Tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup dengan suhu dan warna cahaya berbeda

(1)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

SKRIPSI RIDHO ANDISURO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Ridho Andisuro. D14063166. 2010. Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang Tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S.

Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh aspek manajemen diantaranya suhu dan pencahayaan di dalam kandang.

Suhu lingkungan tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan cahaya yang meliputi intensitas, lama pencahayaan, dan terutama warna masih terbatas digunakan oleh masyarakat peternak karena menggunakan kandang terbuka. Pemeliharaan pada kandang tertutup memungkinkan untuk melakukan pengaturan suhu dan warna cahaya. Suhu dan warna cahaya memiliki pengaruh dalam merangsang tingkah laku dan berakibat kepada performa ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan warna cahaya bersumber dari lampu pijar di kandang tertutup terhadap tingkah laku ayam broiler. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi panduan bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 2x2 dengan suhu dan warna lampu sebagai perlakuan. Suhu kandang dibedakan menjadi 23 oC (nyaman) dan 30 oC (cekaman panas) dan warna cahaya yang digunakan adalah putih dan merah. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu pengamatan setiap enam hari dimulai sejak awal perlakuan (hari ke-15) hingga akhir pemeliharaan (hari ke-35). Data dianalisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak faktorial. Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat.

Interaksi suhu kandang dan warna cahaya tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tingkah laku. Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku panting pada umur 15 dan 27 hari (P < 0,01), berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tingkah laku panting pada umur 21 hari, tingkah laku minum pada umur 21 dan 27 hari, dan tingkah laku lokomosi pada umur 21 hari. Lampu sebagai sumber cahaya tidak memiliki intenstias cahaya yang cukup untuk mempengaruhi tingkah laku ayam broiler.


(3)

ABSTRACT

Behaviour of Broiler Chickens in Closed House under Different Room Temperatures and Light Colours

Andisuro, R., R. Afnan, and H.S. Iman Rahayu

Broiler chicken industry as a main meat producer has a huge potency to fulfil the quality and quantity of protein requirement for the human. A good management aspect such as house temperature and light regulation plays an important role in raising broiler. High ambient temperature in Indonesia with its large fluctuation becomes constraint in raising broiler. Light regime includes intensity, duration and colour is still limited applied by the broiler farmer as they apply opened house. Raising broiler in closed house gives an opportunity to regulate temperature and light inside the house. Temperature and light stimulate the broiler behaviours that affect broiler performances. This experiment aimed to study the effect of temperature and light regulation on broiler behaviours. It was designed with a 2x2 factorial complete randomized with different house temperatures and lights. House temperatures were adjusted to 23 oC (normal) and 30 oC (heat stress) whereas light was set to red and white. Data collection was done in 4 times of ages within 6 days interval (15, 21, 27 and 33 days). The variant of data was analyzed (ANOVA) and computed with suitable mathematical model observed. That watched behaviour were eating, drinking, locomoting, panting and resting. The housing temperature significantly affected panting (age of 15, 21 and 27 days) and drinking behaviour (age 21 days) as well as locomotive behaviour (age of 21 days). Light colours and their interaction with housing temperature did not significantly affect the behaviours of broilers (P > 0,05). Presumably, the light intensity did not adequate to influence behaviours of broiler chickens.


(4)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

RIDHO ANDISURO D14063166

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PERTENAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

Oleh

RIDHO ANDISURO D14063166

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal Juli 2011

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc. Agr.) (Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu HS, M.S.) NIP. 19680625 200801 1 010 NIP. 19590421 198403 2 002


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1987 di Indramayu, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara kandung dari pasangan Bapak Suroso dan Ibu Sundarih.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota yang sama. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Paoman I Indramayu, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Sindang, Indramayu dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Sindang, Indramayu.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan kampus sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan periode 2007-2008 dan 2008-2009. Selain itu juga penulis aktif dalam pengurus OMDA periode 2009-2010. Penulis juga aktif dalam kegiatan seni yang tergabung dalam komunitas Teater Kandang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga. Atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda dalam rangka penyelesaian studi di Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil peneltian pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu dan warna cahaya. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan ide alternatif dan solusi bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler yang dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, sedangkan manusia adalah tempat dosa dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor , Agustus 2011

 

Penulis


(8)

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN… ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ayam Broiler ... 3

Kandang ... 3

Suhu dan Homeostasis ... 5

Cahaya ... 6

Fungsi Cahaya ... 6

Mekanisme Rangsangan Cahaya ... 6

Intensitas Cahaya ... 6

Warna dan Panjang Gelombang Cahaya ... 7

Lama Pencahayaan ... 8

Respon Tingkah Laku ... 9

Panting ... 11

Makan dan Minum ... 12

Lokomosi dan Istirahat ... 13

MATERI DAN METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi ... 14

Ternak ... 14

Kandang dan Peralatan ... 14

Pakan ... 14

Vitamin dan Vaksin ... 15

Prosedur ... 15

Persiapan Kandang dan Peralatan ... 15

Pemeliharaan ... 15

Pengumpulan Data ... 16


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Hasil Pengamatan ……… 18

Tingkah Laku Makan ... 22

Tingkah Laku Minum ... 24

Tingkah Laku Panting ... 26

Tingkah Laku Lokomosi ... 28

Tingkah Laku Istirahat ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

UCAPAN TERIMA KASIH ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 37


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Radiasi Cahaya dalam W/m2 untuk Setiap Lux………. 7 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11 ……… 15 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-15 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 18

