Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi Kabupaten Bogor

(1)

DESA CITAPEN CIAWI

KABUPATEN BOGOR

YOGA ARYA PRATAMA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis

Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong pada Peternakan Bapak Sarno, Desa

Citapen, Ciawi, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 7 Desember 2013

Yoga Arya Pratama


(4)

Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO.

Kebutuhan akan daging dalam negeri terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani. Namun saat ini kebutuhan daging dalam negeri, tidak diimbangi oleh produksi yang optimal. Padahal pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia akan swasembada daging sapi di tahun 2014. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha pokok keluarga. Saat ini jumlah ternak sapi yang dimiliki 22 ekor yang terdiri dari 15 ekor sapi PO (Peranakan

Ongole) dan 7 ekor sapi Brahma. Untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi

permintaan pasar beliau berencana mengembangkan usahanya berupa investasi penambahan 1 kandang baru dengan memanfaatkan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2013 dari pemerintah. Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Berdasarkan aspek non finansial usaha ini dikatakan layak karena daging sapi memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim yang cocok, sarana dan prasarana yang memadai serta memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi budaya dan lingkungan sekitar. Berdasarkan aspek finansial, pengembangan usaha ini layak untuk dilaksanakan karena NPV bernilai lebih

besar dari nol yaitu Rp658.300.804,94. IRR lebih besar dari Discount Rate yang

ditentukan (4% per tahun) yaitu 67,83%. Net B/C bernilai lebih besar dari 1 yaitu 5,13 dan PP lebih singkat dari umur proyek yaitu 7,14 tahun. Sedangkan analisis

switching value menunjukkan bahwa pengembangan usaha penggemukan sapi

potong lebih peka terhadap penurunan Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) sebesar 15,19% dibandingkan dengan kenaikan biaya bakalan sebesar 28,38%. Kata kunci: analisis kelayakan, investasi, penggemukan sapi potong,

ABSTRACT

YOGA ARYA PRATAMA. Feasibility Analysis Business Fattening Beef Cattle on The Ranch Mr. Sarno in Citapen Village, Ciawi, Bogor District. Supervised by HENY K. DARYANTO.

The need for meat in the country continues to increase along with an increase in the number of the population and to increase public awareness to consume animal protein. However, it is fresh meat in the country not offset by production optimally. In fact, the government has initiated that indonesia will swasembada of meat in 2014. Farm belonging to Mr Sarno was a staple of the family. Currently the number of beef cattle owned 22 tail consisting of 15 cows PO ( Peranakan Ongole ) and 7 cows Brahma. To raise revenue and meet with the market demands he plans to develop its business in the form of the addition of


(5)

analysese feasibility the development of business. Based on the aspect of non financial effort is said to inappropriate since the beef market high, have a chance the climate condition which is suitable, facilities and infrastructure that adequate as well as providing the impact of good socially economic culture and the environment. Based on the aspect of financial the business development of this is worth to be executed because NPV value greater than zero namely Rp658.300.804,94. IRR larger than the discount rate specified ( 4 % per year ) is 67,83%. Net B/C value greater than 1 and that is 5,13 and the government regulation shorter being of the age of the project, namely 7,14 years. While switching value analysis indicates that the business development of fattening beef cattle more sensitive to a decrease in the growing weight daily ( PBBH ) as much as 15,19 % compared with an increase in cost was going to as much as 28,38 %. Keywords: feasibility analysis, investment, fattening beef cattle


(6)

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

DESA CITAPEN CIAWI

KABUPATEN BOGOR

YOGA ARYA PRATAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(10)

(11)

NIM : H34104002

Disetujui oleh

Dr Ir Heny K Daryanto, MEc Pembimbing

Diketahui oleh


(12)

NIM : H34104002

Disetujui oleh

Dr Ir Heny K Daryanto, MEc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Agribisnis


(13)

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Agustus 2013 adalah penggemukan sapi potong, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi Kabupaten Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heny K Daryanto, MEc, Bapak Ir Burhanudin, MM dan Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing, penguji dan penguji komite akademik yang telah banyak member saran. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sarno selaku peternak penggemukan sapi potong yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua dan seluruh keluarga atas doa,

kasih saying dan support yang telah diberikan selama ini, teman-teman Agribisnis

program Alih Jenis angkatan 1 atas kebersamaan selama kuliah dan seluruh anggota Forum Wacana Lembah Intelek (FWLI).

Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bogor, 7 Desember 2013


(14)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4

II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Usaha Penggemukan Sapi Potong 4

2.2 Koefisien Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong 5

2.3 Tata Laksana Penggemukan Sapi Potong 6

2.3.1 Mencari dan Memilih Bakalan 6

2.3.2 Perkandangan 8

2.3.3 Pakan 9

2.3.4 Pemeliharaan Kandang 9

2.4 Penelitian Terdahulu 10

2.5 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu 11

III KERANGKA PEMIKIRAN 11

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 11

3.1.1 Ketahanan Pangan 12

3.1.2 Bank Pelaksana 12

3.1.3 Suku Bunga 13

3.1.4 Studi Kelayakan Bisnis 13

3.1.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Usaha 14

3.1.6 Tujuan Studi Kelayakan Bisnis 14

3.1.7 Kriteria Kelayakan Bisnis 15

3.1.8 Teori Investasi 20

3.1.9 Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) 21

3.1.10 Umur Bisnis 21

3.1.11 Teori Biaya dan Manfaat 22

3.1.12 Analisis Sensitivitas dan Nilai Pengganti (Switching Value) 22

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional 23

IV METODE PENELITIAN 26

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 26

4.2 Jenis dan Sumber Data 26


(15)

V GAMBARAN UMUM USAHA 33

5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 33

5.2 Lokasi dan Sejarah Usaha 33

5.3 Kegiatan Usaha 34

VI ANALISIS ASPEK FINANSIAL & NON FINANSIAL 34

6.1. Analisis Aspek Non Finansial 35

6.1.1 Aspek Pasar 35

6.1.2 Aspek Teknis 36

6.1.3 Aspek Manajemen dan Hukum 40

6.1.4 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya dan Lingkungan 41

6.2 Analisis Aspek Finansial 41

6.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) 42

6.2.2 Penerimaan Penjualan Kotoran Sapi 42

6.2.3 Nilai Sisa (Salvage Value) 43

6.2.4 Arus Biaya (Outflow) 43

6.2.5 Pajak Penghasilan 46

6.2.6 Analisis Laba Rugi Usaha 47

6.2.7 Analisis Kelayakan Finansial 48

6.2.8 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) 49

6.2.9 Hasil Analisis Aspek Finansial 49

VII KESIMPULAN DAN SARAN 50

7.1Kesimpulan 50

7.2 Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51


(16)

2 Ekspor dan impor sub sektor peternakan menurut komoditas tahun 2011 1

3 Sasaran Produksi Komoditas Utama 2010-2014 2

4 Data Permintaan Sapi Potong Milik Bapak Sarno Tahun 2009-2011. 3

5 Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan Subsidi Bunga 13

6 Rincian sumber data berdasarkan jenis data 26

7 Kondisi untuk beberapa jenis bakalan sapi 36

8 Penerimaan penjualan kotoran sapi potong pada pengembangan usaha 43

9 Biaya investasi pengembangan usaha penggemukan sapi potong 44

10 Biaya tetap pengembangan usaha penggemukan sapi potong 45

11 Biaya variabel pengembangan usaha penggemukan sapi potong 46

12 Analisis laba rugi pengembangan usaha penggemukan sapi potong 47

13 Laba bersih pengembangan usaha penggemukan sapi potong 47

14 Kriteria kelayakan investasi usaha penggemukan sapi potong 48

15. Hasil analisis switching value usaha penggemukan sapi potong 49

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah tenaga kerja usia 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan tahun

2012. 53

2 Konsumsi makanan rata-rata per kapita sebulan masyarakat Indonesia tahun

2011 54

3 Populasi sapi potong (ribu ekor) menurut provinsi tahun 2010 dan 2011

55

4 Populasi sapi potong di Jawa Barat (Ekor/head) Tahun 2011 56

5 Tinjauan empiris analisis kelayakan penggemukan sapi potong 57

6 Melihat umur bakalan dengan cara melihat susunan gigi 58

7 Perkiraan bobot sapi berdasarkan lingkar dada 59

8 Perkiraan bobot dan pertambahan bobot tubuh beberapa sapi 60

9 Hubungan umur bakalan dan lama penggemukan 61

10 Layout pengembangan usaha penggemukan sapi potong peternakan Bapak

Sarno 61

11 Penerimaan penjualan sapi potong Bapak Sarno 62

12 Perhitungan penyusutan per tahun dari investasi 62

13 Cashflow pengembangan usaha penggemukan sapi potong Bapak Sarno 633

14 Analisis switching value penurunan PBBH sebesar 15,19% 65


(17)

(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, penyedia bahan pangan dan sumber devisa negara. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang peternakan dan pertanian pada tahun 2012 berjumlah 39.328.915 jiwa atau 36% dari total tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebagai penyedia bahan pangan, pada tahun 2011 peternakan memberikan kontribusi sebesar 10% dari total pengeluaran konsumsi makanan yang terdiri dari daging, susu dan telur. Dibandingkan dengan sektor perikanan maka dapat dilihat pada Lampiran 2. Kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia lebih dari 10% dalam kurun waktu 2008-2011 (Tabel 1).

