varian dan a1 adalah koefisien dari komponen utama ke-i.
4. Jika
dimungkinkan nilai
dari eigenvector diinterpretasikan dalam
hubungan vektor.
3.4.3 Metode Analisis Data a. Evaluasi Data GSMaP
Perbandingan data GSMaP dengan data curah hujan permukaan dilakukan untuk
mengetahui nilai kualitas data GSMaP dalam menduga curah hujan. Penentuan nilai kualitas
data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan parameter-parameter statistika,
antara lain: 1.
Standar Deviasi Simpangan
baku standar
deviasi menunjukkan standar penyimpangan data
terhadap nilai rata-ratanya. Rumus standar deviasi adalah:
σ = 3
dimana x adalah nilai data pengamatan, adalah nilai rata-rata hitung, dan N adalah
jumlah total data. 2.
Koefisien Korelasi Nilai koefisien korelasi menunjukkan
tingkat keeratan hubungan antara dua variabel yang belum tentu menyatakan
hubungan sebab akibat.
4 3.
Root Mean Square Error RMSE RMSE digunakan untuk mengukur tingkat
akurasi hasil prakiraan suatu model dalam hal ini pendugaan curah hujan GSMaP.
RMSE merupakan
ukuran besarnya
kesalahan yang dihasilkan oleh suatu model prakiraan. Nilai RMSE yang rendah
menunjukkan bahwa variasi nilai yang dihasilkan oleh suatu model prakiraan
mendekati variasi nilai observasinya.
RMSE = 5
Perbandingan data GSMaP dan curah hujan
permukaan dilakukan
dengan menggunakan empat buah grafik sebagai
visualisasi yaitu grafik batang, garis, dan scatterplot. Langkah sebelumnya adalah
mengkonversi data curah hujan harian yang diperoleh dari BMKG menjadi curah hujan
bulanan. Selanjutnya data GSMaP dan curah hujan permukaan diplotkan berdasarkan deret
waktu. Pola temporal curah hujan di Papua dapat
diketahui dengan membuat grafik time series dari data curah hujan GSMaP yang sudah
dalam format ASCII. Curah hujan GSMaP tahun 1998-2006 dikelompokkan setiap bulan,
dari
bulan Januari
hingga Desember.
Selanjutnya mencari akumulasi curah hujan setiap bulannya dengan menggunakan rumus:
CH
sumi
6 dengan CH
sumi
adalah total nilai curah hujan bulan ke-i tahun 1998-2006, i adalah bulan,
dan j adalah tahun. Curah hujan dikelompokkan menjadi
empat periode, yakni periode basah pada bulan DJF Desember, Januari, Februari,
periode peralihan basah ke kering pada bulan MAM Maret, April, Mei, periode kering
pada bulan JJA Juni, Juli, Agustus, dan periode peralihan kering ke basah pada bulan
SON
September, Oktober,
November. Selanjutnya membandingkan kondisi hujan
keempat periode tersebut pada tahun normal, El Nino, dan La Nina untuk mengetahui
pengaruh ENSO terhadap kondisi hujan di Papua. Penentuan tahun ENSO dilakukan
dengan teknik running mean NOAA. El Nino terjadi apabila rata-rata indeks Nino 3.4 pada
dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah bernilai 0.4 lebih dari enam bulan berturut-
turut. Sedangkan La Nina terjadi apabila running mean kurang dari -0.4 selama 6 bulan
berturut-turut. b.
Transformasi Wavelet untuk Analisis Variabilitas Curah Hujan
Analisis koherensi antara curah hujan GSMaP dengan SOI dan Nino 3.4 bertujuan
untuk melihat seberapa besar pengaruh kedua indikator ENSO tersebut terhadap curah hujan
di Papua. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan transformasi wavelet. Metode
ini digunakan untuk menganalisis mode variabilitas
dominan dan
bagaimana variasinya
terhadap waktu
dengan mendekomposisikan deret waktu ke dalam
domain frekuensi waktu Torrence dan Compo 1998. Penelitian ini menggunakan
CWT Continous Wavelet Transform, yang dapat menganalisis osilasi sesaat dan bersifat
lokal dalam deret waktu, dan dapat digunakan untuk melihat hubungan yang ada antara dua
deret waktu, apakah daerah-daerah dalam domain frekuensi waktu memiliki hubungan
fase yang konsisten. Selanjutnya dapat diduga bagaimana interaksi kedua deret waktu
tersebut Grinsted et al 2004. CWT dari deret