4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-21 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 19

5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-27 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 20

6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-33 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 21

7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross………. 23 8. Konversi Pakan Ayam BroilerStrain Ross Selama Lima Minggu…... 23


(11)

Nomor Halaman

1. Tipe Kandang Tertutup ………. 18

2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan ……..……….. 24

3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum ……… 25

4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting ……… 26

5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi ...……… 28

6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat ……… 29


(12)

Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 15 hari ... 38 2. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 15 hari ………... 38 3. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 15 hari ……….. 38 4. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 15 hari ……….. 38 5. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 15 hari ………. 39 6. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 21 hari ... 39 7. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 21 hari ………... 39 8. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 21 hari ……….. 39 9. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 21 hari ……….. 40 10. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 21 hari ………. 40 11. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 27 hari ... 40 12. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 27 hari ………... 40 13. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 27 hari ……….. 41 14. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 27 hari ……….. 41 15. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 27 hari ………. 41 16. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 33 hari ... 41 17. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 33 hari ………... 42 18. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 33 hari ……….. 42 19. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku


(13)

20. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 33 hari ………. 42 21. Rataan Suhu dan Kelemaan Selama Penelitian……….. . 43

                                       


(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk besar dengan laju pertumbuhan tinggi memerlukan protein dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Sesuai karakteristik pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, siap potong pada umur relatif muda, menghasilkan daging berserat lunak, dan kandungan protein tinggi (Suyoto, 1984; Hardjosworo, 2000; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), ayam broiler merupakan komoditas yang cocok dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia.

Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan yang tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku ayam broiler. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada siang hari dapat menimbulkan cekaman panas di dalam kandang dan menaikkan suhu tubuh ayam broiler sebesar 1-2 oC yang ditunjukkan dengan laju pernafasan yang cepat (panting). Ayam broiler berupaya mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal dengan menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan konsumsi air, mengurangi lokomosi, dan banyak beristirahat sebagai adaptasi dan bagian dari fungsi homeostasis. Ketidakmampuan ayam beradaptasi dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan bahkan kematian.

Di samping suhu kandang, cahaya merupakan aspek lingkungan yang penting diperhatikan dan berpengaruh terhadap pola tingkah laku ayam broiler yang berakibat kepada produktivitas. Dalam manajemen budidaya, cahaya memiliki fungsi untuk merangsang anak ayam agar dekat dengan sumber panas, mengetahui letak pakan, mempengaruhi ayam untuk mengonsumsi pakan, dan memberi kesempatan pada ayam untuk makan pada malam hari.

Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan suhu dan pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal.


(15)

Panas kandang (brooder) pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler (Saputro, 2007). Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan ayam broiler.

Pencahayaan yang meliputi intensitas, lama, dan warna masih terbatas dan sulit dilakukan oleh peternak yang memelihara ayam broiler di kandang terbuka. Pemeliharan pada kandang tertutup memungkinkan peternak melakukan pengaturan suhu kandang dan cahaya lebih efektif. Penelitian yang menggunakan suhu lingkungan kandang yang berbeda dan intensitas cahaya dengan menggunakan warna lampu yang berbeda belum banyak dilakukan, terutama dengan melihat tingkah lakunya yang pada akhirnya akan mempengaruhi performa ayam broiler tersebut.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan suhu (± 30 oC dan ± 23 oC) dan warna cahaya (merah dan putih) kandang terhadap tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup.

                     


(16)

 

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus, dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus.

Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000). Istilah broiler atau ayam pedaging berasal dari kata kerja “to broil” (sate) yang sering disinonimkan dengan makna bahasa Inggris Amerika yaitu “togrill” (memanggang).

Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima.

Kandang

Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam berkisar 15-26 oC (Perry, 2004).


(17)

Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004).

Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Kepadatan kandang yang melebihi batasnya akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari adanya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981).

Kandang berfungsi untuk (a) perlindungan dari cuaca buruk; (b) tempat untuk tidur dan beristirahat; (c) perlindungan dari hewan-hewan pemangsa; (d) perlindungan dari pencurian; (e) mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran; (f) mempermudah pemeliharaan; (g) mempermudah seleksi; (h) mempermudah panen; (i) membantu pertumbuhan dan perkembangan (Cahyono, 2004).

Kandang terbuka untuk pemeliharaan ayam broiler banyak digunakan oleh peternak dalam skala kecil (peternak rakyat). Alasan peternak rakyat menggunakan kandang terbuka adalah karena biaya yang dikeluarkan untuk membangun satu unit kandang terbuka cukup ekonomis. Penggunaan kandang terbuka dalam pemeliharaan ayam broiler memiliki keuntungan lain yaitu cukup mendapat sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler dan mengurangi. Pemeliharaan dengan kandang terbuka juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah suhu lingkungan yang


(18)

fluktuatif tidak dapat dikontrol, sehingga peternak harus dapat menyiasati apabila suhu terlalu dingin ataupun terlalu panas untuk ayam broiler.

Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis).

Suhu dan Homeostasis

Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000) menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al., 2000).

Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000).

Suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC pada lingkungan panas hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi (Oleyumi dan Robert, 1980). Peningkatan suhu kandang dapat juga disebabkan oleh kepadatan yang tinggi (Jahja, 2000) dan laju kecepatan pertumbuhan (Bonnet et al. 1997). Ayam broiler mengalami seleksi intensif untuk pertumbuhan cepat dengan tingkat konsumsi pakan tinggi yang berimplikasi kepada peningkatan produksi panas tubuh dan peningkatan suhu tubuh


(19)

(May dan Lott, 2001). Peningkatan suhu yang melebihi batas adaptasi ayam broiler dapat menyebabkan cekaman panas yang berujung pada kematian ayam broiler.

Cahaya

Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya yang paling banyak digunakan dalam kandang tertutup untuk produksi ayam broiler bersumber dari lampu pijar.

Fungsi Cahaya

Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dan tingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Olanrewaju et al., 2006).

Mekanisme Rangsangan Cahaya

Mekanisme proses fisiologis rangsangan cahaya diawali dengan rangsangan mekanis pada syaraf penglihatan dan selanjutnya secara kimiawi melalui rangsangan hormonal dan mempengaruhi organ-organ tubuh. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hiphofisa.

Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hiphofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri atas hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan dengan mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari

metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh unggas (Card dan Nesheim, 1972).

Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya dapat dinyatakan dalam satuan lux (lx) atau lumen/m2, footcandle (fc), lumen (lm), dan W/m2. Lampu pijar dengan daya 1 Watt


(20)

menghasilkan intensitas cahaya sebesar 12,56 lm. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah 5,0 lux hingga berumur 49 hari. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang (Saputro, 2007).

Program pencahayaan pada tahap pertumbuhan awal anak ayam berumur antara satu sampai tujuh hari menggunakan intensitas cahaya minimum 20 lux yang diberikan secara terus menerus. Pemberian cahaya seperti ini bertujuan untuk memastikan anak ayam dapat beadaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta meningkatkan aktivitas sehingga mengurangi kelainan pada cacat kaki. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri, mengurangi tingkah laku berkelahi antar sesama ayam, serta menurunkan aktivitas mengepakkan sayap dan kanibalisme. Intensitas cahaya yang sangat rendah (< 5 lux) akan menyebabkan kebutaan pada ayam (Olanrewaju et al., 2006).

Faktor konversi dari berbagai sumber cahaya dalam W/m2 (Canham, 1966) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam W/m2 untuk Setiap Lux

Sumber cahaya Radiasi energi cahaya dalam W/m2 untuk setiap lux

Matahari 4,00

Lampu pijar 500 W 4,16

Lampu pijar 100 W 4,23

Philips : TL-33 (putih) 3,11

TL-55 (cahaya siang hari)

3,64

TL-15 (merah) 14,68

Osram : Putih 3,11

Cahaya siang hari 3,01

Alami 3,47

Sumber : Canham (1966)


(21)

Panjang gelombang yang berbeda-beda diintrepetasikan oleh otak sebagai warna cahaya dan merangsang retina mata yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Penglihatan memerlukan mata yang berfungsi baik dan cahaya yang tampak. Cahaya tampak adalah sebagian dari spektrum yang mempunyai panjang gelombang 400 – 800 nanometer. Gelombang cahaya di bawah 400 nanometer (ultraviolet) dan di atas 800 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata.

Indera penglihatan ayam memiliki sensitivitas terhadap warna akibat stimulus warna yang diterima retina mata (Lewis dan Moris, 1998) dan dapat membedakan warna dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda pula pada retina dan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ayam (Lewis dan Morris, 2000).

Ayam tidak mampu melihat warna yang memiliki panjang gelombang yang pendek, tetapi memiliki kepekaan paling baik terhadap warna kuning dan merah. Cahaya merah akan meningkatkan agresivitas dan aktivitas ayam serta berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan selama periode brooding (Widjaja dan Haerudin, 2006). Penggunaan berbagai macam lampu dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula dan dapat mempengaruhi tingkah laku yang berdampak pada performa dan produktivitas ayam broiler (Rozenboim et al., 1999a, Rozenboim et al., 1999b, Olanrewaju et. al., 2006).

Lama Pencahayaan

Cahaya sangat diperlukan oleh ayam broiler terutama pada umur tujuh hari pertama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah total lama pencahayaan bukan merupakan aspek yang penting dalam pengaturan cahaya bagi ayam broiler. Ayam broiler tidak melakukan aktivitas pada Periode gelap (tanpa cahaya) dan memberi kesempatan kepada ayam broiler untuk mencerna makanan secara sempurna (Classen, 1989).

Pemberian cahaya pada ayam broiler yang umum dilakukan peternak adalah secara terus-menerus (continous lighting) selama 24 jam dengan intensitas yang semakin menurun pada fase akhir (Classen, 1989). Pencahayaan terus-menerus akan meningkatkan waktu untuk makan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan


(22)

meningkatkan pembentukan bulu (Lavergne, 2005) tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal), kelainan kaki dan tulang (Sanotra et al., 2002) yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum (Wong-Valle et al., 1993). Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006).

Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004).

Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Hormon melatonin, secara fisiologis yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis sintesis melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal dan terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa fungsi esensial metabolisme tubuh terkait dengan konsumsi pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem kekebalan (Apeldorn et al., 1999). Unggas yang diberikan periode gelap yang cukup akan mengurangi mortalitas, gangguan pada kaki, dan sindrom kematian mendadak (sudden death syndrome) (Moore dan Siopes, 2000).

Respon Tingkah laku

Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).


(23)

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra (mata). Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk member respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut :


(24)

1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum.

2. Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya.

3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin.

4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis.

5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour).

6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa.

7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran.

8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan.

9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya.

Tingkah laku yang ditunjukkan ayam broiler berkaitan erat dengan kebiasaan, habitat, dan lingkungan (suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang). Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat (Jahja, 2000). Cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006).

Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986).

Panting

Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit


(25)

(Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler.

Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000).

Makan dan Minum

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).

Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) dan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997).

Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler


(26)

dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi.

Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem intensif akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Pemeliharaan dengan sstem intensif mengurangi aktivitas ayam broiler untuk mengekspresikan tingkah laku selain makan dan minum. Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang.

Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum.

Lokomosi dan Istirahat

Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme.

Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Ayam broiler termasuk hewan diurnal yang beraktivitas bila terdapat cahaya yang diterima oleh retina mata. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku lainnya seperti saat ayam broiler berada jauh dari tempat pakan maka ayam broiler tersebut akan melakukan tingkah laku lokomosi, yakni berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, untuk mendapatkan makan ataupun minum. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995).


(27)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor sejak bulan Juli sampai September 2009.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah 160 ekor DOC (Day Old Chick) broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm dan tidak dibedakan antara jantan dan betina.

Kandang dan Peralatan

Dua kandang tertutup masing-masing bersuhu tinggi sekitar 30 oC (cekaman panas) dan nyaman sekitar 23 oC digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing kandang terdiri atas empat sekat berukuran 1,15 x 1,15 m2. Setiap sekat diisi 10 ekor ayam broiler dan dipasang 1 unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna cahaya merah dan putih sesuai perlakuan. Kandang cekaman panas dilengkapi dengan sebuah alat pemanas (heater room) berkekuatan 800W yang menghasilkan suhu kandang berkisar 30 oC. Sementara suhu kandang nyaman berkisar 23 oC dicapai dengan bantuan sebuah pengatur suhu ruangan (AC). Masing-masing kandang dilengkapi dengan exhaust fan untuk sirkulasi udara.

Peralatan lain yang digunakan adalah tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 20 g, timbangan digital merek Philipp dengan ketelitian 1 g, stop watch, kertas label, kardus, termometer basah kering, dan peralatan tulis.

Pakan

Pakan yang diberikan adalah PC 100 (umur 0-7 hari) yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand dengan kandungan protein 21,5-23,5% dan energi metabolis 3020-3120 kkal/kg dan BR 11 (umur 8-35 hari) dengan kandungan protein 21%-23%


(28)

dan energi metabolis 3000-3100 Kkal/kg. Komposisi zat makanan yang diberikan diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

 

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11

Zat Makanan PC 100 BR 11

Kadar air (%) Maks. 13,0 Maks. 13,0

Protein (%) 21,5-23,5 21-23

Lemak (%) min. 5,0 min. 5,0

Serat (%) maks. 5,0 maks. 5,0

Abu (%) maks. 7,0 maks. 7,0

Kalsium (%) min. 0,9 min. 0,9

Fosfor (%) min. 0,6 min. 0,6

EM (kkal/kg) (%) 3020-3120 3000-3100

Sumber : P.T. Charoen Phokphand, (2009)

Vaksin dan Vitamin

Vaksin ND 1 LD500 diberikan pada hari ke-3 melalui tetes mata, sedangkan vaksin ND La Sota sebagai booster diberikan pada hari ke-22 melalui intra muskuler dengan injeksi. Vaksin Gumboro B produksi PT Medion diberikan pada minggu ke-2 melalui air minum.

Vitamin yang digunakan adalah Vita Chicks dan Vita Stress. Vitamin diberikan untuk menghindari stres saat kedatangan ayam dan setelah perlakuan (vaksinasi).

Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang beserta peralatan disiapkan seminggu sebelum penelitian. Lantai kandang dibersihkan dan dilakukan pengapuran serta desinfeksi dengan Bromoquad -10 dan formalin. Formalin dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 3%. Peralatan yang digunakan dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian dicelupkan ke dalam larutan Biocide.

Satu unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna merah dan putih sesuai perlakuan dipasang pada setiap sekat di dalam kandang. Lampu dipasang pada jarak 2,5 m dari litter.


(29)

Sebanyak 10 ekor DOC ditempatkan pada tiap sekat. Bobot badan awal DOC ditimbang sebelum ditempatkan ke dalam petak perlakuan. DOC diberikan larutan air gula 5% pada saat kedatangan sebagai pengganti energi yang hilang selama pengangkutan dan perjalanan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Vaksinasi ND pertama dilakukan melalui tetes mata pada umur 3 hari, vaksin Gumboro pada minggu kedua melalui air minum, dan vaksin ND ke dua melalui injeksi pada umur 22 hari.

