayakan perlu dilakukan mengingat bahwa tujuan dari kegiatan
bisnis ini adalah manfaat atau keuntungan sehingga dapat meminimalisir kerugian
atau kegagalan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Selain itu, kelayakan
juga dilakukan sebagai evaluasi atas bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma
Mahesa Unggul yang sedang berjalan. Kelayakan tidak hanya dapat dinilai dari
satu aspek saja. Studi mengenai kelayakan perlu dilakukan dengan menganalisis
baik aspek non finansial maupun aspek finansial. Analisis sensitivitas juga perlu

5

dilakukan dalam studi kelayakan ini. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi seperti peningkatan harga input bakalan sapi
dan penurunan bobot sapi siap potong.
Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas maka
permasalahan yang akan dianalisis dan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa
Unggul berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek
lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa
Unggul pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi seperti NPV, Net
B/C, Payback Period, dan IRR?
3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan bisnis penggemukan sapi
potong apabila terjadi perubahan pada biaya pembelian sapi bakalan dan bobot
sapi siap potong?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah dipaparkan
di atas, tujuan dari penelitian mengenai analisis kelayakan bisnis PT Prisma
Mahesa Unggul adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul berdasarkan
aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan
hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul berdasarkan aspek
finansial berdasar kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, Payback Period, dan
IRR.
3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha PT Prisma
Mahesa Unggul terhadap perubahan pada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi manfaat dan biaya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberi pengalaman kepada
penulis dalam berkomunikasi dengan pihak yang terkait penelitian. Selain
itu, dapat pula memberi manfaat kepada penulis dalam mengamalkan ilmu
serta pembelajaran yang selama ini telah dilaksanakan di perkuliahan.
2. Bagi pemilik PT Prisma Mahesa Unggul, hasil dari penelitian mengenai
analisis kelayakan ini akan memberi gambaran dan informasi bagi pihak
perusahaan mengenai bisnis yang dijalankannya. Pemilik akan mengetahui
mengenai kelayakan bisnis yang dimilikinya dan dapat dijadikan
pertimbangan dalam menjalankan bisnisnya.
3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai pengaruh atau dampak keberadaan bisnis

6

penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul terhadap masyarakat
sekitar.
4. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman penulisan
serta rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Bisnis Peternakan Sapi Potong di Indonesia
Menurut Abidin (2002) Sejarah pemeliharaan dan perkembangan populasi
terutama sapi potong di Indonesia mengalami pasang surut yang fluktuatif. Hal ini
dipengaruhi dengan berbagai kebijakan pemerintah serta kondisi perekonomian
masyarakat secara global. Sejak zaman kolonial Belanda, terutama sejak
didirikannya pabrik gula yaitu pada tahun 1830-1835, telah dilakukan
pemeliharaan sapi. Tujuan utama dari pemeliharaan sapi pada saat itu adalah
sebagai sumber tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan penarik
kendaraan pengangkut tebu.
Perkembangan peternakan sapi pedaging di Indonesia yang lebih mengarah
kepada segi komersial semakin tampak. Mulai ada titik perkembangan bangkitnya
industri peternakan sapi potong. Pengertian industri di sini adalah suatu rangkaian
kegiatan usaha yang ditangani dengan pendekatan azas efisiensi, penggunaan
managerial skill, dan dilandasi dengan kaidah-kaidah ekonomi. Berlokasi di Jawa
Barat, meskipun masih di tingkat hulu industri sapi potong dimulai dengan adanya
inovasi baru untuk melakukan penggemukan sapi dengan pola pemeliharaan yang
sangat intensif, berskala besar, dan dalam waktu tertentu yang relatif singkat (3-4
bulan), dan padat modal. Bibit sapi yang digunakan adalah sapi-sapi muda jantan
yang dalam kondisi fase pertumbuhan dengan perhitungan dapat diperoleh
pertambahan berat yang maksimum dan efisien. Dengan adanya feedlot seperti ini,
bayangan bahwa usaha peternakan sapi potong hanya sebagai usaha tani dan
backyard farming mulai dapat dihapus dan beralih sebagai suatu lapangan bisnis
yang padat modal.
Sistem penggemukan sapi yang semakin modern telah terpacu oleh tuntutan
penyediaan daging yang bersifat kuantitaif dan kualitatif. Keadaan itu merupakan
dampak positif dari meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat serta
semakin bertambahnya jumlah konsumen yang selektif. Faktor penunjang lainnya
yaitu semakin digalakkannya subsektor kepariwisataan yang memang pada
kenyataannya telah menuntut ketersediaan daging berkualitas tinggi. Tidak
mengherankan apabila sampai saat ini sapi yang digemukkan di Indonesia lebih
banyak berasal dari impor karena sumber bakalan sapi Indonesia semakin terkuras
(Santosa 1995).
Jenis-Jenis Sapi Potong di Indonesia
Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang digunakan sebagai bahan
konsumsi makanan masyarakat sehari-hari. Harganya yang cukup mahal membuat
daging sapi memiliki peluang besar mendatangkan keuntungan bagi peternak.
Terdapat beberapa jenis sapi yang digunakan untuk ternak di Indonesia (Muttaqin
2011).