Tabel 1. PDB sub sektor peternakan di Indonesia tahun 2008-2011 atas dasar konstan 2000 (Miliar Rupiah)

Sumber : Statistik Peternakan 2011 (diolah)

Keterangan : *) Angka sementara 1) Data sampai semester 1 **) Angka sangat sementara

***) Angka sangat sangat sementara

Tabel 2. Ekspor dan impor sub sektor peternakan menurut komoditas tahun 2011

No

Komoditi

Ekspor Impor

Volume (kg) Nilai (USD) Volume (kg) Nilai (USD) 1 Ternak 21.794.996 42.179.813,00 77.415.256 204.614.194,00 2 Hasil Ternak 569.839.165 781.155.377,00 599.823.558 1.246.960.302,00

3 Produk Non

Pangan Hewani 8.532.184 100.662.785,00 46.597.007 393.164.901,00 4 Obat Hewan 261.197 12.025.932,00 1.352.363 30.611.856,00 5 Lain-lain 3.292.133 152.260.476,00 62.222.830 106.390.129,00

Sumber : Statistik Peternakan 2011 (diolah)

No Sektor

Tahun

2008 2009*) 2010**) 2011***1) %

1 Peternakan 35.425,30 36.648,90 38.135,20 19.384,40 2

2

Sub Sektor Pertanian Lainnya

249.193,80 259.284,80 266.271,00 140.879,90 12 3 Sektor Ekonomi

Lainnya 1.797.837,00 59.298,10 2.006.283,60 1.044.948,60 87 Total PDB Nasional 2.082.456,10 355.231,80 2.310.689,80 1.205.212,90 100


(19)

Berdasarkan Tabel 2 dilihat bahwa pemerintah melakukan impor karena pemerintah belum mampu menyediakan kebutuhan terhadap daging sapi. Kebijakan impor sapi bakalan terpaksa dilakukan untuk mencegah terjadinya pengurasan sapi lokal yang berpotensi berakibat buruk bagi peternakan sapi rakyat dan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Oleh

karena itu pemerintah Indonesia mencanangkan pencapaian Swasembada Daging

Sapi di Tahun 2014 dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014,

dapat dilihat pada Tabel 3. Sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang peternakan, sapi potong memiliki peluang usaha dan prospek untuk terus dikembangkan. Untuk mendukung program kecukupan daging pada tahun 2014 diperlukan upaya pengembangan ternak sapi potong pada peternakan rakyat melalui perencanaan produksi dengan memperhatikan lamanya periode penggemukan. Cara yang dapat dilakukan yakni meningkatkan produksi daging sapi dengan cara penggemukan sapi potong. Melalui cara tersebut diharapkan menghasilkan pertambahan bobot badan sapi yang tinggi dan efisien, sehingga dapat diperoleh daging dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

Tabel 3. Sasaran Produksi Komoditas Utama 2010-2014

Komoditas Produksi (Ribu Ton)

2010 2011 2012 2013 2014

Padi 66,680 68,800 71,465 73,078 78,780 Jagung 19,800 22,000 24,000 26,000 29,000 Kedelai 1,300 1,560 1,900 2,250 2,700 Tebu 2,996 3,867 4,396 4,394 5,700 Daging Sapi 412 439 471 506 546 Sumber : Renstra 2010-2014 Kementrian Pertanian

1.2 Perumusan Masalah

Kebutuhan akan daging dalam negeri terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani. Namun saat ini untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, tidak diimbangi oleh produksi yang optimal. Padahal pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia akan swasemnbada daging sapi di tahun 2014. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha pokok keluarga. Saat ini jumlah ternak sapi yang dimiliki 22 ekor yang terdiri dari 15 ekor sapi PO

(Peranakan Ongole) dan 7 ekor sapi Brahma. Pada usahanya masalah yang sering

ditemui adalah pasokan bakalan yang tidak kontinuitas, kualitas pakan rendah dan waktu pemeliharaan yang lama. Pada tahun 2013, 22 ekor ternaknya tidak dijual pada periode bulan menjelang Idul Adha, walaupun harga daging mencapai Rp 120.000/kg. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan bakalan serta pemerintah sedang menggalakkan pembatasan kuota impor sapi dan daging sapi. Sehubungan dengan hal tersebut Pak Sarno dihadapkan dengan kondisi dimana besarnya permintaan sapi potong yang tidak diimbangi dengan pasokan bakalan yang memadai sehingga dampaknya justru menyulitkan dalam meningkatkan produktivitas dan keuntungan dari usaha penggemukan sapi potong. Menurut Pak


(20)

Sarno, jumlah produksi sapi belum mampu memenuhi kebutuhan pasar karena banyak permintaan pasar yang tidak terpenuhi (Tabel 4).

Tabel 4. Data Permintaan Sapi Potong Milik Bapak Sarno Tahun 2009-2011

Tahun Permintaan (Ekor) Penjualan (ekor)

2009 100 60

2010 100 58

2011 100 60

Pakan konsentrat yang digunakan oleh Pak Sarno hanya menggunakan pakan yang sudah jadi diproses dari pabrik. Padahal kenyataannya pakan merupakan komponen biaya terbesar dari biaya total produksi. Jika harga pakan konsentrat dari pabrik mengalami kenaikan, maka akan sangat berpengaruh dalam keuntungan yang diperoleh. Kemudian dalam menjual ternak sapinya, masih beorientasi pada produk. Sehingga lama periode penggemukan tidak dapat ditentukan, beliau menjual ternak sapi tidak berdasarkan atas kebutuhan konsumen melainkan berdasarkan melonjaknya harga daging di pasaran. Untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi permintaan pasar beliau berencana mengembangkan usahanya berupa investasi penambahan 1 kandang baru dengan memanfaatkan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2013 dari pemerintah. Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Analisis kelayakan usaha ini dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial.

Usaha penggemukan sapi potong memiliki beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha. Perubahan-perubahan tersebut seperti kenaikan harga bakalan ternak sapi dan penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi. Harga bakalan sapi terus berfluktuasi sehingga mempengaruhi kelayakan pengembangan usaha penggemukan sapi potong dari aspek finansial oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas.

Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang dibahas dalam penelitian ini antara lain:

1) Bagaimana kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno

berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan sekitar ?

2) Bagaimana kelayakan finansial usaha penggemukan sapi potong milik Bapak

Sarno dilihat dari kriteria investasi di kegiatan usaha ?

3) Bagaimana kepekaan kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak

Sarno terhadap perubahan komponen biaya khususnya peningkatan harga bakalan dan penurunan PBBH dalam melakukan kegiatan usaha ?


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Menganalisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno dari aspek non finansial dan aspek finansial.

2) Menganalisis kepekaan kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang hasilnya sepenuhnya dipublikasikan agar dapat digunakan sebagaimana mestinya termasuk sebagai bahan masukan dan kajian. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yakni:

1) Bagi penulis, penelitian ini akan melatih dan menambah kemampuan penulis

dalam berkomunikasi dengan pihak pengusaha, masyarakat maupun pihak-pihak terkait serta meningkatkan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh di perkuliahan.

