1 Kebijakan dan
perencanaan perikanan
strategic management
, menyangkut aspek-aspek: a perumusan tujuan pembangunan perikanan
secara keseluruhan, b kebijakan yang terkait langsung dengan tujuan tersebut, c aspek legal dalam pengelolaan perikanan, d keputusan
mengenai struktur pengelolaan. 2 Pengelolaan perikanan tactical and operational management, terdiri dari
aspek-aspek: a suatu sistem pengelolaan untuk menjaga keseimbangan antara stok dan pemanfaatan sumberdaya ikan, b indikator kinerja atau
kondisi tahunan perikanan, c rencana aksi dalam pengelolaan perikanan sehari-hari, d penelitian dan penyediaan informasi.
3 Pengembangan perikanan
fishery development
, menyangkut
pengembangan perikanan berdasarkan ukuran-ukuran perkembangan komponen-komponen perikanan yang langsung atau tidak langsung dalam
sistem agribisnis perikanan. 4 Penelitian perikanan fishery research.
5.6 Implikasi terhadap Perikanan yang Bertanggungjawab
Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut secara berkelanjutan harus dilakukan dengan cara pengelolaan perikanan bertanggung jawab responsible
fisheries dengan teknologi yang berwawasan lingkungan. Teknologi yang
berwawasan lingkungan dapat diterjemahkan ke dalam teknologi ramah lingkungan. Arimoto et al. 1999 menyatakan bahwa teknologi penangkapan
ikan bukan saja ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan
ikan terhadap lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Dalam menganalisis sistem perikanan tangkap, Charles 2001 mendeskripsikan sistem perikanan terpadu terdiri dari tiga komponen utama
subsistem serta adanya pangaruh faktor-faktor eksternal di luar komponen tersebut. Ketiga komponen utama tersebut adalah: 1 sistem alam ikan; 2
sistem manusia; dan 3 sistem pengelolaan. Ketiga komponen sistem tersebut beserta subkomponennya dan faktor eksternal berinteraksi secara dinamis.
Isu internasional tentang rumpon FADs sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan mengancam kelestarian sumberdaya ikan di perairan
berkembang sejak Konferensi Internasional tentang FADs di Martinique, Perancis pada tahun 1999. Isu ini berdasarkan pada CCRF yang dikeluarkan oleh FAO
pada tahun 1995. Hal ini dikarenakan alat tangkap purse seine yang berkembang dengan pesat di Samudera Pasifik bagian Timur yang dioperasikan pada drifting
fish aggregating device menangkap ikan-ikan tuna berukuran kecil yang belum
matang gonad. Untuk menanggulangi konflik baik secara internasional, regional dan
nasional di atas diperlukan peraturan-peraturan dalam skala nasional, regional maupun internasional. Pemerintah Indonesia telah membuat beberapa peraturan
secara nasional tentang rumpon yaitu SK Mentan No. 51KptsIK.250197. Selain itu peraturan internasional tentang “Code of Conduct for Responsible
Fishing CCRF” FAO, 1995 telah mulai disiapkan untuk diimplementasikan,
yang memuat beberapa aspek yaitu: 1 Aspek pengelolaan perikanan Fisheries Management;
2 Aspek operasi penangkapan ikan Fishing Operations; 3 Aspek pengembangan budidaya perikanan Aquaculture Development;
4 Aspek integrasi perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir Integration of Fisheries into Coastal Area Management;
5 Aspek pasca panen dan perdagangan Post-Harvest Practices and Trade. Dalam konteks penangkapan ikan terdapat suatu dinamika sistem, yang
ditentukan oleh interaksi antar species ikan single species interaction, interaksi dengan ikan-ikan lain multi species interaction atau dengan biota lainnya
predator and prey interactions, serta interaksi dengan lingkungan fisika dan kimia. Disamping itu terdapat juga hubungan dinamis di dalam suatu ekosistem
dengan ekosistem lainnya. Faktor-faktor tersebut berperan sangat mempengaruhi suatu sistem alami sumberdaya ikan untuk mencapai pengelolaan perikanan
terpadu Charles, 2001. Terkait dengan sistem perikanan terpadu, lebih lanjut Charles 2001
mengusulkan empat komponen utama dalam analisis keberlanjutan perikanan yaitu:
1 Keberlanjutan ekologi ecological sustainability, yang ditentukan tiga parameter: a menjamin keberlanjutanketersedian stok sumberdaya ikan
untuk dimanfaatkan; b menjamin ketersediaan sumberdaya daya dan species ikan pada level yang aman hingga generasi mendatang; c tugas utama untuk
mempertahankan atau meningkatkan daya lentingdaya tahan resilience dan kesehatan seluruh komponen ekosistem.
