Analisis kelayakan investasi pengusahaan tapioka (studi kasus pengrajin tapioka uhan di desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

PENGUSAHAAN TAPIOKA

(Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

NOVIYANTI A07400129

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

PENGUSAHAAN TAPIOKA

(Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

Oleh: NOVIYANTI

A07400129

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(3)

RINGKASAN

NOVIYANTI. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor). Di bawah Bimbingan RITA NURMALINA.

Lemahnya posisi petani ubi kayu dalam menghadapi pengaruh fluktuasi harga, terutama karena ubi kayu memiliki daya simpan yang rendah, dan produktifitasnya juga rendah akibat modal usaha yang sangat terbatas. Seiring terjadinya perubahan harga ubi kayu yang cukup tinggi dengan peningkatan nilai tambah dan industri pengolahan ubi kayu, maka prospek pengembangan industri menjadi hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Jenis idustri pengolahan ubi kayu melibatkan petani secara langsung dalam kegiatan pengelolaannya dan diharapkan peningkatan nilai tambah yang dihasilkan dapat didistribusikan langsung kepada petani.

Tapioka adalah hasil pengolahan pertama dari ubi kayu basah yang berbentuk tepung dan dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti industri makanan, industri kimia dan industri tekstil. Ketergantungan usaha terhadap lingkungan eksternal seperti lingkungan, cuaca dan iklim, produk ini juga perishable

dan voluminious. Hal ini mengakibatkan usaha ini memiliki resiko yang besar, sehingga keputusan investasi dalam usaha ini harus dibuat dengan benar-benar tepat.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji keragaan sistem usaha tapioka serta menganalisis kelayakan investasi usaha tapioka dari aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek keuangan. Penelitian dilakukan pada perusahaan pengrajin tapioka milik Bapak Uhan Burhanudin di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2006. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

Aspek pasar menunjukkan bahwa peluang pasar untuk tapioka masih terbuka lebar meskipun beberapa kendala yang sangat mempengaruhi pemasarannya. Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya informasi yang diperoleh


(4)

pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan pasar. Disamping itu, kualitas tapioka juga ditentukan oleh mutu bahan baku yang terkadang tidak selalu baik. Banyak petani yang menerapkan pola panen yang tidak optimal dengan memanen ubi kayu yang belum berumur 7 bulan.

Analisis aspek teknis menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi persyaratan teknis yang dibutuhkan. Mulai dari pemilihan lokasi usaha yang tidak jauh dari daerah pemasarannya, penyediaan bahan baku, teknik pengolahan yang sederhana didukung dengan fasilitas dan peralatan produksi yang memadai serta keuletan tenaga kerjanya.

Kegiatan manajemen perusahaan sudah ditetapkan dengan baik dan sesuai kebutuhan. Dari sudut aspek sosial ekonomi, banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha tapioka ini. Selain kenaikan pendapatan, usaha ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung mengurangi jumlah pengangguran.

Analisis aspek finansial usaha ini dilakukan dengan dua skenario berdasarkan dari bahan baku yang digunakan, yaitu Skenario 1 (pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas) dan Skenario 2 (pengolahan tapioka denga bahan baku ubi kayu sudah dikupas). Adapun yang termasuk dalam analisis kriteria investasi yaitu meliputi NPV ( Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), dan Discounted Payback Period.

Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi menunjukkan bahwa Skenario1 dan Skenario 2 layak untuk dilaksanakan, karena kedua skenario tersebut menunjukkan NPV yang positif, Net B/C yang lebih besar dari satu, nilai IRR yang lebih besar dari tingkat diskonto yang diisyaratkan (10 %), dan Payback Period yang lebih kecil dibanding umur proyek. Jika dibandingkan, Skenario 1 menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada Skenario 2.

Analisis sensitivitas dilakukan pada penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional sebesar 7 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha pengolahan tapioka Skenario 1 masih layak untuk dijalankan, sedangkan Skenario 2 tidak layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang lebih kecil


(5)

dari nol, nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku, dan Net B/C bernilai lebih kecil dari satu. Akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika menyimpan modalnya di bank.

Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha tapioka pada Skenario 1 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 11,09 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 1 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 13,28 persen. Usaha tapioka pada Skenario 2 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 0,84 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 2 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 1,29 persen.


(6)

Judul : Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

Nama : Noviyanti

NRP : A07400129

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP. 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL: ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENGUSAHAAN TAPIOKA (STUDI KASUS PENGRAJIN TAPIOKA UHAN DI DESA CIPAMBUAN, KECAMATAN BABAKAN MADANG, KABUPATEN BOGOR) ADALAH BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA PENELITIAN MANAPUN.

BOGOR, FEBRUARI 2008

NOVIYANTI A07400129


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 22 November 1981, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, puteri dari Bapak Hamdani dan Ibu Sri Suliyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Sartika pada tahun 1988. kemudian pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan di SDN Karawaci III Tangerang. Pendidikan menengah pertama penulis selesaikan pada tahun 1997 di SLTP Negeri 9 Tangerang, yang kemudian dilanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tangerang pada tahun 2000. pada tahun yang samapenulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis menetap di Asrama Putri Darmaga, dimana pada tahun 2002-2003 penulis menjabat sebagai ketua asrama. Selain itu, semenjak tahun 2006-2008 penulis juga ikut aktif berpartisipasi dalam Yayasan Tunas Tani Mandiri (Nastari). Moto hidup penulis adalah “Serius, Santai dan Sukses”.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Selama proses persiapan dan pelaksanaan penelitian serta penyusunan skripsi banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan demi kelancaran semua kegiatan tersebut. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan banyak pelajaran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Tanti Novianty, SP, Msi selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Anita Primaswari W, SP, Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan. 4. Orang tua penulis Drs. Hamdani (Alm) dan Sri Suliyanti serta Sutomo, Mba

Yuli, Kak Dodi, Oka, Sandra dan Dian atas semua doa, dukungan, pengorbanan, perhatian, kasih sayang dan pengertiannya.

5. Seluruh keluarga besar M. Tohir Sunarto (Alm) dan M. Ali Anzib atas doa dan dukungannya.

6. Bapak Uhan Burhanudin dan keluarga selaku pemilik usaha atas semua kerjasamanya di lokasi penelitian.

7. Rekan-rekan di Yayasan Tunas Tani Mandiri: Pak David, Pak Wahono, Pak Hery, Pak Hermanu, Pak Widodo, Pak Dindin, Pak Witoro, Pak Beny, Mas Ayip, Mas Wawan, Mas Agus, Mas Ucup, Deni, Mba Yuni dan Sri atas semua dukungan dan motivasinya.

8. Penghuni Istana Mungil tercinta Asrama Putri Darmaga (APD), yaitu: angkatan Komoceng, angkatan Bolly, angkatan Tulalit, angkatan Letoy, angkatan Mituti, angkatan Salis, angkatan Tepar, angkatan Lemot, angkatan Ngeyel, angkatan Pelor, angkatan Lambret, dan angkatan Mentok. Terima kasih atas semua dukungan, pelajaran, pengalaman, pengertian dalam masa-masa kebersamaan yang indah.


(10)

9. Teman-teman AGB angkatan 37, terutama Cici, Unul, Nui dan Neno serta Mahasiswa “Kadal” atas segala doa, dorongan dan kebersamaannya.

10. Teman-teman AGB angkatan 38 terutama Susan atas bantuannya dalam mengolah data.

11. Teman satu atap di Bafak: Cici, Eneng, Intan, dan Tasa. Semoga tercapai semua cita-citanya.

12. Teman-teman di SLTP N 9 Tangerang terutama Ari dan Euis yang tetap setia menemani di kala suka dan duka.

13. Teman-teman di SMU N 1 Tangerang terutama Rien, Cicit, Bev, Sandy, Riri dan Reni atas dukungan dan persahabatan yang tetap terjalin.

14. Teh Ida Komdik, Mba Dian dan mba Dewi PS Agb, serta Mba Dian PAP Faperta atas bantuannya dalam administrasi.

15. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(11)

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

PENGUSAHAAN TAPIOKA

(Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

NOVIYANTI A07400129

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

PENGUSAHAAN TAPIOKA

(Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

Oleh: NOVIYANTI

A07400129

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(13)

RINGKASAN

NOVIYANTI. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor). Di bawah Bimbingan RITA NURMALINA.

Lemahnya posisi petani ubi kayu dalam menghadapi pengaruh fluktuasi harga, terutama karena ubi kayu memiliki daya simpan yang rendah, dan produktifitasnya juga rendah akibat modal usaha yang sangat terbatas. Seiring terjadinya perubahan harga ubi kayu yang cukup tinggi dengan peningkatan nilai tambah dan industri pengolahan ubi kayu, maka prospek pengembangan industri menjadi hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Jenis idustri pengolahan ubi kayu melibatkan petani secara langsung dalam kegiatan pengelolaannya dan diharapkan peningkatan nilai tambah yang dihasilkan dapat didistribusikan langsung kepada petani.

