Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelinci merupakan ternak pedaging yang dimanfaatkan sebagai sumber
protein hewani untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Kelinci dikenal
sebagai ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien. Daging kelinci yang
dikenal memiliki kadar protein tinggi dengan kandungan lemak dan kolesterol yang
rendah dibandingkan ternak lain mulai banyak diminati oleh konsumen. Selain
daging, kelinci juga dapat menghasilkan kulit dan bulu yang dapat diolah menjadi
berbagai jenis kerajinan. Beternak kelinci memiliki beberapa keunggulan seperti
pertumbuhan kelinci yang pesat dan tingkat reproduksi yang tinggi, modal cepat
berputar, selain itu pemeliharaanya lebih mudah jika dibandingkan ternak lainnya.
Pada umumnya kelinci dipelihara secara intensif didalam kandang, sehingga
kenyamanan didalam kandang perlu diperhatikan. Salah satu faktor penentu
kenyamanan tersebut adalah jenis lantai kandang yang digunakan yaitu dapat berupa
bambu, kawat besi, kayu atau kombinasinya. Kenyamanan ternak akibat penerapan
teknologi produksi ternak perlu terjamin sejalan dengan usaha peningkatan produksi
ternak. Kenyamanan tersebut mencerminkan kesejahteraan ternak yang juga harus
diperhatikan.
Penelitian tentang pengaruh lantai kandang terhadap produktivitas ternak
kelinci masih sangat terbatas. Siloto (2008) melaporkan bahwa kelinci yang
ditempatkan pada kandang yang diberi sekam menunjukkan dampak positif bagi

kesejahteraan kelinci karena kelinci terlihat lebih aktif dibandingkan kelinci yang
berada dalam kandang kawat. Informasi lebih lanjut mengenai tingkah laku dan pola
makan kelinci lokal yang dipelihara pada lantai kandang yang berbeda perlu terus
dikaji. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati dan membandingkan tingkah laku
kelinci pada penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang jenis lantai
kandang yang baik untuk menjaga produksi dengan tetap memperhatikan
kesejahteraan kelinci.

1

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari (1) tingkah laku harian kelinci
(makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, stereotypes, dan istirahat) yang
dipelihara pada jenis lantai kandang yang berbeda, (2) tingkah laku harian kelinci
pada waktu yang berbeda pada lantai kandang sama, (3) pola makan kelinci meliputi
mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan pellet pada jenis lantai
kandang yang berbeda dan 4) pola makan kelinci pada waktu yang berbeda pada
lantai kandang yang sama.


2

TINJAUAN PUSTAKA
Kelinci
Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci
liar di Eropa dan Afrika Utara. Mulanya kelinci diklasifikasikan dalam ordo
rodensia (binatang mengerat) yang bergigi seri empat, tetapi akhirnya dimasukkan
dalam ordo logomorpha karena bergigi seri enam (Cheeke et al., 1987). Kelinci
termasuk hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan
monogastrik dengan perkembangan sekum seperti rumen ruminansia, sehingga
kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke et al., 1982). Menurut Cheeke (1981),
kelinci adalah ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien, sedikit
menggunakan makanan konsentrat dan tidak bersaing dengan makanan manusia.
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) memiliki beberapa ciri khas seperti ukuran tubuh
kecil, jarak beranak pendek, potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat dan
sifat genetik relatif beragam (Cheeke et al., 1987).
Kelinci dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaannya, yaitu untuk
menghasilkan daging, kulit-rambut (fur) atau sebagai kelinci hias, ada juga yang
bertujuan ganda. Kelinci dengan berbagai ragamnya menghasilkan lima jenis produk
yang dapat dimanfaatkan, yaitu daging (food), kulit-rambut (fur), kelinci hias

(fancy), pupuk (fertilyzer) dan hewan percobaan (laboratoty animal) (Raharjo,
2005). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi,
efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan
kualitas dagingnya cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984).
Kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan tinggi, terutama kalau
kelembaban udara juga tinggi. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) suhu
ideal bagi kelinci adalah 15 sampai 20° C. Jika suhu lebih dari 27 sampai 32° C
dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas.
Manure atau kotoran kelinci, termasuk urinenya dikenal memiliki mutu tinggi
sebagai pupuk organik. Petani sayur, bunga hias dan buah-buahan jangka pendek
(strawberry, semangka, tomat) umumnya membutuhkan pupuk ini (Raharjo, 2005).

3

Anatomi
Sistem pencernaan kelinci menurut Cheeke et al. (2000) bahwa alat
pencernaan kelinci dibagi dua bagian yaitu perut depan (foregut) terdiri dari
lambung, pankreas dan usus kecil (duodenum, jejunum, ileum) dan perut belakang
(hindgut) yang terdiri dari sekum, appendix dan kolon (Gambar 1).


Perut
Usus halus
Sekum

Hati
Pankreas

Kolon
Rektum

Anus

Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci
Sumber : Nheyla (2010)

Pertumbuhan bakteri pada pencernaan kelinci terdapat pada kolon yang
memiliki fungsi yang sama dengan rumen pada sapi yaitu sebagai tempat terjadinya
proses pencernaan makanan (Cheeke et al., 2000). Kelinci merupakan hewan
herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal)
dengan pembesaran dibagian sekum dan kolon (hindgut) seperti alat pencernaan

pada kuda dan babi (Cheeke et al., 2000). Proporsi sekum pada saluran pencernaan
kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya (Irlbeck, 2001).
Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak ruminansia
yaitu kebiasaannya memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan
coprophagy (Blakely dan Bade, 1991). Sifat coprophagy biasanya terjadi pada
malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut memungkinkan kelinci
memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri disaluran bagian bawah, yaitu
mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi,