2 Keberlanjutan sosial-ekonomi socioeconomic sustainability, ditekankan pada ‘tingkat makro’, yakni mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan
sosial ekonomi secara keseluruhan dalam jangka panjang. 3 Keberlanjutan komunitas community sustainability, fokus pada ‘micro level’,
yaitu mempertahankan nilai-nilai masyarakat secara keseluruhan, dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama dalam sistem
perikanan dengan meningkatkan sosial ekonomi setiap anggota masyarakat dan semua komponen-komponen dari sub-sistem manusia.
4 Keberlanjutan institusional institutional sustainability, mempertahankan kesesuaian finansial, kemampuan administrasi dan organisasi dalam jangka
panjang. Keberlanjutan
institusional merupakan
prasyarat dalam
mempertahankan keberlanjutan tiga komponen lainnya. Dilihat dari ketersediaan sumber daya perikanan yang ada, maka
pengelolaan rumpon harus memperhatikan aspek-aspek biologi, lingkungan perairan, alat penangkapan, sosial budaya dan ekonomi. Pengelolaan harus pula
memperhatikan aspek legal yang menyangkut lokasi, jumlah rumpon, pemanfaatan dan izin pemasangan dari instansi yang berwenang.
Pemafaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan sumberdaya dan pemanfaatannya dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya dalam jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Mengingat bahwa rumpon merupakan alat bantu yang
efektif dalam mengumpulkan dan menangkap ikan-ikan yang berukuran kecil dan belum layak tangkap, maka diperlukan penerapan pengelolaan yang bersifat
konservatif dan berhati-hati cautionary.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan antara lain : 1 Status pemanfaatan sumberdaya ikan tuna dan cakalang berbasis rumpon di
wilayah sekitar Perairan Selatan PPN Prigi telah tereksploitasi secara berlebih pada tingkat pengupayaan yang melampaui batas maksimum CMSY sebesar
2334,9 tontahun yang mengakibatkan penurunan CPUE. 2 Secara bioekologis pola pertumbuhan hasil tangkapan tuna lebih baik pada
saat musim barat Desember – Januari dibandingkan musim timur Juli. 3 Usaha nelayan Prigi menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan:
a Layak secara teknis karena memenuhi persyaratan kriteria umum komponen rumpon.
b Layak secara ekonomis karena memiliki nilai NPV 0, Net BC 1, dan IRR tingkat suku bunga yang berlaku.
c Tidak layak secara bioekologis karena dominasi ukuran hasil tangkapan tuna yang belum layak tangkap.
4 Strategi optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan di PPN Prigi dengan alokasi optimum unit armada penangkapan yang direkomendasikan untuk
armada jaring insang hanyut sebanyak 43 unit, tonda sebanyak 63 unit dan rumpon sebanyak 33 unit pada wilayah luas perairan tempat penyebaran
rumpon yang berhasil didata sebesar 8.940 km². Untuk lokasi Perairan Kabupaten Trenggalek dengan luasan perairan 2.133 km² direkomendasikan 8
unit rumpon, 16 armada jaring insang hanyut dan 19 armada tonda
6.2 Saran