Tapioka adalah hasil pengolahan pertama dari ubi kayu basah yang berbentuk tepung dan dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti industri makanan, industri kimia dan industri tekstil. Ketergantungan usaha terhadap lingkungan eksternal seperti lingkungan, cuaca dan iklim, produk ini juga perishable

dan voluminious. Hal ini mengakibatkan usaha ini memiliki resiko yang besar, sehingga keputusan investasi dalam usaha ini harus dibuat dengan benar-benar tepat.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji keragaan sistem usaha tapioka serta menganalisis kelayakan investasi usaha tapioka dari aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek keuangan. Penelitian dilakukan pada perusahaan pengrajin tapioka milik Bapak Uhan Burhanudin di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2006. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

Aspek pasar menunjukkan bahwa peluang pasar untuk tapioka masih terbuka lebar meskipun beberapa kendala yang sangat mempengaruhi pemasarannya. Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya informasi yang diperoleh


(14)

pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan pasar. Disamping itu, kualitas tapioka juga ditentukan oleh mutu bahan baku yang terkadang tidak selalu baik. Banyak petani yang menerapkan pola panen yang tidak optimal dengan memanen ubi kayu yang belum berumur 7 bulan.

Analisis aspek teknis menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi persyaratan teknis yang dibutuhkan. Mulai dari pemilihan lokasi usaha yang tidak jauh dari daerah pemasarannya, penyediaan bahan baku, teknik pengolahan yang sederhana didukung dengan fasilitas dan peralatan produksi yang memadai serta keuletan tenaga kerjanya.

Kegiatan manajemen perusahaan sudah ditetapkan dengan baik dan sesuai kebutuhan. Dari sudut aspek sosial ekonomi, banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha tapioka ini. Selain kenaikan pendapatan, usaha ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung mengurangi jumlah pengangguran.

Analisis aspek finansial usaha ini dilakukan dengan dua skenario berdasarkan dari bahan baku yang digunakan, yaitu Skenario 1 (pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas) dan Skenario 2 (pengolahan tapioka denga bahan baku ubi kayu sudah dikupas). Adapun yang termasuk dalam analisis kriteria investasi yaitu meliputi NPV ( Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), dan Discounted Payback Period.

Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi menunjukkan bahwa Skenario1 dan Skenario 2 layak untuk dilaksanakan, karena kedua skenario tersebut menunjukkan NPV yang positif, Net B/C yang lebih besar dari satu, nilai IRR yang lebih besar dari tingkat diskonto yang diisyaratkan (10 %), dan Payback Period yang lebih kecil dibanding umur proyek. Jika dibandingkan, Skenario 1 menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada Skenario 2.

Analisis sensitivitas dilakukan pada penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional sebesar 7 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha pengolahan tapioka Skenario 1 masih layak untuk dijalankan, sedangkan Skenario 2 tidak layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang lebih kecil


(15)

dari nol, nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku, dan Net B/C bernilai lebih kecil dari satu. Akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika menyimpan modalnya di bank.

Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha tapioka pada Skenario 1 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 11,09 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 1 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 13,28 persen. Usaha tapioka pada Skenario 2 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 0,84 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 2 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 1,29 persen.


(16)

Judul : Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)

Nama : Noviyanti

NRP : A07400129

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP. 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL: ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENGUSAHAAN TAPIOKA (STUDI KASUS PENGRAJIN TAPIOKA UHAN DI DESA CIPAMBUAN, KECAMATAN BABAKAN MADANG, KABUPATEN BOGOR) ADALAH BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA PENELITIAN MANAPUN.

BOGOR, FEBRUARI 2008

NOVIYANTI A07400129


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 22 November 1981, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, puteri dari Bapak Hamdani dan Ibu Sri Suliyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Sartika pada tahun 1988. kemudian pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan di SDN Karawaci III Tangerang. Pendidikan menengah pertama penulis selesaikan pada tahun 1997 di SLTP Negeri 9 Tangerang, yang kemudian dilanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tangerang pada tahun 2000. pada tahun yang samapenulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis menetap di Asrama Putri Darmaga, dimana pada tahun 2002-2003 penulis menjabat sebagai ketua asrama. Selain itu, semenjak tahun 2006-2008 penulis juga ikut aktif berpartisipasi dalam Yayasan Tunas Tani Mandiri (Nastari). Moto hidup penulis adalah “Serius, Santai dan Sukses”.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Selama proses persiapan dan pelaksanaan penelitian serta penyusunan skripsi banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan demi kelancaran semua kegiatan tersebut. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan banyak pelajaran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Tanti Novianty, SP, Msi selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Anita Primaswari W, SP, Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan. 4. Orang tua penulis Drs. Hamdani (Alm) dan Sri Suliyanti serta Sutomo, Mba

Yuli, Kak Dodi, Oka, Sandra dan Dian atas semua doa, dukungan, pengorbanan, perhatian, kasih sayang dan pengertiannya.

5. Seluruh keluarga besar M. Tohir Sunarto (Alm) dan M. Ali Anzib atas doa dan dukungannya.

6. Bapak Uhan Burhanudin dan keluarga selaku pemilik usaha atas semua kerjasamanya di lokasi penelitian.

7. Rekan-rekan di Yayasan Tunas Tani Mandiri: Pak David, Pak Wahono, Pak Hery, Pak Hermanu, Pak Widodo, Pak Dindin, Pak Witoro, Pak Beny, Mas Ayip, Mas Wawan, Mas Agus, Mas Ucup, Deni, Mba Yuni dan Sri atas semua dukungan dan motivasinya.

8. Penghuni Istana Mungil tercinta Asrama Putri Darmaga (APD), yaitu: angkatan Komoceng, angkatan Bolly, angkatan Tulalit, angkatan Letoy, angkatan Mituti, angkatan Salis, angkatan Tepar, angkatan Lemot, angkatan Ngeyel, angkatan Pelor, angkatan Lambret, dan angkatan Mentok. Terima kasih atas semua dukungan, pelajaran, pengalaman, pengertian dalam masa-masa kebersamaan yang indah.


(20)

9. Teman-teman AGB angkatan 37, terutama Cici, Unul, Nui dan Neno serta Mahasiswa “Kadal” atas segala doa, dorongan dan kebersamaannya.

10. Teman-teman AGB angkatan 38 terutama Susan atas bantuannya dalam mengolah data.

11. Teman satu atap di Bafak: Cici, Eneng, Intan, dan Tasa. Semoga tercapai semua cita-citanya.

12. Teman-teman di SLTP N 9 Tangerang terutama Ari dan Euis yang tetap setia menemani di kala suka dan duka.

13. Teman-teman di SMU N 1 Tangerang terutama Rien, Cicit, Bev, Sandy, Riri dan Reni atas dukungan dan persahabatan yang tetap terjalin.

14. Teh Ida Komdik, Mba Dian dan mba Dewi PS Agb, serta Mba Dian PAP Faperta atas bantuannya dalam administrasi.

15. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(21)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor)”. Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya.

Penelitian ini telah memberikan banyak pengetahuan, wawasan dan pengalaman penulis terhadap bentuk dan upaya serta problema dalam pengusahaan tapioka. Penulis berharap apa yang telah dihasilkan ini dapat memberikan kontribusi ilmiah terhadap penelitian dan upaya pengusahaan tapioka.

Akhir kata penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah memungkinkan diselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini berguna bagi yang membacanya.

Bogor, Februari 2008


(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penilitian... 6 1.4. Kegunaan Penelitian ... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Bahan Baku Komoditas... 8 2.2. Pengolahan Tepung Tapioka... 10 2.3. Penelitian Terdahulu ... 12 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15 3.1.1. Definisi Proyek ... 15 3.1.2. Identifikasi Biaya dan Manfaat ... 15 3.1.3. Studi Kelayakan Investasi... 15 3.1.4. Aspek-aspek dalam Analisis Sudi Kelayakan Proyek ... 16 3.1.5. Analisis Sensitivitas dan Switching Value ... 19 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 20 IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22 4.2. Jenis dan Sumber Data ... 22 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22 4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial... 23 4.3.2. Analisis Sensitivitas dan Switching Value... 25 4.5. Definisi Operasional ... 26 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


(23)

5.2. Kependudukan ... 28 5.3. Lokasi, Sejarah dan Visi Perusahaan ... 30 VI. ANALISIS ASPEK PASAR

6.1. Potensi Pasar Luar dan Dalam Negeri ... 31 6.2. Persaingan dan Peluang Pasar... 33 6.3. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) ... 34

6.4. Hasil Keputusan Analisis Pasar ... 37 VII. ANALISIS ASPEK TEKNIS

7.1. Lokasi dan Layout Perusahaan... 38 7.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan ... 38 7.3. Bahan Baku ... 39 7.4. Tenaga Kerja ... 41 7.5. Proses Produksi ... 42

7.6. Hasil Keputusan Analisis Aspek Teknis... 46 VIII. ANALISIS ASPEK MANAJEMEN, DAN SOSIAL EKONOMI

8.1. Analisis Aspek Manajemen ... 47 8.1.1. Bentuk dan Struktur Organisasi. ... 47 8.1.2. Sistem Pembagian Kerja ... 48 8.3. Analisis Aspek Sosial Ekonomi... 48 8.3.1. Kondisi Sosial ... 49 8.3.2. Dampak Lingkungan... 49 8.4. Hasil Keputusan Analisis Aspek Manajemen, dan Sosial Ekonomi... 50 IX. ANALISIS ASPEK KEUANGAN

9.1. Arus Penerimaan ... 53 9.1.1. Penerimaan Penjualan... 53 9.1.2. Penerimaan Sampingan... 54 9.1.3. Nilai Sisa ... 55 9.2. Arus Biaya ... 55 9.2.1. Biaya Investasi ... 55 9.2.2. Biaya Operasional ... 55

9.3. Analisis Rugi Laba... 56 9.4. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pengolahan Tapioka ... 57 9.4.1. Kriteria Kelayakan Investasi Skenario 1... 57