4

mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi yang
berguna (Blakely dan Bade, 1991).
Kelinci dapat memfermentasikan pakan yang berupa serta kasar di usus
belakangnya. Fermentasi umumnya terjadi di caecum yang kurang lebih merupakan
50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaan (Postsmouth, 1977). Umur tiga
minggu biasanya kelinci mulai makan kembali kotoran lunaknya langsung dari anus
(caecotrophy) tanpa pengunyahan. Kotoran ini terdiri atas konsentrat bakteri yang
dibungkus oleh mukus (Hornicke, 1977).
Reproduksi

Masa birahi induk akan mulai kelihatan jelas bila sudah mencapai umur 7
bulan. Untuk jenis kelinci tipe berat dengan ciri-ciri bila diusap-usap bagian
punggung dia akan mengangkat bagian pantat lebih tinggi atau menungging
(Widodo, 2005). Proses ovulasi kelinci terjadi sesudah dilakukan induksi dengan
rangsangan dari luar. Rangsangan ini dapat berupa penggunaan pejantan dengan atau
tanpa vasektomi, rangsangan listrik dan mekanis dan penggunaan hormon
perangsang ovulasi (Cheeke et al., 1987).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), siklus estrus (birahi) kelinci
berkisar selama 15-20 hari. Herman (1989) menyatakan kelinci mencapai dewasa
kelamin pada umur 4-8 bulan, tergantung pada bangsa, makanan dan kesehatan.
Kelinci tipe ringan mencapai dewasa kelamin pada umur empat bulan, tipe medium
5-6 bulan dan tipe berat umur 7-8 bulan.
Raharjo (2005) menambahkan umur kawin yang baik pada kelinci adalah 6
bulan bagi betina dan 7 bulan bagi jantan. Kelinci induk dapat dikawinkan kembali
3-4 minggu setelah melahirkan. Pemeliharaan yang baik pada induk menyebabkan
induk dapat dikawinkan 2 minggu setelah melahirkan. Lama bunting dihitung sejak
betina kawin sampai beranak. Lamanya berkisar antara 31-32 hari, tetapi
kemungkinan paling singkat 29 hari atau paling lama 35 hari (Cheeke et al., 1987).
Tingkah Laku
Ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku hewan disebut ethology, yang

berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu.
Mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik hewan dan
5

bagaimana responnya terhadap lingkungan. Selama interaksi tersebut ternak akan
menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya
(Gonyou, 1991).
Tingkah laku khusus hewan merupakan bawaan sejak lahir atau sebagai
refleksi karakteristik spesies tersebut, yang tidak berubah oleh proses belajar.
Tingkah laku ini tidak akan pernah banyak berubah oleh domestikasi, sedangkan
tingka laku lainnya dapat berubah oleh proses belajar (Tomaszewska, 1991).
Fungsi utama tingkah laku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa
perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku makan
disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam
(adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan
perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990).
Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke
dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu (1) tingkah laku makan dan minum
(ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking) yaitu
kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya;

(3) tingkah laku agonistik yaitu persaingan antara dua hewan yang sejenis, biasanya
terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual (courtship), kopulasi dan halhal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis; (5)
tingkah laku epimelitic atau care giving yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal
behavior); (6) tingkah laku et-epimelitic merupakan tingkah laku individu muda
untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting); (7) tingkah laku eliminative
yaitu tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik yaitu tingkah
laku meniru salah satu anggota kelompok atau melakukan pekerjaan yang sama
dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; (9)
tingkah laku investigative yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya.
Tingkah Laku Harian
Tingkah Laku Makan
Tingkah laku ingestif bukan hanya meliputi memakan pakan padat tetapi juga
menyusui anak dan meminum air. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup
untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi
6

semua hewan ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh
hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali
untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991).
Kelinci sangat selektif dalam memilih pakannya. Kelinci akan lebih memilih

bagian yang disukainya seperti daun yang lebih hijau dibandingkan yang kering,
memilih daun dibandingkan batang, tanaman yang muda dibandingkan yang tua,
sehingga pakan yang tinggi protein dan energi dicerna dan rendah serat yang
diperoleh dari bahan tanaman. Tingkah laku makan pada kelinci juga dapat
dipengaruhi oleh faktor sosial. Kelinci akan makan lebih banyak jika dikandangkan
secara kelompok karena adanya peningkatan stimulasi dan adanya kompetisi.
Selain itu tingkah laku makan kelinci yaitu menggaruk atau scrabbling yaitu
mengais makanan keluar dari tempat pakan sehingga menyebabkan pakan terbuang.
Scrabbling sering dijadikan acuan jika pelet yang diberikan kurang baik maka pellet
tersebut diganti dengan kualitas yang lebih baik. Mengunyah bulu juga merupakan
tingkah laku makan pada kelinci. Hal ini biasanya diartikan bahwa pakan yang
diberikan rendah serat kasar atau protein. Pemberian hay dapat menghentikan
tingkah laku ini. Blok kayu dalam kandang biasanya akan digigiti karena
memberikan serat dan menjaga gigi bawah kelinci dari cacing (Cheeke et al., 2000).
Tingkah Laku Minum
Minum diperlukan untuk mengganti air yang hilang seperti urin dan kadar air
yang menguap. Minum juga dibutuhkan untuk pendingin bagi kelinci jika berada di
suhu tinggi. Anak kelinci belajar minum saat pertama kali saat menyusui pada
induknya. Kelinci harus belajar untuk minum di tempat minum otomatis nipple.
Kelinci yang tidak belajar minum menggunakan nipple, biasanya air akan tumpah

mengenai bulu dan kandang kelinci (Cheeke et al., 2000).
Tingkah Laku Eliminasi
Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang
kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang
berguna untuk membersihkan diri. Hewan menghindari mengkonsumsi kotoran
mereka dan menghindari penggembalaan di mana ada kontaminasi fekal, kecuali