7

Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi lokal yang berasal dari Bali. Sapi ini murni
merupakan keturunan langsung dari sapi liar (banteng) yang telah mengalami
proses penjinakan sejak berabad lalu. Penyebaran sapi ini meliputi daerah Bali,
NTT, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Di Bali, keaslian sapi domestik ini
dipertahankan, tetapi di Sulawesi dan pulau-pulau lain banyak disilangkan dengan
sapi ongole. Keunggulan sapi Bali antara lain adalah daging dan daya
reproduksinya yang bagus sehingga sapi ini menjadi primadona di kalangan
peternak di Indonesia (Sarwono dan Arianto 2003).
Sapi Ongole
Sapi ongole bukanlah merupakan sapi asli Indonesia, melainkan berasal dari
India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumba
ongole (SO) dan peranakan ongole (PO). Sumba ongole merupakan keturunan
murni sapi nellore dari India yang memiliki sifat mudah beradaptasi sehingga
mampu tumbuh secara murni di Pulau Sumba. Sedangkan pernakan ongole
merupakan sapi hasil persilangan antara sumba ongole dengan sapi jawa. Ciri
khas sapi ongole adalah berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, dan
berleher pendek (Siregar, 2008; Sarwono dan Arianto, 2003).
Sapi Fries Holstein (FH)
Sapi fries holstein (FH) ini tergolong sapi perah yang dipelihara untuk
menghasilkan susu. Sapi ini berasal dari Belanda. Sapi ini memiliki warna belang
hitam dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi. Sapi ini memiliki
pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sapi-sapi jantannya sering pula
dipelihara untuk dijadikan sapi potong. Di beberapa daerah sapi ini disilangkan
dengan sapi jawa asli dengan pola grading up dan mengahasilkan keturunan yang
sering disebut peranakan fries holstein (PFH) (Abidin 2002).
Sapi Brahman
Sapi brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi zebu
(Bos Indicus). Sapi ini berkembang pesat di Amerika Serikat karena pola
pemeliharaan dan sistem perkawinan yang terkontrol. Sapi ini kemudian dieskpor
ke Australia dan disilangkan dengan sapi asal Eropa. Dari australia inilah didapat
sapi-sapi bakalan yang dipelihara untuk digemukkan di Indonesia (Abidin 2002).
Sapi Madura
Sapi Madura sangat terkenal sebagai sapi karapan. Selain itu, jenis sapi ini
juga digunakan sebagai sapi kerja dan sapi potong. Sapi madura merupakan hasil
persilangan antara Bos indicus dari India dengan Bos indicus yang tumbuh dan
berkembang di Madura. Secara umum, tubuh sapi ini kecil dan berkaki pendek
(Sarwono dan Arianto 2003).
Hasil Penelitian Terdahulu
Sapi potong merupakan topik yang sudah diteliti dalam beberapa tahun ini.
Indonesia masih memiliki masalah terkait sapi potong yaitu masalah impor dari
negara lain. Sebelumnya, di akhir tahun 2012, terjadi pembatasan ekspor sapi
potong oleh negara pengekspor yang mengakibatkan Indonesia kekurangan

