Saran KESIMPULAN DAN SARAN
Setiawan U. 2008. Analisa monsun dan TBO Berdasarkan GCMLAM
dan observasi. Bidang Pemodelan Iklim Pusat Sains Atmosfer dan
Iklim, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, siap terbit.
Bjornsson H dan Venegas SA. 1997. A manual for EOF and SVD analyses
of climatic data. Department of atmospheric and oceanis sciences
and Centre for climate and global change research. McGill University
press
Brookfield HC, D Hart. 1966. Rainfall in the tropical
southwest pasific.
Canberra: Department
of Geography Publ. G3, Research
School of
Pasific Studies,
Australian National
University. Australian
National University
Press. Faqih A. 2003. Analisis pola spasial dan
temporal anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik, Hindia,
dan Atlantik serta kaitannya dengan anomali
curah hujan
bulanan [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor,
FMIPA. Bogor. Grinsted A, Jevrejeva J. 2004. Apllication of
cross wavelet
transform and
wavelet coherence to geophysical time series. Nonlinear Processes in
Geophysics 11:561-566. Hamada J, Yamanaka MD, Matsumoto J,
Fukao S, Winarso PA, Sribimawati T. 2002. Spatial and temporal
variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO.
Journal of the Meteorological Society of Japan 80:285-310.
Iwasaki H. 2008. NDVI prediction over Mongolian grassland using GSMaP
precipitation data
and JRA-
25JCDAS temperature data. J Arid Enviro 73: 557
–562. [JAXA] Japan Aerospace and Exploration
Agency. 2008. Global rainfall map in near real time data format
description. Japan:
Earth Observation Center.
[JAXA] Japan Aerospace and Exploration Agency. 2008. User‟s guide for
global rainfall
map by
JAXAEORC GSMaP near realtime system GSMaP NRT. Japan:
Earth Observation Center. Kikuchi K dan Wang B. 2007. Diurnal
precipitation regimes in the global tropics.
Journal of
Climate 21:2680-2696.
Kubota T, Shige S, Hashizume H, Aonashi K, Takahashi N, Seto S, Takayabu
YN, Ushio T, Nakagawa K, Iwanami K, Kachi M, Okamoto K.
2007. Global precipitation map using satellite-borne microwave
radiometers by the GSMaP project: production and validation. IEEE
45:2259-2275.
Kubota T, Ushio T, Shige S, Kida S, Kachi M, Okamoto K. 2009. Verification of
high-resolution satellite-based
rainfall estimates around Japan using a gauge-calibrated ground-
radar dataset. Journal of the Meteorological Society of Japan
87A:203-222.
Kubota T, Shirooka R, Hamada J, Syamsudin F.
2010. Interannual
rainfall variability
over the
Eastern Maritime Continent. Journal of the
Meteorological Society of Japan 87A:111-122.
Komaruddin MR, Parwati, Dalimunthe W. 2001. Analisis pola hujan bulanan
dengan data Outgoing Longwave Radiation
OLR untuk
menentukan kandungan air lahan pertanian. Warta LAPAN 3:1-8.
Madden JA dan Julian PR. 1993. Observaton of
the 40-50-day
tropical oscillation.
American Meteorological Society122: 814-
837 Okamoto K, Iguchi T, Takahashi N, Ushio T,
Awaka J, Kozu T, Shige S, Kubota T. 2007. High precision and high
resolution global precipitation map from
satellite data.
Japan: International
Symposium on
Antennas and Propagation, 22 Ags 2007.
Prentice M, Hope GS. 2007. Climate of Papua and i
t‟s recent change: the ecology of Papua. Singapore. Periplus
Edition: 177-195. Ruminta. 1989. Model arima untuk pendugaan
pola curah hujan Jakarta [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA.
Bogor. Setiawan EB. 1998. Studi pengaruh monsun
dan El Nino Southern Oscillation ENSO terhadap curah hujan di
Aceh [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor.
Seto S, Kubota T, Iguchi T, Takahashi N, Oki T. 2009. An evaluation of over-land
rain rate estimates by the GSMaP and GPROF algorithms:the role of
lower-rrequency channels. Journal of the Meteorological Society of
Japan 87A:183-202.