7

kelinci yang mempunyai kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang
disebut dengan coprophagy.
Urinasi berfungsi untuk membersihkan diri dan juga sebagai bagian dari
tingkah laku territorial. Urinasi juga merupakan fungsi dari tingkah laku agresif,
seekor kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya
pada saingannya. Urinasi juga merupakan salah satu bagian dari tingkah laku
seksual (Cheeke et al., 2000).
Tingkah Laku Merawat Diri
Perawatan tubuh meliputi kebersihan kulit, menjaga suhu tubuh dan variabel
fisik dan kimia lain yang penting dari bagian perilaku perawatan diri yang komplek
pada hewan


ternak. Aktivitas dari perawatan

tubuh, meliputi menggaruk,

mengusap, menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan menjilati, yang
biasanya berbeda dari setiap jenis hewan dengan waktu yang singkat. Saat kesehatan
hewan sedang buruk umumnya kegiatan perawatan tubuh menjadi berkurang.
Kelinci biasanya merawat tubuhnya dengan menjilati sendiri tubuh mereka
dengan lidahnya. Biasanya dapat dilihat saat kelinci duduk pada pinggulnya
kemudian kelinci menjilati bagian perut, dan bagian dalam kedua kaki belakangnya.
Kelinci akan mengalami rontok bulu saat akan melahirkan, sehingga banyak bulu
yang tertelan dan menyebabkan segumpal hairball mengganggu pencernaannya.
Aktivitas grooming dibedakan menjadi dua macam, yaitu autogrooming dan
allogrooming. Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan untuk diri sendiri,
sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama dan untuk
individu lain. Memijat dan menggosok hidung individu lain biasanya dilakukan oleh
babi (Fraser & Broom, 2005).
Tingkah Laku Istirahat
Tingkah laku istirahat merupakan tingkah laku yang tidak aktif seperti duduk,
diam tidak bergerak, berbaring, mengantuk dan tidur. Pada saat hewan mengantuk
biasanya keadaan stabil terjadi ada tanda-tanda tidur ringan dengan gerakan kepala
dan penutupan mata. Istirahat yang dilakukan biasanya dalam posisi rebah, kaki
depan yang tertekuk di bawah dada dan tulang belakang dengan kepala dapat diputar
ke sisi tubuh.
8

Fungsi istirahat dan tidur awalnya mungkin untuk meminimalkan bahaya
predator. Individu yang dalam posisi tidak bergerak mungkin kurang mencolok
untuk terdeteksi. Fungsi kedua untuk memulihkan energi, pada beberapa jenis
hewan dan dalam beberapa keadaan yang memungkinkan untuk proses metabolisme
(Fraser & Broom, 2005).
Tingkah Laku Bergerak
Tingkah laku bergerak memiliki berbagai pola berbeda yang masing-masing
disebut gaya berjalan. Gaya berjalan asimetris yaitu tungkai dari satu sisi tidak
mengulangi yang lain. Gaya berjalan simetris meliputi berjalan cepat dan berlari.
Gaya berjalan asimetris termasuk berbagai bentuk berderap, termasuk melompatlompat dan lari kencang berputar (Fraser dan Broom, 2005).
Tingkah Laku Stereotypes
Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki
tujuan yang jelas. Tingkah laku ini biasanya muncul pada hewan yang berada dalam
kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus. Tingkah laku ini
seperti mengigiti pagar kandang, menggigiti kawat, mengunyah semu, menggigiti
tempat pakan, menekan tempat minum, kepala gemetar, mengais-ngais dan
menggosokkan badan pada dinding kandang (Fraser dan Broom, 2005).
Perkandangan
Sistem perkandangan merupakan faktor yang sangat penting karena
berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam kandang tersebut sehingga akan
mempengaruhi stress panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). Jenis bangunan
kandang dan peralatan yang digunakan untuk memelihara kelinci tergantung dari
lokasi, iklim, keperluan pemeliharaan dan biaya yang dimiliki oleh peternak
(Templeton, 1959).
Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci terdapat beberapa jenis
seperti kandang sistem postal, kandang sistem battery, kandang bibit dan kandang
model ranch. Kandang sistem postal, mempunyai ruangan agak luas dan diisi 4 – 6
ekor kelinci dengan ukuran ideal 100 cm x 100 cm x 55 cm. Kandang sistem battery
seperti sangkar berderet biasanya satu sangkar untuk satu ekor dengan ukuran 1 m x
60 cm x 60 cm, kandang bibit berukuran panjang 1 m x 75 cm x 60 cm, sedangkan
9

kandang model ranch yang dilengkapi halaman umbaran biasanya berisi satu jantan
satu betina dan anak-anaknya (Gunawan, 2008).
Kepadatan kandang yang tinggi dapat memunculkan sifat agresif dan hal itu
merupakan permasalahan yang dihadapi terutama pada saat mendekati dewasa
kelamin. Kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun
berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci (Verga et al., 2004). Ternak yang
dikandangan pada kepadatan yang rendah memperlihatkan keragaman tingkah laku
alami yang tinggi. Lingkungan tersebut mempengaruhi tingkah laku dan bukan pada
performa produksi.
Kepadatan kandang 15 ekor/m2(38 kg/m2) dapat digunakan sebagai batasan
untuk menjaga kenyamanan kelinci yang ditempatkan dalam kandang koloni. Pada
kepadatan kandang tersebut menunjukkan tingkah laku yang normal (Morrise dan
Maurice, 1996).
Lantai Kandang
Lantai kandang yang digunakan juga penting untuk merawat kelinci, menjaga
sanitasi, dan mudah dibersihkan. Lantai kandang ada yang berupa papan, bambu dan
kawat. Pada peternak kelinci komersial biasanya tidak menggunakan kandang
bambu, tetapi menggunakan kandang dari kawat. Kandang yang tebuat dari kawat
ini memiliki kelebihan yaitu vantilasi udara yang baik dan sistem pembersihan
kotoran yang mudah (Cheek et al., 2000).
Menurut Krisdianto (2007) bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki
sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata,
keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga
mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan
bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan.
Sekam padi merupakan bagian terluar dari butir padi (kulit padi) dan
merupakan salah satu hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan
padi. Sekam padi dapat digunakan dalam berbagai hal, diantaranya yaitu untuk alas
kandang pada tipe ternak tertentu, sebagai pupuk dan sebagai penunjang media bagi
sayuran hidroponik (Grist, 1995).

