EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPIK PADA PISANG

EVALUATION OF PHENOTYPIC VARIABILITY AMONG BANANA cv. AMPYANG REGENERATED FROM GAMMA IRRADIATION INDUCED-MUTATION Abstract Banana and plantain are important for food security. To widen banana genetic diversity is a difficult task because most of edible banana are either triploid, male sterility and partenocarp. Therefore conventional breeding approach for this crop is difficult. The objectives of this research were to characterize and evaluate phenotypic diversity of banana cv. Ampyang plant, in vitro regenerated from gamma irradiated plantlet. The phenotypes both quantitative and qualitative characters were evaluated when the plantlets were at six months after acclimatization. Result indicated banana plant regenerated from gamma irradiated explants to exhibit lower plant height, shorter leaf, and leaf lenght by leaf width ratio than from non-irradiated ones. Population of banana cv. Ampyang gamma irradiated at 30, 40, 45 and 50 Gy showed wider variation in qualitative characters than that treated with 0 Gy. Banana cv. Ampyang originated from explants treated with 0 Gy showed similar stomatal density than that from explants treated with 45 and 50 Gy. On the other hand, those originated from explants treated with 20, 25, 30 or 40 Gy showed lower stomatal densities than that treated with 0 Gy. Field evaluation found that 12 clones of banana variant identified as a positive variant character. Those clones produce high agronomic traits and quality of fruits, and these are regenerated from 30 Gy 4 clones, 50 Gy 3 clones, 45 Gy 2 clones, 25 Gy 1 clon and the others from non-irradiated plant 2 clones. Based on these research, gamma irradiation followed by in vitro proliferation could induced phenotypic variation among regenerated plantlets of banana cv. Ampyang Keywords; Musa acuminata AAA, stomatal density, doses of gamma irradiation. Pendahuluan Pisang dan plantain Musa spp merupakan tanaman buah yang menempati urutan ke-4 sebagai tanaman pangan utama setelah padi, gandum dan jagung Jain Swennen 2004 yang tumbuh di negara tropis dan subtropis. Pisang terdiri dari banyak kultivar, perkiraan jumlah kultivar di seluruh dunia berkisar antara 300 sampai lebih dari 1000 Ploetz et al. 2007. Di Indonesia pisang merupakan komoditas buah-buahan prioritas di samping durian, jeruk, mangga, manggis, nenas dan pepaya dengan produktivitas yang tinggi yaitu sebesar 6.373.533 ton pada tahun 2009 BPS 2011. Pisang yang dikonsumsi pada saat ini berasal dari pisang liar yang berasal dari kultivasi species dan hibrida dari Musa acuminata AA dan Musa balbisiana BB. Musa acuminata merupakan species yang tersebar luas di antara genus Musa, dan pusat diversitas species ini diduga berada di Malaysia dan Indonesia. Pisang yang dapat dikonsumsi memiliki perbedaan satu dengan lainnya, beberapa dari karakter yang paling variatif adalah: tinggi dan bentuk tanaman, suckers yang dihasilkan, pigmentasi, ukuran orientasi dan bentuk tandan pisang, ukuran, bentuk, warna dan rasa buah Ploetz et al. 2007. Di Asia Tenggara pisang kultivar triploid telah menggantikan diploid AA karena buah yang besar dan pertumbuhan tanaman yang kokoh Pillay Tripathi 2007. Program penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman buah belum cukup tersedia, sehingga program pengembangan tanaman buah mengalami stagnasi yang dapat memicu hilangnya plasma nutfah untuk pengembangan tanaman buah-buahan IAEA 2009. Pengembangan genetik tanaman buah dapat dilakukan melalui metode konvensional dan non-konvensional seperti bioteknologi dan mutagenesis, agar kontinuitas produksi buah, koleksi plasma nutfah dan konservasi tanaman dapat terjaga. Pada tanaman buah, mutasi induksi digunakan untuk tujuan mendapatkan tanaman dengan karakteristik yang diinginkan seperti tinggi tanaman, waktu pembungaan dan pemasakan buah, warna buah, selfcompatibility dan resisten terhadap patogen Predieri 2001. Mutasi secara alami merupakan proses yang jarang terjadi, bersifat random, dan mutan umumnya bersifat resesif, sehingga pemuliaan mutasi membutuhkan skrining sampel populasi hasil mutasi dalam jumlah yang besar untuk mengidentifikasi individu-individu yang diinginkan. Skrining harus dilakukan pada setiap tahapan pertumbuhan tanaman yang berbeda Mak et al. 2004. Pada tanaman berbiak vegetatif seperti pisang, peningkatan keragaman tanaman memiliki kendala karena pisang yang dikonsumsi umumnya triploid, partenokarpi bakal biji dapat menjadi buah tanpa terjadi pembuahan, dan putik yang steril Valmayor et al. 2000; Hwang Ko 2004, Suprasana et al. 2008, sehingga teknik mutasi induksi secara in vitro merupakan alternatif untuk pengembangan tanaman pisang dengan keragaman yang lebih tinggi. Evaluasi di rumah kaca dan di lapangan dilakukan untuk melihat konsistensi keragaman fenotipik yang tampak pada tanaman yang berasal dari hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa varian-varian yang dihasilkan bukan terjadi karena efek regenerasi secara in vitro atau pengaruh lingkungan, tetapi karena adanya mutasi pada gen-gen yang terdapat pada plantlet hasil mutasi. Menurut Predieri 2001 iradiasi yang diikuti dengan regenerasi tunas- tunas adventif, sangat memungkinan terjadinya recovery yang akan menghasilkan mutan-mutan yang memiliki sifat agronomis yang berguna. Pisang cv. Ampyang Musa acuminata, AAA, subgrup non-Cavendish merupakan jenis pisang meja dessert banana yang sudah sulit dijumpai di pasar tradisional dan jarang dibudidayakan oleh petani, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan agar kemungkinan kehilangan plasma nutfah kultivar ini dapat dihindari. Tujuan percobaan untuk mengkarakterisasi dan evaluasi keragaman fenotipik tanaman pisang cv. Ampyang hasil mutasi induksi secara in vitro dengan iradiasi gamma secara kuantitatif dan kualitatif, di rumah kaca dan di lapangan. Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman dan halaman pekarangan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Lahan petani yang berlokasi di Darmaga – Bogor, pada bulan Oktober 2008 – Mei 2011. Penelitian terdiri atas dua tahapan kegiatan; 1 Evaluasi di rumah kaca terhadap keragaman fenotipik varian tanaman pisang hasil mutasi induksi secara in vitro ; 2 Evaluasi di lapangan terhadap keragaman fenotipik varian tanaman pisang hasil hasil mutasi induksi secara in vitro. Bahan tanaman berupa tanaman pisang cv. Ampyang Musa acuminta, AAA, subgrup non-Cavendish yang berasal dari plantlet hasil iradiasi gamma Co- 60 0, 20, 25, 30, 40, 45 dan 50 Gy, dan telah diregenerasikan selama 10 bulan. Plantlet pisang yang sehat diaklimatisasi ke dalam gelas plastik 200 ml berisi media tanam dengan komposisi:tanah 33, pupuk kandang 33, humus 33, NPK 0.4, pestisida 0.3 dan dolomit 0.3. Plantlet diberi sungkup plastik untuk mencegah transpirasi yang berlebihan dan diletakkan dalam tempat teduh dan disiram dengan larutan ½ MS setiap 2 minggu sampai bibit berusia 2 bulan. Bibit pisang selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag ukuran 15x15x30 cm, berisi campuran media tanam dan kompos 1:1, untuk mendukung pertumbuhan normal tanaman dilakukan penyiraman dengan pupuk NPK setiap 2 minggu sekali. Tanaman pisang ditumbuhkan selama 6 bulan, selanjutnya diamati karakter agronomis tanaman secara kuantitatif jumlah daun, jumlah stomata, tinggi tanaman, lingkar batang semu, panjang dan lebar daun, rasio panjang:lebar daun dan secara kualitatif. Setelah berusia 6-8 bulan tanaman yang sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit dipilih dan dipindahkan ke lapangan. Tanaman varian di tanam di lapangan dengan jarak 2 m antar baris dan 2 