78.0 22.5 25.5 76.0 25.5 58.5 67.0 22.5 70.5 63.5 27.5 32.0 22.5 55.5 22 60.5 21.5 62.5 22.5 55.5 22 60.5 21.5 62.5 56 C 95.5 33 26.5 34 30 25 52.5 28.5 72 Tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup dengan suhu dan warna cahaya berbeda

rata 22.0

19.5 78.0

26.5 22.5

69.5 25.5

22.5 76.0

C 28.0 25.0 77.0

32.0 27.0

66.0 32.0 27.0 66.0 D 27.0 26.0 92.0 34.0 33.0 93.0 33.0 32.0 93.0 rata- rata

27.5 25.5

84.5 33.0

30.0 79.5

32.5 29.5

79.5 E 22.0 21.0 91.0

33.0 27.0

61.0 31.0

26.0 66.0

F 24.0

22.0 83.0

33.0 26.0 56.0 32.0

25.0 55.0

rata- rata

23.0 21.5

87.0 33.0

26.5 58.5

31.5 25.5

60.5 30-Aug- 09 A 23.0 22.0 91.0 27.0 23.0 70.0 25.0 22.0 76.0 B 23.0 22.0 91.0 29.0 24.0 64.0 26.0 23.0 76.0 rata- rata

23.0 22.0

91.0 28.0

23.5 67.0

25.5 22.5

76.0 C 29.0 26.0 78.0

33.0 28.0

67.0 32.0 27.0 66.0 D 30.0 27.0 78.0 35.0 31.0 74.0 33.0 27.0 61.0 rata- rata

29.5 26.5

78.0 34.0

29.5 70.5

32.5 27.0

63.5 E 25.0 23.0 84.0 33.0 30.0 80.0 30.0

26.0 72.0

F 25.0

24.0 92.0

33.0 26.0 56.0 30.0 25.0 65.0 rata- rata

25.0 23.5

88.0 33.0

28.0 68.0

30.0 25.5

68.5 Tanggal Kandang Pagi Siang Sore Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban 31-Aug- 09 A 23.0 21.0 83.0 27.0 22.0 63.0 27.0 24.0 77.0 B 23.0 22.0 91.0