Suhu kandang perlakuan nyaman dan cekaman panas mulai umur 15 hari (minggu ketiga) disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu 30-35 oC sampai umur 2 minggu. Suhu kandang cekaman panas diatur sekitar 30 oC dengan bantuan alat pemanas (heater room) berkekuatan 800 W dan kandang netral diatur pada suhu sekitar 23 oC menggunakan AC. Penggunaan lampu penerangan dilakukan selama 24 jam pada kedua kandang tersebut. Perlakuan atau penggunaan lampu merah dilakukan setelah pemeliharaan memasuki minggu ke tiga. Ketinggian lampu penerangan disesuaikan dengan kebutuhan panas ayam broiler.

Pengumpulan Data

Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, panting, dan lokomosi. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari dengan interval pengamatan 6 hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB, siang hari pukul 12.00-13.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00-18.00 WIB.

Cara pengamatan :

1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan.

2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum.

3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada litter dengan mata terbuka atau berkedip.

4. Perilaku lokomosi, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang melakukan lokomosi (berpindah tempat) dalam kelompok tersebut.


(30)

5. Perilaku panting, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang terlihat melakukan panting (terengah-engah atau megap-megap).

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x2 dengan suhu dan warna cahaya lampu sebagai perlakuan. Taraf suhu yang digunakan adalah 23 oC (suhu nyaman) dan 30 oC (suhu cekaman panas). Taraf warna cahaya lampu adalah warna cahaya putih dan merah. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut (Gasperz, 1991):

Yij = µ + Si + Wj + SWij + €ijk Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan µ : nilai tengah umum

Si : pengaruh suhu kandang ke-i (i= panas, netral) Wj : pengaruh warna cahaya ke-j (j= merah, putih)

SWij : pengaruh interaksi antara faktor suhu kandang ke-i dan faktor warna cahaya ke-j.

€ijk : galat percobaan

Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat,lokomosi dan panting. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval 6 hari yaitu dimulai pada hari ke-15, 21, 27 dan 33. 


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan

Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling. Tingkah laku yang diamati adalah makan, minum, lokomosi, istirahat dan panting dilakukan dalam empat waktu pengamatan berbeda, yaitu pada umur 15, 21, 27, dan 33 hari. Suhu aktual kandang panas adalah 30±0,15 oC dengan kisaran 29 oC sampai 31 oC dan suhu kandang netral adalah 23±0,06 oC dengan kisaran 22 oC sampai 23 oC. kandang tertutup yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup

Sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan warna cahaya lampu kandang tidak menunjukkan interaksi terhadap tingkah laku ayam broiler yang diamati (Lampiran 1 – 20). Proporsi tingkah laku ayam broiler pada warna cahaya dan suhu yang diamati pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan Cahaya

Putih

Cahaya


(32)

Makan 10,12 13,23   6,31 3,48  

Minum 0,95 1,32   2,14 0,72  

Panting 0,00 0,06 0,03 B 14,26 37,21 25,73A

Lokomosi 13,99 14,47   13,57 7,95  

Istirahat 74,92 70,92   63,72 50,64  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

Pengamatan pada hari ke-15 menunjukkan pengaruh suhu berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 oC) menunjukkan persentase tingkah laku panting lebih tinggi dibandingkan pada suhu nyaman (sekitar 23 oC), yaitu 3,44 vs 0,05. Tingkah laku panting pada ayam broiler menunjukkan keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi. Ayam broiler akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis dengan cara sensibleheat loss melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (Charles, 2002). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 oC. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler sebagai hewan homeotermi, memilki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah.

Pengamatan tingkah laku ayam broiler pada hari ke-21 menunjukkan suhu berpengaruh terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada pengamatan hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan

Cahaya Putih

Cahaya

Merah Rataan

Makan 19,78 14,78   9,43 8,73  

Minum 3,04 2,23 2,64a 1,00 0,04 0,52b

Panting 0,00 0,00 0,00a 21,03 26,53 23,78b

Lokomosi 13,27 9,23 11,25a 6,27 6,45 6,36b

Istirahat 63,91 73,76   62,27 58,25  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pengamatan tingkah laku pada hari ke-21 menunjukkan faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi


(33)

tingkah laku minum ayam broiler pada suhu 23 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 oC. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku makan ayam broiler pada suhu 23 oC juga lebih tinggi sehingga diimbangi dengan asupan cairan yaitu minum yang dilakukan oleh ayam broiler. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour). Tingkah laku ingestive berkaitan dengan tingkah laku pergerakan (lokomosi) dan istirahat (resting behaviour). Tingkah laku lokomosi memiliki asosiasi dengan pergerakan untuk mencari makan atau minum sementara tingkah laku istirahat banyak ditemukan karena tingkat konsumsi yang terpenuhi atau karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi (Pitchard, 1995).

Tingkah laku ayam broiler yang diamati pada hari ke-27 menunjukkan bahwa faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum dan sangat nyata (P< 0,01) terhadap tingkah laku panting. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-27 dapat dilihat pada Tabel 5. 