(24)

9.4.2. Kriteria Kelayakan Investasi Skenario 2... 58 9.5. Analisis Sensitivitas dan Switching Value... 58

9.5.1. Analisis Sensitivitas ... 58 9.5.2. Switching Value... 60 X. KESIMPULAN DAN SARAN

10.1. Kesimpulan ... 61 10.2. Saran ... 61 XI. DAFTAR PUSTAKA... 62 XII. LAMPIRAN ... 65


(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Ubi kayu

di Indonesia, Tahun 2000-2007 ... 1

2. Harga Perdagangan Besar Beberapa Hasil Pertanian di Jakarta

(rupiah per kuintal, 1999-2003... 2

3. Penggunaan Ubi kayu ... 3

4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Ubi kayu di Indonesia,

Tahun 1990-2005 ... 4

5. Luas Lahan Kering Dirinci Menurut Jenis Penggunaannya

di Kabupaten Bogor Tahun 2006 ... 5

6. Perbedaan Teknologi Pengolahan Tapioka... 10

7. Pola Penggunaan Lahan di Desa Cipambuan Tahun 2004 ... 27

8. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa

Cipambuan Tahun 2004 ... 28

9. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa

Cipambuan Tahun 2004 ... 29

10. Jumlah Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama

Desa Cipambuan Tahun 2004 ... 29

11. Perkembangan Ekspor Ubi Kayu (Cassava Tapioca) Dunia,

Tahun 2000 – 2001 ... 31

12. Neraca Pemakaian Makanan Berpati Dalam Negeri Tahun 2005 ... 32

13. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1999-2003 ... 32

14. Permintaan Tapioka Kabupaten Bogor Tahun 2006... 33

15. Kualitas Tapioka ... 35


(26)

17. Fasilitas dan Peralatan Produksi ... 39

18. Varietas Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku serta Potensi Hasil

dan Sifat Penting Lainnya ... 40

19. Pembagian Jumlah Tenaga Kerja dalam Industri Tapioka

di Desa Cipambuan Tahun 2005 ... 48

20. Penerimaan Penjualan Skenario 1... 53

21. Penerimaan Penjualan Skenario 2... 54

22. Penerimaan Sampingan Skenario 1... 54

23. Penerimaan Sampingan Skenario 2... 54

24. Rekapitulasi Biaya Investasi Usaha Tapioka ... 55

25. Hasil Analisis Kriteria Investasi Skenario 1 ... 58

26. Hasil Analisis Kriteria Investasi Skenario 2 ... 58

27. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Tapioka Skenario 1 ... 59

28. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Tapioka Skenario 2 ... 60


(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ubi Kayu ... 8 2. Proses Produksi Tapioka ... 12 3. Bagan Kerangka Pemikiran... 21 4. Pola Pemasaran Tapioka di Desa Cipambuan... 36 5. Jalur Umum Pengadaan Bahan Baku Tapioka di Desa Cipambuan 41 6. Pengupasan Kulit Ubi Kayu (Manual) ... 42 7. Pencucian Ubi Kayu (Manual) ... 43 8. Pemarutan Ubi Kayu (Semi Mekanis) ... 43 9. Ekstraksi Ubi Kayu (Semi Mekanis)... 44 10. Pengendapan Pati Ubi Kayu... 44

11. Penjemuran Tapioka... 46 12. Penjemuran Onggok ... 46


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Tanaman

Pangan, 1999-2003 ... 66

2. Produksi Ubi kayu menurut Provinsi (ton), 1999-2003... 67

3. Data Runtun Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi

Ubi kayu di Indonesia Tahun 1995-2004... 68

4. Harga Konsumen Pedesaan Ubi kayu (Rupiah per Kg)

Tahun 2001-2003 ... 69

5. Produksi Tanaman Ubi kayu (ton) di Kabupaten Bogor

Tahun 2004-2006 ... 70

6. Bagan Produk Olahan dan Hasil Akhir Ubi kayu... 71

7. Peraturan Pemerintah Tentang Pajak Pendapatan

Badan Usaha dan Perseroan Tahun 2000... 72

8. Peta Wilayah Kecamatan Babakan Madang ... 72

9. Lay Out Tempat Pengolahan Tapioka ... 73

10. Peralatan Produksi ... 74

11. Alur Pembuatan Tapioka ... 75

12. Kebutuhan Biaya Investasi ... 76

13. Biaya Operasional per Tahun Skenario 1

(Bahan Baku Ubi kayu Belum Dikupas) ... 77

14. Biaya Operasional per Tahun Skenario 2

(Bahan baku Ubi kayu Sudah Dikupas)... 77

15. Analisis Rugi Laba Skenario 1 ... 78

16. Analisis Rugi Laba Skenario 1 (penurunan harga output


(29)

17. Analisis Rugi Laba Skenario 1 (peningkatan biaya opersional

sebesar 7 persen) ... 78

18 Analisis Rugi Laba Switching Value Skenario 1 (penurunan

harga output sebesar 11,09 persen) ... 79

19. Analisis Rugi Laba Switching value Skenario 1 (peningkatan

biaya opersional sebesar 13,28 persen)... 79

20. Analisis Rugi Laba Skenario 2 ... 80

21. Analisis Rugi Laba Skenario 2 (penurunan harga output

sebesar 7 persen) ... 80

22. Analisis Rugi Laba Skenario 2 (peningkatan biaya opersional

sebesar 7 persen) ... 80

23 Analisis Rugi Laba Switching Value Skenario 2 (penurunan

harga output sebesar 2,13 persen) ... 81

24. Analisis Rugi Laba Switching value Skenario 2 (peningkatan

biaya opersional sebesar 2,07 persen)... 81

25. Cash Flow Skenario 1 Usaha Pengolahan Tapioka ... 82

26. Cash Flow Skenario 1 (penurunan harga output

utama dan sampingan sebesar 7 persen) ... 82

27. Cash Flow Skenario 1 (peningkatan biaya opersional

secara umum sebesar 7 persen)... 83

28. Cash Flow Switching Value Skenario 1 (penurunan harga

produk utama dan sampingan sejumlah 11,09 persen) ... 83

29. Cash Flow Switching Value Skenario 1 (peningkatan

biaya operasional sejumlah 13,28 persen) ... 84

30. Cash Flow Skenario 2 Usaha Pengolahan Tapioka ... 85

31. Cash Flow Skenario 2 (penurunan harga output

utama dan sampingan sebesar 7 persen) ... 85

32. Cash Flow Skenario 2 (peningkatan biaya opersional


(30)

33. Cash Flow Switching Value Skenario 2 (penurunan harga

produk utama dan sampingan sejumlah 0,84 persen) ... 86

34. Cash Flow Switching Value Skenario 2 (peningkatan


(31)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan pertanian dewasa ini tidak hanya ditujukan kepada peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi lebih ditekankan pada upaya peningkatan pendapatan petani. Penganekaragaman usahatani secara horizontal dan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan (diversifikasi vertikal) diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani dan menjamin kecukupan pangan. Komoditas pangan sangatlah beragam. Namun demikian, padi dan palawija masih tetap menjadi perhatian pemerintah. Ini tidak lepas dari kenyataan bahwa padi dan palawija merupakan komoditas strategis yang keberadaannya menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini terlihat pada Lampiran 1.

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak diusahakan oleh masyarakat, seperti tampak pada Lampiran 2. Tanaman ini mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup luas, baik terhadap kondisi iklim yang kurang baik, maupun lahan tandus dan kurang subur. Dengan demikian penanaman ubi kayu berarti pemanfaatan secara optimal lahan-lahan pertanian yang semula tidak dapat memberikan hasil. Ubi kayu termasuk tanaman penghasil karbohidrat dan biomasa paling tinggi per satuan luas dan waktu dibandingkan tanaman pangan lain (Rinardi, 2002).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Ubi kayu di Indonesia, tahun 2000 - 2007

Luas Panen Produksi Produktivitas

Tahun (Ha) (ton) (Ku/Ha)

2000 1,284,040 16,089,020 16,089,020 2001 1,317,912 17,054,648 17,054,648 2002 1,276,533 16,912,901 16,912,901 2003 1,244,543 18,523,810 18,523,810 2004 1,255,805 19,424,707 19,424,707 2005 1,213,460 19,321,183 19,321,183 2006 [4]1,222,814 [4]19,927,589 [4]19,927,589 2007 [1]1,206,904 [1]19,610,071 [1]19,610,071 Sumber: Departemen Pertanian, 2006

Keterangan: [1] Angka Ramalan


(32)

2

Hasil Survei Pertanian menunjukkan produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2000 hingga 2006, ditunjukkan pada Tabel 1, cenderung mengalami peningkatan. Selama periode ini produktivitas ubi kayu meningkat dari 16,09 ton per hektar pada tahun 2000 menjadi 19,93 ton per hektar pada tahun 2006. Tingginya pertumbuhan ini terutama dikarenakan ditemukannya varietas unggul ubi kayu berdaya hasil tinggi, seperti Adira-1 sampai Adira-4, dan varietas unggul lainnya.