Situmorang B. 1990. Analisis curah hujan dengan fungsi ortogonal empirik
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor.
Spencer R.W, H.G. Michael, dan E.H. Tobbie. 1989. Precipitation Retrieval over
Land and Ocean with the SSMI: Identification and Characteristics of
the Scattering Signal. J Atmos and Ocean Tech 6:254-273.
Sulistyowati R. 2004. Variabilitas spasial dan temporal curah hujan bulanan
dengan menggunakan
metode EOFs:studi
kasus Propinsi
Sumatera Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor
Sukri NC, Laras K, Wandra T, Didi S, Larasati RP, Rachdyatmaka JR,
Osok S, Tjia P, Saragih JM, Hartati S, Listyaningsih E, Porter KR,
Beckett CG, Prawira IS, Punjabi N, Suparwanto SA, Beecham HJ,
Bangs MJ, Corwin AL. 2003. Transmission of epidemic dengue
hemorhagic fever in easternmost Indonesia. American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene 685: 529-535.
Surbakti PB. 2010. Pengembangan model monsun Indonesia berbasis hasil
analisis data
indeks monsun
regional [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor.
Tjasyono B, Zadrach L. D. 1996. The impact of El Nino on season in Indonesia
monsoon region. Proceedings of the Internasional Workshop on the
Climate System of Monsoon Asia. Japan, 3-6 Desember 1996, Kyoto:
Journal of the Meteorological Society of Japan.
Torrence C, Compo GP. 1998. A practical guide to wavelet analysis. Bull. Am.
Meteorol. Soc 79:61-78. Ushio T. 2008. Global precipitation mapping.
the eighteenth IHP training course International
Hydrological Program Satellite Remote Sensing
of Atmospheric
Constituents. Japan, 3-15 Nov 2008.
Ushio T., Sasashige K, Kubota T, Shige S, Okamoto K, Aonashi K, Inoue T,
Takahashi N, Iguchi T, Kachi M, Oki R, Miritomo T, Kawasaki Z.
2009. A Kalman filter approach to the global satellite mapping of
precipitation
GSMaP from
combined passive microwave and infrared radiometric data. Journal
of the Meteorological Society of Japan 87A:137-151.
Ushiyama T et al. 2003. Heating distribution by cloud systems derived from
Doppler Radar Observation in TOGA-COARE. Journal of the
Meteorological Society of Japan 81:1407-1434.
Wibowo YA. 2010. Evaluasi curah hujan GSMaP dan TRMM TMPA dengan
curah hujan pemrukaan wilayah Jakarta-Bogor [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, FMIPA. Bogor.
Yamanaka MD.
2011. Physical
and Dynamical
Climatology -
A summary
of its
theoretical framework
for application
in Indonesia
Maritime Continent
LAMPIRAN
Lampiran 1 Teknik pendekatan nilai curah hujan oleh sensor MWR pada satelit-satelit GSMaP Microwave radiometer MWR adalah sensor pasif yang mengukur daya total yang
diterima dalam sejumlah kanal. Kanal-kanal ini memiliki frekuensi dan lebar pita bandwidth yang berbeda. Radiasi yang diterima berasal dari atmosfer bumi yang menurut hukum radiasi
Planck, merupakan emisi termal , seperti halnya radiasi infra merah IR. Perbedaan utama antara dua jenis radiasi ini ada pada panjang gelombang. Radiasi IR memiliki panjang gelobang dalam
satuan µm, sedangkan gelombang mikro microwave memiliki panjang gelombang dalam satuan cm 14mm sampai 5mm, dengan rentang frekuensi antara 22 GHz sampai 60 GHz.
Gambar 1 Cara Kerja Sensor gelombang mikro pada Satelit Pengukur Hujan Ushio 2008. Atmosfer memancarkan spektrum gelombang mikro seperti yang terlihat pada Gambar
1.Unsur-unsur gas uap air, oksigen, nitrogen hanya mampu memancarkan radiasi dalam garis spektral diskrit pada beberapa frekuensi tertentu, sedangkan unsur cairan tetes awan, hujan
memiliki emisi pada seluruh spektrum frekuensi. Kondisi atmosfer yang berbeda profil temperatur, kelembaban, awan akan memiliki sifat yang berbeda dan akan diterima dalam waktu
yang bersamaan.