10

Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan Kelinci
Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk
menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat
konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi
hidup pokok dan produksi.
Menurut Gunawan (2008) pemberian pakan ditentukan berdasarkan bahan
kering. Jumlah pemberian bervariasi pada periode pemeliharaan dan bobot badan
kelinci. Kebutuhan zat gizi kelinci dapat dilihat pada (Tabel 1) dan kebutuhan bahan
kering dapat dilihat pada (Tabel 2).
Tabel 1. Kebutuhan Zat Gizi Kelinci Pada Kondisi Fisiologi yang Berbeda
Kebutuhan gizi (%)

Status

Protein

Lemak

SeratKasar

Bunting

15-17

3-6

12-16

Menyusui

20-22

3-6

12-16

Dewasa

12-15

2-4

12-16

Muda

16-18

3-6

12-16

Sumber : Cheeke (1987)

Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan untuk Kelinci Pada Berbagai Periode
Pemeliharaan Kelinci
Status

Bobot (kg)

Bahan Kering

Keb. BK

(%)

(g/ekor/hr)

Bunting

2,3 – 6,8

3-5

115-250

Menyusui

2,3 – 3

5-7

350-520

Dewasa

2 – 4,5

3-5

100-150

Muda

0,6 – 2,7

3-5

40-100

Sumber : National Research Council’s (NRC) (1977) dalam Ensminger (1991)

11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak
Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari Agustus sampai September 2011.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 15 ekor kelinci jantan lokal dengan bobot hidup
rata-rata adalah 824±74,43 g. Kelinci yang digunakan merupakan jenis kelinci lokal
dengan umur 4 bulan. Kelinci diperoleh dari peternakan rakyat di Jl. Raya Cibanteng
Agatis Ciampea-Bogor.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dan terbuat dari kayu
dengan alas yang berbeda-beda, yang terbuat dari kawat, bambu, dan kotak papan
yang ditaburi dengan sekam. Kotak papan yang telah dilapisi dengan terpal
kemudian ditaburi sekam dengan ketebalan ± 1,5 - 2 cm. Kandang berbentuk
panggung dengan jarak dari lantai ± 100 cm. Kandang berukuran 50 cm x 50 cm x
50 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum berbentuk
mangkuk yang terbuat dari tanah liat. Bentuk kandang perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 2. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, buku tulis, sapu lidi, serokan,
ember, pipa selang untuk membersihkan tempat pakan dan minum, timbangan,
thermohygrometer, dan kamera digital.

c
b
a
Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang
Sekam; c) Alas Kandang Kawat

12

Pakan
Pakan yang digunakan adalah ransum komersial berbentuk pellet khusus
kelinci yang didapat dari PT. Indofeed. Pemberian pakan diberikan berupa pellet
tanpa penambahan hijauan karena ransum komplit yang diberikan sudah terdapat
hijauan. Pakan tersebut dikemas dalam karung dengan bobot 25 kg. Persentase zat
makanan ransum penelitian terdapat pada Tabel 4. Air minum bersih selalu tersedia
dalam kandang.
Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Pellet Komersial
Zat Nutrisi

Kandungan (%)

Bahan Kering

87,08

Abu

9,36

Protein Kasar

14,44

Serat Kasar

22,91

Lemak Kasar

4,02

Beta-N

36,35

Sumber : Hasil Analisis Kimia Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011).

Prosedur
Persiapan
Bahan, peralatan dan kandang dipersiapkan sebulan sebelum penelitian.
Kelinci jantan lokal sebanyak lima belas ekor dipilih berdasarkan keseragaman
bobot badan dan yang berumur dibawah lima bulan. Kelinci tersebut dimasukkan ke
dalam kandang individu secara acak. Sebelum pemberian perlakuan, kelinci terlebih
dahulu mengalami periode adaptasi selama 2 minggu agar tidak terjadi stress yang
akan menggangu selama penelitian berlangsung. Adaptasi tersebut meliputi adaptasi
pakan dan lingkungan. Pada akhir periode adaptasi dilakukan penimbangan bobot
badan kelinci. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan
kelinci tersebut.

13

Pemeliharaan
Ternak diberikan pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari (06.30-07.00) dan
sore hari (15.30-16.00). Sebelum diberikan pakan ditimbang terlebih dahulu. Pakan
diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering yaitu 5% dari bobot badan. Sisa
pakan ditimbang keesokan harinya. Pemberian air minum dilakukan secara ad
libitum. Pemeliharaan kelinci dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan.
Penimbangan ternak kelinci dilakukan dengan cara meletakkan kotak plastik diatas
timbangan duduk kemudian kelinci dimasukkan ke dalam kotak plastik tersebut. Hal
ini agar ternak kelinci merasa lebih nyaman dan tidak banyak bergerak selama
proses penimbangan. Penimbangan kelinci dilakukan setiap dua minggu sekali.
Pembersihan kandang dari kotoran dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan
sore hari. Hal itu bertujuan agar kebersihan kandang dapat terjaga dan kesehatan
ternak tidak terganggu. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi pukul
06.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB, dan sore hari pada pukul 16.00 WIB.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan RAL dengan tiga perlakuan berupa penggunaan
alas kandang yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Kelinci
sebanyak 15 ekor dibagi secara acak ke dalam tiga perlakuan yaitu alas kandang
kawat, alas kandang bambu dan alas kandang sekam. Pemeliharaan dilakukan
selama dua bulan, mulai bulan Agustus hingga September 2011. Air minum
diberikan secara ad libitum. Setiap hari dilakukan pemberian pakan, pembersihan
kandang dan alat, serta pemeriksaan kesehatan.
Pengumpulan Data
Pengamatan tingkah laku harian dan pola makan dilakukan pada waktu pagi
hari (06.00-09.00 WIB), siang hari (11.00-14.00 WIB) dan sore hari (15.00-18.00
WIB) dengan lama waktu pengamatan untuk pengamatan tingkah laku harian 15
ekor kelinci selama 150 menit, sedangkan untuk pengamatan pola makan 15 ekor
kelinci selama 75 menit. Per ekor kelinci dilakukan pengamatan dengan lama
pengamatan selama lima menit dan jeda waktu istirahat antar kelinci yang diamati
dengan lama waktu jeda selama lima menit. Pengamatan dilakukan dengan lima kali
ulangan selama dua bulan. Metode pengamatan yang digunakan yaitu metode one-