Tabel 5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan

Cahaya Putih

Cahaya

Merah Rataan

Makan 17,24 31,02 11,86 14,27  

Minum 0,40 0,18 0,29b 3,01 0,81 1,91a

Panting 1,72 0,00 0,86B 27,56 33,78 30,67A

Lokomosi 6,83 8,15   6,17 5,01  

Istirahat 73,81 60,65   51,40 46,13  

Keterangan : Huruf superskrip (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Huruf superskrip (A dan B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Ayam broiler akan mengatur suhu tubuhnya sebagai upaya homeostasis agar dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan dengan mengatur tingkat konsumsi pakan dan air minum serta pengaturan pergerakan dan istirahat sebagai proses adaptasi terhadap perubahan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Pelepasan panas sensible ke lingkungan tidak dapat berlangsung efektif pada keadaan suhu tubuh yang tinggi dan suhu lingkungan ekstrim tinggi sehingga pelepasan panas tubuh ke lingkungan bergeser ke arah penguapan air dari saluran pernafasan (evaporatif) yang merupakan upaya hyperventialtion melalui proses panting (Olanrewaju et. al, 2006).


(1)

34.0 26.0 51.0 32.0 27.0 66.0 32.0 26.0 61.0

rata-rata

31.5

26.0

64.5

32.0

26.5

63.5

32.0

26.5

63.5

E

24.0

23.0

91.0

33.0

29.0

73.0

29.0

26.0

78.0

F

24.0

23.0

91.0

32.0

25.0

55.0

29.0

26.0

78.0

rata-rata

24.0

23.0

91.0

32.5

27.0

64.0

29.0

26.0

78.0

18-Aug-09 A

21.0

19.0

82.0

24.0

21.0

75.0

23.0

20.0

75.0

B

21.0

20.0

91.0

26.0

23.0

76.0

24.0

22.0

83.0

rata-rata

21.0

19.5

86.5

25.0

22.0

75.5

23.5

21.0

79.0

C

29.0

26.0

78.0

32.0

26.0

61.0

30.0

27.0

78.0

D

28.0

27.0

92.0

32.0

27.0

66.0

30.0

25.0

65.0

rata-rata

28.5

26.5

85.0

32.0

26.5

63.5

30.0

26.0

71.5

E

24.0

23.0

91.0

33.0

29.0

73.0

26.0

25.0

92.0

F

25.0

23.0

91.0

32.0

25.0

55.0

27.0

24.0

77.0

rata-rata

24.5

23.0

91.0

32.5

27.0

64.0

26.5

24.5

84.5

Tanggal Kandang

Pagi Siang Sore

Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban

19-Aug-09 A

20.0

18.0

81.0

25.0

20.0

61.0

26.0

21.0

62.0

B

21.0

19.0

82.0

26.0

21.0

62.0

26.0

22.0

69.0

rata-rata

20.5

18.5

81.5

25.5

20.5

61.5

26.0

21.5

65.5

C

29.0

26.0

78.0

31.0

26.0

66.0

32.0

27.0

66.0

D

28.0

27.0

92.0

31.0

25.0

60.0

33.0

26.0

56.0

rata-rata

28.5

26.5

85.0

31.0

25.5

63.0

32.5

26.5

61.0

E

24.0

23.0

91.0

33.0

25.0

50.0

32.0

29.0

79.0

F

25.0

23.0

91.0

33.0

25.0

50.0

31.0

25.0

60.0

rata-rata

24.5

23.0

91.0

33.0

25.0

50.0

31.5

27.0

69.5

20-Aug-09 A

20.0

20.0

100.0

26.0

25.0

92.0

25.0

23.0

84.0

B

20.0

19.0

91.0

26.0

25.0

92.0

26.0

23.0

76.0

rata-rata

20.0

19.5

95.5

26.0

25.0

92.0

25.5

23.0

80.0

C

27.0

24.0

77.0

31.0

26.0

66.0

33.0

28.0

67.0


(2)