TMI TRMM Microwave Imager yang menjadi sensor utama GSMaP mengukur radiasi gelombang mikro yang dipancarkan oleh permukaan bumi serta awan dan tetes hujan. Menghitung
intensitas curah hujan dari TMI membutuhkan perhitungan yang cukup kompleks. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dasar dari perhitungan ini adalah hukum radiasi Planck, yang
mendeskripsikan seberapa besar energi dari suatu benda dalam bentuk temperatur. Permukaan air seperti lautan dan danau, memiliki sifat tambahan yang sangat penting. Permukaan ini hanya
memancarkan sekitar satu setengah dari energi gelombang mikro yang ditentukan oleh hukum Planck, sehingga hanya memiliki sekitar setengah dari temperatur permukaan yang sebenarnya.
Hal ini menyebabkan permuka
an air terlihat sangat „dingin‟ oleh sensor MWR pasif. Di sisi lain, curah hujan tampak memiliki temperatur yang sama dengan temperatur sebenarnya. Hal ini
menyebabkan curah hujan terlihat „hangat‟ oleh sensor MWR, sehingga tampak kontras terhadap temperat
ur „dingin‟ dari permukaan air seperti laut atau danau. Makin banyak tetes hujan, makin hangat pula temperatur yang terdeteksi MWR, dan penelitian selama tiga dekade terakhir
memungkinkan untuk memperoleh intensitas curah hujan yang cukup akurat berdasarkan teknik pengukuran temperatur dari radiasi gelombang mikro ini.
Daratan memiliki sifat emisi gelombang mikro yang sangat berbeda dengan lautan. Daratan memiliki sekitar 90 persen temperatur yang sebenarnya , sehingga kekontrasannya relatif
kecil terhadap tetes hujan yang juga tampak „hangat‟ oleh MWR. Dalam kondisi ini, pendugaan
masih bisa difokuskan pada beberapa sifat curah hujan yang lain. Gelombang mikro dengan frekuensi tinggi 85.5 GHz yang diukur TMI dihamburkan dengan sangat kuat oleh es yang ada
pada banyak awan hujan. Hal ini mengurangi sinyal gelombang mikro yang diterima sensor, sehingga memberikan suatu kekontrasan terhadap permukaan hangat dari daratan. Karena pertikel-
partikel es yang besar umumnya terdapat pada bagian atas awan cenderung menghamburkan radiasi ini, TMI menggunakan berbagai kanal yang berbeda bersama dengan model-model awan
untuk membedakan antara proses-proses ini dan melakukan proses kuantisasi pada hujan dan es sesuai dengan sifat gelombang mikro yang diamatinya.
Lampiran 2 Korelasi antara GSMaP dengan curah hujan permukaan di Sorong, Wamena, dan Merauke
Correlations: gsmap, CH st sorong
Pearson correlation of gsmap and CH st sorong = 0.639 P-Value = 0.000
Correlations: gsmap, CH st wamena
Pearson correlation of gsmap and CH st wamena = 0.571 P-Value = 0.000
Correlations: gsmap, CH st merauke
Pearson correlation of gsmap and CH st merauke = 0.553 P-Value = 0.000
Lampiran 3 Perbandingan curah hujan permukaan dan standar deviasi curah hujan di beberapa daerah di Papua