14

zero yaitu jika kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak
melakukan aktivitas diberi nilai nol.
Rancangan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan penggunaan alas kandang yang berbeda yaitu kawat, bambu dan papan
yang ditambah sekam dan dengan lima ulangan. Perlakuan penggunaan alas kandang
yang diberikan adalah :
P1 : Alas Kandang yang terbuat dari kawat
P2 : Alas Kandang yang terbuat dari bambu
P3 : Alas Kandang yang terbuat dari sekam
Disamping itu data juga diolah berdasarkan perbedaan 3 periode waktu
pengamatan yaitu pagi, siang dam sore pada jenis lantai kandang yang sama, untuk
mengetahui perbedaan tingkah laku kelinci pada ketiga waktu tersebut.
Data dikoleksi dengan menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu
diberikan bila ada aktivitas yang dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas (Martin
dan Batesson, 1999). Data yang diperoleh diuji dengan analisis non-parametrik
dengan menggunakan uji Kruskal –Wallis.
Rumus dari Kruskal-Wallis menurut Gasperz (1995) yaitu :

H

: Statistik Uji Kruskal-Wallis

S2

: Ragam

Ri2

: Jumlah pangkat dari perlakuan ke-i

ri

: Jumlah ulangan pada perlakuan ke-i

N

: Jumlah pengamatan

15

Peubah
Tingkah Laku Harian. Pengamatan tingkah laku harian dilakukan dengan
menghitung jumlah tingkah laku setiap dilakukan. Peubah tingkah laku harian
kelinci yang diamati mencakup :
1) Tingkah laku makan, yaitu tingkah laku kelinci mencari makan, mengambil,
mengunyah dan menelannya.
2) Tingkah laku minum, yaitu tingkah laku kelinci mengambil air dari tempat
minum kemudian menelannya.
3) Tingkah laku eliminasi (defekasi dan urinasi), yaitu tingkah laku kelinci dalam
membuang kotoran cair maupun padat.
4) Tingkah laku merawat tubuh (Grooming), yaitu tingkah laku kelinci untuk
merawat tubuh sendiri seperti : berdiri pada dua kakinya sambil tangan
mengusap dan menjilati, menggaruk kepala dan muka dan telinganya, menjilati
alat kelaminnya, dan menggigiti tubuhnya.
5) Tingkah laku istirahat, yaitu tingkah laku kelinci berdiam diri tanpa melakukan
apapun ; berbaring sepenuhnya, meringkuk.
6) Tingkah laku bergerak (lokomosi), yaitu tingkah laku kelinci berpindah dari
satu tempat ke tempat lain.
7) Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki
tujuan yang jelas.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan merode ad libitum sampling untuk
mengetahui jenis tingkah laku harian (Martin dan Bateson, 1999).
Pencatatan pengamatan dengan menggunakan metode one-zero yaitu jika
kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak melakukan
aktivitas diberi nilai nol (Martin dan Bateson, 1999). Pengamatan tingkah laku
harian dibagi tiga periode yaitu pagi hari (06.00-09.00), siang hari (11.00-14.00) dan
sore hari (15.00-18.00) dengan interval waktu pengamatan selama 10 menit.
Pembagian waktu pengamatan diatur sebagai berikut : 10 menit pertama tingkah
laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan satu, 10 menit kedua tingkah laku
harian diamati pada perlakuan 1 ulangan dua, 10 menit ketiga tingkah laku harian
diamati pada perlakuan 1 ulangan tiga dan seterusnya hingga pada perlakuan 3

16

ulangan lima. Pengamatan tingkah laku harian ini dilakukan setelah pemberian
pakan selesai, agar tingkah laku kelinci kembali pada kondisi stabil.
Tingkah Laku Makan. Tingkah laku makan diamati dengan Focal animal
sampling. Focal animal sampling yaitu mencatat semua tingkah laku makan dalam
interval waktu yang sudah ditentukan dan mencatat secara rinci semua gerakan yang
terjadi (Martin dan Bateson, 1999). Periode waktu focal animal sampling adalah
langsung setelah kelinci diberi makan. Pengamatan tingkah laku makan dilakukan
langsung setelah kelinci diberi makan dan dilakukan pengamatan selama 5 menit.
Perilaku makan kelinci meliputi tingkah laku kelinci dalam mengamati, mencium,
menggigit, mengunyah dan menelan pellet. Pencatatan meliputi deskripsi perilaku
secara rinci dan waktu berlangsungnya perilaku makan.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Kondisi Lingkungan
Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang
besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari asbes. Kandang
digunakan agar proses pemeliharaan lebih efisien dan memudahkan dalam
pemantauan ternak.
Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8°C
pagi 22-26°C, siang 30-32,5°C dan sore 24-32,8°C. Kelembaban kandang juga
cukup tinggi pada pagi hari namun siang dan sore hari rendah. Rataan suhu kandang
pada pagi, siang dan sore hari terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian
Waktu

Suhu (C)

Kelembaban (%)

Pagi (06.00)

23,15±0,87

98,31± 2,31

Siang (12.00)

31,34±0,59

81,67±12,35

Sore (16.00)