2) Bagi pemilik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan

informasi yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usaha serta kelayakan usaha untuk keberlanjutannya.

3) Bagi mahasiswa dan pihak yang membutuhkan informasi tentang

penggemukan sapi potong, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta sebagai sumber literatur dan menambah wawasan mengenai usaha penggemukan sapi potong.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sasaran utamanya adalah usaha penggemukan sapi potong dengan penekanan pada aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek finansial

meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C), Internal

Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Hasil perhitungan pada aspek finansial

menggunakan cashflow yang diolah dengan menggunakan software Microsoft

Excel.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Penggemukan Sapi Potong

Peternakan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok dilihat dari pola pemeliharaannya yaitu peternakan dengan pola pemeliharaan yang tradisional, semi komersial dan peternak komersial (Mubyarto, 1989). Secara umum sektor peternakan mengalami kemunduran, terutama pasca krisis moneter, disebabkan


(22)

ketergantungan impor yang cukup tinggi, yakni dalam pengadaan bibit unggul, bakalan dan bahan baku pakan (Sagala, 2011). Pada peternakan rakyat, sebagian besar usaha penggemukan sapi potong merupakan usaha sampingan dengan menggunakan teknologi sederhana dan produktivitas ternak yang rendah serta belum menerapkan inovasi-inovasi baru (Azis, 1993).

Menurut (Sugeng, 2000) bahwa penggemukan sapi potong dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya sapi dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada di dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat menjadi gemuk. Sedangkan secara ekstensif sapi dilepaskan di padang penggembalaan dan digembalakan sepanjang hari, mulai pagi sampai sore hari.

Kemudian sistem penggemukan sapi potong terdiri dari sistem kereman, sitem dry

lot fattening, dan sistem pasture fattening.

2.2 Koefisien Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong

Koefisien Teknis (KT) yang terpenting dalam usaha penggemukan adalah pertambahan berat badan harian (PBBH). Jika berat awal ternak, berat pasar yang diinginkan konsumen dan PBBH telah dapat diketahui maka lamanya waktu penggemukan dapat dihitung. Koefisien teknis pada usaha penggemukan sapi potong adalah :

a. Umur awal

Idealnya, umur bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong sekira 2-3

tahun. Kisaran umur tersebut merupakan golden age atau umur paling optimal

untuk memulai usaha penggemukan. Umur bakalan yang kurang dari dua tahun pertambahan bobot hariannya masih agak lambat (belum optimal). Sebaliknya, jika umur bakalan lebih dari tiga tahun, pertambahan bobot harian sudah lambat. Masih jarangnya peternak, terutama peternak rakyat, yang membuat catatan kelahiran sapi mengakibatkan munculnya kendala untuk mengetahui umur bakalan. Padahal, pencatatan tanggal lahir merupakan cara yang paling akurat dalam menentukan umur bakalan. Dapat dilihat pada lampiran 6 metode lihat gigi sapi untuk menentukan umur sapi yang dilakukan peternak (Rahmat dan Harianto, 2011)

b. Berat badan awal

Mengetahui bobot sapi selain dengan penimbangan bisa juga dilakukan dengan menghitung bobot tubuh berdasarkan ukuran tubuh tertentu melalui beberapa rumus. Rumus yang biasa digunakan adalah rumus Shcroll dan rumus Winter. Meskipun memiliki banyak kelemahan, tetapi cara ini masih banyak digunakan.

Rumus Schroll : Bobot badan (kg) = Rumus Winter : Bobot badan (lbs) =

Bobot badan (kg) = Bobot badan (lbs) x 0,453592

Dalam penggunaan kedua rumus tersebut dibutuhkan ukuran lingkar dada, panjang tubuh, dan tinggi pundak sapi. Pengukuran lingkar dada menggunakan pita meter dengan melingkarkannya pada dada sapi tepat di belakang siku. Panjang tubuh diukur secara lurus dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari


(23)

siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii). Sementara tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari permukaan tanah tegak lurus sampai titik tertinggi pundak. Satuan yang digunakan dalam rumus winter adalah inci dan lbs.

Untuk mendapatkan bobot tubuh dalam ukuran kg, perlu dikonversi terlebih dahulu dengan cara mengalikan bobot tubuh dalam lbs dengan 0,453592. Kedua rumus tersebut lebih cocok untuk sapi yang telah dewasa. Sementara bila mengukur pedet yang masih tumbuh, diperlukan beberapa faktor koreksi. Dalam lampiran 7 terdapat tabel penghitungan dengan perbandingan lingkar dada sapi dan pendugaan bobot sapi dengan menghitung lingkar dada (Yulianto dan Cahyo, 2010)

c. Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data pertambahan bobot badan akan dapat diketahui nilai suatu pakan bagi suatu ternak (Church dan Pond, 1988). Menurut McDonald et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan.Bobot dan pertambahan bobot per hari masing-masing bangsa sapi dapat dilihat pada Lampiran 8 (Yulianto dan Cahyo, 2011).

d. Lama Penggemukan

Usaha penggemukan menuntut peternak harus berpacu dengan lama penggemukan. Semakin pendek waktu penggemukan dengan pertumbuhan yang tinggi, itulah yang terbaik. Untuk penggemukan sapi, lama waktu penggemukan tergantung dari bobot awal sapi, target bobot sapi dan pertambahan berat sapi yang diinginkan per harinya. Pertambahan bobot sapi dari bobot awal yang sama dengan target bobot akhir yang sama pula, tetapi dengan pemberian porsi pakan per hari yang berbeda akan menghasilkan waktu penggemukan yang berbeda. Demikian pula dengan perbedaan jenis kelamin. Penggemukan sapi jantan membutuhkan waktu lebih singkat daripada sapi betina dalam bangsa sapi yang sama. Lamanya sapi digemukkan salah satunya juga tergantung dari umur sapi bakalan. Sebagai patokan, lamanya sapi digemukan dapat dilihat dalam Lampiran 9.

2.3 Tata Laksana Penggemukan Sapi Potong 2.3.1 Mencari dan Memilih Bakalan

Pemilihan sapi bakalan merupakan langkah penting yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan. Pengadaan sapi bakalan bisa diperoleh dari sapi bakalan lokal dan sapi bakalan impor (Soeprapto dan Abidin ,2006). Sebelum mencari bakalan, peternak harus mengetahui hal-hal sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) :

- Mengetahui daerah yang berpotensi dalam pengembangan ternak sapi, baik

sapi pedaging atau sapi perah.

- Menjalin jaringan dengan peternak dan pedagang sapi atau instansi yang


(24)

- Memilih bakalan dari penjual/pedagang yang memberi jaminan. Misalnya,

bila selama satu minggu setelah dibeli bakalan sakit, bakalan tersebut dapat ditukar atau dijamin kesehatannya.

- Menjalin komunikasi melalui teknologi informasi seperti internet atau

telepon.

Usaha penggemukan sapi potong dikatakan berhasil bila dapat menghasilkan daging sebaik dan sebanyak mungkin. Untuk mencapai hasil yang memuaskan, faktor kondisi bakalan cukup menentukan. Dalam menentukan bakalan, peternak harus mempertimbangkan beberapa kondisi sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) :

- Laju pertumbuhan. Bakalan berasal dari keturunan yang memiliki laju

pertumbuhan tinggi. Laju pertumbuhan terkait dengan kecepatan peningkatan bobot sapi. Masing-masing bangsa sapi mempunyai potensi perbedaan dalam pertumbuhan.

- Kesehatan. Bakalan yang sehat dan tidak sakit.

- Sudah beradaptasi. Bakalan yang sudah beradaptasi dengan lingkungan

setempat lebih mudah dalam pemeliharaannya.

- Sapi jantan. Bakalan sapi jantan memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi

daripada sapi betina. Selain itu, di masa produktif sapi betina dilarang dipotong untuk mendukung produksi anak sapi. Kecuali, sapi betina tersebut telah beranak lebih dari tujuh kali, tidak produktif lagi atau infertil.

- Populasi. Bakalan dari bangsa sapi yang memiliki pertambahan populasi

baik dan penyebarannya merata pada suatu daerah.

- Konversi pakan. Bakalan memiliki konversi pakan yang rendah. Hal itu

karena, untuk mencapai pertambahan bobot sapi per satuan berat, diperlukan jumlah pakan yang rendah/optimal.