Kondisi perubikayuan di daerah-daerah sentra produksi pada saat-saat tertentu mengalami mengalami kendala harga jual. Survei mengenai harga perdagangan besar yang dilakukan oleh BPS memperlihatkan fluktuasi dan perbedaan harga yang besar antara ketela pohon atau ubi kayu dengan beberapa hasil pertanian lainnya, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Harga Perdagangan Besar Beberapa Hasil Pertanian di Jakarta (rupiah per kuintal), 1999-2003

Jenis Barang 1999 2000 2001 2002 2003

Beras Jagung Kacang Kedelai Kacang Hijau Kacang Tanah Ketela Pohon Ketela Rambat Kentang 270 357 173 896 245 813 434 417 660 417 47 572 69 911 319 708 231 358 147 042 211 375 427 708 641 042 39 354 81 229 250 833 250 720 178 550 251 792 510 833 904 5831 31 750 63 125 316 042 289 794 197 000 247 458 486 562 631 000 41 979 68 896 319 625 306 229 220 625 257 500 438 542 710 909 37 979 67 583 271 875 Sumber: BPS, 2003 (diolah dari hasil Survei Harga Perdagangan Besar)

Keterangan:

1 Tahun 2001, kualitas impor

Penanaman ubi kayu yang hampir bersamaan pada awal musim hujan, ditunjukkan pada Lampiran 3, menyebabkan panen raya yang bersamaan pada bulan Juli–Oktober. Hal ini terjadi karena tidak adanya upaya pengaturan pola panen yang merata setiap bulan (Karama, 2003). Melimpahnya produksi ubi kayu, terutama di daerah sentra produksi ubi kayu pada bulan-bulan tertentu menyebabkan merosotnya harga ubi kayu. Rendahnya harga dipacu adanya sifat ubi kayu segar yang mudah rusak dan teknologi pengolahan masih sederhana. Sebagai gambaran harga ubi kayu pada konsumen pedesaan di Jawa Barat dapat dilihat pada Lampiran 4.


(33)

3

Komponen kimiawi yang mempengaruhi karakteristik umbi ubi kayu segar adalah kandungan sianida (HCN), kadar air (65%), dan kadar pati (34,6%). Mengingat kadar airnya yang tinggi, maka ubi kayu segar tidak tahan lama disimpan, sehingga petani harus menjual dalam waktu cepat. Kerusakan ini dimulai dari kerusakan secara mekanis berupa luka akibat umbi terpangkas, terpotong, tergores, retak bagian dalamnya dan memar. Kemudian dilanjutkan dengan kerusakan fisiologis oleh adanya air, enzim dan proses respirasi, serta kerusakan patologis oleh cendawan dan bakteri. Kerusakan fisiologis terjadi tiga hari setelah panen dan dilanjutkan oleh bakteri setelah hari ke 5 hingga 7 hari yang menjadikan umbi busuk (Suismono, 2003).

Terbatasnya masa jual dan dan bentuk olahan ubi kayu serta teknologi pasca panen merupakan permasalahan yang dihadapi petani (Andrizal, 2003). Keterbatasan tersebut berpengaruh terhadap pendapatan petani yang cenderung rendah. Salah satu langkah perbaikan pendapatan petani ubi kayu adalah dengan diversivikasi hasil, yaitu mengolah ubi kayu segar menjadi produk olahan yang dapat disimpan lama. Produk olahan ubi kayu yang cukup penting adalah gaplek (cassava chip flour) dan tapioka (tapioca starch). Tapioka adalah hasil pengolahan pertama dari ubi kayu basah yang berbentuk tepung dan dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri makanan, industri kimia dan industri tekstil. Penggunaan ubi kayu secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan Ubi kayu

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003

No Komponen Kegunaan

1 Ubi kayu basah Gaplek, Tapioka dan dextrine, Glukosa dan fruktosa, Sorbitol, Tepung ubi kayu

2 Gaplek Makanan Ternak, Tepung ubi kayu, Konsumsi 3 Tapioka

a. Tapioka Pearl b. Dextrine c. Glukosa d. Fruktosa e. Etanol

f. Asam Organik g. Sorbitol

h. Makanan ringan

Kertas, Tekstil, Makanan Makanan

Kimia (perekat) Industri makanan HFS (sirup)

Bahan kimia, Industri makanan, Industri Kimia Industri kimia (pasta gigi)


(34)

4

Total konsumsi ubi kayu di Indonesia selama periode 1990 hingga 2005 meningkat dari 16,50 juta ton pada tahun 1990 menjadi 18,24 juta ton pada tahun 2005. Selama periode 1990 hingga 2003, Indonesia mempunyai net ekspor ubi kayu dalam bentuk gaplek rata-rata 0,47 juta ton per tahun dan dalam bentuk tapioka 10,5 ribu ton, atau masing-masing setara dengan 1,18 juta ton dan 43,85 ribu ton ubi segar. Sementara itu, dalam bentuk tepung ubi kayu, ternyata neraca perdagangan defisit rata-rata hampir 47,3 ribu ton, atau setara dengan 0,13 juta ton per tahun. Perkembangan produksi dan konsumsi ubi kayu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Ubi kayu di Indonesia Tahun 1990-2005

Produksi Konsumsi Tahun

(000 ton) (000 ton) Neraca

1990 15,830 16,500 -670 1995 15,441 15,832 -391 1997 15,134 14,038 1,096 1998 14,696 13,925 771 2000 16,089 16,740 -651 2001 17,055 17,289 -234 2002 16,913 17,711 -798 2003 18,524 17,876 648 2004 19,425 18,052 1,373 2005 19,321 18,245 1,076 Sumber: FAO, 2005; BPS, 1990-2006. Diolah.

1.2.Perumusan Masalah

Dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berusaha untuk mengembangkan potensi daerahnya. Salah satu daerah yang yang mengembangkan potensinya adalah Kabupaten Bogor. Pengembangan usaha mikro dan kecil dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen ubi kayu (Hafsah, 2003).

Produsen ubi kayu tersebar di tiap desa dari 10 kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Sukaraja, Citereup, Pamijahan, Cibinong, Babakan Madang, Ciampea, Gunung Sindur, Leuwiliang, Cigudeg, dan Tenjolaya. Data


(35)

5

mengenai produksi tanaman ubi kayu dirinci menurut kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Lampiran 5.

Petani lebih memilih menanami lahannya dengan ubi kayu dikarenakan selain karena ubi kayu cocok dengan keadaan alamnya, juga karena di Kabupaten Bogor banyak terdapat pengusahaan aci-tapioka yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan baku. Hal ini erat dengan perolehan keuntungan bagi petani disamping adanya kepastian pasar. Pola penggunaan lahan kering di Kabupaten Bogor seluas 249,724 hektar pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel terlihat bahwa penggunaan lahan terbesar untuk hutan negara sebesar 31,81 persen. Selanjutnya untuk penggunaan tegal/kebun/ladang/huma sebesar 24,71 persen yang sebagian besar ditanami ubi kayu.

Tabel 5. Luas Lahan Kering Dirinci Menurut Jenis Penggunaannya Di Kabupaten Bogor Tahun 2006

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa barat, 2007. Diolah.

Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

Pekarangan 38,404 15.38

Tegal/Kebun/Ladang/Huma 61,705 24.71

Padang Rumput 1,870 0.75

Lahan yang Sementara Tidak Diusahakan 892 0.36 Hutan Rakyat Tanaman Kayu-kayuan 15,168 6.07

Hutan Negara 79,433 31.81

Perkebunan 24,063 9.64

Lain-lain 28,189 11.29

Jumlah 249,724 100.00

Ubi kayu perlu diolah menjadi berbagai bentuk produk olahan guna memberikan pendapatan yang layak bagi petaninya. Olahan ubi kayu dalam industri pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu ubi kayu yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tapioka, dan onggok atau ampas dari hasil olahan. Tapioka digunakan dalam industri makanan atau pakan ternak, dekstrin, glukosa (gula). Bagan produk olahan dan hasil akhir ubi kayu disajikan pada Lampiran 6.

Pengusahaan tapioka merupakan usaha yang sederhana, tidak memerlukan keterampilan khusus, dapat dikerjakan dengan teknologi yang relatif sederhana, dan dapat dikerjakan oleh pria dan wanita baik orang dewasa maupun remaja,


(36)

6

sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Industri tapioka sendiri mulai marak tahun 1980-an, dimana dalam melakukan usahanya selama ini, menggunakan modal sendiri dan sebagian menggunakan modal dari perbankan dan bantuan dari BUMN serta kemitraan.

Usaha pengolahan ubi kayu menjadi tapioka memiliki karakteristik yang sama dengan usaha agribisnis lainnya. Selain ketergantungan usaha terhadap lingkungan eksternal seperti lingkungan, cuaca dan iklim, produk ini juga

perishable dan voluminious. Hal ini mengakibatkan usaha ini memiliki resiko yang besar, sehingga keputusan investasi dalam usaha ini harus dibuat dengan benar-benar tepat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan pengusahaan tapioka dilihat dari sudut kelayakan usaha yang meliputi aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial ekonomi? 2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan tapioka dengan menggunakan

beberapa kriteria kelayakan investasi, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan

Discounted Payback Period?

3. Bagaimana sensitivitas dan switching value pengusahaan tapioka terhadap perubahan harga output dan biaya operasional?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kelayakan aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial ekonomi pengusahan tapioka.

2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan tapioka dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan investasi seperti NPV, IRR, Net B/C, dan Discounted Payback Period.

3. Menganalisis sensitivitas dan switching value pengusahaan tapioka terhadap perubahan harga output dan biaya operasional.


(37)

7

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi perusahaan, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan pengembangan usaha untuk kedepannya.

2. Bagi investor, dapat bermanfaat sebagai bahan informasi untuk keputusan investasi dalam menanamkan modalnya dalam usaha tapioka.