Lampiran 4 Data GSMaP dan curah hujan permukaan di Sorong, Wamena, dan Merauke tahun 1998-2003
Tahun Bulan Sorong
Wamena Merauke
GSMaP CH permukaan
GSMaP CH permukaan
GSMaP CH permukaan
1998 2
142.56 240.8
342 180
173.52 326.4
1998 3
126 236
146.88 165.8
159.12 295
1998 4
142.56 359.9
496.08 278
149.04 305.2
1998 5
295.92 399.2
97.2 175
71.28 34
1998 6
573.84 528.4
333.36 146
127 1998
7 596.16
421.4 74.88
52 10.08
8.6 1998
8 239.76
356 53.28
70 13.6
1998 9
375.12 449.5
73.44 90.3
29.52 40.2
1998 10
118.08 259.8
162.72 154.4
35.28 115
1998 11
135.36 211.2
183.6 120.5
82.8 268
1998 12
318.24 128.6
242.64 237.8
126 259.1
1999 1
136.08 66.1
236.16 49
238.32 261
1999 2
33.84 180.5
265.68 215
70.56 262.7
1999 3
507.6 293.5
323.28 175
110.16 170
1999 4
188.64 261.7
236.88 282.2
118.08 461.9
1999 5
514.08 426.5
264.24 63
29.52 110.2
1999 6
216 283
187.2 187
55.44 65.6
1999 7
450.72 165.3
99.36 83.2
20.6 1999
8 224.64
212.3 164.88
243.5 1.44
18.2 1999
9 526.32
175 157.68
110.8 1999
10 545.76
283.8 180.72
95.2 4.32
5.1 1999
11 105.84
132.2 162.72
235.6 190.08
10.3 1999
12 255.6
238.7 166.32
170 84.96
131.4 2000
1 215.28
244.7 113.04
177 91.44
291 2000
2 256.32
172 158.4
88 106.56
62.5 2000
3 97.92
300.8 155.52
173 86.4
128 2000
4 203.04
186.4 254.88
147 335.52
109.3 2000
5 113.04
60.5 140.4
113 211.68
131.3 2000
6 398.16
146.1 113.04
80 18
46.6 2000
7 285.12
155 173.52
115 7.5
2000 8
326.16 341
223.92 56
15.6 2000
9 391.68
304.2 144
66.8 2000
10 75.6
13 290.16
186 71.28
164.1 2000
11 234
87.1 237.6
196 7.2
73.7 2000
12 69.84
59 164.88
91.7 38.16
217.1 2001
1 276.48
74.7 207.36
123 265.68
153.3 2001
2 95.04
87 190.08
175.5 68.4
143 2001
3 141.84
79.7 373.68
307.6 160.56
262.3 2001
4 144
54.4 249.84
219 316.08
196.4
2001 5
127.44 85.1
241.92 203.6
16.56 85.5
2001 6
396 237
198 123.3
7.2 20.3
2001 7
128.88 69.8
84.96 49
0.3 2001
8 36
4.8 153.36
120 4.3
2001 9
663.12 371
205.2 171.3
29.52 1
2001 10
72.72 101.2
149.76 86
27.36 41
2001 11
169.92 63.5
262.8 169.5
210.96 320.7
2001 12
61.2 38
190.8 103.3
170.64 29.5
2002 1
118.8 185.1
275.04 162.2
58.32 79
2002 2
18.72 58.3
228.24 233
123.84 176.5
2002 3
84.96 95
429.84 280
151.2 188.8
2002 4
152.64 107
316.8 187.1
131.76 151.3
2002 5
174.96 92
102.24 15.3
14.1 2002
6 244.8
117.36 13
27.36 2002
7 0.9
69.84 2
2002 8
69.12 0.6
92.88 17
2002 9
46.08 20.5
78.48 47.3
87.84 55
2002 10
23.76 39
43.2 34
1.3 2002
11 84.24
87 198
114 6.48
8 2002
12 248.4
101 145.44
77.6 84.24
39.2 2003
1 146.16
471.6 177.12
2003 2
92.16 74
286.56 207
308.88 221.6
2003 3
252 199
316.8 300.3
118.08 312.2
2003 4
110.88 232.7
199.44 215
49.68 50.1
2003 5
133.92 229
127.44 63
33.12 55.5
2003 6
145.44 330
39.6 20
13.6
Lampiran 5 Pengelompokan tahun normal dan ENSO berdasarkan teknik running mean
Tahun Bulan
Nino 3.4 Running mean