28.0 23.0

64.0 27.0 24.0 77.0 rata- rata

23.0 21.5

87.0 27.5

22.5 63.5

27.0 24.0

77.0 C 29.0 25.0 71.0

32.0 27.0

66.0 33.0 28.0 67.0 D 29.0 27.0 85.0

32.0 26.0

61.0 34.0

27.0 56.0

rata- rata

29.0 26.0

78.0 32.0

26.5 63.5

33.5 27.5

61.5 E 23.0 21.0 83.0

33.0 28.0

67.0 32.0 27.0 66.0 F 24.0

22.0 83.0

33.0 25.0 50.0 32.0

26.0 61.0

rata- rata

23.5 21.5

83.0 33.0

26.5 58.5

32.0 26.5

63.5 1-Sep-09 A

23.0 21.0

83.0 27.0

22.0 63.0

26.0 25.0 92.0 B 23.0 20.0 75.0 29.0 22.0 52.0

27.0 25.0

84.0 rata- rata

23.0 20.5

79.0 28.0

22.0 57.5

26.5 25.0

88.0 C 28.0 26.0 85.0

32.0 27.0

66.0 31.0 27.0 72.0 D 30.0 29.0 92.0

32.0 26.0

61.0 31.0 29.0 86.0 rata- rata

29.0 27.5

88.5 32.0

26.5 63.5

31.0 28.0

79.0 E 25.0 23.0 84.0

33.0 27.0

61.0 34.0 26.0 51.0 F 25.0 23.0 84.0 33.0 26.0 56.0 28.0 20.0 45.0 rata- rata

25.0 23.0

84.0 33.0

26.5 58.5

31.0 23.0

48.0 TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA SKRIPSI RIDHO ANDISURO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN Ridho Andisuro. D14063166. 2010. Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang Tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh aspek manajemen diantaranya suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan cahaya yang meliputi intensitas, lama pencahayaan, dan terutama warna masih terbatas digunakan oleh masyarakat peternak karena menggunakan kandang terbuka. Pemeliharaan pada kandang tertutup memungkinkan untuk melakukan pengaturan suhu dan warna cahaya. Suhu dan warna cahaya memiliki pengaruh dalam merangsang tingkah laku dan berakibat kepada performa ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan warna cahaya bersumber dari lampu pijar di kandang tertutup terhadap tingkah laku ayam broiler. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi panduan bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL Pola Faktorial 2x2 dengan suhu dan warna lampu sebagai perlakuan. Suhu kandang dibedakan menjadi 23 o C nyaman dan 30 o C cekaman panas dan warna cahaya yang digunakan adalah putih dan merah. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu pengamatan setiap enam hari dimulai sejak awal perlakuan hari ke-15 hingga akhir pemeliharaan hari ke-35. Data dianalisis ragam ANOVA dengan rancangan acak faktorial. Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat. Interaksi suhu kandang dan warna cahaya tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tingkah laku. Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku panting pada umur 15 dan 27 hari P 0,01, berpengaruh nyata P 0,05 terhadap tingkah laku panting pada umur 21 hari, tingkah laku minum pada umur 21 dan 27 hari, dan tingkah laku lokomosi pada umur 21 hari. Lampu sebagai sumber cahaya tidak memiliki intenstias cahaya yang cukup untuk mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Kata Kunci : Tingkah laku, ayam broiler, suhu kandang dan warna cahaya. ABSTRACT Behaviour of Broiler Chickens in Closed House under Different Room Temperatures and Light Colours Andisuro, R., R. Afnan, and H.S. Iman Rahayu Broiler chicken industry as a main meat producer has a huge potency to fulfil the quality and quantity of protein requirement for the human. A good management aspect such as house temperature and light regulation plays an important role in raising broiler. High ambient temperature in Indonesia with its large fluctuation becomes constraint in raising broiler. Light regime includes intensity, duration and colour is still limited applied by the broiler farmer as they apply opened house. Raising broiler in closed house gives an opportunity to regulate temperature and light inside the house. Temperature and light stimulate the broiler behaviours that affect broiler performances. This experiment aimed to study the effect of temperature and light regulation on broiler behaviours. It was designed with a 2x2 factorial complete randomized with different house temperatures and lights. House temperatures were adjusted to 23 o C normal and 30 o C heat stress whereas light was set to red and white. Data collection was done in 4 times of ages within 6 days interval 15, 21, 27 and 33 days. The variant of data was analyzed ANOVA and computed with suitable mathematical model observed. That watched behaviour were eating, drinking, locomoting, panting and resting. The housing temperature significantly affected panting age of 15, 21 and 27 days and drinking behaviour age 21 days as well as locomotive behaviour age of 21 days. Light colours and their interaction with housing temperature did not significantly affect the behaviours of broilers P 0,05. Presumably, the light intensity did not adequate to influence behaviours of broiler chickens. Keywords: Behaviours, Broiler Chicken, Temperature and Light Colour. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk besar dengan laju pertumbuhan tinggi memerlukan protein dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Sesuai karakteristik pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, siap potong pada umur relatif muda, menghasilkan daging berserat lunak, dan kandungan protein tinggi Suyoto, 1984; Hardjosworo, 2000; Saragih, 2000; Prihatman, 2002, ayam broiler merupakan komoditas yang cocok dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan yang tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku ayam broiler. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada siang hari dapat menimbulkan cekaman panas di dalam kandang dan menaikkan suhu tubuh ayam broiler sebesar 1-2 o C yang ditunjukkan dengan laju pernafasan yang cepat panting. Ayam broiler berupaya mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal dengan menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan konsumsi air, mengurangi lokomosi, dan banyak beristirahat sebagai adaptasi dan bagian dari fungsi homeostasis. Ketidakmampuan ayam beradaptasi dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan bahkan kematian. Di samping suhu kandang, cahaya merupakan aspek lingkungan yang penting diperhatikan dan berpengaruh terhadap pola tingkah laku ayam broiler yang berakibat kepada produktivitas. Dalam manajemen budidaya, cahaya memiliki fungsi untuk merangsang anak ayam agar dekat dengan sumber panas, mengetahui letak pakan, mempengaruhi ayam untuk mengonsumsi pakan, dan memberi kesempatan pada ayam untuk makan pada malam hari. Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan suhu dan pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal. Panas kandang brooder pada masa pertumbuhan awal brooding period dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler Saputro, 2007. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan ayam broiler. Pencahayaan yang meliputi intensitas, lama, dan warna masih terbatas dan sulit dilakukan oleh peternak yang memelihara ayam broiler di kandang terbuka. Pemeliharan pada kandang tertutup memungkinkan peternak melakukan pengaturan suhu kandang dan cahaya lebih efektif. Penelitian yang menggunakan suhu lingkungan kandang yang berbeda dan intensitas cahaya dengan menggunakan warna lampu yang berbeda belum banyak dilakukan, terutama dengan melihat tingkah lakunya yang pada akhirnya akan mempengaruhi performa ayam broiler tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan suhu ± 30 o C dan ± 23 o C dan warna cahaya merah dan putih kandang terhadap tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup. TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus, dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles 2002 menyebutkan bahwa ayam pedaging broiler adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus. Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002, daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi Hardjosworo, 2000. Istilah broiler atau ayam pedaging berasal dari kata kerja “to broil” sate yang sering disinonimkan dengan makna bahasa Inggris Amerika yaitu “to grill” memanggang. Kartasudjana dan Suprijatna 2006 menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman optimum dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna 2006 menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima. Kandang Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam berkisar 15-26 o C Perry, 2004. Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara Ilyas, 2004. Menurut Cahyono 2004, kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono 2001 menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam. Kepadatan kandang yang melebihi batasnya akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari adanya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak French, 1981. Kandang berfungsi untuk a perlindungan dari cuaca buruk; b tempat untuk tidur dan beristirahat; c perlindungan dari hewan-hewan pemangsa; d perlindungan dari pencurian; e mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran; f mempermudah pemeliharaan; g mempermudah seleksi; h mempermudah panen; i membantu pertumbuhan dan perkembangan Cahyono, 2004. Kandang terbuka untuk pemeliharaan ayam broiler banyak digunakan oleh peternak dalam skala kecil peternak rakyat. Alasan peternak rakyat menggunakan kandang terbuka adalah karena biaya yang dikeluarkan untuk membangun satu unit kandang terbuka cukup ekonomis. Penggunaan kandang terbuka dalam pemeliharaan ayam broiler memiliki keuntungan lain yaitu cukup mendapat sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler dan mengurangi. Pemeliharaan dengan kandang terbuka juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah suhu lingkungan yang fluktuatif tidak dapat dikontrol, sehingga peternak harus dapat menyiasati apabila suhu terlalu dingin ataupun terlalu panas untuk ayam broiler. Kandang tertutup closed house digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih otomatis. Suhu dan Homeostasis Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah- ubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada 40,5 ºC rendah dan 41,5 ºC tinggi. Jahja 2000 menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral thermoneutral zone atau comfort zone. Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh Bruzual et al., 2000. Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC Charles, 2002. Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. European Comission, 2000. Suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC pada lingkungan panas hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi Oleyumi dan Robert, 1980. Peningkatan suhu kandang dapat juga disebabkan oleh kepadatan yang tinggi Jahja, 2000 dan laju kecepatan pertumbuhan Bonnet et al. 1997. Ayam broiler mengalami seleksi intensif untuk pertumbuhan cepat dengan tingkat konsumsi pakan tinggi yang berimplikasi kepada peningkatan produksi panas tubuh dan peningkatan suhu tubuh May dan Lott, 2001. Peningkatan suhu yang melebihi batas adaptasi ayam broiler dapat menyebabkan cekaman panas yang berujung pada kematian ayam broiler. Cahaya Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya yang paling banyak digunakan dalam kandang tertutup untuk produksi ayam broiler bersumber dari lampu pijar. Fungsi Cahaya Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dan tingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan Olanrewaju et al., 2006. Mekanisme Rangsangan Cahaya Mekanisme proses fisiologis rangsangan cahaya diawali dengan rangsangan mekanis pada syaraf penglihatan dan selanjutnya secara kimiawi melalui rangsangan hormonal dan mempengaruhi organ-organ tubuh. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hiphofisa. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hiphofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri atas hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan dengan mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh unggas Card dan Nesheim, 1972. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya dapat dinyatakan dalam satuan lux lx atau lumenm 2 , footcandle fc, lumen lm, dan Wm 2 . Lampu pijar dengan daya 1 Watt menghasilkan intensitas cahaya sebesar 12,56 lm. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. 1996 adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah 5,0 lux hingga berumur 49 hari. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang Saputro, 2007. Program pencahayaan pada tahap pertumbuhan awal anak ayam berumur antara satu sampai tujuh hari menggunakan intensitas cahaya minimum 20 lux yang diberikan secara terus menerus. Pemberian cahaya seperti ini bertujuan untuk memastikan anak ayam dapat beadaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta meningkatkan aktivitas sehingga mengurangi kelainan pada cacat kaki. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri, mengurangi tingkah laku berkelahi antar sesama ayam, serta menurunkan aktivitas mengepakkan sayap dan kanibalisme. Intensitas cahaya yang sangat rendah 5 lux akan menyebabkan kebutaan pada ayam Olanrewaju et al., 2006. Faktor konversi dari berbagai sumber cahaya dalam Wm 2 Canham, 1966 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam Wm 2 untuk Setiap Lux Sumber cahaya Radiasi energi cahaya dalam Wm 2 untuk setiap lux Matahari 4,00 Lampu pijar 500 W 4,16 Lampu pijar 100 W 4,23 Philips : TL-33 putih 3,11 TL-55 cahaya siang hari 3,64 TL-15 merah 14,68 Osram : Putih 3,11 Cahaya siang hari 3,01 Alami 3,47 Sumber : Canham 1966 Warna dan Panjang Gelombang Cahaya Panjang gelombang yang berbeda-beda diintrepetasikan oleh otak sebagai warna cahaya dan merangsang retina mata yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Penglihatan memerlukan mata yang berfungsi baik dan cahaya yang tampak. Cahaya tampak adalah sebagian dari spektrum yang mempunyai panjang gelombang 400 – 800 nanometer. Gelombang cahaya di bawah 400 nanometer ultraviolet dan di atas 800 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata. Indera penglihatan ayam memiliki sensitivitas terhadap warna akibat stimulus warna yang diterima retina mata Lewis dan Moris, 1998 dan dapat membedakan warna dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda pula pada retina dan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ayam Lewis dan Morris, 2000. Ayam tidak mampu melihat warna yang memiliki panjang gelombang yang pendek, tetapi memiliki kepekaan paling baik terhadap warna kuning dan merah. Cahaya merah akan meningkatkan agresivitas dan aktivitas ayam serta berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan selama periode brooding Widjaja dan Haerudin, 2006. Penggunaan berbagai macam lampu dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula dan dapat mempengaruhi tingkah laku yang berdampak pada performa dan produktivitas ayam broiler Rozenboim et al., 1999a, Rozenboim et al., 1999b, Olanrewaju et. al., 2006. Lama Pencahayaan Cahaya sangat diperlukan oleh ayam broiler terutama pada umur tujuh hari pertama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah total lama pencahayaan bukan merupakan aspek yang penting dalam pengaturan cahaya bagi ayam broiler. Ayam broiler tidak melakukan aktivitas pada Periode gelap tanpa cahaya dan memberi kesempatan kepada ayam broiler untuk mencerna makanan secara sempurna Classen, 1989 . Pemberian cahaya pada ayam broiler yang umum dilakukan peternak adalah secara terus-menerus continous lighting selama 24 jam dengan intensitas yang semakin menurun pada fase akhir Classen, 1989. Pencahayaan terus-menerus akan meningkatkan waktu untuk makan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan meningkatkan pembentukan bulu Lavergne, 2005 tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian diurnal, kelainan kaki dan tulang Sanotra et al., 2002 yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum Wong-Valle et al., 1993. Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal Olanrewaju et al., 2006. Pencahayaan secara bergantian intermitten lighting akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres Puvadolpirod dan Thaxton, 2000. Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki Classen et al., 2004. Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Hormon melatonin, secara fisiologis yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis sintesis melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal dan terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa fungsi esensial metabolisme tubuh terkait dengan konsumsi pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem kekebalan Apeldorn et al., 1999. Unggas yang diberikan periode gelap yang cukup akan mengurangi mortalitas, gangguan pada kaki, dan sindrom kematian mendadak sudden death syndrome Moore dan Siopes, 2000. Respon Tingkah laku Menurut Prijono dan Handini 1998, tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis cahaya, suhu, dan kelembaban dan rangsangan kimiawi hormon dan saraf. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi Mukhtar, 1986. Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir innate behaviour, seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis Stanley dan Andrykovitch, 1984. Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan Hafez, 1969. Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan Craig, 1981. Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra mata. Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk member respon selalu ada Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985. Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut : 1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum. 2. Tingkah laku mencari perlindungan shelter seeking, yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya. 3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin. 4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan courtship, kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis. 5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak maternal behaviour. 6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa. 7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran. 8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan. 9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah laku yang ditunjukkan ayam broiler berkaitan erat dengan kebiasaan, habitat, dan lingkungan suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang. Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat Jahja, 2000. Cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian Olanrewaju et al., 2006. Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya Mukhtar, 1986. Panting Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit Olanrewaju et al., 2006. Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler. Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan hyperventilation disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC European Comission, 2000. Makan dan Minum Bell dan Weaver 2002 menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi cekaman panas aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat Jahja, 2000. Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses Bell dan Weaver, 2002. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997. Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001 dan laju pertumbuhan Bonnet et al., 1997. Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam Bailey, 1990; Wandoyo, 1997. Wandoyo 1997 lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi. Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem intensif akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Pemeliharaan dengan sstem intensif mengurangi aktivitas ayam broiler untuk mengekspresikan tingkah laku selain makan dan minum. Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang. Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum. Lokomosi dan Istirahat Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam Renden et al., 1996. Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Ayam broiler termasuk hewan diurnal yang beraktivitas bila terdapat cahaya yang diterima oleh retina mata. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku lainnya seperti saat ayam broiler berada jauh dari tempat pakan maka ayam broiler tersebut akan melakukan tingkah laku lokomosi, yakni berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, untuk mendapatkan makan ataupun minum. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya Pitchard, 1995. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor sejak bulan Juli sampai September 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 160 ekor DOC Day Old Chick broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm dan tidak dibedakan antara jantan dan betina. Kandang dan Peralatan Dua kandang tertutup masing-masing bersuhu tinggi sekitar 30 o C cekaman panas dan nyaman sekitar 23 o C digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing kandang terdiri atas empat sekat berukuran 1,15 x 1,15 m 2 . Setiap sekat diisi 10 ekor ayam broiler dan dipasang 1 unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna cahaya merah dan putih sesuai perlakuan. Kandang cekaman panas dilengkapi dengan sebuah alat pemanas heater room berkekuatan 800W yang menghasilkan suhu kandang berkisar 30 o C. Sementara suhu kandang nyaman berkisar 23 o C dicapai dengan bantuan sebuah pengatur suhu ruangan AC. Masing-masing kandang dilengkapi dengan exhaust fan untuk sirkulasi udara. Peralatan lain yang digunakan adalah tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 20 g, timbangan digital merek Philipp dengan ketelitian 1 g, stop watch, kertas label, kardus, termometer basah kering, dan peralatan tulis. Pakan Pakan yang diberikan adalah PC 100 umur 0-7 hari yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand dengan kandungan protein 21,5-23,5 dan energi metabolis 3020-3120 kkalkg dan BR 11 umur 8-35 hari dengan kandungan protein 21-23 dan energi metabolis 3000-3100 Kkalkg. Komposisi zat makanan yang diberikan diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11 Zat Makanan PC 100 BR 11 Kadar air Maks. 13,0 Maks. 13,0 Protein 21,5-23,5 21-23 Lemak min. 5,0 min. 5,0 Serat maks. 5,0 maks. 5,0 Abu maks. 7,0 maks. 7,0 Kalsium min. 0,9 min. 0,9 Fosfor min. 0,6 min. 0,6 EM kkalkg 3020-3120 3000-3100 Sumber : P.T. Charoen Phokphand, 2009 Vaksin dan Vitamin Vaksin ND 1 LD500 diberikan pada hari ke-3 melalui tetes mata, sedangkan vaksin ND La Sota sebagai booster diberikan pada hari ke-22 melalui intra muskuler dengan injeksi. Vaksin Gumboro B produksi PT Medion diberikan pada minggu ke-2 melalui air minum. Vitamin yang digunakan adalah Vita Chicks dan Vita Stress. Vitamin diberikan untuk menghindari stres saat kedatangan ayam dan setelah perlakuan vaksinasi. Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Kandang beserta peralatan disiapkan seminggu sebelum penelitian. Lantai kandang dibersihkan dan dilakukan pengapuran serta desinfeksi dengan Bromoquad- 10 dan formalin. Formalin dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 3. Peralatan yang digunakan dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian dicelupkan ke dalam larutan Biocide. Satu unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna merah dan putih sesuai perlakuan dipasang pada setiap sekat di dalam kandang. Lampu dipasang pada jarak 2,5 m dari litter. Pemeliharaan Sebanyak 10 ekor DOC ditempatkan pada tiap sekat. Bobot badan awal DOC ditimbang sebelum ditempatkan ke dalam petak perlakuan. DOC diberikan larutan air gula 5 pada saat kedatangan sebagai pengganti energi yang hilang selama pengangkutan dan perjalanan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Vaksinasi ND pertama dilakukan melalui tetes mata pada umur 3 hari, vaksin Gumboro pada minggu kedua melalui air minum, dan vaksin ND ke dua melalui injeksi pada umur 22 hari. Suhu kandang perlakuan nyaman dan cekaman panas mulai umur 15 hari minggu ketiga disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu 30-35 o C sampai umur 2 minggu. Suhu kandang cekaman panas diatur sekitar 30 o C dengan bantuan alat pemanas heater room berkekuatan 800 W dan kandang netral diatur pada suhu sekitar 23 o C menggunakan AC. Penggunaan lampu penerangan dilakukan selama 24 jam pada kedua kandang tersebut. Perlakuan atau penggunaan lampu merah dilakukan setelah pemeliharaan memasuki minggu ke tiga. Ketinggian lampu penerangan disesuaikan dengan kebutuhan panas ayam broiler. Pengumpulan Data Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, panting, dan lokomosi. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari dengan interval pengamatan 6 hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB, siang hari pukul 12.00-13.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00- 18.00 WIB. Cara pengamatan : 1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan. 2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum. 3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada litter dengan mata terbuka atau berkedip. 4. Perilaku lokomosi, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang melakukan lokomosi berpindah tempat dalam kelompok tersebut. 5. Perilaku panting, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang terlihat melakukan panting terengah-engah atau megap-megap. Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL pola faktorial 2x2 dengan suhu dan warna cahaya lampu sebagai perlakuan. Taraf suhu yang digunakan adalah 23 o C suhu nyaman dan 30 o C suhu cekaman panas. Taraf warna cahaya lampu adalah warna cahaya putih dan merah. Data dianalisis ragam ANOVA dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut Gasperz, 1991: Y ij = µ + S i + Wj + SWij + € ijk Keterangan : Y ijk : nilai pengamatan µ : nilai tengah umum S i : pengaruh suhu kandang ke-i i= panas, netral W j : pengaruh warna cahaya ke-j j= merah, putih SW ij : pengaruh interaksi antara faktor suhu kandang ke-i dan faktor warna cahaya ke-j. € ijk : galat percobaan Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, lokomosi dan panting. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval 6 hari yaitu dimulai pada hari ke-15, 21, 27 dan 33. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling. Tingkah laku yang diamati adalah makan, minum, lokomosi, istirahat dan panting dilakukan dalam empat waktu pengamatan berbeda, yaitu pada umur 15, 21, 27, dan 33 hari. Suhu aktual kandang panas adalah 30 ± 0,15 o C dengan kisaran 29 o C sampai 31 o C dan suhu kandang netral adalah 23 ± 0,06 o C dengan kisaran 22 o C sampai 23 o C. kandang tertutup yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada gambar 1. Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup Sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan warna cahaya lampu kandang tidak menunjukkan interaksi terhadap tingkah laku ayam broiler yang diamati Lampiran 1 – 20. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada warna cahaya dan suhu yang diamati pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler pada Hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman 23±0,06 o C Suhu Cekaman Panas 30±0,15 o C Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 10,12 13,23 6,31 3,48 Minum 0,95 1,32 2,14 0,72 Panting 0,00 0,06 0,03 B 14,26 37,21 25,73 A Lokomosi 13,99 14,47 13,57 7,95 Istirahat 74,92 70,92 63,72 50,64 Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan perbedaan sangat nyata P0,01 Pengamatan pada hari ke-15 menunjukkan pengaruh suhu berbeda sangat nyata P0,01 terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas sekitar 30 o C menunjukkan persentase tingkah laku panting lebih tinggi dibandingkan pada suhu nyaman sekitar 23 o C, yaitu 3,44 vs 0,05. Tingkah laku panting pada ayam broiler menunjukkan keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi. Ayam broiler akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis dengan cara sensible heat loss melalui radiasi, konduksi, dan konveksi Charles, 2002. Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 o C. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi panting yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler sebagai hewan homeotermi, memilki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Pengamatan tingkah laku ayam broiler pada hari ke-21 menunjukkan suhu berpengaruh terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada pengamatan hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler pada Hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman 23±0,06 o C Suhu Cekaman Panas 30±0,15 o C Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 19,78 14,78 9,43 8,73 Minum 3,04 2,23 2,64 a 1,00 0,04 0,52 b Panting 0,00 0,00 0,00 a 21,03 26,53 23,78 b Lokomosi 13,27 9,23 11,25 a 6,27 6,45 6,36 b Istirahat 63,91 73,76 62,27 58,25 Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata P0,05 Pengamatan tingkah laku pada hari ke-21 menunjukkan faktor suhu berbeda nyata P0,05 terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku minum ayam broiler pada suhu 23 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 o C. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku makan ayam broiler pada suhu 23 o C juga lebih tinggi sehingga diimbangi dengan asupan cairan yaitu minum yang dilakukan oleh ayam broiler. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum ingestive behaviour. Tingkah laku ingestive berkaitan dengan tingkah laku pergerakan lokomosi dan istirahat resting behaviour. Tingkah laku lokomosi memiliki asosiasi dengan pergerakan untuk mencari makan atau minum sementara tingkah laku istirahat banyak ditemukan karena tingkat konsumsi yang terpenuhi atau karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi Pitchard, 1995. Tingkah laku ayam broiler yang diamati pada hari ke-27 menunjukkan bahwa faktor suhu berbeda nyata P0,05 terhadap tingkah laku minum dan sangat nyata P 0,01 terhadap tingkah laku panting. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-27 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler pada Hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman 23±0,06 o C Suhu Cekaman Panas 30±0,15 o C Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 17,24 31,02 11,86 14,27 Minum 0,40 0,18 0,29 b 3,01 0,81 1,91 a Panting 1,72 0,00 0,86 B 27,56 33,78 30,67 A Lokomosi 6,83 8,15 6,17 5,01 Istirahat 73,81 60,65 51,40 46,13 Keterangan : Huruf superskrip a dan b menunjukkan berbeda nyata P0,05 Huruf superskrip A dan B menunjukkan berbeda sangat nyata P0,01 Ayam broiler akan mengatur suhu tubuhnya sebagai upaya homeostasis agar dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan dengan mengatur tingkat konsumsi pakan dan air minum serta pengaturan pergerakan dan istirahat sebagai proses adaptasi terhadap perubahan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Pelepasan panas sensible ke lingkungan tidak dapat berlangsung efektif pada keadaan suhu tubuh yang tinggi dan suhu lingkungan ekstrim tinggi sehingga pelepasan panas tubuh ke lingkungan bergeser ke arah penguapan air dari saluran pernafasan evaporatif yang merupakan upaya hyperventialtion melalui proses panting Olanrewaju et. al, 2006. Tingkah laku panting berkaitan erat dengan perubahan tingkat konsumsi pakan dan minum serta pergerakan lokomosi dan istirahat ayam broiler yang berimplikasi kepada bobot badan. Secara sederhana, dapat dilihat dari semakin tingginya tingkah laku minum yang ditunjukkan sebagai akibat dari adanya panting. Tingkah laku panting merupakan upaya yang dilakukan oleh ayam broiler untuk mengatur suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan. Apabila suhu lingkungan terlalu ekstrim atau terlalu tinggi di atas 35 o C maka dapat menyebabkan suhu tubuh ayam naik menjadi sangat tinggi Jahja, 2000. Suhu tubuh ayam yang terlalu tinggi di atas batas normalnya akan mengakibatkan kematian pada ayam broiler. Panting pada ayam broiler juga dapat disebabkan oleh kepadatan kandang yang terlalu tinggi sehingga ayam broiler mengalami kesulitan dalam bernafas yang berakibat pada kerja jantung yang lebih cepat Perry, 2004. Pengamatan pada hari ke-33 menunjukkan tidak ada interaksi antara warna cahaya dan suhu serta faktor tunggal suhu dan warna cahaya pada tingkah laku ayam broiler yang diamati. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-33 ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler pada Hari ke-33 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda Tingkah laku Suhu Nyaman 23±0,06 o C Suhu Cekaman Panas 30±0,15 o C Cahaya Putih Cahaya Merah Cahaya Putih Cahaya Merah Makan 22,01 17,12 6,11 21,28 Minum 1,02 1,78 2,53 1,45 Panting 15,34 13,63 26,45 23,07 Lokomosi 4,28 4,67 4,33 3,17 Istirahat 57,35 62,80 60,58 51,03 Ketiadaan pengaruh disebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam broiler tidak berbeda dengan intensitas yang biasanya diterima oleh retina mata ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri. Pencahayaan secara terus-menerus menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian diurnal Sanotra et al., 2002. Pencahayaan terus-menerus pada penelitian ini mengakibatkan ayam broiler tidak menunjukkan respon yang signifikan. Ayam broiler tetap berada pada posisi ritme harian mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak, dan istirahat secara normal Olanrewaju et al., 2006. Intensitas cahaya yang diterima retina mata ayam broiler diduga kurang dari lima lux, sehingga tingkah laku ayam broiler yang diberi warna cahaya merah dan putih tidak menunjukkan perbedaan. Intensitas cahaya yang kurang dari lima lux tidak dapat direspon dengan baik oleh retina mata ayam broiler sehingga secara keseluruhan tidak mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. 1996 adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah lima lux hingga berumur 49 hari. Penggunaan warna cahaya yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna cahaya yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Pencahayaan secara bergantian intermitten lighting akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres Puvadolpirod dan Thaxton, 2000. Pemberian lama pencahayaan pada ayam broiler selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki Classen et al., 2004. Produktivitas ayam broiler dapat diukur dari performa produksi seperti tingkat konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan. Nilai produktivitas tersebut dapat diduga melalui tingkah laku yang terkait dengan hal tersebut. Tingkah laku hewan adalah suatu respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan yang mempengaruhinya. Menurut Mukhtar 1986, rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimiawi. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi Mukhtar, 1986. Menurut Prijono dan Handini 1998, tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Tingkah laku sekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam hormon dan sistem saraf dan faktor dari luar cahaya, suhu, dan kelembaban. Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan Hafez, 1969. Tingkah Laku Makan Adaptasi yang biasanya dilakukan ayam pada suhu kandang tinggi selain melalui mekanisme panting adalah dengan mengurangi aktivitas makan. Penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan tingkah laku makan pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda. Ada kecenderungan yang terilihat dari manifestasi tingkah laku makan. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas sekitar 30 o C mengkonsumsi pakan lebih sedikit dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman 23 o C. Ayam broiler merupakan ayam ras yang diseleksi secara intensif untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dan pertumbuhan cepat. Sesusai dengan karakteristik tersebut, ayam broiler akan berusaha untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok maintenance. Pada masa pertumbuhan, suhu lingkungan broiler diturunkan menjadi 21 o C untuk meningkatkan konsumsi pakannya Cornetto dan Esteves, 2001. Bobot badan yang tinggi memerlukan input pakan yang lebih banyak, sesuai dengan standar konsumsi pakan pada Tabel 7 dan konversi pakan pada Tabel 8. Tabel 7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross Minggu Konsumsi Pakan gekor Minggu 1 139 Minggu 2 462 Minggu 3 1.024 Minggu 4 1.849 Minggu 5 2.877 Sumber : Cibadak Indah Sari Farm 2005 Tabel 8. Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu Minggu Konversi Pakan Minggu 1 0,88 Minggu 2 1,1 Minggu 3 1,3 Minggu 4 1,46 Minggu 5 1,6 Sumber : Cibadak Indah Sari Farm 2005 Ayam broiler pada kondisi suhu lingkungan cekaman panas 30 o C pada penelitian ini mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak walaupun tidak sebanyak ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman. Berkurangnya aktivitas metabolisme tubuh ayam broiler disebabkan suhu lingkungan yang tinggi, yang terlihat dari penurunan aktivitas makan dan minum Gunawan dan Sihombing, 2004. Gambar 2 menyajikan tingkah laku makan ayam broiler. Gambar 2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan Tingkah Laku Minum Saat cekaman panas, aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan menurun, konsumsi air minum meningkat untuk menurunkan suhu tubuh. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh. Saat cekaman panas, peredaran darah banyak yang menuju ke organ pernafasan sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme Bell dan Weaver, 2002. Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Ayam dewasa mengonsumsi air minum sebanyk 150-200 ml setip hari pada suhu normal. Gibson et al, 1998 menyatakan bahwa ayam melakukan tingkah laku minum sebanyak 6 dalam sehari. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam Bailey, 1990; Wandoyo, 1997. Wandoyo 1997 lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami cekaman panas. Pemberian pakan yang terbatas dan air minum yang ad libitum juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi minum pada unggas Savory et al, 1992. Gambar 3 menyajikan tingkah laku minum ayam broiler saat penelitian. Gambar 3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum Sebagian besar tubuh ayam broiler terdiri dari air. Konsumsi air minum pada kondisi normal adalah dua kali dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Selain sebagai salah satu kebutuhan maintenance tubuhnya, ayam broiler mengkonsumsi air minum sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatur suhu tubuhnya agar sesuai dengan suhu lingkungan. Tingkat konsumsi air minum pada ayam broiler tidak sama setiap harinya sesuai dengan kebutuhan tubuh dan suhu lingkungan. Konsumsi air minum akan lebih banyak terjadi pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh. Penelitian ini menunjukkan konsumsi air minum ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang berbeda pada umur 15 dan 33 hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan tetapi berbeda nyata P0,05 pada umur 21 dan 27 hari. Pada umur 27 hari, ayam broiler pada suhu tinggi mengonsumsi air lebih sering dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Ayam broiler dengan umur yang lebih dewasa menghasilkan panas tubuh yang lebih tinggi sesuai dengan konsumsi pakan yang juga semakin tinggi. Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkah laku minum lebih sering ditemukan pada umur 27 hari pada kandang dengan suhu lingkungan yang tinggi. Air yang lebih banyak diperlukan dalam proses evaporasi yang membawa panas tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler harus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Bentuk penyesuaian ayam broiler adalah dengan lebih banyak mengkonsumsi air minum, yang dapat dilihat dari tingkah laku minum yang lebih sering dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh. Tingkah Laku Panting Lingkungan yang panas merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi suhu antara udara, kelembaban, sirkulasi panas, dan kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. Suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler setelah brooding period adalah 18-22 o C Charles, 2002. Untuk mengurangi panas yang dapat menyebabkan stres, ayam broiler melakukan tingkah laku yang disebut panting Gambar 4. Gambar 4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting Mekanisme panting pada ayam broiler terjadi pada saat proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan melalui radiasi, konduksi, dan konveksi sensible heat tidak memadai. Ayam broiler akan mengubah pola pelepasan panas menjadi insensible melalui proses penguapan air dari saluran pernafasan evaporasi. Mekanisme ini merupakan bagian dari adaptasi ayam broiler terhadap suhu lingkungan tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Oleyumi dan Robert 1980, bahwa pada lingkungan panas suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada perlakuan di umur 15 dan 27 hari suhu berpengaruh sangat nyata P0,01 dan pada umur 21 hari suhu berpengaruh nyata P0,05 terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi ± 30 o C menunjukkan tingkah laku panting lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada suhu normal ± 23 o C. Pada umur 33 hari, ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi cenderung telah dapat beradaptasi dengan tingkat cekaman panas sehingga suhu tidak berpengaruh nyata P0,05 terhadap tingkah laku panting. Suhu normal ayam broiler pada umur 15 hari adalah erkisar 23 o C Charles, 2002. Frekuensi panting meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam broiler. Pada umur 33 hari, sekitar 14-15 ayam broiler pada suhu normal melakukan panting dan masih lebih sedikit dibandingkan ayam broiler pada suhu tinggi. Hal ini menandakan bahwa kecepatan pertumbuhan tinggi yang ditandai dengan bobot badan tinggi akan mengonsumsi pakan lebih banyak untuk kebutuhan maintenance sekaligus menghasilkan panas yang harus dilepaskan ke lingkungan, salah satunya melalui mekanisme panting. Persentase ayam broiler melakukan panting cenderung meningkat dengan pertambahan umur yang berasosiasi dengan pertambahan bobot badan dan produksi panas tubuh. Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam betina akan mulai panting pada suhu lingkungan 29 ºC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 ºC. Menurut European Comission 2000, kondisi suhu optimal ayam pedaging berkisar antara 21-29 ºC untuk ayam pedaging umur 3- 6 minggu. Bell and Weaver 2002 menyatakan bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-23 ºC. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara Ilyas, 2004. Kartasudjana dan Suprijatna 2006 menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi aspek pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman optimum dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cekaman dingin cold shock. Tingkah Laku Lokomosi Lokomosi didefinisikan sebagai pergerakan ayam untuk melakukan aktivitas yang berpindah tempat . Lokomosi yang dilakukan ayam broiler bertujuan untuk menaikkan panas tubuhnya Jahja, 2000. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam Renden et al., 1996. Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan dapat mengurangi resiko kanibalisme. Secara keseluruhan, ayam yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan persentase lokomosi kecuali ayam broiler yang dipelihara pada umur 21 hari. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya seperti mendapatkan makanan ataupun minuman. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya Pitchard, 1995. Intensitas tingkah laku makan dan minum ayam broiler pada suhu tinggi yang lebih sedikit, dapat diasumsikan bahwa ayam lebih sering bergerak melakukan aktivitas lain selain makan dan minum. Aktivitas lainnya tersebut dapat berupa tingkah laku bermain, investigasi, atau bahkan hanya bergerak atau berpindah tempat dari satu sisi kandang ke sisi kandang yang lainnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi Ayam broiler pada suhu tinggi umumnya akan lebih banyak beristirahat untuk mengurangi produksi panas. Tetapi pada umur 21 hari ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi melakukan lokomosi lebih sering dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa lokomosi yang dilakukan oleh ayam broiler berhubungan erat dengan tingkah laku, yaitu tingkah laku makan dan minum. Hal ini dapat diasosiakan dengan pergerakan mencari air minum untuk menurunkan suhu tubuh. Tingkah Laku Istirahat Ayam broiler termasuk ke dalam hewan diurnal. Fase aktif dan istirahat diatur ritme circadian secara hormonal. Ayam broiler melakukan aktivitas pada siang hari dan beristirahat pada malam hari. Ayam broiler termasuk hidup diurnal yang beraktivitas bila adanya cahaya yang diterima oleh retina mata. Hal ini diatur oleh hormon melatonin yang dirangsang oleh keberadaan cahaya. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Pada keadan lingkungan yang nyaman, broiler lebih banyak melakukan istirahat karena merasa aman dari ancaman musuh Cornetto dan Esteves, 2001. Gambar 6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Melatonin yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis sintesa melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal. Pencahayaan yang terus-menerus dapat menyebabkan melatonin dikatalisis dengan tidak semestinya, sehingga cahaya yang diterima retina tidak direspon sebagaimana mestinya. Hal inilah yang memungkinkan hasil penelitian ini tidak ada interaksi antara suhu dan warna cahaya terhadap tingkah laku ayam broiler karena pemeliharaan yang dilakukan menggunakan periode pencahayaan selama 24 jam atau terus menerus. Pengamatan tingkah laku istirahat dilakukan selama hari terang, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Selama beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, pengamatan dilakukan pada malam hari dan ayam broiler dominan melakukan istirahat atau tidur. Pada pengamatan di kondisi hari terang, tidak ditemukan adanya perbedaan tingkah laku istirahat pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi dan normal. Secara keseluruhan, ayam lebih banyak melakukan aktivitas istirahat dengan poisisi duduk atau berbaring dengan bagian dada menempel pada alas lantai litter Gambar 5. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan cepat dan bobot badan tinggi yang mengakibatkan kecenderungan untuk malas bergerak dan lebih banyak beristirahat. Frekuensi istirahat yang lebih tinggi pada ayam broiler dapat menyebabkan bobot badan tinggi dikarenakan energi yang dhasilkan oleh tubuh ayam broiler tidak banyak terbuang untuk melakukan aktivitas lainnya selain untuk maintenance tubuhnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Interaksi antara suhu dan warna cahaya pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat ayam broiler. Perlakuan suhu sebagai faktor tunggal pada penelitian ini berbeda sangat nyata P0,01 terhadap tingkah laku panting pada umur 15, berbeda nyata P0,05 terhadap tingkah laku panting pada umur 21 dan 27 hari, tingkah laku minum dan lokomosi pada umur 21 hari. Saran Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya untuk mengetahui secara akurat besaran intensitas cahaya yang diberikan. Pemberian perlakuan suhu yang ekstrim lebih rendah dan lebih tinggi dari penelitian ini dapat dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkah laku ayam broiler yang diakibatkan perlakuan suhu dan warna cahaya. beristirahat. Frekuensi istirahat yang lebih tinggi pada ayam broiler dapat menyebabkan bobot badan tinggi dikarenakan energi yang dhasilkan oleh tubuh ayam broiler tidak banyak terbuang untuk melakukan aktivitas lainnya selain untuk maintenance tubuhnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Interaksi antara suhu dan warna cahaya pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat ayam broiler. Perlakuan suhu sebagai faktor tunggal pada penelitian ini berbeda sangat nyata P0,01 terhadap tingkah laku panting pada umur 15, berbeda nyata P0,05 terhadap tingkah laku panting pada umur 21 dan 27 hari, tingkah laku minum dan lokomosi pada umur 21 hari. Saran Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya untuk mengetahui secara akurat besaran intensitas cahaya yang diberikan. Pemberian perlakuan suhu yang ekstrim lebih rendah dan lebih tinggi dari penelitian ini dapat dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkah laku ayam broiler yang diakibatkan perlakuan suhu dan warna cahaya. selaku dosen penguji pada ujian sidang yang telah memberikan saran dan perbaikan, kepada Dr. Ir. Asnath M. Fuah, M.S. selaku dosen pembimbing akademik serta para staf pengajar yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim penelitian unggas Krisna, Wahid, Alif, dan Listi, Noni Puspita, para petugas kandang Unit Unggas Kandang B, dan seluruh teman-teman IPTP angkatan 43 yang telah banyak memberikan bantuan selama penyelesaian skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis DAFTAR PUSTAKA Ain Baziz, H., P.A. Geraert, J.C.F. Padilha S. Guillaumin. 1996. Chronic heat exposure enhances fat deposition and modifies muscle and fat partition in broiler carcasses. Poult. Sci. 75: 505 – 513. Apeldoorn, E. J., J. W. Schrama, M. M. Mashaly H. K. Parmentier. 1999. Effect of melatonin and lighting schedule on energy metabolism in broiler chicken. Poult. Sci., 78 : 223-227. Austic, R.E. 1985. Feeding Poultry in Hot and Cold Climates, in Stress Physiology in Livestock, vol. III. In: M.K.Yousef Ed. CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida: 124 – 136. Bailey, M. 1990. The Water Requirements of Poultry. In. Haresign, W. D. J. A. Cole Ed.. Recent Advances in Animal Nutrition. Butterworths, London. Bell, D. D. W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5 th Edition. Springer Science and Business Media Inc, New York. Bonnet, S., P.A. Geraert, M. Lessire, M.B. Cerre S. Guillaumin. 1997. Effect of high ambient temperature on feed digestibility in broilers. Poult. Sci. 76:857- 863. Bruzual, J. J., S. D. Peak, J. Brake E. D. Peeblest. 2000. Effect of relative humidity during the last five days of incubation and brooding temperature on performance of broiler chicks from young broiler breeders. Poult. Sci. 79: 1385-1391. Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging Broiler. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Canham, A. E. 1966. Artificial Light in Horticulture. Centrex Publishing Company, Eindhoven. Card, L. E., M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 75 th Edition. Lea and Febriger, Philadelphia. Charles, D. R. 2002. Responses to the thermal environment. In: Charles, D. A Walker, A. W. Eds. Poultry Environment Problems, A guide to solution Nottingham University Press, Nottingham, pp. 1-16. Cibadak Indah Sari Farm. 2005. Standar Broiler Jumbo. http:www.cibadak.commain.php?q=prd1 24 Mei 2005. Classen, H. L. 1989. The role of photoperiod manipulation in broiler chicken management. University of Saskatchewan, Canada. Classen, H. L., C. B Annet, K. V. Schwean-lardner, R. Gonda D. Derow. 2004. The effects of lighting programmes with twelve hours of darkness per day provided in one, six or twelve hour interval on the productivity and health of broiler chickens. Br. Poult. Sci., 45 :31-32. Cornetto, T. I. Esteves. 2001. Behaviour of the domestic fowl in the presence of vertical panels. Poult. Sci. 80, 1455-1465. Craig, J. V. 1981. Domestic Animal Behaviour : Causes and Implication For Animal Care and Management. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. European Commision. 2000. Health and Consumer Protection Directorate-General : The Welfare of Chickens Kept for Meat Production Broilers. Report of The Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare. French, K. M. 1981. Practical Poultry Raising. Manual Number II. Peace Corps, Washington DC. Gibson, S. W., Dun, P. B. O. Hughes. 