Adapun ciri-ciri bakalan yang baik sebagai berikut :

- Berumur lebih dari dua tahun atau memiliki bobot 165-400 kg.

- Jenis kelamin jantan atau betina yang sudah tidak produktif.

- Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm, tinggi

pundak minimal 135 cm, dan lingkar dada 133 cm. Namun ukuran tersebut tidak mengikat, tergantung pada bangsa sapinya.

- Tubuh kurus (bukan karena penyakit), tulang menonjol dan sehat.

- Warna tubuh sesuai dengan bangsa sapi tersebut.

- Kondisi kepala normal sesuai bangsa sapinya.

- Mata cerah dan bulu halus.

- Kondisi kaki lurus dan kokoh.

- Kotoran normal.

Untuk menentukan bangsa sapi dengan bakalan yang baik, sebaiknya peternak mengetahui sifat-sifat secara sederhana dari beberapa bangsa sapi potong sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) :

a) Sapi Bali

1. Karena merupakan domestikasi asli Indonesia, cocok untuk daerah tropis. 2.Cukup baik hidup pada ketinggian di bawah 100 mdpl.

3. Populasinya cukup tinggi. 4. Memiliki tabiat relatif jinak.

5. Mampu hidup dalam kondisi kurang baik. 6. Sapi lokal yang cukup bagus untuk digemukkan.


(25)

7. Efisien dalam memanfaatkan sumber pakan, persentase karkas tinggi dan dagingnya rendah lemak.

8. Persentase karkas berkisar 56-57 %

b) Sapi Ongole

1.Karena berasal dari daerah tropis, bakalan relatif tahan cuaca panas. 2. Memiliki ketahanan terhadap kerumunan serangga cukup baik. 3. Memiliki daya hidup yang baik sewaktu pedet.

4. Cukup tahan terhadap serangan penyakit.

5. Mampu hidup dan tumbuh dalam kondisi lingkungan yang kurang baik. 6. Kualitas karkas mencapai 45-58%.

c) Sapi Brahman

1. Merupakan sapi persilangan yang dipersiapkan untuk tahan terhadap cuaca di daerah tropis.

2. Mempunyai populasi yang cukup tinggi.

3. Tahan terhadap serangga dan penyakit serta resisten terhadap demam texas, gigitan caplak, dan nyamuk.

4. Pertumbuhan pascasapih cukup baik dan termasuk pedaging. 5. Tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan.

6. Presentase karkas yang dihasilkan sekitar 48,6-54,2%.

d) Sapi Simmental

1. Lebih cenderung cocok dipelihara di daerah sejuk.

2. Memiliki bobot pascasapih yang baik dan relatif bagus untuk penggemukan.

3. Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak di bawah kulit rendah. 4. Menghasilkan kualitas karkas yang bagus.

5. Anakan sapi memiliki daya hidup baik. 6. Perangainya relatif jinak.

e) Sapi Limousin

1. Lebih cocok di daerah sejuk.

2. Bertubuh kekar dan berotot, lingkar dada besar. 3. Sapi tipe pedaging dan karkasnya berkualitas. 4. Mampu menyesuaikan dengan kondisi pakan.

5. Setelah sapih, mempunyai pertambahan bobot yang baik dan daya hidupnya tinggi.

f) Sapi Freisian holstein

1. Dapat hidup di daerah tropis dan subtropis.

2. Pertumbuhan cukup cepat dengan persentase karkas baik. 3. Kemampuan hidup pedet baik dan populasi tinggi.

4. Mudah menyesuaikan dengan pakan seadanya. 5. Memiliki sifat jinak.

6. Sapi jantan cocok untuk digemukkan.

2.3.2 Perkandangan

Secara umum, kandang sapi memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Tipe kandang untuk penggemukan jantan dewasa adalah tipe kandang individu.Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 m x 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak


(26)

terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging. Model kandang penggemukan tersebut dibuat lebih tertutup rapat dan sedikit gerak untuk mengurangi kehilangan energi dan mempercepat proses penggemukan (BPPT, 2007).

2.3.3 Pakan

Salah satu pengelolaan yang baik dalam usaha penggemukan sapi potong yakni penyediaaan pakan yang secara kuantitas cukup dan berkualitas baik.

Pemberikan pakan dapat dilakukan dengan 3 cara : yaitu penggembalaan (pasture

fattening), kereman (dry lot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.

Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang dikenal dengan istilah kereman. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1%-2% dari berat badan. Untuk memacu pertumbuhan pada usaha penggemukan sapi, pakan yang diberikan harus mengandung tiga unsur sebagai berikut :

a. Pakan berserat, termasuk bahan pakan ini adalah hijauan (rerumputan dan legiminosa) dan limbah pertanian (jerami padi, daun kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu). Pakan hijauan merupakan bahan pakan sumber serat kasar lebih dari 20% dan mempunyai energi serta tingkat kecernaan yang rendah. b. Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mempunyai kandungan nutrisi

tinggi dengan kandungan serat kasar yang relatif rendah, mudah dicerna dan kaya nilai nutrisi. Pakan penguat dibedakan menjadi pakan konsentrat sumber energi dan sumber protein. Pakan sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasarnya kurang dari 20% dan kandungan energi lebih dari 2.250 kkal/kg. Contohnya ubi jalar, ketela pohon, pati, tetes, dedak padi dan dedak jagung. Sementara itu bahan pakan sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein kasar lebih dari 20%. Contohnya ampas tahu, bungkil kedelai, ampas bir dan daun kacang-kacangan.

c. Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, hormon, enzim, antibiotik dan urea

Ketiga pakan tersebut diramu dengan komposisi sederhana tetapi tidak mengurangi kandungan gizi yang berarti. Pada umumnya, kebutuhan akan nutrisi

sapi adalah energi berkisar 60-70% total digestible nutrients (TDN), protein kasar

12% dan lemak 3-5%. Dalam penyusunan formula pakan ada beberapa metode. Semua metode yang digunakan bertujuan untuk mendekatkan kandungan nutrisi bahan pakan dalam memenuhi kebutuhan gizi asupan sapi. Ada beberapa metode dalam penyusunan ransum pakan ternak sapi potong, diantaranya adalah metode rancang coba, aljabar, segi empat pearson dan komputer. Kebutuhan pakan sapi harus dihitung secara tepat sesuai dengan target pertambahan bobot per hari yang diinginkan sehingga bobot badan sapi saat dipanen dapat diperkirakan. (Yulianto dan Cahyo, 2011)

2.3.4 Pemeliharaan Kandang

Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara di dalammnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih dibawah


(27)

atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi. (Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, 1999).

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Muzayin (2008), meneliti tentang Analisa Kelayakan Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa , Cianjur). Penelitian tersebut membantu dalam penelitian saat ini karena berhubungan dalam hal pengkajian kelayakan usaha dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial serta aspek finansial. Hasil penelitian Muzayin (2008) yaitu analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas dengan populasi sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto 9 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp. 11.401.465.948, nilai Net B/C sebesar 2,272, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama 3,084 tahun. Hasil tersebut membuktikan proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan.Hasil analisis sensitivitas menunjukkan penurunan captive market sebesar 10 persen disertai kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) sebesar 20 persen agar usaha tetap layak untuk dilaksanakan.

Rivai (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong(Fattening) Pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.Penelitian tersebut mengkaji tentang aspek finansial dan aspek non finansial pengembangan usaha. Hasil analisis aspek finansial menunjukan bahwa kedua skenario yaituskenario I (modal sendiri) dan skenario II (modal pinjaman) layak untuk dijalankan karena kedua skenario sudah memenuhi

kriteria kelayakan investasi,diantaranya yaitu nilai Net Present Value (NPV) lebih

dari nol, nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih dari satu, Internal Rate

Return (IRR) lebih dari tingkatdiskonto yang digunakan dan Payback Period (PP)

berada sebelum masa proyekberakhir.