m dalam baris 2 x 2m dalam lubang tanam berukuran 25 x 25 x 25cm p x l x d. Pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan, seperti penyiangan gulma dan pembuangan daun-daun yang kering. Tanaman ditumbuhkan sampai berbuah, dan pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif dilakukan pada saat usia tanaman 11 bulan terhadap karakter kuantitatif berupa jumlah pelepah daun, tinggi tanaman, lingkar batang semu, panjang dan lebar daun maksimum. Selanjutnya untuk masing-masing peubah, nilai pengamatan dikelompokkan, dan individu yang menyimpang dari nilai pengamatan dari rata- rata tanaman standar dianggap sebagai varian. Pertumbuhan generatif diamati pada saat panen, terhadap karakter kuantitatif buah berupa berat buah per tandan, jumlah sisir per tandan, jumlah buah per tandan, kisaran panjang dan lingkar buah. Pengamatan karakter kualitatif dilakukan melalui analisis proksimat pada sampel buah secara duplo pada setiap perlakuan yang diuji, berupa persentase kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar dan kandungan karbohidrat. Hasil dan Pembahasan Evaluasi di rumah kaca terhadap keragaman fenotipik tanaman pisang Evaluasi keragaman fenotipik tanaman hasil mutasi induksi secara in vitro dilakukan setelah tanaman tersebut ditumbuhkan di rumah kaca selama 6 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter kuantitatif tinggi tanaman, lingkar batang semu, panjang daun, lebar daun, rasio panjang:lebar daun, serta densitas stomata, dan kualitatif tanaman morfologi daun dan pelepah, serta keberadaan bercak. Evaluasi di lapangan dilakukan pada usia 11 bulan setelah tanaman ditumbuhkan di lapangan terhadap karakter kuantitatif, dan saat panen terhadap kuantitas dan kualitas buah yang dihasilkan. Evaluasi terhadap karakter kuantitatif tanaman Evaluasi terhadap karakter agronomis tanaman pisang cv. Ampyang usia 6 bulan setelah aklimatisasi, secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada karakter tinggi tanaman, panjang daun dan rasio panjang : lebar p:l daun, sedangkan pada karakter lingkar batang semu dan lebar daun tidak berbeda. nyata antara tanaman yang berasal dari hasil iradiasi dan tanaman kontrol 0 Gy. Tanaman pisang yang tidak diradiasi 0 Gy memiliki rataan tinggi tanaman yang tertinggi 98.98 cm, dan secara statistik hanya berbeda nyata dengan tanaman hasil iradiasi 50 Gy 81.79 cm Tabel 4. Pada karakter panjang daun pisang Tabel 5, tanaman yang berasal dari eksplan yang tidak diradiasi 0 Gy memiliki rataan panjang daun terbesar 43.47 cm dan secara statistik berbeda nyata dengan tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20, 30, 40, 45 dan 50 Gy, namun tidak berbeda nyata dengan hasil radiasi 25 Gy 42.32 cm. Tabel 4 Karakter tinggi tanaman dan lingkar batang semu pisang cv. Ampyang hasil perlakuan iradiasi gamma usia 6 bulan setelah aklimatisasi Dosis iradiasi Gy Persentase tanaman yang hidup N Tinggi tanaman cm Lingkar batang semu cm Rataan Rataan 75.0 43 90.98 a 2.73 a 20 40.0 20 90.15 ab 2.90 a 25 56.7 33 90.97 a 2.71 a 30 90.0 45 86.76 ab 2.66 a 40 60.0 36 88.00 ab 2.85 a 45 87.5 35 83.11 ab 2.81 a 50 61.4 43 81.79 b 2.62 a Koef. Variasi 19.94 22.85 Keterangan. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 melalui uji DMRT Tabel 5 Karakter panjang daun, lebar daun dan rasio panjang:lebar daun pisang cv. Ampyang hasil perlakuan iradiasi gamma usia 6 bulan setelah aklimatisasi Dosis iradiasi Gy Persentase tanaman yang hidup N Panjang daun cm Lebar daun cm Ratio p : l daun Rataan Rataan Rataan 75.0 43 43.47 a 15.49 a 2.82 a 20 40.0 20 40.03 bc 15.07 a 2.69 ab 25 56.7 33 42.32 ab 16.17 a 2.62 bc 30 90.0 45 39.22 c 15.40 a 2.59 bc 40 60.0 36 39.84 bc 15.44 a 2.63 bc 45 87.5 35 37.89 c 14.55 a 2.64 bc 50 61.4 43 38.82 c 15.47 a 2.53 c Koef. Variasi 18.82 20.89 10.35 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 melalui uji DMRT. Gambar 5 Persamaan regresi karakter tinggi tanaman, panjang daun, rasio panjang: lebar daun tanaman pisang cv. Ampyang 6 bulan setelah aklimatisasi. Tanaman kontrol 0 Gy juga memiliki rataan rasio p:l daun terbesar 2.82 , berbeda nyata dengan tanaman hasil iradiasi 25 - 50 Gy namun tidak berbeda nyata dengan hasil iradiasi 20 Gy 2.69 Tabel 5. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi gamma 20-50 Gy memiliki rasio p:l daun yang lebih kecil, sehingga secara nyata memiliki bentuk daun yang lebih lebar dibandingkan dengan kontrol. . Hasil persamaan regresi memperlihatkan bahwa peningkatan perlakuan dosis iradiasi gamma pada eksplan tunas pisang pada saat mutasi induksi secara in vitro , berkorelasi dengan penurunan tinggi tanaman r = 0.84, panjang daun r = 0.85, dan rasio p:l daun r = 0.86 Gambar 5, walaupun demikian secara umum, tanaman yang diberi perlakuan iradiasi gamma dengan dosis yang lebih tinggi 45- 50 Gy tidak memperlihatkan performan tanaman yang lebih buruk jika dibandingkan dengan pemberian dosis yang lebih rendah. Di dalam pemuliaan mutasi, frekuensi mutasi akan meningkat dengan peningkatan dan laju pemberian dosis iradiasi, namun diakui kemampuan untuk bertahan hidup dan kapasitas untuk beregenerasi akan berkurang dengan meningkatnya dosis iradiasi, sehingga secara keseluruhan efisiensinya akan menurun Bhagwat Duncan 1998. TT: y = -0.185x + 92.94 r = 0.84 80,00 84,00 88,00 92,00 96,00 20 40 60 T in ggi t an am an cm Dosis iradiasi gamma Gy PD: y = -0.098x + 43.19 r = 0.85 36,00 38,00 40,00 42,00 44,00 46,00 20 40 60 P an jan g dau n c m Dosis iradiasi gamma Gy Rasio p: l daun: y = -0.0045x + 2.78 r = 0.86 2,45 2,55 2,65 2,75 2,85 20 40 60 R as io p : l d au n Dosis iradiasi gamma Gy Evaluasi keragaman tanaman pisang secara kuantitatif dan kualitatif, serta untuk mengetahui lebih rinci dosis iradiasi yang lebih banyak menghasilkan varian, dilakukan dengan mengidentifikasi karakter agronomis tanaman pada setiap individu. Identifikasi dilakukan dengan membuat sebaran nilai pada karakter agronomis tanaman yang secara statistik signifikan. Tanaman yang berada di luar ukuran kisaran tanaman standar dari seluruh populasi yang diamati, diidentifikasi awal sebagai tanaman varian pada usia 6 bulan Gambar 6. Gambar 6 Sebaran nilai pada tinggi tanaman, panjang daun, rasio panjang dan lebar daun tanaman pisang cv. Ampyang usia 6 bulan setelah aklimatisasi. 2 3 7 26 5 4 5 5 6 3 10 15 3 2 5 3 14 14 9 1 3 9 19 4 1 3 18 12 1 3 3 17 15 5 10 20 30 52.67 ≥ 52.67 ≥ 70.14 ≥ 87.61 ≥ 105.67 ≥ 122.54 0 Gy 20 Gy 25 Gy 30 Gy 40 Gy 45 Gy 50 Gy Kisaran tinggi tanaman cm Ju m lah tan am an varian 1 3 6 21 12 4 6 5 5 3 8 15 6 1 6 2 12 19 4 2 6 10 17 3 1 4 18 9 3 2 6 12 20 3 10 20 30 25.09 ≥ 25.09 ≥ 32.66 ≥ 40.24 ≥ 47.81 ≥ 55.39 0 Gy 20 Gy 25 Gy 30 Gy 40 Gy 45 Gy 50 Gy Kisaran panjang daun cm Ju m lah tan am an varian 1 7 23 10 2 1 8 9 1 1 3 11 15 4 1 5 24 12 1 2 1 4 13 15 2 1 5 15 9 4 2 10 23 8 2 10 20 30 2.10 ≥ 2.10 ≥ 2.37 ≥ 2.64 ≥ 2.92 ≥ 3.19 0 Gy 20 Gy 25 Gy 30 Gy 40 Gy 45 Gy 50 Gy Rasio panjang : lebar daun Ju m lah t an am an varian Tabel 6 Jenis varian pada tanaman pisang cv. Ampyang yang berasal dari hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro berdasarkan karakter kuantitatif tanaman pada usia 6 bulan setelah aklimatisasi. Jenis varian Jumlah tanaman Persentase varian Tanaman varian hasil iradiasi gamma Tinggi tanaman cm ≥ 122.54 cm 2 0.8 25 Gy 2 tanaman min. 22.8; maks. 134.0 Panjang daun cm ≥ 55.39 cm 3 1.2 25 Gy 1 tanaman 30 Gy 2 tanaman min. 18.67; maks. 59.67 Rasio panjang: lebar daun 2.10 cm 2 0.8 30 Gy 1 tanaman 40 Gy 1 tanaman min. 1.47; maks. 3.82 Keterangan: Persentase varian diperoleh dari = Ʃ tanaman varian pada satu karakter Ʃ populasi tanaman yang diamati 255 tanaman x 100. Hasil pengamatan pada Gambar 6 dan