8

pasokan sapi potong. Hal ini mengakibatkan tingginya harga daging sapi di
Indonesia.
Walaupun di Indonesia sudah banyak bisnis yang bergerak dalam
peternakan sapi potong, namun bobot dari sapi yang dihasilkan belum mencapai
bobot ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi peluang dalam melakukan
usaha penggemukan sapi potong. Akan tetapi, untuk mengetahui apakah usaha
penggemukan sapi potong ini dapat memberikan keuntungan, dilakukan studi
mengenai kelayakan bisnis. Beberapa penlitian skripsi yang mengkaji analisis
kelayakan bisnis tersebut adalah Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi
Potong (Fattening) pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor (Rivai 2009), Analisis Kelayakan Bisnis
Penggemukan Sapi Potong pada PT Catur Mitra Taruma Desa Cariu Kecamatan
Cariu Kabupaten Bogor (Nisa 2013), serta Analisis Kelayakan Usaha
Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong pada PT Lembu Jantan Perkas
(LJP), Serang, Propinsi Banten (Putria 2008). Selain itu, terdapat pula judul
skripsi yang mengkaji tentang analisis kelayakan bisnis dari usaha sapi perah
yaitu Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos
Kecamatan Ciawi Bogor (Harahap 2011).
Penelitian yang dilakukan Rivai (2009) dan Nisa (2013) memiliki beberapa
kesamaan. Pertama, kedua penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya peluang
bisnis penggemukan sapi potong di Indonesia. Kedua, penelitian dilakukan
dengan menganalisis bisnis penggemukan sapi potong yang dilakukan sebuah
perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan lokasi yang berbeda,
yaitu PT Zagrotech Dafa International (ZDI) dan PT Catur Mitra Taruma.
Perbedaan dari kedua penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan oleh
Rivai (2013), pada aspek finansial dilakukan dengan dua skenario yaitu skenario I
merupakan modal sendiri dan skenario II merupakan modal pinjaman. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan Nisa (2013) hanya menganalisis kelayakan bisnis
tersebut saja dan tidak menggunakan skenario berbeda. Selain itu, analisis
switching value juga menggunakan variabel yang berbeda. Sedangkan penelitian
yang dilakukan Putria (2008) adalah menganalisis kelayakan pengembangan
pembibitaan sapi potong. Berbeda dengan kedua penelitian lainnya yang
menganalisis bisnis penggemukan, penelitian Putria (2008) menganalisis
kelayakan pembibitan sapi potong.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rivai (2009) mengkaji kelayakan
penggembangan usaha fattening sapi potong di PT Zagrotech Dafa International
dikaji dari aspek non finansial dan finansial. Beberapa elemen penting pada aspek
pasar yaitu adanya peluang permintaan dan penawaran. Hasil analisis aspek teknis
menjelaskan bahwa PT Zagrotech Dafa International telah mempertimbangkan
lokasi secara tepat dimana usaha penggemukan tersebut berada dekat dengan
konsumen yang dituju, selain itu kelengkapan peralatan dan perlengkapan yang
digunakan sangat memadai dan telah mempertimbangkan faktor keamanan dan
kenyamanan. Aspek menajemen PT Zagrotech Dafa International memiliki
struktur organisasi yang jelas sehingga memudahkan koordinasi, tugas, wewenang
dan tanggung jawab setiap bagian. Aspek sosial, ekonomi dan lingkungan usaha
penggemukan sapi potong (fattening) PT Zagrotech Dafa International
memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar karena pihak
manajemen mempekerjakan karyawan yang berasal dari daerah sekitar

