18
B. Landasan Teori
Pergerakan gigi insisivus atas-bawah pada maloklusi Angle Klas II divisi 1 dalam mengkoreksi sudut interinsisal dibatasi oleh bentuk anatomi dan ukuran tulang basal
rahang. Diskrepansi rahang membatasi pergerakan antero-posterior gigi insisivus dalam mencapai relasi oklusal. Gerakan bodily atau torque akar dilakukan apabila gerakan
tipping tidak cukup memperbaiki hubungan oklusi, hal tersebut mempengaruhi besar sudut interinsisal, overjet dan overbite.
Teknik ortodontik cekat Begg dapat digunakan untuk perawatan maloklusi Klas II divisi 1. Inklinasi gigi insisivus akan berubah dengan gerakan tiping disertai perubahan
posisi apikal torque yang dikontrol oleh mekanisme differensial force. Retraksi gigi anterior terjadi bersamaan dengan bite opening, merupakan hasil kerjasama gaya elastik
intermaksiler Klas II dan anchorage bend. Elastik intermaksiler klas II yang bekerja pada insisivus atas memberikan gaya retraksi dari komponen horisontal dan gaya ekstrusi
dari komponen vertikal. Gaya ekstrusi tersebut kemudian memenghambat gaya intrusi dari anchorage bend. Gigi Insisivus bawah mendapat gaya intrusi dari anchorage bend,
sedangkan komponen horisontal elastik intermaksiler Klas II memberikan gaya yang mengubah posisi mandibula ke depan sehingga insisivus bawah terbawa ke depan.
Perbaikan hubungan oklusal akibat penyimpangan skeletal kemudian diikuti dengan koreksi overbite dan overjet insisivus. Gerakan torque pada teknik Begg, digunakan
untuk memperbaiki inklinasi insisivus. Root torque spring yang dipasang pada gigi anterior sangat efektif menghasilkan sudut interinsisal yang optimal.
Perubahan posisi hubungan maksila-mandibula dalam arah vertikal-sagital serta perubahan inklinasi insisivus
19 pada setiap akhir tahapan perawatan teknik Begg berpengaruh terhadap oklusi dan estetika
wajah termasuk sudut interinsisal, overjet dan overbite. Sudut interinsisal, overjet dan overbite terletak pada ruang yang dibentuk oleh
MMPA. Overbite dan overjet dipengaruhi oleh besar inklinasi insisivus dan hubungan antero-posterior basis skeletal rahang. Sudut interinsisal dipengaruhi oleh besar inklinasi
insisivus dan MMPA. Perubahan MMPA terjadi selama proses perawatan ortodontik. Peningkatan MMPA terjadi ketika dilakukan koreksi overbite, kemudian MMPA menurun
setelah overjet terkoreksi. MMPA dengan nilai tetap konstan, jika inklinasi insisivus atas-bawah besar maka overjet dan overbite menjadi besar. Inklinasi insisivus atas-bawah
normal maka overjet dan overbite menjadi normal. Besar MMPA berpengaruh terhadap
besar overbite dan pola rotasi mandibula. MMPA kecil maka overbite besar serta pola rotasi mandibula ke depan dan sebaliknya. Besar MMPA dalam besaran linear digambarkan
sebagai LAFH. Perubahan sudut interinsisal tidak berpengaruh terhadap perubahan tinggi keseluruhan anterior wajah dan LAFH. Nilai MMPA tetap konstan maka sudut interinsisal
hanya dipengaruhi oleh besar inklinasi insisivus atas-bawah. Sudut interinsisal digambarkan sebagai sudut yang tajam apabila inklinasi insisivus atas-bawah besar yaitu terlalu
tipping ke labial terhadap basal tulang rahang. Perubahan sudut interinsisal diikuti dengan perubahan overbite dan overjet. Pada inklinasi insisivus atas-bawah besar maka sudut
interinsisal tajam atau kecil dan overjet serta overbite besar. Pada sudut interinsisal besar maka diasumsikan overbite dan overjet kecil.
20
C. Hipotesis