Anomali iklim
1997 11
2.52 1997
12 2.48
1998 1
2.43 2.166
La Nina 1998
2 1.97
1.858 1998
3 1.43
1.502 1998
4 0.98
0.992 1998
5 0.7
0.48 1998
6 -0.12
0.026 1998
7 -0.59
-0.38 1998
8 -0.84
-0.758 1998
9 -1.05
-0.958 1998
10 -1.19
-1.13 1998
11 -1.12
-1.28 1998
12 -1.45
-1.302 1999
1 -1.59
-1.224
La Nina 1999
2 -1.16
-1.15 1999
3 -0.8
-1.016 1999
4 -0.75
-0.872 1999
5 -0.78
-0.806 1999
6 -0.87
-0.832 1999
7 -0.83
-0.87 1999
8 -0.93
-0.92 1999
9 -0.94
-1.026 1999
10 -1.03
-1.18 1999
11 -1.4
-1.33 1999
12 -1.6
-1.442 2000
1 -1.68
-1.428
La Nina 2000
2 -1.5
-1.284 2000
3 -0.96
-1.098 2000
4 -0.68
-0.874 2000
5 -0.67
-0.656 2000
6 -0.56
-0.522 2000
7 -0.41
-0.464 2000
8 -0.29
-0.436 2000
9 -0.39
-0.442 2000
10 -0.53
-0.508 2000
11 -0.59
-0.576 2000
12 -0.74
-0.596 2001
1 -0.63
-0.56 Normal
2001 2
-0.49 -0.498
2001 3
-0.35 -0.366
2001 4
-0.28 -0.226
2001 5
-0.08 -0.076
2001 6
0.07 0.034
2001 7
0.26 0.098
2001 8
0.2 0.118
2001 9
0.04 0.078
2001 10
0.02 -0.024
2001 11
-0.13 -0.078
2001 12
-0.25 -0.068
2002 1
-0.07 -0.022
El Nino 2002
2 0.09
0.072 2002
3 0.25
0.254 2002
4 0.34
0.458 2002
5 0.66
0.626 2002
6 0.95
0.76 2002
7 0.93
0.902 2002
8 0.92
1.032 2002
9 1.05
1.15 2002
10 1.31
1.268 2002
11 1.54
1.308 2002
12 1.52
1.276 2003
1 1.12
1.136
Normal 2003
2 0.89
0.844 2003
3 0.61
0.468 2003
4 0.08
0.25 2003
5 -0.36
0.182 2003
6 0.03
0.174 2003
7 0.55
0.238 2003
8 0.57
0.448 2003
9 0.4
0.548 2003
10 0.69
0.532 2003
11 0.53
0.488 2003
12 0.47
0.47 2004
1 0.35
0.362
El Nino 2004
2 0.31
0.304 2004
3 0.15
0.258 2004
4 0.24
0.268 2004
5 0.24
0.356 2004
6 0.4
0.51 2004
7 0.75
0.638 2004
8 0.92
0.768 2004
9 0.88
0.842
2004 10
0.89 0.854
2004 11
0.77 0.822
2004 12
0.81 0.732
2005 1
0.76 0.634
El Nino 2005
2 0.43
0.552 2005
3 0.4
0.494 2005
4 0.36
0.434 2005
5 0.52
0.416 2005
6 0.46
0.408 2005
7 0.34
0.354 2005
8 0.36
0.262 2005
9 0.09
0.074 2005
10 0.06
-0.148 2005
11 -0.48
-0.394 2005
12 -0.77
-0.53 2006
1 -0.87
-0.628
Normal 2006
2 -0.59
-0.558 2006
3 -0.43
-0.378 2006
4 -0.13
-0.146 2006
5 0.13
0.022 2006
6 0.29
0.208 2006
7 0.25
0.356 2006
8 0.5
0.496 2006
9 0.61
0.68 2006
10 0.83
0.888 2006
11 1.21
0.95 2006
12 1.29
0.876 2007
1 0.81
2007 2
0.24
Lampiran 6 Data curah hujan rata-rata GSMaP di wilayah Papua periode 1998-2006 Tahun
Bulan CH GSMaP rata-rata
SOI Nino 3.4
1998 1
106.227072 -23.5
2.43 1998
2 244.8049608
-19.2 1.97
1998 3
175.7501568 -28.5
1.43 1998
4 253.8559152
-24.4 0.98
1998 5
197.9781408 0.5
0.7 1998
6 231.2515224
9.9 -0.12
1998 7
138.1231656 14.6
-0.59 1998
8 130.7038392
9.8 -0.84
1998 9
135.9953496 11.1
-1.05 1998
10 166.7221416
10.9 -1.19
1998 11
188.150436 12.5
-1.12 1998
12 252.408744
13.3 -1.45
1999 1
178.596936 15.6
-1.59 1999
2 213.6266424
8.6 -1.16
1999 3
247.8147624 8.9
-0.8 1999
4 238.691736
18.5 -0.75
1999 5
197.040564 1.3