9

perusahaan, selain itu PT Zagrotech Dafa International juga memperhatikan
keadaan lingkungan sekitar, salah satu upayanya yaitu dengan melakukan proses
penanganan limbah secara baik. Berdasarkan penelitian ini, hasil analisis
kelayakan baik dari aspek non finansial maupun finansial menunjukan bahwa
bisnis penggemukan sapi yang dilakukan PT Zagrotech Dafa International (ZDI)
layak untuk dilakukan. Hasil analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria
NPV skenario I pada tingkat diskonto 7 persen memiliki nilai yang lebih besar
dari pada nol yaitu sebesar Rp 4 473 018 300 selama jangka waktu 10 tahun. Nilai
Net B/C skenario I adalah 2.92 atau lebih besar dari satu. Nilai IRR yang
diperoleh dari skenario I yaitu 37 persen. Berdasarkan waktu pengembalian
investasinya, terlihat bahwa skenario I akan mencapai titik pengembalian investasi
pada saat kegiatan usaha berjalan selama 3 tahun 5 bulan. NPV pada skenario II
pada tingkat diskonto 13 persen memiliki nilai yang lebih besar dari pada nol. Hal
ini menunjukan bahwa pengusahaan PT Zagrotech Dafa International menurut
nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan
manfaat sebesar Rp 186 799 039 selama jangka waktu 10 tahun. Nilai Net B/C
skenario II adalah 1.07 atau lebih besar dari satu. Nilai IRR yang diperoleh dari
skenario II yaitu 15 persen. Nilai ini berada diatas nilai diskonto yang digunakan
yaitu sebesar 13 persen. Berdasarkan waktu pengembalian investasinya, terlihat
bahwa skenario II akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan
usaha berjalan selama 8 tahun 2 bulan. Kedua skenario berdasarkan kriteria
kelayakan investasi menunjukan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, namun
jika dibandingkan antara skenario I dan skenario II maka skenario I lebih layak
dibandingkan dengan skenario II. Hal ini dikarenakan NPV, IRR, dan Net B/C
skenario I lebih besar dibandingkan dengan skenario II dan PP pada skenario I
lebih cepat dibandingkan dengan skenario II.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2013), hasil analisis kelayakan
bisnis penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra Taruma baik dari aspek non
finansial maupun finansial adalah layak untuk dilakukan. Berdasarkan hasil
analisis kelayakan bisnis aspek nonfinansial, bisnis penggemukan sapi potong
pada TARUMA layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, bisnis yang
dijalankan TARUMA memiliki potensi pasar yang terbuka lebar di masa yang
akan datang. TARUMA juga telah memiliki target pasar yang jelas. Berdasarkan
aspek teknis, TARUMA memiliki lokasi bisnis yang tepat yang didukung dengan
fasilitas dan infrastruktur yang lengkap, prosedur produksi yang jelas serta layout
produksi yang baik sehingga mempermudah proses produksi. Berdasarkan aspek
manajemen dan hukum, TARUMA telah memiliki kelengkapan dokumen yang
diperlukan dalam pendirian bisnis serta telah memiliki manajemen yang baik
dengan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk masing-masing pekerjaan.
Berdasarkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, bisnis yang dijalankan
TARUMA mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi perusahaan tetapi bagi
masyarakat sekitar lokasi bisnis hingga pemerintah setempat. Bisnis
penggemukan sapi potong TARUMA juga dinilai tidak mencemari lingkungan.
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis switching value terhadap perubahan
penjualan sapi potong serta biaya pakan. Hasil analisis switching value
menunjukan bahwa variabel penjualan sapi siap potong lebih peka terhadap
perubahan dibanding variabel biaya pakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan
bisnis aspek finansial, bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak

10

untuk dijalankan karena memiliki NPV lebih dari nol, nilai Net B/C lebih dari
satu, IRR lebih dari discout rate yang digunakan, dan PP sebelum umur bisnis
berakhir. NPV yang diperoleh selama umur bisnis sebesar Rp20 696 240 936, Net
B/C sebesar 1.75, IRR sebesar 22 persen, dan PP selama 7 tahun 3 bulan. Hasil
analisis switching value pada dua komponen yang dinilai paling berpengaruh
dalam bisnis penggemukan sapi pada TARUMA yaitu penjualan sapi siap potong
dan biaya pakan menunjukkan bahwa penurunan maksimum yang masih dapat
ditoleransi dalam volume penjualan sapi siap potong sebesar 2.99 persen
sedangkan kenaikan maksimum yang masih dapat ditoleransi dalam biaya pakan
sebesar 15.72 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa komponen penjualan
sapi siap potong lebih peka terhadap perubahan dibanding komponen biaya pakan.
Pada penelitian yang dilakukan Putria (2008) menganalisis kelayakan Usaha
Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan
Perkasa (LJP), Serang, Propinsi Banten. Hasil analisis berdasarkan aspek non
finansial berdasarkan aspek pasar adalah permintaan akan bibit sapi potong pada
PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selain
itu peluang pasar usaha pembibitan sapi potong masih terbukalebar, hal ini dapat
dilihat dengan semakin tingginya tingkat ketergantungan impor sapi potong di
negara kita. Dalam strategi pemasaran, PT LJP memilih lokasi yang dekat dengan
pasar yaitu JABODETABEK, hal ini juga ditunjang oleh adanya fasilitas
transportasi yang baik, untuk memudahkan dalam pemasaran breeding sapi
potong. Promosi yang dilakukan perusahaan selama ini yaitu dengan mengikuti
berbagai pameran, promosi melalui media elektronik serta adanya informasi dari
mulut ke mulut sehingga informasi lebih cepat tersebar. Bentuk promosi lainnya
yang dilakukan oleh PT LJP yaitu dengan melakukan kerjasama dengan instansi
terkait serta berperan serta dalam pelatihan pembibitan sapi potong. Aspek teknis
menitikberatkan pada penilain atas kelayakan proyek dan teknologi. PT Lembu
Jantan Perkasa dalam mengembangkan usaha pembibitan sapi potong telah
mempertimbangkan lokasi perusahaan secara tepat, dimana usaha pembibitan
tersebut berada dekat dengan daerah konsumen yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang
dan Bekasi serta dilakukan di daerah yang mempunyai fasilitas transportasi yang
cukup baik. Di samping itu lokasi perusahaan dekat dengan pemasok bahan baku
pakan ternak. Pemilihan mesin peralatan dan teknologi yang digunakan telah
sesuai dengan aktivitas perusahaan dengan mempertimbangkan keamanan dan
kenyamanan, dan sistem komonikasi yang baik. Usaha pembibitan sapi potong PT
LJP merupakan perusahaan dengan pemeliharaan sistem intensif mengunakan
kandang koloni terbuka dan koloni tertutup. Kapasitas kandang PT LJP mampu
menampung 3000- 4000 ekor sapi. Aspek manajemen PT Lembu Jantan Perkasa
(LJP) memiliki struktur organisasi dan pembagian tugas yang jelas sehingga
memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan maupun bagian
dapat dilakukan dengan relatif mudah. Aspek sosial dan lingkungan usaha
pembibitan sapi potong PT Lembu Jantan Perkasa memberikan dampak positif
bagi masyarakat yang berada di sekitar perusahaan. Keberadaan PT Lembu Jantan
Perkasa memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, dimana jumlah
tenaga kerja yang paling banyak direkrut berasal dari masyarakat sekitarnya
sehingga memberikan masukan pendapatan bagi masyarakat, serta mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama ini perusahaan selalu tanggap
dan memperhatikan kesejahteraan karyawaan dan staff sehingga terjalin rasa