D

27.0

26.0

92.0

32.0

25.0

55.0

33.0

26.0

56.0

rata-rata

27.0

25.0

84.5

31.5

25.5

60.5

33.0

27.0

61.5

E

21.0

20.0

91.0

33.0

22.0

50.0

30.0

23.0

53.0

F

22.0

20.0

82.0

33.0

25.0

50.0

30.0

25.0

65.0

rata-rata

21.5

20.0

86.5

33.0

23.5

50.0

30.0

24.0

59.0

21-Aug-09 A

21.0

20.0

91.0

26.0

25.0

92.0

23.0

20.0

75.0

B

21.0

19.0

82.0

26.0

25.0

92.0

24.0

22.0

83.0

rata-rata

21.0

19.5

86.5

26.0

25.0

92.0

23.5

21.0

79.0

C

28.0

25.0

77.0

31.0

26.0

66.0

30.0

25.0

65.0

D

28.0

23.0

64.0

32.0

25.0

55.0

30.0

25.0

65.0

rata-rata

28.0

24.0

70.5

31.5

25.5

60.5

30.0

25.0

65.0

E

23.0

23.0

100.0

33.0

22.0

55.0

26.0

25.0

92.0

F

24.0

22.0

83.0

33.0

25.0

50.0

27.0

24.0

77.0

rata-rata

23.5

22.5

91.5

33.0

23.5

52.5

26.5

24.5

84.5

Tanggal Kandang

Pagi Siang Sore

Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban

22-Aug-09 A

21.0

18.0

73.0

26.0

25.0

92.0

25.0

23.0

84.0

B

21.0

19.0

82.0

26.0

25.0

92.0

26.0

22.0

69.0

rata-rata

21.0

18.5

77.5

26.0

25.0

92.0

25.5

22.5

76.5

C

29.0

24.0

64.0

31.0

26.0

66.0

32.0

26.0

61.0

D

27.0

25.0

84.0

32.0

25.0

55.0

33.0

25.0

55.0

rata-rata

28.0

24.5

74.0

31.5

25.5

60.5

32.5

25.5

58.0

E

23.0

21.0

83.0

33.0

22.0

55.0

30.0

25.0

65.0

F

24.0

21.0

75.0

33.0

25.0

55.0

31.0

24.0

54.0

rata-rata

23.5

21.0

79.0

33.0

23.5

55.0

30.5

24.5

59.5

23-Aug-09 A

21.0

18.0

73.0

26.0

20.0

55.0

25.0

23.0

84.0

B

21.0

19.0

82.0

28.0

22.0

57.0

26.0

22.0

69.0

rata-rata

21.0

18.5

77.5

27.0

21.0

56.0

25.5

22.5

76.5


(3)

29.0 24.0 64.0 32.0 26.0 61.0 32.0 26.0 61.0

D

28.0

23.0

64.0

33.0

32.0

93.0

33.0

25.0

55.0

rata-rata

28.5

23.5

64.0

32.5

29.0

77.0

32.5

25.5

58.0

E

23.0

23.0

100.0

33.0

25.0

55.0

30.0

25.0

65.0

F

24.0

22.0

83.0

33.0

25.0

55.0

30.0

24.0

59.0

rata-rata

23.5

22.5

91.5

33.0

25.0

55.0

30.0

24.5

62.0

24-Aug-09 A

21.0

19.0

82.0

26.0

21.0

62.0

26.0

21.0

62.0

B

22.0

20.0

82.0

28.0

23.0

64.0

27.0

22.0

63.0

rata-rata

21.5

19.5

82.0

27.0

22.0

63.0

26.5

21.5

62.5

C

28.0

24.0

70.0

32.0

26.0

66.0

31.0

26.0

66.0

D

28.0

25.0

77.0

33.0

26.0

56.0

33.0

25.0

55.0

rata-rata

28.0

24.5

73.5

32.5

26.0

61.0

32.0

25.5

60.5

E

24.0

22.0

83.0

34.0

26.0

51.0

30.0

25.0

65.0

F

24.0

22.0

83.0

34.0

25.0

51.0

30.0

24.0

59.0

rata-rata

24.0

22.0

83.0

34.0

25.5

51.0

30.0

24.5

62.0

Tanggal Kandang

Pagi Siang Sore

Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban

25-Aug-09 A

23.0

20.0

75.0

25.0

21.0

68.0

26.0

22.0

69.0

B

23.0

21.0

83.0

23.0

22.0

91.0

27.0

22.0

63.0

rata-rata

23.0

20.5

79.0

24.0

21.5

79.5

26.5

22.0

66.0

C

33.0

25.0

55.0

31.0

27.0

72.0

32.0

27.0

66.0

D

29.0

28.0

92.0

32.0

27.0

66.0

33.0

26.0

56.0

rata-rata

31.0

26.5

73.5

31.5

27.0

69.0

32.5

26.5

61.0

E

24.0

23.0

91.0

32.0

26.0

61.0

30.0

25.0

65.0

F

25.0

23.0

84.0

32.0

26.0

61.0

30.0

25.0

65.0

rata-rata

24.5

23.0

87.5

32.0

26.0

61.0

30.0

25.0

65.0

26-Aug-09 A

22.0

20.0

82.0

26.0

22.0

69.0

27.0

22.0

63.0

B

23.0

21.0

83.0

26.0

24.0

84.0

27.0

23.0

70.0

rata-rata

22.5

20.5

82.5

26.0

23.0

76.5

27.0

22.5

66.5


(4)