31,54±1,57

64,19±11,67

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lingkungan dilokasi penelitian
memiliki suhu yang tinggi diatas suhu ideal untuk kelinci. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) mengatakan suhu ideal kelinci yaitu 15 - 20C. jika suhu
lebih dari 27 - 32C dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas. Suhu kandang
yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang besar
yang terbuat dari asbes, sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang
hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang. Kelinci yang
kepanasan biasanya melakukan aktivitas minum untuk mengurangi panas dalam
tubuh.
Menurut Anggorodi (1990) iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi
tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan
kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan
pertambahan bobot badan yang rendah pula. Suhu pada lingkungan di lokasi
penelitian yang kurang ideal ini harus diminimalkan dengan kandang individu yang
18

nyaman dan dengan penggunaan lantai kandang yang dimodifikasi. Penggunaan
lantai kandang yang berbeda ini juga akan menampilkan tingkah laku yang berbeda
pula.
Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang
Berbeda
Kelinci merupakan hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari.
Pengamatan aktivitas kelinci lokal jantan dilakukan mulai dari pukul 06.00 sampai
pukul 18.00 WIB. Pada saat penelitian kelinci memulai aktivitasnya dengan tingkah
laku bergerak yaitu berdiri dari posisi rebahannya kemudian melakukan aktivitas
bergerak mengelilingi kandang. Tingkah laku bergerak ini bertujuan memeriksa
keadaan sekitar. Setelah itu biasanya kelinci langsung mendekati tempat pakan dan
memeriksanya.
Aktivitas lain yang dilakukan saat pagi hari yaitu merawat diri dan eliminasi
yaitu proses defekasi dan urinasi. Aktivitas kelinci jantan lokal yang diamati adalah
aktivitas makan, minum, eliminasi, merawat diri, lokomosi, stereotypes dan istirahat.
Frekuensi tingkah laku harian kelinci selama pengamatan ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Frekuensi Tingkah Laku Harian
Frekuensi Tingkah Laku Pada Lantai Kandang yang Berbeda
Tingkah Laku

Bambu (P1)

Sekam (P2)

Kawat (P3)

……........................Kali/10 menit………………………
Makan

2,00±0,41

2,18±0,65

1,95±0,59

Minum

1,43±0,60

1,28±0,81

1,16±0,52

Eliminasi

0,75±0,53

0,33±0,62

0,22±0,46

Merawat Diri

1,91±0,95

2,11±0,49

2,07±0,44

Bergerak

2,60±0,68

2,53±0,54

2,51±0,64

Stereotype

0,22±0,54

0,00±0,00

0,13±0,52

Istirahat

1,15±0,26

1,04±0,14

1,16±0,24

Tingkah Laku Makan
Tingkah laku makan adalah pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan
untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan yang penting sekali
untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991). Hasil
19

pengamatan menunjukkan kelinci menjadi aktif ketika akan diberi pakan saat
peneliti membuka pintu kandang dan pakan mulai diletakkan pada tempat pakan.
Hal ini dikarenakan kelinci mendapatkan rangsangan dari luar. Tingkah laku makan
kelinci diawali dengan mengamati dan mengendus (mencium) pakan lalu mengambil
pakan yang dipilih dengan mulutnya. Aktivitas makan ini biasanya diselingi dengan
sedikit minum dan diakhiri dengan melakukan aktivitas lain seperti merawat diri dan
istirahat. Tingkah laku makan kelinci diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Aktivitas Kelinci Makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan kelinci P1,
P2, dan P3 berturut-turut adalah 2,00±0,41, 2,18±0,65, dan 1,95±0,59 kali/10 menit
dengan rataan 2,04±0,36 kali/10 menit. Hasil analisis data tersebut menunjukkan
bahwa tingkah laku makan kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik
(P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci melakukan aktivitas makan relatif
sama tanpa terganggu dengan jenis lantai kandang bambu, sekam, dan kawat. Hal ini
sesuai dengan penelitian Vania (2012) yang mengatakan bahwa konsumsi bahan
kering pada kelinci jantan lokal (59,37±4,92) tidak berpengaruh pada penggunaan
lantai kandang P1, P2 dan P3 (Tabel 5).
Tingkah Laku Minum
Minum merupakan kebutuhan kelinci untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang karena proses penguapan tubuh atau urinasi. Tingkah laku minum kelinci
biasanya dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya pada air, kemudian air
tersebut dijilat dengan menggunakan lidahnya. Saat kelinci minum kedua kaki
depannya memegang sisi tempat minum. Aktivitas tingkah laku minum kelinci dapat
dilihat pada Gambar 4.

20

Gambar 4. Tingkah Laku Kelinci Minum
Tabel 5 menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku minum kelinci P1, P2, dan
P3 berturut-turut adalah 1,43±0,60, 1,28±0,81, dan 1,16±0,52 kali/10 menit dengan
rataan 1,28±0,36 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku
minum kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Tingkah
laku minum merupakan tingkah laku yang sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan termasuk iklim dan jenis pakan yang diberikan. Pakan kering yang
diberikan selama penelitian kepada kelinci mendorong kelinci minum setelah selesai
aktivitas makan. Penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam
pemeliharaan ternak kelinci.
Tingkah Laku Eliminasi
Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang
kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang
berguna untuk membersihkan diri. Kelinci biasanya melakukan aktivitas eliminasi
pada satu sudut dalam kandangnya. Tingkah laku eliminasi ini biasanya dilakukan
secara terpisah baik defekasi atau urinasi. Ekor kelinci akan sedikit naik ketika
melakukan urinasi. Kelinci akan terdiam di sudut yang sama saat melakukan
defekasi (Gambar 5).