Tabel 6, diketahui 12 tanaman 4.7 berukuran tinggi lebih rendah dari 52.67 cm, dan 2 tanaman 0.8 berukuran lebih tinggi dari 122.54 cm. Pada karakter panjang daun diketahui 10 tanaman 3.9 memiliki panjang daun lebih kecil dari 25.09 cm dan 3 tanaman 1.2 berukuran lebih besar dari 55.39 cm, sedangkan pada rasio panjang : lebar daun, diketahui 2 tanaman 0.8 memiliki rasio yang lebih kecil dari 2.10 0.8 serta 8 tanaman 3.2 memiliki rasio lebih besar dari 3.19. Varian-varian tanaman yang berukuran tinggi tanaman dan panjang daun yang lebih rendah, serta rasio panjang : lebar p:l daun yang lebih besar dari kisaran tanaman standar Gambar 6, tidak dikategorikan sebagai varian hasil iradiasi, karena karakter ini juga dijumpai pada tanaman yang berasal dari eksplan yang tidak diiradiasi 0 Gy, varian ini diduga karena faktor subkultur berulang selama plantlet tanaman berada 10 bulan dalam periode kultur in vitro. Pada percobaan tahapan ini tanaman yang memiliki karakter agronomis berada diluar kisaran tanaman standar, memberikan indikasi awal adanya variasi pada tanaman yang berasal dari hasil mutasi induksi secara in vitro, karena gambaran umum tanaman yang berasal dari kultur in vitro adalah potensi terjadinya variasi somaklonal yaitu variasi genetik yang terjadi selama jaringan tanaman dikulturkan, dan variasi ini dapat diturunkan pada anakannya Vuylsteke 1989; Collin Edwards 1999. Tanaman pisang yang berasal dari eksplan yang tidak diberi perlakuan iradiasi atau tanaman kontrol 0 Gy memiliki beberapa karakter agronomis yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan iradiasi. Peranan iradiasi gamma terhadap pertumbuhan rataan tinggi tanaman, panjang daun, dan rasio panjang:lebar daun menunjukkan keragaman fenotipik tanaman dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan dosis iradiasi yang diberikan. Evaluasi terhadap karakter kualitatif tanaman Evaluasi terhadap karakter kualitatif tanaman dilakukan pada setiap individu dari seluruh populasi yang ada. Pengamatan kualitatif dilakukan terhadap morfologi daun yaitu berupa daun variegata, daun bergaris hijau tua- muda, daun berkerut, susunan daun berbentuk melingkar roset, tepi daun menggulung, bentuk daun tidak beraturan dan rusak atau robek, ujung daun berbentuk lancip Gambar 7 a-g. Morfologi pelepah, berupa pelepah daun tersusun simetris berhadapan, pelepah tersusun seperti kipas, pelepah menyatu, pelepah berwarna merah Gambar 8 a-c, serta keberadaan bercak berupa daun tanpa bercak, bercak daun sedikit dan bercak banyak Gambar 9 a-c. Tabel 7 Jumlah tanaman dan persentase varian tanaman pisang cv. Ampyang hasil iradiasi gamma usia 6 bulan setelah aklimatisasi di rumah kaca. Jenis varian Jumlah tanaman dan persentase varian hasil iradiasi gamma, 0 Gy 20 Gy 25 Gy 30 Gy 40 Gy 45 Gy 50 Gy Morfologi Daun 1. Daun variegate 1 2.2 2 4.7 2. Daun bergaris hijau tua-muda 1 2.3 4 12.1 3 6.7 2 5.6 1 2.3 3. Daun berkerut 4 8.9 3 8.3 1 2.9 1 4.3 4. Susunan daun melingkar 1 2.3 2 4.7 5. Tepi daun menggulung 4 20.0 1 3.0 2 4.4 1 2.8 2 5.7 6 14.0 6. Daun tidak beraturan, robek 2 5.6 3 8.6 7. Daun tegak - ujung lancip 1 2.3 1 5.0 1 2.2 2 5.6 411.4 2 4.7 Morfologi Pelepah 1. Pelepah berhadapan 4 9.3 1 5.0 3 9.1 3 6.7 3 8.6 3 7.0 2. Pelepah tersusun seperti kipas 1 5.0 5 11.1 7 19.4 3 8.6 3 7.0 3. Pelepah menyatu 2 5.6 3 8.6 4. Pelepah berwarna kemerahan 2 4.7 1 3.0 5 11.1 1 2.8 4 11.4 1 2.3 Keberadaan bercak 1. Daun tanpa bercak 4 9.3 8 40.0 1339.4 1226.7 2 8.3 7 20.0 9 20.9 2. Daun dengan bercak sedikit 3 7.0 2 10.0 2 6.1 6 13.3 4 11.1 4 11.4 5 11.6 3. Daun dgn bercak banyak 3683.7 1050.0 1854.5 2760.0 2980.6 2468.6 2967.4 Jumlah populasi yang diamati 43 20 33 45 36 35 43 Keterangan . Persentase varian pada setiap karakter dihitung berdasarkan: Ʃ varian pada satu karakter Ʃ populasi yang diamati pada suatu perlakuan dosis iradiasi x 100. Pengamatan terhadap karakter kualitatif tanaman pada Tabel 7 diperoleh gambaran bahwa tanaman hasil iradiasi 30, 40, 45 dan 50 Gy menghasilkan jenis varian yang lebih banyak daripada tanaman kontrol 0 Gy, dan tanaman hasil iradiasi 20 dan 25 Gy. Tanaman hasil iradiasi 30-50 Gy secara kualitatif menghasilkan 11 jenis varian dari 14 jenis varian yang diamati, dan tanaman hasil iradiasi 50 Gy menghasilkan varian pada hampir semua jenis yang diamati. Gambar 7 Representasi varian tanaman hasil iradiasi usia 6-8 bulan berdasarkan karakter kuantitatif dan kualitatif: a tinggi tanaman tertinggi dan terendah, b daun berkerut, c daun bergaris hijau tua-muda, d daun variegata, e susunan daun berbentuk melingkar roset, f tepi daun menggulung, g daun tegak dengan ujung daun lancip, h bentuk daun tidak beraturan dan robek. b a c f e g 50Gy 3 8 45 Gy 4 33 d h 50 Gy 1 37 b 40 Gy 4 19 50 Gy 3 27 45 Gy 4 17 50 Gy 3 23 45 Gy 4 31 b Gambar 8 Varian tanaman hasil iradiasi gamma usia 6 bulan berdasarkan karakter kualitatif: a pelepah daun berhadapan, b pelepah daun menumpuk, c pelepah tersusun seperti kipas d pelepah daun berwarna merah. Gambar 9 Keberadaan bercak pada daun pisang; a daun tanpa bercak, b bercak sedikit dan c bercak banyak. Tanaman pisang dengan genom AAA secara alami memiliki bercak pada saat muda, dan tanaman yang tidak memiliki bercak diduga merupakan varian Gambar 9, sedangkan daun variegata, daun berkerut, tepi daun menggulung, dan daun berbentuk tidak beraturan diduga merupakan varian yang disebabkan oleh pemberian iradiasi pada eksplan awal saat periode kultur in vitro. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20 Gy memiliki jenis varian dengan b c a d 50 Gy 3 14 b 45 Gy 4 29 50 Gy 3 43 a c b Pelepah menumpuk Pelepah berhadapan 50 Gy 3 43 25 Gy 4 20 30 Gy 1 2 45 Gy 4 19 30 Gy 3 14 tepi daun menggulung yang terbanyak 20 Gambar 7-f, tanaman hasil iradiasi 25 Gy memiliki jenis varian dengan fenotipik daun bergaris hijau tua dan muda terbesar 12.1 Gambar 7-c, sedangkan tanaman yang tidak diradiasi 0 Gy memperlihatkan bercak daun banyak 83.7 Gambar 9-a. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 25, 40 dan 45 Gy beberapa memiliki varian berupa pelepah daun berhadapan simetris, pelepah daun menumpuk, pelepah tersusun seperti kipas, dan pelepah daun berwarna merah Gambar 8. Karakter daun variegata, daun berkerut, bentuk daun tidak beraturan dan robek, serta bentuk pelepah yang menyatu merupakan mutan yang bersifat negatif, demikian pula varian berupa karakter tanaman kerdil. Menurut Mak et al. 2004, kejadian yang cukup tinggi dari bentuk off-types, seringkali terjadi pada tanaman hasil iradiasi dan kultur in vitro, hal ini merupakan kendala dalam perbanyakan tanaman pisang. Pada pisang Cavendish bentuk off-types terjadi dari hasil perbanyakan secara in vitro dalam periode lama dan sejumlah siklus subkultur yang besar pada fase multiplikasi tunas, dan gen spesifik yang bertanggung jawab dalam mutan tersebut sejauh ini belum diketahui Khayat et al. 2004. Daun variegata yang terjadi pada percobaan ini Gambar 7-f ada kemungkinan merupakan kimera sektorial, atau kimera meriklinal karena daun variegata hanya terlihat pada sebagian permukaan daun. Kimera sektorial merupakan kimera dimana seluruh lapisan sel L1, L2, L3 pada daerah tertentu secara genetik berbeda dengan bagian lainnya, sedangkan kimera meriklinal hanya terjadi pada lapisan L1 dan jenis kimera paling tidak stabil Burge et al. 2002. Daun variegata terjadi karena adanya mutasi yang terjadi di dalam genom inti, karena genom inti mengkode lebih dari 90 seluruh protein kloroplas yang terdapat dalam plastida, dengan demikian diferensiasi kloroplas membutuhkan koordinasi ekspresi dari gen-gen inti dan kloroplas, dan perubahan informasi antara dua organel untuk merespon signal tersebut ke