3. Bagi pembaca, dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Bahan Baku Komoditas

Kedudukan ubi kayu dalam sistematika taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatofyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Species : Manihotsculenta crantz Sin. M utilissima Poh.

Ubi kayu merupakan tanaman daerah tropis yang mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi baik terhadap iklim yang kurang baik, maupun jenis lahan yang kurang subur. Ubi kayu harus ditanam di daerah yang memiliki penyinaran penuh minimal 10 jam per hari guna mendapatkan hasil yang tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh pada segala jenis tanah terutama Latosol, Alluvial, dan Podsolik serta memerlukan curah hujan tahunan optimum 760 sampai 1.500 mm. Ubi kayu, di Indonesia, dapat ditanam di dataran sampai ketinggian kira-kira 1.500 m dari permukaan laut, suhu minimum 10oC dan kelembaban rata-rata 65 persen (Rukmana,1997).


(39)

9

Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas dan panjang, berbentuk bulat dengan diameter antara 2,5 - 4 cm, dengan tinggi beragam mulai dari 1 - 4 m atau lebih, tergantung pada varietas dan kondisi ekologi. Empelur batang berwarna putih, lunak dan strukturnya empuk seperti gabus. Warna batang bervariasi tergantung kulit luar, tetapi pada umumnya batang muda berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu atau coklat kelabu. Daun ubi kayu termasuk daun majemuk menjari dengan anak daun berbentuk elips yang berujung runcing dan mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5 - 9 helai (Rukmana,1997).

Perkembangbiakan ubi kayu umumnya dilakukan dengan setek walaupun tanaman ini dapat juga dikembangkan dengan biji yang kegunaan utamanya untuk pemuliaan tanaman. Bagian batang yang baik untuk keperluan bibit adalah batang yang sudah berkayu, berumur 7 - 15 bulan, diambil 1 - 3 m dari batang untuk setek dengan panjang setek kira-kira 25 cm. Pemanenan ubi kayu yang tepat adalah pada saat karbohidrat atau kandungan tepung dalam umbi dan produksi dalam keadaam optimal, yang ditandai dengan daun yang menguning dan banyak yang rontok, umur tanaman telah mencapai 7 - 14 bulan tergantung varietas yang ditanam (Setyono, 1991).

Petani memasyarakatkan ubi kayu karena mudah dibudidayakan dan mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan pengganti beras. Daunnya dapat digunakan sebagai sayur yang mempunyai gizi tinggi. Selain sebagai bahan makanan, ubi kayu juga digunakan sebagai bahan pembuatan makanan ternak, bahan baku industri tapioka, bahan pembuat etanol dan gula cair (Setyono, 1991).

Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat penting diketahui apabila ubi kayu tersebut akan diolah. Ubi kayu mengandung asam sianida (HCN) yang kadarnya bervariasi tergantung dari jenis dan varietasnya. Berdasarkan sifatnya ubi kayu digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan pahit (kandungan HCN >50 mg/kg bahan) dan golongan manis (kandungan HCN <50 mg/kg). Umumnya yang dikonsumsi langsung adalah varietas manis dan varietas pahit digunakan untuk industri (Sofyan, 2004).


(40)

10

2.2. Pengolahan Tapioka Teknologi

Pengolahan tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi yaitu tradisional atau mekanik sederhana, semi modern, dan full otomate. Perbedaan teknologi pengolahan tapioka dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan Teknologi Pengolahan Tapioka

Sumber: Bank Indonesia, 2005

Proses Tradisional Semi Modern Full Otomate

Pengupasan Manual Manual Mesin

Pencucian Manual Manual Mesin

Pemarutan Mesin Mesin Mesin

Pemerasan Mesin Mesin Mesin

Pengendapan Manual Manual Mesin Pengeringan Sinar Matahari Oven Mesin

Pembuatan tapioka pada industri kecil menggunakan teknologi mekanik sederhana. Pada teknologi ini, sebagian proses produksi menggunakan mesin penggerak untuk melakukan pemarutan dan pengepresan, sedangkan pengeringan masih mengandalkan bantuan sinar matahari.

Proses Produksi

Berdasarkan data penelitian dalam situs Bank Indonesia (2005), rangkaian tahapan proses produksi tapioka yaitu:

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan daging ubi kayu dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih ubi kayu berkualitas tinggi dari ubi kayu lainnya. Ubi kayu yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak.

2. Pencucian


(41)

11

kayu di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada ubi kayu.

3. Pemarutan

Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :

• Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya.

• Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator. 4. Pemerasan/Ekstraksi

Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:

• Pemerasan bubur ubi kayu yang dilakukan dengan cara manual menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.

• Pemerasan bubur ubi kayu dengan saringan goyang (sintrik). Bubur ubi kayu diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.

6. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19 persen.

Produk sampingan yang dihasilkan dari proses ini adalah onggok, ampas dari hasil parutan ubi kayu yang selanjutnya dibentuk bulatan-bulatan dan dijemur.


(42)

12

Ubi kayu Pengupasan

Pemarutan

Ekstraksi

Pengendapan

Penjemuran

Tapioka kasar Pencucian Air

Onggok Kulit dan Kotoran

Limbah cair

Gambar 2. Proses Produksi Tapioka

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap pengusahaan tapioka di Kabupaten Bogor sebelumnya sudah banyak dilakukan. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kajian sosial ekonomi produksi tapioka ini, diantaranya adalah:

Rachmina (1992) meneliti tentang “ Pengaruh Industri Tapioka terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan” yang bertujuan untuk mengetahui organisasi dan hubungan produksi dan melihat pengaruh industri tersebut terhadap kesempatan kerja dan pendapatan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kedunghalang, Kabupaten Bogor. Industri tapioka di kecamatan ini dibedakan antara tapioka kasar (disebut aci) dan tapioka halus. Produksi tapioka kasar diproduksi di pedesaan (sekitas produsen ubi kayu). Produk tapioka kasar kemudian digiling kembali menjadi tapioka halus yang dilakukan umumnya di pusat kecamatan.

Berbeda dengan penelitian Rachmina (1992), penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Babakan Madang. Analisis yang dilakukan hanya sebatas industri tapioka kasar. Penelitian ini tidak hanya untuk melihat pengaruh industri tapioka terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, tapi juga untuk menganalisis pengusahaan tapioka dilihat dari berbagai aspek kelayakan usaha. Penelitian


(43)

13

Rachmina tidak menganalisis sensitivitas dan switching value usaha tapioka terhadap perubahan pada harga output dan biaya operasional.

Purba (2002) dengan judul Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah pada Industri Kecil Tapioka. Tujuan penelitian yaitu (1) Menganalisis besarnya pendapatan industri kecil tapioka bagi peningkatan kesejahteraan pengusahanya, (2) Menganalisis kelayakan industri tapioka dilihat dari R/C dan kapan titik impas usaha akan tercapai, (3) Menganalisis nilai tambah yang diperoleh dalam usaha ini serta cara pendistribusiannya. Penelitian hanya dilakukan pada industri kecil tapioka yang berskala rendah yaitu 100-500 kg per hari. Dengan responden berjumlah 10 orang.

Hasil penelitian Purba menyimpulkan bahwa industri kecil tapioka menghasilkan tapioka kasar (aci) sebagai produk utama dan ampas sebagai produk sampingan. Satu kuintal ubi kayu mampu menghasilkan rata-rata 22 kilo gram tapioka kasar dan 5 kilo gram ampas. Penerimaan dari aci rata-rata Rp. 57,948,000,- per tahun dan Rp 3,733,200,- per tahun dari ampas. Semakin besar skala usaha semakin besar pendapatan atas pengeluaran total maupun pengeluaran tunai. R/C pengeluaran tunai sebesar 1,26 artinya setiap satu rupiah pengeluaran tunai mampu memberikan Rp. 1,26 penerimaan. Industri kecil tapioka mencapai impas setelah memproduksi 9164,42 kilo gram produk. Industri pengolahan ini mampu memberikan nilai tambah sebesar Rp 98,753,- per kilo gram ubi kayu. Rasio nilai tambah sebesar 24,115 persen dari total nilai output. Proporsi terbesar dari nilai tambah adalah untuk pendapatan kerja. Semakin tinggi harga jual tapioka atau semakin rendah harga ubi kayu maka nilai tambah akan semakin besar.

Rochaeni (2004) dengan judul Kajian Prospek Pengembangan Industri Kecil Tapioka di Sukaraja Kabupaten Bogor. Tujuan kajian adalah: (1) Mengkaji gambaran umum industri pengolahan ubi kayu di Sukaraja kabupaten Bogor dan besarnya tingkat keuntungan IK tapioka bagi peningkatan kesejahteraan pengusahanya; (2) Mengkaji besarnya nilai tambah yang diperoleh dari IK tapioka dan besarnya kontribusi nilai tambah terhadap peningkatan pendapatan pengusaha, serta pengalokasiannya; (3) Mengkaji prospek pengembangan IK tapioka dilihat dari sisi input dan peluang pasar.


(44)

14

Dari kajian Rochaeni, didapatkan bahwa rataan pengusaha IK memproduksi dari satu kuintal bahan baku tapioka kasar atau aci menjadi rataan 20 kilo gram tapioka kasar dan 6 kilo gram ampas. Penerimaan konsekuensi produk utama untuk skala tinggi (5,000 kg/hari), menengah (2,500 kg/hr) dan rendah (300 kg/hari) adalah berturut-turut untuk produk utama Rp. 456,000,000,-, Rp. 239,400,000,-, Rp. 30,096,000,- per tahun; dan produk sampingan Rp. 40,000,000,- , Rp. 20,000,000,- , Rp. 2,400,000,- per tahun. Total pengeluaran dan total pendapatan untuk skala tinggi, menengah, dan rendah berturut-turut Rp. 400,234,103,90 dan Rp. 95,765,896,10 per tahun; Rp. 203,347,920,52 dan Rp. 56,052,079,48 per tahun; Rp. 30,504,629,87 dan Rp. 1,991,370,13 per tahun.