Gambar 5. Posisi Kelinci Defekasi
Tingkah laku urinasi kelinci jantan merupakan salah satutingkah laku agresif.
Kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya pada
21

saingannya (Cheeke et al., 2000). Kelinci yang digunakan dalam penelitian adalah
kelinci jantan sehingga pada saat pengamatan tingkah laku tersebut sering terlihat.
Pada kelinci terdapat dua tipe feses yaitu feses lembek (soft feces) dan feses
keras (hard feces). Feses lembek berbentuk pellet yang dibungkus dengan mukosa
(Herman, 2000). Feses yang dikeluarkan kelinci pada siang hari biasanya berbentuk
pellet yang keras, sehingga kelinci tidak memakannya kembali. Sesuai dengan
pernyataan Protsmouth (1977) feses berbentuk pellet yang diproduksi pada siang
hari mempunyai kandungan zat makanan yang rendah dan tidak digunakan oleh
ternak.
Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan pada kelinci jantan lokal bahwa
tingkah laku eliminasi pada P1 (0,75±0,53kali/10 menit), P2 (0,33±0,62kali/10
menit) dan P3 (0,22±0,46 kali/10 menit), namun secara statistik penggunaan jenis
lantai kandang tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata
pada setiap perlakuan kemungkinan karena kebutuhan ternak kelinci untuk
melakukan eliminasi tidak terganggu dengan penggunaan lantai kandang yang
berbeda-beda.
Tingkah Laku Merawat Diri
Kelinci dikenal sebagai hewan yang bersih karena terlihat dari kebiasaannya
yang selalu merawat diri. Tingkah laku merawat diri seperti menjilat, menggesekkan
badannya ke dinding kandang, menggaruk atau mengusap sering dikenal dengan
istilah grooming. Aktivitas ini biasanya dilakukan saat kelinci setelah selesai makan
atau minum (Gambar 6).

Gambar 6. Tingkah Laku Kelinci Grooming
Rataan Frekuensi tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 berturut-turut
adalah 1,91±0,95, 2,11±0,49, dan 2,07±0,44 kali/10 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 tidak berbeda
22

nyata secara statistik (P>0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Siloto
(2008) bahwa pada kandang tanpa sekam kelinci melakukan grooming lebih sering
dibandingkan pada kandang yang ditambah sekam. Berdasarkan penelitian Siloto
(2008) tingkah laku merawat diri pada kandang tanpa sekam merupakan ekspresi
stereotypes karena tidak adanya stimuli lingkungan. Hal ini berarti penggunaan
ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci
karena tidak mengganggu tingkah laku alaminya.
Tingkah Laku Bergerak
Tingkah laku bergerak merupakan tingkah laku yang paling banyak dilakukan
oleh kelinci. Aktivitas kelinci dimulai dengan berdiri dari posisi rebahan kemudian
melakukan aktivitas lokomosi mengelilingi kandang. Kelinci biasanya bergerak jika
adanya gerakan tiba-tiba dari lingkungan. Tingkah laku ini biasanya banyak
dilakukan kelinci pada saat kelinci akan diberi pakan ataupun saat kandang akan
dibersihkan.
Pada penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku bergerak kelinci pada jenis
lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, sekam, dan kawat tidak berpengaruh
nyata terhadap perbedaan lantai kandang (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena
jenis lantai kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci masih nyaman
untuk melakukan aktivitas harian sehingga kelinci dapat tetap melakukan aktivitas
bergerak meskipun dengan jenis lantai kandang berbeda.
Tingkah Laku Stereotypes
Tingkah laku stereotypes adalah tingkah laku yang dilakukan tanpa tujuan
yang jelas dan biasanya terjadi pada hewan yang berada dalam kandang dan
melakukan rutinitas yang sama terus menerus (Fraser and Broom, 2005). Tingkah
laku stereotypes yang muncul saat penelitian berlangsung adalah kelinci menggigit
dinding kawat dan kayu kandang. Tingkah laku stereotypes ini biasanya muncul
dengan melakukan menggigiti dinding-dinding kawat kandang beberapa kali dan
menjilati bagian kayu kandang.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku stereotypes pada
P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 0,22±0,54, 0,00±0,00, dan 0,13±0,52kali/10
menit. Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil penelitian tingkah laku stereotypes pada
23

P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti
penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan
ternak kelinci karena tidak menimbulkan tingkah laku stereotypes yang berlebihan.
Tingkah Laku Istirahat
Tingkah laku istirahat merupakan suatu fase dimana ternak mulai
memperhatikan tempat atau mempersiapkan tempat yang nyaman untuk istirahat.
Kelinci beristirahat dalam keadaan berbaring dengan kedua kaki depan terjulur
kedepan, berbaring dengan menopang kepala diatas kedua tangan depan yang sedikit
ditekuk (Gambar 7) atau diam ditempat beberapa saat.
Istirahat terbagi menjadi dua tipe yaitu istirahat total dan istirahat sementara.
Istirahat total artinya kelinci merebahkan tubuh pada posisi miring, diam tak
bergerak dan tidur (kondisi mata tertutup), sedangkan istirahat sementara adalah
keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan di antara aktivitas
hariannya. Aktivitas istirahat sementara dilakukan kelinci dalam waktu yang singkat
dibandingkan dengan aktivitas istirahat total. Istirahat yang dilakukan kelinci adalah
dengan cara merebahkan badan di atas lantai kandang.

Gambar 7. Tingkah Laku Istirahat
Dilihat dari Tabel 5 Rataan frekuensi tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan
P3 berturut-turut adalah 1,15±0,26, 1,04±0,14, dan 1,16±0,24 kali/10 menit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan P3 tidak
berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan jenis lantai
kandang tidak mempengaruhi tingkah laku istirahat sehingga penggunaan jenis
lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan
kelinci lokal.