11

kekeluargaan yang tinggi dan menjadikan karyawan dan masyarakat sekitar loyal
terhadap perusahaan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
kehidupan sosial karyawan perusahaan menyediakan fasilitas dan tunjangan
sosial. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh
perusahaan yaitu dengan pengolahan limbah menjadi pupuk yang juga
memberikan tambahan pendapatan bagi usaha pembibitan sapi potong.Hasil
analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan sapi potong dari aspek
finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net B/C, dan Payback
Period, maka diperoleh hasil; NPV sebesar Rp 1 929 172 324, Net B/C sebesar
1.48, IRR sebesar 10.65 persen, dan Payback Period sebesar 3.56. Hasil analisis
finansial menunjukan bahwa usaha pengembangan pembibitan sapi potong layak
untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih besar
dari suku bunga. Analisis sensitivitas dengan variasi penghitungan mengunakan
metode switching value dengan dua variabel parameter yaitu nilai tukar rupiah
terhadap Dollar yang berfluktuatif dan penurunan volume produksi sapi potong.
Hasil analisis sensitivitas menunjukan penurunan volume produksi sapi bunting
muda dan bunting tua sebesar 5 persen paling peka diantara dua variabel
parameter lainnya yaitu variabel kenaikan Dollar terhadap Rupiah, variabel
penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 40-175 Kg, dan variabel
penurunan produksi anak sapi dengan berat 170-250 kg.
Pada penelitian yang dilakukan Harahap (2011) menganalisis kelayakan
Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Kecamatan Ciawi Bogor.
Analisis aspek pasar pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha
peternakan sapi perah ini layak karena memiliki potensi pasar yang baik. Analisis
aspek teknis pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha ini layak karena
memilih lokasi usaha dengan tepat serta memiliki sarana dan prasarana yang
memadai. Aspek manajemen pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha
ini layak karena badan usaha serta struktur organisasi sudah berbentuk formal dan
tertulis. Pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan pada semua skala usaha
diketahui bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena memberikan dampak
yang positif terhadap masyarakat sekitar. Hasil analisis kelayakan usaha sapi
perah dari aspek finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net B/C,
dan Payback Period, maka diperoleh hasil; NPV sebesar Rp 14 205 952 071.27,
Net B/C sebesar 2.59, IRR sebesar 83 persen, dan Payback Period sebesar 5 tahun
8 bulan 9 hari. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usaha sapi perah PT
Rejo layak untuk dilaksanakan. Analisis switching value dilakukan pada
penurunan produksi susu murni dan kenaikan harga konsentrat. Hasil analisis
switching value menunjukan bahwa perubahan maksimum penurunan produksi
susu dapat menyebabkan usaha menjadi tidak layak.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikirian Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa bisnis merupakan kegiatan
atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan tujuan

12

dan target yang diinginkan dalam berbagai bidang, baik jumlah maupun
waktunya.
Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam. Hal tersebut
dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan
akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Layak di sini diartikan juga
akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya
tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat luas. Studi
kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu
kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan (Nurmalina,
et al, 2010).
Studi kelayakan bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2003) dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah di masa yang akan datang sehingga dapat
meminimalkan kemungkinan melesetnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu
investasi. Dengan kata lain, studi kelayakan bisnis akan memperhitungkan hal-hal
yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan. Jadi
dengan adanya studi kelayakan bisnis minimal dapat memberikan pedoman atau
arahan kepada usaha yang akan dijalankan nantinya.
Ukuran kriteria kelayakan suatu bisnis menurut Fahmi, et al, (2009) adalah
menyangkut pencapaian yang dilakukan. Ada perbedaan antara perusahaan dan
pemerintahan karena ukuran kelayakan yang dimaksud di sini adalah keberhasilan
yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut. Perusahaan dikatakan sudah memiliki
kelayakan adalah pada saat perusahaan sudah mampu menghasilkan profit yang
maksimum. Sedangkan bagi pemerintahan adalah pada saat publik telah terlayani
dengan baik dan cepat tanpa mengalami hambatan-hambatan di luar aturan yang
telah ditetapkan pemerintah.
Kasmir dan Jakfar (2003) memaparkan bahwa studi kelayakan perlu
dilakukan karena terdapat harapan bahwa usaha tersebut dapat memberi
keuntungan serta berbagai manfaat kepada berbagai pihak. Paling tidak terdapat
lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan
studi kelayakan, antara lain:
1) Menghindari risiko kerugian
Kerugian mungking saja dihasilkan di masa yang akan datang. Kerugian
biasanya berasal dari kondisi ketidakpastian atau risiko yang terjadi di masa
yang akan datang. Kondisi-kondisi seperti ini ada yang dapat diramalkan
ataupun tidak. Pengusaha akan memiliki antisipasi dalam menghadapi kondisi
tersebut di masa yang akan datang sehingga kerugian dapat diminimalisir
bahkan dihindari.
2) Memudahkan perencanaan
Perencanaan dapat dilakukan sebelum memulai suatu usaha. Dengan
melakukan perencanaan dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi di
kenyataan. Melalui studi kelayakan dapat menjadi tahap awal dari suatu
perencanaan.
3) Memudahkan pelaksanaan pekerjaan
Dengan adanya berbagai rencana yang sudah disusun akan sangat
memudahkan pelaksanaan bisnis. Para pelaksana yang mengerjakan
bisnis tersebut telah memiliki pedoman yang harus dikerjakan. Kemudian
pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik sehingga tepat sasaran dan