daun dan diferensiasi kloroplas dimediasi oleh jalur signal tertentu Sugimoto et al., 2004. Hasil pengamatan di lapangan dijumpai bahwa varian tanaman yang secara teoritis merupakan mutan negatif, seperti daun berkerut dan daun berbentuk tidak beraturan, ternyata masih mampu bertahan hidup dan beberapa mampu berbuah Tabel 13; Gambar 12. Karakter kualitatif daun bergaris dan pelepah menyatu merupakan varian negatif karena tidak mampu bertahan hidup. Evaluasi keragaman pada jumlah stomata Evaluasi keragaman tanaman terhadap jumlah stomata dilakukan pada saat tanaman berusia 8 bulan. Hasil pengamatan anatomi stomata pada daun segar diperoleh gambaran bahwa stomata banyak dijumpai pada epidermis bawah daun, berbentuk ginjal dan bertipe anomositik dengan sel-sel epidermis berbentuk heksagonal Gambar 10. Pengamatan jumlah stomata dilakukan melalui metode imprint dengan mengolesi pelapis kuku cutex transparan pada permukaan epidermis bawah daun ke-2 dan ke-3. Pelapis cutex dilepas dengan menggunakan pinset selanjutnya bentuk dan jumlah stomata diamati dibawah mikroskop. Jumlah stomata dihitung di bawah permukaan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x, dan densitas stomata diukur berdasarkan jumlah stomata per mm 2 daun. Hasil analisis dengan uji-F menunjukkan bahwa densitas stomata pada daun ke-2 dan ke-3 tidak berbeda nyata P 0.05 Tabel 8, sehingga diketahui bahwa urutan letak daun tidak mempengaruhi keragaman densitas stomata, dengan demikian daun ke-2 atau ke-3 dapat digunakan untuk mengidentifikasi keragaman densitas stomata pada daun pisang cv. Ampyang. Hasil perhitungan jumlah stomata pada epidermis bawah daun ke-3 Tabel 9 diketahui bahwa densitas stomata tertinggi terdapat pada daun tanaman pisang yang berasal dari eksplan tunas yang tidak diradiasi 0 Gy dengan rataan jumlah stomata 160.7 stomata per mm 2 . Densitas terendah terdapat pada tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 25 Gy yaitu sebesar 115.9 stomata per mm 2 . Gambar 10 Stomata daun pisang cv. Ampyang dilihat dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 400x, a stoma, b sel penutup guard cell, c sel tetangga subsidiary cell, d sel epidermis. Stoma a Sel penutup b Sel tetanggac Sel epidermis d Tabel 8 Uji F rataan densitas stomata pada epidermis bawah daun ke-2 dan ke-3 tanaman pisang cv. Ampyang, usia 8 bulan setelah aklimatisasi Pengamatan stomata pada epidermis bawah : N Densitas stomata jumlah stomata per mm 2 : Rataan ± SE Daun ke-2 80 137.9 3.1 Daun ke-3 80 137.4 3.0 Perbedaan rataan 0.5 p 0.4 Keterangan.: Pp 0.05 tidak berbeda nyata berdasarkan uji F. Tabel 9 Rataan densitas stomata daun ke-3 tanaman pisang cv. Ampyang hasil perlakuan iradiasi gamma, usia 8 bulan setelah aklimatisasi. Dosis iradiasi Gy N Densitas stomata jumlah stomata per mm 2 Rataan Min. Maks. 10 160.7 a 126 198 20 6 125.5 bc 104 177 25 15 115.9 c 82 164 30 15 129.9 bc 94 156 40 8 128.3 bc 104 161 45 10 157.3 a 118 218 50 16 146.1 ab 98 178 Koef. Variasi 19.7 Keterangan. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 melalui uji DMRT. . Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa densitas stomata tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20, 25, 30 dan 40 Gy secara nyata lebih rendah daripada tanaman kontrol dan tanaman hasil iradiasi 45 dan 50 Gy. Stomata daun tanaman yang tidak diradiasi 0 Gy terlihat tersusun teratur dan sangat rapat, sedangkan stomata daun yang berasal dari hasil iradiasi 20 dan 25 Gy terlihat berukuran lebih besar dan tersusun kurang beraturan, sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan ploidi pada tanaman hasil iradiasi tersebut Gambar 11. Menurut Hetherington Woodward 2003 perubahan genetik dapat menyebabkan perubahan densitas stomata dan ukuran stomata. Griffiths et al. 1996 melaporkan bahwa pada tanaman tembakau, semakin tinggi tingkat ploidi semakin besar ukuran sel dan stomatanya. Hasil penelitian Damayanti 2007 juga memperlihatkan bahwa tingkat ploidi berhubungan dengan ukuran sel epidermis dan densitas stomata pisang. Gambar 11 Stomata daun pisang cv. Ampyang diamati pada usia 8 bulan setelah diaklimatisasi. a stomata daun tanpa diradiasi 0 Gy dan b hasil iradiasi 20 Gy dengan perbesaran 40x, c stomata daun tanpa diradiasi 0 Gy dan d hasil iradiasi 25 Gy dengan perbesaran 100x. Hasil persamaan regresi menunjukkan peningkatan dosis iradiasi pada eksplan tunas pisang pada saat mutasi induksi dengan iradiasi gamma secara in vitro , tidak berkorelasi dengan penurunan densitas stomata 5 saat tanaman berusia 8 bulan. Daun dengan densitas stomata yang rendah 25 Gy cenderung memiliki bentuk stomata yang lebih besar. Menurut Essau 1977 dan Hetherington Woodward 2003, distribusi stomata dan ukuran stomata juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, species tanaman dan lingkungan kondisi stomata setiap tanaman. Densitas stomata berkisar 5-1.000 mm 2 sel epidermis, selain variabilitas yang tinggi terdapat hubungan yang kuat antara densitas dan ukuran stomata. Densitas stomata pisang cv. Ampyang hasil percobaan ini berkisar 115.88 – 160.70 stomata per mm 2 , hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Da Silva Costa et al. 2009 juga memperlihatkan densitas stomata pisang cv. Caipira grup genom AAA diketahui sebesar 140.9 stomata per mm 2 . a d b c Evaluasi di lapangan terhadap keragaman fenotipik tanaman. Tanaman pisang cv. Ampyang yang berasal dari mutasi induksi yang telah diregenerasikan selam 10 bulan secara in vitro dan ditumbuhkan di rumah kaca sampai usia 6 bulan, dipisahkan ke lapangan untuk dievaluai keragaman fenotipiknya. Pengamatan pada fase pertumbuhan vegetatif dilakukan pada usia 11 bulan setelah ditanam di lapangan, dan pertumbuhan generatif diamati saat tanaman berbuah. Keragaman fenotipik tanaman diamati terhadap karakter agronomis tanaman berupa tinggi tanaman, lingkar batang semu, panjang daun, lebar daun serta rasio panjang:lebar daun, jumlah sisir per tandan, jumlah buah per tandan, berat tanda buah, rasio panjang dan lingkar buah, dan umur panen. Evaluasi keragaman fenotipik tanaman pada pertumbuhan vegetatif. Hasil pengamatan terhadap karakter kuantitatif tanaman pisang cv. Ampyang pada usia 11 bulan setelah ditanam di lapangan, diperoleh gambaran umum adanya keragaman fenotipik pada beberapa karakter yang diamati. Persentase kemampuan tumbuh tanaman hasil perbanyakan secara in vitro ini relatif cukup tinggi berkisar 88.2 – 100.0 Tabel 10. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20 Gy memiliki karakter agronomis yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya pada semua karakter kuantitatif yang diamati, sedangkan tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 30 Gy menghasilkan pertumbuhan dengan karakter kuantitatif yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Tabel 10 Rataan tinggi tanaman dan lingkar batang semu pisang cv. Ampyang hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro, pada usia 11 bulan setelah tanam di lapangan. Dosis iradiasi Gy Jumlah dan persentase tanaman hidup Tinggi tanaman cm Lingkar batang semu cm Rataan ± SE Min. Maks. Rataan ± SE Min. Maks 17 89.5 277.29 ± 18.70 126 436 36.71 ± 3.26 13 62 20 6 100.0 132.17 ± 37.72 41 252 17.50 ± 4.29 8 35 25 15 88.2 246.80 ± 25.33 121 434 29.93 ± 2.97 14 53 30 25 96.2 321.20 ± 21.94 145 536 41.20 ± 2.62 16 72 40 10 78.6 288.10 ± 29.42 164 471 37.60 ± 2.79 24 52 45 15 100.0 220.60 ± 25.15 54 385 31.93 ± 3.29 9 55 50 21 80.8 268.86 ± 24.24 117 535 37.57 ± 3.58 17 75 Keterangan: = Ʃ tanaman yang hidup pada suatu perlakuan Ʃ tanaman yang ditumbuhkan di lapangan x 100. Tabel 11 Rataan panjang daun dan lebar daun pisang cv. Ampyang hasil i radiasi