C

33.0

26.0

56.0

31.0

26.0

66.0

32.0

27.0

66.0

D

29.0

25.0

71.0

31.0

26.0

66.0

32.0

30.0

86.0

rata-rata

31.0

25.5

63.5

31.0

26.0

66.0

32.0

28.5

76.0

E

24.0

23.0

91.0

32.0

26.0

61.0

32.0

27.0

66.0

F

25.0

23.0

92.0

30.0

26.0

72.0

31.0

25.0

60.0

rata-rata

24.5

23.0

91.5

31.0

26.0

66.5

31.5

26.0

63.0

27-Aug-09 A

22.0

20.0

82.0

26.0

22.0

69.0

24.0

21.0

75.0

B

23.0

21.0

83.0

28.0

24.0

70.0

24.0

22.0

83.0

rata-rata

22.5

20.5

82.5

27.0

23.0

69.5

24.0

21.5

79.0

C

28.0

25.0

77.0

31.0

27.0

66.0

30.0

26.0

72.0

D

28.0

21.0

51.0

33.0

30.0

80.0

31.0

28.0

79.0

rata-rata

28.0

23.0

64.0

32.0

28.5

73.0

30.5

27.0

75.5

E

23.0

21.0

83.0

30.0

28.0

85.0

25.0

24.0

92.0

F

24.0

22.0

83.0

32.0

25.0

55.0

27.0

24.0

77.0

rata-rata

23.5

21.5

83.0

31.0

26.5

70.0

26.0

24.0

84.5

Tanggal Kandang

Pagi Siang Sore

Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban

28-Aug-09 A

20.0

20.0

100.0

25.0

23.0

84.0

26.0

21.0

62.0

B

20.0

21.0

91.0

26.0

23.0

76.0

27.0

23.0

70.0

rata-rata

20.0

20.5

95.5

25.5

23.0

80.0

26.5

22.0

66.0

C

26.0

25.0

92.0

31.0

26.0

66.0

31.0

26.0

66.0

D

26.0

21.0

69.0

31.0

25.0

60.0

33.0

32.0

93.0

rata-rata

26.0

23.0

80.5

31.0

25.5

63.0

32.0

29.0

79.5

E

20.0

21.0

91.0

31.0

26.0

66.0

31.0

26.0

66.0

F

21.0

22.0

91.0

33.0

26.0

56.0

32.0

25.0

55.0

rata-rata

20.5

21.5

91.0

32.0

26.0

61.0

31.5

25.5

60.5

29-Aug-09 A

22.0

19.0

74.0

26.0

22.0

69.0

25.0

22.0

76.0

B

22.0

20.0

82.0

27.0

23.0

70.0

26.0

23.0

76.0


(5)

rata 22.0 19.5 78.0 26.5 22.5 69.5 25.5 22.5 76.0

C

28.0

25.0

77.0

32.0

27.0

66.0

32.0

27.0

66.0

D

27.0

26.0

92.0

34.0

33.0

93.0

33.0

32.0

93.0

rata-rata

27.5

25.5

84.5

33.0

30.0

79.5

32.5

29.5

79.5

E

22.0

21.0

91.0

33.0

27.0

61.0

31.0

26.0

66.0

F

24.0

22.0

83.0

33.0

26.0

56.0

32.0

25.0

55.0

rata-rata

23.0

21.5

87.0

33.0

26.5

58.5

31.5

25.5

60.5

30-Aug-09 A

23.0

22.0

91.0

27.0

23.0

70.0

25.0

22.0

76.0

B

23.0

22.0

91.0

29.0

24.0

64.0

26.0

23.0

76.0

rata-rata

23.0

22.0

91.0

28.0

23.5

67.0

25.5

22.5

76.0

C

29.0

26.0

78.0

33.0

28.0

67.0

32.0

27.0

66.0

D

30.0

27.0

78.0

35.0

31.0

74.0

33.0

27.0

61.0

rata-rata

29.5

26.5

78.0

34.0

29.5

70.5

32.5

27.0

63.5

E

25.0

23.0

84.0

33.0

30.0

80.0

30.0

26.0

72.0

F

25.0

24.0

92.0

33.0

26.0

56.0

30.0

25.0

65.0

rata-rata

25.0

23.5

88.0

33.0

28.0

68.0

30.0

25.5

68.5

Tanggal Kandang

Pagi Siang Sore

Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban Kering Basah Kelembaban

31-Aug-09 A

23.0

21.0

83.0

27.0

22.0

63.0

27.0

24.0

77.0

B

23.0

22.0

91.0

28.0

23.0

64.0

27.0

24.0

77.0

rata-rata

23.0

21.5

87.0

27.5

22.5

63.5

27.0

24.0

77.0

C

29.0

25.0

71.0

32.0

27.0

66.0

33.0

28.0

67.0

D

29.0

27.0

85.0

32.0

26.0

61.0

34.0

27.0

56.0

rata-rata

29.0

26.0

78.0

32.0

26.5

63.5

33.5

27.5

61.5

E

23.0

21.0

83.0

33.0

28.0

67.0

32.0

27.0

66.0

F

24.0

22.0

83.0

33.0

25.0

50.0

32.0

26.0

61.0

rata-rata

23.5

21.5

83.0

33.0

26.5

58.5

32.0

26.5

63.5

1-Sep-09 A

23.0

21.0

83.0

27.0

22.0

63.0

26.0

25.0

92.0

B

23.0

20.0

75.0

29.0

22.0

52.0

27.0

25.0

84.0


(6)

rata-rata

23.0

20.5

79.0

28.0

22.0

57.5

26.5

25.0

88.0

C

28.0

26.0

85.0

32.0

27.0

66.0

31.0

27.0

72.0

D

30.0

29.0

92.0

32.0

26.0

61.0

31.0

29.0

86.0

rata-rata

29.0

27.5

88.5

32.0

26.5

63.5

31.0

28.0

79.0

E

25.0

23.0

84.0

33.0

27.0

61.0

34.0

26.0

51.0

F

25.0

23.0

84.0

33.0

26.0

56.0

28.0

20.0

45.0

rata-rata

25.0

23.0

84.0

33.0

26.5

58.5

31.0

23.0

48.0