based rainfall
estimates around
Japan using
a Gauge-Calibrated
Ground-Radar Dataset
Jepang dengan referensi data radar permukaan
yang dikalibrasi
oleh pengukuran penakar hujan dari JMA
periode Januari-Desember 2004. Hasil studi menunjukkan bahwa estimasi hujan
dengan menggunakan
data satelit
memiliki hasil terbaik pada daerah lautan dan
hasil terburuk
pada daerah
pegunungan. 5.
Seto et al 2009
An evaluation of over land
rain rate
estimates by
the GSMaP and GPROF
algorithm: the role of lower
frequency channels
Tulisan ini
mengevaluasi teknik
pendekatan nilai curah hujan di atas daratan dari algoritma GSMaP dan
TRMM TMI, dengan membandingkan keduanya dengan nilai yang dihasilkan
dari algoritma standar TRMM PR.
6. Ushio et
al 2009
A Kalman
filter approach
to the
Global Satellite
Mapping of
Precipitation GSMaP
from combined
passive microwave
and infrared radiometric
data Penelitian ini mengkaji tentang produk
GSMaP MVK yang dikembangkan melalui
model Kalman
Filter berdasarkan vektor atmosfer bergerak
yang diturunkan dari dua citra infra merah. Model ini digunakan untuk
menghasilkan data curah hujan dengan resolusi spasial dan temporal yang lebih
tinggi dari sebelumnya 0.1°, 1 jam
2.2 Curah Hujan di Papua
Papua merupakan salah satu pulau terbesar di dunia, dengan luas wilayah mencapai
420540 km persegi, yang mencakup 22 dari seluruh luas wilayah Indonesia. Papua terletak
di 130° - 141° BT dan 2°25 LU - 9° LS. Sebelah utara wilayah ini berbatasan dengan
Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah timur dan barat
berbatasan dengan Papua Nugini dan Papua Barat.
Papua memiliki iklim basah yang tidak biasa, baik di Indonesia maupun untuk skala
global Prentice dan Hope 2007. Sebagian besar daerah-daerah di Papua memiliki musim
hujan antara bulan Januari dan April the northwest season, sedangkan musim kemarau
terjadi pada bulan Mei dan Agustus the southern season. Hujan turun sepanjang
tahun di beberapa daerah di Papua Prentice dan Hope 2007.
Curah hujan merupakan unsur cuaca yang sangat fluktuatif karena keragamannya
menurut ruang dan waktu. Variasi curah hujan secara spasial dipengaruhi oleh sifat fisik
lokal seperti geografi, topografi, ketinggian tempat, sedangkan variasi secara temporal
dipengaruhi oleh angin dan perbedaan pemanasan permukaan oleh radiasi matahari
Situmorang 1990. Berdasarkan skala waktu temporal, Hamada et al 1997 dalam
Setiawan 1998 membagi curah hujan di Indonesia kedalam empat macam variasi,
yakni variasi diurnal, seasonal, intraseasonal, dan interannual.
Variasi diurnal dipengaruhi oleh faktor lokal, misalnya topografi, angin darat dan
angin laut, tipe vegetasi, drainase, kelembaban dan warna tanah, albedo, dll. Variasi musiman
dipengaruhi oleh
pergerakan matahari,
aktivitas konveksi, arah aliran udara di atas permukaan bumi, serta variasi sebaran daratan
dan lautan. Sedangkan variasi tahunan dipengaruhi oleh perilaku sirkulasi atmosfer
global, kejadian badai, dll.
Cuaca di Papua dikendalikan oleh tiga sistem sirkulasi utama, yakni sirkulasi
meridional Hadley, sirkulasi zonal Walker, dan sirkulasi polar trough Prentice dan Hope
2007. Ketiga
sirkulasi tersebut
membangkitkan dua zona penting dari konvergensi
udara permukaan,
yakni Intertropical Convergence Zone ITCZ dan
South Pasific Convergence Zone SPCZ Prentice dan Hope 2007. Sistem angin
permukaan yang mempengaruhi Papua antara lain angin Pasat, angin timur laut dan
tenggara, serta angin monsun. Di bawah ini merupakan
penelitian-penelitian tentang
Papua dan variabilitas curah hujan di Papua sebelumnya.