gamma dan regenerasi secara in vitro, pada usia 11 bulan setelah tanam di lapangan. Dosis iradiasi Gy Panjang daun cm Lebar daun cm Rataan ± SE Min. Maks. Rataan ± SE Min. Maks. 142.32 ± 11.12 61 226 46.03 ± 3.32 21 68 20 63.50 ± 17.72 20 119 23.67 ± 6.33 8 48 25 124.93 ± 11.92 53 201 43.27 ± 3.61 20 65 30 158.48 ± 10.92 75 275 52.56 ± 2.63 25 76 40 145.80 ± 10.54 103 214 52.10 ± 5.71 31 95 45 111.67 ± 10.90 36 170 39.80 ± 3.45 14 55 50 138.57 ± 11.78 62 271 45.40 ± 3.47 15 72 Tabel 12 Rataan rasio panjang dan lebar daun, jumlah anakan pisang cv. Ampyang hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro, pada usia 11 bulan setelah tanam di lapangan. Dosis iradiasi Gy Rasio panjang : lebar daun Jumlah anakan Rataan ± SE Min Maks Rataan ± SE Min Maks 3.09 ± 0.11 2.38 4.40 3.18 ± 0.78 10 20 2.63 ± 0.11 2.48 3.19 0.83 ± 0.31 2 25 2.87 ± 0.09 2.18 3.40 2.07 ± 0.80 12 30 2.97 ± 0.09 2.21 3.93 3.72 ± 0.60 10 40 2.97 ± 0.23 1.37 4.06 2.60 ± 1.14 12 45 2.74 ± 0.07 1.97 3.35 2.13 ± 0.57 9 50 3.12 ± 0.14 2.20 4.71 2.81 ± 0.67 10 Tanaman hasil iradiasi 30 Gy memiliki rataan tinggi tanaman 321.20 cm ± 21.94, lingkar batang semu 41.20 cm ± 2.62, panjang daun 154.48 cm ± 10.92, lebar daun 52.56 cm ± 2.63, serta jumlah anakan 3.72 anakan ± 0.60 yang lebih besar dari semua perlakuan iradiasi, sedangkan terhadap rasio panjang dan lebar daun relatif tidak jauh berbeda Tabel 10, 11 dan 12. Rasio terbesar dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 50 Gy 3.12 ± 0.14, sehingga secara fenotipik daun tanaman hasil iradiasi 50 Gy memiliki bentuk daun yang relatif lebih panjang. Secara teoritis rasio panjang dan lebar daun merupakan salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan tanaman, karena berhubungan dengan luas bidang absorbsi penyerapan cahaya dalam proses fotosintesis Taiz Zeiger 2002, namun hasil percobaan ini beberapa tanaman yang memiliki bentuk daun lebih panjang cenderung tidak mampu menghasilkan buah Tabel 13 dan 14. Evaluasi dan identifikasi keragaman pada setiap individu di lapangan, dilakukan dengan membuat sebaran nilai pada setiap karakter kuantitatif tanaman yang diamati. Tanaman yang berukuran lebih besar dari ukuran kisaran tanaman standar dari seluruh populasi tanaman yang diamati, dan memperlihatkan performan yang kokoh serta mampu berbuah dengan kualitas yang baik, diidentifikasi sebagai varian tanaman yang positif. Berdasarkan sebaran nilai karakter kuantitiatif tanaman dan karakteristik buah yang dihasilkan teridentifikasi beberapa varian yang berukuran lebih besar dari kisaran tanaman standar seperti yang disajikan pada Tabel 13 serta Lampiran 1 dan 2. Tabel 13 Jenis varian pada tanaman pisang cv. Ampyang yang berasal dari hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro, pada usia 11 bulan setelah tanam di lapangan. Jenis varian Jumlah tanaman Persentase varian Tanaman varian berasal dari : Jumlah anakan ≥ 8.7 8 9.1 0 Gy 7 18 0 Gy 7 20 25 Gy 4 1 min.0; maks. 12 30 Gy 7 44 30 Gy 7 50 40 Gy 4 30 45 Gy 4 17 50 Gy 3 8 Tinggi tanaman cm 53.49 2 2.3 20 Gy 1 19 20 Gy 1 23 ≥ 482.40 3 3.4 30 Gy 3 36 30 Gy 3 37 50 Gy 1 34 min. 41.0 ; maks.536.0 Lingkar batang semu 7.22 0 0.0 - ≥ 63.46 3 3.4 30 Gy 7 48 50 Gy 3 18 50 Gy 3 46 min. 8.0; maks. 70.0 Panjang daun cm 30.31 2 2.3 20 Gy 1 19 20 Gy 1 23 ≥ 239.04 3 3.4 30 Gy 3 36 30 Gy 3 37 50 Gy 1 34 min. 20.0; maks. 275.0 Lebar daun cm 14.50 3 3.4 20 Gy 1 19 20 Gy 1 23 25 Gy 4 25 ≥ 76.94 1 1.1 40 Gy 4 36 min. 8.0 ; maks. 95.0 Rasio panjang : lebar daun 1.97 1 1.1 40 Gy 4 36 ≥ 3.95 4 4.6 0 Gy 7 39 40 Gy 4 30 min. 1.4 ; maks. 4.7 50 Gy 3 14 50 Gy 1 37b Keterangan: Pers entase varian diperoleh = Ʃ tanaman diluar kisaran tanaman standar Ʃ populasi yang diamati 88 x 100 Identifikasi setiap individu tanaman varian di lapangan memperlihatkan bahwa dari 88 populasi tanaman yang diamati, terdapat 8 tanaman 9.1 memiliki jumlah anakan berkisar 9-12. Varian jumlah anakan ini tidak dikategorikan sebagai varian hasil mutasi karena tanaman 0 Gy juga menghasilkan jumlah anakan yang besar. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20 Gy 2 tanaman, teridentifikasi memiliki tinggi tanaman 53.49 cm, panjang daun 30.31 cm dan lebar daun 14.50 cm yang lebih rendah dari tanaman standar, serta tidak mampu berbuah Tabel 13. Tanaman yang berukuran jauh dibawah kisaran tanaman standar pada umumnya menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang rapuh dan tidak mampu berbuah, tanaman tersebut dikategorikan sebagai varian yang bersifat negatif. Demkian pula tanaman-tanaman yang teridentifikasi memiliki rasio panjang dan lebar p:l daun yang lebih besar dari tanaman standar, ternyata juga belum mampu menghasilkan buah. Tanaman yang memiliki karakter diatas kisaran tanaman standar yang merupakan varian yang bersifat positif, yaitu varian tanaman berasal dari hasil iradiasi 30 Gy 2 tanaman dengan kode tanaman [30 Gy 3 36] dan [30 Gy 3 37] 50 Gy 1 tanaman yaitu tanaman [50 Gy 1 34] memiliki tinggi tanaman ≥ 482.40 cm dan panjang daun ≥ 239.04 cm yang lebih besar dari tanaman standar. Tanaman hasil iradiasi 30 Gy dan 50 Gy dengan kode tanaman [30 Gy 7 38], [50 Gy 3 18] dan 50 Gy 3 46], memiliki lingkar batang semu lebih besar dari 63.46 cm, keseluruhan varian tersebut juga mampu menghasilkan buah dengan jumlah buah berkisar 61 – 104 buar per tandan Tabel 13; 14. Tanaman yang tidak diradiasi 0 Gy sebagian besar memiliki karakter agronomis dengan ukuran yang berada pada kisaran tanaman standar, dan tanaman yang berada pada kisaran tersebut umumnya memiliki performa yang kokoh. Tanaman yang berada dalam kisaran tanaman standar atau sedikit diatas kisaran tanaman standar beberapa mampu berbuah, seperti tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 25 Gy dan tanaman yang tidak diradiasi 0 Gy, sedangkan tanaman yang memiliki karakter pertumbuhan dibawah kisaran tanaman standar, beberapa mampu berbuah, namun menghasilkan kuantitas dan kualitas buah yang rendah, seperti tanaman berasal dari hasil iradiasi 0, 25 dan 50 Gy dengan kode tanaman [0 Gy 3 47], [25 Gy 4 18], dan [50 Gy 1 33] seperti yang disajika pada Tabel 14 dan Gambar 12. Tabel 14 Pengamatan karakter kuantitatif buah pisang cv. Ampyang yang berasal dari hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro saat panen usia 14-18 bulan setelah tanam di lapangan. Dosis iradiasi Kode Tanaman Jumlah anakan Jumlah sisir per tandan Jumlah buah per tandan Bobot tandan kg Rasio panjang : lingkar buah Umur panen bln 0 Gy 7. 18 10 8 110 12.50 - 14 0 Gy 7. 20 9 6 93 7.80 - 15 0 Gy 7. 20 15 7 75 4.50 1.48 23 0 Gy 7. 41 4 5 65 2.40 - 13 0 Gy 3. 47 6 58 5.22 1.25 14 25 Gy 4. 1 12 7 106 10.00 - 17 25 Gy 4. 18 5 23 2.67 - 14 25 Gy 4. 22 6 71 4.81 1.40 15 25 Gy 4. 30 4 5 65 2.80 1.50 15 30 Gy 3. 30 3 4 45 1.20 1.48 15 30 Gy 3. 36 8 7 104 7.61 1.26 15 30 Gy 3. 37 6 7 99 6.23 1.38 15 30 Gy 3. 38 3 4 48 3.36 - 20 30 Gy 7. 44 9 6 73 5.20 1.25 14 30 Gy 7. 48 10 7 98 8.80 1.12 17 30 Gy 7. 50 7 6 72 7.00 1.24 18 40 Gy 4. 33 4 3 25 1.50 1.10 14 45 Gy 4. 12 4 4 38 1.20 1.10 18 45 Gy 4. 17 17 5 52 2.70 1.12 18 45 Gy 4. 19 1 5 57 2.50 1.30 19 50 Gy 3. 18 10 7 96 5.30 1.40 15 50 Gy 3. 18 12 7 142 13.10 1.65 24 50 Gy 1. 33 2 18 1.60 1.30 14 50 Gy 1. 34 6 7 102 6.32 1.20 16 50 Gy 3. 