13

sesuai dengan rencana yang sudah disusun. Rencana yang sudah disusun
dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap yang sudah direncanakan.
4) Memudahkan pengawasan
Dengan telah dilaksanakannya suatu usaha atau proyek sesuai dengan rencana
yang sudah disusun maka akan memudahkan perusahaan untuk melakukan
pengawasan terhadap jalannya usaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar
pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun.
Pelaksana pekerjaan bisa sungguh-sungguh melakukan pekerjaannya karena
merasa ada yang mengawasi sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat
oleh hal-hal yang tidak perlu.
5) Memudahkan pengendalian
Jika dalam pelaksanaan pekerjaan telah dilakukan pengawasan, maka apabila
terjadi suatu penyimpangan akan mudah terdeteksi sehingga akan bisa
dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut. Tujuan pengendalian
adalah untuk mengembalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng ke rel
yang sesungguhnya sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan akan tercapai.
Studi kelayakan bisnis juga dapat memberikan berbagai manfaat bagi
berbagai pihak antara lain pihak investor, pihak kreditor, pihak manajemen dan
perusahaan, pihak pemerintah dan masyarakat, dan bagi tujuan pembangunan
ekonomi (Umar 2007).
Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Bisnis
Kelayakan suatu usaha ditentukan oleh beberapa aspek. Masing-masing
aspek tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan. Urutan penilaian aspek
mana yang harus didahulukan tergantung kesiapan penilai dan kelengkapan data
yang ada. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan
budaya, aspek lingkungan, dan aspek finansial (Kasmir dan Jakfar 2003).
1. Aspek Pasar
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada bisnis
yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan
bisnis tersebut. Pada dasarnya, analisis aspek pasar bertujuan antara lain untuk
mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market
share dari produk yang dihasilkan (Umar 2007). Kemudian bagaimana strategi
pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar yang ada.
Aspek ini pun menjadi sangat penting karena apabila aspek ini tidak diteliti
secara benar akan terjadi suatu risiko kegagalan dari usaha ini di masa yang
akan datang (Kasmir dan Jakfar 2003).
Dalam bukunya Nurmalina, et al, (2010), aspek pasar dan pemasaran
mencoba mempelajari mengenai hal sebagai berikut.
a) Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen pada
berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Permintaan baik secara
total ataupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, atau perusahaan
besar pemakai.
b) Penawaran
Penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan pada berbagai
tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Faktor-faktor yang memengaruhi

14

penawaran suatu barang atau jasa adalah harga barang itu sendiri, harga
barang lain yang memiliki hubungan, teknologi, harga input, tujuan
perusahaan, dan faktor khusus.
c) Harga
Harga dari produk merupakan salah satu aspek yang dapat memengaruhi
permintaan akan produk yang dihasilkan. Akan dilakukan perbandingan
mengenai harga produk terhadap harga produk-produk lain sejenis.
d) Program pemasaran
Agar investasi atau bisnis yang akan dijalankan dapat berhasil dengan
baik, maka sebelumnya perlu melakukan strategi pemasaran yang tepat.
Unsur strategi persaingan tersebut adalah menentukan segmentasi pasar
(segmentation), menetapkan pasar s