1998. The performance and behaviour of laying fowls in a covered strawyard system. Research and Development in Agriculture 5, 153-163. Gordon, S.H. D.R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product : Their Technology and Scientific Principles. Nothingham University Press, Definitions : III – X, UK. Gunawan D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Jurnal. Vol. 14 No. 1. Hafez, E. S. 1969. The Behaviour of domestic animals. 2 nd Edition by the Williams and Withins Co, Baltimore. Hardjosworo, P. S. Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Depok. Ilyas, A. 2004. Heat Stress pada Broiler. Artikel ilmiah popular. Poultry Indonesia Oktober 2004: 68-69. Jahja. 2000. Ayam Sehat Ayam Produktif. Petunjuk-petunjuk Beternak Ayam. Edisi ke-18. Medion Press, Bandung. Kartasudjana, R E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behaviour responses on heat stress to improve heating and ventilation systems efficiency. J. Pol. Agric. Univ. 5:1- 11. Lavergne, T. K. 2005. The Broiler Project. Louisiana State University Agricultural. Center. http:ucce.ucdavis.edufilesfilelibrary232818363 [11 Maret 2010] Lewis, P. D, T. R. Morris, 1998. Response of domestics poultry to various light sources. World’s Dyschondroplasia. Poult. Sci. J., 54: 72-75. Lewis, P. D. T. R. Morris, 2000. Poultry and colored lights. World Poult. Sci. J., 56 : 189-207. May, J. D. B. D. Lott. 2000. The effect of environmental temperature on growth and feed convertion of broilers to 21 days of age. Poult. Sci. 79: 669 – 671. Moore, C. B. Siopes, TD. 2000. Effect of lighting conditions and melatonin supplementation on the cellular and humoral immune responses in Japanese quail Coturnix coturnix japonica. Gen. Comp. Endocrinol. 199 : 95-104. Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa Ethologi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. Mulyono, S. 2001. Memelihara Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta. Olenrewaju, H. A. J. P. Thaxton. W. A. Dozier. J Purswell, W. B. Roush, S. L. Branton. 2006. A Review of Lighting Program for Broiler Production http:www.sp.uconn.edupoultrypageslight_inset.html. [11 Maret 2010] Oleyumi, J. A. F. A. Robert. 1980. Poultry Production in Warm Wet Climates. The Macmillan Press. Ltd, London and Basingtoke. Perry, G. C. 2004. Welfare of the Laying Hen Poultry Science Symponium Series. CAB International Publishing. British Library, London. Prihatman. K. 2002. Budidaya Ayam Broiler. Jurnal. intek. Go. Id. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Pedesaan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Prijono, S. N. S. Handini. 1998. Memelihara, Menangkar dan Melatih Nuri. Penebar Swadaya. Jakarta. Pritchard, D. C. 1995. The Language of Light. In: Lighting. Longman, Harlow, pp. 1-14. Puvadolpirod, S. J. P. Thaxton. 2000. Model of physiological stress in chickens 4. Digestion and Metabolism. Poult. Sci. 79 : 383-390. Renden, J. A., E. T. Moran, Jr. S. A. Kincaid, 1996. Lighting programs for broilers that reduce leg problems without loss of performance or yield. Poultry. Sci. 75: 1345-1350. Rozenboim, L. I Biran, Z. Uni, O. Halevy, 1999a. The involvement of onocromathic light in growth, development and endocrine parameters of broilers. Poultry. Science.78 : 135 – 138. http:www.agrapoint.capublicationLight20Source20andPositioning 20Poultry20December202002.pdf . [11 Maret 2010] Rozenboim, L, B Robinzon A. Rosenstrauch, 1999b. Effect of light source and regimen on growing broilers. Br. Poult. Sci. 40 : 452 – 457. http:www. agrapoint.capublicationLight20Source. [11 Maret 2010] Sanotra, G. S., J. Damkjer Lund, K. S. Vestegergaard. 2002. Influence of light- dark schedules and stocking density on behaviour, risk of leg problems and occurrence of chronoic fear in broilers. Br. Poult. Sci. 43 : 34354. Saputro, D. W. 2007. Warna Lampu Indukan Pada Performa Ayam Broiler. Skripsi.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saragih, B. 2000. Kumpulan Pemikiran: Agribisnis Berbasis Peternakan. Cetakan Kedua. Pustaka Wirausaha Muda. PT. Loji Grafika Griya Sarana, Bogor. Savory, C. J., Seawright, E, A. Watson. 1992. Stereotyped behaviour in broiler breeders in relation to husbandry and opioid receptor blockade. In: Appleby, M. C. Poultry Behavior and Welfare. CABI Publishing. Stanley, M. G. Andrykovich. 1984. Living : In Introduction To Biology. Addison Wesley Publishing Company, Inc. All Rights Reserved. Canada. Suyoto, B. 1984. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Ayam Pedaging. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Tanudimadja, K. S. Kusumamihardja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wandoyo, S. 1997. Pemberian Air Minum Pada Ayam. Poultry Indonesia No 210 halaman 11 – 12, Jakarta. Widjaja, H. R. Haerudin. 2006. Rahasia Pancaindera Ayam. Majalah Trobos edisi Mei 2006 Wong-Valle, J., G. R. McDaniel, D. L. Kulers J. E Bartels. 1993. Effect of lighting program and broiler line on the incidence of tibial dyschondroplasia at four and seven weeks age. Poult. Sci., 72 : 1855-1860. LAMPIRAN Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 15 Hari Sumber keragaman Db JK KT F P Lampu 1 0,194 0,194 0,17 0,698 Suhu 1 0,594 0,594 0,53 0,498 Lampusuhu 1 1,243 1,243 1,06 0,337 Error 8 9,437 1,182 Total 11 11,468 Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 15 Hari Sumber keragaman Db JK KT F P Lampu 1 0,137 0,137 0,21 0,622 Suhu 1 0,221 0,221 0,37 0,562 Lampusuhu 1 0,974 0,974 1,57 0,217 Error 8 4,962 0,622 Total 11 6,294 Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 15 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 2,442 2,442 1,99 0,197 Suhu 1 34,979 34,979 28,05 0,001 Lampusuhu 1 2,138 2,138 1,69 0,238 Error 8 9,811 1,321 Total 11 48,370 Keterangan : berbeda sangat nyata P0,01 Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 15 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,0075 0,0075 0,01 0,822 Suhu 1 0,0063 0,0063 0,01 0,956 Lampusuhu 1 0,5241 0,5241 0,55 0,466 Error 8 7,5840 0,9480 Total 11 8,1219 Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 15 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,06672 0,06672 0,95 0,362 Suhu 1 0,25228 0,25228 3,55 0,098 Lampusuhu 1 0,02491 0,02491 0,36 0,573 Error 8 0,57087 0,07137 Total 11 0,91478 Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 21 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,7824 0,7824 0,98 0,362 Suhu 1 3,6918 3,6918 4,53 0,071 Lampusuhu 1 0,1365 0,1365 0,16 0,672 Error 8 6,3287 0,7833 Total 11 10,9386 Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 21 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 1,0731 1,0731 2,22 0,165 Suhu 1 3,5695 3,5695 7,23 0,027 Lampusuhu 1 0,0477 0,0477 0,11 0,733 Error 8 3,9182 0,4772 Total 11 8,6085 Keterangan : berbeda nyata P0,05 Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 21 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,038 0,038 0,01 0,916 Suhu 1 23,875 23,875 7,83 0,022 Lampusuhu 1 0,038 0,038 0,01 0,916 Error 8 23,961 2,974 Total 11 47,912 Keterangan : berbeda nyata P0,05 Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 21 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,39236 0,39236 4,01 0,081 Suhu 1 0,74274 0,74274 7,51 0,026 Lampusuhu 1 0,00931 0,00931 0,19 0,762 Error 8 0,79121 0,09763 Total 11 1,93562 Keterangan : berbeda nyata P0,05 Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahata Ayam Broiler Umur 21 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,00332 0,00332 0,04 0,853 Suhu 1 0,11063 0,11063 1,23 0,307 Lampusuhu 1 0,04717 0,04717 0,52 0,495 Error 8 0,73285 0,09156 Total 11 0,89397 Lampiran 11. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 27 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 1,322 1,322 0,65 0,433 Suhu 1 0,277 0,277 0,14 0,712 Lampusuhu 1 1,965 1,965 1,04 0,341 Error 8 15,280 1,912 Total 11 18,844 Lampiran 12. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 27 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,3291 0,3291 0,56 0,474 Suhu 1 3,2538 3,2538 6,11 0,042 Lampusuhu 1 0,1157 0,1157 0,22 0,653 Error 8 4,3226 0,5267 Total 11 8,0212 Keterangan : berbeda nyata P0,05 Lampiran 13. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 27 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,362 0,362 0,69 0,423 Suhu 1 36,967 36,967 73,57 0,000 Lampusuhu 1 1,072 1,072 2,14 0,182 Error 8 4,021 0,512 Total 11 42,422 Keterangan : berbeda sangat nyata P0,01 Lampiran 14. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 27 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,0013 0,0013 0,00 0,956 Suhu 1 0,2326 0,2326 0,92 0,372 Lampusuhu 1 0,1248 0,1248 0,47 0,501 Error 8 2,0204 0,2527 Total 11 2,3791 Lampiran 15. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 27 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,05942 0,05942 0,66 0,411 Suhu 1 0,36678 0,36678 4,73 0,063 Lampusuhu 1 0,01116 0,01116 0,17 0,721 Error 8 0,62262 0,07781 Total 11 1,05998 Lampiran 16. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Makan Ayam Broiler Umur 33 Hari Sumber Keragaman Db JK KT F P Lampu 1 0,006 0,006 0,00 0,964 Suhu 1 0,270 0,270 0,13 0,741 Lampusuhu 1 1,381 1,381 0,63 0,457 Error 8 17,823 2,228 Total 11 19, 480 Lampiran 17. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Minum Ayam Broiler Umur 33 Hari Sumber Keragaman Db JK KT F P Lampu 1 0,0251 0,0251 0,04 0,872 Suhu 1 0,3367 0,3367 0,36 0,571 Lampusuhu 1 0,2429 0,2429 0,24 0,631 Error 8 7,7287 0,9652 Total 11 8,3334 Lampiran 18. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Panting Ayam Broiler Umur 33 Hari Sumber Keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,085 0,085 0,03 0,902 Suhu 1 0,569 0,569 0,11 0,749 Lampusuhu 1 0,008 0,008 0,00 0,972 Error 8 41,298 5,154 Total 11 41,960 Lampiran 19. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Lokomosi Ayam Broiler Umur 33 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,2832 0,2832 0,91 0,373 Suhu 1 0,2123 0,2123 0,65 0,438 Lampusuhu 1 0,1758 0,1758 0,54 0,477 Error 8 2,5182 0,3169 Total 11 3,1895 Lampiran 20. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 33 Hari Sumber keragaman db JK KT F P Lampu 1 0,00129 0,00129 0,03 0,873 Suhu 1 0,02101 0,02101 0,42 0,534 Lampusuhu 1 0,03151 0,03151 0,63 0,439 Error 8 0,38092 0,04758 Total 11 0,43473 Lampiran 21. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penelitian Tanggal Kandang pagi siang sore kering basah kelembaban kering basah kelembaban Kering basah kelembaban 29-Jul- 09 A 24 19 67 29 22 58 28 22 57 B 21 19 82 30 23 53 28 22 57 rata-rata 22.5 19 74.5