46 5 6 61 4.50 - 16 Keterangan: = klon tanaman anakan, – tidak diamati Hasil pengamatan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa, usia panen tanaman pisang cv. Ampyang berkisar antara 14-18 bulan setelah ditanam dilapangan. Tanaman varian yang konsisten menghasilkan jumlah buah per tandan yang cukup besar dan jumlah anakan berkisar 9 -12 klon diperlihatkan pada tanaman yang tidak diradiasikontrol 0 Gy, dan yang berasal dari hasil iradiasi 50 Gy, yaitu pada tanaman dengan kode [0 Gy 7 20] dan [50 Gy 3 18], dan beberapa tanaman yang berbuah teridentifikasi tidak memiliki anakan. Pada Tabel 14 memperlihatkan karakteristik buah yang dihasilkan dari keseluruhan populasi tanaman yang diamati, beberapa tanaman hasil iradiasi 25, 30 dan 50 Gy serta tanaman 0 Gy, menghasilkan jumlah buah berkisar 98-142 buahtandan, dengan bobot tandan buah berkisar 7.61 – 13.10 kg. Individu yang berasal dari tanaman hasil iradiasi dengan kode tanaman [0 Gy 7 20] dan [50 Gy 3 18] menunjukkan konsistensi dalam karakteristik buah yang dihasilkan baik secara kuantitas dan kualitas buah, sehingga diidentifikasikan sebagai varian yang positif. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa varian tanaman pisang cv Ampyang yang berasal dari hasil mutasi induksi yang telah diregenerasikan selama 10 bulan dengan 6-8 x subkultur M 1 V 6-8 secara in vitro, setelah ditumbuhkan di rumah kaca dan di lapangan menunjukkan adanya keragaman fenotipik pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Keragaman fenotipik pada karakter kuantitatif tanaman bervariasi pada setiap tingkatan dosis iradiasi, hal ini dapat terjadi karena mutasi induksi bersifat acak Medina et al. 2004. Menurut Vuylsteke 1989 dan IAEA 2009, mutasi induksi dengan iradiasi gamma melalui teknik in vitro menjadi aspek utama di dalam penanganan plasma nutfah dan peningkatan efisiensi dalam proses pemuliaan tanaman pisang dan plantain Musa spp, serta menimbulkan variasi di antara populasi yang ada. Menurut Megia 2005 pisang merupakan model yang unik untuk mempelajari peran dari variasi somklonal. Tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20 Gy sebagian besar menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah pada hampir semua karakter pertumbuhan yang diamati dan tidak mampu berbuah, sehingga dikarekterisasikan sebagai varian yang negatif. Tanaman hasil iradiasi 30 Gy menghasilkan rataan pertumbuhan yang lebih tinggi pada hampir semua karakter yang diamati, demikian pula tanaman hasil iradiasi 50 Gy dimana pada umumnya juga menghasilkan karakter agronomis yang cukup baik. Hasil percobaan ini tidak terlihat bahwa tanaman hasil iradiasi tertinggi 50 Gy akan menghasilkan karakter kualitatif dan kuantitatif tanaman yang lebih buruk jika dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari hasil iradiasi yang lebih rendah, bahkan pada tanaman [50 Gy 3 18] menunjukkan konsistensinya dengan menghasilkan jumlah buah per tandan dan bobot tandan buah yang cukup besar. Menurut Novak et al. 1990 dan Mak et al. 2004 bahwa dosis optimum untuk pemuliaan mutasi tidak bisa menjadi satu- satunya penyebab penurunan kapasitas pertumbuhan tanaman sampai 50. Representasi gambar tanaman normal, kerdil, variasi bentuk dan warna brachtea pisang, tanaman yang berada diluar kisaran tanaman standar, serta keragaman bentuk buah pisang Ampyang hasil percobaan ini yang dikategorikan varian-varian tanaman yang bersifat positif disajikan pada Gambar 12 dan 13. Gambar 12 Varian tanaman pisang cv. Ampyang diidentifikasikan sebagai a tanaman standar normal, b-d tanaman dengan tinggi dan kualitas buah rendah dan kate, e-f variasi bentuk dan warna brachtea pada tanaman pisang dengan kuantitas buah 96-100 buah per tandan dan g-i kuantitas buah 38-57 buah per tandan pada usia 11-14 bulan setelah tanam. 45 Gy 4 12 45 Gy 4 19 50 Gy 3 18 0 Gy 7 18 30 Gy 3 36 25 Gy 4 18 a h f e d g 0 Gy 3 47 i c 50 Gy 3 37 b b Gambar 13 Keragaman fenotipik buah yang dihasilkan dari tanaman yang berasal dari hasil iradiasi gamma dan regenerasi secara in vitro M 1 V 6 yang dikategerikan sebagai varian positif: a-c usia 11-12 bln setelah tanam; d-h saat panen usia 14-18 bln setelah tanam; i buah klon anakan hasil iradiasi 50 Gy, usia panen 24 bln setelah tanam. Buah pisang cv. Ampyang pada umumnya memiliki bentuk silindris, warna kulit buah masak fisiologis hijau cerah-sedang, beberapa memiliki bercak. Warna kulit buah masak kuning cerah-orange dan setelah tua menjadi kecoklatan, namun 30 Gy 3 36 50 Gy 3 18 50 Gy 3 46 50 Gy 1 34 0 Gy 7 20 45 Gy 4 12 30 Gy 3 37 30 Gy 7 48 50 Gy 3 18 a c b d i h g f e warna daging buah tidak berubah hanya menjadi lebih gelap berwarna orange tua Gambar 14 a-b. Warna daging buah masak fisologis kuning - orange Gambar 14 c-e, aroma buah cukup tajam seperti pisang mas, rasa daging buah sangat manis dengan kadar kemanisan 21.72 – 24.29 o brix. Pengujian kualitas buah dilakukan pada buah yang dapat dikonsumsi dengan kriteria tidak busuk dan telah masak fisiologis dengan warna kulit buah dan daging buah telah berwarna kuning. Hasil analisis proksimat secara duplo Tabel 15 sampel pisang dari perlakuan 0, 25, 30, 45 dan 50 Gy, memperlihatkan rataan persentase kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar dan karbohidrat yang terkandung pada buah secara umum tidak berbeda jauh dengan hasil analisis pada sampel pisang yang diperoleh dari pasar komersial. Persentase kadar air berkisar 70.02 - 75.68, sedangkan pada sampel pisang cv. Ambon Hijau sebesar 75.61 dan cv. Raja Sereh 71.46. Persentase kadar abu dan protein lebih tinggi daripada ke dua sampel pisang pisang komersial yang diuji. Persentase lemak dan serat kasar bervariasi, sedangkan persentase karbohidrat relatif tidak berbeda. Menurut Ahloowalia Maluszynski 2001, mutasi mempengaruhi biosintesa pati yang dapat menyebabkan perubahan komposisi amylosa dan amylopektin sehingga merubah kandungan fisik-kimia dari butir-butir pati. Tanaman varian yang berasal dari hasil iradiasi 20 Gy tidak ada yang berbuah, dan yang berasal dari hasil iradiasi 40 Gy hanya satu tanaman yang berbuah, namun menghasilkan buah dengan karakteristik cepat membusuk, sehingga tidak dilakukan analisis. Tabel 15 Hasil analisis proksimat buah pisang cv. Ampyang hasil perlakuan iradiasi gamma yang ditumbuhkan di lapangan. Tanaman varian hasil iradiasi Kadar air Abu Lemak Protein Serat Kasar Karbohidrat Persentase 0 Gy 72.00 0.72 2.05 1.16 0.14 23.94 25 Gy 75.68 0.66 0.74 1.33 0.22 21.44 30 Gy 74.64 0.61 1.34 1.54 0.20 21.68 45 Gy 70.02 0.61 4.13 1.71 0.19 23.34 50 Gy 73.45 0.73 0.16 1.27 0.20 24.19 Kontrol 1 75.61 0.22 0.19 0.88 0.16 22.95 Kontrol 2 71.46 0.78 0.88 1.25 0.26 25.38 Keterangan: Kontrol 1 berasal dari buah pisang meja cv. Ambon Hijau; 2. cv. Raja Sereh Gambar 14 Karakteristik buah pisang cv. Ampyang setelah masak fisiologis: a-b Warna kecoklatan pada kulit buah dan warna orange tua daging buah pisang yang berasal dari hasil iradiasi gamma 25 Gy; b hasil iradiasi 45 Gy; d-e sisir buah pisang, buah dibelah membujur dan melintang yang berasal dari tanaman 0 Gy. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya menunjukkan adanya dosis optimum yang menghasilkan varian-varian yang positif. Seleksi mutan cv. Klue Hom Thong Pisang Ambon Kuning, AAA asal Thailand yang diperoleh melaui teknik kultur jaringan dengan iradiasi gamma 25 Gy, menghasilkan tanaman pisang dengan ukuran tandan besar dan bentuk buah silindris Jain 2010. Pada cv. Lakatan Barangan Kuning, AAA asal Malaysia dosis iradiasi 40 Gy menyebabkan penurunan tinggi tanaman dan mempercepat pembungaan Hautea et al. 2004, sedangkan pada pisang Embul AAB asal Srilanka pemberian dosis 45 Gy pada kultur pucuk secara in vitro akan menghasilkan tanaman dengan tinggi yang rendah dan pembuahan yang lebih cepat yaitu 6 bulan setelah tanam di lapangan Hirimburegama et al. 2004. Hasil percobaan ini tidak tampak bahwa perlakuan iradiasi gamma yang diberikan pada periode kultur in vitro akan mempercepat pembuahan, karena pada umumnya tanaman berbuah pada usia 9-10 bulan setelah tanam, dan panen pada usia 14 – 18 bulan setelah tanam. Varian tanaman yang bersifat positif cenderung banyak dihasilkan pada tanaman yang berasal dari kontrol 0 Gy dan iradiasi 30, 50 Gy, dan varian negatif dengan karakter agronomis yang rendah dan tidak 0 Gy 7 20 0 Gy 7 20 45 Gy 4 12 25 Gy 4 30 25 Gy 4 30 a d c b e mampu berbuah atau menghasilkan buah dengan kualitas rendah dihasilkan pada beberapa tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 20 dan 40 Gy. Varian tanaman yang secara teoritis merupakan mutan negatif daun berkerut, bentuk daun tidak beraturan, masih mampu bertahan hidup dan beberapa mampu berbuah, seperti pada tanaman [45 Gy 4 17] yang tersaji pada Tabel 14 dan Gambar 15. Perolehan varian tanaman dengan karakter yang rendah hasil percobaan ini tidak diharapkan. Menurut Mak et al. 2004 perolehan karakter yang rendah dan tidak dapat bertahan hidup sampai dewasa merupakan salah satu kemungkinan yang akan diperoleh pada tanaman yang diberi perlakuan mutagenik, di antaranya adalah pertumbuhan yang lambat, daun yang lebih kompak dan tegak, batang semu yang rata, kaku dan warna yang bervariasi dari coklat tua sampai kuning terang, serta deformasi berbagai bentuk tandan dan karakteristik buah. Sifat-sifat agronomis yang rendah di antara populasi tanaman yang diseleksi, selain dipengaruhi oleh pemberian mutagen juga dipengaruhi oleh pengaruh negatif dari mutagen dan faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, cekaman air dan teknik pengolahan tanah Mak et al. 2004; Jain 2010. Gambar 15 Pertumbuhan dan perkembangan varian tanaman pisang cv. Ampyang yang berasal dari eksplan hasil iradiasi [45 Gy 4 17] pada usia: a 2 bulan dan b 4 bulan setelah aklimatisasi, c-d usia 18 bulan di lapangan, e-f karakteristrik bentuk buah sebelum dan setelah panen. a b c e d f Simpulan Karakterisasi dan evaluasi tanaman pisang cv. Ampyang di rumah kaca terhadap tanaman hasil mutasi induksi dan regenerasi secara in vitro, dapat mengidentifikasi secara fenotipik keberadaan tanaman varian secara kuantitatif dan kualitatif. Karakter tersebut tinggi tanaman, panjang daun, rasio panjang dan lebar daun, serta densitas stomata, morfologi daun dan pelapah diyakini dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan varian hasil mutasi induksi dengan iradiasi gamma pada pisang kultivar lainnya di rumah kaca. Peningkatan dosis iradiasi gamma yang diberikan pada eksplan tunas pisang in vitro pada saat mutasi induksi, menyebabkan penurunan tinggi tanaman, panjang daun, serta rasio panjang dan lebar daun, sehingga secara fenotipik tanaman yang diradiasi rata-rata memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dengan bentuk daun yang lebih lebar. Tanaman 0 Gy memiliki densitas stomata yang sama dengan tanaman hasil iradiasi 45 dan 50 Gy, dan lebih besar dari tanaman 20, 25, 30 dan 40 Gy. Evalusi terhadap karakter kualitatif tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 30, 40, 45 dan 50 Gy menghasilkan jenis varian yang lebih banyak daripada tanaman kontrol 0 Gy. Evaluasi keragaman tanaman pisang cv. Ampyang di lapangan dapat mengidentifikasikan adanya varian yang bersifat negatif dan positif. Tanaman varian yang bersifat negatif di antaranya daun variegata, bentuk daun tidak beraturan dan sobek, dan varian yang menghasilkan karakter kuantitatif yang lebih rendah dan tidak mampu berbuah. Varian tanaman yang bersifat positif 12 klon adalah varian yang memiliki bentuk daun keriput dan mampu berbuah yang berasal dari hasil iradiasi 45 Gy 2 klon, tanaman yang menghasilkan karakter agronomis diatas dan diantara kisaran tanaman stándar dengan kualitas buah yang baik, yaitu tanaman hasil iradiasi 30 Gy 4 klon dan 50 Gy 3 klon, yaitu tanaman hasil iradiasi 25 Gy 1 klon, dan tanaman kontrol 2 klon. Daftar Pustaka Ahloowalia B, Maluszynski M. 2001. Induced mutations – A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 167–173. [BPS] Biro Pusat Statistik 2010. Production of Fruit ton in Indonesia. Horti. Statistic. http:www.bps.co.id [ 2011]. Bhagwat B, Duncan EJ. 1998. Mutation breeding of Highgate Musa acuminata, AAA for tolerance to Fusarium oxysporum f. sp. cubense using gamma irradiation. Euphytica 101: 143–150. Burge GK, Morgan ER, Seelye JF. 2002. Opportunities for synthetic plant chimeral breeding: Past and future. Plant Cell Tissue Organ Cult 70:13-21 Collin HA, Edwards E. 1999. Plant Cell Culture. Singapore. Bios Scientific Publ. . Damayanti 2007. Analisis jumlah kromoson dan anatomi stomata pada beberapa plasma nutfah pisang Musa spp asal Kalimantan Timur. Bioscientiae 4 2: 53-61. Da Silva Costa FH, Pasqual M, Pereira JES, Mauro de Castro E. 2009. An anatomical and physiological modifications of micropropagated ‘Caipiria’ banana plants under natural light. Sci Agricv 66 3: 323-330. Essau K. 1977. Anatomy of seed plants. Ed. Ke-2. Toronto. John Wiley Sons. Griffiths AJF, Miller JH, Suzuki PT, Lewondr RC, Gelbert WM. 1996. An Introduction to Genetic Analysis . Ed ke-6. New York. WH Freeman Co. Hautea DM et al. 2004. Analysis of induced mutans of Philippine banana with molecular markers. Di dalam: Jain SM, Swensen R, editor. Banana Improvement: Celullular, Molecular Biology, and Induced Mutation . Enfield, Sci. Publ. Inc., hlm 41-53. http:www.fao.orgdocrep007ae216e ae216e07.htmbm07 . [26 Mei 2007] Hetherington AM, Woodward FI. 2003. The role of stomata in sensing and driving environmental change. Nature 424: 901-908. Hirimburegama WK, Dias WKG, Hirimburegama K. 2004. Banana improvement through gamma irradiation and testing for banana bract mosaic virus in Sri Lanka. Di dalam: Jain SM, Swensen R, editor. Banana Improvement: Celullular, Molecular Biology, and Induced Mutation . Enfield, Sci. Publ. Inc., hlm 41-53. http:www.fao.orgdocrep007ae216eae216e09.htm bm09 . [26 Mei 2007] Hwang S-C, Ko W-H. 2004. Cavendish banana cultivars resistant to Fusarium wilt acquired through somaclonal variation in Taiwan. Plant Disease 88 6: 580-588. Jain SM. 2010. In vitro mutagenesis in banana Musa spp. Improvement. Di dalam: Dubois T. et al. editor. Proc. IC on Banana and Plantain in Afrika. Acta Hort 879: 605-614. [IAEA] International Atomic Energy Agency. 2009. Induced mutation in tropical fruits trees . Plant breeding and genetic section. Vienna. IAEA-TECDOC- 1615. Khayat E, Duvdevani A, Lahav E, Ballesteros BA. 2004. Somaclonal variation in banana Musa acuminata cv. Grande Naine. Genetic mechanism, frequency, and application as a tool for clonal selection. Di dalam: Jain SM, Swensen R. editor. Banana Improvement: Celullular, Molecular Biology, and Induced Mutation . Enfield. Sci. Publ. Inc. http:www.fao.orgdocrep 007ae216e0b. htmbm11 [26 Mei 2007] Mak C, Ho YW, Liew KW, Asif JM. 2004. Biotechnology and in vitro mutagenesis for banana improvement. Di dalam: Jain SM, Swensen R, editor. Banana Improvement: Celullular, Molecular Biology, and Induced Mutation . Enfield, Sci. Publ. Inc., hlm 54-73. http:www.fao.orgdocrep 007ae216eae216e08. htmbm08 . [26 Mei 2007] Megia R. 2005. Musa sebagai model genom. Hayati 124: 167-170. Novak FJ, Afza R, van Duren M, Omar MS. 1990. Mutation induction by gamma irradiation of in vitro cultured shoot-tips of banana and plantain Musa cvs. Tropic Agric 67: 21–28. Pillay M, Tripathi L. 2007. Banana. Di dalam: C Kole Eds. Genome Mapping and Molecular Breeding in Plants . Vol. 4. Fruit and Nuts. Berlin Springer- Verlag. hlm. 281-301. Ploetz RC, Kepler AK, Daniells J, Nelson SS. 2007. Banana and plantain and overview with emphasis on Pasific islands cultivars. Specific Profiles for Pasific Island Agroforestry. http:www.agroforestry.netttiBanana- plantain-overview.pdf [7 Agust 2007] Predieri S. 2001. Mutation induction and tissue culture in improving fruits. Plant Cell Tissue Organ Cult