Nilai R/C ratio atas biaya total untuk skala tinggi, menengah dan rendah adalah berturut-turut 1.24, 1.28, dan 1.07. Nilai tambah untuk skala tinggi, menengah dan rendah berturut-turut Rp. 124,39, Rp. 131,04, dan Rp. 106,15 per kilo gram.Nilai impas dalam rupiah penjualan pada kegiatan industri kecil tapioka Rp. 140,804,547,97 untuk skala tinggi, Rp. 53,371,589,59 untuk skala menengah dan Rp. 32,476,984,40 untuk skala rendah. Titik impas akan dicapai pada volume penjualan sebesar 74,107.66 kilo gram per tahun untuk skala tinggi, 28,090.31 kilo gram per tahun untuk skala menengah dan 17,093.15 kilo gram untuk skala rendah.

Berbeda dengan penelitian Rochaeni, penelitian ini hanya menganalisis industri kecil tapioka bersakala 5,000 kg per hari. Metode kajian yang digunakan adalah studi kasus dengan analisis deskriptif (baik kualitatif maupun kuantitatif). Pengolahan dan analisis data hanya dilakukan dengan aplikasi Microsoft Excel, yang disajukan dalam bentuk tabulasi.


(45)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek

Proyek menurut Kadariah et.al (1999) adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber (input) untuk mendapat manfaat (benefit), atau suatu aktivitas yang menggunakan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di masa yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek investasi adalah suatu rencana untuk menginvestasikan sumber daya yang bisa dinilai cukup independen.

Karakteristik dasar dari suatu pengeluaran modal (atau proyek) adalah bahwa proyek tersebut umumnya memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat dalam bentuk uang, ataupun bukan uang di masa yang akan datang. Kegiatan suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai titik tolak (starting point) serta titik akhir (ending point). Biaya dan hasil diperoleh biasanya dapat diukur.

Proyek investasi umumnya memerlukanya dana yang cukup besar. Dana tersebut dapat dipengaruhi perusahaan dalam jangka panjang sehingga perlu dilakukan studi kelayakan agar jangan sampai terjadi keterlanjuran penanaman modal yang cukup besar pada suatu investasi yang ternyata tidak menguntungkan. 3.1.2. Identifikasi Biaya dan Manfaat

Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah segala sesuatu yang dapat membantu tujuan (Gittinger, 1986). Dalam analisis finansial, biaya yang umumnya digunakan adalah biaya langsung yaitu biaya investasi, biaya operaasional, dan biaya lainnya, sedangkan manfaatnya serupa nilai produksi total, pinjaman, nilai sisa, dan pendapatan lainnya.

3.1.3. Studi Kelayakan Investasi

Studi kelayakan investasi adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Hal ini sangat memperhatikan benefit dan biaya proyek. Studi kelayakan proyek memerlukan biaya, tetapi biaya diharapkan lebih kecil dibanding dengan


(46)

16

resiko kegagalan suatu investasi dalam jumlah yang besar. Laporan studi kelayakan bisa berbeda intensitasnya tergantung pada dana yang tertanam, faktor ketidakpastian, dan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laporan ini diharapkan dapat memenuhi kepentingan pihak-pihak yang berbeda, seperti investor yaitu mereka yang menanamkan modalnya pada proyek, kreditur yaitu pihak yang memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan mereka, dan pemerintah terutama sekali pada manfaat bagi perekonomian nasional sehingga dapat menambah devisa dan perluasan kesempatan kerja.

Siklus proyek merupakan rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Tahapannya adlah identifikasi, pesiapan, dan analisis, penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi (Gittinger, 1986). Aspek-aspek yang akan dinilai dalam studi kelayakan ini adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek keuangan. Dalam rangka evaluasi proyek ada dua macam analisis yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut pihak-pihak yang menanamkan modalnya dalam proyek atau berkepentingan langsung dalam proyek, sedangkan analisis ekonomi adalah melihat hasil proyek dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat kelayakan investasi pengusahaan tapioka, sehingga dapat memberi gambaran pada investor mengenai usaha yang dijalankan.

3.1.4. Aspek-aspek dalam Analisis Studi Kelayakan Proyek

Menurut Kuntjoro (2002) terdapat beberapa aspek yang perlu diteliti dalam studi kelayakan meliputi: pasar, teknis, keuangan, manajemen, dan ekonomi-sosial. Uraian dari berbagai aspek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Aspek Pasar

Penilaian aspek ini adalah untuik meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan, dilakukan dengan mengamati kecenderungan permintaan tapioka untuk melihat potensi pasar yang masih terbuka luas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk aspek ini menurut Husnan dan Suwarsono (2000), yaitu:


(47)

17

Pasar potensial adalah keseluruhan jumlah atau kelompok produk yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu pada periode tertentu dalam pengaruh satu set kondisi tertentu. Satu set kondisi tertentu di sini meliputi variabel yang dapat dikontrol oleh pelaku usaha atau calon investor yakni

marketing mix dan kemampuan manajemen lainnya, serta variabel yang tidak dapat dikontrol, yakni kondisi perekonomian pada umumnya. Pada saat terjadi kelebihan permintaan, dapat dikatakan bahwa pasar potensial untuk produk tersebut masih terbuka lebar.

2. Pangsa pasar

Pangsa pasar adalah bagian yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial dan bagaimana perkembangannya di masa yang akan datang. Perusahaan diharapkan memiliki pangsa pasar yang besar. 3. Strategi pemasaran

Strategi pemasaran dapat ditentukan oleh marketing mix. Marketing mix

merupakan hal yang penting untuk diteliti, dimana mencakup sejumlah variabel pemasaran yang terkontrol oleh perusahaan dan digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang telah ditetapkan dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Marketing mix dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: produk, harga, distribusi, dan promosi.

B. Aspek Teknis

Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa aspek teknis menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan proses produksi yang dijalankan, seperti teknologi yang digunakan dan skala produksi yang dipilih, fasilitas lokasi dan produksi, dan pemilihan proses produksi mencakup teknologi, perlengkapan dan alat-alat, bahan, tenaga kerja dan pengawasan kualitas.

Aspek teknis dinilai setelah aspek pasar yaitu setelah diketahui adanya kesempatan pasar yang memadai untuk jangka waktu relatif panjang. Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut dibangun.

C. Aspek Manajemen

Aspek manajerial menyangkut kemampuan staf proyek untuk menjalankan administrasi aktivitas dalam ukuran besar. Keahlian manajemen dapat dianalisis


(48)

18

secara subyektif, meskipun demikian, jika hal ini tidak mendapat perhatian yang khusus maka banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang realistis dalam proyek yang direncanakan. Dalam aspek ini, struktur organisasi mendapat perhatian penuh, karena dengan susunan organisasi yang baik dan spesifikasi jabatan yang jelas, kegiatan operasional dimungkinkan dapat berjalan lancar.

D. Aspek Sosial Ekonomi

Analisis ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan apakah suatu proyek bisa memberikan sumbangan atau peranan yang nyata terhadap perekonomian secara keseluruhan dan apakah sumbangan tersebut cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber daya yang diperlukan. Sudut pandang yang diambil dalam analisa ini adalah masyarakat secara keseluruhan, sedangkan analisa sosial harus mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari pihak yang dilayani oleh proyek, karena perimbangan ini berhubungan langsung dengan kelangsungan suatu proyek (Gittinger, 1986).

Kuntjoro (2002) menyatakan adanya keterkaitan antara aspek ekonomi dan sosial, sehingga dalam pelaksanaan suatu proyek, harus memperhatikan manfaat proyek tersebut bagi masyarakat, penambahan atau pengurangan devisa, penambahan kesempatan kerja, dan pengaruh terhadap perkembangan industri lain. Sedangkan aspek sosial dapat dilihat manfaatnya pada lingkungan sekitar, hal tersebut dapat berupa manfaat atau pengorbanan yang dirasakan.

E. Aspek finansial

Aspek finansial menyangkut terutama perbandingan antara pengeluaran uang dengan revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin dana yang diperlukannya, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek tersebut akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah, 1999).

Kriteria penilaian kelayakan investasi dalam aspek keuangan terdiri atas dua, yakni kriteria diskonto (discounted criteria) dan kriteria non-diskonto (undiscounted criteria). Dalam kriteria non-diskonto tidak menyertakan konsep

time value of money sedangkan pada kriteria diskonto menggunakan konsep tersebut. Kelemahan dalam kriteria non-diskonto adalah tidak mempersoalkan apa


(49)

19

yang akan diperoleh dikemudian hari, berapa nilainya sekarang (present value) diukur dengan nilai sekarang.

Dalam penelitian ini digunakan kriteria diskonto yang memasukkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. Dalam teknik diskonto terdapat beberapa kriteria tolak ukur penilaian suatu investasi, yaitu:

• Nilai kini bersih atau Net Present Value (NPV) merupakan selisih nilai kini arus manfaat dan biaya dihitung berdasarkan tingkat diskonto.