Hasil analisis sensitivitas switching value dengan dua variabel parameteryaitu peningkatan harga bakalan dan penurunan penjualan sapi potong menunjukan bahwa variabel parameter penurunan penjualan sapi potong lebih sensitif. Dari kedua skenario menunjukan bahwa skenario II (modal

pinjaman)lebih sensitif (peka) terhadap perubahan – perubahan yang terjadi baik

itu perubahan peningkatan harga bakalan sapi ataupun penurunan penjualan sapipotong.Melihat hasil penelitian Rivai (2009) dapat menjadi perbandingan dan referensi untuk penelitian saat ini bahwa kelayakan usaha penggemukan sapi potong untuk skala industri berbeda dengan kelayakan usaha dalam penelitian saat ini dimana penggemukan sapi potong yang diusahakan adalah skala pertanian rakyat.

Penelitian Bahmat (2012), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,Jawa Barat. Penelitian


(28)

tersebut sangat membantu penelitian saat ini dalah hal penentuan lokasi dan komoditi penelitian serta berhubungan dalam hal pengkajian kelayakan usaha dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial serta aspek finansial.

Berdasarkan kriteria investasi usaha penggemukan domba dan kambing ini layak untuk dijalankan karena nilai yang diperoleh sesuai dengan kriteria

investasi.Nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar

1.201.056 rupiah dengan umur usaha delapan tahun.Nilai Net Benefit Cost Ratio

(Net B/C) lebih besar dari satu yaitu 1,012. Nilai Internal Rate of Return (IRR)

adalah 12 persen, sama dengan tingkat Discount Rate (DR) yang ditentukan yaitu

12 persen. Payback Period (PP) yang dihasilkan dari analisis tersebut adalah delapan tahun atau sama dengan umur ekonomis usaha yaitu delapan tahun.

Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha penggemukan domba dan

kambing milik Bapak Sarno masih tetap layak dijalankan dan mendapatkan keuntungan apabila terjadi peningkatan harga bakalan kambing 0,29 persen dan penurunan harga penjualan kambing sebesar 0,14 persen.

2.5 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian dalam analisis kelayakan pengembangan usaha. Rincian perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 4. Sehubungan dengan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Muzayin (2008), Rivai (2009) dan Bahmat (2012) adalah mengenai tujuan penelitian, lokasi penelitian, komoditas yang dikaji dalam penelitian, skala usaha ternak yang dijalankan dan parameter yang diukur dalam

analisis switching value. Sedangkan persamaannya dengan penelitian terdahulu

yaitu penelitian ini mengkaji tentang analisis kelayakan pengembangan usaha dimana kriteria alat analisis yang digunakan yaitu analisis finansial, analisis non finansial dan analisis sensitivitas.

Dari hasil penelitian terdahulu dapat memberikan masukan bagi penulis mengenai sejauh mana penelitian sebelumnya tentang studi kelayakan pengembangan usaha. Hal ini dapat memberikan gambaran bagi penulis sebagai referensi dalam melakukan penelitian dengan topik pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Peternakan Bapak Sarno.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan landasan teori atau kumpulan teori-teori yang relevan dengan masalah. Keseluruhan teori tersebut diacu sebagai pedoman dalam mengidentifikasi masalah yang ditemukan dilapangan dan kemudian diolah serta diharapkan menjadi suatu pemikiran yang dapat menjadi solusi pemecahan masalah tersebut. Berikut adalah teori-teori yang dapat digunakan dan relevan dengan penelitian ini:


(29)

3.1.1 Ketahanan Pangan

Program Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 difokuskan pada 5 (lima) komoditas pangan utama yaitu : padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi. Dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan pangan utama dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor pangan maka Pemerintah telah mencanangkan program pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung, dengan sasaran peningkatan produksi dapat dipertahankan minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sedangkan pencapaian swasembada yang ditargetkan untuk Tahun 2014, untuk tiga komoditas pangan utama yaitu kedelai, gula dan daging sapi. (Pedoman Teknis KKP-E, 2013) Upaya percepatan swasembada daging sapi melalui :

a) Peningkatan produksi daging sapi, unggas dan ketersediaan susu dalam

negeri.

b) Peningkatan ketesediaan pakan dan bibit sapi.

c) Peningkatan mutu bibit ternak sapi potong dan sapi perah ditempuh

dengan pengembangan mutu genetik dengan pendekatan bioteknologi, inseminasi buatan dan atau embrio transfer.

d) Peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak ruminansia melalui

penerapan Good Farming Practices (GFP)

e) Pengembangan pakan sapi potong melalui perbaikan padang

pengembalaan dan pemanfaatan hasil sampling industry pertanian maupun pengembangan industri pakan ternak.

f) Pengendalian gangguan reproduksi dan penyakit hewan menular melalui

pemantauan terhadap kesehatan ternak khususnya kesehatan

reproduksinya, serta penanganan kesehatan hewan mulai dari pedet hingga ternak melahirkan.

g) Peningkatan mutu daging sapi potong dengan melengkapi sarana

pendukung Rumah Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukung Rumah Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukungnya dalam upaya penyediaan Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH).

h) Pencegahan pemotongan sapi betina produkstif.

i) Optimalisasi pemanfaaatan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK),

Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Mmembangun Desa (SMD)/Pemuda Membangun Desa (PMD), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)

3.1.2 Bank Pelaksana

Bank Pelaksana KKP-E meliputi 21 Bank yaitu 8 (delapan) Bank Umum : Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, BRI Agroniaga, BCA, dan BII serta 14 (empat belas) Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua , Riau, Nusa Tenggara Barat dan Jambi.


(30)

3.1.3 Suku Bunga

Besarnya tingkat bunga kredit bank, tingkat bunga kepada peserta KKP-E, dan subsidi bunga adalah sebagai pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan Subsidi Bunga

No Uraian Tingkat Bunga

Bank (%)

Tingkat Bunga kepada Peserta (%)

Subsidi Bunga (%)

1 KKP-E Sapi Potong 11,5 4,0 7,5

2 KKP-E Tebu 10,5 6,0 4,5

Ketentuan tingkat bunga tersebut berlaku tanggal 1 Oktober 2012 s.d 31 Maret 2013

3.1.4 Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan suatu elemen operasional sederhana yang dipersiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan terpisah dalam suatu perencanaan nasional atau program pembangunan pertanian. Didalam kegiatan proyek pertanian seluruh biaya-biaya, baik itu biaya produksi ataupun biaya pemeliharaan yang dikeluarkan diharapkan dapat memberikan manfaat secara cepat dengan perkiraan waktu pengembalian selama satu tahun. Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), penanaman modal dalam suatu usaha atau proyek, baik untuk usaha baru maupun perluasan usaha yang sudah ada biasanya disesuaikan dengan tujuan dan bentuk badan usahanya. Dalam menjalankan suatu bisnis oleh

perusahaan salah satu tujuannya yaitu memperoleh keuntungan (profit), dalam arti

seluruh aktivitas perusahaan ditujukan untuk mencari keuntungan bahkan usaha yang bersifat sosial pun pada praktiknya juga perlu memperoleh keuntungan agar mampu membiayai usahanya sendiri, tidak hanya tergantung pada donatur. Agar tujuan perusahaan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan maka apabila ingin melakukan investasi dalam memulai suatu usaha sebaiknya didahului dengan suatu studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanam layak atau tidak untuk dijalankan (sesuai dengan tujuan perusahaan) atau dengan kata lain apakah usaha tersebut dijalankan akan memberikan suatu manfaat atau tidak. Studi tersebut disebut studi kelayakan bisnis.

Menurut Nurmalina et al. (2009), studi kelayakan bisnis merupakan

penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan sedangkan menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Umar (2007), menyatakan studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak suatu bisnis dibangun, tetapi juga dapat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.

Dalam membangun usaha baru sangat diperlukan studi kelayakan bisnis, sehingga dalam proses perencanaan pembangunannya nanti dapat dilakukan kajian yang cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan dilakukan itu layak atau tidak layak. Pertimbangan tersebut dapat


(31)

digunakan dalam rangka melihat apakah perusahaan mendapatkan keuntungan jika menjalankan usaha.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009) timbulnya suatu proyek dalam prakteknya disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

a. Adanya permintaan pasar

Artinya adanya suatu kebutuhan dan keinginan dalam masyarakat yang harus disediakan. Hal ini disebabkan karena jenis produk yang tersedia belum mencukupi atau memang belum ada sama sekali.

b. Untuk meningkatkan kualitas produk

Bagi perusahaan tertentu proyek dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas atau mutu suatu produk. Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat persaingan yang ada.

c. Kegiatan pemerintah

Artinya merupakan kehendak pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat atas suatu produk atau jasa, sehingga perlu disediakan berbagai produk melalui proyek-proyek tertentu.