64: 185–210.

Sugimoto H. et al. 2004. The virescent-2 Mutation Inhibition Translation of Plastid Transcripts for the Plastic Genetic System at an Early Stage of Chloroplast Differentiation. Plant Cell Physiol 458: 985-996. Suprasanna P, Sidha M, Ganapathi TR. 2008. Characterization of radiation induced and tissue culture derived dwarf types in banana by using a SCAR marker. Aust J Crop Sci 12:47-52. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Ed ke-3. Sunderland. Sinauer Associates, Inc., Publ. Valmayor RV et al. 2000. Banana cultivar names and synonyms in Southeast Asia. France. INIBAP. Vuylsteke DR. 1989. Shoot-tip culture for the propagation conservation and exchange of Musa germplasm. Rome. Int.l Board for Plant Genet. Resourced.

BAB V VIRULENSI

F. oxysporum f.sp. cubense ISOLAT BANYUWANGI UNTUK IDENTIFIKASI KETAHANAN

PISANG cv. AMPYANG TERHADAP LAYU FUSARIUM Abstrak Fusarium oxysporum f.sp. cubense Foc isolat Banyuwangi merupakan cendawan patogen yang menginfeksi tanaman abaka Musa textilis Nee. Virulensi dan patogenitas isolat ini terhadap pisang cv. Ampyang Musa acuminata, AAA, subgroup non-Cavendish belum diketahui. Tujuan percobaan ini adalah 1 menguji virulensi miselium biotropik Foc isolat Banyuwangi terhadap pisang cv. Ampyang secara in vitro dengan menggunakan metode kultur ganda dual culture method ; 2 menguji efektivitas metode inokulasi dan kerapatan suspensi konidia Foc untuk identifikasi ketahanan pisang terhadap layu Fusarium di rumah kaca. Pengujian virulensi Foc dengan metode kultur ganda merupakan teknik dimana eksplan berupa plantlet pisang dikulturkan bersamaan dengan mycelia Foc secara in vitro . Hasil percobaan memperlihatkan adanya klorosis daun 10 hari setelah inokulasi. Tunas mengalami kematian rata-rata pada 30.44 hari setelah inokulasi, sehingga diketahui bahwa Foc isolat Banyuwangi virulen terhadap pisang Ampyang. Metode kultur ganda diyakini merupakan metode yang sederhana, mudah dan cepat serta efektif untuk skrining awal patogenitas dan virulensi Foc terhadap pisang kultivar lainnya. Hasil percobaan ini juga menunjukkan bahwa perendaman akar yang telah dilukai dalam suspensi konidia Foc kerapatan 2.5 x 10 7 konidia mL -1 selama 2 jam, merupakan metode yang paling efektif untuk mengidentifikasi ketahanan tanaman pisang terhadap layu Fusarium di rumah kaca. Kata kunci: Metode kultur ganda, metode inokulasi, suspensi konidia Foc.

Dokumen yang terkait

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Kultur In Vitro Bunga Pisang Barangan (Musa Acuminata L.) Pada Media MS Dengan Berbagai Konsentrai BAP Dan NAA

4 69 48

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95

Resistance against Fusarium oxysporum fsp cubense in banana cv Ampyang through induced mutation and in vitro selection

0 11 190

In Vitro Selection of Abaca for Resistance to Fusarium oxysporum f.sp. cubense

0 8 6

Molecular Characterization of Resistance Banana Cultivars to Panama Wilt Disease Caused by Fusarium oxysporum f.sp. cubense

1 26 368

In Vitro Induced Resistance of Fusarium Wilt Disease (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) by Salicylic Acid in Shallot CV ‘Bima Brebes’ | Khotimah | Ilmu Pertanian (Agricultural Science) 12840 61521 1 PB

0 3 8