-0.78 1999
6 300.1541472
1 -0.87
1999 7
158.76792 4.8
-0.83 1999
8 136.3749192
2.1 -0.93
1999 9
118.2212496 -0.4
-0.94 1999
10 162.1565424
9.1 -1.03
1999 11
171.5936112 13.1
-1.4 1999
12 216.6826176
12.8 -1.6
2000 1
250.9488072 5.1
-1.68 2000
2 190.0217808
12.9 -1.5
2000 3
211.6582416 9.4
-0.96 2000
4 241.2710928
16.8 -0.68
2000 5
252.3058344 3.6
-0.67 2000
6 233.8007544
-5.5 -0.56
2000 7
110.6802936 -3.7
-0.41 2000
8 137.3561136
5.3 -0.29
2000 9
97.0656552 9.9
-0.39 2000
10 183.7377792
9.7 -0.53
2000 11
166.3944336 22.4
-0.59 2000
12 164.9641392
7.7 -0.74
2001 1
243.6785784 8.9
-0.63 2001
2 225.0362448
11.9 -0.49
2001 3
242.8929072 6.7
-0.35 2001
4 270.3460248
0.3 -0.28
2001 5
217.4476104 -9
-0.08 2001
6 171.2364048
1.8 0.07
2001 7
81.1558296 -3
0.26 2001
8 66.058992
-8.9 0.2
2001 9
153.8165304 1.4
0.04 2001
10 105.8404176
-1.9 0.02
2001 11
186.0375672 7.2
-0.13 2001
12 220.4610192
-9.1 -0.25
2002 1
188.1761472 2.7
-0.07 2002
2 156.382236
7.7 0.09
2002 3
193.0441824 -5.2
0.25 2002
4 201.094416
-3.8 0.34
2002 5
126.0831456 -14.5
0.66 2002
6 173.5109856
-6.3 0.95
2002 7
44.0478576 -7.6
0.93 2002
8 41.4962064
-14.6 0.92
2002 9
59.8503384 -7.6
1.05 2002
10 41.9340168
-7.4 1.31
2002 11
121.1187024 -6
1.54 2002
12 146.2497768
-10.6 1.52
2003 1
175.461876 -2
1.12 2003
2 220.6481472
-7.4 0.89
2003 3
235.1578896 -6.8
0.61 2003
4 186.6131712
-5.5 0.08
2003 5
123.3856944 -7.4
-0.36 2003
6 72.70254
-12 0.03
2003 7
172.838016 2.9
0.55 2003
8 108.0226512
-1.8 0.57
2003 9
114.3934272 -2.2
0.4 2003
10 145.0330272
-1.9 0.69
2003 11
106.3242144 -3.4
0.53 2003
12 221.9832648
9.8 0.47
2004 1
204.4717272 -11.6
0.35 2004
2 248.490936
8.6 0.31
2004 3
179.6835312 0.2
0.15 2004
4 142.1269704
-15.4 0.24
2004 5
206.2853064 13.1
0.24 2004
6 99.2815488
-14.4 0.4
2004 7
91.1703888 -6.9
0.75 2004
8 45.6327576
-7.6 0.92
2004 9
129.469572 -2.8
0.88 2004
10 67.0948416
-3.7 0.89
2004 11
131.9115096 -9.3
0.77
2004 12
160.2156816 -8
0.81 2005
1 190.8930744
1.8 0.76
2005 2
183.8042928 -29.1
0.43 2005
3 215.636256
0.2 0.4
2005 4
256.8077784 -11.2
0.36 2005
5 132.7191264
-14.5 0.52
2005 6
112.1054544 2.6
0.46 2005
7 153.2533896
0.9 0.34
2005 8
91.5037128 -6.9
0.36 2005
9 121.0774176
3.9 0.09
2005 10
167.9768712 10.9
0.06 2005
11 164.4854472
-2.7 -0.48
2005 12
232.492464 0.6
-0.77 2006
1 233.8740792
12.7 -0.87
2006 2
209.4973056 0.1
-0.59 2006
3 224.0138304
13.8 -0.43
2006 4
231.0603336 15.2
-0.13 2006
5 158.244444
-9.8 0.13
2006 6
264.4154496 -5.5
0.29 2006
7 101.6306496
-8.9 0.25
2006 8
55.3689072 -15.9
0.5 2006
9 121.6520208
-5.1 0.61
2006 10
57.74274 -15.3
0.83 2006
11 99.3898224
-1.4 1.21
2006 12
139.3460928 -3
1.29
ABSTRACT
FIRDANA AYU RAHMAWATI . Rainfall Spatial and Temporal Variation Analysis over Papua
based on GSMAP during 1998-2006 and It‟s Relation to the Regional Climate. Advised by