Tabel 3 Kajian-kajian tentang curah hujan di Papua No
Tahun Penulis
Judul Keterangan
1. 2002
Hamada et
al Spatial
and temporal variations
of the rainy season over Indonesia and
their link to ENSO Penelitian
ini membahas
tentang variasi regional dan interannual dari
musim hujan di Indonesia Sumatera- Papua menggunakan data curah hujan
harian dalam periode 1961-1990. Permulaan dan akhir musim hujan
dianalisis
dengan menggunakan
analisis harmonik, dan dikorelasikan dengan kejadian ENSO yang terjadi.
Hasil studi menunjukkan permulaan awal musim hujan yang datang
terlambat pada tahun-tahun El Nino pada kebanyakan daerah di Indonesia.
2. 2003
Aldrian E
dan Dwi
Susanto R. Identification
of three
dominant rainfall
regions within
Indonesia and their relation to
sea surface
temperature Penelitian
ini mengkaji
tentang karakteristik variabilitas curah hujan di
Indonesia Sumatera-Papua
yang dianalisis
dengan menggunakan
metode korelasi ganda. Hasil analisis dibandingkan dengan menggunakan
metode EOF dan EOF berputar rotated
EOF. Data
SST juga
digunakan sebagai
pembanding tambahan. Hasil studi menunjukkan
terdapat tiga pola curah hujan di Indonesia dengan karakteristik yang
mencolok. Dalam jurnal ini, Papua termasuk dalam region A. Dengan
demikian Papua merupakan wilayah dengan pola hujan monsun.
3. 2001
Khomarudin et al
Analisis pola hujan bulanan
dengan data
Outgoing Longwave
Radiation OLR
untuk menentukan kandungan air lahan
pertanian Penelitan ini mengkaji tentang kondisi
curah hujan di berbagai daerah di Indonesia.
Daerah yang
dapat dikatakan kering adalah Jawa Timur,
Bali, dan Nusa Tenggara karena memiliki defisit air lebih dari 6 bulan
dan bertipe
iklim Oldeman
E. Sedangkan
daerah Sumatera,
Kalimantan, dan Irian Jaya merupakan daerah dasah dengan surplus rata-rata
di atas 5 bulan dan tipe iklim Oldeman antara A-C1. Sedangkan daerah lainnya
termasuk kondisi sedang.
4. 2008
Adikusumah et al
Analisa monsun
dan TBO
berdasarkan GCMLAM
dan observasi
Studi ini melakukan identifikasi onset monsun Asia-Australia dan sifat hujan
di beberapa kota di Indonesia serta identifikasi aktivitas TBO terhadap
sifat
monsun. Hasil
penelitian menunjukkan
adanya keterkaitan
monsun dan TBO di 21 lokasi pengamatan, termasuk Papua.
5. 2007
Prentice ML dan
Hope GS.
The ecology
of Papua
Tulisan ini
membahas tentang
karakteristik iklim di Papua dari berbagai sudut pandang parameter
iklim seperti angin, temperatur, curah hujan, radiasi matahari, keawanan dan
lain-lain.
6. 2008
Kikuchi K. dan Wang B.
Diurnal precipitation
regimes in
the Global Tropics
Penelitian ini
mendokumentasikan variasi curah hujan di wilayah tropis
menggunakan dua jenis produk data TRMM 3B42 dan 3G68 periode
1998-2006. Tiga wilayah curah hujan diurnal yaitu: lautan, daratan dan
pantai, diuji berdasarkan amplitudo, waktu puncak dan fase propagasi dari
hujan diurnal.
7. 2010
Kubota et al Interannual rainfall
variability over the Eastern
Maritime Continent
Penelitian ini mengkaji variabilitas curah hujan interannual di wilayah
timur benua
maritim dengan
menggunakan data curah hujan stasiun dari Republik Palau 1923-2009 dan
Indonesia timur 1973-2008. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat dua
mekanisme
yang mempengaruhi
variabilitas curah hujan di wilayah ini, yaitu interaksi udara-laut di atas laut
Banda dan Arafura, serta proses subsidence di atas perairan ini pada
masa-masa sebelum musim monsun Australia.
2.3 Sirkulasi Monsun