• Tingkat pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat diskonto yang menjadikan NPV proyek menjadi nol.

• Rasio Manfaat-Biaya bersih pada tingkat diskonto atau Net Benefit/Cost (Net B/C) merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya berupa nilai sekarang arus manfaat sedangkan penyebutnya dalah nilai sekarang arus biaya.

• Tingkat Pengembalian Investasi atau Payback Period merupakan pengukuran seberapa cepat investasi bisa kembali. Satuan hasilnya bukan berupa persentase, tetapi satuan waktu. Jika Payback Period ini lebih pendek dari yang diisyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedang jika lebih lama maka proyek akan ditolak.

3.1.5. Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengukur tingkat kepekaan proyek terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi. Analisis sensitivitas diperlukan untuk penelaahan kembali suatu analisis guna melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama, yaitu perubahan harga jual produk hasil proyek, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi yang diperlukan.

Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pengujian nilai pengganti dilakukan sampai dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). Nilai NPV sama dengan nol akan membuat IRR=i dan Net B/C=1. Artinya sampai


(50)

20

tingkat berapa proyek yang dijalankan mentoleransi peningkatan harga atau jumlah input dan penurunan harga atau jumlah output (Gittinger, 1986).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Berasal dari keinginan untuk memperbaiki keadaan menjadi yang lebih baik, masyarakat dan pemerintah daerah, mengupayakan usaha tapioka dapat meningkatkan taraf hidup (pendapatan) masyarakat atau petani. Usaha ini juga diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi daerah serta sebagai upaya pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan khususnya.

Kebijakan pembangunan yang berorientasi pada sumber daya lokal, semangat otonomi daerah yang memberikan wewenang kepada daerah untuk menggali segala potensi daerah, serta didukung oleh potensi fisik, potensi ekonomi, dan sosial budaya masyarakat setempat untuk usaha tapioka, serta didukung oleh pasar terbuka. Hal tersebut merupakan prospek yang mendukung usaha tapioka ini.

Setiap usaha tentu ada resiko, demikian pula dengan usaha tepung tapioka. Kendala-kendala yang dihadapi dalam industri pengolahan ubi kayu ini adalah pengadaan modal, kontinuitas ketersediaan bahan baku yang perishable, faktor cuaca, kualitas dan kuantitas produk dan harga jual yg rendah.

Melihat potensi dan kendala dalam usaha tapioka, analisis kelayakan investasi tentunya sangat diperlukan dalam menentukan pilihan apakah usaha ini layak untuk diusahakan pada masa yang akan datang. Keputusan terhadap kelayakan investasi usaha tepung tapioka akan diperoleh dari hasil analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan terhadap analisa aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisis biaya manfaat, analisis rugi laba, dan uji kelayakan investasi. Adapun alur kerangka pemikiran operasionalnya diperlihatkan pada Gambar 3.


(51)

21

Potensi:

9 Pemanfaatan potensi SDA lokal

9 Peluang pasar yang masih terbuka

9 Penggunaan teknologi yang

sederhana

9 Padat karya

9 Berkembangnya industri berbahan

baku tapioka

ANALISIS ASPEK-ASPEK KELAYAKAN USAHA

1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis

3. Aspek Manajemen dan Sosial Ekonomi 4. Analisis Aspek Keuangan

•Analisis Biaya Manfaat

•Analisis Rugi-laba

•Analisis Kriteria Investasi

(NPV, NET B/C, IRR, Discounted PBP)

•Analisis Sensitivitas •Analisis Switching Value

PENGUSAHAAN TAPIOKA

Kriteria Kelayakan:

Aspek Pasar; adanya peluang pasar, dan strategi pemasaran yang telah sesuai dengan kebutuhan

Aspek teknis; lokasi usaha, layout usaha, proses produksi, merupakan kesatuan untuk usaha peningkatan produksi

Aspek manajemen; bentuk usaha, struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab serta sistem pengupahan dikelola dengan baik

Aspek sosial ekonomi; kehadiran kegiatan usaha berpengaruh positif terhadap lingkungan sekitar

Aspek finansial; NPV > 0, Net B/C Ratio > 1, IRR > tingkat diskonto yang diisyaratkan, dan Payback Period < umur proyek

LAYAK TIDAK LAYAK

PENGEMBANGAN USAHA TAPIOKA Kendala:

9 Pengadaan modal

9 Kontinuitas ketersediaan bahan

baku

9 Bahan baku yang tidak tahan lama

9 Faktor cuaca

9 Kualitas dan kuantitas produk

9 Harga jual yang rendah


(52)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan pengrajin tapioka milik Bapak Uhan Burhanudin di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pengrajin tersebut telah lama eksis dan dapat terus berproduksi secara kontinu. Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer mencakup data yang berhubungan dengan biaya sarana produksi, termasuk biaya investasi, biaya operasional, dan biaya umum, jumlah produksi, tingkat harga dan sumber modal, aspek pasar, aspek teknis dan manajemen serta aspek sosial lingkungan usaha pengolahan tapioka. Data sekunder mencakup data mengenai sektor pertanian, subsektor palawija dan pengolahan tapioka secara umum. Data primer diperoleh langsung dari pengrajin sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur di lembaga atau instansi yang ada kaitannya dengan masalah penelitian, seperti Kantor Desa Cipambuan serta Kantor Kecamatan Babakan Madang, Perpustakaan, Dinas Pertanian dan Biro Pusat Statistik.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif meliputi tahap pengolahan dan interpretasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan pengusahaan tapioka yang ada di lokasi penelitian dan mengkaji perkembangannya. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha tapioka secara finansial.

Analisis finansial dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha dari sudut pengrajin atau orang yang menanam modal. Adapun metode analisis yang


(53)

23 digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan investasi dan analisis sensitivitas. Analisis ini dilakukan secara manual dengan kalkulator dan komputer dengan menggunakan software Microsoft Excell 2003. Hasil dari analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi dengan tujuan untuk mempermudah analisis data. Selain aspek finansial, penelitian ini juga mengkaji aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial lingkungan, dan aspek pasar.

4.3.1. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis biaya dan manfaat, analisis rugi laba, analisis kriteria investasi, analisis sensitivitas dan analisis

switching value. Adapun yang termasuk dalam analisis kriteria investasi yaitu meliputi NPV ( Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), dan Discounted Payback Period.

Analisis biaya manfaat dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta keseluruhan manfaat yang diterima selama proyek berlangsung. Hasil analisis ini selanjutnya diolah untuk menghasilkan analisis rugi laba sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang merupakan komponen pengurang dalam cashflow perusahaan. Setelah pajak diketahui maka dilakukan penyusunan cashflow sebagai dasar perhitungan kriteria investasi guna mengetahui kelayakan usaha dari sisi finansial.

Tingkat kepekaan proyek terhadap beberapa perubahan dapat dicari melalui analisis sensitivitas. Adapun untuk mencari sejauh mana batas maksimal suatu perubahan usaha masih dikatakan layak dapat dilakukan dengan analisis

switching value.

A. Net Present Value (NPV)

Net Present Value dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present value) dari jumlah pendapatan bersih yang diperoleh selama umur proyek. Suatu rencana investasi dikatakan layak jika menghasilkan NPV lebih besar dari nol.

Cara perhitungan NPV adalah sebagai berikut:

NPV =

= +

t

t

t t t

i C B 0 (1 )


(1)

Lampiran 25. Cash Flow Skenario 1 Usaha Pengolahan Tapioka

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 520,312,500.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 41,950,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 562,262,500.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,262,903,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 631,096,875.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 Total Outflow 926,156,875.00 874,732,500.00 875,172,500.00 883,288,500.00 908,442,500.00 C Net Benefit -363,894,375.00 249,792,500.00 249,352,500.00 241,236,500.00 354,460,500.00 Pajak Penghasilan 0.00 50,714,510.00 50,714,510.00 50,714,510.00 50,714,510.00 D Net benefit after tax -363,894,375.00 199,077,990.00 198,637,990.00 190,521,990.00 303,745,990.00

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -330,813,068.18 164,527,264.46 149,239,661.91 130,129,082.71 188,602,361.98

F NPV 301,685,302.89

G IRR 44.83%

NPV+ 632,498,371.07

NPV- -330,813,068.18

H Net B/C 1.91

I Discounted PBP 3 thn, 1 bln, 18 hari

Lampiran 26. Cash Flow Skenario 1 (penurunan harga output sebesar 7 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 483,890,625.00 967,781,250.00 967,781,250.00 967,781,250.00 967,781,250.00 2 Penerimaan Sampingan 39,013,500.00 78,027,000.00 78,027,000.00 78,027,000.00 78,027,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 522,904,125.00 1,045,808,250.00 1,045,808,250.00 1,045,808,250.00 1,184,186,250.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 610,940,625.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 Total Outflow 906,000,625.00 874,732,500.00 875,172,500.00 883,288,500.00 908,442,500.00 C Net Benefit -383,096,500.00 171,075,750.00 170,635,750.00 162,519,750.00 275,743,750.00 Pajak Penghasilan 0.00 27,099,485.00 27,099,485.00 27,099,485.00 27,099,485.00 D Net benefit after tax -383,096,500.00 143,976,265.00 143,536,265.00 135,420,265.00 248,644,265.00

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -348,269,545.45 118,988,648.76 107,840,920.36 92,493,863.12 154,388,525.99

F NPV 125,442,412.79

G IRR 24.34%

NPV+ 473,711,958.24

NPV- -348,269,545.45

H Net B/C 1.36


(2)