29.5 22.5 55.5

28 22 57 C 23 19 67 29 22 52 28 22 57 D 23 19 67 26 22 69 25 21 68 rata-rata 23 19 67

27.5 22 60.5

26.5 21.5 62.5

E 20 19 91 31 28 79 29 23 58 F 20 19 91 33 27 67 29 23 58 rata-rata 20 19 91 32 27.5 73 29 23 58 30-Jul- 09 A 24 19 67 29 22 58 28 22 57 B 21 19 82 30 23 53 28 22 57 rata-rata 22.5 19 74.5

29.5 22.5 55.5

28 22 57 C 23 19 67 29 22 52 28 22 57 D 23 19 67 26 22 69 25 21 68 rata-rata 23 19 67

27.5 22 60.5

26.5 21.5 62.5

E 20 19 91 31 28 79 29 23 58 F 20 19 91 33 27 67 29 23 58 rata-rata 20 19 91 32 27.5 73 29 23 58 31-Jul- 09 A 21 18 73 29 23 58 30 23 53 B 20 18 81 30 23 53 30 24 59 rata-rata 20.5 18 77 29.5 23 55.5 30

23.5 56 C

22 18 66 29 23 58 30 23 53 D 17 17 100 27 21 56 27 23 70 rata-rata 19.5 17.5 83 28 22 57 28.5 23 61.5 E 18 17 90 32 27 66 31 27 72 F 18 18 100 32 24 49 31 24 54 rata-rata 18 17.5 95 32 25.5 57.5 31 25.5 63 1-Aug- 09 A 23 23 100 30 22 47 29 23 58 B 22 22 100 30 22 47 29 23 58 rata-rata 22.5 22.5 100 30 22 47 29 23 58 C 24 20 68 30 22 47 29 23 58 D 19 19 100 28 21 51 25 22 76 rata-rata 21.5 19.5 84 29 21.5 49 27 22.5 67 E 21 20 91 33 27 61 30 26 72 F 21 21 100 33 26 7 30 28 85 rata-rata 21

20.5 95.5 33 26.5 34 30

27 78.5 2-Aug- 09 A 24 21 75 31 28 79 32 27 66 B 24 23 91 32 26 61 32 25 55 rata-rata 24 22 83 31.5 27 70 32 26 60.5 C 25 24 92 32 25 55 31 24 54 D 25 24 92 33 25 50 31 24 54 rata-rata 25 24 92

32.5 25 52.5

31 24 54 E 20 18 81 33 28 67 33 29 71 F 20 18 81 33 28 67 32 28 73 rata-rata 20 18 81 33 28 67

32.5 28.5 72

Tanggal Kandang Pagi Siang Sore Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban 3-Aug- 09 A 22 19 74 30 22 47 30 23 53 B 21 19 82 31 23 48 30 23 53 rata-rata 21.5 19 78

30.5 22.5 47.5