3.1.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Usaha

Ada banyak hal yang menyebabkan usaha mengalami kegagalan. Kegagalan ini dapat dimulai dengan dari kesalahan dalam melakukan perhitungan sampai kepada faktor-faktor yang memang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Pada akhirnya kegagalan ini akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Risiko kerugian yang timbul di masa yang akan datang disebabkan karena di masa yang akan datang penuh dengan berbagai ketidakpastian, sehingga sangat penting untuk diperhatikan adalah memprediksi risiko yang akan terjadi nanti.

Secara umum, fakto-faktor yang menyebabkan kegagalan terhadap hasil yang dicapai sekalipun telah dilakukan studi kelayakan bisnis secara benar dan sempurna yang telah diuraikan adalah sebagai berikut :

1. Data dan informasi tidak lengkap,

2. Tidak teliti,

3. Salah perhitungan,

4. Pelaksanaan pekerjaan salah,

5. Kondisi lingkungan,

6. Unsur sengaja,

3.1.6 Tujuan Studi Kelayakan Bisnis

Studi Kelayakan bisnis perlu dilakukan sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan. Intinya agar usaha atau proyek ini dijalankan tidak akan sia-sia, tidak membuang waktu, uang, tenaga dan pikiran secara percuma. Setidaknya ada lima tujuan penting dengan dilakukannya studi kelayakan sebelum suatu proyek dijalankan :

1. Menghindari risiko

2. Memudahkan perencanaan

3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan

4. Memudahkan pengawasan


(32)

3.1.7 Kriteria Kelayakan Bisnis

Dalam melihat kriteria kelayakan suatu bisnis ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan diantaranya aspek finansial dan aspek non finansial dan masing-masing aspek tersebut saling berkaitan dalam memenuhi kriteria

kelayakan suatu bisnis. Nurmalina et al. (2010) membagi studi kelayakan bisnis

kedalam aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen-hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, aspek lingkungan dan aspek finansial.

a. Aspek Pasar

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), aspek pasar dan pemasaran adalah meneliti seberapa besar pasar yang akan dimasuki dan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menguasainya pasar serta bagaimana strategi yang akan dijalankan nantinya. Sebelum melaksanakan bisnis, analisis terhadap aspek pasar potensial perlu diketahui agar produk yang dihasilkan perusahaan mampu menempatkan diri dalam pasar potensial yang akan dimasuki.

Dalam suatu usaha, pasar merupakan aspek terpenting dalam menentukan layak atau tidaknya suatu usaha. Pasar merupakan tempat dimana suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dijual sehingga menghasilkan uang untuk biaya operasional perusahaan selanjutnya. Jika suatu produk tidak diterima pasar atau kalah bersaing dengan produk pesaing maka dapat dikatakan usaha tersebut tidak layak dijalankan. Pengkajian terhadap aspek ini penting dilakukan, karena tidak ada bisnis atau usaha yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan. Pada dasarnya, analisis aspek pemasaran (pasar) bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, pangsa pasar dari produk bersangkutan, kondisi persaingan antara produsen dan siklus hidup produk (Umar, 2007).

Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek pasar dan pemasaran mencoba

mempelajari tentang :

a. Permintaan

Baik secara total maupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai. Disini juga perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.

b. Penawaran

Baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini seperti seperti jenis barang yang bisa menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan sebagainya perlu diperhatikan.

c. Harga

Dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya.

d. Program Pemasaran

Mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran

(marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle),


(33)

e. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan Market share yang bisa dikuasai perusahaan.

b. Aspek Teknis

Aspek secara teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger, 1986). Analisis ini akan mengidentifikasi perbedaan yang terdapat dalam informasi yang terus menerus memastikan bahwa pekerjaan secara teknis tersebut berjalan dengan lancar dan tepat dilakukan. Studi teknis akan mengungkapkan kebutuhan apakah yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Beberapa hal umum yang perlu diperhatikan adalah mengenai kapasitas produksi, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi dan tata letak usaha yang paling

menguntungkan (Umar, 2007). Selain itu menurut Nurmalina et al. (2009) aspek

teknis juga membahas tentang lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, lay

out, pemilihan jenis teknologi dan equipment.

1) Lokasi Bisnis

Beberapa variabel yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis dibedakan dalam dua golongan besar, yakni variabel utama dan variabel bukan utama. Penggolongan ke dalam kedua kelompok tersebut tidak mengandung kekakuan, artinya dimungkinkan untuk berubah golongan sesuai dengan ciri

utama output dan bisnis yang bersangkutan. Variabel utama antara lain

ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply

tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. Sedangkan varibel bukan utama yaitu hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat, dan rencana masa depan perusahaan.

2) Luas Produksi

Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen perusahaan, kemampuan adanya perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang.

3) Proses Produksi

Proses produksi adalah tahapan-tahapan kegiatan produksi dalam

menghasilkan suatu output yang sedang dijual atau dipasarkan. Berdasarkan

proses produksi dikenal adanya 3 jenis proses yaitu proses produksi yang terputus-putus (intermiten), kontinu dan kombinasi. Dalam hal ini sistem kontinu akan lebih baik digunakan karena lebih mampu menekan resiko kerugian akibat fluktuasi harga dan efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus. Kecuali untuk kegiatan budidaya tanaman semusim yang umumnya mengacu kepada proses produksi yang terputus-putus.

4) Lay Out

Lay out merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan

fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk

evaluasi lay out khususnya pabrik antara lain: adanya konsentrasi dengan

teknologi produksi, adanya arus produk dalam proses yang lancar dari proses satu ke proses yang lain, penggunaan ruangan yang optimal, terdapat kemungkinan untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspansi, minimisasi


(34)

biaya produksi dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja.

5) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment

Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, disamping kriteria-kriteria yang lain yakni: ketepatan jenis teknologi, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati lokasi dengan lokasi bisnis, kemampuan

pengetahuan penduduk (masyarakat) setempat dan kemungkinan

pengembangannya, pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan. Selain itu, perlu diperhatikan penggunaan teknologi yang tepat baik dalam penggunaan potensi ekonomi lokal dan kesesuaian dengan kondisi sosial budaya setempat. Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis teknologi mempunyai hubungan yang erat sekali. Apabila pengadaan teknologi tidak terpisah dari mesin yang ditawarkan, maka praktis jenis teknologi, mesin dan peralatan yang akan

dipergunakan telah menjadi satu (Nurmalina, et al., 2009).

c. Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan dan manajemen dalam masa operasi. Dalam masa pembangunan bisnis, hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana bisnis tersebut, bagaimana jadwal penyelesaian bisnis tersebut, dan siapa yang melakukan studi masing-masing aspek kelayakan bisnis. Sedangkan manajemen dalam operasi, hal yang perlu dipelajari adalah bagaimana bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa-siapa anggota direksi dan tenaga-tenaga inti.

Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan, dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Aspek hukum dari suatu usaha diperlukan dalam hal mempermudah dan

memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama (networking)

dengan pihak lain (Nurmalina et al., 2009). Studi aspek manajemen meliputi

penyusunan rencana kerja, siapa saja yeng terlibat, bagaimana mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan usaha, jenis-jenis pekerjaan, struktur organisasi dan pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Umar, 2007). Aspek hukum digunakan untuk meneliti kelengkapan, kesempurnaan dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki mulai dari badan usaha, izin-izin sampai dokumen lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2010).

d. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya

Dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, serta mempelajari adanya pemerataan kesempatan kerja dan pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis. Dari aspek ekonomi, suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan


(35)

dari pajak dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Suatu bisnis tidak akan ditolak oleh masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara ekonomi

memberikan kesejahteraan (Nurmalina et al., 2009).

e. Aspek Lingkungan

Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah tentu telah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan usaha/proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian dimasa yang akan datang (Kasmir dan Jakfar, 2010). Aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang akan

bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Hufschmidt, et al.,

1987 diacu dalam Nurmalina et al. 2009). Menurut Umar (2007), studi aspek

lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup, misalnya dari sisi udara dan air, rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya.

f. Aspek Finansial

Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger, 1986). Dalam pengkajian aspek finansial diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan kegiatan bisnis, dana yang dibutuhkan berupa modal tetap dan modal kerja. Pertimbangan lain adalah berapa banyak investor yang dapat menanamkan dana, jumlah pinjaman dari yang dapat diperoleh dan menilai apakah penghasilan yang diperoleh dapat memberikan keuntungan yang memadai bagi perusahaan.