Lampiran 27. Cash Flow Skenario 1 (peningkatan biaya operasional sebesar 7 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 520,312,500.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 41,950,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 562,262,500.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,262,903,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 675,273,656.25 900,364,875.00 900,364,875.00 900,364,875.00 900,364,875.00 Total Outflow 970,333,656.25 933,634,875.00 934,074,875.00 942,190,875.00 967,344,875.00 C Net Benefit -408,071,156.25 190,890,125.00 190,450,125.00 182,334,125.00 295,558,125.00 Pajak Penghasilan 0.00 33,043,797.50 33,043,797.50 33,043,797.50 33,043,797.50 D Net benefit after tax -408,071,156.25 157,846,327.50 157,406,327.50 149,290,327.50 262,514,327.50

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -370,973,778.41 130,451,510.33 118,261,703.61 101,967,302.44 163,000,743.55

F NPV 142,707,481.52

G IRR 25.37%

NPV+ 513,681,259.93

NPV- -370,973,778.41

H Net B/C 1.38

I Discounted PBP 4 th, 1 bln, 15 hr

Lampiran 28. Cash Flow Switching Value Skenario 1

(penurunan harga produk sejumlah 11,09 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 462,594,234.38 925,188,468.75 925,188,468.75 925,188,468.75 925,188,468.75 2 Penerimaan Sampingan 39,459,262.57 78,918,525.15 74,592,973.00 74,592,973.00 74,592,973.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 502,053,496.95 1,004,106,993.90 999,781,441.75 999,781,441.75 1,138,159,441.75

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 631,096,875.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 841,462,500.00 Total Outflow 926,156,875.00 874,732,500.00 875,172,500.00 883,288,500.00 908,442,500.00 C Net Benefit -424,103,378.05 129,374,493.90 124,608,941.75 116,492,941.75 229,716,941.75 Pajak Penghasilan 0.00 12,895,721.26 12,895,721.26 12,895,721.26 12,895,721.26 D Net benefit after tax -424,103,378.05 116,478,772.64 111,713,220.49 103,597,220.49 216,821,220.49

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -385,548,525.50 96,263,448.46 83,931,796.01 70,758,295.53 134,628,919.09

F NPV 33,934

G IRR 10.00%

NPV+ 385,582,459.09

NPV- -385,548,525.50

H Net B/C 1.00


(3)

Lampiran 29. Cash Flow Switching Value Skenario 1

(peningkatan biaya operasional sejumlah 13,28 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 520,312,500.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 1,040,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 41,950,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00 83,900,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 562,262,500.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,124,525,000.00 1,262,903,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 714,931,657.66 953,242,210.21 953,242,210.21 953,242,210.21 953,242,210.21 Total Outflow 1,009,991,657.66 986,512,210.21 986,952,210.21 995,068,210.21 1,020,222,210.21 C Net Benefit -447,729,157.66 138,012,789.79 137,572,789.79 129,456,789.79 242,680,789.79 Pajak Penghasilan 0.00 17,180,596.94 17,180,596.94 17,180,596.94 17,180,596.94 D Net benefit after tax -447,729,157.66 120,832,192.85 120,392,192.85 112,276,192.85 225,500,192.85

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -407,026,506.96 99,861,316.41 90,452,436.40 76,686,150.44 140,017,878.10

F NPV -8,726

G IRR 10.00%

NPV+ 407,017,781.35

NPV- -407,026,506.96

H Net B/C 1.00


(4)

Lampiran 30. Cash Flow Skenario 2 Usaha Pengolahan Tapioka

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 621,375,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 49,440,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 670,815,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,256,403,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 729,675,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 Total Outflow 1,024,735,000.00 1,006,170,000.00 1,006,610,000.00 1,014,726,000.00 1,039,880,000.00 C Net Benefit -353,920,000.00 111,855,000.00 111,415,000.00 103,299,000.00 216,523,000.00 Pajak Penghasilan 0.00 10,916,630.00 10,916,630.00 10,916,630.00 10,916,630.00 D Net benefit after tax -353,920,000.00 100,938,370.00 100,498,370.00 92,382,370.00 205,606,370.00

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -321,745,454.55 83,420,140.50 75,505,912.85 63,098,401.75 127,665,379.29

F NPV 27,944,379.84

G IRR 13.51%

NPV+ 349,689,834.38

NPV- -321,745,454.55

H Net B/C 1.09

I Discounted PBP 4 thn, 9 bln, 12 hr

Lampiran 31. Cash Flow Skenario 2 (penurunan harga output sebesar 7 persen )

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 577,878,750.00 963,131,250.00 963,131,250.00 963,131,250.00 963,131,250.00 2 Penerimaan Sampingan 45,979,200.00 76,632,000.00 76,632,000.00 76,632,000.00 76,632,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 623,857,950.00 1,039,763,250.00 1,039,763,250.00 1,039,763,250.00 1,178,141,250.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 729,675,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 Total Outflow 1,024,735,000.00 1,006,170,000.00 1,006,610,000.00 1,014,726,000.00 1,039,880,000.00 C Net Benefit -400,877,050.00 33,593,250.00 33,153,250.00 25,037,250.00 138,261,250.00 Pajak Penghasilan 0.00 1,118,245.00 1,118,245.00 1,118,245.00 1,118,245.00 D Net benefit after tax -400,877,050.00 32,475,005.00 32,035,005.00 23,919,005.00 137,143,005.00

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -364,433,681.82 26,838,847.11 24,068,373.40 16,337,002.25 85,155,016.11

F NPV -212,034,442.94

G IRR -16.06%

NPV+ 85,155,016.11

NPV- 297,189,459.05

H Net B/C 0.29


(5)

Lampiran 32. Cash Flow Skenario 2 (peningkatan biaya operasional sebesar 7 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 621,375,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 49,440,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 670,815,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,256,403,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 780,752,250.00 1,041,003,000.00 1,041,003,000.00 1,041,003,000.00 1,041,003,000.00 Total Outflow 1,075,812,250.00 1,074,273,000.00 1,074,713,000.00 1,082,829,000.00 1,107,983,000.00 C Net Benefit -404,997,250.00 43,752,000.00 43,312,000.00 35,196,000.00 148,420,000.00

Pajak Penghasilan 0.00 2,134,120.00 2,134,120.00 2,134,120.00 2,134,120.00

D Net benefit after tax -404,997,250.00 41,617,880.00 41,177,880.00 33,061,880.00 146,285,880.00

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -368,179,318.18 34,394,942.15 30,937,550.71 22,581,708.90 90,832,022.15

F NPV -189,433,094.27

G IRR -12.82%

NPV+ 90,832,022.15

NPV- -280,265,116.42

H Net B/C 0.32

I Discounted PBP -

Lampiran 33. Cash Flow Switching Value Skenario 2

(penurunan harga produk sejumlah 0,84 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 616,186,518.75 1,026,977,531.25 1,026,977,531.25 1,026,977,531.25 1,026,977,531.25 2 Penerimaan Sampingan 49,027,176.00 81,711,960.00 81,711,960.00 81,711,960.00 81,711,960.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 665,213,694.75 1,108,689,491.25 1,108,689,491.25 1,108,689,491.25 1,247,067,491.25

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 729,675,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 972,900,000.00 Total Outflow 1,024,735,000.00 1,006,170,000.00 1,006,610,000.00 1,014,726,000.00 1,039,880,000.00 C Net Benefit -359,521,305.25 102,519,491.25 102,079,491.25 93,963,491.25 207,187,491.25 Pajak Penghasilan 0.00 9,516,303.69 9,516,303.69 9,516,303.69 9,516,303.69 D Net benefit after tax -359,521,305.25 93,003,187.56 92,563,187.56 84,447,187.56 197,671,187.56

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -326,837,550.23 76,862,138.48 69,544,092.83 57,678,565.37 122,738,255.31

F NPV -14,498

G IRR 10.00%

NPV+ 326,823,052.00

NPV- -326,837,550.23

H Net B/C 1.00


(6)

(peningkatan biaya operasional sejumlah 1,29 persen)

No Uraian 1 2 3 4 5

A Inflow

1 Penerimaan Penjualan 621,375,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 1,035,625,000.00 2 Penerimaan Sampingan 49,440,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00 82,400,000.00

4 Penerimaan Nilai Sisa 0.00 0.00 0.00 0.00 138,378,000.00

Total Inflow 670,815,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,118,025,000.00 1,256,403,000.00

B Outflow

1 Biaya Investasi 295,060,000.00 33,270,000.00 33,710,000.00 41,826,000.00 66,980,000.00 2 Biaya Operasional 739,058,620.50 985,411,494.00 985,411,494.00 985,411,494.00 985,411,494.00 Total Outflow 1,034,118,620.50 1,018,681,494.00 1,019,121,494.00 1,027,237,494.00 1,052,391,494.00 C Net Benefit -363,303,620.50 99,343,506.00 98,903,506.00 90,787,506.00 204,011,506.00 Pajak Penghasilan -12,392,442.05 9,039,905.90 9,039,905.90 9,039,905.90 9,039,905.90 D Net benefit after tax -350,911,178.45 90,303,600.10 89,863,600.10 81,747,600.10 194,971,600.10

discount factor = 10 % 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62

E present value -319,010,162.23 74,631,074.46 67,515,852.82 55,834,710.81 121,062,023.89

F NPV 33,500

G IRR 10.00%

NPV+ 319,043,661.99

NPV- -319,010,162.23

H Net B/C 1.00