IDUNG RISDIYANTO and FADLI SYAMSUDIN.
This study is focused on rainfall spatial and temporal variation analysis over Papua, Indonesia using GSMaP MWR Global Satellite Mapping of Precipitation Microwave Radiometer
during 1998-2006. GSMaP MWR data was extracted and represented in time series and spatial format, and compared with other observation data such meridional UWND and zonal VWND
surface wind from National Centers for Environmental Prediction NCEP, Southern Oscillation Index SOI and NINO 3.4 Index. Continuous Wavelet Transform CWT and Empirical
Orthogonal Function EOF analysis show that rainfall variation over Papua is effected by monsoon and topography factor, especially in the central and southern Papua. In the other hand,
equatorial rainfall variation is very dominant in the northern Papua. The Cross Wavelet Transform XWT and Wavelet Transform Coherence WTC analysis indicate that El Nino-Souther
Oscillation ENSO also give significant impact to the onset of rainy season during El Nino and La Nina years, even though it does not give much impact to the rainfall amount as the monsoon effect
over Papua.
Keywords : Papua, Spatial and Temporal Variation, GSMaP, EOF, Wavelet
ABSTRAK
FIRDANA AYU RAHMAWATI . Analisis Pola Spasial dan Temporal Curah Hujan di Wilayah
Papua Berdasarkan Data GSMaP Periode 1998-2006 dan Hubungannya dengan Iklim Regional. Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO dan FADLI SYAMSUDIN.
Penelitian ini membahas tentang analisis pola spasial dan temporal curah hujan di wilayah Papua, Indonesia menggunakan produk data GSMaP MWR Global Satellite Mapping of
Precipitation Microwave Radiometer pada periode 1998-2006. Data GSMaP MWR diekstrak dan direpresentasikan kedalam deret waktu dan format spasial, serta dibandingkan dengan data
observasi lainnya seperti data angin permukaan meridional UWND dan zonal VWND yang diperoleh dari National Centers for Environmental Prediction NCEP, data Southern Oscillation
Index SOI dan NINO 3.4 Index. Hasil analisis menggunakan Continuous Wavelet Transform CWT dan Empirical Orthogonal Function EOF menunjukkan bahwa variasi curah hujan di
Papua sangat dipengaruhi monsun dan faktor topografi, khususnya di wilayah Papua bagian tengah dan selatan. Di sisi lain, variasi curah hujan ekuatorial sangat dominan di wilayah Papua bagian
utara. Hasil analisis dengan Cross Wavelet Transform XWT dan Wavelet Transform Coherence WTC mengindikasikan bahwa El Nino Southern Oscillation ENSO juga memberikan pengaruh
signifikan terhadap permulaan musim hujan pada tahun-tahun El Nino dan La Nina, walaupun tidak terlalu berpengaruh terhadap besarnya curah hujan seperti halnya efek monsun di Papua.
Kata kunci : Papua, Pola spasial dan temporal, GSMaP, EOF, Wavelet