Dari sisi keuangan proses bisnis dikatakan sehat apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya (Umar, 2007). Kegiatan dalam aspek finansial ini antara lain adalah perhitungan perkiraan jumlah dana yang diperlukan untuk keperluan modal kerja awal dan untuk pengadaan harta tetap proyek. Juga dipelajari mengenai struktur pembiayaan bagaimana yang paling menguntungkan dengan menentukan berapa dana yang harus disiapkan lewat pinjaman dari pihak lain dan berapa dana dari

modal sendiri. Aspek-aspek tersebut akan tercatat dalam aliran kas (cash flow).

Cash flow yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi posisi/kondisi kas pada

suatu periode tertentu (Nurmalina et al. 2009). Cash flow disusun berdasarkan

untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya.

Cash flow terdiri dari cash inflow (arus penerimaan) dan cash outflow

(arus pengeluaran). Cash inflow meliputi nilai produksi total, penerimaan

pinjaman, dana bantuan (Grants), nilai sewa dan nilai sisa (Salvage value). Cash


(36)

pajak. Pengukuran cash inflow dengan cash outflow akan diperoleh net benefit

(manfaat bersih).

Menurut Nurmalina et al. (2009), ada beberapa kriteria investasi yang

dapat dilihat dalam analisis finansial yang mana dapat digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi yang digunakan yaitu :

1) Net Present Value (NPV)

Menurut Nurmalina et al. (2009) secara umum mendefinisikan Net Present

Value adalah selisih antara manfaat dan biaya atau yang disebut dengan arus kas.

Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya

melebihi biaya yang dikeluarkan. Menurut Gittinger (1986) mendefinisikan Net

Present Value adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh

penanaman investasi. Menurut Umar (2007) Net Present Value yaitu selisih antara

Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan

kas bersih dimasa yang akan datang.

Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net

Present Value (NPV) yaitu :

a) NPV sama dengan nol (NPV = 0) artinya, bisnis atau usaha yang

dijalankan tidak menguntungkan atau tidak merugikan

b) NPV lebih besar dari nol (NPV > 0) artinya, bisnis atau usaha yang

dijalankan menguntungkan atau memberikan manfaat.

c) NPV lebih kecil dari no (NPV < 0) artinya, bisnis atau usaha tersebut

tidak layak untuk dijalankan atau memberikan kerugian.

2) Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai

positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau disebut juga manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau bisnis dapat dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al., 2009). Menurut Gittinger (1986), Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang permintaan kas bersih di masa

yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Net benefit cost ratio diperoleh

berdasarkan nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya.

Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode net

benefit cost ratio (Net B/C Ratio) yaitu:

a) Net B/C Ratio sama dengan satu (Net B/C = 1) artinya, usaha tersebut

tidak menguntungkan atau tidak merugikan.

b) Net B/C Ratio lebih dari satu (Net B/C > 1) artinya, usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk dijalankan.

c) Net B/C Ratio kurang dari satu (Net B/C < 1) artinya, usaha tersebut

tidak menguntungkan atau tidak layak dijalankan.

3) Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Gittinger (1986), IRR merupakan suatu ukuran manfaat proyek terdiskontokan, dengan memakai tingkat diskonto akan diperoleh nilai sekarang netto dari tambahan arus manfaat netto, atau tambahan arus keuntungan menjadi nol. Bunga maksimal yang dapat dibayarproyek atas sumber-sumber yang digunakan proyek untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional proyek


(37)

masih berada posisi pulang pokok. Menurut Nurmalina et al. (2009), penilaian suatu bisnis dapat dikatakanlayak dilihat dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap invesatasi yang ditanamkan, ditujukan dengan mengukur besarnya

internal rate of return. Gittinger (1986) mendefinisikan internal rate of return

adalah tingkat rata-rata keuntungan interval tahunan bagi perusahaan yang melakukan kegiatan investasi dan dinyatakan dalam bentuk persentase.

Menurut Umar (2007) metode internal rate of return digunakan untuk

mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa datang, penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal.

Menurut Nurmalina et al. (2009), dalam metode penghitungan tingkat IRR,

metode yang umumnya digunakan adalah dengan menggunakan metode

interpolasi diantara tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV

positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV

negatif).

4) Payback Period (PP)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2010), metode payback period (PP)

merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian

investasi suatu proyek atau bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009)

mendefinisikan payback period adalah suatu analisis yang berfungsi untuk

mengukur seberapa cepat investasi yang ditanam pada suatu bisnis dapat kembali.

Oleh karena itu bisnis yang payback period-nya cepat pengembaliannya, maka

memiliki kemungkinan untuk dijalankan. Sedangkan menurut Gittinger (1986),

payback period adalah jangka waktu kembalinya seluruh jumlah investasi modal

yang ditanam dan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai produksi setiap tambahan, sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanam.

Masalah utama dari dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode

payback period maksimum yang diisyaratkan, untuk digunakan sebagai angka

pembanding. Kelemahan-kelemahan lain dari metode ini adalah diabaikannya

nilai waktu uang (time value of money) dan diabaikannya cash flow setelah

periode payback. Untuk mengatasi masalah diabaikannya time value of money

maka kadang dipakai discounted payback period (Nurmalina et al., 2009).

3.1.8 Teori Investasi

Menurut Mankiw (2007), definisi investasi adalah suatu kegiatan membeli barang-barang oleh perusahaan baik itu barang-barang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi yang digunakan pada waktu yang akan datang. Menurut Gittinger (1986), kegiatan pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat setelah beberapa

periode waktu. Sementara itu Gray et al (1992) dalam Nurmalina et al. (2009)

mendefinisikan suatu kegiatan investasi sebagai kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Selain itu, Kasmir dan Jakfar (2010)

mengatakan investasi dapat pula diartikan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka relatif panjang dalam berbagai bidang usaha, penanaman modal yang ditanamkan dapat dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik maupun non fisik, seperti proyek pendirian pabrik, jalan, jembatan,


(38)

pembangunan gedung dan proyek penelitian dan pengembangan. Investasi dapat

dilakukan dalam membangun usaha baru maupun investasi dalam

mengembangkan usaha yang telah ada.

Mankiw (2007) membagi jenis investasi ke dalam tiga bagian antara lain,

investasi tetap bisnis (business fixed investment) yaitu mencakup peralatan dan

struktur yang dibeli perusahaan dalam kegiatan proses produksi, investasi

residensial (residential investment) yaitu mencakup pembelian rumah baru untuk

tempat tinggal dan pembelian tanah untuk disewakan, serta investasi persediaan

(inventory investment) mencakup penyimpanan barang-barang di dalam gudang

meliputi barang mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi untuk kegiatan proses produksi. Menurut Kasmir dan Jakfar (2010) investasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang usaha, oleh karena itu investasi pun dibagi dalam beberapa jenis dan dalam praktiknya jenis investasi dibagi menjadi 2 macam,yaitu:

1. Investasi nyata (real investment)

Investasi nyata atau real investment merupakan investasi yang dibuat

dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau

mesin-mesin.

2. Investasi finansial (financial investment)

Investasi finansial atau financial investment merupakan investasi dalam

bentuk kontrak kerja, pembelian saham atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.

3.1.9 Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)

Unsur nilai waktu memegang peranan penting dalam mengukur kemampuan bisnis dalam menghasilkan berbagai manfaat. Dalam studi kelayakan bisnis, biaya dan manfaat bukan hanya jumlahnya yang berbeda tetapi juga waktu yang dibayarkan dan diterima berbeda selama umur bisnis. Biaya-biaya bisnis banyak dikeluarkan pada waktu awal bisnis, sedangkan manfaat baru akan diterima kemudian. Adanya pengaruh waktu akan menyebabkan perbedaan nilai uang, karena secara ekonomi dipengaruhi oleh adanya inflasi, kesempatan konsumsi yang berbeda dan produktivitas yang dihasilkan pada waktu yang

berbeda (Nurmalina et al., 2009).