24

Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda
dan Jenis Kandang yang Sama
Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Bambu
Tingkah laku harian kelinci merupakan tingkah laku yang biasa dilakukan
kelinci sehari-harinya mulai dari pagi sampai malam hari. Rataan frekuensi dari
tingkah laku harian pada lantai kandang bambu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang
Bambu
Waktu
Tingkah Laku

Pagi

Siang

Sore

Rataan

……........................Kali/10 menit………………………

Makan

2,32±0,43

1,83±0,30

1,83±0,33

2,00±0,41

Minum

1,22±0,91b

1,83±0,30a

1,25±0,24b

1,43±0,60

Eliminasi

0,75±0,71

0,83±0,47

0,68±0,51

0,75±0,53

Merawat Diri

2,44±1,15

1,35±0,86

1,94±0,61

1,91±0,95

Bergerak

3,03±1,01a

2,19±0,23b

2,58±0,31ab

2,60±0,68

Stereotype

0,00±0

0,4±0,89

0,27±0,37

0,22±0,54

1,23±0,42

1,11±0,19

1,11±0,14

1,15±0,26

Istirahat

Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P0,05).
Hasil penelitian tingkah laku minum pada waktu yang berbeda menunjukkan
berbeda nyata secara statistik (P0,05). Kelinci melakukan tingkah laku defekasi
biasanya dilakukan bersamaan dengan urinasi, namun tidak selalu demikian.
Hasil penelitian tingkah laku merawat diri pada waktu yang berbeda
menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Kelinci pada lantai
kandang bambu ini banyak melakukan aktivitas merawat diri pada pagi dan sore hari
(Tabel 6) dengan rata-rata perhari 1,91±0,95 kali/ 10 menit. Aktivitas ini biasanya
dilakukan ketika kelinci sedangistirahat (diam dan merebahkan tubuh). Aktivitas
merawat diri dilakukan pada pagi hari disela-sela aktivitas makan. Siang hari
aktivitas grooming menurun karena biasanya kelinci istirahat pada waktu ini. Selain
itu suhu kandang yang cukup tinggi yaitu 31,34C sehingga kelinci mengurangi
aktivitas merawat diri.
Hasil penelitian tingkah laku bergerak pada waktu yang berbeda menunjukkan
berbeda nyata secara statistik (P0,05). Tingkah laku stereotypes
yang muncul pada lantai kandang bambu ini biasanya kelinci menggigiti kawat
dinding kandang. Hal ini terjadi karena kelinci merupakan hewan pengerat sehingga
senang menggigiti kawat tersebut.
Rataan tingkah laku istirahat harian kelinci yaitu 1,15±0,26 kali/ 10 menit
(Tabel 6). Hasil penelitian tingkah laku istirahat pada waktu yang berbeda
menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa kelinci melakukan semua tingkah laku secara normal berada pada lantai
kandang bambu.
Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Sekam
Rataan tingkah laku harian kelinci pada lantai kandang sekam dapat dilihat
pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7, hasil penelitian menunjukkan rataan tingkah laku makan
kelinci pada waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini berarti
kelinci dapat tetap melakukan aktivitas makan secara normal. Kelinci pada lantai
sekam melakukan aktivits minum lebih tinggi pada waktu sore hari yaitu 1,27±0,19
kali/ 10 menit. Hal ini disebabkan karena kelinci memerlukan air untuk
menstabilkan suhu rektal agar tetap berada pada daerah termonetral. Aktivitas
eliminasi yang dilakukan kelinci pada lantai sekam rataan per harinya 0,22±0,46
kali/ 10 menit. Perbedaan waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap tingkah laku minum dan eliminasi kelinci.

27

Tabel 7. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang

Sekam
Waktu
Tingkah Laku

Pagi

Siang

Rataan

Sore

..……........................Kali/10 menit………………………

Makan

2,58±0,72

1,75±0,47

2,21±0,57

2,18±0,65

Minum

0,75±0,70

1,77±0,46

1,32±0,97

1,28±0,81

Eliminasi

0,20±0,45

0,40±0,55

0,40±0,89

0,33±0,62

Merawat Diri

2,28±0,49

1,80±0,63

2,24±0,21

2,11±0,49

Bergerak

2,78±0,71

2,08±0,29

2,73±0,25

2,53±0,54

Stereotype

0,00±0

0,00±0,00

0,00±0,00

0,00±0,00

1,00±0,00

1,11±0,24

1,00±0,00

1,04±0,14

Istirahat

Hasil analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

waktu

tidak

mempengaruhi aktivitas grooming pada jenis lantai sekam (P>0,05). Aktivitas
grooming paling tinggi dilakukan kelinci pada waktu pagi hari yaitu 2,28±0,49 kali/
10 menit dengan rataan grooming per hari 2,07±0,44 kali/ 10 menit.
Hasil analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

waktu

tidak

mempengaruhi aktivitas bergerak (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan
tingkah laku bergerak yaitu 2,51±0,64 kali/ 10 menit. Aktivitas bergerak paling
rendah dilakukan kelinci pada waktu siang hari yaitu 2,03±0,33 kali/ 10 menit.
Berdasarkan Tabel 7 rataan tingkah laku stereotypes pada kelinci yaitu
0,13±0,52 kali/ 10 menit. Kelinci biasanya melakukan menggigiti kawat dinding dan
tempat pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku stereotypes.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu tidak mempengaruhi
aktivitas istirahat (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan tingkah laku
istirahat yaitu 1,16±0,24 kali/ 10 menit.
Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Kawat
Rataan frekuensi dari tingkah laku harian pada lantai kandang kawat dapat
dilihat pada Tabel 8.

28

Tabel 8. Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Kawat
Waktu
Pagi

Tingkah Laku

Siang

Sore

Rataan

…..……........................Kali/10 menit………………………

Makan

2,27±0,57

1,59±0,61

2,01±0,47

1,95±0,59

Minum

1,12±0,70

1,08±0,62

1,27±0,19

1,16±0,52

Eliminasi

0,20±0,45

0,20±0,45

0,26±0,57

0,22±0,46

Merawat Diri

2,28±0,49

1,84±0,36

2,10±0,46

2,07±0,44

Bergerak

2,78±0,71

2,03±0,33

2,71±0,62

2,51±0,64

Stereotypes

0,00±0,00

0,00±0,00

0,40±0,89

0,13±0,52

Istirahat

1,00±0,00b

1,41±0,24a

1,06±0,14ab

1,16±0,24

Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P