3.1.10 Umur Bisnis

Umur bisnis sangat berpengaruh dalam suatu perencanan dalam studi kelayakan bisnis, dimana bisnis ini diproyeksikan akan berjalan sesuai dengan umur bisnis yang telah ditentukan, ini biasanya berdasarkan tingkat kemampuan

kegiatan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009) ada beberapa cara dalam

menentukan umur bisnis, diantaranya :

a. Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu

(periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada di bisnis. Yaitu jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunan (masih menguntungkan jika dipakai)

b. Umur teknis. Untuk bisnis besar bergerak (diberbagai bidang) lebih

mudah menggunakan umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih panjang dari umur ekonomis, tapi hal ini tidak


(1)

TOTAL BIAYA INVESTASI 256,850,000

2. BIAYA PRODUKSI

A. BIAYA TETAP

- GAJI 22,750,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 - THR 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 - LISTRIK 150,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 - TELEPON 250,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 - AIR 1,000,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 - KARUNG BEKAS 2,655,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 - PEMELIHARAAN 3,000,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 - BBM 8,125,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 - PAJAK BUMI & BANGUNAN 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 - PAJAK KENDARAAN 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 - PAJAK MOTOR PAKAN 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - PAJAK MESIN PEMOTONG

RUMPUT 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - BIAYA SERTIFIKASI LAHAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - BIAYA ASURANSI TERNAK 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 - BIAYA PENYUSUTAN 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667

B. BIAYA VARIABEL

- BAKALAN 152,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 304,000,000 - PAKAN HIJAUAN 37,950,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 - PAKAN KONSENTRAT 10,500,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 - OBAT CACING 600,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 - OBAT MATA 100,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - ANTIBIOTIK 400,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000


(2)

- VITAMIN 700,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 TOTAL BIAYA PRODUKSI 266,706,667 444,242,667 444,242,667 445,592,667 444,242,667 444,242,667 445,592,667 444,242,667 444,242,667 445,592,667 PEMBAYARAN PINJAMAN 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 TOTAL OUTFLOW 535,885,761 456,571,761 456,571,761 457,921,761 456,571,761 456,571,761 457,921,761 456,571,761 456,571,761 457,921,761 NET BENEFIT -206,709,569 27,080,645 27,080,645 25,730,645 27,080,645 27,080,645 25,730,645 27,080,645 27,080,645 37,930,645 PAJAK PENGHASILAN (25 %) 67,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 NET BENEFIT AFTER TAX -274,209,569 -115,419,355 -115,419,355 -116,769,355 -115,419,355 -115,419,355 -116,769,355 -115,419,355 -115,419,355 -104,569,355 DISCOUNT FACTOR 4 % 0.962 0.925 0.889 0.855 0.822 0.790 0.760 0.731 0.703 0.676 PV/TAHUN -198,759,201 25,037,578 24,074,594 21,994,663 22,258,316 21,402,227 19,553,175 19,787,562 19,026,502 25,624,584 NPV (Rp0.00) -173,721,623 -149,647,028 -127,652,366 -105,394,050 -83,991,823 -64,438,648 -44,651,086 -25,624,584 0

IRR 4.00%

PV POSITIF 198,759,201 PV NEGATIF -198,759,201

NET B/C 1.00

PP 6

15% 8088446.574 16% -35259043.98


(3)

Lampiran 15. Analisis

Switching Value

Peningkatan Biaya Bakalan sebesar 28,38%

URAIAN Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

INFLOW

1. PENJUALAN SAPI 270,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 570,000,000 2. PENJUALAN KOTORAN 180,000 216,000 216,000 216,000 216,000 216,000 216,000 216,000 216,000 216,000

3. NILAI SISA 12,200,000

4. PINJAMAN 100,000,000

TOTAL INFLOW 370,180,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 570,216,000 582,416,000

OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI

A. LAHAN 40,000,000

D. BIAYA PERIZINAN USAHA 1,000,000

B. PEMBUATAN KANDANG

BARU 30,000,000

C. PEMBUATAN GUDANG 10,000,000

D. INSTALASI LISTRIK 1,500,000

E. INSTALASI AIR 2,500,000

E. MOTOR PAKAN 23,000,000

E. MESIN PEMOTONG RUMPUT 27,000,000

C. MOBIL PICK UP 120,000,000

I. SABIT 200,000 200,000 200,000 200,000

J. GARPU RUMPUT 50,000 50,000 50,000 50,000

K. SKOP 200,000 200,000 200,000 200,000

L. TIMBANGAN 500,000


(4)

TOTAL BIAYA INVESTASI 256,850,000

2. BIAYA PRODUKSI

A. BIAYA TETAP

- GAJI 22,750,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 27,300,000 - THR 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 8,800,000 - LISTRIK 150,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 - TELEPON 250,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 - AIR 1,000,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 - KARUNG BEKAS 2,655,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 3,186,000 - PEMELIHARAAN 3,000,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 - BBM 8,125,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 - PAJAK BUMI & BANGUNAN 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 - PAJAK KENDARAAN 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 - PAJAK MOTOR PAKAN 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - PAJAK MESIN PEMOTONG

RUMPUT 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - BIAYA SERTIFIKASI LAHAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - BIAYA ASURANSI TERNAK 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 - BIAYA PENYUSUTAN 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667 15,176,667

B. BIAYA VARIABEL

- BAKALAN 195,138,263 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 390,276,525 - PAKAN HIJAUAN 37,950,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 50,600,000 - PAKAN KONSENTRAT 10,500,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 14,000,000 - OBAT CACING 600,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 - OBAT MATA 100,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 - ANTIBIOTIK 400,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000 800,000


(5)

- VITAMIN 700,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 1,400,000 TOTAL BIAYA PRODUKSI 309,844,929 530,519,192 530,519,192 531,869,192 530,519,192 530,519,192 531,869,192 530,519,192 530,519,192 531,869,192 PEMBAYARAN PINJAMAN 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 12,329,094 TOTAL OUTFLOW 579,024,024 542,848,286 542,848,286 544,198,286 542,848,286 542,848,286 544,198,286 542,848,286 542,848,286 544,198,286 NET BENEFIT -208,844,024 27,367,714 27,367,714 26,017,714 27,367,714 27,367,714 26,017,714 27,367,714 27,367,714 38,217,714 PAJAK PENGHASILAN (25 %) 67,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 142,500,000 NET BENEFIT AFTER TAX -276,344,024 -115,132,286 -115,132,286 -116,482,286 -115,132,286 -115,132,286 -116,482,286 -115,132,286 -115,132,286 -104,282,286 DISCOUNT FACTOR 4 % 0.962 0.925 0.889 0.855 0.822 0.790 0.760 0.731 0.703 0.676 PV/TAHUN -200,811,561 25,302,990 24,329,798 22,240,051 22,494,266 21,629,102 19,771,324 19,997,320 19,228,193 25,818,518 NPV (Rp0.00) -175,508,571 -151,178,774 -128,938,723 -106,444,457 -84,815,355 -65,044,031 -45,046,711 -25,818,518 0

IRR 4.00%

PV POSITIF 200,811,561 PV NEGATIF -200,811,561

NET B/C 1.00

PP 6

28% 8824433.124 29% -14371151.58


(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 1989. Penulis adalah

anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Adi Yuswanto dan Ibunda

Roostiana Widyastuti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Jatimulya

09 pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun

2004 di SMP N 4 Tambun Selatan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA

PGRI 1 Bekasi diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Program Diploma, Jurusan Manajemen Agribisnis,

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan

(PMDK) pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Selama kuliah di

pendidikan diploma (D3) penulis aktif di Forum Rohani Islam sebagai Ketua

Departemen Syiar. Penulis lulus dari Program Diploma dengan predikat

cumlaude.

Setelah menyelesaikan pendidikan diploma (D3) pada tahun 2010,

penulis melanjutkan studinya di Pendidikan Sarjana (S1) melalui program Alih

Jenis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manjemen, Institut

Pertanian Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima bekerja di Departemen

Statistik Moneter, Bank Indonesia.